• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual dan Musik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual dan Musik"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumatera Utara adalah salah satu wilayah administratif dan juga kebudayaan di pulau Sumatera yang mempunyai sistem sosial masyarakat heterogen.1Menurut data dariBadan Pusat Statistiktahun 2010 dijelaskan bahwa jumlah total penduduk Sumatera Utara adalah 12.980.000 jiwa yang terdiri atas beberapa kelompok etnik,2 yang terbagi atas penduduk asli (native people) yang terdiri atas etnik-etnik: Batak Toba, Mandailing, Simalungun, Karo, Nias, Pakpak, dan Nias dengan total persentase 48,31% dan Melayu 4,92%. Sumatera Utara juga dihuni oleh masyarakat pendatang, dengan populasi terbanyak yang terdiri atas suku Jawa 32,62%, Minangkabau 2,66%, Tionghoa 3,07%, serta suku pendatang

1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilahheterogen berarti terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis; beraneka ragam. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia pada edisi IV (2010:344). Dalam tesis ini, terminologi heterogen digunakan untuk menggambarkan beraneka ragam dan berlainan jenis berbagai kelompok etnik dan kebudayaannya masing-masing di Provinsi Sumatera Utara.

2

(2)

lain 8,5 %.3 Sedangkan Pola persebaran masyarakat terbagi menjadi masyarakat4 perbukitan, wilayah daratan, perkebunan, serta wilayah pesisir.

Masyarakat yang menetap dalam kurun waktu lama di Sumatera Utara telah mengalami fase perubahan pola sosial termasuk dibidang kebudayaan. Menurut Kayam (2000:339) kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat mempunyai fungsi yang penting. Fungsi tersebut dapat terlihat dari dua segi yaitu dari segi wilayah jangkauannya dan dari segi fungsisosialnya. Dari segi wilayah jangkauannya kesenian tradisional dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan dari segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun dan memelihara solidaritas kelompok. Dari pertunjukan rakyat masyarakat dapat memahami kembali nilai-nilai dan pola perilaku yang berlaku dalam lingkungan sosialnya.

Mulai bergesernya makna dan fungsi kebudayaan leluhur disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor sosial disekitarnya. Disamping itu, dalam

3

Dalam data ini, BPS berusaha menyatukan etnik-etnik Batak Toba, Mandailing, Simalungun, Karo, dan Pakpak menjadi satu kelompok etnik. Dalam kenyataannya, masyarakat ini lebih cenderung mengelompokkan dirinya sebagai etnik yang berbeda, walau disadari terdapat juga berbagai persamaan kebudayaan. Perbedaan dapat dilihat dari segi linguistik serta cerita rakyat (folklor) asal-usul mereka, dan sejumlah perbedaan lain. Persamaannya adalah memakai sistem tripartit sosial kemasyarakatan berdasarkan hubungan darah dana perkawinan, yang disebut dengandalihan natolu(rakut siteluataudaliken sitelu).

4

Masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama(Koentjaraningrat, 1990: 146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang merumuskan bahwa masyarakat atau societyadalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative" (J.L. Gillin dan J.P. Gillin, Cultural Sociology (1954:139). Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat," dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur

common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu

(3)

perkembangannya, berbagai bentuk kebudayaan ini juga mengalami perubahan-perubahan baik dari segi bentuk maupun dari segi isi pertunjukannya. Merriam mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau intemal, dan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau ekstemal. Perubahan secara internal dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut (Merriam, 1964:172).

Masyarakat Jawa yang berdomisili di Sumatera Utara disebut dengan masyarakat Jawa Deli atau Jawa kontrak. Jawa Kontrak adalah sebutan bagi mereka yang memiliki ikatan kerja dengan para penguasa pada zaman kolonialisme, mereka ditempatkan dikawasan-kawasan terdalam atau daerah-daerah terpencil yang memiliki potensi perkebunan seperti perkebunan karet, sawit dan juga kopi. Ketika masa kontrak mereka habis, sebagian dari orang-orang Jawa tersebut tidak kembali lagi ke Pulau Jawa, mereka memilih tetap bertahan diperkebunan yang mereka mencari tempat.

Istilah Jadelatau Jawa Deli, adalah sebutan bagi mereka yang datang dan bekerja sebagai kuli perkebunan di Tanah Deli (Sumatera Utara). Mereka bekerja sebagai kuli pada perkebunan tembakau di Medan atau pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan Perkebunan Tembakau Deli, ketika masa kontrak habis mereka memilih untuk tinggal dipedalaman atau mencari tempat baru yang lebih tenang.

(4)

merupakan keturunan orang-orang Jawa atau yang menjalin hubungan perkawinan dengan pihak kerajaan Jawa. Menurut Reid (2001:232):

Perpindahan orang Jawa di Sumatera secara besar-besaran dan mencolok dalam sejarah Indonesia yaitu sengaja didatangkan oleh pihak perkebunan sebagai tenaga kerja di Sumatera Timur. Sejak tahun 1880-an, bersama-sama dengan kuli orang Tionghoa mereka dibawa ke Sumatera Timur.

Disisi lain Said (1977:188) menjelaskan bahwa:

Jumlah kuli kontrak pribumi adalah mencapai 40.000 jiwa sebagian besarnya adalah orang Jawa. Setelah tahun 1910 kedatangan mereka bertambah banyak lagi disebabkan untuk menggantikan orang Cina yang pada masa itu sudah tidak terlalu menguntungkan VOC.

Masyarakat Jawa yang sudah lama berdomisili di Sumatera Utara memiliki beberapa kebudayaan yang dibawa dari tanah Jawa seperti wayang kulit, wayang wong, angguk, reog Ponorogo, jathilan, kuda kepang, tayub, ludruk, sintren, dan ketoprak. Dari sekian banyak kesenian Jawa yang masih ada dan berkembang hingga saat ini, paling banyak menarik perhatian ialah kesenian Ketoprak Dor. Ketika masyarakat Jawa yang berasal dari pulau Jawa khususnya dari daerah Surakarta atau Jawa Tengah melihat pertunjukan Ketoprak DorJawa Deli akan mengalami keterkejutan budaya (cultureshock). Karena sebagian besar dari pertunjukan Ketoprak Dor tidak sama bahkan sangat berbeda dengan KetoprakMataraman.

(5)

dipukul berbunyi prak. Kesenian Ketoprak berbentuk pertunjukan drama musikal atau opera tradisional Jawa. Di dalam pertunjukannya seni tradisional ini terdapat beberapa unsur yang saling terkait dalam membangun bentuk pertunjukannya. Seperti unsur gerak tari atau gaya tarian, unsur sastra, unsur teater, nyanyian rakyat (folksong), perlakonan watak, unsur musik tradisional serta tata panggung.

Menurut Sudarsono (2002:228) genre pertunjukan tradisional Ketoprak berasal dari Surakarta. Para senimannya kemudian menyebutnya sebagai Ketoprak Mataram atau Ketoprak Nengnong. Pertunjukan Ketoprak konon merupakan sebuah pertunjukan yang sangat ramai dikunjungi oleh penontonnya di pulau Jawa, khusunya didaerah Yogyakarta dan sekitarnya. PertunjukanKetoprak yaitu seni teater yang menggunakan dialog, drama, tarian, dan musik. Digelar disebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak.

Sedangkan di daerah Sumatera Utara terdapat juga jenis pertunjukan yang bernama Ketoprak Dor, yang mencirikannya sebagai khas Sumatera Utara, yang berbeda dengan kesenian sejenis dalam konteks kebudayaan Jawa didunia ini. IstilahDormerupakan onomatope5dari suara alat musik utama bernama kendang Jidor yang menghasilkan suara “dor” jika alat musik tersebut dipukul. Dalam konteks sejarah, menurut penjelasan para informan, keberadaan Ketoprak Dor sudah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1940-an yaitu di daerah Pematang Siantar. Menurut Suroso keberadaan Ketoprak Dor di Pematang Siantar

5

(6)

disebabkan migrasi pertama masyarakat Jawa didaerah perkebunan Sidamanik dan Tanah Jawa (Suroso, 2006:6).

Ketoprak Dor merupakan seni pertunjukan yang lahir ditengah situasi buruh perkebunan dan perbudakan dan telah menjadi sejarah masyarakat Jawa di Jawa Deli. Awalnya Ketoprak Dor dipertunjukan oleh masyarakat Jawa di perkebunan untuk menghilangkan rasa rindu terhadap kesenian Ketoprak Mataram. Namun, perlakuan brutal yang diberikan oleh tuan kebun Belanda membuat para kuli kontrak melakukan pertunjukan Ketoprak secara sederhana dengan pakaian, alat musik, dan tata panggung yang sederhana juga.

Menurut Ladislao Székely dalam Rizaldi6bahwa:

Diantara para imigran Jawa nenek moyang para pemain Ketoprak Dor sampai ke Medan. Mereka didatangkan dari berbagai tempat di Jawa dan dikontrak selama tiga tahun, berdasarkan undang-undang kolonial, Ordonansi Kuli 1880. Kalau dalam masa kontrak melarikan diri, mereka diburu, ditangkap, dan dihukum dengan brutal. Perlakuan buruk itu sering membuat para kuli mengamuk, marah membabi-buta karena tekanan keputus-asaan. Di tengah-tengah situasi seperti itu dan naluri untuk bertahan melalui seni, Ketoprak Dor lahir. Gending-gending yang masih mereka ingat dari kampung mereka mainkan dengan menggunakan alat musik Melayu, harmonium,alat musik sejenis akordion, ‘Jidor’ atau ‘tektek Dor’, yaitu gendang sejenis tambur yang dilengkapi kentongan (slit drum) berukuran kecil, dan kendang Jawa yang biasa dipakai mengiring wayang. Para kuli tak mungkin berharap ada gamelan tersedia, apalagi mengharap pendopo megah berlantai marmer,adem, dan angin yang berhembus semilir, seperti di Jawa. Di luar sana, dilahan buka kebun, hanya ada alas: hutan belantara yang digambarkan melalui pewayangan sebagai tempat yang “pekat dan ganas,” tempat dimana segala yang buas, jin, dan konsep kejahatan bersembunyi, atau sebalik-nya,garingsetelah “babat alas” dilakukan dengan tunggul tegakan yang terbakar dan harus dicangkul dengan teknik membalik tanah yang terkenal dikuasai orang-orang Banyumas itu.

6

(7)

Secara umum pertunjukan Ketoprak Dor mempunyai babak atau adegan yaitu adegan pembuka, klimaks atau adegan yang biasanya berbentuk perkelahian, serta adegan penutup. Menurut Naiborhu dan Karina (2016:26) cerita atau lakon yang dibawakan adalah cerita dari babadTanah Jawa serta cerita dari masyarakat Deli. Cerita yang menyangkut sejarah, seperti Arya Panangsang, Amandoko, Lutung Lasarung, Damarwulan, Raden Panji, Menakjinggo, Joko Bodo/Topeng Hitam, Pantai Solo, Tiga Putra Kembar, Ibu Tiri, Paman Berdosa, Air Mata Ibu yang berfungsi sebagai sarana pendidikan dan kenangan terhadap nilai-nilai sejarah Jawa juga sering ditampilkan. Cerita yang bertemakan pertanian seperti Dewi Sriyang sangat dihormati sebagai dewi kesuburan juga mereka ceritakan.

Cerita setempat yang diangkat dalam pertunjukan Ketoprak Dor antara lain adalah 1001 Malam yang berasal dari Baghdad (ibukota Irak), yang mereka sebut dengan Stambul Jawi (Istambul, atau Mesiran). Cerita Hang Tuah dan asal mula Sialang Buah, Legenda Putri Hijau, Anak Durhaka, Bersumpah di Sungai Delijuga dibawakan, atau cerita lainnya yang bersifat kekinian sesuai permintaan dan kebutuhan masyarakat penikmatnya. Sedangkan komposisi instrumen musik pengiring selama pertunjukan adalah gendang jedor,keprak, akordion, keyboard, sertadrumset.

(8)

pentatonis dan diatonis minor.

Dalam penggunaan tembang atau lagu-lagu Jawa Ketoprak Dor mengunakan beberapa bentuk tembang yang dianggap lazim dilagukan yaitu tembang Macapat Matra Pucung, Mijil, Kinanti, Gamboh dalam cengkok7 ketoprakanatau gaya khas untuk panggungKetoprak, sehingga biasa disebut juga mijil Ketoprakan atau pucung Ketoprakan atau kinanti Ketoprakan. Menurut Suroso (2015:43) gaya tembangketoprakan ini dianggap tidak lagi sesuai dengan kaidah nilai seni-tembang yang baku, yang menjadi acuan kalangan kaumpriyayi atau elit Jawa di Sumatera Utara, tembang pada Ketoprak dipandang sebagai "rendah" atau "kasar."

Tiga bentuk iringan komposisi musik Ketoprak Dor yang dianggap penting dalam mengiringi adegan atau babakan adalah sebagai berikut:

1) Bentuk komposi panembrama adalah komposisi musik yang dimainkan pada saat pertunjukan pertama sekali dimulai, dengan melantunkan tembang pembuka dalam bentuk mijil8 dan kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan tembang giar-giar9 untuk tari persembahan atau pembuka. Berikut adalah cuplikan bentuk musik panembrama yang ditulis dalam notasi balok dan tembang-tembangpembuka yang ditulis secara berurutan berdasarkan reportoar pertunjukan.

2) Bentuk komposisi suka-suka adalah bentuk komposisi musik yang digunakan dalam mengiringi adegan peperangan atau perkelahian. Musik

7

Cengkokadalah gaya atau gramatik dalam olah vokal beberapa tradisi musikal di Indonesia seperti Jawa, Sunda, Bali, dan juga Melayu.

8

Mijil/mi·jil/ nbentuk komposisi tembang macapat, biasanya untuk melukiskan rasa sedih atau kisah nasihat.

9

(9)

suka-suka menurut pengamatan sementara peneliti, yaitu dimainkan dengan cara improvisasi bebas, tergantung pilihan melodi oleh pemainnya, dan biasanya dimainkan secara berulang ulang hingga puncak perkelahian selesai.

3) Bentuk komposisisampakadalah bentuk komposisi musik yang digunakan dalam mengiringi hampir seluruh adegan. Musik sampak menurut pengamatan peneliti dibagi dalam dua bentuk, yaitu sampak yang cepat dan sampak yang lambat. Musik sampak ini terutama juga digunakan dalam adegan pertempuran dengan bentuk melodi yang refetitif atau berulang-ulang.

Di dalam pertunjukan Ketoprak Dor terdapat percampuran dialek yang diucapkan oleh para pemain. Menurut pengamatan sementara peneliti, dialek yang digunakan sangat unik seperti penggunaan dialek Jawa, Melayu, Tioghoa, serta Batak Toba di dalam sebuah pertunjukanKetoprak Dor. Para pemain kebanyakan tidak menggunakan teks cerita atau lakon yang baku. Hal ini sangat berbeda dengan pertunjukan Ketoprak Mataram yang disetiap lakon pertunjukannya pemain membaca teks yang sudah disiapkan. Selain itu, di dalam pertunjukannya terdapat banyak sekali penggunaan bahasa lokal (slang)10 dan dialek tradisional yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal diucapkan oleh para pemain Ketoprak Dor. Seperti alamak jang, cak, awak, balek, begadoh, iya pulak, dan lain sebagainya.

10Slangadalah ragam bahasa tidak resmi dan belum baku yang sifatnya musiman.

(10)

Fenomena pertunjukan Ketoprak Dor ini menarik untuk dikaji serta di dalami bagaimana struktur pertunjukan Ketoprak Dor serta struktur musik yang disajikan di dalam sebuah pertunjukan Ketoprak Dor. Fokus yang dilakukan dalam menganalisis struktur pertunjukan dan struktur musik Ketoprak Dor ini menggunakan dua disiplin ilmu utama dalam bidang seni, yakni yang pertama kajian seni pertunjukandan yang kedua etnomusikologi (kadangkala di Indonesia disebut musikologi etnik).

Yang dimaksud kajian seni pertunjukan atau kajian pertunjukan (performance study) adalah sebuah disiplin (ilmu) yang relatif baru, yang dalam pendekatan saintifiknya berdasar kepada interdisiplin atau multidisiplin ilmu, yaitu mempertemukan antara lain: antropologi, kajian teater, antropologi tari atau etnologi tari, etnomusikologi, folklor, semiotika, sejarah, linguistik, koreografi, kritik sastra, dan lainnya. Dua orang tokoh terkernuka pada disiplin ini adalah Victor Turner (antropolog) dan Richard Schechner (aktor, sutradara teater, pakar pertunjukan, dan editor majalahThe Drama Review).

(11)

menawarkan pentingnya pendekatan pengalaman, pragmatik, praktik, dan pertunjukan dalam mengkaji kesenian. Tentunya pendekatan ini diperlukan berdasarkan asumsi dasar bahwa pengalarnan yang kita alami tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga dalam bentuk imajinasi dan impresi (kesan).

Disiplin kajian pertunjukan ini, menurut peneliti relevan untuk digunakan dalam konteks mengkaji Ketoprak Dor di Sumatera Utara sebagai sebuah pertunjukan budaya, yang mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan orang-orang Jawa yang berada di Sumatera Utara, dan “jauh” dari pusat peradabannya, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Ketoprak Dor sebagai seni pertunjukan, adalah dipentaskan, dengan melibatkan seniman (tari, teater, musik), juga tata panggung, lighting, kostum, cerita, sound system, dan hal-hal sejenisnya. Secara kesejarahan pula Ketoprak Dor berbeda dan membedakan ekspresinya dengan ketoprak Mataram di Jawa Tengah. Ketoprak Dor sebagai pertunjukan, mengekspresikan kebudayaan Jawa terutama masyarakat kuli kontrak, yang hidup dalam tekanan sosiopolitis Belanda kala awal pertumbuhannya, dan perkembangannya yang melakukan pola-pola adaptasi dengan kebudayaan multikultural di Sumatera Utara. Selanjutnya seni Ketoprak Dor ini sanggat relevan dikaji menggunakan disiplin etnomusikologi.

Menurut Merriam, yang dimaksud dengan etnomusikologi adalah sebagai berikut.

(12)

the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).11

Menurut pendapat Merriam seperti kutipan diatas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi (antropologi). Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana

11

Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini,

dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi

seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain-lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika

(13)

etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Dilain sisi, sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

(14)

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaan.

Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada penelitian edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk etnomusikologi tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.12

12

Buku ini diedit oleh Rahayu Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk

Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan Bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis

tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’:

Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c) “Metode dan TeknikPenelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul “Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai

(15)

Lebih jauh lagi, dalam konteks perkembangan disiplin etnomusikologi masa kini, penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web resmiSociety for Ethnomusicologysebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary--many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Program in Ethnomusicology (http://webdb.iu.edu)

(16)

Nigeria, gamelan Jawa, ritual penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho, nyanyian keagamaan Hawai, adalah beberapa contoh budaya kajian terhadap musik di seluruh dunia, yang dilakukan oleh para etnomusikolog.

Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di dalam musik tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam dimensi waktu dan komunitas pendukungnya, mengamati, mengumpulkan dokumen tentang apa yang terjadi, bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik. Sebahagian besar etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan diberbagai jenis pendidikan dan universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan museum, festival, arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi, dimana mereka memfokuskan pencerahan kepada pengetahuan dan apresiasi musik diseluruh dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai program etnomusikologi.

(17)

dan masyarakat pendukungnya, yang artinya adalah pendekatan kesejarahan. Begitu juga dengan studi terhadap teks nyanyian dan gaya musik adalah salah satu lingkup kajian di dalam disiplin etnomusikologi. Dengan demikian ilmu ini sangat relevan digunakan dalam mengkaji struktur musik daan juga konteks sosiobudaya pada pertunjukanKetoprak Dordi Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah struktur pertunjukan serta tekstual dalamKetoprak Dor? 2. Bagaimanakah makna pertunjukan serta tekstual dalamKetoprak Dor? 3. Bagaimanakah struktur musik pada pertunjukanKetoprak Dor?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis struktur pertunjukan serta tekstual dalam sebuah

pertunjukanKetoprak Dor.

2. Untuk menganalisis makna pertunjukan serta tekstual dalam sebuah pertunjukanKetoprak Dor.

(18)

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menambah referensi bagi lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan pembelajaran

2) Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratari dan musik

3) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa seni tari dan musik, agar dapat mengetahui penyajian pertunjukan Ketoprak Dorsesungguhnya.

4) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan budaya daerah.

5) Menambah pengetahuan bagi peneliti baik teori maupun pengetahuan tentang bentuk penyajianKetoprak Dor.

1.4 Tinjauan Pustaka

Pada studi kepustakaan untuk mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian Ketoprak Dor di Jawa Deli ini, Buku-buku yang peneliti gunakan dalam menunjang penelitian ini adalah:

(19)

terus berlansung di zaman modern ini. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian sejarah, manajemen dan model-model pertunjukan ketoprak yang ada di Sumatera Utara.

2. Tutik Sugiarti yang berjudul Ketoprak Dor: Perkembangan, Fungsi, dan tantangannya di Sumatera Utara (1920-1985), 1989. Medan: Universitas Sumatera Utara. Secara umum, hasil penelitian ini berisikan tentang penjelasan perkembangan dan tantanganKetoprak DordiSumatera Utara. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian sejarah awal Ketoprak Dor, cerita yang dibawakan serta tantangannya.

3. Anthony Reid yang berjudul Menuju Sejarah Sumatera, 2011, diterbitkan di Jakarta oleh Obor Indonesia. Secara umum, buku ini berisikan tentang perkembangan masyarakat Jawa di Sumatera Timur (Oostkust van Smatra). Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian perkembangan pekerja Jawa yang masuk ke Sumatera pada tahun 1880 sampai tahun 1887 berjumlah 2.210 sebagai pekerja kuli kontrak sebagai pekebun tembakau, kopi, teh, dan karet bersama dengan pekerja Cina. 4. Lailatul Husna Rangkuti yang berjudul Peranan Gerak Dalam Ketoprak

(20)

5. Clifford Geertz yang berjudulAbangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat Jawa, 2010, Jakarta: Pustaka Jaya. Buku ini berisi tentang kelompok dan identitas masyarakat Jawa. Peneliti mengambil bagian tentang sandiwara rakyat Jawa yaitu Ketoprak yang lahir pada abad ke-19. Ketoprak diidentikkan dengan kebudayaan rakyat atau sandiwara panggung bersifat serio-comic populer karena memiliki cerita serta lakon berunsur lawak atau lelucon di dalam pertunjukan yang ditampilkan.

6. Lestari Wulandari yang berjudul Pergeseran Ketoprak Dor Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Mempertahankan Identitas Etnis Jawa Deli di Dusun VII Desa Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2016. Medan: Universitas Negeri Medan. Secara umum hasil penelitian ini menjelaskan tentang pergeseran pertunjukan Ketoprak Dor di Deli Serdang. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian tentang bentuk pola pergeseran pertunjukan pada Ketoprak Dor di Deli serdang.

7. Pono Banoe menulis buku yang berjudul Kamus Musik, 2003, Jakarta: Kanisius. Secara general, buku ini berisi tentang istilah dan penjelasan mengenai istilah-istilah yang lazim digunakan dalam musikolologi Barat. Peneliti mengambil bagian tentang pengertian istilah musik yang biasa digunakan dalam orkestra seperti dinamik, skala, melodi, harmoni, dan komposisi.

(21)

Indonesia. Peneliti mengambil bagian tentang hakikat folklor sebagai disiplin pengetahuan, sejarah perkembangan folklor di Indonesia serta contoh cerita dongeng yang populer di Indonesia seperti cerita 1001 Malam, Malin Kundang,danBujang Lapoksebagai salah satu cerita dalam Ketoprak Dor.

9. Muhammad Sholikin yang berjudulRitual dan Tradisi Islam Jawa, 2010, Jakarta: Gramedia. Narasi utama buku ini berisikan tentang ritual dan kehidupan sehari-hari kehidupan masyarakat Jawa. Peneliti mengambil bagian pada sistem pola kehidupan masyarakat Jawa di kehidupan sehari-hari seperti tradisi pernikahan, sistem ekonomi dan lingkungan masyarakat. Bagian ini dianggap penting bagi Peneliti karena sebagai bahan perbandingan antara masyarakat Jawa dengan masyarakat Jawa Deli.

(22)

11. Rosmawaty yang berjudul Seni Drama, 2011, Medan: Unimed Press. Buku ini berisikan tentang seni drama di Indonesia. Peneliti mengambil bagian tentang sejarah teater rakyat di Indonesia, istilah istilah dalam teater, jenis jenis teater serta fungsi teater untuk masyarakat. Hal ini dianggap penting karena Ketoprak Dor merupakan pertunjukan teater rakyat.

12. Soetandyo yang berjudul Kamus Istilah Karawitan, 2002, Surakarta: Wedatama Widya Sastra. Buku ini berisi tentang istilah dan penjelasan mengenai istilah karawitan. Peneliti mengambil bagian tentang pengertian istilah musik yang biasa digunakan dalam karawitan seperti panembrana, gobyong, mijil,dan istilah karawitan lainnya.

13. Panji Suroso yang berjudul Ketoprak Dor di Helvetia, 2012, Medan: Unimed Press. Buku ini berisikan tentang kajian secara antropologi dan sosiologi masyarakat Helvetia sebagai pelaku Ketoprak Dor. Peneliti mengambil bagian tentang perkembangan Ketoprak Dor di Sumatera Utara khususnya di Helvetia mulai dari sejarah, struktur pemain, alat musik yang digunakan serta fungsi dari Ketoprak Dor sebagai sebuah identitas kebudayaan masyarakat Jawa Deli di Helvetia.

(23)

15. Ann Laura Stoler yang menulis sebuah buku berjudul Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera Tahun 1870-1979, 2005, Jakarta: Karsa. Buku ini berisikan tentang cerita para pekerja perkebunan diera kolonialisasi Belanda di Sumatera. Peneliti mengambil bagian tentang cerita masuknya pekerja Jawa ke Sumatera sebagai pekebun tembakau, politik kekerasan yang ditunjukkan oleh para mandor perkebunan serta cerita perlawan dari para pekerja perkebunan.

16. Mohammad Said yang menulis sebuah buku berjudul Suatu Zaman Gelap di Deli : Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahnnya, 1977, Medan: Waspada. Buku ini berisikan tentang cerita para kuli kontrak di Tanah Deli. Peneliti mengambil bagian tentang cerita masuknya pekerja Jawa ke Deli sebagai kuli kontrak, peta persebaran Deli, beberapa dokumentasi tentang kuli kontrak, serta jumlah populasi pekerja kuli kontrak di Tanah Deli.

(24)

1.5 Konsep dan Teori

1.5.1 Konsep

Konsep merupakan suatu definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala Koentjaraningrat (1991:21). Konsep ini dalam rangka penelitian etnomusikologi boleh diambil dari kamus, para ahli dibidangnya maupun dari masyarakat yang kita teliti. Dalam konteks penelitian ini, konsep yang digunakan mencakup apa yang dikemukakan oleh para ahli dan para informan kunci dalam penelitian ini.

Menurut Murgianto (1996:156), pertunjukan adalah sebuah komunikasi yang dilakukan satu orang atau lebih, pengirim pesan merasa bertanggung jawab pada seseorang atau lebih penerima pesan, dan kepada sebuah tradisi yang mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas. Dalam sebuah pertunjukan harus ada pemain, penonton, pesan yang dikirim, dan cara penyampaian yang khas. Sesuai dengan konsep yang diatas maka Ketoprak Dor dikategorikan sebagai seni pertunjukan, karena dalam pertunjukannya ada penyaji (pemain), penonton, pesan yang dikirim, dan dengan penyampaian yang khas.

(25)

tingkat-tingkat hidup seseorang, (6) Pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu, (7) Perwujudan daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan semata, (8) Sebagai ritual kesuburan, (9) Memperingati daur hidup manusia sejak kelahiran hingga ia mati, (10) Mengusir wabah penyakit, (11) Melindungi masyarakat dari berbagai ancaman bahaya, (12) Sebagai hiburan pribadi, (13) Sebagai representasi estetis (tontonan), (14) Sebagai media propaganda, (15) Sebagai penggugah solidaritas sosial, (16) Sebagai pembangun integritas sosial, (17) Sebagai pengikat solidaritas nasional, (18) Sebagai alat komunikasi, dan sebagainya.

Selain hal tersebut seni pertunjukan dibagi ke dalam dua kategori yaitu: (1) Seni pertunjukan sebagai tontonan, dimana ada pemisah yang jelas antara penyaji dan penonton, dan (2) Seni pertunjukan pengalaman bersama, dimana antara penyaji dan penonton saling berhubungan satu sama lain (Sedyawati,1981:58-60).

Di dalam pertunjukan Ketoprak Dor terdapat beberapa ciri khas yang menjadi pedoman tidak tertulis walaupun sebenarnya tidak ada pakem yang baku dalam penyajiannya. Diantara ciri khas tersebut adalah:

a. Dialog berbahasa Jawa

b. Cerita yang ditampilkan merupakan cerita tentang raja-raja yang merupakan dongeng rakyat, legenda, mitos, ataupun cerita baru yang merupakan gubahan sutradaraKetoprak Dor itu sendiri.

(26)

musiknya bersifat repetitif atau pengulangan-pengulangan disaat selingan atau pergantian adegan.

1.5.2 Teori

Peneliti menggunakan menggunakan beberapa teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dan dianggap relevan. Dalam meneliti perubahan pertunjukan dan budaya dalam Ketoprak Dor, peneliti menggunakan teori asimilasi budaya. Menurut Koentjaraningrat (2009:209) pengertian asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila ada: (a) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur kebudayaan campuran.

Untuk mengkaji sejauh apa fungsi seni pertunjukan, serta bagaimana fungsi lagu dan tari dalam masyarakat, biasanya digunakan teori fungsionalisme. Menurut Lorimer dalam Takari dan Heristina (2008:15-16), teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu.

(27)

artinya adalah melalui komunikasi berbagai konsep atau gagasan diberitahukan kepada orang lain (penerima komunikasi), dan penerima ini menerimanya, yang kemudian dampaknya ia tahu tentang gagasan yang dikomunikasikan tersebut.

Fungsi komunikasi lainnya adalah mendidik. Artinya adalah bahwa komunikasi berperan dalam konteks pendidikan manusia. Komunikasi menjadi saluran ilmu dari seseorang kepada orang lainnya. Ilmu pengetahuan dipindahkan dari sesorang yang tahu kepada orang yang belum tahu. Berkat terjadinya komunikasi maka kelestarian kebudayaan akan terus berlanjut antara generasi ke generasi, dan dampak akhirnya masyarakat itu cerdas dan dapat mengelola alam melalui ilmu pengetahuan.

Komunikasi juga berfungsi untuk mengubah pandangan manusia atau memujuk khalayak untuk merubah pandangannya. Melalui komunikasi, pandangan seseorang atau masyarakat dapat diubah, dari satu pandangan ke pandangan lain. Apakah pandangan yang lebih baik atau lebih buruk menurut stadar norma-norma sosial. Fungsi komunikasi lainnya adalah menghibur orang lain. Maksudnya adalah bahwa melalui komunikasi seorang penyampai atau sumber komunikasi akan menghibur orang lain sebagai penerima komunikasi, yang memang dalam konteks sosial diperlukan.

(28)

Sachs dan Hornbostel serta etnoklasifikasi. Untuk menganalisis unsur-unsur pertunjukan digunakan metode dekripsi pertunjukan oleh Milton Singer.

Teori weighted scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada delapan unsurnya. teori ini dikemukakan oleh Malm (1977:15). Kedelapan unsur melodi itu menurut Malm adalah: (1) tangga nada; (2) nada pusat atau nada dasar; (3) wilayah nada (ambitus); (4) jumlah nada; (5) penggunaan interval; (6) pola kadensa; (7) formula melodi; dan (8) kontur.

Teori ini dipergunakan untuk menganalisis melodi lagu yang dipergunakan dalam pertunjukan Ketoprak Dor Jawa Deli, tentunya dengan melihat beberapa kali pertunjukan Ketoprak Dor Jawa Deli kemudian mencatat lagu-lagu yang sering dimainkan dalam pertunjukan, mencatat pada saat kapan saja lagu tersebut dimainkan, kemudian merekam lagu-lagu yang sering dimainkan. Milton Singer pernah mengeluarkan pendapatnya yang bisa dipergunakan untuk menganalisis seni pertunjukan. Bahwa seni pertunjukan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1) Waktu pertunjukan yang terbatas, 2) Mempunyai awal dan akhir, 3) Acara kegiatan yang terorganisir, 4) Sekelompok pemain,

5) Sekelompok penonton, 6) Tempat pertunjukan, dan

(29)

Brandon dan Soedarsono dalam Naiborhu (2016:9) mengatakan bahwa beberapa fungsi seni pertunjukan dalam lingkungan etnik di Indonesia, ialah: (1) pemanggil kekuatan gaib, (2) penjemput roh-roh pelindung untuk hadir ditempat pemujaan, (3) memanggil roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat, (4) peringatan pada nenek moyang dengan menirukan kegagahan dan kesigapannya, (5) pelengkap upacara sehubungan dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang, (6) pelengkap upacara sehubungan dengan saat-saat tertentu dalam perputaran waktu, (7) perwujudan daripada dorongan untuk mengungkapkan keindahan semata, (8) sebagai ritual kesuburan, (9) memperingati daur hidup manusia sejak kelahiran hingga ia mati, (10) mengusir wabah penyakit, (11) melindungi masyarakat dari berbagai ancaman bahaya, (12) sebagai hiburan pribadi, (13) sebagai representasi estetis (tontonan), (14) sebagai media propaganda, (15) sebagai penggugah solidaritas sosial, (16) sebagai pembangun integritas sosial, (17) sebagai pengikat solidaritas nasional, dan (18) sebagai alat komunikasi, dan sebagainya.

Ditambah lagi dengan pendapat Sedyawati (2009:56) yang mengatakan analisis pertunjukan sebaiknya selalu dikaitkan dengan kondisi lingkungan dimana seni pertunjukan tersebut dilaksanakan atau didukung masyarakatnya, pergeseran-pergeseran yang terdapat di dalam pertunjukan dan kemungkinan yang muncul dari interaksi setiap orang (penyaji dan penyaji), (penyaji dan penonton) diantara variable-variabel wilayah yang berbeda.

(30)

makna yang diciptakan dan dikomuniasikan melalui simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Pendekatan seni salah satu usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotika adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atausignifier yang berhubungan dengan konsep (signified).Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Pavis dalam Takari dan Heristina (2008:10-11) menyusun daftar pertanyaan yang lebih luas dan detil untuk mengkaji sebuah pertunjukan. Adapun pertanyaan-pertanyaan itu ialah yang mencakup: (1) diskusi umum tentang pertunjukan, yang meliputi: (a) unsur-unsur apa yang rnendukung pertunjukan, (b) hubungan antara sistem-sistem pertunjukan,(c) koherensi dan inkoherensi, (d) prinsip-prinsip estetis produksi, (e) kendala-kendala apa yang dijumpai tentang produksi seni, apakah momennya kuat, lemah, atau membosankan;

(31)

Kemudian pada penjelasan selanjutnya (5) kostum: bagaimana mereka mengadakannya serta bagaimana hubungan kostum antar pemain; (6) pertunjukan: (a) gaya individu atau konvensional, (b) hubungan antara pemain dan kelompok, (c) hubungan antara teks yang tertulis dengan yang dilakukan, antara pemain dan peran, (d) kualitas gestur dan mimik, (e) bagaimana dialog dikembangkan; (7) fungsi musik dan efek suara; (8) tahapan pertunjukan:(a) tahap keseluruhan, (b) tahap-tahap tertentu sebagai sistem tanda seperti tata cahaya, kostum, gestur, dan lain-lain, tahap pertunjukan yangtetap atau berubah tiba-tiba; (9) interpretasi cerita dalam pertunjukan: (a) cerita apa yang akan dipentaskan, (b) jenis dramaturgi apa yang dipilih, (c) apa yang menjadi ambiguitas dalam pertunjukan dan poin-poin apa yang dijelaskan, (d) bagaimana struktur plot, (e) bagaimana cerita dikonstruksikan oleh para pemain dan bagaimana pementasannya, (f) termasuk genre apakah teks dramanya; (10) teks dalarn pertunjukan: (a) terjemahan skenario, (b) peran yang diberikan teks drama dalam produksi, (c) hubungan antara teks dan imaji; (11) penonton : (a) dimana pertunjukan dilaksanakan, (b) prakiraan penonton tentang apa yang akan terja di dalam pertunjukan, (c) bagaimana reaksi penonton, dan (d) peran penonton dalam konteks menginterpretasikan makna-makna;

(32)

masalah-masalah khusus yang perlu dijelaskan, serta berbagai komentar dan saran lebih lanjut untuk melengkapi sejumlah pertanyaan dan memperbaiki produksi pertunjukan.

Dengan mengikuti pendekatan semiotika, maka dua pakar pertunjukan budaya, Tadeuz Kowzan dan Patrice Pavis dari Perancis, mengaplikasikannya dalam pertunjukan. Kowzan menawarkan 13 sistem lambang dari sebuah pertunjukan teater berkaitan langsung dengan pemain dan 5 berada di luarnya. Ketiga belas lambang itu adalah: (1) kata-kata, (2) nada bicara, (3) mimik, (4) gestur, (5) gerak, (6) make-up, (7) gaya rambut, (8) kostum, (9) properti, (10) setting,(11) lighting, (12) musik, dan (13) efek suara.

Ketiga belas unsur pertunjukan ini akan peneliti gunakan untuk menganalisis pertunjukan Ketoprak DorJawa Deli dalam berbagai kegunaannya. Diantara wilayah kajian itu salah satunya adalah kebudayaan material musik. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon.13 Selain itu, setiap alat musik diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah-masalah teoretis perlu pula dicatat.

13

Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh Sach dan Hornbotel (1988:134) terdiri atas

(33)

Untuk mengkaji makna tekstual, Peneliti menggunakan teori semiotik bahasa oleh Halliday. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan bagaimana

perkembangannya. Bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang lain

seperti tradisi, sistem mata pencarian, dan sistem sopan santun secara

bersama-sama membentuk budaya manusia. Halliday mencoba menghubungkan bahasa

terutama dengan satu segi yang penting bagi pengalaman manusia, yakni segi

struktur sosial.

Dalam pandangan Halliday (1978:13-114) struktur sosial berhubungan

dengan konteks sosial, pola-pola hubungan sosial, dan kelas atau hierarki sosial.

Struktur sosial menetapkan dan memberikan arti kepada berbagai jenis konteks

sosial tempat makna-makna itu dipertukarkan. Kelompok sosial sangat menentukan

bentuk-bentuk karakteristik konteks situasi. Sebagai contoh, relasi antara status dan

peran pelibat secara jelas akan menghasilkan struktur sosial tertentu, dapat berupa

struktur sosial yang berjenjang. Pola-pola lingual yang digunakan sebagai sarana

retoris menunjukkan ciri sarana wacana yang diasosiasikan dengan strategi .

Menurut Halliday (1978:123) struktur sosial hadir dalam bentuk-bentuk

interaksi semiotis dan menjadi nyata melalui keganjilan dan kekacauan dalam

sistem semantis. Dalam penggunaan bahasa, misalnya, tampak muncul adanya

fenomena kekaburan dalam bahasa yang merupakan bagian dari ekspresi dinamis dan

tegangan sistem sosial. Kekaburan itu dipilih dalam rangka mewujudkan ketaksaan,

pertetangan atau kebencian, ketidaksempurnaan, ketidaksamaan, serta perubahan

(34)

Haliday secara khusus mengidentifikasi fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut: (1) Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap atau perasaan pemakainya. (2) Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain, seperti rujukan, rayuwan, permohonan atau perintah. (3) Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan. (4) Fungsi informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan atau budaya. (5) Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk memenuhi dan menyalurkan rasa estetis (indah), seperti nyanyian dan karya sastra. (6) Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk belajar atau memperoleh informasi seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atau sesuatu hal. (7) Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya.

(35)

diucapkan oleh para pemain Ketoprak Dor didominasi oleh bahasa lokal daerah setempat serta dikolaborasikan dengan penggunaan bahasa Jawa.

Dalam mengkaji teks dialog pada cerita Joko Bodo, peneliti menggunakan teori semiotika dari Barthes. Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Barthes, 2007 : 82).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Menurut Saussure (dalam Aminuddin, 1995: 168) hubungan antara simbol dan yang disimbolkan tidak bersifat satu arah. Kata bunga misalnya, bukan hanya memiliki hubungan timbal balik dengan gambaran yang disebut bunga, tetapi secara asosiatif juga dapat dihubungkan dengan keindahan, kelembutan dan sebagainya.

Konsep mental ini kemudian menjadi perhatian Barthes yang mengembangkan konsep tanda Saussure dengan menambahkan konsep ‘relasi’.

(36)

‘ungkapan’ dilambangkan dengan E) dan petanda (disebut contenu/ content ‘isi’ dilambangkan dengan C). Penanda dan petanda dihubungkan dengan relasi (R). Gabungan atau kesatuan tingkatan–tingkatan tersebut dan relasinya itu membentuk satu sistem ERC. Sistem ini terdapat dalam bentuknya sendiri, dan menjadi unsur sederhana dari sistem atau bentuk kedua yang membina bentuk yang lebih luas. Oleh Barthes sistem ini dapat dipilah menjadi dua sudut artikulasi. Konotasi–Denotasi satu sudut, metabahasa dan objek bahasa di sudut lain, seperti bagan berikut ini (Pudentia, 2008:335).

(37)

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Penelitian Lapangan

Dalam rangka penelitian terhadap eksistensi Ketoprak Dor, dengan fokus perhatian kepada struktur dan makna pertunjukan dan tekstual, serta struktur musik pengiring teater ini, peneliti menggunakan peneltian lapangan (field work). Penelitian lapangan merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang tidak memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti. Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya berdasarkan konteks.

Menurut Kenneth D. Bailey (1994:254) istilah studi lapangan merupakan istilah yang sering digunakan bersamaan dengan istilah studi etnografi (ethnographic study atau ethnography). Lebih jauh, Neuman (2003:363) juga menjelaskan bahwa penelitian lapangan juga sering disebut etnografi atau panelitianparticipant observation(pengamatan teribat).

(38)

mereka dapat berprilaku dengan cara yang diterima secara sosial. Penelitian lapangan merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti mengamati dan berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya setempat. Banyak mahasiswa senang dengan penelitian lapangan karena terlibat langsung dalam pergaulan beberapa kelompok orang yang memiliki daya tarik khas.

(39)

Douglas menyatakan bahwa sebagian dari apa yang peneliti sosial benar-benar ingin belajar, dapat dipelajari hanya melalui keterlibatan langsung seorang peneliti di lapangan. Secara sederhana Metode pengamatan penelitian lapangan (field research) dapat didefinisikan yaitu secara langsung mengadakan pengamatan untuk memperoleh informasi yang diperlukan, misalnya ketika peneliti ingin meneliti bagaimana peran opinion leader dalam suku tertentu menggiring audience-nya untuk mempercayai hal-hal tertentu. Hal ini menggunakan metode field research guna mendapatkan hasil yang akurat dan pasti, dimana peneliti ikut tinggal, bergaul, dan melakukan kegiatan sosial lainnya demi mendapatkan kesimpulan yang sesuai dari apa yang ada di lapangan. Demikian gagasan penelitian lapangan yang peneliti gunakan dalam konteks penelitian untuk kepentingan tesis magister seni ini.

1.6.2 Observasi

Observasi di gunakan untuk mengetahui bentuk penyajian Ketoprak Dor. Dalam hal penelitian ini, metode observasi terhadap Ketoprak Dor yang merupakan suatu kegiatan kesenian, oleh peneliti dilihat langsung tentang aspek penyajian yaitu alur cerita, struktur pertunjukan, pelaku, pemusik, bentuk syair, melodi, dan alat musik yang digunakan.

(40)

alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit (Bungin, 2007:115).

Kerja lapangan berkaitan dengan peneliti dapatkan lewat cara observasi langsung ke lapangan, yaitu mengikuti dan melihat upacara-upacara adat dan hiburan dalam kebudayaan Jawa Deli yang menggunakan teater Ketoprak Dor, melakukan pengamatan serta analisis. Hal itu dilakukan agar mendapat komunikasi yang baik dengan masyarakat serta peserta upacara adat yang lainnya demi mendapat informasi yang lebih baik.

Pengamatan atau observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian. Ilmu pengetahuan biologi dan astronomi mempunyai dasar sejarah dalam pengamatan oleh amatir. Di dalam penelitian, observasi dapat dilakukan dengan tes, kuesioner, rekaman gambar dan rekaman suara.

(41)

1.6.3 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan pelaku, pemusik serta masyarakat pendukung dari Ketoprak Dor. Wawancara dilakukan sesuai dengan format yang telah peneliti siapkan dengan tujuan data-data yang di inginkan akan diuraikan, sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang akan diwawancarai menyangkut dengan PertunjukanKetoprak Doryang meliputi struktur pertunjukan serta struktur musik dalamKetoprak Dor.

(42)

kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang berbagai hal yang akan ditanyakan, dengan fokus kepada pokok masalah penelitian, dan pendalaman pada makna-makna di sebalik pertunjukan Ketoprak Dor.

1.6.4 Kerja laboratorium

Setelah pengumpulan data dilaksanakan, data penelitian ini diolah dengan menggunakan teknik kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan struktur pertunjukan, tekstual, dan musik-serta makna pertunjukan dan tekstual dalam Ketoprak Dor. Semua kegiatan ini merupakan rangkaian dari kerja laboratorium.

Analisis data dilakukan sejak berada di lapangan, yaitu dengan melakukan pengorganisasian data, dilanjutkan dengan menghubungkan data yang satu dengan yang lainnya berdasarkan persfektif teori, kemudian mengidentifikasi hakikat hubungan-hubungannya hingga memunculkan asumsi-asumsi baru yang perlu dibuktikan kebenarannya di lapangan. Hal ini dilakukan hingga akhir penelitian. Pada bagian ini dibahas beberapa metode untuk menarik dan memverifikasi suatu fenomena dalam konteks terbatas yang membentuk suatu kajian kasus dari sekelompok masyarakat atau komunitas tertentu.

(43)

kualitatif yaitu, menguraikan bagaimana struktur dan makna (pertunjukan dan tekstual), serta struktur musik dari pertunjukanKetoprak Dordi Sumatera Utara.

Metode penelitian kualitatif yang dimaksud di dalam tesis magister ini adalah mengacu kepada Hadari dan Martini serta Denzin dan Lincoln, seperti kutipan berikut ini. Menurut Hadari dan Mimi Martini (1994:176), penelitian yang bersifat kualitatif yaitu rangkaian kegiatan atau proses menjaring data atau informasi yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Penelitian ini tidak mempersoalkan sampel dan populasi sebagaimana dalam penelitian kuantitatif.

Dalam hal ini, penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu keadaan atau fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta dari struktur pertunjukan dan struktur musik pada tradisi Ketoprak Dor dalam kebudayaan masyarakat Jawa di Sumatera Utara. Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.

(44)

Menurut Denzin dan Lincoln seperti kutipan di atas, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah adalah suatu metode yang telah lama dikembangkan di dalam ilmu pengetahuan manusia. Di dalam ilmu sosiologi karya-karya penelitian kualitatif dihasilkan oleh aliran-aliran para ilmuwan dari Universitas Chichago, terutama pada dasawarsa 1920-an dan 1930-an. Hasil penelitian ini merupakan kajian terhadap kehidupan manusia dalam kebudayaannya. Dalam disiplin ilmu antropologi, dalam periode yang sama, para ilmuwannya mendisain penelitian dengan cara mengamati dan meneliti adat istiadat dan kebudayaan di luar kebudayaan sang peneliti, artinya studi lintas budaya. Penelitian kualitatif ini biasanya dilakukan dengan menggunakan lintas disiplin, lapangan kajian, dan bidang kajian. Peristilahan yang digunakan dalam pendekatan penelitian ini juga melibatkan seperangkat konsep dan asumsi yang kompleks dan saling terjalin.

Lebih jauh Nelson mengkonsepkan mengenai apa itu penelitian kualitatif itu menurut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diuraikan berikut ini.

(45)

Menurut Nelson dan Grossberg seperti dikemukakannya pada kutipan di atas, penelitian kualitatif adalah kajian keilmuan yang bersifat interdisiplin, transdisiplin, dan kadangkala kounterdisiplin. Pendekatannya selalu melibatkan ilmu-ilmu kemanusiaan, sosial, dan eksakta. Penelitian kualitatif melibatkan berbagai bahan kajian pada saat yang sama. Penelitian ini menggunakan multiparadigmatik. Para pendukung metode ini sangat peka terhadap nilai-nilai yang dianut masyarakat yang diteliti, serta berbagai metode pendekatan. Para penelitinya sangat mendukung perspektif alamiah atau seperti apa adanya. Begitu juga dengan menafsirkan apa yang terjadi dalam pengalaman manusia. Kadangkala penelitian kualitatif ini inheren dengan politik yang dibentuk oleh berbagai posisi etika dan politik.

Dalam rangka penelitian terhadap struktur pertunjukan dan struktur musik pada teaterKetoprak Dorpada masyarakat Jawa di Sumatera Utara, maka metode penelitian yang peneliti pergunakan adalah metode kualitatif, yaitu dengan cara mengkaji kegiatan sosial dan kultural ini apa adanya. Kemudian menginterpretasikan kegiatan tersebut berdasarkan etika penelitian yang didasari oleh multidisiplin ilmu. Dalam hal ini ilmu yang digunakan adalah mencakup dua ailmu utama yakni kajian seni pertunjukan dan etnomusikologi-dibantu dengan ilmu kemanusiaan (antropologi, sosiologi, filsafat, linguistik, sejarah), juga ilmu-ilmu bantu lainnya.

(46)

peneliti merenungkan dan mengkaji dalam perspektif holistik dan mendalam. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini akan mengungkapkan kebenaran realita yang ada serta hal-hal yang melatarbelakangi kegiatanKetoprak Dordalam kebudayaan masyarakat Jawa Deli di tengah-tengah pergaulan sosial dengan kebudayaan multietnik di Sumatera Utara.

Menurut Kaelan (2012:94-95) bahwa dalam konteks penelitian kebudayaan terdapat beberapa pendekatan metode seperti metode historis, hermeneutika, komparatif, dan analitika bahasa yang bisa digunakan oleh peneliti agar penelitian lebih jelas dan memiliki data yang akurat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Arikunto, (2003:309-310), yaitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sukardi (2009:15) adalah metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya. Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.

Setelah keseluruhan data selesai dikumpulkan dari lokasi penelitian, maka tahap akhir dari penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisis data-data. Kerja ini dilakukan untuk menemukan beberapa kesimpulan tentang struktur pertunjukan dan struktur musikKetoprak DorJawa Deli.

(47)

budaya, yakni pertunjukan langsung (live)Ketoprak Dordi lapangan. Berikutnya adalah melakukan rekaman-rekaman baik dari format audiovsual maupun visual.

1.6.5 Perekaman

Untuk pelaksanaan kegiatan ini, peneliti menggunakan kamerahandycam sertagadget. Adapun spesifikasi yang dipakai yaitu kamera DSLR dan handycam Sony. Untuk melakukan perekaman atau pendokumentasian foto yang tak terduga atau mendadak, peneliti sudah menyiapkan iphone. Masing-masing alat tersebut menggunakan slot kartu memori mikro, sehingga mempermudah peneliti untuk mengakses dan menyimpan datanya ke komputer.

(48)

1.6.6 Analisis data di laboratorium

Informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penelitian tesis. Data yang dipergunakan untuk penelitian tesis ini adalah data-data yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi dan kajian seni pertunjukan.

Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses perkembangan suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses dan perjalanan keberadaan teater tradisi Jawa Deli Ketoprak Dor; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena Ketoprak Dor tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif dan anaitis berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh peneliti, dipakai untuk mengkaji struktur pertunjukan dan struktur musikKetoprak Dor.

1.7 Sistematika Penelitian

(49)

Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Kepustakaan, Kerangka Konsep, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.

Bab II berisi tentang Keberadaan Masyarakat Jawa Deli meliputi: Istilah Deli, Masyarakat Jawa Deli, Asal usul Masyarakat Jawa Deli, Persebaran Masyarakat Jawa Deli, Religi dan kepercayaan, bahasa, Adat istiadat, Ritual pernnikahan, Adat upacara Slametan, Ruatan/Ruwat, Sitem kekerabatan, organisasi sosial dan tipe-tipe organisasi.

Bab III membahas Gambaran Ketoprak Jawa dengan Ketoprak Dor Jawa Deli sebagai bentuk pertunjukan meliputi: Seni pertunjukan, Pengertian Ketoprak , sejarahKetoprak, Ciri-ciri Ketoprak, EksistensiKetoprak Dor,ciri-ciriKetoprak Dor, Kelompok-kelompok Ketoprak Dor, manajemen pertunjukan Ketoprak Dor, dan Fungsi pertunjukanKetoprak Dor.

Bab IV mengkaji Struktur Pertunjukan Ketoprak Dor, meliputi: lakon atau cerita pertunjukan, pendukung pertunjukan, instrumen musik yang digunakan, tata rias, aksesoris, perangkat tambahan, dan struktur tarian pertunjukan.

Bab V merupakan bab yang mengkaji tentang analisis struktur dan fungsi musik ketoprak Dor, meliputi Proses transkripsi, Bentuk musik, Musik pembuka, musik sampak, serta musik suka-suka.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan pergeseran pada ketoprak dor sehingga menjadi salah satu upaya dalam mempertahankan identitas etnis Jawa Deli di Dusun VII

Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui data tentang Peranan Pekan Raya Sumatera Utara dalam Mewadahi Pertunjukan Musik Tradisional Sumatera Utara serta

2.1.3 Ruang-Ruang Dalam Gedung Pertunjukan Musik Ruang pada gedung pertunjukan musik antara lain:..

Bagaimana wujud rancangan Padepokan Seni Pertunjukan Musik, Tari dan Teater di Yogyakarta yang ekspresif dengan pendekatan Arsitektur Post-Modern.

Barbagai kajian tentang kesenian Reog Ponorogo dan pertunjukan kesenian lainnya di Sumatera Utara dalam paradigma teori-teori budaya serta kajian tentang orang Jawa di Sumatera

Bertujuan mengetahui sejauh mana peran musik dalam penyampaian makna sebuah pertunjukan, penelitian ini menggunakan pertunjukan Teater Tamara yang berjudul Gejolak

Kesenian Ketoprak merupakan sebuah bentuk pertunjukan yang menceritakan kisah-kisah kehidupan dengan latar belakang budaya Jawa kuno dengan kreativitas Gamelan

Penelitian ini pada akhirnya menemukan bahwa konstruksi dramatik-artistik dalam pertunjukan Lampu Plenthong 15 Watt sarat dengan spirit teater tradisi Jawa, yaitu