• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Peristiwa Banjir Medan - Pergeseran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Peristiwa Banjir Medan - Pergeseran Solidaritas Sosial Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Sekitar Sungai Deli, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

19 BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Peristiwa Banjir Medan

Banjir ialah keadaan air yang menenggelami atau mengenangi sesuatu

kawasan atau tempat yang luas. Ukuran danau atau badan air terus berubah-ubah

sesuai perubahan curah hujan dan pencairan salju musiman, namun banjir yang

terjadi tidak besar kecuali jika air mencapai daerah yang dimanfaatkan manusia

seperti desa, kota, dan permukiman lain

banjir/genangan yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak terjadi banjir dan

kedua peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari sungai karena debit

banjir tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari

kapasitas pengaliran sungai yang ada (Kodoatie, 2002). Peristiwa banjir sendiri

tidak menjadi permasalahan, apabila tidak mengganggu terhadap aktivitas atau

kepentingan manusia dan permasalahan ini timbul setelah manusia melakukan

kegiatan pada daerah dataran banjir. Maka, perlu adanya pengaturan daerah

dataran banjir, untuk mengurangi kerugian akibat banjir.

Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas

saluran air, terutama di kelokan sungai. Banjir sering mengakibatkan kerusakan

rumah dan pertokoan yang dibangun di dataran banjir sungai alami. Meski

kerusakan akibat banjir dapat dihindari dengan pindah menjauh dari sungai dan

badan air yang lain, orang-orang menetap dan bekerja dekat air untuk mencari

(2)

20

lancar dekat perairan. Manusia terus menetap di wilayah rawan banjir adalah bukti

bahwa nilai menetap dekat air lebih besar daripada biaya kerusakan akibat banjir

periodik. Banjir berlaku apabila sesuatu kawasan, selalunya kawasan rendah,

ditenggelami dengan air. Banjir yang buruk biasanya akan berlaku apabila air

sungai melimpah tebing sungai berkenaan. Banjir berlaku apabila tanah dan

tumbuh-tumbuhan tidak dapat menyerap ke semua air

di atas tanah berkenaan. Air ini tidak dapat ditampung oleh aliran sungai atau

kolam semula jadi atau disimpan dalam tempat takungan air buatan manusia.

Akibat hujan deras yang melanda Medan, ribuan rumah yang ada di lima

daerah Kecamatan kota Medan terendam banjir. Debit air di pemukiman warga,

terutama di bantaran Sungai Deli cenderung naik. Warga dihimbau mengungsi

dan tidak bertahan di rumah mengantisipasi hal yang tidak diinginkan. Imbauan

untuk mengungsi telah disampaikan kepada warga di lokasi banjir di Kecamatan

Medan Polonia sejak Kamis (4/1/2011) siang. Sebagai antisipasi, pihak kecamatan

mendirikan tenda penampungan di sejumlah titik, termasuk di samping kantor

Camat Medan Polonia. Pihak kecamatan juga mendirikan dapur umum karena

peralatan masak warga ikut terendam banjir.

Wilayah Kecamatan Medan Maimun menjadi kawasan terparah akibat

bencana banjir besar yang melanda Kota Medan dan sekitar di Sumatera Utara.

Enam kelurahan di kecamatan ini ikut diterjang luapan air Sungai Deli yang

mengalir di tengah Kota Medan. Enam kelurahan tersebut adalah Kelurahan Aur,

Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Jati, Kelurahan Sukaraja, Kelurahan

Hamdan dan Kelurahan Sei Mati. Totalnya, hampir sekitar 3.000 rumah warga

(3)

21

kota, namun dalam bencana banjir kali ini, wilayah Kecamatan Medan Maimun

terkena dampak paling buruk. Sebelumnya, di akhir tahun 2010, Kelurahan Aur

juga sempat terendam banjir. Saat itu, Sungai Deli yang meluap juga sempat

mencapai ketinggian hingga satu meter dan merendam ratusan rumah di kawasan

itu. Bahkan, Dinas Kesehatan Medan juga sempat menurunkan tim medis untuk

mengantisipasi munculnya berbagai penyakit. Pada saat banjir tahun 2011 lalu

terjadi puluhan posko sudah didirikan di sekitar Kecamatan Medan Maimun

tersebut untuk menampung para korban banjir. Selain itu, sejumlah dapur umum

juga dibuat untuk menyediakan makanan bagi para korban. Dapur umum yang

terdapat di Jalan Brigjen Katamso menjadi yang terbanyak dan di kantor lurah

Sukaraja dijadikan dapur untuk memasakmie instan, nasi dan ikan. Kota Medan

dilanda banjir terbesar dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah warga terendam

akibat luapan sungai yang tak mampu menampung debit air dari hulu.

2.2. Solidaritas Sosial

Konsep solidaritas sosial merupakan kepedulian secara bersama kelompok

yang menunjukkan pada suatu hubungan antara individu dan/atau kelompok yang

didasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama, dan kepercayaan yang

dianut serta diperkuat oleh pengalaman emosional (Jhonson, 1981). Prinsip

solidaritas sosial adalah saling tolong menolong, bekerja sama, saling membagi

hasil panen, menyokong proyek, secara keuangan dan tenaga kerja dan lainnya.

Menurut Redfield (dalam Laiya, 1983:5), solidaritas sosial adalah kekuatan

persatuan internal dari suatu kelompok.

Solidaritas juga dipengaruhi interaksi sosial yang berlangsung karena

(4)

22

(community sentiment), unsur-unsurnyamenurut Redfield (dalam Laiya, 1983)

meliputi: (1) Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi

dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga

kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga);

Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok

dan keadaan masyarakat sendiri sangat memungkinkan peranannya dalam

kelompok yang dijalankan; dan saling butuh, yaitu individu yang tergantung

dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya

meliputi fisik maupun psikologinya.

Kelompok sosial sebenarnya merupakan sel-sel suatu masyarakat.

Ketahanan seseorang tergantung pada partisipasinya dalam kehidupan sosial atau

pada penggunaan hasil kehidupan bersama. Suatu kelompok sosial merupakan

suatu masyarakat dalam bentuknya yang paling kecil.Solidaritas sosial merupakan

kohesi yang ada antara anggota suatu asosiasi, kelompok, kelas sosial atau kasta,

dan di antara berbagai pribadi, kelompok, maupun kelas-kelas yang membentuk

masyarakat atau bagian-bagiannya. Kohesi ini berakar pada struktur dan

proses-proses esensial seperti kelompok kekerabatan, bahasa atau agama yang sama, dan

wilayah tempat tinggal. Selain itu, akarnya adalah hubungan antara pria dan

wanita dan saling ketergantungannya, partisipasi dalam suatu organisasi ekonomi

yang rumit, maupun pengalaman hidup yang pahit dan membahagiakan.

Solidaritas sosial ini menghasilkan persamaan, saling ketergantungan, dan

pengalaman yang sama, merupakan unsur pengikat bagi unit-unit kolektif seperti

keluarga, rukun tetangga, komuniti, dan negara. Walaupun tampak samar, gejala

(5)

23

kekuatannya, menentukan sampai sejauh mana suatu masyarakat dan

bagian-bagiannya merupakan kesatuan yang terintegrasi.

Pada umumnya, dikenal adanya dua tipe mendasar solidaritas sosial, dalam

bentuk ekstrimnya, sehingga dalam kenyataan ditemukan derajat-derajat tertentu

di antara kedua tipe mendasar itu. Herbert Spencer mengingatkan pada fakta

bahwa unsur-unsur solidaritas sosial berubah apabila kebudayaan berakumulasi

dan peradaban bertambah rumit. Defenisi evolusi sebagai suatu transisi,

menunjukkan hakikat perubahan. Menurut Spencer, evolusi merupakan transisi:

Spenser menganggap perubahan dari suatu persatuan persamaan ke arah taraf

kohesi disebabkan karena pengkhususan, pembagian kerja, dan saling

ketergantungan antara berbagai bagian masyarakat. Hal itu semua merupakan

faktor utama dalam evolusi.

Walaupun terdapat perbedaan kecil, menurut Emile Durkheim, terdapat

dua tipe solidaritas sosial mendasar. Yang satu dilandaskan pada persamaan,

sedangkan yang lain didasarkan pada perbedaan sebagai kurang mandirinya

berbagai bagian masyarakat. Kohesi yang timbul karena persamaan ras, kerabat,

bahasa, tempat tinggal, kepercayaan politik, agama, pengalaman, dan ciri-ciri,

timbul secara serta merta. Durkheim menamakannya solidaritas mekanis.

Persamaan mendasar tersebut juga menjadi sumber bagi bentuk kehidupan

bersama yang oleh Tonnies disebut gemeinschaft yang merupakan kreasi

kehendak kelompok yang alamiah. Tipe solidaritas ini penting bagi kelompok

kecil yang terisolasi,homogen dan statis. Tipe solidaritas itu lemah pada

masyarakat yang populasinya besar, heterogen, mobilitas tinggi, dan yang

kompleks, dan mempunyai mobilitas tinggi, maka tipe solidaritas ini akan

(6)

terus-24

menerus. Apabila masyarakat yang kecil, bersahaja, elementer, dan stabil berubah

menjadi besar, interdependen, solidaritas sosial ini kuat di tempat-tempat yang

hampir tak ada pembagian kerja. Misalnya, pada bidang ekonomi, persamaan

mengakibatkan terjadinya persaingan dan pertikaian dan bukan kohesi. Tipe

solidaritas kedua oleh Durkheim dinamakan solidaritas organis. Solidaritas ini

didasarkan pada perbedaan. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa tidak semua

perbedaan sosial mengakibatkan terjadinya kohesi, oleh karena ada unsur tertentu

yang efeknya berbeda. Perbedaan yang berperan terhadap kohesi sosial adalah

yang saling melengkapi atau merupakan pasangan. Misalnya, perbedaan antara

wanita dengan pria menyebabkan kedua jenis kelamin itu saling tergantung satu

dengan lainnya.

Kedua tipe solidaritas tersebut dapat ditemukan pada hampir setiap

kehidupan bersama atau kelompok sosial. Akan tetapi, pada kasus tertentu, tipe

pertama lebih relevan, sedangkan pada kasus lain, yang lebih penting adalah tipe

yang kedua. Pada umumnya, pada kelompok kecil yang terisolasi, peranan

solidaritas mekanis sangat besar. Pada titik ekstrim lain, pada urbanisasi

hampir-hampir tidak ada solidaritas mekanis, dan masyarakat tergantung pada solidaritas

organis. Oleh karena itu, contoh masyarakat yang solidaritas mekanisnya berperan

adalah masyarakat bersahaja yang masih kurang berhubungan dengan dunia luar.

Akan tetapi, pengaruh solidaritas masih ada pada masyarakat pedesaan, yang

warganya masih bertani untuk konsumsi keluarga atau bagi pasaran setempat.

Secara umum, konsepsi Spencer dapat diperbaiki dengan menafsirkan bahwa

kalau terjadi perkembangan sosial evolusioner, maka solidaritas berdasarkan

homogenitas akan pudar. Selanjutnya, akan terjadi pembagian kerja yang akan

(7)

25

Solidaritas di kota metropolitan cenderung dilandaskan pada hubungan

formal dan kontraktual yang timbul dari pembagian kerja, spesialisasi, dan suatu

taraf interdependensi tertentu antara berbagai unit sosial. Tipe solidaritas tersebut

agak kurang stabil, karena mudah terpengaruh oleh proses-proses dan kekuatan

perubahan sosial. Apabila solidaritas timbul dari persamaan, maka efeknya positif.

Efek negatif terjadi apabila solidaritas itu tidak timbul dari persamaan tetapi dari

perbedaan. Menurut Durkheim, sosiolog Prancis (1858-1917), masyarakat kota

berbeda dengan masyarakat pedesaan pada jenis solidaritasnya. Di pedesaan yang

dominan adalah solidaritas mekanis, sedangkan di perkotaan solidaritas organis.

Solidaritas mekanis adalah suatu solidaritas dari kemiripan (resemblance).

Ciri-ciri utamanya adalah bahwa perbedaan di antara para individunya amat kecil.

Mereka sebagai anggota dari kolektivitas yang sama, memiliki kemiripan karena

merasakan emosi yang sama, mendambakan nilai-nilai yang sama dan

mensucikan perkara-perkara yang sama.

Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda

dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana

mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat

modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, solidaritas sosial

masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:

1. Solidaritas sosial mekanik.

Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap

individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan

hanya sekedar makhluk kolektif. Jadi, masing-masing individu diserap dalam

(8)

26 2. Solidaritas sosial organik

Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas

dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim

merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi

perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum.

Pada solidaritas organis terdapat konsensus mufakat serta kesatuan

keterlibatan pada kolektivitas. Ini sebagai ekspresi dari diferensiasi tadi.

Durkheim menyebut solidaritasnya yang dihasilkan oleh diferensiasi itu organis,

karena ia mengasosiasikannya dengan organisme hidup yang bagian-bagiannya

tidak sama (memiliki tugas yang berbeda-beda). Masyarakat dengan solidaritas

organis berlainan sekali dengan masyarakat primitif (sederhana) yang bercirikan

solidaritas mekanis. Masyarakat pedesaan dalam kondisi demikian itu bersifat

segmental, artinya situasinya serba lokal, serba terpencil. Karena komunikasinya

dengan dunia luar juga serba terbatas. Tetapi pembagian kerja menurut Durkheim

adalah diferensiasi mata pencaharian dan pembiakan kegiatan berindustri

merupakan ekspresi saja dari diferensiasi sosial. Adapun ini bersumber pada

solidaritas mekanis dan struktur segmental. Pada masyarakat yang bercirikan

diferensiasi pada individunya, setiap orang memiliki kebebasan untuk percaya,

menginginkan dan berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya sendiri dalam

segala situasi. Sebaliknya di dalam masyarakat yang bersolidaritas mekanis,

sebagian besar dari eksistensi diatur oleh berbagai keharusan, perintah dan

larangan atau pantangan sosial. Sebutan sosial di sini adalah keharusan dan

larangan tersebut dikenakan atas mayoritas dari kelompok. Adapun individu

diharapkan mengakui aneka keharusan dan larangan tadi sebagai kekuasaan pihak

(9)

27

Kekuatan mufakat kolektif itu berimpit dengan luas jangkauannya. Makin

kuat mufakat kolektif, maka hiduplah kemarahan orang terhadap kejahatan, dan

orang loyal terhadap pengetatan larangan sosial. Sebenarnya mufakat kolektif itu

mengenalpengkhususannya pula. Tiap perbuatan dalam kehidupan

kemasyarakatan, khususnya pada upacara-upacara keagamaan terdapat ketelitian

yang ekstrim, yaitu apa-apa yang harus dilakukan dan dipercaya.Sebaliknya,

menurut Durkheim pada solidaritas organis terjadilah pengurangan suasana yang

dikehendaki oleh mufakat kolektif serta pelembekan terhadap reaksi kolektif

terhadap pengetatan larangan. Di situ, individu memiliki keleluasan untuk

menafsirkan suatu keharusan sosial. Misalnya, jika dalam masyarakat

bersolidaritas mekanis orang menerima saja upah sebagai hasil kerjanya, maka

pada masyarakat bersolidaritas organis orang harus menerima upahnya sesuai

dengan haknya yang pantas. Dengan demikian, Durkheim menyimpulkan bahwa

sebenarnya individu itu tak terjadi karena masyarakat, tetapi masyarakat terjadi

karena individu(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan dan

teorisistem talcott.html).

2.2.1. Solidaritas Kelompok Masyarakat

Dalam kehidupan bersama manusia terdapat solidaritas kelompok atau

kesetiakawanan antar individu dalam kelompoknya. Terdapat solidaritas

kelompok yang tinggi, apabila tiap anggota kelompok mengalami bahwa tugas

kewjiban yang diserahi kepada masing-masing, dalam berbagai macam keadaan,

memang dikerjakan baik sesuai yang diharapkan sebelumnya; dengan kata lain

terdapat solidaritas yang tinggi dalam kelompok, tergantung kepercayaan

(10)

28

baik. Juga solidaritas kelompok mempunyai hubungan yang erat dengan

sikap-sikap para anggotanya terhadap norma-norma kegiatan kelompok. Dalam hipotesa

sosiologi mengenai kehidupan kelompok dan hubungannya dengan solidaritas

kelompok Sutherland mengemukakan sebuah ilustrasi sbb:

“Dalam kehidupan petani di pedesaan-pedesaan, tiap individu dikelilingi

sanak keluarganya, dan keluarga besar ini menentukan karier serta cita-cita

hidupnya, kepuasan utama yang dirasakan tiap individu adalah kerjasama

dengan kelompoknya, di dalam kelompoknya inilah tiap individu

memperoleh keamanan/ketenteraman yang sempurna, karena tiap

kelompok memelihara bila ia sakit atau tertimpa kecelakaan, hari tua atau

keadaan-keadaan darurat lainnya. Amal yang demikian ini dianggap

mereka sebagai hal yang sewajarnya, mereka tidak malu atau merasa

rendah diri pada saat-saat menderita sakit dsb-nya itu. Bahkan kelompok

keluarga besar ini dibantu oleh masyarakat di sekelilingnya yang juga

harmonis dalam tradisi kebudayaannya.”

Dari ilustrasi di atas jelaslah bahwa dalam kelompok yang diferensiasi sosialnya

yang begitu sederhana (tidak komplek); suasana hidup bersifat kekeluargaan yang

intim. Di pedesaan Jawa Tengah-Timur terdapat semboyan atau pepatah yang

berbunyi: “ora sanak ora kadang yen mati melu kelangan”. Yang artinya “bukan

sanak saudara, namun bila meninggal ikut kehilangan”; mungkin inilah rasa

solidaritas kelompok yang tinggi yang masih dapat dijumpai di pedesaan.

Solidaritas yang tinggi ini biasanya dicerminkan pula dengan sikap sosial kontrol

yang kuat, dalam melindungi berlakunya norma-norma sosial pada kelompok

bersangkutan, yang karenanya dalam kehidupan kelompok yang demikian jarang

(11)

29

Begitu juga dengan solidaritas masyarakat di sekitar pemukiman sungai

Deli ini, mereka saling tolong menolong di saat warga yang lain kesusahan.

Mereka rajin mengikuti perkumpulan STM (Serikat Tolong Menolong) Al

Muklish dan anggotanya saling membantu jika ada warga sekitarnya yang

tertimpa kemalangan (meninggal) dan membantumasyarakat yang tergenang

banjir berupa bantuan makanan, bantuan memindahkan baranag-barang ke tempat

yang aman, dan memberikan tumpangan tinggal sementara. Masyarakatatas (etnis

Cina dan pribumi)yang tinggalnya agak jauh dari sungai dan kepala lurah juga

bersedia menolong warga dalam memberikan tumpangan tinggal di rumahnya

yang lebih aman dari banjir. Dan masyarakat atas/yang tinggal agak jauh dari

Sungaiseperti etnis Cina juga turut membantu dalam hal memberikan makanan

berupa mie instan, nasi bungkus, dan beras dan gulakepada mereka yang terkena

banjir karena rasa empati dan kepedulian kepada tetangganya.

2.3. Bentuk Solidaritas Masyarakat Pada Masyarakat Yang Terkena Banjir. Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa

masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern.

Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim

dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas

sosialnya. Bentuk solidaritas sosial terbagi 2 yaitu solidaritas sosial mekanik dan

solidaritas sosial organik. Solidaritas masyarakat terjadi pada masyarakat

sederhana dan solidaritas organik terjadi pada masyarakat modern dan cenderung

di kota. Maka, solidaritas yang yang terjadi di Kota Medan khususnya kelurahan

(12)

30

masyarakat adalah solidaritas organik karena ada kontrak kerja/pembagian kerja,

dan keinginan golongan.

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem

semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara

individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Masyarakat pluralis

berarti masyarakat yang memiliki keberagaman budaya dan suku yang menjadi

latar belakangnya. Suatu kawasan yang ditempati oleh masyarakat pluralis berarti

kawasan tersebut terdiri dari penduduk yang berbeda budaya seperti Batak, Jawa,

Karo, India, dan Cina. Ada berbagai faktor penarik masyarakat pluralis yang

menempati suatu kawasan tempat tinggal. Lokasi tempat tinggal yang strategis

dapat menarik perhatian masyarakat termasuk masyarakat pluralis. Setelah

menempati lokasi itu, masyarakat pluralis biasanya berbaur dengan tetangga yang

berada di sebelah dan di dekat rumahnya. Selain itu, asimilasi juga merupakan

faktor utama masyarakat pluralis tinggal di kawasan tempat tinggal yang terdiri

dari penduduk yang berasal dari budaya dan suku yang berbeda. Perkawinan

campuran yang dilakukan membuat mereka dapat berbaur dengan mudah di

kawasan tempat tinggal yang juga terdiri dari berbagai masyarakat pluralis.

Kesadaran sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang

lain membuat masyarakat pluralis biasanya mau berbaur dengan dengan

tetangganya meskipun berbeda etnis. Berbagai kegiatan yang dilakukan di

kawasan tempat tinggal juga membuat masyarakat pluralis semakin mengenal

tetangga yang ada di sekitar rumahnya seperti kerja bakti. Dan masyarakat pluralis

(13)

31

Etnis Cina menganut Confucianism menjadi maju karena ajarannya yang

tidak menyukai kekerasan. Salah satu hal penting yang diajarkan ialah "Janganlah

berbuat sesuatu yang kau tak inginkan orang berbuat kepadamu". Prinsip lainnya

adalah "Kalau kamu hidup mampu, jangan sampai saudara-saudaramu hidup

berkekurangan".Itulah salah satu prinsip yang menyebabkan keluarga keturunan

Cina selalu memperhatikan saudara-saudara, jadi kalau yang satu kaya akan

membantu yang kekurangan: memberikan pekerjaan, membantu secara moral dan

finansial. Hal-hal yang telah dipaparkan di atas dilakukan masyarakat Cina dalam

menghadapi berbagai bencana alam yang terjadi di sekitar lingkungannya

termasuk dalam menghadapi banjir. Masyarakat Cina biasa tidak panik di dalam

menghadapi bencana alam seperti pula bencana banjir yang terjadi yang sering

terjadi beberapa kurun waktu terakhir. Masyarakat Cina pun cenderung bersikap

ulet di dalam menghadapi bencana banjir. Mereka menghadapi bencana yang

banjir dengan segera bertindak dibanding mengeluh. Seperti pada kejadian banjir

besar yang terjadi pada tahun 2011 lalu (01/04) di Lingkungan VIII, Kelurahan

Sukaraja, Medan Maimun, masyarakat Cina yang mengetahui bahwa air mulai

masuk ke dalam rumah segera mengambil tindakan agar tidak terjebak di dalam

banjir yang bisa dikatakan merupakan banjir yang palingparah dalam beberapa

kurun waktu terakhir dengan ketinggian air 2 m lebih sampai bubungan atap.

Mereka cenderung segera melakukan berbagai tindakan penyelamatan

terhadap anggota keluarga. Mereka langsung mengingatkan dan juga

mempersiapkan hal-hal lain yang berhubungan dengan dampak yang bisa

ditimbulkan dalam menghadapi bencana banjir. Selain itu, mereka cenderung

tidak mengeluh karena mereka menyadari bahwa mengeluh hanya akan

(14)

32

menghadapi banjir. Masyarakat Cina juga tidak segan membantu orang lain di

luar dari lingkungan keluarga mereka. Alasannya adalah masyarakat Cina percaya

bahwa apa yang mereka lakukan terhadap orang lain juga akan mereka terima di

dalam perlakuan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang mau

menolong tidak hanya pada keluarga sendiri yang membuat masyarakat ini juga

akan mendapat bantuan apabila ada bencana yang datang secara tidak terduga.

Jadi, masyarakat Cina yang terkenal ahli di dalam perdagangan pun memiliki

keahlian tertentu di dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang

lain di dalam kehidupannya, karena masyarakat ini juga menerapkan prinsip

tersebut di dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di dalam menghadapi berbagai

bencana alam yang bisa datang sewaktu-waktu tanpa bisa diperkirakan.

Masyarakat Cina segera memberikan bantuan berupa beberapa kilo beras, telur

dan nasi bungkus kepada masyarakat yang terkena banjir di sanayang berbeda

etnis dengan mereka seperti masyarakat Jawa, Batak, Mandailing, dan India

n masyarakat Cina, lurah juga memberikan bantuan makanan kepada masyarakat

yang terkena banjir yaitu berupa nasi bungkus, mie instan, tumpangan tempat

tinggal, dapur umum di Kantor lurah. Mereka saling memberikan bantuannya

tanpamemandang perbedaan etnis dan agama mereka.

2.3.1. Pergeseran Solidaritas Sosial Sekitar Sungai pada Masyarakat Banjir.

Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki

nilai-nilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran

(15)

33

membantu, saling peduli, bisa bekerja sama, saling membagi hasil panen, dan

bekerja sama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan

maupun tenaga dan sebagainya. Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada

masyarakat kita secara terus menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke

generasi berikutnya akan tetapi karena dinamika budaya tidak ada yang statis,

terjadilah beberapa perubahan secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang

merubah adalah modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi solidaritas sosial.

Selain itu, perubahan solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain: (a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat

berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai

manusia, (b) perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup kadang-kadang

menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota keluarga, (c) Sikap egoistik,

bila seseorang individu terlalu mementingkan diri sendiri dan keluarganya, lalu

mengorbankan kepentingan masyarakat (Zulkarnain Nst, 2009:3).

Bentuk perubahan solidaritas sosial yang telah terjadi dalam masyarakat

desa dan kota antara lain: (a) Adanya kecenderungan pada masyarakat kita,

khususnya masyarakat desa transisi pada warga asli dan warga pendatang berupa

kecurigaan terhadap orang lain yang dianggap sebagai lawan yang berbahaya, ini

bisa mengakibatkan terjadinya konflik antar kedua masyarakat tersebut. (b)

Semakin menipisnya tingkat saling percaya dantolong menolong dalam kehidupan

masyarakat, sehingga mengakibatkan menurunnya rasa solidaritas sosial dalam

proses kehidupan. Upaya memelihara solidaritas sosial dan partisipasi masyarakat

dalam pembangunan tidaklah semudah yang dibayangkan, karena solidaritas

(16)

34

Nilai-nilai solidaritas sosial pada masyarakat desa transisi: (1) tumbuh

dari pertautan (integrasi) antara nilai tradisi lokal dengan nilai modern, akibat

terjadinya interaksi antar kedua warga tersebut, (2) Nilai-nilai solidaritas yang

memiliki kearifan lokal pada masyarakat dusun dan masyarakat perumahan yang

positif harus dipelihara seiring dengan banyaknya pembangunan perumahan baru

diwilayahpedesaan, karena nilai-nilai tersebut cenderungmeningkatkan partisipasi

dalampembangunan. Pihak pengembang perumahan berkewajiban mengontrol

dan melakukan kerjasama dengan aparat desa dan tokoh masyarakat di lingkungan

masing-masing terhadap proses sosial yang berkembang di pemukiman baru, agar

segala gejalanegatif yang muncul dapat segeradiantisipasi,misalnya gejala

segregasi sosial (mengabaikan kelangsungan sosial dan budaya karena menurut

perhitungan ekonomi dianggap tidak menguntungkan developer), konflik sosial

dan dislokasi sosial (perubahan pemukiman penduduk dalam jumlah besar dan

waktu relatif cepat) sehingga menimbulkan masalah sosial.

Pergeseran solidaritas sosial masyarakat kelurahan Sukaraja pada

masyarakat yang terkena banjir juga jelas terjadi. Pergeserannya adalah dulunya

saat banjir besar terjadi, masyarakat atas, lurah, dan perusahaan Lion, partai

politik seperti PKS, Golkar banyak memberikan bantuanberupa beras, nasi

bungkus, mie instan sebanyak jumlah anggota keluarga per Kepala Keluarga

kepada mereka yang terkena banjir tetapi belakangan ini pada saat banjir terjadi,

masyarakat atas (etnis Cina), lurah, perusahaan Lion, dan partai politik sedikit

yang memberikan bantuan kepada masyarakat yang terkena banjir. Warga

mengakui, hanya pada saat banjir besar (dengan ketinggian air di atas 1,2 m-2 m

(17)

35

partai politik banyak memberikan bantuan makanan kepada mereka yang terkena

banjir sedangkan pada saat banjir kecil (dengan ketinggian air 0,5-1,2 m

memasuki rumah) dalam kategori sedang, bantuan makanan yang diberikan

masyarakatsedikit dalammembantu mereka yang terkena genangan banjir bahkan

hanya kepala lingkungannya saja yang memberikan nasi bungkus, beras dan mie

instan. Pergeseran akan berkurangnya solidaritas masyarakat atau bantuan tersebut

cenderung disebabkan oleh faktor perekonomian yang menurun karena biasanya

banjir terjadi pada awal dan akhir tahun (Oktober-Februari) saat menipisnya

keuangan masyarakat saat akhir bulan.

2.4. Teori Aksi (Action Theory)

Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Dalam hal ini, ada beberapa

asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk

pada karya Mac Iver, Znaicki dan Parsons sebagai berikut:

a. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek

dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.

b. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu, tindakan manusia bukan tanpa tujuan.

c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode

serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan

tersebut.

d. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak

dapat diubah dengan sendirinya.

e. Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang

(18)

36

Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang

menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behaviour.Aksi merupakan

tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses

mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama

bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang

menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen

kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial

tertentu.

Talcott Parsons menjelaskan bahwa walaupun teori aksi berurusan dengan

urusan-urusan yang paling mendasar dari kehidupan sosial, namun ia mengakui

bahwa unsur-unsur yang mendasar itu tidak berurusan dengan keseluruhan

struktur sosial. Parsons dalam hal ini menyusun skema unit-unit dasar tindakan

sosial dengan karakteristik sebagai berikut:

• Adanya individu selaku aktor.

• Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu.

• Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai

tujuannya.

• Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang membatasi

tindakannya dalam mencapai tujuan. Kendala tersebut berupa situasi dan

kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu.

• Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan berbagai

ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan

tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.

(19)

37

Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma-norma

mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan.

Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat. Tetapi

ditentukan oleh kemampuanaktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang disebut

Parsons sebagai voluntarism yakni kemampuan individu melakukan tindakan

dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alernatif yang tersedia dalam

rangka mencapai tujuannya.Aktor menurut konsep voluntarisme ini adalah pelaku

aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan memilih dari alternatif

tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai kebebasan total, namun ia

mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Aktor

adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluatif (Ritzer, 2002).

Dalam hal ini, jika dikaitkan dengan lingkungan sekarang ini menurut

Talcoot Parsons dengan mengacu pada teori aksi dalam upaya mengatasi

permasalahan lingkungan seperti banjir yakni dapat dilakukan dan dilihat

mengacu pada pendekatan individu, dinyatakan bahwa baik buruk lingkungan

tergantung pada perilaku individu. Mengadaptasi dari Parsons, dapat dinyatakan

bahwa individu bisa melakukan peran penting baik itu merusak maupun

memelihara lingkungan sebab individu memiliki peran voluntaristik. Talcott

Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi

oleh sistem sosial, sistem budaya dan sistem kepribadian dari masing-masing

individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan klasifikasi tentang tipe peranan

dalam suatu sistem sosial yang disebutnya Pattern Variables, yang di dalamnya

berisi tentang interaksi yang afektif, berorientasi pada diri sendiri dan orientasi

kelompok(http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan dan teori

(20)

38

Maka, dapat dijelaskan bahwa dalam mengendalikan banjir memerlukan

aksi atau tindakan sosial dari tiap individu di dalam masyarakat di Sekitar Sungai

Deli untuk menjaga kebersihan sungaidengan tidak membuang sampah ke sungai

agar banjir dapat dikendalikan dan adanya aksi/tindakan dalam memberikan

bantuan sebagai solidaritas masyarakat pada masyarakat yang terkena banjir.

2.5. Teori Perubahan Sosial

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat bisa merupakan

kemajuan atau mungkin justru suatu kemunduran. Unsur-unsur kemasyarakatan

yang mengalami perubahan biasanya adalah mengenai nilai-nilai sosial,

norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi sosial, lembaga-lembaga

kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung jawab, kepemimpinan

dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat

berkembang,perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat

denganpertumbuhan ekonomi. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman

Soemardi, bahwa perubahan-perubahan di luar bidang ekonomi tidak dapat

dihindarkan oleh karena setiap perubahan dalam suatu lembaga kemasyarakatan

akan mengakibatkan pula perubahan-perubahan di dalam lembaga-lembaga

kemasyarakatan lainnya, oleh karena antara lembaga-lembaga kemasyarakatan

tersebut selalu ada proses saling mempengaruhi secara timbal balik.

Perubahan-perubahan pada dewasa ini nampak sangat cepat, sehingga semakin sulit untuk

mengetahui bidang-bidang manakah yang akan berubah terlebih dahulu dalam

kehidupan masyarakat. Namun demikian secara umum, perubahan-perubahan itu

biasanya bersifat berantai dan saling berhubungan antara satu unsur dengan unsur

(21)

39

Yang dimaksud dengan perubahan sosial itu adalah perubahanfungsi

kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke

keadaan yang lain. Gillin dan Gillin mengatakan bahwa perubahan-perubahan

sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang

disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan

material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun

penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. Pada dasarnya

perubahan-perubahan sosial terjadi, oleh karena anggota masyarakatpada waktu tertentu

merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupannya yang lama, norma-norma

dan lembaga-lembaga sosial, atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak

memadai lagi untuk memenuhi kehidupan yang baru.

Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan social merupakan gejala

yang wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia di dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi

interaksi antarmanusia dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena

adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan

masyarakat, seperti perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis,

dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan

dengan perkembangan zaman yang dinamis. Teori-teori yang menjelaskan

mengenai perubahan sosial yang berkaitan dengan pergeseran solidaritas

massyarakat adalah:Teori Fungsionalis (Functionalist Theory).Konsep yang

berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya). Konsep ini

mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak

lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut

(22)

40

sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur

tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang berubah secara

perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial (cultural

lag). Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai

sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap

sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses

pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam

kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu

bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti

disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini

adalah William Ogburn.Pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.

a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil dan terintegrasi.

b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.

c.Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di

kalangan anggota kelompok masyarakat.

Ada dua faktor penyebab utamadalam perubahan sosial, yaitu penimbunan

(akumulasi) kebudayaan dan penemuan baru, pertambahan penduduk.

1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru.

Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang

penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan,

yaitu suatu kebudayaan semakin beragam dan bertambah secara akumulatif.

Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota

masyarakat pada umumnya.Terjadi juga pada situasi masyarakat yang tergolong

fanatik terhadap kebudayaan-kebudayaan; tidak mudah dihilangkan.

(23)

41

penemuan baru (inovasi). Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya

unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat dan

cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai

dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru dapat berupa benda-benda

tertentu yang bersifat fisik, dapat pula bersifat non fisik seperti ide-ide baru,

sistem hukum, atau aliran-aliran kepercayaan yang baru.Ogburn dan Nimkoff

menyebut penemuan baru (social invention); yaitu penciptaan pengelompokan

dari individu-individu yang baru, atau penciptaan adat-istiadat yang baru, peri

kelakuan sosial yang baru.

2. Perubahan jumlah penduduk.

Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya

perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu

daerah tertentu. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah mengakibatkan

perubahan pada struktur masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga

kemasyarakatannya. Sementara pada daerah yang lain terjadi kekosongan sebagai

akibat perpindahan penduduk tadi. Ditinjau dari pertambahan penduduk misalnya

transmigrasi, jika berjalan secara ideal dengan memperhatikan aspek-aspek sosial,

ekonomi, politik, budaya dan keamanan, mungkin akan terjadi perubahan yang

positif. Artinya dengan adanya pendatang baru yang terampil dan siap bekerja di

tempat yang baru maka besar kemungkinan justru tidak hanya sekedar

menguntungkan bagi pihak transmigranbelaka, melainkan juga dapat berpengaruh

terhadap penduduk asli untuk ikut serta pula bekerja dengan pola yang

menguntungkan sama dengan penduduk pendatang. Kehidupan masyarakat pun

berubah karena pencampuran antara berbagai macam pola perilaku sosial dan

(24)

42

sosial yang disebabkan oleh berkurangnya penduduk mengakibatkan kekosongan

pada daerah pemukiman yang lama. Roucek dan Waren menggambarkan

perubahan sosial yang disebabkan oleh adanya penduduk yang heterogen.

Masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik yang berbeda yang

bercampur gaul dengan bebas dan mendifusikan adat, pengetahuan teknologi dan

ideologi, biasanya mengalami kadar perubahan yang pesat. Konflik budaya, mores

selalu menghasilkan ketidaksesuaian dan keresahan sosial, dan memudahkan

terjadinya perubahan sosial.

Jadi, jika dilihat dari pergeseran (perubahan) solidaritas masyarakat ini

maka perubahan/pergeseran solidaritas masyarakat yang terjadi disebabkan karena

bertambah dan berkurangnya penduduk yang terkena banjir juga menjadi

penyebab berkurangnya solidaritasmasyarakat (bantuan masyarakat) yang

diberikan kepada mereka karena menurunnya keuangan keluarga dalam

memberikan bantuan kepada mereka yang terkena banjir dalam jumlah yang

cukup banyak dan juga timbunan kebudayaan yang baru yang menuntut

kemandirian hidup masyarakat. Karena menurut pengakuan warga yang terkena

banjir, banjir di sana sering terjadi pada awal dan akhir tahun seperti yang kita

tahu saat itu banyak pengeluaran keluarga.

2.6. Ketidakmampuan Masyarakat Dalam Membeli Rumah SebagaiAlasan MerekaTetap Bertahan Tinggal di Sekitar Sungai Deli Kota Medan.

Faktor yang paling menonjol dalam kehidupan yang keras di perkotaan

menghinggapi penduduk kota adalah masalah ekonomi. Akhirnya

(25)

43

mengutamakan kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya

berpangkal pada faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam

hal kemiskinan, kriminalitasserta budaya materialis yang mengagungkan harta

benda sebagaihal yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota

banyak yang hidup dalam tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam hal

mencari pekerjaan, serta mengutamakan diri sendiri ataupun kepentingan

kelompok. Keberadaan masyarakat yang begitu banyak di kota mengakibatkan

sebagian masyarakatharus terpaksa ada yang bermukim di tempat kumuh dan juga

liar, tidak terlepas dari adanya urbanisasi. Adanya ciri khas kota yang

menunjukkanbanyaknya penduduk dari beranekaragam suku bangsa, agama, ras,

adat-istiadat serta kelas sosial yakni dari yang kaya sampai miskin, membuat

kehidupan kota begitu kontras dengan perbedaan dan mencoloknya kesenjangan

para masyarakat, khususnya menyangkutaspek ekonomi atau kemiskinan. Faktor

ekonomi membawa dampak yang besar bagi terciptanya strata sosial ekonomi

sehingga membuat kesenjangan masyarakat nampak nyata hadir dalam kehidupan

kota.

Masyarakat kaya otomatis memiliki harta benda, sedangkan masyarakat

miskin dikenali sebagai masyarakat yang tidak memiliki apa-apa. Pada

kenyataannya, tidak sedemikian adanya jika diperhatikan, berhubung dengan

keadaan kota yang begitu padat, jumlah penduduk yang banyak, terjadinya

keterbatasan lahan, maka kasus tata ruang yang salah dan buruk menjadi satu dari

sekian banyak masalah yang dihadapi. Ujungnya masalah tata ruang menimbulkan

masalah pemukiman. Pemukiman sebagai tempat hunian serta berkumpulnya

rumah-rumah suatu masyarakat, tampak dari bentuk hunian serta lokasi

(26)

sudut-44

sudut kota. Di Kota Medan, dari pemukiman elit sampai pemukiman yang

biasa-biasa saja, dari yang bagussampai pemukiman kumuhlengkap keberadaannya di

kota.

Orang yang berada dan tinggal di kawasan elit menandakan dirinya

mampudalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat

dikatakan sebagai aset dan menjadi bagian harta benda yang dimiliki. Lalu

masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam

menempati pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki

harta benda, karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak

memiliki harta.Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di

lingkungan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda

justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai

budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta

benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran

Sungai Babura Medan di Lingkungan VII Kelurahan Petisah Tengah, dan Sungai

Deli, Kelurahan Sukaraja Medan juga terjadi dibarengi dengan keadaan dan

kondisi lingkungannya baik struktur masyarakat, historis/sejarah, kenyamanan,

serta kebersamaan masyarakat yang terikat dalam sifat Gemeinschaft/paguyuban.

Tidak selamanya kawasan pinggiran sungai dihuni oleh rumah-rumah

kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah yang malah berdiri

kokoh persis di pinggiran sungai. Untuk itu, pemukiman di pinggiran sungai yang

tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah/masyarakat yang kurang

sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan yang berizin,

lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu mendirikan rumah

(27)

45

dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga dengan

rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non

permanen, misalnya rumah-rumah seperti pada umumnya namun disalahgunakan.

Kemunculan pemukiman di pinggiran sungai melahirkan kekumuhan yang

disebutSlum.Di pemukiman kumuh adalah rumahnya kecil, terbuat dari papan,

tepas-tepas, untuk di pinggiran sungai rumah sengaja ditinggikan dengan

menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena pinggiran sungai

memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk mensiasati rumah

dari banjir maupun luapan sungai.

Sekarang yang terjadi malah dinamika kehidupan daerah pemukiman

kumuh cukup menarik karena berbagai lapisan orang tinggal dan jika dilihat

sekilas ternyata rumah-rumah yang berada di pinggiran sungai yang masuk ke

dalam daerah kumuh diisi oleh rumah-rumah yang sebagian sudah bagus dan

layak jadi. Padahal sesungguhnya alasan adanya masyarakat yang bertempat

tinggal di pemukiman yang liar dan menggantungkan hidup di tempat kumuh

semuanya karena faktor ekonomi maupun biaya. Ketidaksanggupan untuk tinggal

di tempat yang baik, rumah yang bagus, lingkungan yang sehat serta tanah dan

lahan yang sah menjadi milik pribadi tidak dapat diperoleh mereka. Dan alasan

mereka bertahan tinggal di sekitar sungai karena di sana mencari makan mudah

karena dengan dengan pasar, harga sewa rumah murah, begitulah pengakuan Bu

Mardiana Nst, warga lingkungan V kelurahan Sukaraja yang sering terkena

banjir.Pemukiman kumuh menandakan adanya kemiskinan yang terjadi di kota

Oleh sebab itulah, masyarakat masih bertahan tinggal di bantaran/dekat

(28)

46

terjadi banjir besar (kategori gawat) dari banjir kiriman, mereka harus siap-siap

menguras air yang menggenangi rumah mereka. Walaupun begitu, mereka tetap

bertahan tinggal di bantaran/sekitar sungai karena mereka tidak mampu membeli

rumah di luar dari daerah dekat sungai sebab terlalu mahal membeli rumah yang

jauh dari sungai seperti di Perumnas, begitulah pengakuan salah satu warga

kelurahan Sungai Deli. Mereka hanya mampu mengontrak rumah di sekitar sungai

karena penghasilan mereka pun tidak banyak jadi merekahanya dapat membeli

rumah di daerah sekitar sungai karena lebih murah harga jualnya ataupun harga

kontrakannya. Dan mereka yang terkena banjir juga mengatakan bahwa mereka

tetap bertahan tinggal di sekitar sungai karena sudah enak bertetangga dan

tempatnya strategis.

BAB III

METODE PENELITIAN

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendefinisikan bahwa perubahan sosial yang terjadi di Desa Tembung disebabkan karena adanya ide dan inovasi baru yang diadopsi oleh masyarakat desa yang

1) Akibat perkembangan pariwisata di Desa Tigaras menimbulkan suatu perubahan sosial masyarakat. Ada beberapa bentuk perubahan sosial masyarakat yang terjadi di

Dengan adanya pengamatan langsung dilapangan serta melakukan wawancara tentang faktor pendorong terjadinya solidaritas masyarakat beragama dan bentuk perwujudan solidaritas

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk-bentuk solidaritas sosial dalam peristiwa kematian pada masyarakat Dusun Ngulu Tengah diantaranya adalah: (1) Takziah,

Perubahan sosial juga terjadi pada gaya hidup masyarakat Desa Sukaraja. Perubahan gaya hidup ini terlihat dari adanya perubahan pada

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk solidaritas terlihat pada tolong- menolong yang terjadi disaat banjir, perkumpulan rutin yang dilakukan oleh warga

Penelitian terhadap solidaritas sosial terhadap masyarakat pluralis yang sering mengalami banjir di Lingkungan III, Kelurahan Polonia ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

Partisipasi Anggota Kompas USU Dalam Menjaga Lingkungan Hidup.. Sosiologi: FISIP Universitas