• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ANTARUMAT BERAGAMA SKRIPSI PUSPITA OKTARINANDA AZMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ANTARUMAT BERAGAMA SKRIPSI PUSPITA OKTARINANDA AZMI"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI ANTARUMAT BERAGAMA

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan)

SKRIPSI

PUSPITA OKTARINANDA AZMI 130904011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

MEDAN

2017

(2)

POLA KOMUNIKASI ANTARUMAT BERAGAMA

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

PUSPITA OKTARINANDA AZMI 130904011

Public Relations

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Puspita Oktarinanda Azmi

NIM : 130904011

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pola Komunikasi Antarumat Beragama

(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan)

Medan, Maret 2017

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D NIP. 196505241989032001 NIP. 196505241989032001

Dekan FISIP USU

Dr. Muriyanto Amin, M.Si NIP. 197409302005011002

(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Puspita Oktarinanda Azmi

NIM : 130904011

Tanda Tangan :

Tanggal :

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Puspita Oktarinanda Azmi

NIM : 130904011

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pola Komunikasi Antarumat Beragama ( Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji : ( )

Penguji Utama : ( )

Ditetapkan di :

Tanggal :

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang membuat peneliti dapat melangkah sampai sekarang ini dan tak lupa shalawat beserta iringan salam kepada Nabi Muhammad SAW.

Tak lupa pula peneliti ucapkan Alhamdulillah dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Pola Komunikasi Antarumat Beragama dengan studi Deskriptif Tentang Pola KOmunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah jalan Teropet Padang BUlan Medan” ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan pendidikan ini, Peneliti menyadari bahwa terdapat banyak hambatan dan kesulitan namun berkat arahan maupun bimbingan dari berbagai pihak maka secara khusus peneliti mengucapkan banyak terimakasih yaitu kepada Ayahanda peneliti Azmi yang siap menerima keluhan peneliti serta saran beliau yang luar biasa, Ibunda peneliti yang memberikan semangat yang luar biasa dan juga adik peneliti Shafira azmi yang siap memberikan waktu untuk menemani peneliti.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang memberikan bimbingan, saran dan motivasi. Saya ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak. Dr. Muriyanto Amin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing peneliti yang sudah memberikan bimbingan serta banyak pengetahuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

3. Kak Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A selaku Sekertaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik peneliti.

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

6. Keluarga peneliti: Bapak Azmi, Ibu Ratnawati, Shafira, Andika, dan Aulia yang selalu mendoakan kelancaran skripsi peneliti.

(7)

7. Sahabat-sahabat peneliti : Inggit, Miya, Nurmala, Dini, Alfi, Mitra, Lucky, dan Wawan.

8. Teman-teman seperjuangan : Herlina, Diska, Utari, Hana, Novi, Tania, Nurmaisarah, Diah, Dina, Nur Aisyah .

9. Senior-senior komunikasi : Kak Rifda, Kak Puput, Kak Fira, Bang Bagus,dan Bang Abdul yang rela diganggu waktunya untuk berbagi ilmu.

10. Teman-teman dan adik-adik di UKMI AS-Siyasah FISIP USU, dan PERSMA PIJAR

11. Teman-teman Ilmu Komunikasi 2013 FISIP USU.

Akhir kata, peneliti mengucapkan terima kasih banyak atas dukungan dan bantuannya semoga kalian semua mendapatkan pahala yang berlimpah. Peneliti berharap, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama untuk perkembangan Ilmu Komunikasi di Sumatera Utara.

Medan, Maret 2017 Peneliti,

Puspita Oktarinanda Azmi

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Puspita Oktarinanda Azmi

NIM : 130904011

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pola Komunikasi Antarumat Beragama (studi Deskriptif Kualitatif Tentang Pola Komunikasi Masyarakat dalam Menciptakan Keharmonisan di Daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : Maret 2017

Puspita Oktarinanda Azmi

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Antarumat Beragama dengan studi deskriptif kualitatif pola komunikasi antarumat Bergama di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan. Fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola komunikasi masyarakat dalam menciptakan keharmonisan di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan dan untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama di Jalan Terompet Padang Bulan Medan.

Penelitian ini menggunakan paradigm interpretatif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi antarbudaya, pola komunikasi, dan teori self disclosure. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.

Subjek penelitian ini adalah enam orang informan utama dan satu orang informan tambahan. Informan penelitian ini terdiri dari dua orang pemuka agama yaitu Ibu Dra. Sumas Diharti, dan Bapak Selamet Barus, esatu orang masyarakat formal yaitu Bapak Darisno Bangun, dan empat orang masyarakat umum yaitu Ibu Delco Bangun, Ibu Nandaheri Ginting, Ibu Rosmawati dan Ibu Biring Keinisa. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik bola salju. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan yang terjalin antarumat beragama di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan memiliki hubungan yang harmonis baik itu beragama Islam ataupun Kristen. Pola Komunikasi yang digunakan adalah pola interaksional atau adanya hubungan timbal balik dalam proses berkomunikasi. Strategi yang digunakan untuk menciptakan keharmonisan adalah masyarakat sering datang ketika bertamu, segera menyelesaikan permasalahan, berpartisipasi dalam kegiatan, menghadiri rumah duka ataupun sering melakukan komunikasi antarpribadi, serta menanamkan sifat toleransi beragama sejak dini.

Kata Kunci: Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi Antarpribadi, Pola Komunikasi, Teori Self Disclosure

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah... 1

1.2. Fokus Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian... 7

2.2 Kajian Pustaka... 9

2.2.1 Komunikasi 2.2.1.1 Defenisi Komunikasi... 9

2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi... 10

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi... 11

2.2.3 Komunikasi Antarbudaya... 13

2.2.3.1 Defenisi Komunikasi Antarbudaya…...…………... 15

2.2.3.2 Hambatan Komunikasi Antarbudaya……… 16

2.2.3.3 Karakteristik-Karakteristik Budaya………... 17

2.2.3.4 Efektivitas Komunikasi Antarbudaya……… 19

2.2.3.5 Budaya dan Komunikasi……… 21

2.2.3.6 Budaya dan Agama……… 22

(11)

2.2.4 Pola Komunikasi... 22

2.2.4.1 Komunikasi Verbal………. 23

2.2.4.2 Komunikasi Nonverbal………... 25

2.2.5 Teori Self Disclosure... 26

2.3 Model Teoritik………. 30

2.3.1 Defenisi Operasional………. 30

2.4 Penelitian Terdahulu………. 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian... 33

3.2. Objek Penelitian... 35

3.3. Subjek Penelitian... 35

3.4. Kerangka Analisis... 36

3.5. Teknik Pengumpulan Data... 36

3.5.1. Penentuan Informan... 39

3.5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 39

3.5.3. Keabsahan Data... 39

3.6. Teknik Analisis Data... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil... 41

4.1.1. Proses Penelitian... 41

4.1.2. Deskripsi Lokasi Penelitian... 45

4.1.3. Profil Informan... 46

1). Bapak Darisno Bangun…... 46

2). Ibu Sumas Diharti……... 47

3). Ibu Delco Bangun... 47

4). Ibu Nandaheri Ginting... 48

5). Ibu Rosmawati ………... 48

6). Bapak Selamet Barus... 49

7). Ibu Biring Keinisa…... 49

4.1.4. Hasil Pengamatan dan Wawancara... 50

(12)

4.2. Pembahasan... 95 4.2.1. Pola Komunikasi Antarumat Bergama... 95 4.2.2.Strategi dalam Berkomunikasi... 99 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan... 101 5.2. Saran... 102

DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

NO. JUDUL HALAMAN

2.3.1. Defenisi Operasional……….. 30 4.1.4. Tabel Reduksi Data Hasil Wawancara... 87

(14)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HALAMAN

2.3. Model Teoritik... 30

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Berkomunikasi adalah hal yang penting dalam menciptakan suatu hubungan sesama manusia karena pada kehidupan sehari-hari, sebagian besar dari seluruh waktu kita digunakan untuk berkomunikasi. Pentingnya mempelajari komunikasi adalah agar tidak terjadi kesalahpahaman dan komunikasi menjadi lebih efektif. Banyak orang menganggap bahwa melakukan komunikasi itu mudah, semudah orang bernafas karena kita terbiasa melakukannya sejak lahir.

Manusia menyadari suatu proses berkomunikasi bukan hal yang mudah, setelah seseorang pernah merasakan dan mengalami hambatan atau kendala ketika melakukan komunikasi.

Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan yang lainnya , dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi. Komunikasi berhubungan dengan perilaku dan kepuasan manusia dalam memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya.

Interaksi yang baik akan membentuk suatu hubungan sosial yang bersifat timbal balik. (http://digilib.uinsby.ac.id/)

Interaksi Sosial adalah hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial juga merupakan naluri manusia sejak lahir untuk dapat bersosialisasi dan bergaul dengan yang lainnya. Interaksi dalam suatu individu memiliki kontak dan hubungan yaitu berupa sentuhan fisik yang biasanya disertai dengan adanya suatu komunikasi, baik itu secara langsung (tatap muka), secara tidak langsung, ataupun dengan menggunakan media.

Interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari, dapat ditemukan dalam setiap pertemuan atau perjumpaan. Tempat atau wadah berbagai aktivitas sosial dalam suatu interaksi yaitu individu terhadap individu lain, individu terhadap kelompok atau kelompok terhadap kelompok dalam masyarakat, baik itu aktivitas spontan maupun direncanakan yang berfungsi sebagai saluran interaksi sosial.

(16)

De Vito (1997) mengusulkan sepuluh prinsip interaksi pribadi yang dapat digunakan untuk membangun komunikasi antarbudaya yaitu: keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, kesetaraan, percaya diri, kedekatan (immediacy), manejemen interaksi, daya kreasi, dan berorientasi pada nilai.

Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, karena manusia memiliki sikap saling membutuhkan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Manusia juga tidak luput dari aktivitas komunikasi, baik itu komunikasi antarpribadi maupun komunikasi kelompok dengan berbagai perbedaan latar budaya. Komunikasi antarpribadi juga digunakan untuk komunikasi antarbudaya dalam menciptakan keharmonisan.

Masyarakat yang memiliki latar belakang dan pengalaman unik dalam komunikasi antarbudaya, dapat menciptakan hubungan yang berbeda untuk saling berinteraksi satu sama lainnya. Lingkungan sosial juga dapat merefleksikan bagaimana orang hidup serta bagaimana ia dapat berinteraksi dengan orang lain, dan lingkungan sosial ini adalah budaya. Budaya diperlukan agar memahami suatu komunikasi yang baik dengan menggunakan komunikasi antarpribadi, serta peran komunikasi antarbudaya juga diharapkan dapat menciptakan keharmonisan.

Keharmonisan dalam berkomunikasi sangatlah diperlukan untuk mendukung terbentuknya komunikasi yang efektif, sehingga komunikasi yang dilakukan dapat berjalan lancar dan mudah untuk dipahami. Keharmonisan dalam komunikasi antarbudaya juga dipengaruhi oleh keefektifan komunikasi yang dilakukan oleh para pelaku komunikasi.

Komunikasi akan lebih efektif apabila informasi yang disampaikan oleh seorang komunikator dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Komunikasi yang efektif dapat ditetapkan dengan pola komunikasi antarpribadi yang baik untuk menciptakan suatu keharmonisan. ( http://repository.uinjkt.ac.id/)

Hubungan suatu individu atau kelompok yang memiliki suatu lingkungan dengan sistem-sistem nilai yang berbeda, akan mempengaruhi pola komunikasi di tengah masyarakat.

Berkaitan dengan pembahasan diatas, peneliti membahas mengenai pola komunikasi masyarakat dalam menciptakan keharmonisan di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan. Masyarakat yang tinggal di Jalan Terompet

(17)

Padang Bulan merupakan salah satu contoh kerukunan antarumat beragama yang hingga saat ini tetap mempertahankan keharmonisan dengan caranya sendiri.

Sikap toleransi antarumat beragama yang tinggi, membuat hubungan masyarakat menjadi harmonis dan tidak memiliki konflik yang mengakibatkan adanya suatu perpecahan. Peneliti mengkhususkan masyarakat yang beragama Islam dan Kristen.

Komunikasi yang harmonis antarumat beragama mengakibatkan masyarakat di Jalan Terompet Padang Bulan Medan, tidak mempermasalahkan suatu perbedaan yang ada. Masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan menjalin suatu interaksi dalam berkomunikasi dengan memahami suatu perilaku, kebiasaan ataupun aturan yang telah ditetapkan oleh setiap agama. Hal ini dibuktikan dengan (1) Umat Kristen mengadakan kegiatan rohani di Gereja pada hari Minggu. Sikap toleransi yang dilakukan adalah umat Kristen menjaga volume suara agar tidak mengganggu masyarakat yang lainnya karena tepat disampingnya terdapat sebuah Mesjid. (2) Umat Islam juga melakukan hal yang sama dengan menjaga volume suara azan agar tidak mengganggu masyarakat, dan jika hal ini terjadi akan segera disampaikan kepada pihak terkait begitupun sebaliknya. (3) Anak-anak yang beragama Kristen sadar untuk berhenti bermain pada saat tiba waktu sholat, dan segera meninggalkan halaman Mesjid karena mengetahui perbuatan tersebut adalah bentuk yang tidak menghargai orang lain untuk beribadah. (4) Masyarakat saling mengundang satu sama lain dalam beberapa rangkaian acara tanpa memandang agama, dan mengajak untuk berkumpul bersama meskipun berada di halaman tempat ibadah. (5) Masyarakat di Jalan Terompet Padang Bulan Medan sering bertegur sapa satu sama lainnya (6) Anak-anak yang tinggal di Jalan Terompet Padang Bulan sering bermain bersama di halaman yang disediakan oleh pemerintah (7) Kesadaran untuk tetap menjaga kebersihan itu ada pada saat umat Kristen menggunakan lapangan untuk sebuah acara. Kebersihan tetap terjaga dikarenakan setiap agama mengajarkan tentang kebersihan, sehingga ketika masyarakat tidak menjaga kebersihan akan berdampak buruk untuk agamanya sendiri. Umat Kristen dan umat Islam mempercayai bahwa setiap agama yang diyakini mengajarkan tentang kebersihan.

(18)

Sikap etnosentrisme tidak dimiliki oleh masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan, sehingga masyarakat menganggap bahwa sikap bertoleransi antarumat beragama merupakan hal yang indah dan menyenangkan.

Perbedaan agama diantara masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan menggambarkan bahwa di dalam suatu perbedaan, tercipta suatu interaksi yang baik antara satu dengan yang lainnya sehingga setiap individu menjaga kuat keyakinannya masing-masing.

Masyarakat di Jalan Terompet Padang Bulan Medan menanamkan sikap saling menghargai dalam setiap perbedaan di antara mereka. Cara yang digunakan adalah dengan menjaga cara berkomunikasi yang baik dengan menggunakan strategi dalam berkomunikasi tanpa menimbulkan kesalahpahaman yang mengakibatkan suatu konflik yang besar. Kesadaran setiap individu mengenai seseorang yang melakukan suatu keburukan, akan mempengaruhi kerukunan diantara masyarakat dan hal itu ditanam kuat oleh setiap individu.

Pola komunikasi yang digunakan adalah komunikasi antarpribadi dalam memahami komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh masyarakat di Jalan Terompet Padang Bulan, salah satunya adalah masyarakat akan segera menyelesaikan permasalahan dengan bertemu secara langsung dengan pihak terkait.

Melihat peran komunikasi yang begitu penting dalam menciptakan hubungan yang harmonis, maka peneliti tertarik untuk lebih jauh mengkajinya dalam ruang lingkup komunikasi antarbudaya dengan komunikasi antarpribadi yang terjalin di antara masyarakat. Peneliti akan meneliti tentang pola komunikasi masyarakat dalam menciptakan keharmonisan di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan khususnya yang beragama Kristen dan Islam.

Hubungan baik antarumat beragama yang terjalin baik selama ini di masyarakat Jalan Terompet Padang Bulan Medan yang beragama Islam maupun Kristen, mendorong penulis untuk lebih jauh mengetahui pola komunikasi, dan strategi komunikasi yang tumbuh di dalam masyarakat. Peneliti juga ingin mengetahui berbagai bentuk kegiatan yang menunjang terbentuknya hubungan harmonis tersebut.

(19)

1.1 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pola komunikasi masyarakat dalam menciptakan keharmonisan di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan?”

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pola komunikasi masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan.

2. Untuk mengetahui strategi komunikasi dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1. Manfaat akademis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperluas khasanah penelitian komunikasi, khususnya penelitian komunikasi antarpribadi mengenai pola komunikasi dan strategi menjaga keharmonisan antarumat beragama dalam komunikasi antarbudaya, serta menjadi referensi tambahan untuk mahasiswa khususnya mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU.

2. Manfaat Teoritis

Agar peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapatkan selama menjadi mahasiswi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan menambah wawasan peneliti mengenai komunikasi antarpribadi dalam memahami komunikasi antarbudaya di suatu ruang lingkup yaitu masyarakat di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan.

(20)

3. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi pihak-pihak yang ingin menambah pengetahuan mengenai pola komunikasi antarumat beragama dalam menjaga keharmonisan di daerah Jalan Terompet Padang Bulan Medan.

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian

Paradigma mengarahkan peneliti menggunakan teori dan konsep. Teori yang dimaksud merupakan set proposisi yang sistematis dan saling berkaitan serta dikembangkan oleh peneliti untuk menjelaskan suatu gejala tertentu. (Tahir 2011: 59).

Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi para saintis dan peneliti. Paradigma menurut Bogdan dan Biklen (1982) adalah sekumpulan anggapan dasar mengenai pokok permasalahan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian yang akan diteliti. Deddy Mulyana (2003) mendefenisikan paradigma sebagai suatu kerangka berfikir yang mendasar dari suatu kelompok ilmuan yang menganut suatu pandangan, dan dijadikan sebagai landasan untuk mengungkapkan suatu fenomena dalam rangka mencari fakta.

Paradigma dapat didefenisikan sebagai acuan yang menjadi dasar bagi setiap peneliti untuk mengungkapkan fakta-fakta melalui kegiatan penelitian yang dilakukannya. ( Arifin, 2012: 146)

Bagus ( Pujileksono, 2015: 26) menyatakan bahwa paradigma berarti sisi model, di samping pola atau di sisi contoh. Paradigma adalah satu set asumsi, konsep, nilai-nilai dan praktek, dan merupakan cara pandang yang realitas dalam disiplin ilmu.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan yang diangkat, yaitu paradigma interpretatif dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

Paradigma interpretatif adalah suatu pernyataan yang tidak diragukan lagi kebenarannya sebagai titik tolak dalam suatu penelitian. ( Arifin, 2012: 196)

Paradigma interpretatif diantaranya adalah (1) sebagai dasar untuk menjelaskan suatu kehidupan, peristiwa sosial dan manusia dalam kerangka

“common sence” artinya pemikiran dan pengetahuan awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari.

(2) induktif, spesifik/konkrit, menuju umum/abstrak. (3) Bersifat ideografis artinya ilmu mengungkapkan bahwa realitas tergambar dalam simbol-simbol

(22)

melalui bentuk-bentuk deskriptif. (4) Bukan hanya dengan panca indera namun adanya pemahaman dengan suatu makna dan interpretasi itu jauh lebih penting.

Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada gejala-gejala yang bersifat alamiah, karena bersifat naturalistik dan mendasar atau bersifat alamiah dan tidak dapat dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun ke lapangan.

Tradisi kualitatif-interpretatif memandang manusia sebagai makhluk rohaniah alamiah (natural). Pandangan ini menganggap manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupan sehari-hari bukan “berperilaku” berkonotasi mekanistik artinya bersifat otomatis seperti hewan, melainkan “bertindak” memiliki konotasi tidak otomatis/mekanistik. Mekanistik alamiah melibatkan niat, kesabaran, motif- motif, atau alasan-alasan tertentu yang disebut Weber sebagai social action (tindakan sosial) dan bukan social behavior (perilaku sosial) karena ia bersifat intensional, melibatkan makna dan interpretasi yang tersimpan di dalam diri pelakunya. Dunia makna itulah yang perlu dibuka, dilacak, dan dipahami untuk dapat memahami fenomena sosial apa, kapanpun, dan dimanapun. (Vardiansyah, 2008: 67)

Metodologi penelitian komunikasi kualitatif-interpretatif akan membawa pembahasan, kembali ke rumpun-rumpun ilmu-ilmu sosial. Taylor dan Bongdan (1984) dalam ilmu-ilmu sosial mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau gejala yang diamati. Pendekatan kualitatif-interpretatif diarahkan pada latar gejala secara holistik (untuk menyeluruh) dan alamiah , sehingga metodologi kualitatif tidak mengisolasikan gejala ke dalam variabel serta mengkaji objeknya sesuai latar alamiahnya yang disebut juga penelitian alamiah/naturalistik. ( Vardiansyah, 2008: 69)

2.2 Kajian Pustaka

Menurut Wilbur Schramm, teori adalah suatu perangkat yang saling berkaitan yang memiliki abstraksi dengan kadar tinggi, proposisinya dapat diuji secara ilmiah, serta landasannya dapat dilakukan dengan prediksi terhadap perilaku. ( Effendy, 2003: 241). Teori-teori yang relevan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(23)

2.2.1 Komunikasi

2.2.1.1 Definisi Komunikasi

Komunikasi secara etimologis dalam bahasa inggris yaitu Communication, berasal dari kata latin Communis, artinya sama. Maksudnya adalah apabila seseorang mengadakan kegiatan komunikasi dengan sesuatu pihak, maka orang tersebut cenderung berusaha untuk mengadakan persamaan arti dengan pihak lain dan diharapkan akan memperoleh suatu kesepakatan yang memiliki arti. ( Lubis, 2011 : 7)

Komunikasi memiliki banyak defenisi yang dinyatakan oleh para tokoh dan berasal dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda-beda.

Menurut Everet M. Rogers, ( Mulyana, 2010: 6) komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau dapat mengubah suatu tingkah laku.

Defenisi lain menurut Hovland, ( Mulyana, 2010: 69) komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mutlak bagi kehidupan manusia karena bersifat sebagai makhluk sosial, dimana manusia yang satu membutuhkan manusia lainnya. Proses interaksi sosial akan terjadi dalam lingkungan sosial, apabila adanya sifat manusia yang saling membutuhkan satu sama lain dan untuk melakukan suatu interaksi ini diperlukan berkomunikasi.

Dance (1967) mendefeniskan komunikasi dalam kerangka kerja psikologi perilaku manusia yang luas melalui pendefenisian komunikasi massa sebagai pengungkapan respon melalui simbol-simbol verbal, dimana simbol-simbol verbal itu bertindak sebagai perangsang bagi respon yang terungkapkan.

Shachter (1961) mengatakan bahwa komunikasi merupakan mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan. Defenisi ini menempatkan komunikasi sebagai unsur kontrol sosial dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku, keyakinan, sikap, dan seterusnya dari orang lain dalam suasana sosial. (Rakhmat, 1990:10)

Menurut Harorl D. Lasswell, ( Mulyana, 2010: 69) cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan

(24)

berikut, Who Says What In Which Channel to Whom With What Effect? Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?

2.2.1.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Laswell ( Mulyana 2010: 69-71) mendefenisikan dan menjelaskan ada lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lainnya yaitu komunikator, pesan, saluran atau media, komunikan dan efek.

Komunikator (Source/ Sender/ Encoder/ Communikator/ Speaker) adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber dapat berupa individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara serta untuk menyampaikan apa yang ada di dalam hatinya (perasaan) atau bahkan dalam kepalanya (pikiran). Sumber atau komunikator harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan.

Pesan (Message) adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewaliki perasaan, nilai, gagasan, atau hal yang dimaksud oleh sumber. Pesan mempunyai tiga komponen yaitu makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat mempresentasikan objek (benda), gagasan, dan perasaan, baik ucapan ( percakapan, diskusi, wawancara, ceramah) ataupun tulisan ( surat, esai, artikel, novel, puisi, famflet).

Saluran atau media adalah alat atau wahana yang digunakan sebagai sumber untuk menyampaikan pesan kepada penerima. Saluran dapat merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, baik itu saluran verbal atau saluran nonverbal. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan, baik itu secara langsung (tatap muka) atau lewat media cetak ataupun media elektronik.

Saluran komunikasi yang lainnya adalah surat pribadi, telepon, selebaran, Sound System Multimedia dan Overhead Projector.

Penerima atau Komunikan (Receiver/ communican/ destination/ decoder/

audience/ listener/ interpreter) adalah pihak yang menerima pesan dari sumber.

(25)

Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut. Misalnya, penambahan pengetahuan (dari yang tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari yang tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan dan perubahan sikap.

Unsur-unsur lain yang juga sering ditambahkan adalah umpan balik (feedback), gangguan atau kendala komunikasi (noise/barriers), dan konteks atau situsi komunikasi. Unsur-unsur tersebut saling bergantung sama lain, namun diasumsikan terdapat unsur-unsur utama yang dapat diidentifikasikan serta dimasukan ke dalam suatu model.

2.2.2 Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Kata interpersonal yang diambil dari terjemahan, terbagi dalam 2 kata yaitu Inter berarti antara atau antar, dan personal berarti pribadi.

Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan.

Pengertian lain dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.

Komunikasi antarpribadi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi juga dapat di setting dalam pola komunikasi, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Efektivitas komunikasi yang menjadi pilihan utama adalah komunikasi secara langsung. (http://eprints.ung.ac.id/)

Fungsi komunikasi antarpribadi adalah agar dapat mencapai suatu tujuannya dan fungsi utama komunikasi adalah mengendalikan suatu lingkungan untuk memperoleh imbalan-imbalan tertentu berupa fisik, ekonomi, dan sosial.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa, human communication yang bersifat nonantarpribadi maupun antarpribadi adalah mengenai pengendalian lingkungan untuk mendapatkan imbalan seperti membentuk fisik, ekonomi, dan sosial.

( Miller & Steinberg, 1975) dalam ( Budyatna & Ganiem, 2011: 27).

(26)

Komunikasi antarpribadi memiliki sepuluh karakteristik yaitu: (Budyatna

& Ganiem, 2011: 18-20)

a. Melibatkan paling sedikit dua orang

Menurut Weaver komunikasi antarpribadi tidak lebih dari dua individu sehingga komunikasi antarpribadi dalam arti jumlah orang yang terlibat, terjadi diantara dua orang yang merupakan bagian dari kelompok yang lebih besar.

Apabila dua orang dalam kelompok yang lebih besar sepakat mengenai hal tertentu atau sesuatu, maka kedua orang tersebut terlibat dalam komunikasi antarpribadi.

b. Adanya umpan balik atau feedback

Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik yang merupakan pesan yang dikirim kembali oleh penerima kepada pembicara. Komunikasi antarpribadi hampir selalu melibatkan umpan balik secara langsung dan sering kali bersifat segera, nyata, dan berkesinambungan. Hubungan langsung antara sumber dan penerima merupakan bentuk yang unik bagi komunikasi antarpribadi.

c. Tidak harus tatap muka

Komunikasi antarpribadi akan lebih baik dengan menggunakan interaksi tatap muka. Umpan balik akan didapatkan pada saat berkomunikasi secara langsung, karena umpan balik merupakan faktor utama sebagai sarana agar emosi dapat tersampaikan. Kehadiran fisik dalam interaksi antarpribadi adalah bentuk ideal untuk saling berinteraksi, namun tanpa kehadiran fisik masih diperbolehkan.

d. Tidak harus bertujuan

Contohnya yaitu jika seseorang lidahnya keseleo berarti Anda dapat mengetahui bahwa orang itu telah berbohong kepada Anda dan telah terjadi penyampaian pesan-pesan dari penginterpretasian tersebut.

e. Menghasilkan beberapa pengaruh

Pengaruh itu tidak harus segera dan nyata, tetapi harus terjadi. Contoh dari bentuk pesan-pesan yang tidak diterima dan tidak menghasilkan efek yaitu ketika anda berbicara dengan seseorang yang sedang sibuk mengeringkan rambutnya dengan alat pengering rambut atau Anda berbicara dengan orang yang sedang asyik mendengarkan musik melalui stereo headphones. Contoh-contoh tersebut bukan termasuk bentuk komunikasi antarpribadi.

(27)

f. Tidak harus melibatkan atau menggunakan kata-kata

Kita dapat berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata seperti pada komunikasi nonverbal. Contohnya yaitu seorang suami telah membuat kesepakatan dengan istrinya pada suatu pesta, dan pada saat suaminya mengedipkan mata merupakan suatu isyarat bahwa sudah waktunya untuk pulang.

Pesan-pesan nonverbal seperti menatap dan menyentuh atau membelai kepala seorang anak atau kepada seorang kekasih memiliki makna yang jauh lebih besar daripada kata-kata.

g. Dipengaruhi oleh konteks

Konteks merupakan tempat dimana pertemuan suatu komunikasi terjadi, baik itu apa yang mendahului serta mengikuti apa yang dikatakan (Verderber et al., 2007). Konteks meliputi jasmaniah, sosial, historis, psikologis, keadaan kultural yang mengelilingi peristiwa komunikasi, dan dipengaruhi oleh kegaduhan.

2.2.3 Komunikasi Antarbudaya

Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi adalah berkaitan dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan antara komponen-komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah sumber, dan penerimaannya berasal dari budaya yang berbeda.

Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya yang lainnya.

Budaya mempengaruhi orang dalam berkomunikasi dan kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam situasi-situasi, dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. ( Mulyana

& Rakhmat, 1993: 20)

Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula komunikasi dan makna yang dimilikinya.

(http://repository.usu.ac.id/)

(28)

Kelompok-kelompok yang masih memiliki budaya yang sedikit berbeda adalah mereka yang tidak memiliki pengalaman-pengalaman yang sama dan tidak pula memiliki persepsi-persepsi yang sama. Mereka memandang dunia dengan cara yang berbeda seperti gaya hidup, kepercayaan, nilai-nilai serta sikap-sikap yang berbeda.

Komunikasi antarbudaya terjadi ketika dua orang atau lebih memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Proses ini jarang berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Para pelaku interaksi antarbudaya tidak menggunakan bahasa yang sama, tetapi bahasa dapat dipelajari baik itu verbal maupun nonverbal khususnya komunikasi nonverbal dengan proses yang spontan. Orang-orang tidak sadar akan sebagian perilaku nonverbalnya sendiri yang dilakukan tanpa berfikir.

Komunikasi antarbudaya terjadi dengan pertukaran pesan verbal (kata-kata) dan pesan nonverbal (ekspresi wajah, isyarat tangan, pakaian, jarak fisik, nada suara, dan perilaku lain yang sering tidak disadari).

Kita biasanya tidak menyadari perilaku diri sendiri sehingga sulit untuk menguasai perilaku verbal maupun nonverbal dalam budaya lain. Perilaku nonverbal jarang menjadi fenomena yang disadari karena sulit untuk diketahui secara pasti mengapa timbul perasaan tidak nyaman. Sistem komunikasi bahasa verbal dan nonverbal dapat membedakan suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Sejumlah bangsa memiliki lebih dari lima belas bahasa utama, dan makna-makna yang diberikan melalui gerak-gerik sering berbeda secara kultural.

Jika kita ingin menjadi manusia antarbudaya, maka kita harus memahami siapa lawan bicara kita, dan dengan suatu perilaku dapat mengakibatkan orang lain bertindak sesuatu terhadap kita.

2.2.3.1 Defenisi Komunikasi Antarbudaya

Menurut Samovar dan Porter ( Liliweri, 2003: 10) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi diantara produsen pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda.

Guo-Ming Chen dan William J.Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia, dan membatasinya dalam menjalankan fungsinya

(29)

sebagai kelompok. Tim- Toomey menjelaskan komunikasi antarbudaya sebagai proses pertukaran simbolik dimana individu-individu dari dua (atau lebih) komunitas kultural yang berbeda menegosiasikan makna yang dipertukarkan dalam sebuah interaksi yang interaktif. ( Liliweri, 2003: 11)

Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa mengatakan komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial. Charley H. dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi. Young Yun Kim mengatakan bahwa tidak seperti studi-studi komunikasi yang lain. Hal terpenting yang berbeda dari komunikasi antarbudaya adalah dari kajian keilmuan lainnya dengan tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pengalaman pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan kultural. Menurut Tim-Toomey menjelaskan komunikasi antarbudaya adalah sebagai proses perukaran simbolik dimana antara individu-individu dari dua atau lebih komunitas kultural yang berbeda menegosiasikan makna yang dipertukarkan dalam sebuah interaksi yang interaktif. ( Liliweri, 20003: 12),

Berikut ini beberapa asumsi dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya yaitu: (Liliweri, 2003: 15)

1. Komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.

2. Komunikasi antarbudaya di dalamnya terkandung isi dan relasi antarpribadi.

3. Gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi.

4. Komunikasi bersifat pada kebudayaan.

5. Efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya.

2.2.3.2 Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Chaney & Martin ( Lubis, 2012: 5-6) mengatakan bahwa hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif.

(30)

Hambatan komunikasi dalam komunikasi antarbudaya (interculture communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam air. Hambatan komunikasi terbagi menjadi dua yaitu di atas air (above waterline) dan di bawah air. Faktor-faktor hambatan komunikasi antarbudaya yang berada di bawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, dan hambatan seperti ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan ini adalah persepsi (pesceptions), norma (norms), stereotipe (stereotypes), filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules), jaringan (networks), nilai (values), dan grup cabang ( subcultures group).

Sedangkan hambatan komunikasi di atas air (above waterline) adalah hambatan komunikasi yang lebih mudah untuk dilihat karena banyak yang berbentuk fisik.

Menurut Chaney & Martin ( Lubis, 2012: 6-9) hambatan komunikasi antarbudaya yang berada diatas air (above waterline) memiliki sembilan hambatan yaitu :

- Fisik (Physical)

Hambatan komunikasi ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.

- Budaya (Cultural)

Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama dan juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.

- Persepsi (Perceptual)

Jenis hambatan ini muncul karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal setelah berinteraksi dan berkomunikasi.

- Motivasi (Motivational)

Hambatan ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar yang artinya apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima pesan tersebut atau sedang malas dan tidak punya motivasi, sehingga dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi.

- Pengalaman (Experiantial)

Pengalaman adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama, sehingga setiap individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.

- Emosi (Emotional)

(31)

Hambatan ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar., dan ketika emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.

- Bahasa (Lingustic)

Hambatan ini terjadi apabila pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda atau menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.

- Nonverbal

Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk kata- kata.

- Kompetisi (Competition)

Hambatan ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan.

2.2.3.3 Karakteristik-Karakteristik Budaya

Budaya memiliki sepuluh karakteristik-karakteristik, yaitu sebagai berikut:

a. Komunikasi dan bahasa

Sistem komunikasi verbal dan nonverbal dapat membedakan suatu kelompok dari kelompok lainnya. Bahasa asing yang terdapat di dunia terdiri dari sejumlah bangsa yang memiliki lebih dari lima belas bahasa utama (dalam suatu kelompok bahasa seperti logat, aksen dan lainnya).

b. Pakaian dan penampilan

Pakaian, dandanan (perhiasan) luar, dan juga dekorasi tubuh cenderung berbeda secara kultural. Banyak subkultur menggunakan pakaian yang khas seperti jeans yang digunakan kaum muda di seluruh dunia, serta seragam untuk sekelompok orang tertentu seperti anak-anak atau polisi. Sedangkan dalam sub- kultur militer memiliki adat istiadat dan peraturan-peraturan yang menentukan pakaian harian, panjang rambut, perlengkapan yang digunakan dan sebagainya.

c. Makanan dan kebiasaan Makan

Cara memilih, menyiapkan, dan memakan makanan sering berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Orang-orang Amerika menyukai daging sapi, namun daging sapi terlarang bagi orang-orang Hindu, sedangkan

(32)

makanan yang terlarang bagi orang-orang Islam dan orang-orang Yahudi adalah daging babi, tetapi daging babi dimakan orang –orang China dan yang lainnya.

d. Waktu dan Kesadaran Akan Waktu

Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Sebagian orang tepat waktu dan sebagian orang lainnya merelatifkan waktu. Beberapa budaya dalam hal kesegeraan ditentukan oleh usia atau status sehingga di beberapa negeri, orang-orang bawahan diharapkan datang tepat waktu ketika menghadiri rapat staf, dan bos adalah orang yang terakhir tiba.

e. Penghargaan dan Pengakuan

Cara lain untuk mengamati suatu budaya adalah dengan memperhatikan cara dan metode pada saat memberikan pujian untuk perbuatan-perbuatan baik dan berani, ataupun bentuk lainnya.

f. Hubungan-hubungan

Budaya juga mengatur hubungan-hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan.

g. Nilai dan Norma

Budaya menetapkan norma-norma perilaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Ada yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha- usaha pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan perumahan yang memadai, mereka yang mempunyai kebutuhan lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar- gelar pekerjaan, hukum, dan keteraturan.

h. Rasa diri dan Ruang

Identitas diri dan penghargaan dapat diwujudkan dengan sikap yang sederhana dalam suatu budaya, sementara dalam budaya lain ditunjukkan dengan perilaku agresif. Budaya-budaya tertentu memiliki rasa kebebasan dan kreativitas yang dibalas oleh kerjasama dan konformitas kelompok. Beberapa budaya sangat tertutup dan menentukan tempat seseorang secara persis, sementara budaya- budaya lain lebih terbuka dan berubah.

i. Proses Mental dan Belajar

Beberapa budaya menyukai berfikir abstrak dan konseptualisasi, sementara budaya-budaya lain lebih menyukai menghapal di luar kepala dan belajar. Setiap

(33)

budaya mempunyai proses berfikir, namun setiap budaya mewujudkan proses tersebut dengan cara yang berbeda.

j. Kepercayaan dan Sikap

Orang-orang dalam semua budaya mempunyai perhatian terhadap hal-hal supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik-praktik agamanya.

Tradisi-tradisi agama di dalam berbagai budaya secara sadar atau tidak sadar dapat mempengaruhi sikap-sikap kita terhadap kehidupan, kematian dan kehidupan sesudah mati.

2.2.3.4 Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

Efektivitas dalam suatu proses komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si pengirim pesan, dan dalam proses berkomunikasi diperlukan komunikasi yang berlangsung efektif di antara satu dengan yang lainnya

De Vito mengemukakan konsepnya tentang efektivitas komunikasi sangatlah ditentukan oleh sejauhmana seseorang mempunyai sikap keterbukaan, empati, merasa positif, memberi dukungan, dan merasa seimbang terhadap makna pesan yang sama dalam komunikasi antarbudaya. (http://repository.usu.ac.id/)

Sikap keterbukaan yang dimaksud De Vito, meliputi (1) sikap seseorang komunikator yang membuka semua informasi tentang pribadinya kepada komunikan, sebaliknya menerima semua informasi yang relevan tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi; (2) kemauan seseorang sebagai komunikator untuk bereaksi jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan; (3) memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang komunikator merupakan tanggung jawabnya terhadap komunikan dalam suasana situasi tertentu. Perasaan empati ialah kemampuan seorang komunikator untuk menerima dan memahami orang lain, seperti ia menerima dirinya sendiri sehingga ia berfikir, merasakan dan berbuat terhadap orang lain sebagaimana ia berfikir, merasakan dan berbuat terhadap dirinya sendiri. Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya, komunikannya, serta situasi yang melibatkan keduanya sangat mendukung. Memberi dukungan ialah suatu situasi kondisi yang dialami komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik, dan ditantang. Memelihara keseimbangan ialah suatu

(34)

suasana yang adil antara komunikator dan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk berfikir, merasakan dan bertindak.

Komunikasi yang baik diperlukan untuk mengetahui elemen dalam komunikasi dan perannya. Elemen dalam komunikasi terdiri dari tiga yaitu elemen verbal yaitu kata-kata yang digunakan, elemen vokal yaitu suara dan intonasi, dan terakhir elemen visual seperti gerak-gerik tubuh dan mimik muka yang dapat dilihat.

Pihak-pihak yang melakukan komunikasi antarbudaya harus mempunyai keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan mengharapkan pengertian timbal balik.

Komunikasi antarbudaya menjadi efektif apabila memiliki tujuan untuk dapat saling memahami pendapat, sikap, dan tingkah laku komunikasi yang berbeda.

Efektifitas komunikasi bergantung kepada siapa, serta cara penyampaian dalam berkomunikasi. Seseorang harus melihat pada siapa dirinya melakukan komunikasi dan memposisikan dirinya serta memerankannya. Komunikasi antarbudaya dapat dikatakan efektif apabila proses komunikasi menyenangkan untuk kedua belah pihak, mempunyai suatu kesamaan dalam suatu kelompok, komunikasi akan lancar dan juga terbuka begitupun sebaliknya. Berkomunikasi dengan orang-orang yang tidak sepaham akan menimbulkan kebosanan sehingga membuat kita tegang, sesak serta situasi menjadi tidak nyaman. Komunikasi akan lebih efektif apabila diantara kedua pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut saling menyenangi satu sama lainnya.

2.2.3.5 Budaya dan Komunikasi

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Budaya secara formal didefenisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, dan konsep alam semesta. ( Mulyana & Rakhmat, 1993:18)

(35)

Budaya merupakan landasan komunikasi. Budaya dan komunikasi memiliki hubungan timbal balik. Praktik-praktik komunikasi akan beragam apabila memiliki beranekaragam kebudayaan. ( Mulyana & Rakhmat, 1993:19)

Porter dan Samovar (1993) menyatakan bahwa hubungan timbal balik antara budaya dan komunikasi adalah hal penting untuk dipahami apabila ingin mempelajari komunikasi antarbudaya secara mendalam, karena dengan budaya orang-orang dapat belajar berkomunikasi. Porter dan Samovar menegaskan bahwa kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yaitu pada suatu objek sosial atau suatu peristiwa dengan cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan dalam berkomunikasi maupun penggunaan bahasa dan gaya bahasa. Perilaku-perilaku nonverbal merupakan respon terhadap fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Kebudayaan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, mengakibatkan praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula. (Mulyana & Rakhmat, 1993: 24)

Komunikasi dan budaya ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang apa dan bagaimana komunikasi itu berlangsung. Budaya juga turut menentukan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang dimiliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. ( Lubis, 2016: 4)

Budaya tidak akan dapat terbentuk tanpa adanya komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya ,akan menggambarkan identitas budaya seseorang. Perilaku-perilaku komunikasi yang telah dibangun dan terpola sedemikian rupa, dapat melahirkan suatu karakteristik yang khas yang membentuk suatu kebiasaan atau budaya komunikasi untuk suatu komunitas budaya tertentu. (http://repository.usu.ac.id/)

2.2.3.6 Budaya dan Agama

Menurut Parsudi ( Lubis, 2016: 54) budaya dalam suatu masyarakat biasanya mengandung potensi daya tenaga yang membentuk warna sikap mental dan watak yang khas (budaya) bagi individu-individu kelompok masyarakatnya, sehingga mengakibatkan terbentuknya pandangan yang berbeda.

(36)

Agama sebagai cara pandang telah ditemukan dalam setiap budaya selama ribuan tahun. Cara pandang erat kaitannya dengan praktek agama dan kepercayaan. Tradisi agama bagi sebagian orang di dunia (seperti keluarga, suku atau negara) menjadi identitas mereka. Orang Kristen mempercayai bahwa keselamatan hanya diperoleh lewat Jesus Kristus, sedangkan orang Islam mempercayai bahwa untuk memperoleh surga adalah keyakinan bahwa Tuhan itu satu dan tanpa sekutu dan Muhammad adalah utusannya. Agama Hindu dan Buddha mempercayai bahwa Tuhan tidak dalam otoritas tunggal, namun menjelma menjadi banyak Tuhan. (Mulyana, 2004: 35) dalam ( Lubis, 2016: 55)

Fungsi penting dari kepercayaan, diantaranya adalah membentuk dasar nilai. Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan mencakup kegunaan, kebaikan, estetika dan kepuasan. Nilai bersifat normatif, memberitahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik atau buruk, benar dan salah, apa yang harus diperjuangkan, dan sebagainya. Nilai juga bersifat stabil dan sulit berubah.

( Mulyana, 2004: 215-216) dalam ( Lubis, 2016: 57)

2.2.4 Pola Komunikasi

Pola Komunikasi merupakan bentuk hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman pesan dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dan dimengerti. Komunikasi secara sederhana dapat dikatakan sebagai proses menyamakan persepsi, pikiran, dan rasa antara komunikator dengan komunikan. (Mulyana, 2002:53)

a. Pola Komunikasi Linier

Pandangan ini mengansumsikan bahwa pendekatan pada pola komunikasi manusia terdiri dari beberapa elemen kunci yaitu sumber (source), atau pihak pengirim pesan (message) pada penerima (receiver) yang akan menerima pesan tersebut. Semua proses komunikasi ini terjadi dalam sebuah saluran (channel) yang bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya. ( Cangara, 2006: 51)

b. Pola Interaksional

Pola ini lebih menekankan kepada proses komunikasi dua arah diantara dua komunikator, artinya komunikasi berlangsung dua arah dari pengirim pesan kepada penerima, dan dari penerima kepada pengirim pesan. Elemen penting dari

(37)

pola ini adalah adanya umpan balik berupa verbal maupun nonverbal baik sengaja maupun tidak sengaja.

c. Pola Transaksional

(Barnlud, 1970: 35) Pola ini menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara terus menerus dalam sebuah episode komunikasi, dimana pengirim dan penerima pesan sama-sama bertanggung jawab terhadap dampak dan efektifnya komunikasi yang terjadi. Transaksi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalamannya di masa lalu.

Pola komunikasi memiliki dua jenis pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima pesan yaitu secara verbal dengan kata-kata atau nonverbal tanpa kata-kata.

2.2.4.1 Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol atau kata-kata, baik yang dinyatakan secara lisan maupun secara tertulis.

Komunikasi verbal merupakan karakteristik khusus manusia yang melalui kata- kata dapat mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, menyampaikan fakta, saling bertukar perasaan dan pemikiran. ( Hardjana, 2003: 22)

a. Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan seseorang berbagi makna. Bahasa berfungsi sebagai transmisi informasi karena dapat melintasi jarak dan waktu. Bahasa mengembangkan pengetahuan kita agar dapat menerima sesuatu dari luar dan juga berusaha untuk menggambarkan ide-ide kita kepada orang lain. Bahasa juga merupakan alat pemersatu di dalam tatanan masyarakat multietnis, dan melalui bahasa kita dapat berhubungan dengan siapa saja. Bahasa adalah sebagai alat pengikat dan perekat dalam hidup bermasyarakat, yang dapat membantu kita untuk menyusun struktur pengetahuan menjadi logis dan mudah diterima oleh orang lain.

Lambang bahasa yang digunakan dalam komunikasi nonverbal adalah lisan, tulisan maupun elektronik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa nonverbal berupa bahasa tubuh (raut wajah, gerak kepala, gerak tangan), tanda, tindakan, objek. ( Hardjana, 2003:23)

(38)

Menurut para ahli, ada tiga teori untuk seseorang dapat memiliki kemampuan bahasa. Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang BF. Skinner (1957) yang merupakan ahli psikologi behavioristik. Teori ini menekankan unsur rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S.R. Teori Operant Conditioning yang menyatakan bahwa, jika suatu organisme dirangsang oleh stimuli dari luar maka orang cenderung akan memberikan reaksi. Teori kedua adalah teori kognitif yang dikembangkan oleh ahli psikologi kognitif Noam Chomsky. Teori ini menekankan kompetensi bahasa pada manusia lebih dari apa yang ditampilkan.

Chomsky menyatakan bahwa kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang dibawa sejak lahir. ( Cangara, 2006: 97)

Teori ketiga adalah teori penengah yang dikembangkan oleh Charles Osgood yang merupakan ahli psikologi behavioristik. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuan berbahasa tidak saja bereaksi pada rangsangan yang diterima dari luar, namun juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi di dalam dirinya sejak lahir. ( Cangara, 2006: 98)

Ketiga teori ini menunjukkan ciri dan alasannya masing-masing dan menekankan bahwa manusia dalam hal memiliki kemampuan untuk berbahasa diperlukan adanya proses belajar.

b. Kata

Kata merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, baik itu manusia, benda, kejadian ataupun keadaan. Kata itu juga bukan manusia, benda, ataupun kejadian.

Kata memiliki dua aspek atau segi yaitu lambang dan makna. Lambang kata dalam bahasa lisan berupa ucapan. Lambang kata dalam bahasa tertulis berupa tulisan. Hubungan antara lambang dan makna terbentuk karena kesepakatan para penggunanya, dan dengan satu kata yang sama dapat memiliki perbedaan makna pada setiap orang. ( Hardjana, 2003: 25)

2.2.4.2 Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal adalah setiap informasi atau emosi dikomunikasikan tanpa menggunakan kata-kata atau non linguistik. Richard

(39)

L.Weaver II (1993) mengemukakan bahwa kata-kata pada umumnya memicu salah satu sekumpulan alat indera seperti pendengaran, sedangkan komunikasi nonverbal dapat memicu sejumlah alat indera seperti penglihatan, penciuman, dan perasaan. ( Budyana & Ganiem, 2011: 110).

Mark Knapp (1978) menyebutkan bahwa penggunaan komunikasi nonverbal dalam berkomunikasi memiliki fungsi yaitu ( Cangara, 2006: 100) a. Meyakinkan apa yang diucapkan.

b. Menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata- kata.

c. Menunjukkan jati diri agar orang lain dapat mengenalnya.

d. Menambah atau melengkapi perkataan-perkataan yang dirasa belum sempurna.

Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yaitu kinesics berupa gerakan tubuh, paralanguange berupa irama suara, proxemics yang berkenaan dengan penggunaan ruang, dan gangguan-gangguan vokal. Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal adalah sebagai berikut:

a. Kinesics.

Gerakan tubuh merupakan perilaku nonverbal yang terjadi melalui gerakan tubuh seseorang atau bagian-bagian tubuh. Gerakan tubuh meliputi kontak mata, ekspresi wajah, gerak-isyarat, postur atau perawakan dan sentuhan. ( Budyatna &

Ganiem, 2011: 125) b. Paralanguage

Paralanguage adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara agar penerima dapat memahami sesuatu dibalik apa yang dikatakan.

(Budyatna & Ganiem, 2011: 131) c. Gangguan-Gangguan Vokal

Gangguan-gangguan akan menjadi masalah apabila dirasakan oleh pihak lain secara berlebihan, dan gangguan-gangguan itu perlu mendapatkan perhatian karena menghalangi pendengarnya untuk memusatkan perhatian pada makna pembicaraan.

d. Penggunaan Ruang

(40)

Penggunaan ruang dalam berkomunikasi melalui penggunaan ruang informal adalah dengan menggunakan ruang-ruang yang dimiliki serta bagaimana cara penggunaan suatu objek. Edward T.Hall (1969) berpendapat bahwa di budaya Amerika Serikat terdapat empat jarak dominan yang berbeda dan dianggap nyaman dengan bergantung pada sifat pembicaraannya yaitu jarak akrab, jarak pribadi, jarak sosial dan jarak umum.

Komunikasi nonverbal memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai pelengkap komunikasi verbal, menekankan komunikasi verbal, membesar-besarkan komunikasi verbal, melawan komunikasi verbal, dan meniadakan komunikasi verbal. ( Budyatna & Ganiem, 2011: 134)

2.2.5 Teori Self Disclosure

Tindakan komunikasi (self) adalah tindakan yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Proses pengungkapan diri (self disclosure) yang dilakukan oleh seseorang harus memahami waktu, tempat, dan keakraban. Kunci sukses dan hal yang paling mendasar dari pengungkapan diri (self disclosure) adalah kepercayaan. Menurut Morton (Dayakini, 2003: 87), pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan informasi yang akrab dengan orang lain.

self disclosure dapat bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh pendengar seperti jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaan pribadinya seperti tipe orang yang disukai atau hal-hal yang tidak disukai. ( Sears, 1994: 254)

Sedangkan menurut Johnson, self disclosure adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan individu terhadap situasi yang sedang dihadapinya serta memberikan informasi tentang masa lalu yang berguna untuk memahami tanggapan individu tersebut. Jadi, yang dimaksud teori self disclosure adalah sebuah proses membagi informasi dan perasaan oleh seseorang terhadap orang lain secara jujur untuk mencapai suatu keterbukaan. Hubungan akan ideal pada saat mengungkapkan yang sebenarnya mengenai diri kita kepada orang lain yang juga bersedia mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya.

(41)

Teori self disclosure lebih banyak berisi kejujuran, kenyataan dan perasaan. Teori ini menekankan rasa percaya kepada komunikan yang tinggi karena menyangkut informasi pribadi komunikator. Teori self disclosure adalah teori yang diperlukan oleh setiap manusia karena dapat meredam rasa gelisah dan stress dengan berbagi informasi kepada orang lain, sehingga dengan berbagi informasi dapat mencegah hal-hal yang buruk terjadi pada dirinya. Teori self disclosure memiliki efek negatif yaitu komunikator mengalami penurunan keawasan diri mereka sendiri karena adanya informasi pribadi yang dibagikan oleh mereka.

Kelebihan dari teori self disclosure adalah dari segi penyingkapan diri dapat mendengarkan pengalaman orang lain yang nantinya dapat menjadi pelajaran bagi diri kita, serta dapat mengetahui seperti apa diri kita dalam pandangan orang lain sehingga dapat melakukan introspeksi diri dalam berhubungan.

Kekurangan dari teori self disclosure adalah tidak semua orang dapat menanggapi apa yang kita sampaikan bahkan sering terjadi kesalahpahaman sehingga dapat menimbulkan masalah baru, serta ketika seseorang telah mengetahui diri kita bisa saja orang lain akan memanfaatkan apa yang telah ia ketahui mengenai diri kita.

Aspek-aspek dalam teori self disclosure adalah (1) Nilai penghargaan yang dapat dilihat dari suatu informasi yang diberikan apakah positif atau negatif dari komunikator atau komunikan. (2) Kesediaan informasi dan jumlah informasi yang diberikan dalam bentuk kedekatan pribadi artinya adalah seberapa besar informasi pribadi yang dibagikan kepada komunikan dengan kejujuran komunikator. (3) Aksesibilitas yaitu kemudahan mendapatkan informasi dari komunikator atau orang lain. (4) Kejujuran yaitu pesan yang didapatkan dari informasi mengindikasikan kejujuran psikologis komunikator. (5) Kesukarelaan artinya informasi yang diberikan berdasarkan niat dari komunikator kepada komunikan tanpa ada paksaan. (6) Norma sosial yaitu informasi yang diberikan oleh komunikator kepada komunikan dalam hal mendukung atau tidak dari suatu kebiasaan yang ada ataupun dari tingkah laku yang normal. (7) Efektifitas berupa

(42)

informasi yang dapat memberikan kepuasaan bagi komunikator.

(http://repository.usu.ac.id/)

Salah satu model inovatif untuk memahami tingkat-tingkat kesadaran dan pengungkapan diri dalam komunikasi adalah Jendela Johari (Johari window).

Kuadran-kuadran tersebut dapat dilihat secara berurutan melalui gambar berikut:

( Tubbs, 1996: 13)

TAHU TENTANG DIRI TIDAK TAHU TENTANG DIRI DIKETAHUI

ORANG LAIN

TIDAK DIKETAHUI ORANG LAIN

Gambar 1.1 Jendela Johari

Sumber : Tubbs (1996:13)

1. Daerah Publik (Open Area) adalah suatu informasi tentang diri kita yang diketahui oleh orang lain seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan, lulusan mana, dan lain-lain. Area terbuka merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Seseorang yang telah mengenal potensi, kemampuan dirinya sendiri, kelebihan maupun kekurangannya sangatlah mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Orang dengan tipe ini pasti selalu menemui kesuksesan setiap langkahnya, karena orang lain mengetahui kemampuannya begitu juga dirinya sendiri. Ketika memulai suatu hubungan, kita akan menginformasikan sesuatu yang ringan tentang diri kita. Semakin lama maka informasi tentang diri kita akan terus bertambah secara vertikal, sehingga mengurangi hidden area. Semakin besar open area, maka semakin produktif dan menguntungkan suatu hubungan interpersonal.

Daerah Publik (Open Area) A

Daerah Buta ( Blind Area) B Daerah tersembunyi

(Hidden Area) C

Daerah yang tidak disadari (Unconsciousness Area) D

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis perlakuan 10% ekstrak tomat tunggal mampu merangsang pertumbuhan tunas tercepat dengan rerata waktu muncul tunas 12,33 hari (Tabel 1) Hal

Minumn keras juga memiliki dampak terhadap keluarga dimana keutuhan keluarga bisa hancur akibat minuman keras hal ini di sebabkan oleh adanya keluarga yang

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan agar semua akademis internal seperti Badan Mahasiswa (BEM), untuk lebih kreatif dalam menerapkan program kerja yang berkaitan dengan

mencatat seluruh barang milik daerah yang berada di masing-masing SKPD yang berasal dari APBD maupun perolehan lain yang sah kedalam Kartu Inventaris Barang (KIB), Kartu

Berdasarkan hasil penelitian tersebut peneliti berasumsi banyaknya responden yang menggunakan kontrasepsi suntik DMPA dengan jangka waktu yang lama sehingga akseptor

pembangunan wilayah perdesaan, yakni dalam bentuk ADD sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini (2012) berjumlah Rp. Dari sekian jumlah dana ADD yang telah

Guna meningkatkan kemampuan dalam bidang pendanaan untuk kegiatan daerahnya sendiri, baik untuk penyelenggaraan pemerintahan maupun untuk pelayanan kepada publik, pemerintah

Mengacu pada hal yang telah diuraikan sebelumnya, dilakukan penelitian sifat mekanik beton yaitu kuat tekan dengan memanfaatkan material Tailing sebagai substitusi