• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berita DIRGANTARA MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Berita DIRGANTARA MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

VOL. 16 NO. 2 DESEMBER 2015 ISSN 1411-8920

DITERBITKAN OLEH:

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220, INDONESIA

(2)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

VOL. 16 NO. 2 DESEMBER 2015 ISSN 1411-8920

EFEK RADIKAL HIDROXYL (OH) DAN NITRIC OXIDE (NO) DALAM

REAKSI KIMIA OZON DI ATMOSFER ...

Novita Ambarsari

47 – 54

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540 MENGGUNAKAN

KALIBRATOR MAGNETOMETER ...

Harry Bangkit, Mamat Ruhimat

55 – 60

POTENSI PEMANFAATAN SATELIT ALOS-3 ...

Samsul Arifin

61 – 72

STUDI KASUS KEMUNCULAN PULSA MAGNET PC1 DI STASIUN

WATUKOSEK (7 34’5” LS 112 40’37” BT) ...

Visca Wellyanita, Fitri Nureni

73 – 82

KAJIAN POTENSI WISATA KESEHATAN OKSIGEN DI GILI IYANG ....

Sumaryati

83 – 90

PEMANFAATAN TRANSPORTABLE RADAR CUACA DOPPLER

X-BAND UNTUK PENGAMATAN AWAN ...

Tiin Sinatra dan Noersomadi

91 – 98

PENGINTEGRASIAN

DAN PENYAJIAN SPASIAL DINAMIS

INFORMASI TUTUPAN HUTAN DAN PERUBAHANNYA DALAM

SISTEM PEMANTAUAN BUMI NASIONAL ...

Sarno

99 – 114

DITERBITKAN OLEH:

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL Jl. Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220, INDONESIA

(3)

Berita

DIRGANTARA

MAJALAH ILMIAH SEMI POPULER

SUSUNAN DEWAN PENYUNTING BERITA DIRGANTARA

Keputusan Kepala LAPAN Nomor 46 Tahun 2015 Tanggal 2 Maret 2015

Penyunting: Ketua

Dra. Sinta Berliana S., M.Sc

Anggota

Ir. Ediwan, MT Gathot Winarso, ST, M.Sc

Suhata, S.Si, MM Drs. Mamat Ruhimat, M.Si Fajar Iman Nugraha, ST, M.Ti

Drs. Agus Harno N., M.Sc

SUSUNAN SEKRETARIAT REDAKSI BERITA DIRGANTARA

Keputusan Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat

Nomor 06 Tahun 2015 Tanggal 23 Maret 2015

Pemimpin Umum: Ir. Agus Hidayat, M.Sc

Pemimpin Redaksi: Ir. Jasyanto, MM

Redaksi Pelaksana: Adhi Pratomo, S.Sos, M.Ikom

Royati, S.Sos Zubaedi Mukhtar

Tata Letak M. Luthfi

VOL.16 NO.2 DESEMBER 2015 ISSN 1411-8920 DARI MEJA PENYUNTING

Sidang pembaca yang terhormat,

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, Berita Dirgantara Vol. 16, No. 2, Desember 2015 dapat hadir kembali ke hadapan para pembaca sekalian.

Berita Dirgantara edisi kali ini memuat 7 (tujuh) artikel yaitu, “Efek Radikal Hidroxyl (OH) dan Nitric Oxide (NO) dalam Reaksi Kimia Ozon di Atmosfer” ditulis oleh Novita Ambarsari. Radikal OH dan NO menjadi senyawa kimia yang berperan penting dalam reaksi kimia ozon di stratosfer dan troposfer. Kedua senyawa radikal ini termasuk radikal bebas yang bersifat reaktif sehingga berperan sebagai agen perusak ozon di stratosfer, selain radikal klorin dan bromin serta reaksi fotolisis ozon oleh sinar UV; “Kalibrasi Magnetometer Tipe 1540 Menggunakan Kalibrator Magnetometer” ditulis oleh Harry Bangkit, Mamat Ruhimat. Keberadaan kalibrator magnetometer di laboratorium Pusat Sains Antariksa merupakan sarana untuk menguji ketelitian magnetometer. Kalibrasi dilakukan terhadap sensor tersebut sebelum ditempatkan di stasiun pengamat geomagnet; “Potensi Pemanfatan Satelit Alos-3” ditulis oleh Samsul Arifin. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji potensi pemanfaatan dari ALOS-3, agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna di Indonesia. ALOS-3 dapat digunakan untuk pembuatan data Digital Surface Model (DSM). Multispektral (MSS) HISUI ALOS-3 berpotensi untuk pemantauan lingkungan, kebencanaan, obsevasi survey permukaan tanah, pesisir dan perairan laut; “Studi Kasus Kemunculan Pulsa Magnet PC1 di Stasiun Watukosek (7 34’5” LS 112 40’37” BT)” ditulis oleh Visca Wellyanita, Fitri Nureni. Penelitian kali ini mengenai kemunculan pulsa magnet Pc1 pada saat terjadi badai di stasiun Watukosek. Pulsa magnet Pc1 terkait dengan peristiwa badai magnet dan dapat teridentifikasi sebelum atau sesudah kejadian badai magnet; Artikel selanjutnya ditulis oleh Sumaryati dengan judul “Kajian Potensi Wisata Kesehatan Oksigen di Gili Iyang”. Pulau Gili Iyang terkenal karena dipercaya memiliki kadar oksigen yang tinggi. Oksigen merupakan gas yang vital dibutuhkan dalam kehidupan manusia, sehingga kepercayaan akan kadar oksigen yang tinggi dijadikan sebagai dasar untuk pembangunan dan pengembangan di Gili Iyang yaitu sebagai tujuan wisata kesehatan. Artikel dengan judul “Pemanfaatan Transportable Radar Cuaca Doppler X-Band untuk Pengamatan Awan”, ditulis oleh Tiin Sinatra dan Noersomadi. Telah dilakukan pengamatan awan di beberapa tempat secara intensif dengan menggunakan alat Transportable Radar Cuaca Doppler X-Band, diantaranya di Bandung pada 2013 dan di Garut pada 2014. Berbagai skenario dilakukan selama pengamatan. . Artikel terakhir dengan judul “Pengintegrasian dan Penyajian Spasial Dinamis Informasi Tutupan Hutan dan Perubahannya Dalam Sistem Pemantauan Bumi Nasional”, ditulis oleh Sarno. Makalah ini menjelaskan proses dalam kegiatan pengaturan pengintegrasian, penyajian dan visualisai spasial dinamis informasi tutupan hutan dan perubahannya dalam SPBN di Pusfatja LAPAN

Demikian makalah-makalah yang dapat kami sajikan dalam edisi

kali ini, semoga sidang pembaca dapat mengambil manfaatnya.

Penyunting

Alamat Penerbit/Redaksi : LAPAN, JL. Pemuda Persil No. 1 Rawamangun, Jakarta Timur 13220

Telepon : 4892802, ext. 142, 146 Fax : (021) 47882726 Email : [email protected]

[email protected] Milis : [email protected]

 Berita Dirgantara merupakan terbitan ilmiah semi populer di bidang kedirgantaraan.

 Terbit setiap enam bulan, memuat tulisan yang bersifat ilmiah semi populer mengenai hasil-hasil penelitian, tinjauan atau pandangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan bidang kegiatan kedirgantaraan dari para peneliti dan staf LAPAN maupun non LAPAN.  Setiap orang dapat mengutip terbitan LAPAN dengan menyebutkan

(4)

47

EFEK RADIKAL HIDROXYL (OH) DAN NITRIC OXIDE (NO) DALAM

REAKSI KIMIA OZON DI ATMOSFER

Novita Ambarsari

Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173 Indonesia

e-mail : [email protected]

RINGKASAN

Reaksi pembentukan dan penguraian ozon di troposfer dan stratosfer dipengaruhi oleh banyak faktor. Radikal OH dan NO menjadi senyawa kimia yang berperan penting dalam reaksi kimia ozon. Kedua senyawa radikal ini termasuk radikal bebas yang bersifat reaktif sehingga berperan sebagai agen perusak ozon di stratosfer, selain radikal klorin dan bromin serta reaksi fotolisis ozon oleh sinar UV. Radikal OH dan NO juga berperan dalam proses produksi dan penguraian ozon di troposfer karena dapat menghasilkan kembali NO2 yang meningkatkan proses produksi ozon. Selain

itu, faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam reaksi kimia ozon di stratosfer adalah kelimpahan molekul oksigen, energi radiasi matahari, dan keberadaan radikal halogen terutama klorin dan bromin. Sementara ozon di troposfer juga dipengaruhi oleh jumlah prekursor ozon, radiasi matahari, dan faktor meteorologi.

Kata kunci: Ozon, Radikal OH, Radikal NO

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ozon merupakan komponen atmosfer yang memiliki peranan sangat penting. Distribusi ozon di atmosfer tidak homogen, dengan konsentrasi ozon terbesar terdapat pada ketinggian 25 sampai 40 km (lapisan stratosfer). Lapisan stratosfer mengandung 90 % dari total ozon yang terdapat di atmosfer. Ozon di stratosfer berperan sebagai pelindung bumi dari radiasi sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 280-320 nm yang berbahaya bagi kehidupan [NASA, 2001].

Lapisan ozon di stratosfer ini tersusun oleh molekul-molekul ozon. Konsentrasi molekul ozon dinyatakan dalam satuan Dobson Unit (DU). 1 DU tersusun oleh sekitar 27x109 molekul ozon per cm persegi. 100 DU mewakili 1 mm ketebalan total kolom lapisan ozon pada tekanan 1 atm. Konsentrasi ozon total normalnya sekitar 300 DU atau tebal lapisannya sebesar 3 mm. Nilai ini juga dipengaruhi lintang wilayah seperti tampak pada Gambar 1-1. Di kutub selatan konsentrasi ozon total dapat menurun hingga 117 DU pada akhir musim semi [NASA, 2001].

(5)

48

Selain di stratosfer, ozon juga terdapat pada lapisan troposfer dan disebut ozon troposfer. Berbeda dengan ozon stratosfer, ozon troposfer bersifat polutan. O3 troposfer, secara alamiah konsentrasinya meningkat akibat aktivitas manusia (antropogenik). Ikatan ekstra oksigen yang mudah terurai membuat oksigen bersifat sebagai oksidator kuat dan korosif pada material dan berbahaya bagi tumbuhan dan binatang. Dampak bagi kesehatan yang ditimbulkan oleh ozon permukaan diantaranya adalah kerusakan fungsi paru-paru dan saluran pernapasan serta menurunkan sistem kekebalan tubuh [Fehsenfeld, 1993].

Ozon troposfer terbentuk dari reaksi fotokimia yang melibatkan CH4, senyawa organik yang mudah menguap (Volatile Organic Compounds/VOCs) dan karbonmonoksida dengan kehadiran NOx dan sinar matahari yang sangat kompleks [Fehsenfeld. 1993].

Reaksi kimia ozon di stratosfer dan troposfer melibatkan senyawa-senyawa kimia lainnya. Ozon stratosfer dipengaruhi oleh radikal klorin, bromin, dan radikal lain seperti OH dan NO yang berperan sebagai katalis dalam proses perusakan ozon di stratosfer. Begitu juga dengan reaksi kimia ozon di troposfer yang selain melibatkan pencemar primer seperti NOx, VOC, CH4, dipengaruhi juga oleh radikal OH dan NO. Dalam

paper ini dibahas pengaruh radikal OH

dan NO pada reaksi ozon di atmosfer.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan paper ini untuk membahas pengaruh radikal OH dan NO pada reaksi ozon di stratosfer dan troposfer, serta mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi ozon di troposfer dan stratosfer.

2 DATA DAN METODE

Data-data yang digunakan pada tulisan ini sebagian besar merupakan hasil studi literatur. Untuk mengetahui pengaruh faktor meteorologi terhadap

konsentrasi ozon permukaan digunakan data ozon permukaan dan temperatur rata-rata per jam di Bandung pada 1 Januari 2008 yang ada di Bidang Komposisi Atmosfer PSTA LAPAN.

3 RADIKAL OH DI ATMOSFER

Sumber utama radikal OH di stratosfer adalah dari reaksi uap air dengan atom oksigen radikal yang berasal dari hasil fotolisis molekul ozon. Radikal OH memiliki waktu hidup yang sangat singkat, sehingga karakternya sangat didominasi oleh siklus hariannya, dengan konsentrasi paling banyak terjadi pada siang hari dan sangat sedikit pada malam hari [A. Damiani., M. Storini., C. Rafenelli., and P. Diego, 2010]. OH berasal dari peristiwa fotokimia yang memutus molekul H2O melalui proses fotolisis atau melalui reaksi dengan atom oksigen metastabil yang sangat reaktif O(1D):

H2O + h OH + H (3-1)

O(1D) + H2O 2OH (3-2)

Uap air mengalami transport dari troposfer ke stratosfer melalui lapisan tropopause tropikal dan juga terbentuk melalui proses oksidasi metana:

CH4 + OH 2H2O + CO (3-3)

CH4+O(1D) 2HOx +H2O+CO (3-4)

Tanda titik pada reaksi di atas menggambarkan serangkaian reaksi lain yang menghasilkan produk akhir di sebelah kanan tanda panah.

4 RADIKAL NO DI ATMOSFER

Radikal NO di stratosfer berasal dari reaksi antara N2O dengan atom oksigen radikal seperti tampak pada reaksi (4-3) Portmann R.W., Daniel J.S., dan Ravishankara A.R., 2012.

N2O + h N2 + O(1D) (4-1)

N2O + O(1D) N2 + O2 (4-2)

(6)

49 N2O merupakan sumber utama

radikal NO di stratosfer. Sifat N2O yang stabil menyebabkan N2O tidak dapat terurai di troposfer. Ketika mencapai stratosfer, N2O dapat bereaksi secara fotolisis (seperti pada Reaksi 4-1) dan reaksi dengan atom oksigen radikal sebagai proses penghilangan N2O di stratosfer. Hampir 10 persen dari N2O diubah menjadi NOx.

Proses penghilangan NO di stratosfer terjadi melalui reaksi antara NO dengan atom N menghasilkan gas nitrogen (N2).

N + NO N2 + O (4-4)

Walaupun N2O merupakan sumber utama NOx di stratosfer, sumber lainnya berasal dari atmosfer tengah yaitu proses pembentukan NOx melalui sinar kosmik pada ketinggian 10-15 km. Sinar kosmik merupakan radiasi dari partikel berenergi tinggi yang berasal dari luar atmosfer bumi. Sinar kosmik dapat berupa elektron, proton, bahkan inti atom seperti besi atau yang lebih berat lagi. Hampir 90% sinar kosmik yang tiba di permukaan Bumi adalah proton, sekitar 9% partikel alfa dan 1% elektron.

5 REAKSI KIMIA OZON DI ATMOSFER 5.1 Reaksi Pembentukan dan

Penguraian Ozon di Stratosfer

Banyak reaksi kimia di atmosfer yang memicu terjadinya perusakan ozon. Namun, di stratosfer reaksi utama penyebab terbentuknya molekul ozon adalah akibat reaksi fotolisis oleh sinar UV dengan panjang gelombang () di bawah 250 nm yang dapat memutus ikatan O2 seperti dijelaskan berikut ini [Mc.Conell, J.C., 2008].

O2 + hv O + O  250 nm (5-1)

dengan hv merepresentasikan energi foton dengan frekuensi v dan panjang gelombang . Atom O yang terbentuk bereaksi sangat cepat dengan molekul O2 untuk membentuk O3:

O + O2+ M O3 + M, (5-2)

Selain itu, pada panjang gelombang 200 nm terdapat jendela transmisi di atmosfer, penyerapan untuk radiasi ini yang menghasilkan pembentukan ozon dapat terjadi pada ketinggian 20 km di daerah tropis. Sumber utama ozon di daerah stratosfer tropis dengan kecepatan reaksi maksimum terjadi pada ketinggian 40 km. Namun, sebagian besar ozon yang diproduksi di daerah ini terurai dengan sendirinya. Pada ketinggian di bawah 30 km waktu hidup senyawa-senyawa kimia cenderung panjang sehingga sebagian ozon dapat ditransport ke wilayah lain.

Di lapisan stratosfer, ozon mengalami proses fotolisis dengan sangat cepat oleh sinar UV dan sinar tampak dari radiasi matahari seperti reaksi berikut:

O3 + h O2 + O (5-3)

Namun, reaksi tersebut tidak menunjukkan keseluruhan jumlah atom O yang dilepaskan dan bergabung dengan molekul oksigen untuk membentuk kembali ozon. Perubahan yang sangat cepat dari O menjadi O3 membuat kedua spesi ini dapat dianggap spesi single disebut odd oxygen (Ox=O+O3). Ox atau O3 hilang saat terbentuknya ikatan oksigen seperti reaksi:

O + O3 2O2 (5-4)

Reaksi tersebut merupakan reaksi sederhana yang menjadi bagian dari rangkaian reaksi lainnya yang diperkenalkan oleh Sydney Chapman (Chapman, 1930) yang bisa menjelaskan mengenai lapisan ozon dan masih dapat digunakan hingga sekarang. Reaksi lainnya yang melibatkan HOx (=H + OH + HO2 + …), NOx (=NO + NO2), ClOx (=Cl + ClO + OClO + HOCl + BrCl) dan, BrOx (= Br + BrO + BrCl + HOBr) radikal juga mempengaruhi budget ozon. Semua radikal ini berasal dari senyawa-senyawa lain yang memiliki waktu hidup panjang sehingga dapat ditransport dari troposfer ke stratosfer.

(7)

50

5.2 Siklus Radikal OH dan NO dalam Reaksi Ozon Troposfer dan Stratosfer

Radikal OH berperan penting dalam keseimbangan ozon di atmosfer. Hal ini disebabkan radikal OH terlibat dalam siklus katalitik penguraian ozon di stratosfer seperti halnya radikal ClO dan Br, melalui siklus HOx 6:

OH + O3 HO2 + O2 (5-5)

HO2 + O OH + O2 (5-6)

Net : 2Ox 2O2 (5-7)

Sama halnya seperti OH, radikal NO juga terlibat dalam siklus katalitik penguraian ozon di stratosfer melalui siklus NOx:

2(NO + O3) 2(NO2 + O2) (5-8)

NO2 + h NO + O (5-9)

NO2 + O NO + O2 (5-10)

Net : 2O3 3O2 (5-11)

Di troposfer, radikal OH terlibat

dalam reaksi pembentukan dan penguraian ozon. Dalam reaksi pembentukan ozon yang melibatkan CO dan VOC, CO bereaksi dengan radikal OH membentuk atom H radikal dan CO2. Atom H radikal kemudian bereaksi dengan O2 membentuk hirdoperoksi radikal (HO2) seperti reaksi berikut:

Net : 2O3 3O2 (5-12)

CO + OH H + CO2 (5-13)

Radikal OH juga mengikat hidrokarbon (RH) dan senyawa VOC yang lain untuk membentuk alkyl peroksi radikal (RO2):

RH + OH  H2O + R (5-14)

R + O2 (+M)  RO2 + M (5-15)

HO2 dan RO2 mengoksidasi NO untuk membentuk NO2, menghasilkan kembali radikal OH:

HO2 + NO  OH + NO2 (5-16)

RO2 + NO  RO + NO2 (5-17)

Pembentukan kembali NO2 mengakibatkan ozon terbentuk lebih banyak dalam waktu kurang lebih 1 hingga 2 menit. Siklus ini terus berjalan hingga NO2 atau NO atau rantai propagasi spesi radikal yang lain (OH dan HO2) dihilangkan.

Reaksi produksi ozon di troposfer berhenti dengan:

 Penghilangan reaktan atau reaktan berubah menjadi spesi kimia yang lain  Penurunan fluks actinic yang berkaitan

dengan sinar matahari terutama saat matahari tenggelam.

Reaksi terminasi yang penting yaitu:

HO2 + HO2  H2O2 + O2 (5-18)

RO2 + HO2  ROOH + O2 (5-19)

OH + HO2  H2O + O2 (5-20)

6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEM-PENGARUHI REAKSI OZON DI ATMOSFER

6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Ozon di Troposfer

Hubungan antara kondisi meteorologi dan polutan di udara seperti ozon troposfer, telah sejak lama menjadi bagian penting dari penelitian atmosfer. Proses presipitasi, karakter aliran predominan, faktor cuaca seperti temperatur, kelembaban, dan tekanan sangat berhubungan dengan pembentukan, transport, difusi, dan deposisi dari polutan di udara [Schreiber. V., 1996]:

Prekursor ozon

Prekursor ozon terutama karbon monoksida, hidrokarbon, dan oksida nitrogen yang berasal dari alam maupun hasil aktivitas manusia mempengaruhi konsentrasi ozon troposfer di atmosfer. Semakin tinggi emisi prekursor ozon tersebut, akan meningkatkan konsentrasi ozon troposfer yang terbentuk. Namun, hal ini juga masih dipengaruhi oleh faktor lain yaitu intensitas sinar

(8)

51 matahari dan faktor meteorologi

diantaranya temperatur, kelembapan, tekanan, arah dan kecepatan angin, dan lain-lain.

Intensitas sinar matahari

Sinar matahari sangat ber-pengaruh terhadap proses pembentukan ozon troposfer melalui reaksi fotokimia. Intensitas sinar matahari yang tinggi dikombinasikan dengan tingginya tingkat emisi prekursor ozon akibat aktivitas manusia akan memicu reaksi fotokimia pembentukan ozon troposfer [Kalabokas, 2004].

Hal ini dapat terlihat dari profil siklus harian (diurnal) ozon troposfer. Konsentrasi ozon troposfer di siang hari, di saat intensitas matahari dan aktivitas manusia tinggi, jauh lebih besar dibandingkan konsentrasi ozon troposfer di malam hari.

Selain variasi diurnal, pengaruh intensitas matahari dan prekursor ozon terhadap tingginya konsentrasi ozon tropsofer dapat dilihat juga dari profil variasi musiman. Musim panas menjadi saat konsentrasi ozon mencapai tingkat yang paling tinggi dibandingkan dengan saat musim dingin. Selain karena intensitas matahari yang rendah di musim dingin, aktivitas manusia pun berkurang. Oleh karenanya, emisi gas-gas prekursor ozon dari sektor transportasi, maupun sektor lainnya ikut berkurang sehingga menurunkan konsentrasi ozon troposfer yang terbentuk.

Untuk daerah yang mengalami musim hujan, konsentrasi ozon troposfer pada musim hujan lebih rendah dibandingkan musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pada musim hujan terjadi proses wash out di atmosfer, sehingga gas-gas prekursor ozon di atmosfer larut dan mengalami deposisi dalam air hujan.

Faktor meteorologi

Faktor meteorologi yang paling berperan dalam proses pembentukan ozon troposfer adalah kecepatan dan arah angin, temperatur, tekanan, dan kelembapan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pulikeshi (2005) di Chenai, India, faktor meteorologi tersebut memberikan pengaruh terhadap proses pembentukan ozon troposfer (Gambar 6-1). Prekursor-prekursor ozon terkonsentrasi dalam skala lokal atau mengalami transport sehingga menghasilkan ozon troposfer di daerah lain sangat ditentukan oleh kecepatan angin. Pembentukan ozon terjadi lebih kondusif pada kondisi temperatur atmosfer yang hangat, kering, tidak ada awan, dan kecepatan angin yang rendah. Kondisi ini sebagian besar terjadi pada sistem dengan tekanan tinggi.

Hal yang sama juga tampak untuk kondisi di Bandung (Gambar 6-2). Konsentrasi ozon permukaan di Bandung sangat tinggi mencapai 35 ppbv pada saat temperatur udara maksimum yaitu 25 C sedangkan kelembapan relatif rendah sebesar 75 %.

(9)

52

Gambar 6-2: Grafik konsentrasi ozon permukaan dan temperatur (kiri) dan konsentrasi ozon dan kelembaban relatif (kanan) di Bandung 1 Januari 2008.

Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa ozon troposfer meningkat pada saat nilai temperatur tinggi, kecepatan angin rendah, kelembapan rendah (kering), dan arah angin nol.

Dari analisis ini dapat diambil kesimpulan mengenai pengaruh faktor meteorologi terhadap proses pembentukan ozon troposfer sebagai berikut:

 Temperatur tinggi meningkatkan pembentukan ozon,

Relatif humidity (RH)/kelembapan berpengaruh sebaliknya terhadap pembentukan ozon, kelembapan rendah ozon troposfer tinggi

 Kondisi dengan tekanan tinggi menyebabkan peningkatan konsentrasi ozon troposfer [Pulikeshi, 2005].

6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Ozon di Stratosfer

Konsentrasi ozon di stratosfer sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu [Rowland S., 2006]:

Jumlah oksigen di stratosfer

Reaksi pembentukan ozon di stratosfer berasal dari reaksi fotolisis molekul oksigen oleh sinar UV, sehingga jumlah ozon di stratosfer sangat ditentukan oleh kelimpahan molekul oksigen. Walaupun faktor lain seperti transport proses juga ikut berpengaruh terhadap jumlah ozon di stratosfer.  Radiasi sinar ultraviolet

Radiasi sinar ultraviolet memegang peranan penting dalam reaksi

pembentukan ozon di stratosfer. Reaksi fotolisis molekul oksigen sangat ditentukan oleh energi radiasi ultraviolet dengan panjang gelombang 242 nm. Sementara reaksi penguraian ozon secara alami akibat fotolisis juga melibatkan energi radiasi UV yang terjadi pada panjang gelombang 310 nm.

Keberadaan radikal halogen, NOx

dan HOx

Selain reaksi alami fotolisis ozon di stratosfer, serta keberadaan radikal NO dan OH seperti sudah dijelaskan sebelumnya, keberadaan radikal halogen terutama klorin dan bromin ikut menentukan konsentrasi ozon di stratosfer. Penguraian ozon di stratosfer menurut siklus Chapman dan siklus katalitik yang dapat digambarkan secara umum dalam bentuk:

XO + O X + O2 (6-1)

X + O3 XO + O2 (6-2)

Net: O + O3 2O2 (6-3)

X dapat berupa NO, OH, H, Cl, dan Br. Reaksi ini secara keseluruhan dikendalikan oleh densitas atom oksigen yang menurun jumlahnya seiring menurunnya ketinggian. Di stratosfer bawah, siklus ini tidak terlalu penting dibandingkan siklus lainnya yang tidak dibatasi oleh atom oksigen.

7 PENUTUP

Radikal OH dan NO berperan sebagai agen perusak ozon di stratosfer.

(10)

53 Radikal NO juga berperan sebagai

intermediate reaksi pembentukan ozon

di troposfer untuk menghasilkan kembali NO2 juga berperan dalam produksi OH. Radikal OH di troposfer berperan sebagai oksidator yang mengoksidasi CO menjadi CO2 dan bereaksi dengan HC membentuk alkil peroksi radikal. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ozon di stratosfer adalah sinar matahari, jumlah oksigen, dan keberadaan agen perusak ozon. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi ozon di troposfer yaitu prekursor, sinar matahari, faktor meteorologi, pemben-tukan petir, dan pengaruh musim.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ninong Komala dan Bapak Mulyono di Bidang Komposisi Atmosfer PSTA LAPAN yang telah membantu penulis dalam penyediaan data ozon permukaan dan temperatur di Bandung yang digunakan pada tulisan ini.

DAFTAR RUJUKAN

A. Damiani., M. Storini., C. Rafenelli., and P. Diego, 2010. Variability of the Nighttime OH Layer and Mesospheric Ozone at High Latitudes During Northern Winter: Influence of Meteorology, Atmos. Chem. Phys., 10, 10291-10303.

Fehsenfeld, 1993. Tropospheric Ozone:

Distribution and Sources, Global

Atmospheric Chemical Change, 169-174. K. Minschwaner., G. L. Manney., S. H. Wang.,

and R. S.Harwood, 2011. Hydroxyl in the Stratosphere and Mesosphere – Part 1: Diurnal Variability, Atmos. Chem. Phys., 11, 955-962.

Kalabokas, 2004. A Climatological Study of Rural Surface Ozone in Central Greece, Journal of Atmospheric chemistry and Physic, Athena, Yunani.

Mc.Conell, J.C., 2008. Stratospheric Ozone Chemistry, ATMOSPHERE-OCEAN 46 (1) 2008, 69–92.

NASA, 2001. Educational Resources, The Ozone layer, www. nas.nasa.gov/ About/ Education/Ozone/.

Portmann R.W., Daniel J.S., dan Ravishankara A.R., 2012. Stratospheric Ozone Depletion Due to Nitrous Oxide: Influences of Other Gases, Phil. Trans. R. Soc. B., 367, 1256-1264.

Pulikeshi, 2005. The Effects of Weather on Surface Ozone Formation, Green Page, Eco Servic International.

Rowland S., 2006. Stratospheric Ozone Depletion Review, Phil. Trans. R. Soc. B (2006) 361, 769–790.

Schreiber, V., 1996. A Synoptic Climatological

Evaluation of Surface Ozone

Concentrations in Lancaster County, Pennsylvania, Millersville University of Pennsylvania.

(11)
(12)

55

KALIBRASI MAGNETOMETER TIPE 1540

MENGGUNAKAN KALIBRATOR MAGNETOMETER

Harry Bangkit, Mamat Ruhimat

Pusat Sain Antariksa

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. Dr. Djundjunan 133, Bandung 40173 Indonesia

e-mail: [email protected]

RINGKASAN

Keberadaan kalibrator magnetometer di laboratorium Pusat Sains Antariksa merupakan sarana untuk menguji ketelitian magnetometer. Pusat Sains Antariksa telah membangun sebuah sistem observasi geomagnet landas bumi menggunakan sensor tipe 1540. Kalibrasi dilakukan terhadap sensor tersebut sebelum ditempatkan di stasiun pengamat geomagnet.

1 PENDAHULUAN

Badai magnet merupakan gangguan temporal pada magnetosfer akibat interaksi angin surya dengan medan magnet bumi. Pada kondisi tertentu partikel bermuatan dapat masuk ke lingkungan bumi akibat gelombang kejut dari angin surya. Gangguan ini dapat disebabkan oleh lontaran massa korona matahari.

Gambar 1-1: Kondisi dinamis akibat aktifitas matahari yang mempengaruhi fisis ruang antar planet sampai lapisan magnetosfer, ionosfer, dan termosfer bumi. Gelombang

kejut angin surya dapat

menyebabkan badai magnet skala

besar sehingga partikel

bermuatan masuk ke lingkungan bumi dan mengancam kehidupan manusia. (Sumber: wikipedia)

Badai magnet dapat mempengaruhi kesehatan mahluk hidup dan mengganggu perangkat teknologi yang ada di orbit maupun permukaan bumi, seperti komunikasi radio, navigasi, kerusakan satelit, jaringan listrik dan eksplorasi geologi, sehingga pengamatan dan peringatan dini adanya badai magnet penting dilakukan.

LAPAN melakukan pengamatan dan studi terkait aktifitas badai magnet sejak tahun 1992. Saat ini 11 lokasi tersebar di Indonesia mengamati variasi harian geomagnet secara kontinu menggunakan magnetometer. Beberapa magnetometer telah beroperasi lebih dari 10 tahun, sehingga kalibrasi perlu dilakukan guna menjamin kualitas data pengamatan.

(13)

56

Gambar 1-2: Beberapa magnetometer yang

digunakan untuk mengamati

variasi harian geomagnet.

Magnetometer MB162C, Magson,

dan Magdas merupakan

magnetometer tipe fluxgate, Lemi 030 merupakan tipe induction, dan G856 merupakan tipe proton (Sumber: LAPAN)

2 MAGNETOMETER TIPE 1540

Magnetometer adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan juga arah medan magnet. Instrumen ini pertama kali diperkenalkan oleh Carl Friedrich Gauss pada tahun 1833 untuk pengukuran medan magnet bumi. Satuan internasional medan magnet adalah Tesla. Untuk pengukuran geomagnet digunakan satuan nanotesla (nT). Satuan lain yang digunakan adalah Gauss, dimana 1 Gauss = 100.000 nT atau 1 Gauss = 100.000 gamma.

Magnetometer dibagi menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah magnetometer skalar, yaitu magnetometer yang hanya mengukur total kekuatan medan magnet. Tipe kedua adalah magnetometer vektor, yaitu magnetometer yang mengukur besar dan arah medan magnet dalam 3 koordinat, yaitu komponen XYZ atau HDZ (Buletin Komrad).

Magnetometer dijital tipe 1540 merupakan magnetometer vektor jenis

fluxgate yang mengukur medan magnet

dalam arah XYZ. Magnetometer ini memiliki resolusi 0.01 nT, rentang pengukuran ± 65.000 nT, ADC 24 bit, dan komunikasi data melalui RS232.

Diameter magnetometer hanya 1 inchi, dengan panjang 4,73 inchi, dan bentuknya sangat ringkas seperti terlihat pada Gambar 2-1.

Gambar 2-1: Magnetometer dijital tipe 1540 berbentuk tabung dengan ukuran relatif kecil dan bentuk yang

ringkas (Sumber: www.

appliedphysics.com)

Untuk dapat digunakan mengamati variasi harian geomagnet di stasiun pengamat maka magnetometer harus ditempatkan pada mounting sensor yang dilengkapi waterpass untuk

leveling dan knop pengaturan posisi titik

nol komponen Y atau barat – timur medan geomagnet, seperti terlihat pada Gambar 2-2.

Gambar 2-2: Magnetometer digital tipe 1540 yang telah dilengkapi mounting sensor terbuat dari bahan non magnetik. Tampak samping (kiri) dan atas (kanan) (Sumber: LAPAN).

Sensor magnetometer dan

mounting di atas merupakan bagian dari

Sistem Observasi Geomagnet Terpadu yang dibangun pada tahun 2011. Dengan adanya kalibrator magnetometer di Pusat Sains Antariksa pada tahun 2014, kalibrasi secara laboratorium dapat dilakukan.

3 HELMHOLTZ COIL

Helmholtz coil adalah alat untuk

(14)

57 dalam ruang tertentu. Alat ini terdiri

dari sepasang kumparan elektromagnet yang ditempatkan secara simetris pada sebuah vektor medan. Selain membangkitkan medan magnet, coil ini juga digunakan untuk menghilangkan efek medan magnet luar, seperti medan magnet bumi.

Gambar 3-1: Skematik kumparan helmholtz berupa dua solenoida pada satu vektor medan (Sumber: Wikipedia)

Kekuatan medan magnet di titik pusat antara kedua solenoida sebesar:

(3-1) Keterangan:

µ0 = konstanta permeabilitas

n = banyaknya lilitan coil tiap solenoida I = arus yang mengalir pada coil

R = radius coil

4 KALIBRATOR MAGNETOMETER

Kalibrator magnetometer berbasis kumparan helmholtz melengkapi fasilitas di Pusat Sains Antariksa mulai tahun 2014. Pada mode closed loop, kalibrator ini bertindak sebagai simulator medan magnet yang besarnya dapat diatur antara -100.000 nT sampai dengan +100.000 nT pada tiap vektor medan (X, Y, Z) dan mampu mereduksi efek noise lokal sampai dengan 90 dB. Pada mode open loop, arus pada lilitan

helmholtz ditiadakan sehingga kalibrator

bertindak sebagai perekam variasi medan magnet bumi.

Gambar 4-1: Sistem kalibrasi magnetometer berbasis Helmholzt coil telah beroperasi di Pusat Sains Antariksa – LAPAN mulai tahun 2014. Kalibrator ini telah digunakan untuk magnetometer MB162C, Magson, G856 dan 1540. Kalibrator ini juga akan

mendukung studi muatan

magnetometer pada satelit

LAPAN. Selain itu penelitian lain terkait simulasi medan magnet juga dapat dilakukan (Sumber: LAPAN)

Kalibrator magnetometer berbasis

helmholzt coil terdiri atas sepasang

kumparan helmholtz tiga sumbu, yaitu kumparan ±X, ±Y, dan ±Z, berbentuk kubus dengan dimensi 2 x 2 x 2 meter. Unit pengontrol helmholtz coil berfungsi mengatur besarnya arus yang mengalir pada tiap kumparan sehingga meng-hasilkan medan magnet sesuai keinginan (magnetometer, 2013). Berikut ini adalah spesifikasi kalibrator magnetometer yang ada di LAPAN:

Helmholtz coil

Helmholtz coil tiga sumbu (X, Y, Z).

 Keselarasan sumbu ortogonal + 0.1 °.  Konstanta magnetik 75,000 nT/

Ampere.

 Akurasi pengkalibrasian ± 0.01% di titik pusat coil.

 Keseragaman medan magnet 0.025% pada jarak 20 cm dari pusat coil, dan 0.005% pada jarak 10 cm dari pusat coil.

Geometri coil sangkar persegi dengan tiga pasang coil.

Luas coil bagian dalam 200 cm2.  Berat seluruh coil 114 kg.

(15)

58

Konstruksi coil terbuat dari material non magnetik dan terisolasi untuk mencegah loops arus eddy.

Unit pengontrol helmholtz coil

Dua mode operasi yaitu open loop dan

closed loop.

 Resolusi pengaturan medan magnet 20-bit (~.3 nT) dengan cakupan ± 1 Gauss.

 Memiliki sensor magnetometer

fluxgate tiga sumbu yang diletakan di

titik pusat coil.

 Dilengkapi magnetometer satu kanal yang presisi sehingga dapat melakukan kalibrasi sistem secara otomatis.  Memiliki 6 saluran analog dengan ADC

beresolusi 24-bit untuk mendigitasi

output analog dari magnetometer

yang sedang dikalibrasi.  Dilengkapi remote control.

Dilengkapi software untuk mengontrol medan magnet di dalam coil (berputar, statik atau meningkat) secara otomatis melalui komputer.

5 KALIBRASI MAGNETOMETER

Magnetometer tipe 1540 yang telah dilengkapi mounting diuji menggunakan kalibrator magnetometer dengan layout seperti terlihat pada Gambar 5-1. Medan magnet di dalam

helmholtz coil diubah-ubah untuk melihat respon magnetometer. Nilai pembacaan magnetometer tersebut dibandingkan dengan nilai medan magnet yang diberikan oleh helmholtz

coil. Plot pembacaan magnetometer

sepanjang kalibrasi terlihat pada Gambar 5-2. Nilai pembacaanya terlihat pada Gambar 5-3.

Gambar 5-1 memperlihatkan fluktuasi grafik pembacaan magnetometer 1540 tiap komponen sebagai akibat perubahan medan magnet yang dikontrol oleh helmholtz coil. Fluktuasi nilai pembacaan magnetometer 1540 sesuai dengan fluktuasi medan magnet yang diberikan oleh kalibrator. Hal ini menunjukkan respon magnetometer dijital tipe 1540 ini masih sangat baik.

Gambar 5-1: Plot pembacaan magnetometer 1450 terdiri atas komponen XYZ (merah), temperatur sensor (merah) dan temperatur ruangan (biru)

Gambar 5-2: Nilai pembacaan magnetometer pada berbagai itensitas medan yang dibangkitkan oleh helmholtz coil

Meskipun respon magnetometer ini sangat baik, namun terdapat perbedaan threshold antara hasil pengukuran magnetometer 1540 dengan besar medan magnet yang dibangkitkan oleh kalibrator. Menurut pembacaan

Hybrid Fluxgate Magnetometer, yaitu

sebuah magnetometer dengan ketelitian yang sangat tinggi untuk aplikasi ruang angkasa (Magson, 2013), perbedaan (jitter range) pada komponen X dan Y sebesar 80 nT, dan pada komponen Z sebesar 120 nT, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5-3 dan 5-4. Hal ini dapat disebabkan perbedaan posisi penempatan sensor magnetometer yang akan diuji dengan sensor fluksgate kalibrator yang terletak 25 cm di bawah magnetometer uji.

(16)

59

Gambar 5-3: Pembacaan sensor fluksgate magnetometer kalibrator komponen X,Y,Z terhadap itensitas medan magnet lingkungan (mode open loop)

Gambar 5-4: Pembacaan magnetometer Hybrid Fluxgate Magnetometer (HFGM) komponen XYZ terhadap itensitas medan magnet lingkungan

6 PENUTUP

Kalibrasi peralatan magnetometer saat ini dapat dilakukan di Pusat Sains Antariksa dengan adanya kalibrator magnetometer berbasis helmholtz coil.

Mounting sensor magnetometer 1540

dibuat dengan sangat baik sehingga tidak mempengaruhi pembacaan

magnetometer didalamnya. Perlu dipertimbangkan teknik penempatan sensor magnetometer yang akan diuji dalam helmholtz coil sedekat mungkin dengan magnetometer fluksgate

kalibrator agar jitter range pembacaan kedua sensor tidak terlalu besar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapkan kepada rekan-rekan di Pusat Sains Antariksa, khususnya Bidang Geomagnet dan Magnet Antariksa, atas perannya dalam merawat peralatan sehingga kalibrasi ini dapat dilakukan. Ucapan terima kasih kami sampaikan juga kepada rekan-rekan di Pusat Teknologi Satelit yang telah melakukan pengujian Hybrid Fluxgate Magnetometer (HFGM) pada Precision Magnetic Field

Calibration System di Pusat Sains

Antariksa.

DAFTAR RUJUKAN

Apex-CS Helmholtz Coil Controller, Precision Magnetic Field Calibration System, Billingsley Aerospace and Defense, www.magnetometer.com.

Bangkit H., 2011. Sistem Observasi Geomagnet Landas Bumi Terpadu LAPAN, Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer dan Antariksa LAPAN, 417 – 425.

Bangkit H., 2012. Magnetometer, Buletin Komrad Vol.4 No. 2, 6 – 8.

Bangkit H., 2015. Sistem Kalibrasi Magnetometer Menggunakan Helmholtz Coil, Buletin Cuaca Antariksa, Vol. 4 No.3, 7 – 8. Digital 3-Axis Fluxgate Magnetometer Model

1540, http:// appliedphysics. com/ products/magnometers/.

Helmholtz Coil Assembly Manual, Precision Magnetic Field Calibration System, Billingsley Aerospace and Defense, www.magnetometer.com.

Helmholtz coil, http://en.wikipedia.org/wiki/ Helmholtz_coil.

Hybrid Fluxgate Magnetometer, Design Description User Manual, Magson GmbH, http://

www.magson.de/ products/

(17)

60

Magnetometer, Buletin Komrad Vol. 4/ No. 2/ April – Juni 2012. ISSN: 2086-1958.

Magnetometer, http://en.wikipedia.org/wiki/ Magnetometer.

(18)

61

POTENSI PEMANFAATAN SATELIT ALOS-3

Samsul Arifin

Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Jl. Kalisari No. 8, Pekayon 13710 Indonesia e-mail: [email protected]

RINGKASAN

Advanced Land Observing Satellite-3 (ALOS-3) merupakan kelanjutan misi satelit optik JAXA dari ASTER dan ALOS. ALOS-3 yang akan diluncurkan pada 2015/2016. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengkaji potensi pemanfaatan dari ALOS-3, agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna di Indonesia. Berdasarkan hasil kajian ALOS-3, bahwa ALOS-3 PRIMS-2 dan HISUI memiliki peningkatan kemampuan kapasitas dari berbagai aspek dibandingkan PRISM, AVNIR satelit ALOS dan satelit ASTER.PRISM-2. ALOS-3 dapat digunakan untuk pembuatan data Digital Surface Model (DSM). Multispektral (MSS) HISUI ALOS-3 berpotensi untuk pemantauan lingkungan, kebencanaan, obsevasi survey permukaan tanah, pesisir dan perairan laut. Hiperspektral (HSS) HISUI ALOS-3 sangat berpotensi untuk pemantauan lingkungan atau pemetaan dalam skala global. Pemanfaatan sensor komplemen dari ALOS-3 dapat meningkatkan kemampuan dalam ketersediaan resolusi lebih tinggi dan cakupan yang luas dengan menghasilkan citra pansharpen, multispectral dan hiperspektral.

Kata Kunci: ALOS-3, HISUI, PRISM-2, Potensi, Aplikasi, Sumberdaya, Kebencanaan

1 PENDAHULUAN

Indonesia dan Jepang telah lama menjalin kerja sama dalam kegiatan penelitian teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh. Kedua negara tersebut diwakili oleh masing-masing instansi Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan Japan Aerospace

Exploration Agency (JAXA). Teknologi

dan pemanfaatan penginderaan jauh yang telah diadakan kegiatan dan penelitian bersama diantaranya adalah satelit Japanese Earht Resource Satellite-1 (JERS-1) dan Advanced Land Observing

Satellite (ALOS). LAPAN mendapatkan

hibah pembangunan stasiun bumi untuk dapat menerima data JERS-1 untuk dapat dimanfaatkan di Indonesia. Kerjasama masih terus berlanjut dengan hadirnya ALOS dan ALOS-2 sampai sekarang.

Setelah JAXA berhasil menluncur-kan ALOS-2 pada tanggal 24 Mei 2014, kini JAXA berencana meluncurkan ALOS-3 pada 2015/2016. ALOS-3 merupakan tindak lanjut misi optik dari ASTER dan ALOS (optik) yang telah

mengalami masalah sehingga tidak operasional lagi. Dengan adanya pengembangan teknologi satelit ini, dimungkinkan akan diadakannya suatu kerjasama berkelanjutan antara Jepang dan Indonesia untuk perolehan data dan pemanfaatannya dalam bidang sumberdaya alam dan kebencanaan. Hal ini disebabkan ALOS-3 memiliki misi memberikan pelayanan untuk dukungan operasional dalam bidang pemantauan, memperbarui data untuk kelanjutan arsip data yang terkait dengan informasi sumberdaya alam, vegetasi, survey tanaman, kondisi lingkungan pesisir dan pemantauan lingkungan, termasuk pembuangan ilegal limbah industri. (Imai, et al, 2009, 2011, 2012). ALOS-3 dan produksi datanya tersebut sangat menguntungkan bagi Indonesia, mengingat Indonesia memiliki sumberdaya alam beraneka ragam dan memiliki dinamika/fenomena lingkungan yang komplek serta negara Indonesia sering mengalami berbagai bencana.

(19)

62

Selain itu, Indonesia dan Jepang telah menjalin kerjasama dalam bidang perkembangan teknologi dan pemanfaatan datanya baik dalam bentuk penelitian bersama dan pelatihan untuk berbagai aplikasi, antara lain bidang pertanian, pembuatan DEM, Interferometri dan lain-lain. Oleh karena itu dipandang perlu Indonesia (LAPAN) untuk mengkaji dan menelaah teknologi dan pemanfaatan satelit yang dibuat Jepang khususnya satelit ALOS yang berkelanjutan. Tujuan tulisan ini untuk mengkaji karakteristik dan potensi aplikasi dari ALOS-3 agar dapat dimanfaatkan pengguna di Indonesia.

2 STUDI PUSTAKA 2.1 ALOS

Advanced Land Observing Satellite

(ALOS) atau juga bernama Daichi diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 mempunyai 5 misi utama yaitu pengamatan kartografi, pengamatan regional, pemantauan bencana alam, penelitian sumber daya alam dan pengembangan teknologi satelit JERS-1 dan ADEOS. ALOS dilengkapi dengan tiga sensor inderaja, yaitu sensor

Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM) dan sensor Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2), serta sebuah

sensor gelombang mikro atau radar yaitu

Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). (Shimada, 2009,

Fukuda, 2011)

PRISM adalah radiometer pankromatik dengan resolusi spasial 2,5 m di titik nadir. Data yang dihasilkan bermanfaat untuk membuat Digital

Surface Model (DSM) yang sangat

akurat. PRISM tidak bisa mengamati kawasan di luar 82 derajat selatan dan lintang utara, karena area tersebut merupakan area kutub atau es yang memiliki ketinggian sama, sehingga PRISM saat melintasi dinonaktifkan atau dikonsisikan tidak mengakuisisi untuk efisiensi energi dan penyimpanan data. AVNIR-2 adalah radiometer sinar

tampak dan inframerah dekat untuk mengamati tanah dan wilayah pesisir. AVNIR-2 adalah penerus AVNIR yang berada pada Advanced Earth Observing

Satellite (ADEOS). Sensor ini

menyedia-kan informasi spasial tanah yang lebih baik dan peta klasifikasi penggunaan lahan untuk memantau lingkungan regional. PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif menggunakan frekuensi L-band yang bebas awan dan observasi lahan siang dan malam. Sensor ini memiliki kapasitas lebih baik dari JERS-1 Synthetic Aperture Radar (SAR). Pengembangan PALSAR merupakan proyek kerjasama antara JAXA dan

Japan Resources Observation System Organization (JAROS). Kekurangan PALSAR tidak bisa mengamati kawasan di luar 87,8 derajat lintang utara dan 75,9 derajat Lintang Selatan ketika sudut off-nadir adalah 41,5 derajat.

ALOS berakhir pada tanggal 12 Mei 2011. Satelit ini telah merekam 6,5 juta informasi dalam lima tahun sejak mulai operasi dan telah banyak berkontribusi dalam mengakusisi data dalam keadaan darurat untuk keperluan bencana dengan pengamatan sekitar 100 wilayah yang dilanda bencana dalam skala besar pertahun. Sejak ALOS berakhir, kurang lebih 3 tahun Jepang (JAXA) tidak mengakusisi data dan memberikan informasi. Pada tanggal 24 Mei 2014.

Gambar 2-1: Satelit ALOS (sumber: http:// global.jaxa.jp)

2.2 ALOS-2

Advanced Land Observing Satellite-2 (ALOS-Satellite-2) atau "Daichi-Satellite-2” merupakan

(20)

63 salah satu jenis satelit Radar untuk

pemetaan yang berhasil diluncurkan oleh Jepang pada tanggal 24 Mei 2014. Satelit ini diluncurkan dengan menggunakan roket H-IIA No. 24 (H-IIA F24) dari Tanegashima Space Center, JAXA (Arifin, 2014, Graham, 2014). ALOS-2 merupakan satelit radar observasi bumi yang dioperasikan oleh Japan

Aerospace Exploration Agency (JAXA)

untuk mendapatkan citra radar resolusi tinggi dari permukaan bumi dan dimanfaatkan bagi pemetaan/kartografi, observasi wilayah, pengelolaan sumber daya, manajemen bencana dan tujuan penelitian (Sitanggang, 2010). ALOS-2 diproduksi oleh Mitsubishi Electric

Corporation di bawah kontrak dengan

JAXA (Kamimura, et al, 2008, Anonim, 2012, Clark, 2014). JAXA telah meluncurkan kembali satelitnya sebagai penerus ALOS yaitu ALOS-2. Tidak seperti ALOS yang membawa muatan sensor PRISM, AVNIR-2 dan PALSAR-1, pada ALOS-2 hanya membawa muatan sensor PALSAR-2 saja.

ALOS-2 memiliki kelebihan dari pada ALOS sebelumnya. ALOS-2 diluncurkan hanya membawa muatan utama Phased Array type L-Band

Synthetic Aperture Radar-2 (PALSAR-2).

ALOS-2 memiliki muatan (payload) SAR dengan resolusi spasial lebih baik, resolusi temporal lebih cepat, dan pengamatan sudut insiden tinggi dari pada ALOS yang diluncurkan sebelumnya. ALOS-2 dirancang untuk memfasilitasi instrumen utama yaitu PALSAR-2 dan muatan sekunder sebagai misi ujicoba (demontrasi) teknologi yang terdiri dari

Compact Infrared Camera (CIRC) dan

Space-based Automatic Identification System Experiment 2 (SPAISE-2) (Oki,

2012)

Satelit ini memiliki berat 2.120 kilogram dan ukuran 9,9 x 16,5 x3,7 meter ketika sepenuhnya diluncurkan ke orbit. Satelit ini dilengkapi dengan tiga panel yaitu dua unit disusun untuk tenaga matahari (surya) dengan menggunakan triple-junction gallium arsenide sel surya untuk kapasitas daya

output total 5.200 Watt pada akhir operasi dan sebuah unit avionik khusus untuk pendingin listrik badan utama satelit dan memenuhi peraturan negara yang harus bertanggung jawab atas baterai satelit.

Gambar 2-2: Satelit ALOS-2 (sumber: http:// www.spaceflight101.com)

2.3 ALOS-3

Proyek lanjutan setelah sukses meluncurkan ALOS-2, JAXA merencana-kan meluncurmerencana-kan ALOS-3. Gambar 2-3, merupakan jadwal program proyek ALOS JAXA mulai 2006 sampai tahun 2018. Untuk proyek ALOS-3 rencananya selesai dan diluncurkan tahun di atas tahun 2016. (Imai, et al, 2010).

(21)

64

Gambar 2-3: Gambaran rencana jangka panjang ALOS (http://global.jaxa.jp)

Gambar 2-4: Ilustrasi satelit ALOS-3 (sumber: http://global.jaxa.jp)

ALOS-3 merupakan tindak lanjut misi satelit optik JAXA dari ALOS/ Daichi dan untuk melengkapi layanan misi SAR dari ALOS-2. ALOS-3 dilengkapi muatan sensor optik dengan kemampuan lebih baik dari pada instrumen PRISM dan AVNIR-2 pada satelit ALOS. Perancangan ALOS-3 memiliki tujuan untuk memberikan dukungan operasional dalam peman-tauan kebencanaan, memperbarui data, monitoring tanaman, pemantauan pesisir dan pemantauan lingkungan. Salah satu persyaratan yang paling utama atau penting dari program pasca ALOS adalah resolusi spasial tinggi, pengamatan dan pengiriman informasi yang cepat setelah bencana. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, JAXA telah melakukan desain konseptual dari sistem satelit pasca ALOS (Imai, et al., 2009), termasuk konstelasi satelit optik

dan satelit radar. Desain satelit ALOS-3 akan mengadopsi desain satelit ALOS-2 hampir pada semua aspek. Ada beberapa perbedaan antara satelit ALOS-2 dan ALOS-3; misalnya, kemampuan meng-arahkan sensordan jumlah penyimpanan data.

Secara umum ALOS-3 memiliki tujuan untuk penyediaan citra resolusi tinggi dengan resolusi spasial <1 m pada liputan 50 km, memperoleh citra

pan-sharpen dengan akuisisi simultan band

pankromatik dan gambar empat band multispektral (MS), memperoleh citra stereo dari berbagai sudut pandang dan memiliki kemampuan dapat diaktifkan langsung untuk mengakusisi citra pada titik wilayah yang cukup luas untuk mencapai pemantauan yang tepat waktu jika terjadi bencana. ALOS-3 direncanakan luncur pada ≥ 2016 dengan pesawat roket H-2A dari Tanegashima Space

(22)

65

Center, Japang. Orbit Sun-sinkron pada

ketinggian 618 km, kemiringan = 97.9º dan waktu Local Time on Descending

Node (LTDN) pada jam 10:30 ± 15 menit

serta periode waktu adalah 60 hari. ALOS-3 direncanakan beropersi selama 5 tahun.

ALOS-3 dilengkapi muatan komunikasi frekwensi radio dengan ukuran volume besar sebagai sumber data membutuhkan onboard dengan kapasitas tinggi, sistem penyimpanan serta teknik ireversibel (lossy) kompresi berkualitas tinggi. ALOS-3 menggunakan

downlink X-band dan sistem Intersatellite Link (ISL) untuk menangani beberapa

Gb/s misi sumber data. Data rate 800 Mb/s dengan skema modulasi 16

Quadrature Amplitude Modulation (QAM).

Pada ALOS-3 dikembangkan pemanfaatan

Multi mode High Speed Modulator

(XMOD) baru seperti dalam ALOS-2 dengan kapasitas penyimpanan onboard > 200 Gbdan volume data maksimum adalah 1.440 Gb/hari.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

ALOS-3 dilengkapi sensor optik

Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping-2 (PRISM-2) dan Hyperspectral Imager Suite (HISUI) yang

memiliki kemampuan pencitraan

panchromatic, multispectral dan

hiperspektral (Iwasaki, et al., 2010).

Orbit diatur sedemikian rupa sehingga PRISM-2 dapat mengamati seluruh permukaan bumi dengan liputan 50 km

tanpa satelit memutar arah ke objek observasi. Untuk kelangsungan misi, ALOS-3 beredar pada waktu lokal matahari pada jam 10:30 sama dengan ALOS. HISUI merupakan kelanjutan dari satelit Advanced Spaceborne Thermal

Emission and Reflection Radiometer

(ASTER) dari JAXA yang diluncurkan bersama misi Terra NASA pada 18 Desember 1999 dengan misi operasi lebih dari 10 tahun dan ASTER beroperasi sampai tahun 2010. Pengembangan instrumen HISUI dimulai pada 2007 yang dikerjakan dengan kerjasama antara Ministry of Economy, Trade, and

Industry (METI) Japan, Japan Resources Observation System Organization (JAROS)

dan NEC Corporation. (Nagamitsu,et al, 2010)

3.1 Karakteristik PRISM-2

PRISM-2 merupakan suatu sensor optik pankromatik yang beroperasi pada kisaran spekral 0,52-0,77 µm. PRISM-2 terdiridua baris instrumen pushbroom yaitu jenis stereo resolusi tinggi nadir

and backward-looking (tampak tegakdan

tampak mundur) merupakan tindak lanjut PRISM ALOS. PRISM-2 memiliki detektor teleskop Field of View (FOV) dan Focal Plane Assembly (FPA) dengan kapasitas besar untuk mewujudkan lebar liputan 50 km pada permukaan bumi yaitu 0,8 m pada liputan 50 km. Desain teleskop yang digunakan adalah

Off-axis Three Mirror Anastigmat (TMA)

(Rodolfo et al, 2012).

Tabel 3-1: KARAKTERISTIK PRISM-2 ALOS-3 (Sumber: eoPortal Directory)

Parameter PRISM-2 ALOS-3

Skema pencitraan Pushbroom

Resolusi Spasial Nadir-looking(Tampak Nadir): 0,8 m

Backward-looking(Tampak Mundur): 1,25 m (di titik nadir footprint)

Lebar Liputan / citra 50 km

Rentang spektral 0,52-0,77 µm

Detektor untuk pengamatan nadir-looking

Detektor untuk pengamatan backward-looking

Si array 65.000 piksel (8 array CCD dari ~ masing-masing 8000 piksel)

Si array 40.000 piksel (6 array CCD dari ~ masing-masing 8000 piksel)

Data kuantisasi 11 bit / pixel

(23)

66

Gambar 3-1: Konsep skema dari PRISM-2 (Sumber: eoPortal Directory)

Tabel 3-2: PENINGKATAN KEMAMPUAN SENSOR PRISM-2, ALOS-3 (Imai et al, 2013, Tadono et al, 2013)

Parameter ALOS / PRISM ALOS-3 / PRISM-2

Resolusi Spasial 2,5 m 0,8 m

Lebar Liputan / citra 35 km / 70 km 50 km S/N (signal-to-noise) > 70 > 200

Kuantisasi Data 8 bit 11 bit

Sudut pengarahan titik (pointing)

± 1.5º (dalam lintas-track) ± 60 º (kerucut, max) Aliran Data 277,52 Mbit / s (Ka-band)

138,76 Mbit / s (X-band)

800 Mbit / s (X dan Ka-band)

Geolocation accuracy 6,1 m (rms) Lebih baik dari PRISM Gambar 3-1 menunjukkan konsep

pengamatan stereo untuk pencitraan dua baris pushbroom stripmap. Citra menggambarkan kemampuan gerakan satelit untuk menunjuk ke arah ± 60 derajat. PRISM-2 memungkinkan akses dengan cepat ke setiap titik permukaan bumi dalam satu hari dengan badan satelit. Untuk memenuhi persyaratan misi satelit ini, beberapa alat observasi ditingkatkan kemampuannya dari badan sensor (onboard) PRISM ALOS (Hiroko et

al., 2013). Sebagai tinjauan ulang

tentang karakteristik PRISM ALOS dan kemampuan PRSM-2ALOS-3 ditunjukkan pada Tabel 3-2.

Berdasarkan perbandingan antara karakteristik PRISM dengan PRISM-2 ALOS-3, maka PRISM-2 memiliki beberapa peningkatan kemampuan instrumen lebih baik, karena PRISM-2 menyediakan data stereo resolusi yang lebih tinggi yaitu 0,8 meter, liputan citra lebih luas dengan liputan 50 km2 dan akurasi

geolocation yang lebih baik, kuantisasi

data dan pengarahan pada titik observasi cepat serta memiliki transfer data (downlink) lebih besar. Dengan meman-faatkan citra stereo yang diakuisisi dua teleskop PRISM-2 ALOS-3 berpotensi untuk membangun data citra Digital

Surface Models (DSMs) yang lebih

akurat dengan resolusi lebih tinggi. Dengan kemampuan sensor PRISM-2 dapat mengamati seluruh permukaan bumi dengan liputan 50 km tanpa memutar arah ke obyek observasi bencana, maka sensor ini memiliki potensi memberikan informasi secara efektif dan efisien dalam penanganan kebencanaan, hal ini merujuk pada kajian kemampuan PRISM ALOS (Sitanggang, 2010). Sensor PRISM-2 merupakan sensor yang menghasilkan citra resolusi melebihi kemampuan sensor PRISM ALOS. Selain itu dengan resolusi yang tinggi dan sapuan yang cukup luas, DSMs, dan komplemen dengan sensor lainya (AVNIR, SAR) maka dimungkinkan PRISM-2 dapat

(24)

67 mengidentifikasi adanya potensi longsong,

banjir, aliran lahan gunung berapi dan lain-lain.

3.2 Karakteristik dan Potensi

Hyperspectral Imager Suite

(HISUI)

HISUI terdiri dari dua elemen yaitu Multispectral Sensor (MSS) dengan resolusi spasial dan lebar liputan yang sangat baik yaitu 5 meter dan lebar liputan 90 km, sedangkan Hyperspectral

Sensor (HSS) memiliki resolusi spasial

30 meter dengan lebar liputan 30 km dan resolusi spektral tinggi yaitu 185

band, serta memiliki kemampuan identifikasi yang tinggi. Untuk memenuhi

Rasio Signal to Noise (SNR) tinggi,

diameter teleskop dirancang dengan ukuran lubang 30 cm untuk observasi permukaan bumi dengan resolusi spasial 30 m. Cahaya yang diterima dua spektrometer yaitu radiometer Visible

dan Near Infrared (VNIR) dengan 57 band dan radiometer Short-Wavelength Infrared (SWIR) dengan 128 band.

HISUI diorbitkan pada ketinggian (IFOV) ± 618 km, dan dirancang menghasilkan resolusi spasial pada hiperspektral 30 m dan resolusi spasial multispektral 5 m, sedangkan liputan (FOV) diharapkan 30 km pada

hiperspektral dan 90 km pada multispektral. HISUI bekerja pada panjang gelombang hiperspektral 400 – 970 nm sebanyak 57 band untuk VNIR dan panjang gelombang 900 – 2500 nm sebanyak 128 band untuk SWIR dan panjang gelombang multispektral VNIR bekerja pada kisaran 485 sampai 835 nm. Resolusi spektral VNIR dan SWIR pada sensor hiperspektral masing-masing berkisar 10 nm dan 12,5 nm, sedangkan resolusi spektral VNIR pada sensor multispektral berkisar antara 70 nm sampai 110 nm (Tanii, et al., 2012, Matsunaga, et al, 2009,2010,2011). Secara rinci spesifikasi instrument HISUI dapat dilihat pada Tabel 3-3.

Gambar 3-2: Skema HISUI ALOS-3 (Tsuneo Matsunaga et al., 2012)

Tabel 3-3: SPESIFIKASI INSTRUMEN HISUI (Tanii , et al, 2012)

Parameter Hyperspectral pushbroom radiometer pushbroom radiometer Multispectral

Daerah spektral VNIR SWIR VNIR IFOV (@ 618 km

ketinggian)

48,5 μrad (30m) 8,1 μrad (5 m) FOV (lebar petak) 48,5 mrad (~ 30 km) 144,7 mrad (~ 90 km) Frekuensi observasi ≤4.36 ms ≤0.73 ms Daerah panjang gelombang 400-970 nm (57 band) 900-2500 nm (128 band) B1: 485 nm, B2: 560 nm B3: 660 nm, B4: 835 nm Resolusi spektral (sampling, lebar band)

10 nm 12,5 nm B1: 70 nm, B2: 80 nm B3: 60 nm, B4: 110 nm ILS (Instrumen Jalur

Shape) resolusi spektral,

FWHM

≤11 nm ≤16 nm -

Dynamic range Jenuh pada ≥70% Albedo Jenuh pada ≥70% Albedo Jenuh pada ≥70% Albedo

(25)

68 S/N ≥450 @ 620 nm ≥300 @ 2.100 nm ≥200 (untuk masing-masing band) MTF ≥0.2 ≥0.2 ≥0.3

Smile and keystone ≤1 gambar pixel ≤1 gambar pixel - Akurasi kalibrasi (radiometrik)

Absolute: ± 5%, antara band: ± 2%

Absolute: ± 5%, antara band: ± 2% Akurasi kalibrasi

(spektral) 0,2 nm 0,625 nm -

Data Kuantisasi 12 bit 12 bit

Kehidupan Misi (Operasi) 5 tahun 5 tahun Seperti disebutkan di atas bahwa

proyek sensor optik HISUI pada ALOS-3 dikembangkan untuk melanjutkan ASTER yang telah tidak beroperasi pada tahun 2010. Pada kajian ini dipandang penting untuk diulas atau dibahas mengenai spesifikasi utama HISUI ALOS-3 dan ASTER, sehingga kedua sensor dapat dilihat kelebihan dan kekurangannya.

HISUI memiliki peningkatan instrumen yaitu adanya sensor multispektral (MSS) dan hyperspektral (HSS) sedangkan pada ASTER hanya membawa sensor multispektral. Resolusi spasial HISUI memiliki peningkatan resolusi spasial VNIR 5 meter pada MSS dari pada ASTER yang memilki resolusi spasial 15 meter, sedangkan pada SWIR resolusi spasialnya sama. Resolusi spectral HISUI memiliki 4 band VNIR MSS dan dirancang memiliki 57 band HSS sedangkan VNIR ASTER hanya memiliki 3 band. Pada spektral SWIR ASTER memiliki 9 band, sedangkan SWIR HSS HISUI dirancang memiliki 128 band. Kekurangan sensor HISUI tidak menyediakan Thermal Infra Red (TIR). Sementara kelebihan sensor TIR Aster yang menyediakan infra merah thermal dapat digunakan untuk mengetahui distribusi awan panas yang dikeluarkan oleh gunung, distribusi suhu permukaan laut dimana aplikasi dari citra ini dapat digunakan untuk mengetahui distribusi panas air laut, dimana informasi ini dapat diterapkan untuk mengetahui fenomena kelautan (Subardjo et al, 2006, Sukoyo et al., 2009). Dalam memonitor area kebakaran hutan,

TIR menunjukkan lahan bakar ber-dasarkan intensitas suhu permukaan lahan bakar. Suhu permukaan bumi dapat digunakan untuk mengetahui fenomena pemanasan yang terjadi di daerah perkotaan. Sensor ini juga memiliki kelebihan dapat dioperasikan untuk siang dan malam hari.

Selain itu HISUI memiliki kemampuan mengarahkan sensor secara cepat pada daerah bencana yang akan dipantau. Perbandingan antara HISUI dan ASTER dilihat pada Tabel 3-4.

Multispektral pada HISUI ALOS-3 meliputi VNIR daerah spektral dengan reolusi spasial 5 m dapat berpotensi untuk memenuhi kebutuhan pengguna akan citra resolusi spasial tinggi. Dengan mengkombinasikan band yang dihasilkan sensor VNIR dengan panjang gelombang antara 0,52 samapi 0.9 pm, dimana kisaran panjang gelombang 0,52- 0,6 berfungsi untuk pantulan vegetasi, 0,61 – 0,69 berfungsi untuk membedakan absorbsi klorofil dan tipe vegetasi dan 0,76 – 0,89 berfungsi untuk kandungan biomas, tipe vegetasi dan pemetaan garis pantai (Swargana, 2014), Pada citra ALOS-3 berpotensi dapat pemanfaatan dalam skala besar baik untuk data analisis penutup lahan, tata ruang, perkebunan, pertanian dan lain-lain. Band biru yang ditambahkan pada VNIR HISUI ALOS-3 dengan panjang gelombang 0,45 sampai 0,5 dapat dimanfaatkan untuk meneliti atau menganalisis wilayah pesisir dan perairan laut seperti budidaya tambak, kekeruhan dan lingkungan terumbu karang.

(26)

69

Tabel 3-4: PERBANDINGAN PARAMETER HISUI DENGAN ASTER (http://www.eoPortal Directory)

Parameter ASTER HISUI MSS (Multispektral Sensor) HSS (Hiperspektral Sensor) Resolusi Spasial VNIR 15 m 5 m 30 m SWIR 30 m - 30 m TIR 90 m - - Liputan Citra 60 km 90 km 30 km Resolusi spektral VNIR Band1: 0,52-0,60 pM Band2: 0,63-0,69 pM Band3N, B: 0,76-0,86 pM 0,45-0,52 pM 0,52-0,60 pM 0,63-0,69 pM 0,76-0,90 pM 0,4-0,97 pM Panjang gelombang sampel Interval; Rata-rata 10 nm 57 band SWIR Band4: 1,6-1,7 pM Band5: 2,145-2,185 m Band6: 2,185-2,225 m Band7: 2,235-2,285 m Band8: 2,295-2,365 m Band9: 2,36-2,43 pM - 0,9-2,5 pM Panjang gelombang sampel Interval; Rata-rata 12,5 nm 128 band TIR Band10: 8,125-8,475 m Band11: 8,475-8,825 m Band12: 8,925-9,275 m Band13: 10,25-10,95 m Band14: 10,95-11,65 m - - S/N VNIR Band1,2,3N, 3B:> 200 ≥ 200 ≥ 450 @ 0.62 pm SWIR Band4> 200 Band8> 100 Band 5,6,7,9> 75 - ≥ 300 @ 2,1 m TIR (NEDT) Band 10,11,12,13,14: <0,3 K - - Data kuantisasi 12 bit 12 bit Data rate (70% kompresi) 1 Gbit / s 0,4 Gb / s Menunjuk kemampuan Tidak Satupun ± 3º (± 30 km)

Hiperspektral pada HISUI ALOS-3 pencitraannya dibatasi liputan yang sempit 30 km dan jumlah data yang sangat besar. Hasil simulasi yang telah dilakukan oleh tim perancang untuk berbagai pemangatan per hari menunjukkan prestasi yang baik dalam pemetaan global. Jika citra hiperspektral HISUI dapat di downlink data 300 GByte per hari sekitar 20% dari

kapasitas downling ALOS-3, maka lebih 40% dari data permukaan bumi global dapat diamati setidaknya sekali dalam 4 bulan dan 97% dalam 10 bulan. Hal ini sangat berpotensi dalam pemantauan atau pemetaan dalam skala global. HSS HISUI memiliki 57 band dengan interval 10nm pada panjang gelombang 0,4 sampai 0,97 pM untuk VNIR dan memiliki 128 band dengan interval 12,5 nm pada

(27)

70

panjang gelombang 0,9 – 2,5 pM untuk SWIR. Secara teori fungsi dari pada VNIR yang ada pada HSS memiliki manfaat sama seperti seperti MSS HISUI, sedangkan fungsi SWIR memiliki manfaat sama seperti pada SWIR Aster dengan resolusi spasial lebih tinggi. Pada dasarnya hiperspektral merupakan kelanjutan dari multi spektral. Sensor hiperspektral memanfaatkan jumlah kanal yang jauh lebih banyak dari pada sensor multispektral dengan resolusi

bandwidth yang lebih sempit. Umumnya

sensor hiperspektral terdiri dari 100-200 kanal dengan resolusi bandwidth 5-10 nm. Akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan multispektral yang rata rata hanya terdiri dari 5 - 10 kanal, dengan resolusi bandwidth yang lebih besar antara 70-400 nm. Dengan band-band yang lebih sempit dengan jumlah yang jauh lebih banyak, sensor hiperspektral dapat digunakan untuk melakukakan pemisahan, klasifikasi dan identifikasi obyek/material di muka bumi, sebagai-mana obyek aslinya. Kemampuan lainnya adalah untuk mendeteksi target subpixel, yang akan sangat membantu dalam mendeteksi obyek dengan resolusi piksel yang lebih kecil.

4 PENUTUP

Berdasarkan kajian dan analisis dapat disimpulkan bahwa ALOS-3 terdiri dari 2 instrumen optik PRISM-2 dan HISUI memiliki peningkatan kemampuan (kapasitas) yang lebih baik dari pada ALOS dan ASTER, sehingga ALOS-3 memberikan harapan keter-sediaan dan pembaharuan secara berkelanjutan. PRISM-2 memiliki kemampuan stereo yang dapat digunakan citra Digital Surface Model (DSM) dan memiliki potensi untuk memberikan informasi secara cepat, akurat, efektif dan efisien dalam cakupan yang luas. Multispektral (MSS) HISUI ALOS-3 berpotensi untuk pemantauan lingkungan, kebencanaan, observasi dan survey permukaan tanah serta berpotensi untuk lingkungan

pesisir dan perairan laut. Pemanfaatan sensor komplemen dari ALOS-3 dapat meningkatkan kemampuan dalam ketersediaan resolusi lebih tinggi 0.8 dengan cakupan 50 km yang dapat menghasilkan citra pansharpen, multispektral dan hiperspektral. Sensor hiperspektral (HSS) HISUI ALOS-3 sangat berpotensi dalam pemantauan lingkungan atau pemetaan dalam skala global. Sensor hiperspektral dapat digunakan untuk melakukakan pemisahan, klasifikasi dan identifikasi obyek/material di muka bumi, sebagaimana obyek aslinya. Sementara kelemahan ALOS-3 tidak memiliki sensor TIR seperti pada satelit Aster yang dapat digunakan untuk mendeteksi suhu atau temperatur obyek di permukaan bumi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Sebagai penutup saya mengucapkan terimakasih atas segala bantuan dan dukungan serta saran dari berbagai pihak, khususnya para pejabat struktrual dan fungsional di lingkungan Pusfaja - LAPAN, sehingga karya tulis ini dapat diterbitkan.

DAFTAR RUJUKAN

Anonim, 2012. PALSAR User’s Guide, 2nd Edition, Japan Space Systems.

Arifin, S., 2014. ALOS-2 Akan Tatap Ekspresi Muka Bumi, Media Dirgantara, Lapan, Jakarta.

Clark S., 2014. Japanese Craft Launched with Night-Vision Mapping Radar, http:// www.Spaceflight now. com.

Fukuda, Toru, 2011. JAXA’s Satellite Program to Contribute Sustainable Development

in Asia, Second International

Conference On Sustainability Science In Asia (Icss-Asia), Hanoi.

Goetz, A. F. H., Vane, G., Solomon, J. E. and

Rock, B. N., 1985. Imaging

Spectrometry for Earth Remote Sensing, Science, 228, 1147–1153.

Graham, William, 2014. Japanese HII-A Successfully Launches ALOS-2 mission, http:// www. nasaspaceflight.com. http://global.jaxa.jp/projects/sat/alos.

Gambar

Gambar 6-1: Pengaruh faktor meteorologi terhadap ozon troposfer di Chenai India [Pulikeshi, 2005]
Gambar 6-2: Grafik  konsentrasi  ozon  permukaan  dan  temperatur  (kiri)  dan  konsentrasi  ozon  dan  kelembaban relatif (kanan) di Bandung 1 Januari 2008
Gambar 2-1: Magnetometer  dijital  tipe  1540  berbentuk tabung dengan ukuran  relatif  kecil  dan  bentuk  yang  ringkas  (Sumber:  www
Gambar 3-1: Skematik  kumparan  helmholtz  berupa  dua  solenoida  pada  satu  vektor medan (Sumber: Wikipedia)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika cuaca di permukaan yang dampaknya bisa langsung dirasakan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di permukaan bumi, maka dampak cuaca antariksa terhadap

Merujuk pada Peraturan Pemerin- tah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelak- sanaan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP, PPID bertugas dan bertanggung jawab dalam

 Berdasarkan jumlah KTI yang diterbitkan pada Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara (MSTD) dan Berita Dirgantara (BD) pada periode tahun 2006-2009 berdasarkan

Halliday memberikan kriteria yang jelas : “proses mental” sangat berbeda dengan aksi yang sifatnya “material”, perilaku behavioral, dan proses verbal dalam empat hal: 1 proses mental