• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR

PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Sinta Susanti NIM : 168114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(2)

i

HALAMAN JUDUL

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR

PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Sinta Susanti NIM : 168114012

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2019

(3)

ii

Persetujuan Pembimbing

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR

PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

Skripsi yang diajukan oleh:

Sinta Susanti NIM: 168114012

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

Dr. Christine Patramurti, Apt. tanggal 26 November 2019

(4)

iii

Pengesahan Skripsi Berjudul

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR

PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

Oleh:

Sinta Susanti NIM: 168114012

Dipertahankan di hadapan Pantia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal: 30 November 2019

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Dekan

Dr. Yustina Sri Hartini, Apt.

Panitia Penguji: Tanda tangan

1. Dr. Christine Patramurti, Apt. ….……...

2. Dr. Dewi Setyaningsih, Apt. ………...

3. Michael Raharja Gani, M.Farm., Apt. ……….

(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiatisme dalam naskah saya, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 26 November 2019 Penulis

Sinta Susanti

(6)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sinta Susanti

Nomor Mahasiswa : 168114012

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

OPTIMASI METODE ANALISIS HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY FASE TERBALIK PADA PENETAPAN KADAR

PIPERIN DALAM EKSTRAK PIPER NIGRUM LINN.

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, medistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 26 November 2019 Yang menyatakan

(Sinta Susanti)

(7)

vi ABSTRAK

Piperin merupakan komponen alkaloid yang dapat ditemukan dalam Piper nigrum Linn. Senyawa ini memiliki aktivits farmakologis dan dapat meningkatkan bioavailabilitas senyawa lain di dalam tubuh atau yang dikenal sebagai bioenhancer. Hal ini menyebabkan cukup banyak pengembangan sediaan yang mengandung kombinasi piperin dengan senyawa yang memiliki bioavailabilitas rendah misalnya, kurkumin. Walaupun demikian, penggunaan bahan alam sebagai sediaan obat herbal harus memperhatikan khasiat dan keamanannya. Oleh karena itu, standarisasi kandungan senyawa aktif di dalam suatu ekstrak penting dilakukan untuk menjamin keamanan. Metode analisis yang dibutuhkan adalah suatu metode yang optimum dalam penetapan kadar piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn.

Penelitian ini bersifat eksperimental murni. Metode yang digunakan yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik. Sistem HPLC fase terbalik menggunakan kolom fase diam oktadesil silika C18, dengan menggunakan campuran fase gerak yang akan dioptimasi dan menggunakan detektor UV. Optimasi metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah optimasi komposisi fase gerak, dimana parameter yang dilihat adalah waktu retensi, bentuk peak, nilai resolusi, jumlah lempeng teoritis (N) dan reprodusibilitas bentuk peak.

Kondisi optimum untuk analisis senyawa piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. dengan HPLC fase terbalik diperoleh pada perbandingan komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) dengan kecepatan alir 1 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang 353 nm.

Kata Kunci: piperin, ekstrak Piper nigrum Linn., HPLC fase terbalik, optimasi metode.

(8)

vii ABSTRACT

Piperine is an alkaloid component that can be found in Piper Nigrum Linn.

Piperine can increase the bioavailability of other compounds in the body or known as bioenhancer. This has led to the considerable development of herbal medicine that contain combination of piperine with another compound that has low bioavailability, for example, curcumin. Even so, the use of natural ingredients as herbal medicine have to be careful about the efficacy and safety. Therefore, it is important to standardize the active composition in an extract to ensure the safety.

An optimal method is needed to determine the levels of piperin in the Piper Nigrum Linn extract.

This research is an experimental. The method that will be used is High Performance Liquid Phase Chromatography (HPLC). The reverse phase HPLC system uses the C18 octadesyl silica stationary phase column, using an optimized mixture of mobile phases and using a UV detector. The optimization method used in this study is the optimization of the mobile phase, while the parameters seen are retention, peak shape, resolution value, number of theoretical plates (N) and reproducibility of peak shape. The optimum condition for piperine analysis in Piper nigrum Linn. extract by using reverse phase HPLC obtained at the ratio of the mobile phase composition of acetonitrile:methanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) with flow rate 1 mL/min and detected at 353 nm.

Keyword: piperine, Piper nigrum Linn. extract, reverse phase HPLC, method optimization.

(9)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Don’t give up, do your best, and trusting the processes. Just believe things are always end up working out. Sometimes even better than you can imagine. The

answer, blessings, solutions and unexpected miracles are on their way.

-Idil Ahmed-

Setiap perjuangan dalam naskah ini kutuangkan bagi:

Allah Bapa yang bertahtah disurga yang selalu menyertai, memberikan berkat dan rahmat yang berlimpah dimana dan kapan pun aku berada

Kedua orang tua dan cece yang telah memberikan kasih sayang, motivasi dan selalu mendukungku

Setiap guru dan dosen, yang dengan sabar mendidik dan memberikan aku ilmu pengetahuan serta pelajaran hidup selama ini

Teman-teman yang selalu mendukung, merajut memori setiap harinya, tawa yang setiap hari kita miliki, dan solidaritas yang luar biasa

Almamater Universitas Sanata Dharma yang telah menjadi tempatku menimba ilmu dan memberikan saya pengalaman yang begitu berharga dan menyenangkan

(10)

ix PRAKATA

Puji dan Syukur pada Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan atas berkat dan penyertaan-Nya dari awal penyusunan sampai tahap akhir penelitian sehingga naskah skripsi berjudul Optimasi Metode Analisis High Performance Liquid Chromatography Fase Terbalik Pada Penetapan Kadar Piperin Dalam Ekstrak Piper Nigrum Linn. dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan bagian dari penelitian Dr. Dewi Setyaningsih, Apt. yang berjudul Microparticles to Potentially Improve Bioavailability of Curcumin and Antidiabetic activities in Pre-clinical Study Combining Solid Dispersion Technology and Metabolism Suppressors berdasarkan SK No. 035b/LPPM USD/IV/2019.

Dalam proses penyelesaian naskah skripsi, penulis menerima banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Yustina Sri Hartini, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Dr. Christine Patramurti, Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing yang telah berperan seperti orang tua dan senantiasa memberikan masukan, arahan, serta pendampingan dengan sabar selama proses penyusunan skripsi.

3. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik dan dosen penguji yang selalu memberikan masukan, pendampingan, dan kritik yang membangun.

4. Bapak Michael Raharja Gani, M.Farm., Apt., selaku dosen penguji yang senantiasa memberikan kritik, masukan, dan saran yang membangun.

5. Mas Bimo (Laboran Laboratorium Kimia Instrumen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), Bapak Bimo (Laboran Laboratorium Analisis Pusat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma), dan Bapak Kayat (Laboran Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

(11)

x

Dharma) yang telah membantu dan memfasilitasi kegiatan penelitian di laboratorium.

6. Papa, mama, cece dan koko yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, kehangatan serta dukungan baik material maupun psikologis.

7. Rekan penelitian “Kurkumin Piperin Ayyey”, Christin Nesia Sukma, Maria Philomia Christanti Raga dan Yosua Agung Santoso atas dukungan, solidaritas, suka-duka, dan kerjasama selama proses penelitian.

8. Teman-teman yang selalu ada buat saya serta senantiasa mendukung, mendampingi dan memahami selama kuliah Stefanny Shella Anistya, Karin Clarita, Valentesia Setiawati, Jacinda Yakub.

9. Teman-teman yang sejak dulu selalu mendukung walaupun terpisahkan oleh jarak Chelsea Chintari, Findy Dwi Karlina, Livia Aprilia, Ellen.

10. Teman-teman golongan A1 khususnya meja 2 Fanny, Karin, Valen, Lodvi, Simon yang sudah membantu, memberi dukungan dan menghibur selama kegiatan praktikum berlangsung.

11. Teman-Teman FSM A 2016 yang sudah mewarnai kegiatan perkuliahan saya di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

12. Rekan-rekan organisasi dan kepanitiaan yang memberikan saya banyak pengalaman dan pelajaran berharga untuk kehidupan di masa yang akan datang.

13. Pihak lain yang tidak dapar disebutkan satu persatu.

Selama proses penyusunan skripsi penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam naskah ini. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka terhadap segala masukan, saran dan kritik yang membangun agar naskah skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhir kata, semoga naskah skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Yogyakarta, 26 November 2019

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………..….. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...… HALAMAN PENGESAHAN……….. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………. ABSTRAK………... ABSTRACT………... HALAMAN PERSEMBAHAN………... PRAKATA………... ii iii iv v vi vii viii ix DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR TABEL...………... xii

DAFTAR GAMBAR……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….... xiv

PENDAHULUAN……… 1

METODE PENELITIAN……….………..……... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN……..…...…………...……… 7

KESIMPULAN………..….…………...……….……. 21

SARAN………...…..………... 21

DAFTAR PUSTAKA………...…...………. 22 LAMPIRAN……….…..…………...……….………..

BIOGRAFI PENULIS………..

25 46

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Tabel komposisi fase gerak……… 5 Tabel II. Panjang gelombang maksimum piperin...………. 9 Tabel III. Optimasi rasio fase gerak……….. 14 Tabel IV. Hasil analisis piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn… 19 Tabel V. Hasil uji kesesuaian sistem……… 21

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Gugus kromofor dan auksokrom piperin...………... 8 Gambar 2. Pembacaan spektrum piperin……….………... 9 Gambar 3. Spektrum pembacaan piperin kurkumin………... 10 Gambar 4. Kemungkinan interaksi piperin dengan fase diam………... 12 Gambar 5. Kemungkinan interaksi piperin dengan fase gerak……….. 12 Gambar 6. Kromatogram piperin dengan fase gerak asetonitril:aqua-

bidest:asam ortofosfat 0,1% (50:47,5:2,5).……….. 15 Gambar 7. Kromatogram blanko metanol………... 15 Gambar 8. Kromatogram piperin dengan fase gerak asetonitril:meta-

nol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:47,5:2,5)…… 16 Gambar 9. Kromatogram piperin dengan fase gerak asetonitril:meta-

nol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:50)…….…... 16 Gambar 10.Reaksi protonasi antara piperin dan asam ortofosfat…… 17 Gambar 11.Kompleks chaotropic anion-associated atau pembentukan

pasangan ion melalui interaksi ionik……….... 17 Gambar 12.Kromatogram piperin dengan fase gerak asetonitril:meta-

nol:aquabidest (30:25:45) laju alir 1 mL/menit……… 18 Gambar 13.Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak opti-

mum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30)………. 19 Gambar 14.Kromatogram overlay piperin di dalam ekstrak Piper

nigrum Linn. (konsentrasi 30, 45, dan 100 ppm) dengan

komposisi fase gerak optimum………... 20

(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan kepolaran fase gerak……….. 25 Lampiran 2. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v)…... 26 Lampiran 3. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v)……... 27 Lampiran 4. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak

asetonitril:aquabidest:OPA 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v).... 28 Lampiran 5. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:aquabidest:OPA 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v).... 29 Lampiran 6. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest:OPA 0,1% (20:30:

47,5:2,5 v/v/v/v)... 30 Lampiran 7. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:OPA 0,1% (20:30:50 v/v/v)... 31 Lampiran 8. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (30:25:45 v/v/v)... 32 Lampiran 9. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (40:30:30 v/v/v)... 33 Lampiran 10. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v)... 34 Lampiran 11. Kromatogram piperin dalam fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest (60:10:30 v/v/v)... 35 Lampiran 12. Kromatogram piperin dalam fase gerak optimum

asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v)... 36 Lampiran 13. Lampiran 13. Kromatogram piperin di dalam ekstrak

Piper nigrum Linn. 30 ppm dengan fase gerak

optimum………... 37

Lampiran 14. Lampiran 13. Kromatogram piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 45 ppm dengan fase gerak

optimum………... 38

Lampiran 15. Lampiran 13. Kromatogram piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 100 ppm dengan fase gerak

optimum………... 39

Lampiran 16. Kromatogram piperin hasil uji reprodusibilitas tR, Rs,

TF dan N pada kondisi optimum... 40

(16)

1 PENDAHULUAN

Penggunaan bahan alam sebagai alternatif pengobatan cenderung meningkat karena dianggap memiliki efek samping yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan obat sintesis (Mulyani, Sri, dan Venny, 2017). Walaupun demikian, khasiat dan keamanannya harus tetap diperhatikan karena sebagian besar mekanisme farmakologis obat herbal belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, standarisasi kandungan senyawa aktif di dalam ekstrak penting dilakukan untuk memastikan reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik serta menjamin keamanan obat herbal yang akan digunakan oleh masyarakat. Obat herbal yang digunakan masyarakat untuk pengobatan sebaiknya mengandung senyawa aktif dan telah diteliti memiliki efek farmakologis atau misalnya dapat berperan sebagai bioenhancer beberapa senyawa (Mhaske, Sreedharan dan Mahadik, 2018).

Salah satu senyawa yang sudah digunakan sejak lama sebagai obat herbal dan dilaporkan memiliki aktivitas farmakologis serta kemampuan bioenhancer adalah piperin. Piperin merupakan suatu senyawa aktif alkaloid dari Piper longum dan Piper nigrum yang memiliki efek anti-inflamasi, antidiabetik (Scholz and Williamson 2007; Bang et al., 2009), dan diketahui dapat meningkatkan bioavailabilitas dari beberapa senyawa obat baik obat sintesis atau herbal misalnya kurkumin (Baviera et al., 2014). Pengembangan sediaan yang mengandung kombinasi senyawa aktif kurkumin dan piperin sudah mulai banyak diteliti, dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan bioavailabilitas dari kurkumin (Vyas et al., 2011; Moorthi et al., 2012; Baspinar et al., 2018).

Senyawa piperin yang terkandung di dalam Piper nigrum Linn. harus dapat distandarisasi kadarnya. Menurut Farmakope Herbal Indonesia (2010), analisis kandungan piperin di dalam Piper nigrum Linn. dapat dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapir tipis (KLT). Penelitian sebelumnya pernah menganalisis piperin dengan menggunakan metode KLT dilakukan oleh Madhavi et al. (2009). Selain itu, penelitian lain yang menganalisis piperin dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pernah dilakukan oleh Mutri et al. (2019). Metode analisis lainnya yaitu dengan menggunakan metode

(17)

2

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) fase terbalik. Penggunaan metode HPLC dipilih karena memiliki kepekaan lebih tinggi dari pada metode KLT untuk menganalisis suatu senyawa dengan konsentrasi yang sangat kecil, jumlah sampel yang digunakan relatif sedikit, dan memiliki tingkat selektifitas yang tinggi dibandingkan metode spektrofotometri karena dapat mendeteksi dan memisahkan senyawa berdasarkan perbedaan polaritas (Jena, 2012).

Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian analisis produk sediaan farmasi yang mengandung kurkumin dan piperin dalam campuran ekstrak Piper nigrum Linn. dan ekstrak rimpang kunyit menggunakan HPLC fase terbalik.

Penulis akan melakukan optimasi terhadap metode analisis piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. Optimasi metode analisis yang dilakukan penulis memiliki tujuan untuk mendapatkan kondisi optimal metode HPLC fase terbalik yang dapat menganalisis kadar piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. Penelitian mengenai penetapan piperin dalam ekstrak menggunakan HPLC fase terbalik pernah dilakukan oleh Upadhyay et al. (2013) dan Siddique, Thomas dan Khan (2019) dengan menggunakan fase gerak asetonitril:aquabidest:asam asetat (60:39.9:0.5 v/v/v), dimana didapatkan nilai waktu retensi 5,60 menit. Penelitian lain juga dilakukan oleh Adosraku, Kyenkyeku, dan Attah (2012) dengan menggunakan fase gerak metanol:aquabidest (80:20 v/v), dimana diperoleh waktu retensi 3,78 menit, serta penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Sethi et al. (2009), dimana digunakan fase gerak berupa asetonitril:metanol:aquabidest:asam trifluoroasetat (17,6:35,3:47:0,1 v/v/v/v) dengan waktu retensi 2,50 menit. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, efisisiensi waktu yang diperoleh belum cukup baik, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang baik dilihat dari efisiensi waktu dan bentuk kromatogram yang memenuhi syarat. Penulis akan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sethi et al. (2009). Optimasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu optimasi komposisi fase gerak yang diharapkan dapat menghasilkan pemisahan yang optimal. Pemisahan yang optimal dapat dilihat dari waktu retensi (tR), bentuk peak (TF), nilai resolusi (RS), jumlah lempeng teoritis (N) dan reprodusibilitas bentuk peak.

(18)

3 METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang memiliki kualitas pro analysis, meliputi baku piperin (Sigma Aldrich), metanol (E. Merck), dan asetonitril (E. Merck). Bahan lain yang digunakan meliputi aquabidestilata, Asam Ortofosfat (OPA) 85% dan lainnya diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Instrumen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Ekstrak Piper nigrum Linn.

yang diperoleh dari Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, Apt.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penilitian ini meliputi seperangkat HPLC merk Shimadzu dengan detektor UV (LC-2010C HT Shimadzu), kolom C-18 (Knaurer) dengan dimensi 250 x 4,6 mm dan ukuran pori 5 µm ; Spektrofotometer UV-1800 (Shimadzu); seperangkat komputer (Dell B6RDZIS Connexant system RD01-D850 A03-0382 JP France S.A.S); printer (HP Deskjet 1000 J110a);

ultrasonikator (RETSCH); neraca analitis ultramicro (RADWAG®) seri UYA 2.3Y dengan kapasitas timbang maksimal 2,1 g, minimal 0,01 mg, dan d = 0,1 µg;

neraca analitis (Scaltec) dengan kapasitas timbang maksimal 60/210 g, minimal 0,001 g, d = 0,01 mg, dan e = 1 mg; jarum suntik (Terumo); syringe filter 0,45 µm (Ministar®); pompa vakum; whatman membrane filter dengan ukuran pori sebesar 0,45 µm dan diameter sebesar 47 mm; corong buchner; mikropipet (Socorex); dan peralatan-peralatan yang biasa digunakan di dalam laboratorium analisis farmasi.

Tata Cara Penelitian Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak OPA 0,1% dibuat dengan mengambil OPA 85% sejumlah 0,588 ml, kemudian dilarutkan kedalam labu takar 500mL diencerkan menggunakan aquabidest hingga batas tanda. Fase gerak aquabidest dan OPA 0,1% disaring menggunakan kertas saring whatman membrane filter yang dibantu dengan pompa vakum, kemudian semua fase gerak diawaudarakan selama 15 menit dengan ultrasonikator. Pencampuran komponen fase gerak dilakukan di dalam instrumen HPLC.

(19)

4 Pembuatan Larutan Baku Piperin

Pembuatan Larutan Stok Piperin 1000 ppm

Sebanyak kurang lebih 1,0 mg baku Piperin yang ditimbang seksama dilarutkan dalam mikrotube dengan metanol sampai tanda batas 1 ml sehingga diperoleh larutan stok kurkumin 1000 ppm

Pembuatan Larutan Intermediet Baku Piperin 100 ppm

Sebanyak 100 µL larutan stok baku piperin 1000 ppm diambil kemudian dilarutkan dengan menggunakan metanol sampai tanda batas 1 ml sehingga diperoleh larutan intermediet baku piperin 100 ppm.

Pembuatan Larutan Kerja Baku Piperin

Larutan kerja baku piperin dibuat dengan cara diambil 100; 300, 600 dan 900 µL dari larutan intermediet piperin lalu dimasukkan ke dalam mikrotube 2 mL diencerkan menggunakan metanol hingga batas tanda, sehingga diperoleh larutan kerja dengan konsentrasi 5, 15, 30, dan 45 ppm.

Pembuatan Larutan Ekstrak Piper nigrum Linn.

Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Piper nigrum Linn. 1000 ppm

Larutan ekstrak Piper nigrum Linn. dibuat dengan cara menimbang 10 mg ekstrak Piper nigrum Linn. dengan menggunakan timbangan mg balance dan dilarutkan dengan metanol ke dalam labu ukur 10 mL hingga batas tanda, sehingga diperoleh larutan stok ekstrak Piper nigrum Linn. 1000 ppm.

Pembuatan Larutan Intermediet Ekstrak Piper nigrum Linn. 100 ppm

Larutan intermediet ekstrak Piper nigrum Linn. dibuat dengan cara diambil 500 µL dari larutan stok ekstrak Piper nigrum Linn. lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL diencerkan menggunakan metanol hingga batas tanda, sehingga diperoleh larutan ekstrak Piper nigrum Linn. dengan konsentrasi 100 ppm.

Pembuatan Larutan Kerja Piper nigrum Linn.

Larutan kerja ekstrak Piper nigrum Linn. yang akan digunakan meliputi konsentrasi 30, 45 dan 100 ppm. Larutan kerja ekstrak Piper nigrum Linn. 100 ppm dibuat dengan cara diambil 200 µL dari larutan stok ekstrak Piper nigrum Linn. lalu dimasukkan ke dalam mikrotube 2 mL diencerkan menggunakan

(20)

5

metanol hingga tanda batas, sehingga diperoleh larutan kerja ekstrak Piper nigrum Linn. 100 ppm. Larutan kerja ekstrak Piper nigrum Linn. konsentrasi 30 dan 45 ppm dibuat dengan cara diambil 600 dan 900 µL dari larutan intermediet piperin 100 ppm, lalu dimasukkan ke dalam mikrotube 2 mL diencerkan menggunakan metanol hingga batas tanda, sehingga diperoleh larutan ekstrak Piper nigrum Linn. dengan konsentrasi 30 dan 45 ppm.

Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Piperin

Larutan intermediet baku piperin konsentrasi 100 ppm diambil sebanyak 50, 100 dan 400 µL lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan metanol hingga batas tanda, sehingga diperoleh konsentrasi 1, 2 dan 8 ppm, kemudian dibaca absorbansinya pada daerah panjang gelombang 250-400 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Optimasi Metode HPLC Optimasi Pemisahan Piperin

Larutan kerja baku piperin dan ekstrak Piper nigrum Linn. yang telah dibuat, disaring menggunakan syringe filter 0,45 µm, kemudian diawaudarakan menggunakan ultrasonikator selama 5 menit, sehingga diperoleh larutan kerja baku piperin dan ekstrak Piper nigrum Linn. yang siap diinjeksikan. Larutan baku piperin diinjeksikan ke sistem HPLC terlebih dahulu dengan volume injeksi 20 µL, dengan beberapa komposisi fase gerak yang akan dioptimasi (tabel I) dan panjang gelombang yang telah ditentukan sebelumnya.

Tabel I. Tabel komposisi fase gerak

No. Komposisi fase gerak Rasio Fase gerak (v/v) 1. Asetonitril:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% 50:47,5:2,5 2. Asetonitril:metanol:aquabidest:asam

ortofosfat 0,1 % 20:30:47,5:2,5

3. Asetonitril:metanol: asam ortofosfat 0,1 % 20:30:50 4. Asetonitril:metanol:aquabidest 30:25:45 5. Asetonitril:metanol:aquabidest 40:30:30 6. Asetonitril:metanol:aquabidest 30:45:25 7. Asetonitril:metanol:aquabidest 60:10:30 8. Asetonitril:metanol:aquabidest 65:5:30

(21)

6

Komposisi fase gerak optimum yang diperoleh akan digunakan untuk analisis piperin di dalam larutan kerja ekstrak Piper nigrum Linn 30, 45 dan 100 ppm. Data kromatogram yang diperoleh diamati bentuk peak, waktu retensi, jumlah lempeng teoritis dan resolusi sehingga diperoleh kondisi sistem HPLC fase terbalik yang dapat memberikan pemisahan piperin yang baik dan optimum.

Test Kesesuaian Sistem

Larutan ekstrak Piper nigrum Linn. diinjeksikan pada system HPLC dengan komposisi fase gerak yang optimal, dilakukan replikasi sebanyak enam kali. Bentuk peak, waktu retensi, jumlah lempeng teoritis dan resolusi dari kromatogram yang didapatkan kemudian dihitung CV sebagai parameter reprodusibilitas (CV≤2%) (USP, 2009).

Analisis Hasil

Kondisi optimal yang dilakukan dengan dilakukan perubahan dan kecepatan alir dari fase gerak pada konsentrasi rendah, tengah dan tinggi. Hasil yang didapatkan, digunakan untuk validasi dan penetapan kadar piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. dengan melihat reprodusibilitas bentuk peak, waktu retensi dan resolusi.

Jumlah Lempeng Teoritis (N)

Syarat jumlah lempeng teoritis yang direkomendasikan oleh FDA (1994) adalah >2000.

Bentuk Peak

Syarat peak yang baik menurut USP (2009) adalah TF 0,8-1,5.

Waktu Retensi

Waktu retensi merupakan waktu yang diperlukan suatu senyawa (analit) mulai saat diinjeksikan sampai keluar dari kolom dan sinyalnya dibaca oleh detektor, dinyatakan sebagai tR. Nilai tR yang efisien adalah kurang dari 10 menit (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Resolusi

Menurut Meyer (2010), nilai resolusi yang baik adalah lebih dari 1,5 yang menandakan bahwa analit terpisah dari senyawa-senyawa lain dengan baik.

(22)

7

Reprodusibilitas Bentuk Peak, Waktu Retensi, Jumlah Lempeng Teoritis dan Resolusi dari Test Kesesuaian Sistem

Reprodusibilitas bentuk peak, waktu retensi, jumlah lempeng teoritis dan resolusi ditentukan dari nilai %CV yang diperoleh dari persamaan berikut:

Hasil analisis dinyatakan memiliki reprodusibilitas yang baik apabila nilai CV kurang dari ≤ 2% (USP, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilihan fase gerak

Pada penelitian ini fase gerak yang akan digunakan untuk optimasi fase gerak adalah metanol, asetonitril, aquabidest dan asam ortofosfat. Pemilihan metanol dan asetonitril sebagai campuran fase gerak dikarenakan memiliki nilai viskositas yang relatif rendah yaitu berturut-turut 0,54 cP dan 0,34 cP (Hendayana, 2010), sehingga dapat menurunkan tekanan di dalam kolom. Nilai viskositas yang tinggi dapat menyebabkan laju difusi yang berkurang dan menghasilkan pelebaran puncak serta tekanan balik yang terlalu tinggi dalam kolom. Metanol dan asetonitril juga memiliki kekuatan eluen yang relatif besar, sehingga dapat mempercepat waktu elusi. Campuran fase gerak juga biasanya ditambahkan dengan asam atau basa. Penggunaan asam pada campuran fase gerak seperti asam trifluoasetat bertujuan untuk meningkatkan nilai resolusi dan menurunkan nilai tailing factor pada senyawa yang bersifat asam sehingga didapatkan nilai resolusi dan tailing factor yang memenuhi syarat (Chao et al.

2018).

Fase gerak yang digunakan untuk analisis menggunakan HPLC harus murni, sehingga digunakan metanol dan asetonitril HPLC grade (Hendayana, 2010), sedangkan untuk aquabidest dan asam ortofosfat harus disaring terlebih dahulu sebelum digunakan. Semua fase gerak yang akan digunakan harus di ultrasonikasi selama kurang lebih 15 menit untuk menghilangkan gelembung udara. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah fase gerak air hanya bisa

(23)

8

digunakan selama 3 hari sedangkan untuk fase gerak yang mengandung <15%

solven organik dapat digunakan selama 1 bulan (Meyer, 2004).

Penentuan panjang gelombang pengamatan piperin

Pada penelitian ini dilakukan penentuan panjang gelombang pengamatan untuk piperin. Penentuan panjang gelombang pengamatan piperin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Syarat suatu senyawa dapat dideteksi dengan spektrofotometer UV-Vis yaitu memiliki gugus kromofor dan auksokrom. Piperin memiliki gugus kromofor dan auksokrom seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Gugus kromofor dan auksokrom piperin

Berdasarkan struktur piperin diatas (Gambar 1.), piperin memiliki gugus kromofor yang merupakan gugus tak jenuh (pada ikatan kovalen) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya absorbsi elektronik, sedangkan auksokrom gugus fungsi yang memiliki elektron bebas, dimana jika gugus ini bergabung dengan kromofor akan mempengaruhi panjang gelombang dan intensitas absorban (Dachriyanus, 2004).

Penentuan panjang gelombang pengamatan piperin dilakukan dengan mengukur serapan piperin dalam pelarut metanol dan dengan menggunakan larutan piperin dengan 3 seri konsentrasi yaitu 1, 2 dan 8 ppm. Penggunaan 3 seri konsentrasi bertujuan untuk memastikan apakah dengan adanya perbedaan konsentrasi dapat mempengaruhi panjang gelombang piperin yang akan dihasilkan. Menurut Sigma-Aldrich (2019) panjang gelombang piperin di dalam pelarut metanol menghasilkan serapan maksimal berada pada 343 nm, sehingga pembacaan panjang gelombang maksimum dilakukan pada rentang 300-400 nm.

Keterangan Kromofor : Auksokrom :

(24)

9

Hasil pembacaan spektra panjang gelombang pengamatan piperin disajikan pada gambar 2.

Gambar 2. Pembacaan spektrum piperin konsentrasi 1, 2 dan 8 ppm dengan pelarut metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV

Tabel II. Panjang gelombang maksimum dari seri konsentrasi Piperin

Konsentrasi Piperin (ppm) Panjang Gelombang

Maksimum (nm) Absorbansi

1 343,00 0,213

2 343,00 0,427

8 343,00 0,891

Menurut Farmakope Indonesia (2014), hasil pengamatan panjang gelombang maksimum dapat digunakan jika tidak menyimpang lebih dari 1 nm dari panjang gelombang teoritis. Pada tabel II. diperoleh nilai panjang gelombang maksimum 343,00 nm pada semua konsentrasi yaitu 1, 2 dan 8 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, adanya perbedaan konsentrasi tidak menyebabkan terjadinya pergeseran panjang gelombang maksimum. Dari hasil pengamatan, panjang gelombang maksimum yang diperoleh tidak berbeda dari panjang gelombang

Piperin 2 ppm Piperin 8 ppm

Piperin 1 ppm

(25)

10

maksimum, sehingga hasil yang diperoleh dapat diterima dan digunakan sebagai panjang gelombang maksimum untuk analisis piperin dengan metode HPLC.

Penentuan panjang gelombang pengamatan juga dapat digunakan untuk menentukan panjang gelombang optimum yang dapat digunakan untuk analisis campuran ekstrak, misalnya penentuan panjang gelombang pengamatan untuk piperin dan kurkumin yang dapat digunakan untuk standarisasi campuran ekstrak Piper nigrum Linn. dan ekstrak rimpang kunyit. Panjang gelombang teoritis kurkumin adalah 425 nm (Farmakope Herbal Indonesia, 2008). Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian analisis produk sediaan farmasi yang mengandung kurkumin dan piperin dalam campuran ekstrak Piper nigrum Linn.

dan ekstrak rimpang kunyit dengan perbandingan 1:3 menggunakan HPLC fase terbalik dengan tujuan untuk standarisasi suatu ekstrak. Oleh karena itu, pengamatan panjang gelombang optimum piperin kurkumin dilakukan pada rentang 300-450 nm. Pengamatan panjang gelombang optimum bertujuan untuk mendapatkan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi piperin dan kurkumin secara optimum.

Gambar 3. Pembacaan spektrum piperin kurkumin dengan pelarut metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV

Hasil pembacaan spektrum overlap piperin dan kurkumin oleh spektrofotometer UV-Vis disajikan pada gambar 3. Berdasarkan gambar 3. daerah spektrum panjang gelombang serapan overlap piperin dan kurkumin yaitu kurang

Piperin 2 ppm

Kurkumin 12 ppm

353 nm

(26)

11

lebih pada rentang 300-380 nm, kemudian dipilih panjang gelombang yang memberikan serapan optimum untuk piperin dan kurkumin dengan perbandingan konsentrasi 1:3 yaitu pada 353 nm. Pemilihan panjang gelombang pada analisis menggunakan metode HPLC dapat mempengaruhi sensitivitas alat untuk mendeteksi suatu analit namun tidak akan mempengaruhi nilai tR, Rs, dan N, sehingga tidak masalah jika tidak menggunakan panjang gelombang maksimum.

Optimasi Fase Gerak

Metode HPLC yang digunakan pada penelitian ini adalah HPLC fase terbalik dimana fase diam yang digunakan lebih cenderung nonpolar dari pada fase geraknya. Fase diam yang digunakan adalah oktadesilsilan (C18) dengan fase gerak metanol (IP= 5,1), asetonitril (IP=5,8), aquabidest (IP= 10,2) dan penambahan asam ortofosfat (Snyder et al., 2010). Sistem HPLC yang digunakan adalah isokratik dimana tidak ada pergantian rasio atau komposisi fase gerak saat analisis berlangsung.

Pemisahan suatu senyawa di dalam kolom dipengaruhi oleh interaksinya dengan fase diam dan fase gerak. Jika suatu senyawa berinteraksi kuat dengan kolom akan menyebabkan waktu retensi menjadi lama dan sebaliknya jika suatu senyawa cenderung berinteraksi dengan fase geraknya akan menyebabkan waktu retensi menjadi cepat.

Senyawa piperin merupakan senyawa yang memiliki bagian-bagian yang bersifat nonpolar yang dapat berinteraksi dengan fase diam oktadesilsilan (C18) yaitu dengan interaksi van der waals. Adanya interaksi antara piperin dan fase diam menyebabkan piperin dapat tertahan dikolom. Selain memiliki bagian nonpolar, piperin juga memiliki bagian yang bersifat polar, sehingga dapat berinteraksi dengan fase geraknya. Adanya interaksi dengan fase gerak ini kemudian akan mengelusi piperin untuk keluar dari kolom. Keluarnya piperin dari kolom juga dapat dibantu dengan adanya kecepatan alir fase gerak. Kemungkinan interaksi piperin dengan fase diam dan fase gerak dapat dilihat pada gambar 4 dan 5.

(27)

12

Gambar 4. Kemungkinan interaksi piperin dengan fase diam (interaksi van der waals)

Gambar 5. Kemungkinan interaksi piperin dengan fase gerak (interaksi Hidrogen)

Fase gerak yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode Sethi, et al (2009) yang menggunakan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest:asam trifluoroasetat (17,6:35,3:47:0,1), dengan laju alir 2,5 ml/menit dan fase diam C18, diperoleh waktu retensi untuk piperin adalah 2,5 menit. Pada penelitian ini akan digunakan laju alir 1 mL/menit untuk memperlambat waktu retensi hal ini dikarenakan pada menit sekitar 1 sampai dengan 3 terdapat peak kecil yang muncul dan dapat mempengaruhi hasil analisis.

Selain itu, peneliti melakukan modifikasi pada komposisi fase gerak dan

(28)

13

melakukan penggantian asam trifluoroasetat menjadi asam ortofosfat. Hal ini dikarenakan menurut Meyer (2004) asam trifluoroasetat memiliki nilai pKa yang rendah yaitu 0,2 yang bersifat korosif, sedangkan asam orthofosfat memiliki nilai pKa 2. Modifikasi komposisi fase gerak yang digunakan juga memperhatikan nilai pH akhir dari campuran fase gerak, dimana diharapkan nilai pH > 3 yang bertujuan untuk mencegah kerusakan kolom akibat penggunaan fase gerak yang terlalu asam. Selanjutnya dilakukan beberapa perubahan komposisi fase gerak untuk mendapatkan pemisahan yang baik.

Parameter optimasi metode dilihat dari bentuk peak yang memiliki nilai tailing factor (TF) 0,8-1,5 (USP, 2009) yang menunjukkan analit dapat keluar dari kolom secara serentak. Waktu retensi efektif yang diharapkan adalah kurang dari 10 menit (Kazakevich dan LoBrutto, 2007), namun waktu retensi diharapkan tidak berada pada kisaran menit ke-1 sampai dengan ke-3, hal ini dikarena pada menit tersebut umumnya akan muncul peak kecil yang dapat menganggu hasil analisis.

Nilai resolusi (Rs) yang diharapkan yaitu memiliki nilai lebih dari 1,5 yang menandakan pemisahan puncak yang baik (Meyer, 2010). Parameter optimasi lainnya yang mengukur efisiensi kolom adalah jumlah lempeng teoritis (N), dimana nilai rekomendari dari FDA (1994) nilai N adalah lebih dari 2000.

Nilai resolusi yang dihasilkan merupakan jarak kromatogram piperin dengan peak kecil yang ada didepannya. Perbandingan komposisi fase gerak yang pertama kali akan diuji adalah asetonitril:metanol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:47,5:2,5 v/v/v/v), nilai tR, Rs, TF dan N disajikan pada tabel II.

Penggunaan fase gerak tersebut menghasilkan kromatogram seperti pada gambar 6. Pada gambar 6. tampak bahwa tidak adanya kromatogram piperin yang terdeteksi sehingga dilakukan modifikasi fase gerak yaitu dengan meningkatkan komposisi asetonitril untuk meningkatkan kekuatan eluent, sehingga diperoleh komposisi fase gerak asetonitril:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v).

(29)

14

Tabel III. Hasil optimasi rasio fase gerak

Meto

de Komposisi

Konsen trasi Piperin

Kromatogram Baku Piperin

Keterangan

tR TF Rs N

1

acn:met:

aqua:OPA 20:30:47,5

:2,5 IP=7,790

15 ppm - - - - Tidak

memenuhi

2

acn:aqua:

OPA 50:47.5:

2,5 IP=8,000

5 ppm 0,516 1,275 0 13,650 Tidak memenuhi

3

acn:met:

OPA 20:30:50 IP=7,790

100

ppm - - - - Tidak

Memenuhi

4

acn:met:

aqua 30:25:45 IP=7,605

5 ppm - - - - Tidak

memenuhi

5

acn:met:

aqua 40:30:30 IP=6,910

100

ppm 10,719 1,174 5,344 9777,929

tR dan Rs Tidak memenuhi

6

acn:met:

aqua 30:45:25 IP=6,585

15 ppm 8,768 1,111 3,660 7617,011 Memenuhi

7

acn:met:

aqua 60:10:30 IP=7,050

45 ppm 7,844 1,077 3,219 6436,327 Memenuhi

8

acn:met:

aqua 65:5:30 IP=7,085

30 ppm 7,499 1,225 3,698 10497,88

9 Memenuhi

(30)

15

Gambar 6. Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak

asetonitril:metanol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:47,5:2,5 v/v/v/v) laju alir 1 mL/menit

Perbandingan komposisi fase gerak asetonitril:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v) memiliki nilai pH ±4. Berdasarkan hasil optimasi fase gerak (tabel II.) yang telah dilakukan dengan fase gerak tersebut menyebabkan piperin keluar terlalu cepat yaitu pada menit ke 0,516 menit (Gambar 7.), sehingga tidak dapat digunakan karena pada rentang waktu 1 sampai dengan 3 menit pada umumnya akan muncul peak atau kromatogram kecil dari pelarut metanol yang digunakan (Gambar 8.), dan dapat mengganggu kromatogram hasil analisis piperin yang diperoleh.

Gambar 7. Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak

asetonitril:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v) laju alir 1 mL/menit

(31)

16

Gambar 8. Kromatogram blanko berupa metanol dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v) dengan laju alir 1 mL/menit

Optimasi selanjutnya dilakukan untuk menurunkan kekuatan eluent fase gerak sebelumnya, sehingga dilakukan penurunan jumlah asetonitril dan menambah jumlah metanol dan asam ortofosfat. Komposisi fase gerak yang akan diuji adalah asetonitril:metanol:asam ortofosfat 0,1% (20:30:50 v/v/v) dengan laju alir 1 mL/menit diperoleh hasil yang disajikan pada gambar 9.

Gambar 9. Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak

asetonitril:metanol:asam ortofosfat 0,1% (20:30:50 v/v/v) laju alir 1 mL/menit

Berdasarkan hasil optimasi dan penelususan pustaka, penggunaan asam pada fase gerak menyebabkan piperin keluar terlalu cepat, bahkan menyebabkan tidak munculnya kromatogram dari piperin. Menurut Guan dan Palmer (2006), penambahan asam pada fase gerak untuk analisis analit yang bersifat basa dapat menyebabkan analit terprotonasi (Gambar 10.) dan membentuk kompleks chaotropic anion-associated atau pembentukan pasangan ion melalui interaksi ionik yang menyebabkan peningkatan tingkat kelarutan di dalam pelarut polar (Gambar 11.). Pada penelitian ini, piperin merupakan salah satu senyawa yang bersifat basa lemah, sehingga penambahan asam pada fase gerak menyebabkan

(32)

17

piperin terprotonasi dan meningkatkan kelarutannya di dalam air atau pada fase gerak yang cenderung bersifat polar. Pada analisis menggunakan HPLC fase terbalik, fase gerak yang digunakan cenderung bersifat polar, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan asam menyebabkan piperin tidak berinteraksi dengan fase diam C18 dan berinteraksi kuat dengan fase gerak, sehingga piperin dibawa langsung keluar dari kolom oleh fase gerak dan tidak terdeteksi oleh detektor.

Gambar 10. Reaksi antara piperin dan asam ortofosfat yang menyebabkan piperin terprotonasi

Gambar 11. Kompleks chaotropic anion-associated atau pembentukan pasangan ion melalui interaksi ionik

Penggunaan metanol juga dapat mempengaruhi retensi dari piperin, tampak dari hasil kromatogram pada campuran fase gerak metode 2 yang tidak mengandung metanol. Pada metode 2 hanya terdapat campuran fase gerak berupa asetonitril, aquabidest dan OPA 0,1%, sehingga menyebabkan piperin yang terprotonasi sedikit tertahan didalam kolom dan dapat terdeteksi pada menit ke 0,516 menit. Hal ini dikarenakan tidak adanya metanol yang dapat membantu pembentukan pasangan ion melalui interaksi ionik. Penggunaan metanol dapat mempercepat elusi piperin untuk keluar dengan kolom karena metanol dapat berinteraksi dengan piperin terprotonasi dengan membentuk interaksi ionik (gambar. 11) sehingga dapat mengelusi piperin keluar dari kolom terlalu cepat dan

(33)

18

tidak terdeteksi oleh detektor seperti hasil optimasi dari campuran fase gerak metode 1 dan 3 (tabel III.)

Fase gerak selanjutnya dimodifikasi dengan menghilangkan komposisi asam. Berdasarkan hasil optimasi pada tabel II. komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:25:45 v/v), dalam waktu 15 menit kromatogram piperin tidak terdeteksi, hal tersebut kemungkinan menandakan senyawa piperin keluar dari kolom dalam waktu lebih dari 15 menit (gambar 12.).

Gambar 12. Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:25:45 v/v/v) laju alir 1 mL/menit

Perubahan komposisi fase gerak selanjutnya adalah dengan mengurangi jumlah air dan meningkatkan jumlah asetonitril dan metanol dengan tujuan untuk meningkatkan eluent strength sehingga dapat mempercepat waktu retensi.

Komposisi fase gerak selanjutnya yaitu asetonitril:metanol:aquabidest (40:30:30 v/v/v) menghasilkan nilai TF dan Rs yang baik, namun nilai tR yang dipeoleh adalah 10,719 menit yang menunjukkan bahwa nilai tersebut belum memenuhi syarat kerena tR>10. Komposisi fase gerak selanjutnya adalah asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v) diperoleh nilai TR pada 8,768 menit, nilai Rs, TF dan N yang sudah memenuhi syarat. Untuk mempercepat waktu retensi dari senyawa piperin kemudian dilakukan peningkatan komposisi asetonitril. Komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (60:10:30 v/v/v) menghasilkan nilai TR pada 7,844 menit, TF, dan N yang sudah memenuhi syarat.

Optimasi selanjutnya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan komposisi asetonitril untuk mempercepat waktu retensi serta memperbaiki nilai Rs, TF dan N dari kromatogram piperin. Berdasarkan hasil optimasi fase gerak

(34)

19

asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) didapatkan waktu retensi yang lebih cepat yaitu 7,499 menit, TF sebesar 1,225, Rs 3,698 dan N sebesar 10497,889.

Jika dibandingkan dengan kromatogram yang diperoleh dengan menggunakan komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (60:10:30 v/v/v), maka waktu retensi yang diperoleh lebih cepat, serta memiliki nilai Rs dan N yang lebih baik.

Kromatogram hasil analisis piperin dengan menggunakan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) dapat dilihat pada gambar 13.

Gambar 13. Kromatogram piperin dengan komposisi fase gerak optimum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit

Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan peningkatan laju alir menjadi 1,5 mL/menit, namun saat analisis berlangsung tekanan di dalam kolom meningkat, oleh karena itu proses analisis dihentikan, sehingga laju alir yang digunakan untuk analisis piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn.

menggunakan laju alir 1 mL/menit. Berdasarkan hasil optimasi peningkatan komposisi asetonitril pada fase gerak diharapkan dapat meningkatkan eluent strength dan mempercepat waktu retensi dari piperin, serta dapat meningkatkan nilai resolusi dan jumlah lempeng teoritis, sehingga pada penelitian ini dipilih fase gerak yang optimum adalah asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v).

Tabel IV. Hasil analisis piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn.

Konsentrasi AUC TR Resolusi TF N

30 ppm 3924770 7,477 3,430 0,925 8298,045

45 ppm 6941896 7,499 3,698 1,225 7917,889

100 ppm 9554382 7,470 3,387 1,045 8323,345

(35)

20

Fase gerak optimum yang diperoleh kemudian digunakan untuk analisis piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. dengan konsentrasi 30, 45 dan 100 ppm. yang sudah dipurifikasi sehingga memiliki kualitas yang baik dan hanya mengandung senyawa tunggal piperin yang akan dianalisis. Hasil analisis piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. disajikan pada tabel IV.

Gambar 14. Kromatogram overlay piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn.

(konsentrasi 30, 45, dan 100 ppm) dengan komposisi fase gerak optimum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v) laju alir 1 mL/menit

Berdasarkan hasil analisis ekstrak Piper nigrum Linn. (tabel IV.), di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. yang digunakan baik pada konsentrasi 30, 45 dan 100 ppm terdapat senyawa piperin yang terdeteksi pada menit 7,499 menit; 7,447 menit dan 7,470 menit. Nilai AUC yang diperoleh menunjukkan semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar kadar piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn (Gambar 14.). Nilai Rs yang diperoleh sudah memenuhi syarat >1,5 dan nilai N yang diperoleh sudah memenuhi syarat >2000. Selain itu bentuk peak dari piperin juga memiliki nilai TF yang memenuhi syarat yaitu 0,8-1,5.

Uji Kesesuaian Sistem

Uji kesesuaian sistem bertujuan untuk memastikan sistem HPLC yang digunakan dapat memberikan hasil yang presisi. Tujuan lainnya adalah untuk verifikasi sensitivitas deteksi, resolusi dan reprodusibilitas sistem kromatografi yang baik untuk digunakan dalam analisis. Uji kesesuaian sistem dapat dilakukan terhadap reprodusibilitas waktu retensi, resolusi, tailing factor, dan jumlah

0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 min

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 400000 450000 500000 550000 600000 650000 700000 750000

uV

Piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 100 ppm

Piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 45 ppm

Piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 30 ppm

(36)

21

lempeng teoritis (Snyder et al. 2010). Syarat untuk uji kesesuaian sistem yang menandakan suatu metode memiliki reprodusibilitas yang baik apabila nilai CV kurang dari ≤ 2% (USP, 2009).

Uji kesesuaian sistem menggunakan ekstrak Piper nigrum Linn. yang sudah melalui tahap purifikasi sehingga sebagian besar ekstrak hanya mengandung piperin didalam. Pada uji kesesuaian sistem ini menggunakan fase gerak optimum yang disudah diperoleh yaitu asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:20 v/v). Berikut hasil uji kesesuaian sistem yang disajikan pada tabel V.

Tabel V. Hasil uji kesesuaian sistem

Injeksi AUC tR Resolusi TF N

1 285454 7,994 3,609 1,056 9409,206

2 285380 7,977 3,638 1,054 9353,152

3 285168 8,009 3,620 1,054 9403,275

4 287915 7,999 3,602 1,053 9310,077

5 287915 7,990 3,639 1,052 9406,243

6 287430 7,979 3,599 1,052 9401,212

286543,667 7,991 3,618 1,054 9380,544 SD 1340,198 0,012 0,018 0,002 40,339

CV 0,468 0,150 0,498 0,190 0,430

Berdasarkan hasil uji kesesuaian sistem (tabel V.), diperoleh nilai CV untuk AUC, tR, Rs, TF dan N adalah ≤2%, sehingga dapat disimpulkan sistem HPLC yang digunakan dapat memberikan hasil yang presisi dan memiliki reprodusibilitas sistem kromatogram yang baik untuk digunakan untuk analisis.

KESIMPULAN

Kondisi optimum untuk analisis senyawa piperin dalam ekstrak Piper nigrum Linn. dengan HPLC fase terbalik diperoleh pada perbandingan komposisi fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) dengan kecepatan alir 1 mL/menit menggunkana kolom C18 (250 x 4,6 mm) dan dideteksi pada panjang gelombang 353 nm.

SARAN

Perlu dilakukan tahapan validasi metode analisis setelah optimasi.

(37)

22

DAFTAR PUSTAKA

Adosraku, R.K., Kyekyeku, J. O., Attah, I.Y., 2013. Characterization and HPLC Quantification of Piperine Isolated from Piper guineense (fam. Piperaceae), International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5(1), 252- 256.

Bang, J.S., Oh, D.H., Choi, H.M., Sur, B.J., Lim, S.J., Yeon, J.Y., Yang, H.I., Chul, M.C., Hahm, D.H., dan Kim, K.S., 2009. Anti-inflammatory and antiarthritic effects of piperin in human interleukin 1β-stimulated fibroblast- like synoviocytes and in rat arthritis models. Arthritis Research and Therapy, 11(2), 1–9.

Baspinar, Y., Üstündas, M., Bayraktar, O., dan Sezgin, C., 2018. Curcumin and piperine loaded zein-chitosan nanoparticles: Development and in-vitro characterisation. Saudi Pharmaceutical Journal, 26(3), 323–334.

Baviera, A.M., Moreira, T.F., Arcaro, C.A., Brunetti, I.L., Gutierrer, V.O., Assis, R.P., dan Costa, P.I., 2014. Piperin, a Natural Bioanhancer, Nullifies the Antidiabetic and Antioxidant Activities of Kurkumin in Streptozomicin- Diabetic Rats. PLoS ONE, 9(12). 113-127.

Chao, I.C., Wang, C.M., Li, S.P., Lin, L.G., Ye, W.C., dan Zhang Q.W., 2018.

Simultaneous Quantification of Three Curcuminoids and Three Volatile Components of Curcuma longa Using Pressurized Liquid Extraction and High-Performance Liquid Chromatography. Molecules, 23(1568), 1-9.

Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektroskopi.

Padang: LPTIK Universitas Andalas.

Depkes RI, 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

FDA, 1994. Reviewer Guidance Validation of Chromatography Methods. USA:

Center for Drug Evaluation and Research.

Guan, K., dan Palmer, D. C., 2006. Effects of Trifluoroacetic Acid Concentrations in Mobile Phases on HPLC Retention of Zwitterionic and Weakly Basic Triazole Derivatives. Journal of Liquid Chromatography and Related Technologies, 29(3), 415–430.

Hendayana, S., 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesis Modern. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Jena, A.K., 2012. HPLC: Highly Accessible Instrument in Pharmaceutical Industry for Effective Method Development. Pharmacutica Analytica Acta, 3(1), 1-9.

Jangle, R.D., dan Thorat, B.N., 2013. Reversed Phase High Performance Liquid Chromatography Method for Analysis of Curcuminoids and Curcuminoid‑ loaded Liposome Formulatio. Indian J Pharm Science, 75(1), 60-66.

Kazakevich, Y. dan LoBrutto, R., 2007. HPLC for Pharmaceutical Scientists.

New Jersey: John Wiley and Sons Inc.

Madhavi, B.B., Nath, A.R., Banji, D., Madhu, M.N., Ramalingam, R., dan Swetha, D., 2009. Extraction, Identification, Formulation and Evaluation of Piperine in Alginate Beads. International Journal of Pharmacy and

(38)

23 Pharmaceutical Sciences, 1(2), 156-161.

Meyer, V., 2010. Practical High-Performance Liquid Chromatography. 5th ed., Switzerland: John Wiley and Sons, Ltd.

Mhaske, D.B., Sreedharan, S., dan Mahadik, K.R., 2018. Role of Piperine as an Effective Bioenhancer in Drug Absorption. Pharmaceutica Analytica Acta, 9(7), 2153-2435.

Moorthi, C., Krishnan, K., Manavalan, R., dan Kathiresan, K., 2012. Preparation and Characterization of Curcumin-Piperin Dual Drug Loaded Nanoparticles.

Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 2(11), 841-848.

Moorthi, C., Kumar, C.S., Mohan, S., Krishnan, K., dan Kathiresan, K., 2013.

Application of Validated RP-HPLC-PDA Method for the Simultaneous Estimation of Curcumin and Piperin in Eudragit E 100 Nanoparticles.

Journal of Pharmacy Research, 7(3), 224-229.

Mulyani, H., Sri, H.W., dan Venny, I.E., Pengobatan Tradisional Jawa dalam Manuskrip Serat Primbon Jampi Jawi. LITERA, 16(1), 139-151.

Mutri, Y.B., Hartini, Y.S., Hinrich, W.L.J., Frijlink, H.W., dan Setyaningsih, D., 2019. UV-Vis Spectroscopy to Enable Determination of the Dissolution Behavior of Solid Dispersions Containing Curcumin and Piperine. Journal of Young Pharmacists, 11(1), 26-30.

Scholz, S. dan Williamson, G., 2007. Interactions affecting the bioavailability of dietary polyphenols in vivo. International Journal for Vitamin and Nutrition Research, 77(3), 224–235.

Sethi, P., Dua, V.K., Mohanty, S., Mishra, K., Jain, R., Edwards, G., Unit, F., Steel, R., 2009. Development and Validation of a Reversed Phase HPLC Method for Simultaneous Determination of Curcumin and Piperine in Human Plasma for Application in Clinical Pharmacological Studies. Journal of Liquid Chromatography & Related Technologies, 32(20), 2961–2974.

Shaikh, J., Ankola, D. D., Beniwal, V., Singh, D., dan Kumar, M. N. V. R., 2009.

Nanoparticle Encapsulation Improves Oral Bioavailability of Curcumin by at Least 9-fold When Compared to Curcumin Administered with Piperine as Absorption Enhancer. European Journal of Pharmaceutical Sciences, 37(3- 4), 223–230.

Siddique, S., Thomas, T., dan Khan, S., 2019. Comparative Analysis of Piperine in Wild Plant and Callus of Piper longum by HPLC Method. Pharmaceutical and Biosciences Journal, 7(2), 7-10.

Sigma Aldrich, 2019. Chromatographic Testing od Black Pepper According to the United States Pharmacopeia [online]. Tersedia dari www.sigmaaldrich.com/technical-documents/article/analytix-

reporter/chomatographic-testing-ofblack-pepper-according-to-the-usp.html diakses pada tanggal 8 November 2019.

Snyder, L.R., Kirkland, J.J., and Dolan, J.W., 2010. Introduction to Modern Liquid Chromatography. Introduction to Modern Liquid Chromatography.

New Jersey: John Wiley and Sons Inc.

Upadhyay, V., Sharma, N., Joshi, M.J., Malik, A., Mishra, M., Singh, B.P., dan Tripathi, S., 2013. Development and Validation of Rapid RP-HPLC Method for Estimation of Piperine in Piper nigrum L. International Journal of

(39)

24 Herbal medicine, 1(4), 6-9.

USP, 2009. Chromatography USP 621 National Formulary 37. USA:

Pharmacopeial Convention Inc.

Vyas, N., Gamit, K., Khan, M.Y., Panchal, S., dan Pundarikakshudu, K., 2011.

Simultaneous Estimation of Curcumin and Piperine in Their Crude Powder Mixture and Ayurvedic Formulation Using High Performance Thin Layer Chromatography. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2(1), 231-236.

(40)

25

Lampiran 1. Perhitungan Kepolaran fase gerak Diketahui:

Asetonitril dengan indeks polaritas=5,8 Metanol dengan indeks polaritas=5,1 Aquabidest dengan indeks polaritas=10,2 Fase gerak:

1. Asetonitril:metanol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:47,5:2,5) Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 7,790

2. Asetonitril:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (50:47,5:2,5) Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

= 8,000

3. Asetonitril:metanol:aquabidest:asam ortofosfat 0,1% (20:30:50) Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 7,790

4. Asetonitril:metanol:aquabidest (30:25:45)

Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 7,605

5. Asetonitril:metanol:aquabidest (40:30:30)

Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 6,910

6. Asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25)

Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 6,585

7. Asetonitril:metanol:aquabidest (60:10:30)

Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 7,050 8. Asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30)

Indeks polaritas=

(

)

+

(

)

+

(

)

= 7,085

(41)

26

Lampiran 2. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(42)

27

Lampiran 3. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(43)

28

Lampiran 4. Kromatogram blanko metanol dalam fase gerak asetonitril:aquabidest:OPA 0,1% (50:47,5:2,5 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(44)

29

Lampiran 5. Kromatogram piperin 5 ppm dengan fase gerak asetonitril:aquabidest:OPA 0,1% (50:47.5:2,5 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(45)

30

Lampiran 6. Kromatogram piperin 15 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest:OPA 0,1% (20:30:47.5:2,5 v/v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(46)

31

Lampiran 7. Kromatogram piperin 100 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:OPA 0,1% (20:30:50 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(47)

32

Lampiran 8. Kromatogram piperin 5 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:25:45 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(48)

33

Lampiran 9. Kromatogram piperin 100 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (40:30:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(49)

34

Lampiran 10. Kromatogram piperin 15 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (30:45:25 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(50)

35

Lampiran 11. Kromatogram piperin 15 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (60:10:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(51)

36

Lampiran 12. Kromatogram piperin 30 ppm dengan fase gerak asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(52)

37

Lampiran 13. Kromatogram piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 30 ppm dengan fase gerak optimum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(53)

38

Lampiran 14. Kromatogram piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn. 45 ppm dengan fase gerak optimum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(54)

39

Lampiran 15. Kromatogram piperin di dalam ekstrak Piper nigrum Linn.

100 ppm dengan fase gerak optimum asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v) laju alir 1 mL/menit.

(55)

40

Lampiran 16. Kromatogram hasil uji reprodusibilitas waktu retensi, resolusi, tailing factor, dan jumlah lempeng teoritis sampel pada kondisi optimum Fase diam : kolom C-18 (Knaurer ®) dimensi 250 x 4,6 mm, 5 µm Fase gerak : asetonitril:metanol:aquabidest (65:5:30 v/v/v)

Kecepatan alir : 1 mL/menit Panjang gelombang : 353 nm

a. Replikasi 1

(56)

41 b. Replikasi 2

(57)

42 c. Repliaksi 3

(58)

43 d. Replikasi 4

(59)

44 e. Replikasi 5

(60)

45 f. Replikasi 6

Gambar

Tabel I. Tabel komposisi fase gerak
Gambar 1. Gugus kromofor dan auksokrom piperin
Gambar 2. Pembacaan spektrum piperin konsentrasi 1, 2 dan 8 ppm dengan  pelarut metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV
Gambar 3. Pembacaan spektrum piperin kurkumin dengan pelarut metanol  dengan menggunakan spektrofotometer UV
+7

Referensi

Dokumen terkait

OPTIMASI FASE GERAK METANOL-AIR DAN LAJU ALIR PADA PENETAPAN KADAR CAMPURAN TEOFILIN DAN EFEDRIN HCl DALAM TABLET DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR.. KINERJA

Metode KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar bisfenol A pada air minum dalam botol plastik dan botol air minum yang diberi pengaruh penyinaran matahari tropis

Waktu retensi, nilai tailing factor, dan nilai resolusi baku asam askorbat 100 µ g/mL pada komposisi fase gerak metanol : bufer fosfat 0,01 M pH 3 dengan perbandingan 40 :

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi fase gerak dan flow rate yang optimum yaitu mampu menghasilkan

Metode KCKT fase terbalik untuk penetapan kadar bisfenol A pada air minum dalam botol plastik dan botol air minum yang diberi pengaruh penyinaran matahari tropis