• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETOPRAK DOR DI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN, TEKSTUAL, DAN TESIS SUHARYANTO NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KETOPRAK DOR DI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN, TEKSTUAL, DAN TESIS SUHARYANTO NIM"

Copied!
312
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

SUHARYANTO NIM 157037004

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017 TESIS

Oleh

SUHARYANTO NIM 157037004

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017 TESIS

Oleh

SUHARYANTO NIM 157037004

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)
(3)
(4)

ABSTRACT

This thesis entitled Ketoprak Dor in North Sumatra: Performance Analysis, Textual, and Music. The purpose of this research is to study and get the research result from three aspects of Ketoprak Dor with focus on Langen Setia Budi Lestari group: (a) show, (b) textual, and (c) musical structure. To examine these three aspects, the researcher uses field research methods that act as participant observers, by interviewing, recording data in the form of audiovisual, visual, and data analysis. This research also uses qualitative method by selecting some key informants. To review the show used the semiotics teri of Pavis show, Kozwan, de Saussure and Pierce. To study the textual performance of Ketoprak Dor Sumatera Utara, the researcher uses Halliday's semiotic theory. Next to study the musical structure used to accompany scenes of Ketoprak Dor used the weighted scale theory.

From the side of (a) the performance structure, Ketoprak Dor show consists of the first scene, the second scene, the third scene, the fourth scene, the fifth scene and the sixth scene consisting of the introductory / exposition, incident start / combat, ice breaking, climax / Crisis (turning point) and settlement / falling action. The costumes worn by players are also a form of assimilation of Middle Eastern cultures (turkish) and Portuguese. Then viewed the textual (B) aspect, the language used is Javanese krama and ngoko, the language of intermingling between Javanese, Malay, Karo, and local ethnic. If the scene is performed inside the royal court the players are required to use Javanese manners in their conversation dialogue. Conversely, if the scene is done outside the royal palace, free players dialogue using rough Java language, Malay karo even there are many uses of local languages (slang). From the point of view of music structure, Dor ketoprak music is divided into 3 (three) main parts of Panembromo music or music for opening show, sampak or main melody motif to change every scene of performances and music "perfunctory" or " Like "used for fight scenes.

Keywords: Ketoprak Dor, Java Deli, Textual, Panembromo, Sampak

(5)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual, dan Musik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan mendapatkan hasil penelitian dari tiga aspek Ketoprak Dor dengan fokus perhatian pada kelompok Langen Setia Budi Lestari, yaitu: (a) pertunjukan, (b) tekstual, dan (c) struktur musikal. Untuk mengkaji ketiga aspek tersebut peneliti menggunakan metode penelitian lapangan yang bertindak sebagai pengamat partisipan (participant observer), dengan melakukan wawancara, perekaman data dalam bentuk audiovisual, visual, dan analisis data. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan memilih beberapa informan kunci. Untuk mengkaji pertunjukan digunakan teri semiotik pertunjukan Pavis, Kozwan, de Saussure dan Pierce. Untuk mengkaji tekstual pada pertunjukan Ketoprak Dor Sumatera Utara, peneliti menggunakan teori semiotik bahasa Halliday. Seterusnya untuk mengkaji struktur musik yang digunakan mengiringi adegan Ketoprak Dor digunakan teori weighted scale.

Dari sisi (A) struktur pertunjukan, pertunjukan Ketoprak Dor terdiri atas adegan pertama, adegan kedua, adegan ketiga, adegan keempat, adegan kelima dan adegan keenam yang terdiri atas babak perkenalan/Eksposisi, Insiden permulaan/komplikasi, lawakan/ice breaking, klimaks/krisis (turning point) dan penyelesaian/falling action. Kostum yang dipakai oleh pemain juga merupakan bentuk asimilasi budaya timur tengah (turki) dan Portugis. Kemudian dilihat aspek (B) tekstual, bahasa yang digunakan adalah Jawa krama dan ngoko, bahasa pembauran antara bahasa Jawa, Melayu, Karo, dan etnis setempat. Jika adegan pertunjukan dilakukan didalam lingkungan istana kerajaan para pemain diharuskan untuk menggunakan bahasa Jawa krama dalam dialog percakapannya.

Sebaliknya jika adegan dilakukan diluar istana kerajaan, pemain bebas berdialog dengan menggunakan bahasa Jawa kasar, Melayu karo bahkan banyak sekali terdapat penggunaan bahasa lokal (slang). Dari sudut kajian (C) struktur musik, musik Ketoprak Dor dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu musik Panembromo atau musik untuk pembuka pertunjukan, sampak atau motif melodi utama untuk pergantian setiap adegan pertunjukan dan musik “asal-asalan” atau

“suka-suka” yang digunakan untuk adegan perkelahian.

Kata kunci: Ketoprak Dor, Jawa Deli ,tekstual, panembromo, sampak

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2017

SUHARYANTO NIM 157037004

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya kepada Peneliti dan juga Shawalat beriring salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang membimbing dan menyertai peneliti dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berjudul Ketoprak Dor Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual dan Musik. Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.

Tesis ini berisikan tentang hasil penelitian mengenai struktur pertunjukan Ketopak Dor, tektual dan musik. Pokok permasalahan yang dibahas adalah bagaimana struktur pertunjukan Ketoprak Dor, bahasa yang digunakan serta musik pengiring pertunjukan.

Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pembimbing yang telah banyak memberikan tuntunan, arahan serta bimbingan hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tulisan ini, yakni Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., sebagai Dosen Pembimbing I sekaligus sebagai Ketua Jurusan Program Studi Pengkajian dan Penciptaan Seni dan Bapak Dr. H. Muhizar Mukhtar, MA., sebagai Dosen Pembimbing II. Peneliti juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada

(8)

Sekretaris Jurusan Program Studi Pengkajian dan Penciptaan Seni, Bapak Drs.

Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan.

Ucapkan terima kasih banyak juga disampaikan kepada Dosen Penguji Bapak Prof. Dr. Ikhwanudin Nasution., M.Si, Bapak Dr. Umar Mono, M,Hum dan Bapak Drs. Kumalo Tarigan., MA., Ph.D yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penelitian tesis ini.

Secara akademik peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.

Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Budi Agustono, MS., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar bagi peneliti sehingga dapat menuntut ilmu di Kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dosen Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Prof. Dr. Mauly Purba. MA., Ph.D., Prof. Dr.

Ikhwanuddin Nasution., M.Si., Irwansyah Harahap, M.A., Dr. Asmyta Surbakti., M.Si., Dr. Ridwan Hanafiah., SH., MA., Dra. Rithaony Hutajulu, M.A., Drs.

Bebas Sembiring, M.Si., Drs. Kumalo Tarigan, M.A. Ph.D., atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua tercinta, Almarhum Ayahanda A. Shomad, dan Ibunda tercintaSumiati, nasehat Ayah dan Ibu senantiasa mengiringi langkahku dimanapun peneliti berada. Segala yang Ayah dan Ibunda berikan (doa dan nasehat) membawaku mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, peneliti tidak mampu membalasnya dengan apapun.

(9)

Terimakasih juga kepada Abangda peneliti, Suharyadi, ST beserta keluarga, Kakanda Peneliti, Wattini dan keluarga. Tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih kepada Istri tercinta Rosnilam Siregar, S.Pd dan Ananda tersayang Abizar Al Ayyubi, yang selalu setia mendampingi serta memberikan dorongan, do’a, semangat hingga akhirnya tesis ini dapat selesai.

Peneliti berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain itu juga dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi. Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun pada tesis ini.

Medan, Juli 2017 Peneliti

Suharyanto NIM: 157037004

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suharyanto

NIM : 157037004

Tempat/ Tanggal Lahir : Dumai / 25 Agustus 1987

Alamat : Jln.Perhubungan Gg. Damai Desa Lau Dendang Kabupaten Deli Serdang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Guru, Pemusik dan Instruktur musik

Pendidikan akademik :

a) SD PERSAKTI (Persatuan Keluarga Tapanuli Islam) Dumai (1995-2000) b) SMP Negeri 4 Dumai (2000- 2002)

c) SMA Negeri 2 Dumai (2002-2005)

d) Jurusan Seni Drama Tari dan Musik, Universitas Negeri Medan (2005-2010) Pengalaman di bidang kesenian:

1. Pertunjukan musik di Medan pada Percussion contest 2007

2. Pertunjukan musik Riau Hitam Putih World Music Festival 2007 di Pekanbaru,Riau

3. Pertunjukan the 1th young componist concert di medan tahun 2009 dengan judul karya Abstraksionist Mentalism

4. Pertunjukan 333 gitaris di Medan pada hari pendidikan nasional tahun 2011 5. Juara 1 dan 2 lomba cipta lagu bertema patriotik dan nasional di Jakarta tahun

2016

6. The Best Arransemen lomba cipta lagu anak Kemendikbud tahun 2015 Artikel:

1. Binalitas Pertunjukan masa kini diterbitkan di harian Analisa 2. Menyembunyikan Kebudayaan diterbitkan di harian Analisa 3. Electronic music diterbitkan di harian Pakantan Post

4. Nasyid, riwayatmu kini diterbitkan di portal online kompasiana Pengalaman Juri:

1. Festival Marching Band di Medan tahun 2015 2. Festival rampak bedug di Medan tahun 2017 3. Festival nasyid di Medan tahun 2011 s.d 2017 4. Festival Perkusi di Medan tahun 2016

5. Festival band antar pelajar di Medan tahun 2007 s.d 2017 Album:

1. Electronic music “the soundscape” diputarkan di Radio New Zealand 2. Electronic music “dar-der-dor” diputarkan di Yogyakarta sound festival 3. Swara Harsa diputarkan di Radio Republik Indonesia

(11)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN... i

ABSTRACT ... ii

INTISARI ... iii

PERNYATAAN... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR NOTASI... xvii

DAFTAR BAGAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 17

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 17

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 18

1.4 Tinjauan Pustaka ... 18

1.5 Konsep dan Teori ... 24

1.5.1 Konsep ... 24

1.5.2 Teori... 26

1.6 Metode Penelitian ... 37

1.6.1 Penelitian Lapangan... 37

1.6.2 Observasi ... 39

1.6.3 Wawancara... 41

1.6.4 Analisis Data di Laboratorium... 42

1.6.5 Perekaman... 47

1.6.6 Analisis data di laboratorium ... 48

1.7 Sistematika Penelitian ... 48

BAB II MASYARAKAT JAWA DELI DAN KEBUDAYAANNYA ... 50

2.1 Istilah Deli... 50

2.2 MasyarakatJawa Deli ... 53

2.2.1 Asal-Usul Masyarakat Jade Deli... 53

2.2.2 Persebaran Masyarakat Jawa Deli ... 59

2.2.3 Religi dan Kepercayaan ... 64

2.2.4 Bahasa ... 68

2.2.5 Adat Istiadat ... 71

2.2.6 Ritual Pernikahan... 73

2.2.7 Adat Upacara Slametan ... 78

(12)

2.2.9 Sistem Kekerabatan ... 82

2.2.10 Organisasi Sosial... 91

2.3 Tipe-Tipe Organisasi ... 93

2.3.1 Organisasi Formal... 93

2.3.2 Organisasi Informal ... 93

BAB III GAMBARAN UMUM KETOPRAK MATARAM JAWA DAN KETOPRAK DOR JAWA DELI SEBAGAI SENI TEATER RAKYAT... 96

3.1 Seni Pertunjukan Rakyat ... 96

3.2 Ketoprak... 97

3.2.1 Pengertian Ketoprak ... 97

3.2.2 Sejarah Ketoprak ... 98

3.2.3 Ciri-Ciri Ketoprak ... 101

3.3 Ketoprak Dor ... 103

3.3.1 Eksistensi Ketoprak Dor ... 103

3.3.2 Ciri-Ciri Ketoprak Dor ... 107

3.3.3 Kelompok-Kelompok Ketoprak Dor... 110

3.3.4 Sejarah Ketoprak Dor Langen Setio Budi Lestari... 118

3.4 Manajemen Pertunjukan Ketoprak Dor ... 119

3.5 Fungsi Pertunjukan Ketoprak Dor ... 126

3.5.1 Sebagai Seni Pertunjukan ... 127

3.5.2 Sebagai Media Hiburan ... 127

3.5.3 Sebagai Media Pendidikan/Penerangan ... 128

3.5.4 Sebagai Media Pengungkapan Emosional atau Ekspresi Diri... 129

3.5.5 Sebagai Kritik Sosial dan Politik... 129

BAB IV ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PERTUNJUKAN SERTA TEKSTUAL KETOPRAK DOR PADA CERITA JOKO BODO... 132

4.1 Lakon atau Cerita Pertunjukan... 132

4.2 Pendukung Pertunjukan ... 135

4.2.1 Waktu Pertuunjukan ... 135

4.2.2 Tempat dan Panggung ... 136

4.2.3 Instrument Musik ... 140

4.2.3.1 Jidor/Kendhang Jidor ... 142

4.2.3.2 Keprak/Kentrung ... 143

4.2.3.3 Keyboard Elektrik... 144

4.2.3.4 Kendang Jawa ... 147

4.2.3.5 Drum Set ... 148

4.2.3.6 Harmonium ... 150

4.3 Pemusik... 151

4.4 Pemain atau Pemeran Cerita ... 153

4.5 Penonton ... 156

4.6 Penarik Layar ... 158

(13)

4.7 Tata Busana... 160

4.7.1 Pakaian... 160

4.7.2 Tata Rias ... 164

4.8 Aksesoris... 165

4.8.1 Kaos Kaki ... 165

4.8.2 Gelang ... 166

4.8.3 Ikat Kepala ... 167

4.8.4 Ikat Pinggang ... 168

4.9 Perangkat Tambahan... 169

4.9.1 Soundsystem... 169

4.9.2 Kursi... 170

4.9.3 Backround atau Latar Belakang Panggung... 171

4.9.4 Suplemen Minuman ... 174

4.9.5 Makanan dan Minuman Selama Pertunjukan ... 174

4.10 Bentuk Tarian... 175

4.11 Analisis Struktur dan Makna Tekstual... 183

4.11.1 Tata Bahasa ... 183

4.12 Analisis Semiotik (Struktur dan Makna) Teks Dialog... 189

4.12.1 Sinopsis... 189

4.12.2 Adegan pertama... 191

4.12.3 Adegan kedua ... 192

4.12.4 Adegan ketiga ... 192

4.12.5 Adegan keempat ... 193

4.12.6 Adegan kelima... 194

4.12.7 Adegan keenam ... 195

4.13 Babak Pertunjukan ... 195

4.13.1 Babak Perkenalan/Eksposisi... 196

4.13.2 Insiden Permulaan/Komplikasi... 202

4.13.3 Babak Konflik (rising action) ... 209

4.13.4 Lawakan/Ice Breaking... 215

4.13.5 Klimaks/Krisis (Turning Point)... 218

4.13.6 Penyelesaian (Falling Action) ... 222

BAB V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR MUSIK KETOPRAK DORJAWA DELI ... 224

5.1 Proses Transkripsi ... 224

5.2 Bentuk Musik... 227

5.3 Struktur Musik ... 228

5.3.1 Tangga Nada/Scale ... 228

5.3.2 Nada Pusat/Nada Dasar (Pitch Cetre) ... 229

5.3.3 Wilayah Nada/Range ... 232

5.3.4 Jumlah Nada/Frequency of Note... 232

5.3.5 Interval ... 234

5.3.6 Pola Kadensa/Cadence Patterns ... 236

5.3.7 Formula Melodi/Melody Formula ... 241

(14)

5.4 Musik Pembuka/Panembromo... 243

5.5 Sampak ... 249

5.6 Musik “Asal-Asal” atau “Suka-Suka” ... 251

5.7 Fungsi Musik ... 252

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 255

6.1 Kesimpulan ... 255

6.2 Saran ... 257

DAFTAR PUSTAKA ... 260

DAFTAR INFORMAN... 267

LAMPIRAN... 268

GLOSARIUM... 271

TRANSKIP PERCAKAPAN ... 273

TIME LINE (GARIS WAKTU) PERTUNJUKAN JOKO BODO.. 291

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Sumatera Timur ... 51

Gambar 2.2 Sepasang Singa, Mahkota, dan Tembakau yang Menjadi Lambang Ibu Koloni Tembakau ... 52

Gambar 2.3 Keberadaan Jawa Deli di Desa Kampung Kolam Kabupaten Deli Serdang ... 63

Gambar 2.4 Salah satu rangkaian upacara pernikahan masyarakat Jawa ... 76

Gambar 2.5 Acara Ruatan pada Masyarakat Jawa ... 82

Gambar 2.6 Kirab Budaya Jawa oleh Forum Komunikasi Warga Jawa . 94 Gambar 3.1 Salah Satu Bagian pada Lakon Teater Bangsawan ... 107

Gambar 3.2 Kelompok Ketoprak DorSumatera Utara ... 113

Gambar 3.3 Para Pemain, Kru, dan Pemusik Bergotong rotong Menyiapkan Panggung ... 123 Gambar 3.4 Papan Kelompok Ketoprak Dor tanpa nota pendirian ... 124

Gambar 4.1 Panggung dari Sisi Samping... 137

Gambar 4.2 Bagian belakang panggung pertunjukan Berfungsi untuk menggantungkan pakaian ... 138

Gambar 4.3 Pemain menyiapkan backround di panggung... 139

Gambar 4.4 Panggung Ketoprak di Jawa ... 139

Gambar 4.5 Posisi Instrumen Musik di Sebelah Kanan Panggung ... 142

Gambar 4.6 Posisi instrumen musik di sebelah kanan panggung ... 143

Gambar 4.7 Kentrung atau Keprak dan alat pemukulnya ... 144

Gambar 4.8 Beberapa jenis tipe keyboard elektrik yang digunakan pada Ketoprak Dor ...146

Gambar 4.9 Sebelah kiri : Kendang Jawa serta rangkaian besi penyanggahSebelah Kanan : Alat pemukul kendhang Jawa/Panakol... 148

Gambar 4.10 Pemain drum set ... 149

Gambar 4.11 Pak Jumadi sedang memainkan harmonium ... 150

Gambar 4.12 Pemain kendhang yang berganti peran menjadi pelawak.... 152

Gambar 4.13 Penarik Layar (Keterem) yang berganti posisi menjadi pemain Kendhang ... 152

Gambar 4.14 Pemain lawak (Batur)... 154

Gambar 4.15 Para Pemain atau Pemeran Cerita... 155

Gambar 4.16 Penonton Ketoprak Dor dari berbagai kalangan usia... 157

Gambar 4.17 Penonton anak anak yang naik kepanggung... 158

Gambar 4.18 Penarik Layar atau Tukang Keterem dari anggota Ketoprak Dor... 159

Gambar 4.19 Penarik Layar atau Tukang Keterem dari penonton Ketoprak Dor... 159

Gambar 4.20 Model pakaian ... 161

Gambar 4.21 Pemain laki laki menggunakan celana pendek ... 162

(16)

Gambar 4.23 Tata rias yang digunakan... 164

Gambar 4.24 Pemain pria dan wanita sedang melakukan tata rias ... 165

Gambar 4.25 Pemain menggunakan kaos kaki ... 166

Gambar 4.26 Pemain menggunakan gelang sebagai tokoh Joko Bodo... 167

Gambar 4.27 Beberapa model ikat kepala... 168

Gambar 4.28 Petugas yang mengawasi soundsystem... 170

Gambar 4.29 Penggunaan kursi pada dua adegan yang berbeda ... 171

Gambar 4.30 Background atau latar belakang kerajaan... 173

Gambar 4.31 Background atau latar belakang Pedesaan ... 173

Gambar 4.32 Background atau latar belakang simpang empat ... 173

Gambar 4.33 Pemain sedang mengkonsumsi minuman suplemen ... 174

Gambar 4.34 Makanan dan Minuman ... 175

Gambar 4.35 Bentuk Tarian Oleh pemain pria ... 179

Gambar 4.36 Bentuk Tarian Oleh pemain wanita ... 180

Gambar 4.37 Bagian Pembuka atau Panembromo... 197

Gambar 4.38 Bagian Lawakan ... 218

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Perkebunan di Sumatera Timur dari tahun 1864-1904. 54

Tabel 2.2 Jumlah Populasi Kuli Kontrak 1884 hingga 1929 ... 58

Tabel 2.3 Populasi Etnik di Sumatera Timur Tahun 1930 ... 59

Tabel 2.4 Persebaran Perkebunan Tembakau Deli Paruh Kedua Abad ke-19 ... 61

Tabel 2.5 Keterangan Istilah-Istilah Untuk Saudara Sedarah ... 85

Tabel 2.6 Sebutan-Sebutan Penyapa Untuk Saudara Sedarah ... 87

Tabel 2.7 Keterangan Istilah-Istilah Penyapa Terhadap Keluarga Yang Diikat Oleh Hubungan Perkawinan... 88

Tabel 3.1 Perbedaan Pertunjukan Ketoprak DorJawa Deli dengan Ketoprak di Jawa... 109

Tabel 3.2 Komposisi Pemain dan Pemusik Pada Ketoprak Dor Langen Sri Wulandari ... 114

Tabel 3.3 Komposisi Pemain dan Pemusik Pada Ketoprak Dor Langen Mardi Agawe Rukun Santosa (LMARS) ... 115

Tabel 3.4 Komposisi Pemain dan Pemusik Pada Ketoprak Dor Langen Setio Lestari... 116

Tabel 3.5 Komposisi Pemain dan Pemusik Pada Ketoprak Dor Langen Pujakesuma... 117

Tabel 3.6 Komposisi Pemain dan Pemusik Pada Ketoprak Dor Langen Madyo Tresno ... 118

Tabel 4.1 Bahasa yang digunakan dalam pertunjukan Joko Bodo... 181

Tabel 4.2 Lirik Lagu Ojo Siro Lengak-Lenguk ... 182

Tabel 4.3 Lirik Lagu Tapi Pinjung... 183

Tabel 4.4 Lirik Lagu Sopo Manis... 186

Tabel 4.5 Lirik Lagu Panembromo ... 198

Tabel 4.6 Teks Adegan Pembuka oleh Pimpinan Rombongan... 200

Tabel 4.7 Teks Adegan Pertama (di Dalam Istana) ... 203

Tabel 4.8 Teks Adegan Kedua ... 212

Tabel 4.9 Teks Klimaks ... 218

Tabel 5.1 Simbol Musik ... 226

Tabel 5.2 Interval musik lagu Panembromo dan Sampak ... 235

(18)

DAFTAR NOTASI

Notasi 4.1 Bentuk Melodi Adegan Permulaan ... 208

Notasi 4.2 Bentuk Melodi untuk Iringan Adegan Sedih... 211

Notasi 4.3 Bentuk Melodi Memulai Adegan Lawakan ... 217

Notasi 5.1 Musik Lagu Panembromo... 245

Notasi 5.2 Motif Sampak... 249

Notasi 5.3 Motif “Suka-Suka” ... 251

(19)

DAFTAR DIAGRAM Diagram 2.1 Lingakaran konsentrik kebudayaan menurut

Koentjaraningrat ... 72 Diagram 2.2 Siklus sistem kekerabatan pada keluarga Jawa

Menurut geertz... 89 Diagram 5.1 Diagram Lingkaran Jumlah Nada Tembang Pada Lagu

Panembromo... 233 Diagram 5.2 Diagram Lingkaran Jumlah Nada Pada Motif Sampak ... 234

(20)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Konotasi dan Metabahasa ... 36

(21)

ABSTRACT

This thesis entitled Ketoprak Dor in North Sumatra: Performance Analysis, Textual, and Music. The purpose of this research is to study and get the research result from three aspects of Ketoprak Dor with focus on Langen Setia Budi Lestari group: (a) show, (b) textual, and (c) musical structure. To examine these three aspects, the researcher uses field research methods that act as participant observers, by interviewing, recording data in the form of audiovisual, visual, and data analysis. This research also uses qualitative method by selecting some key informants. To review the show used the semiotics teri of Pavis show, Kozwan, de Saussure and Pierce. To study the textual performance of Ketoprak Dor Sumatera Utara, the researcher uses Halliday's semiotic theory. Next to study the musical structure used to accompany scenes of Ketoprak Dor used the weighted scale theory.

From the side of (a) the performance structure, Ketoprak Dor show consists of the first scene, the second scene, the third scene, the fourth scene, the fifth scene and the sixth scene consisting of the introductory / exposition, incident start / combat, ice breaking, climax / Crisis (turning point) and settlement / falling action. The costumes worn by players are also a form of assimilation of Middle Eastern cultures (turkish) and Portuguese. Then viewed the textual (B) aspect, the language used is Javanese krama and ngoko, the language of intermingling between Javanese, Malay, Karo, and local ethnic. If the scene is performed inside the royal court the players are required to use Javanese manners in their conversation dialogue. Conversely, if the scene is done outside the royal palace, free players dialogue using rough Java language, Malay karo even there are many uses of local languages (slang). From the point of view of music structure, Dor ketoprak music is divided into 3 (three) main parts of Panembromo music or music for opening show, sampak or main melody motif to change every scene of performances and music "perfunctory" or " Like "used for fight scenes.

Keywords: Ketoprak Dor, Java Deli, Textual, Panembromo, Sampak

(22)

ABSTRAK

Tesis ini berjudul Ketoprak Dor di Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan, Tekstual, dan Musik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji dan mendapatkan hasil penelitian dari tiga aspek Ketoprak Dor dengan fokus perhatian pada kelompok Langen Setia Budi Lestari, yaitu: (a) pertunjukan, (b) tekstual, dan (c) struktur musikal. Untuk mengkaji ketiga aspek tersebut peneliti menggunakan metode penelitian lapangan yang bertindak sebagai pengamat partisipan (participant observer), dengan melakukan wawancara, perekaman data dalam bentuk audiovisual, visual, dan analisis data. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif dengan memilih beberapa informan kunci. Untuk mengkaji pertunjukan digunakan teri semiotik pertunjukan Pavis, Kozwan, de Saussure dan Pierce. Untuk mengkaji tekstual pada pertunjukan Ketoprak Dor Sumatera Utara, peneliti menggunakan teori semiotik bahasa Halliday. Seterusnya untuk mengkaji struktur musik yang digunakan mengiringi adegan Ketoprak Dor digunakan teori weighted scale.

Dari sisi (A) struktur pertunjukan, pertunjukan Ketoprak Dor terdiri atas adegan pertama, adegan kedua, adegan ketiga, adegan keempat, adegan kelima dan adegan keenam yang terdiri atas babak perkenalan/Eksposisi, Insiden permulaan/komplikasi, lawakan/ice breaking, klimaks/krisis (turning point) dan penyelesaian/falling action. Kostum yang dipakai oleh pemain juga merupakan bentuk asimilasi budaya timur tengah (turki) dan Portugis. Kemudian dilihat aspek (B) tekstual, bahasa yang digunakan adalah Jawa krama dan ngoko, bahasa pembauran antara bahasa Jawa, Melayu, Karo, dan etnis setempat. Jika adegan pertunjukan dilakukan didalam lingkungan istana kerajaan para pemain diharuskan untuk menggunakan bahasa Jawa krama dalam dialog percakapannya.

Sebaliknya jika adegan dilakukan diluar istana kerajaan, pemain bebas berdialog dengan menggunakan bahasa Jawa kasar, Melayu karo bahkan banyak sekali terdapat penggunaan bahasa lokal (slang). Dari sudut kajian (C) struktur musik, musik Ketoprak Dor dibagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu musik Panembromo atau musik untuk pembuka pertunjukan, sampak atau motif melodi utama untuk pergantian setiap adegan pertunjukan dan musik “asal-asalan” atau

“suka-suka” yang digunakan untuk adegan perkelahian.

Kata kunci: Ketoprak Dor, Jawa Deli ,tekstual, panembromo, sampak

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumatera Utara adalah salah satu wilayah administratif dan juga kebudayaan di pulau Sumatera yang mempunyai sistem sosial masyarakat heterogen.1Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010 dijelaskan bahwa jumlah total penduduk Sumatera Utara adalah 12.980.000 jiwa yang terdiri atas beberapa kelompok etnik,2 yang terbagi atas penduduk asli (native people) yang terdiri atas etnik-etnik: Batak Toba, Mandailing, Simalungun, Karo, Nias, Pakpak, dan Nias dengan total persentase 48,31% dan Melayu 4,92%. Sumatera Utara juga dihuni oleh masyarakat pendatang, dengan populasi terbanyak yang terdiri atas suku Jawa 32,62%, Minangkabau 2,66%, Tionghoa 3,07%, serta suku pendatang

1Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah heterogen berarti terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis; beraneka ragam. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia pada edisi IV (2010:344). Dalam tesis ini, terminologi heterogen digunakan untuk menggambarkan beraneka ragam dan berlainan jenis berbagai kelompok etnik dan kebudayaannya masing-masing di Provinsi Sumatera Utara.

2Pengertian kelompok etnik (ethnic group) yang dalam bahasa Indonesia lazim digunakan kata suku bangsa atau suku, dalam tesis ini mengacu kepada pendapat Naroll, yang didefinisikannya sebagai populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Dalam konteks menganalisis kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting, karena hal ini akan terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti: perbedaan ras, budaya, sosial, dan bahasa.

Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesimpulan bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku bangsa dan bangsa yang berbeda-

(24)

lain 8,5 %.3 Sedangkan Pola persebaran masyarakat terbagi menjadi masyarakat4 perbukitan, wilayah daratan, perkebunan, serta wilayah pesisir.

Masyarakat yang menetap dalam kurun waktu lama di Sumatera Utara telah mengalami fase perubahan pola sosial termasuk dibidang kebudayaan.

Menurut Kayam (2000:339) kesenian tradisional yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat mempunyai fungsi yang penting. Fungsi tersebut dapat terlihat dari dua segi yaitu dari segi wilayah jangkauannya dan dari segi fungsisosialnya.

Dari segi wilayah jangkauannya kesenian tradisional dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan dari segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan rakyat terletak pada kemampuannya sebagai pembangun dan memelihara solidaritas kelompok. Dari pertunjukan rakyat masyarakat dapat memahami kembali nilai- nilai dan pola perilaku yang berlaku dalam lingkungan sosialnya.

Mulai bergesernya makna dan fungsi kebudayaan leluhur disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor sosial disekitarnya. Disamping itu, dalam

3Dalam data ini, BPS berusaha menyatukan etnik-etnik Batak Toba, Mandailing, Simalungun, Karo, dan Pakpak menjadi satu kelompok etnik. Dalam kenyataannya, masyarakat ini lebih cenderung mengelompokkan dirinya sebagai etnik yang berbeda, walau disadari terdapat juga berbagai persamaan kebudayaan. Perbedaan dapat dilihat dari segi linguistik serta cerita rakyat (folklor) asal-usul mereka, dan sejumlah perbedaan lain. Persamaannya adalah memakai sistem tripartit sosial kemasyarakatan berdasarkan hubungan darah dana perkawinan, yang disebut dengan dalihan natolu (rakut sitelu atau daliken sitelu).

4Masyarakat yang dimaksud di dalam tesis magister ini adalah sesuai dengan definisi dari Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifiat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990: 146-147). Definisi itu menyerupai suatu definisi yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin, yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest grouping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative" (J.L. Gillin dan J.P. Gillin, Cultural Sociology (1954:139). Unsur grouping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi kita, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat," dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin bersaudara tersebut adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika, dalam contoh di atas.

(25)

perkembangannya, berbagai bentuk kebudayaan ini juga mengalami perubahan- perubahan baik dari segi bentuk maupun dari segi isi pertunjukannya. Merriam mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau intemal, dan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau ekstemal. Perubahan secara internal dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut (Merriam, 1964:172).

Masyarakat Jawa yang berdomisili di Sumatera Utara disebut dengan masyarakat Jawa Deli atau Jawa kontrak. Jawa Kontrak adalah sebutan bagi mereka yang memiliki ikatan kerja dengan para penguasa pada zaman kolonialisme, mereka ditempatkan dikawasan-kawasan terdalam atau daerah- daerah terpencil yang memiliki potensi perkebunan seperti perkebunan karet, sawit dan juga kopi. Ketika masa kontrak mereka habis, sebagian dari orang-orang Jawa tersebut tidak kembali lagi ke Pulau Jawa, mereka memilih tetap bertahan diperkebunan yang mereka mencari tempat.

Istilah Jadel atau Jawa Deli, adalah sebutan bagi mereka yang datang dan bekerja sebagai kuli perkebunan di Tanah Deli (Sumatera Utara). Mereka bekerja sebagai kuli pada perkebunan tembakau di Medan atau pada saat itu lebih dikenal dengan sebutan Perkebunan Tembakau Deli, ketika masa kontrak habis mereka memilih untuk tinggal dipedalaman atau mencari tempat baru yang lebih tenang.

Menurut Sinar bahwa kerajaan-kerajaan yang muncul di pulau Sumatera diantaranya banyak yang silsilah raja-raja atau golongan bangsawan yang

(26)

merupakan keturunan orang-orang Jawa atau yang menjalin hubungan perkawinan dengan pihak kerajaan Jawa. Menurut Reid (2001:232):

Perpindahan orang Jawa di Sumatera secara besar-besaran dan mencolok dalam sejarah Indonesia yaitu sengaja didatangkan oleh pihak perkebunan sebagai tenaga kerja di Sumatera Timur. Sejak tahun 1880-an, bersama-sama dengan kuli orang Tionghoa mereka dibawa ke Sumatera Timur.

Disisi lain Said (1977:188) menjelaskan bahwa:

Jumlah kuli kontrak pribumi adalah mencapai 40.000 jiwa sebagian besarnya adalah orang Jawa. Setelah tahun 1910 kedatangan mereka bertambah banyak lagi disebabkan untuk menggantikan orang Cina yang pada masa itu sudah tidak terlalu menguntungkan VOC.

Masyarakat Jawa yang sudah lama berdomisili di Sumatera Utara memiliki beberapa kebudayaan yang dibawa dari tanah Jawa seperti wayang kulit, wayang wong, angguk, reog Ponorogo, jathilan, kuda kepang, tayub, ludruk, sintren, dan ketoprak. Dari sekian banyak kesenian Jawa yang masih ada dan berkembang hingga saat ini, paling banyak menarik perhatian ialah kesenian Ketoprak Dor. Ketika masyarakat Jawa yang berasal dari pulau Jawa khususnya dari daerah Surakarta atau Jawa Tengah melihat pertunjukan Ketoprak Dor Jawa Deli akan mengalami keterkejutan budaya (cultureshock). Karena sebagian besar dari pertunjukan Ketoprak Dor tidak sama bahkan sangat berbeda dengan Ketoprak Mataraman.

Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer di Jawa Tengah, namun terdapat juga di Jawa Timur. Ketoprak berasal dari kata tok dan prak yaitu bunyi dari kentongan dan keprak. Dua alat musik yang terbuat dari bambu dan dipakai dalam teater rakyat tersebut. Kentongan yang bila dipukul berbunyi tok sedangkan keprak bagian samping kanan kirinya dipecahkan, sehingga ketika

(27)

dipukul berbunyi prak. Kesenian Ketoprak berbentuk pertunjukan drama musikal atau opera tradisional Jawa. Di dalam pertunjukannya seni tradisional ini terdapat beberapa unsur yang saling terkait dalam membangun bentuk pertunjukannya.

Seperti unsur gerak tari atau gaya tarian, unsur sastra, unsur teater, nyanyian rakyat (folksong), perlakonan watak, unsur musik tradisional serta tata panggung.

Menurut Sudarsono (2002:228) genre pertunjukan tradisional Ketoprak berasal dari Surakarta. Para senimannya kemudian menyebutnya sebagai Ketoprak Mataram atau Ketoprak Nengnong. Pertunjukan Ketoprak konon merupakan sebuah pertunjukan yang sangat ramai dikunjungi oleh penontonnya di pulau Jawa, khusunya didaerah Yogyakarta dan sekitarnya. Pertunjukan Ketoprak yaitu seni teater yang menggunakan dialog, drama, tarian, dan musik. Digelar disebuah panggung dengan mengambil cerita dari sejarah, cerita panji, dongeng dan lainnya dengan diselingi lawak.

Sedangkan di daerah Sumatera Utara terdapat juga jenis pertunjukan yang bernama Ketoprak Dor, yang mencirikannya sebagai khas Sumatera Utara, yang berbeda dengan kesenian sejenis dalam konteks kebudayaan Jawa didunia ini.

Istilah Dor merupakan onomatope5dari suara alat musik utama bernama kendang Jidor yang menghasilkan suara “dor” jika alat musik tersebut dipukul. Dalam konteks sejarah, menurut penjelasan para informan, keberadaan Ketoprak Dor sudah ada di Sumatera Utara sejak tahun 1940-an yaitu di daerah Pematang Siantar. Menurut Suroso keberadaan Ketoprak Dor di Pematang Siantar

5Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Jilid IV halaman 235 pengertian dari

(28)

disebabkan migrasi pertama masyarakat Jawa didaerah perkebunan Sidamanik dan Tanah Jawa (Suroso, 2006:6).

Ketoprak Dor merupakan seni pertunjukan yang lahir ditengah situasi buruh perkebunan dan perbudakan dan telah menjadi sejarah masyarakat Jawa di Jawa Deli. Awalnya Ketoprak Dor dipertunjukan oleh masyarakat Jawa di perkebunan untuk menghilangkan rasa rindu terhadap kesenian Ketoprak Mataram. Namun, perlakuan brutal yang diberikan oleh tuan kebun Belanda membuat para kuli kontrak melakukan pertunjukan Ketoprak secara sederhana dengan pakaian, alat musik, dan tata panggung yang sederhana juga.

Menurut Ladislao Székely dalam Rizaldi6bahwa:

Diantara para imigran Jawa nenek moyang para pemain Ketoprak Dor sampai ke Medan. Mereka didatangkan dari berbagai tempat di Jawa dan dikontrak selama tiga tahun, berdasarkan undang-undang kolonial, Ordonansi Kuli 1880. Kalau dalam masa kontrak melarikan diri, mereka diburu, ditangkap, dan dihukum dengan brutal.

Perlakuan buruk itu sering membuat para kuli mengamuk, marah membabi-buta karena tekanan keputus-asaan. Di tengah-tengah situasi seperti itu dan naluri untuk bertahan melalui seni, Ketoprak Dor lahir. Gending-gending yang masih mereka ingat dari kampung mereka mainkan dengan menggunakan alat musik Melayu, harmonium, alat musik sejenis akordion, ‘Jidor’ atau ‘tektek Dor’, yaitu gendang sejenis tambur yang dilengkapi kentongan (slit drum) berukuran kecil, dan kendang Jawa yang biasa dipakai mengiring wayang. Para kuli tak mungkin berharap ada gamelan tersedia, apalagi mengharap pendopo megah berlantai marmer, adem, dan angin yang berhembus semilir, seperti di Jawa. Di luar sana, dilahan buka kebun, hanya ada alas: hutan belantara yang digambarkan melalui pewayangan sebagai tempat yang “pekat dan ganas,” tempat dimana segala yang buas, jin, dan konsep kejahatan bersembunyi, atau sebalik-nya, garing setelah “babat alas” dilakukan dengan tunggul tegakan yang terbakar dan harus dicangkul dengan teknik membalik tanah yang terkenal dikuasai orang-orang Banyumas itu.

6Baca Harian Kompas dengan judul “Di tengah Perbudakan Lahir Ketoprak Dor” Edisi 13 Desember 2015

(29)

Secara umum pertunjukan Ketoprak Dor mempunyai babak atau adegan yaitu adegan pembuka, klimaks atau adegan yang biasanya berbentuk perkelahian, serta adegan penutup. Menurut Naiborhu dan Karina (2016:26) cerita atau lakon yang dibawakan adalah cerita dari babad Tanah Jawa serta cerita dari masyarakat Deli. Cerita yang menyangkut sejarah, seperti Arya Panangsang, Amandoko, Lutung Lasarung, Damarwulan, Raden Panji, Menakjinggo, Joko Bodo/Topeng Hitam, Pantai Solo, Tiga Putra Kembar, Ibu Tiri, Paman Berdosa, Air Mata Ibu yang berfungsi sebagai sarana pendidikan dan kenangan terhadap nilai-nilai sejarah Jawa juga sering ditampilkan. Cerita yang bertemakan pertanian seperti Dewi Sri yang sangat dihormati sebagai dewi kesuburan juga mereka ceritakan.

Cerita setempat yang diangkat dalam pertunjukan Ketoprak Dor antara lain adalah 1001 Malam yang berasal dari Baghdad (ibukota Irak), yang mereka sebut dengan Stambul Jawi (Istambul, atau Mesiran). Cerita Hang Tuah dan asal mula Sialang Buah, Legenda Putri Hijau, Anak Durhaka, Bersumpah di Sungai Deli juga dibawakan, atau cerita lainnya yang bersifat kekinian sesuai permintaan dan kebutuhan masyarakat penikmatnya. Sedangkan komposisi instrumen musik pengiring selama pertunjukan adalah gendang jedor, keprak, akordion, keyboard, serta drumset.

Melodi yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak Dor memiliki skala (scale) tangga nada pentatonis minor, zigana minor, dan slendro yang dimainkan secara berulang-ulang berdasarkan adegan yang dimainkan. Setiap melodi yang dimainkan mewakili adegan pertunjukan. Misalnya untuk membuka pertunjukan biasanya menggunakan motif Panembromo deng an menggunakan tangga nada

(30)

pentatonis dan diatonis minor.

Dalam penggunaan tembang atau lagu-lagu Jawa Ketoprak Dor mengunakan beberapa bentuk tembang yang dianggap lazim dilagukan yaitu tembang Macapat Matra Pucung, Mijil, Kinanti, Gamboh dalam cengkok7 ketoprakan atau gaya khas untuk panggung Ketoprak, sehingga biasa disebut juga mijil Ketoprakan atau pucung Ketoprakan atau kinanti Ketoprakan. Menurut Suroso (2015:43) gaya tembang ketoprakan ini dianggap tidak lagi sesuai dengan kaidah nilai seni-tembang yang baku, yang menjadi acuan kalangan kaum priyayi atau elit Jawa di Sumatera Utara, tembang pada Ketoprak dipandang sebagai

"rendah" atau "kasar."

Tiga bentuk iringan komposisi musik Ketoprak Dor yang dianggap penting dalam mengiringi adegan atau babakan adalah sebagai berikut:

1) Bentuk komposi panembrama adalah komposisi musik yang dimainkan pada saat pertunjukan pertama sekali dimulai, dengan melantunkan tembang pembuka dalam bentuk mijil8 dan kemudian dilanjutkan dengan menyanyikan tembang giar-giar9 untuk tari persembahan atau pembuka.

Berikut adalah cuplikan bentuk musik panembrama yang ditulis dalam notasi balok dan tembang-tembang pembuka yang ditulis secara berurutan berdasarkan reportoar pertunjukan.

2) Bentuk komposisi suka-suka adalah bentuk komposisi musik yang digunakan dalam mengiringi adegan peperangan atau perkelahian. Musik

7Cengkok adalah gaya atau gramatik dalam olah vokal beberapa tradisi musikal di Indonesia seperti Jawa, Sunda, Bali, dan juga Melayu.

8Mijil/mi·jil/ n bentuk komposisi tembang macapat, biasanya untuk melukiskan rasa sedih atau kisah nasihat.

9Giar-giar adalah salah satu jenis dari tembang macapat.

(31)

suka-suka menurut pengamatan sementara peneliti, yaitu dimainkan dengan cara improvisasi bebas, tergantung pilihan melodi oleh pemainnya, dan biasanya dimainkan secara berulang ulang hingga puncak perkelahian selesai.

3) Bentuk komposisi sampak adalah bentuk komposisi musik yang digunakan dalam mengiringi hampir seluruh adegan. Musik sampak menurut pengamatan peneliti dibagi dalam dua bentuk, yaitu sampak yang cepat dan sampak yang lambat. Musik sampak ini terutama juga digunakan dalam adegan pertempuran dengan bentuk melodi yang refetitif atau berulang-ulang.

Di dalam pertunjukan Ketoprak Dor terdapat percampuran dialek yang diucapkan oleh para pemain. Menurut pengamatan sementara peneliti, dialek yang digunakan sangat unik seperti penggunaan dialek Jawa, Melayu, Tioghoa, serta Batak Toba di dalam sebuah pertunjukan Ketoprak Dor. Para pemain kebanyakan tidak menggunakan teks cerita atau lakon yang baku. Hal ini sangat berbeda dengan pertunjukan Ketoprak Mataram yang disetiap lakon pertunjukannya pemain membaca teks yang sudah disiapkan. Selain itu, di dalam pertunjukannya terdapat banyak sekali penggunaan bahasa lokal (slang)10 dan dialek tradisional yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal diucapkan oleh para pemain Ketoprak Dor. Seperti alamak jang, cak, awak, balek, begadoh, iya pulak, dan lain sebagainya.

10Slang adalah ragam bahasa tidak resmi dan belum baku yang sifatnya musiman.

(32)

Fenomena pertunjukan Ketoprak Dor ini menarik untuk dikaji serta di dalami bagaimana struktur pertunjukan Ketoprak Dor serta struktur musik yang disajikan di dalam sebuah pertunjukan Ketoprak Dor. Fokus yang dilakukan dalam menganalisis struktur pertunjukan dan struktur musik Ketoprak Dor ini menggunakan dua disiplin ilmu utama dalam bidang seni, yakni yang pertama kajian seni pertunjukan dan yang kedua etnomusikologi (kadangkala di Indonesia disebut musikologi etnik).

Yang dimaksud kajian seni pertunjukan atau kajian pertunjukan (performance study) adalah sebuah disiplin (ilmu) yang relatif baru, yang dalam pendekatan saintifiknya berdasar kepada interdisiplin atau multidisiplin ilmu, yaitu mempertemukan antara lain: antropologi, kajian teater, antropologi tari atau etnologi tari, etnomusikologi, folklor, semiotika, sejarah, linguistik, koreografi, kritik sastra, dan lainnya. Dua orang tokoh terkernuka pada disiplin ini adalah Victor Turner (antropolog) dan Richard Schechner (aktor, sutradara teater, pakar pertunjukan, dan editor majalah The Drama Review).

Sasaran kajian pertunjukan tidak terbatas kepada pertunjukan yang dilakukan diatas panggung saja, tetapi juga yang terjadi di luar panggung, seperti olah raga, permainan, sirkus, karnaval, perjalanan ziarah, nyekar, dan upacara. Dia menulis buku yang terkenal From Ritual to Theater On the Edge of the Bush:

Anthropology as Experience, The Anthropology of Performance, dan The Anthropology of Experience. Buku yang terakhir ini, disuntingnya bersama Victor Turner dan Edward M. Bruner tahun 1982 setahun sebelum ia meninggal dunia.

Pada karya-karyanya tersebut secara saintifik Schechner dan Turner tampaknya

(33)

menawarkan pentingnya pendekatan pengalaman, pragmatik, praktik, dan pertunjukan dalam mengkaji kesenian. Tentunya pendekatan ini diperlukan berdasarkan asumsi dasar bahwa pengalarnan yang kita alami tidak hanya dalam bentuk verbal tetapi juga dalam bentuk imajinasi dan impresi (kesan).

Disiplin kajian pertunjukan ini, menurut peneliti relevan untuk digunakan dalam konteks mengkaji Ketoprak Dor di Sumatera Utara sebagai sebuah pertunjukan budaya, yang mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan orang- orang Jawa yang berada di Sumatera Utara, dan “jauh” dari pusat peradabannya, yakni Surakarta dan Yogyakarta. Ketoprak Dor sebagai seni pertunjukan, adalah dipentaskan, dengan melibatkan seniman (tari, teater, musik), juga tata panggung, lighting, kostum, cerita, sound system, dan hal-hal sejenisnya. Secara kesejarahan pula Ketoprak Dor berbeda dan membedakan ekspresinya dengan ketoprak Mataram di Jawa Tengah. Ketoprak Dor sebagai pertunjukan, mengekspresikan kebudayaan Jawa terutama masyarakat kuli kontrak, yang hidup dalam tekanan sosiopolitis Belanda kala awal pertumbuhannya, dan perkembangannya yang melakukan pola-pola adaptasi dengan kebudayaan multikultural di Sumatera Utara. Selanjutnya seni Ketoprak Dor ini sanggat relevan dikaji menggunakan disiplin etnomusikologi.

Menurut Merriam, yang dimaksud dengan etnomusikologi adalah sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which

(34)

the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context.

Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:3-4).11

Menurut pendapat Merriam seperti kutipan diatas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi (antropologi). Selanjutnya menimbulkan kemungkinan- kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut.

Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahan-bahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana

11Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi “bacaan wajib ” bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lain- lainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam “karya utama” diantara karya-karya yang bersifat etnomusikologis di seluruh dunia.

(35)

etnomusikologi menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Dilain sisi, sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas.

Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik.

Dari kutipan diatas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya.

(36)

Namun terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaan.

Khusus mengenai beberapa definisi tentang etnomusikologi telah dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada penelitian edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk etnomusikologi tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemukakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.12

12Buku ini diedit oleh Rahayu Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan Bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay;

yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) “Beberapa Definisi tentang ‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’:

Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,” (b) “Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,” (c)

“Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.” Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk “Etnomusikologi.” Selanjutnya George List menulis artikel “Etnomusikologi:

Definisi dalam Disiplinnya.” Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul

“Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.” Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya. Berbagai buku bertema etnomusikologis yang berbahasa Indonesia, sampai saat ini adalah seperti yang ditulis oleh Deni Hermawan, Rithaony, Santosa, dan kawan-kawan. Selain itu ada pula beberapa jurnal di bidang disiplin ini, seperti Jurnal Etnomusikologi FIB USU, Jurnal Selonding ISI Yogyakarta, dan lain- lainnya.

(37)

Lebih jauh lagi, dalam konteks perkembangan disiplin etnomusikologi masa kini, penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti kutipan dari laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present.

Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music.European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary--many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history.Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions.

Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Program in Ethnomusicology (http://webdb.iu.edu)

Dalam situs web tersebut dipaparkan dengan tegas bahwa etnomusikologi adalah kajian keilmuan yang menjangkau terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa dahulu hingga sekarang. Etnomusikologi mengeksplorasi segala gagasan, kegiatan, alat-alat musik, suara yang dihasilkan (alat-alat musik atau vokal), dengan masyarakat yang menghasilkan musik tersebut. Musik klasik

(38)

Nigeria, gamelan Jawa, ritual penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho, nyanyian keagamaan Hawai, adalah beberapa contoh budaya kajian terhadap musik di seluruh dunia, yang dilakukan oleh para etnomusikolog.

Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang sifatnya interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai latar belakang tidak hanya di dalam musik tetapi ada yang berasal dari bidang ilmu antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Para etnomusikolog mengkaji musik dalam dimensi waktu dan komunitas pendukungnya, mengamati, mengumpulkan dokumen tentang apa yang terjadi, bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat memainkan musik seperti yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga melakukan studi terhadap arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog melakukan dokumentasi dan mempromosikan pertunjukan musik.

Sebahagian besar etnomusikolog biasanya menjadi ilmuwan diberbagai jenis pendidikan dan universitas. Sejumlah karya penting mereka berkaitan dengan museum, festival, arsip, perpustakaan, label rekaman, sekolah, berbagai institusi, dimana mereka memfokuskan pencerahan kepada pengetahuan dan apresiasi musik diseluruh dunia. Beberapa perguruan tinggi dan universitas mempunyai program etnomusikologi.

Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa etnomusikologi adalah ilmu yang mengkaji budaya musik diseluruh dunia dari masa dahulu sampai sekarang. Diantara kajian itu adalah tentang musik dalam dimensi waktu

(39)

dan masyarakat pendukungnya, yang artinya adalah pendekatan kesejarahan.

Begitu juga dengan studi terhadap teks nyanyian dan gaya musik adalah salah satu lingkup kajian di dalam disiplin etnomusikologi. Dengan demikian ilmu ini sangat relevan digunakan dalam mengkaji struktur musik daan juga konteks sosiobudaya pada pertunjukan Ketoprak Dor di Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimanakah struktur pertunjukan serta tekstual dalam Ketoprak Dor?

2. Bagaimanakah makna pertunjukan serta tekstual dalam Ketoprak Dor?

3. Bagaimanakah struktur musik pada pertunjukan Ketoprak Dor?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis struktur pertunjukan serta tekstual dalam sebuah

pertunjukan Ketoprak Dor.

2. Untuk menganalisis makna pertunjukan serta tekstual dalam sebuah pertunjukan Ketoprak Dor.

3. Untuk menganalisis struktur musik yang digunakan dalam pertunjukan Ketoprak Dor.

(40)

1.3.2 Manfaat penelitian

Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Menambah referensi bagi lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan pembelajaran

2) Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratari dan musik

3) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa seni tari dan musik, agar dapat mengetahui penyajian pertunjukan Ketoprak Dor sesungguhnya.

4) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan budaya daerah.

5) Menambah pengetahuan bagi peneliti baik teori maupun pengetahuan tentang bentuk penyajian Ketoprak Dor.

1.4 Tinjauan Pustaka

Pada studi kepustakaan untuk mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian Ketoprak Dor di Jawa Deli ini, Buku-buku yang peneliti gunakan dalam menunjang penelitian ini adalah:

1. Torang Naiborhu dan Nina Karina yang berjudul Model Pengembangan Kesenian Tradisional Ketoprak di Sumatera Utara, 2016, Medan:

Univesitas Sumatera Utara. Secara umum, hasil penelitian ini berisikan tentang model pengembangan kesenian ketoprak di Sumatera Utara agar

(41)

terus berlansung di zaman modern ini. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian sejarah, manajemen dan model-model pertunjukan ketoprak yang ada di Sumatera Utara.

2. Tutik Sugiarti yang berjudul Ketoprak Dor: Perkembangan, Fungsi, dan tantangannya di Sumatera Utara (1920-1985), 1989. Medan: Universitas Sumatera Utara. Secara umum, hasil penelitian ini berisikan tentang penjelasan perkembangan dan tantangan Ketoprak Dor di Sumatera Utara.

Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian sejarah awal Ketoprak Dor, cerita yang dibawakan serta tantangannya.

3. Anthony Reid yang berjudul Menuju Sejarah Sumatera, 2011, diterbitkan di Jakarta oleh Obor Indonesia. Secara umum, buku ini berisikan tentang perkembangan masyarakat Jawa di Sumatera Timur (Oostkust van Smatra). Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian perkembangan pekerja Jawa yang masuk ke Sumatera pada tahun 1880 sampai tahun 1887 berjumlah 2.210 sebagai pekerja kuli kontrak sebagai pekebun tembakau, kopi, teh, dan karet bersama dengan pekerja Cina.

4. Lailatul Husna Rangkuti yang berjudul Peranan Gerak Dalam Ketoprak Dor di Sanggar Langen Setio Budi Deli Serdang, 2015. Medan:

Universitas Negeri Medan. Secara umum hasil penelitian ini menjelaskan tentang pola dan nama gerak dalam tarian Ketoprak Dor di Deli Serdang.

Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian tentang nama, motif dan pola gerakan dalam pertunjukan Ketoprak Dor di Deli serdang.

(42)

5. Clifford Geertz yang berjudul Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat Jawa, 2010, Jakarta: Pustaka Jaya. Buku ini berisi tentang kelompok dan identitas masyarakat Jawa. Peneliti mengambil bagian tentang sandiwara rakyat Jawa yaitu Ketoprak yang lahir pada abad ke-19. Ketoprak diidentikkan dengan kebudayaan rakyat atau sandiwara panggung bersifat serio-comic populer karena memiliki cerita serta lakon berunsur lawak atau lelucon di dalam pertunjukan yang ditampilkan.

6. Lestari Wulandari yang berjudul Pergeseran Ketoprak Dor Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Mempertahankan Identitas Etnis Jawa Deli di Dusun VII Desa Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang, 2016. Medan: Universitas Negeri Medan. Secara umum hasil penelitian ini menjelaskan tentang pergeseran pertunjukan Ketoprak Dor di Deli Serdang. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian tentang bentuk pola pergeseran pertunjukan pada Ketoprak Dor di Deli serdang.

7. Pono Banoe menulis buku yang berjudul Kamus Musik, 2003, Jakarta:

Kanisius. Secara general, buku ini berisi tentang istilah dan penjelasan mengenai istilah-istilah yang lazim digunakan dalam musikolologi Barat.

Peneliti mengambil bagian tentang pengertian istilah musik yang biasa digunakan dalam orkestra seperti dinamik, skala, melodi, harmoni, dan komposisi.

8. James Danandjaja yang berjudul Folklor Indonesia, 1984, Jakarta: Grafiti Pers. Buku ini berisikan tentang cerita rakyat dan dongeng (folklor) di

(43)

Indonesia. Peneliti mengambil bagian tentang hakikat folklor sebagai disiplin pengetahuan, sejarah perkembangan folklor di Indonesia serta contoh cerita dongeng yang populer di Indonesia seperti cerita 1001 Malam, Malin Kundang, dan Bujang Lapok sebagai salah satu cerita dalam Ketoprak Dor.

9. Muhammad Sholikin yang berjudul Ritual dan Tradisi Islam Jawa, 2010, Jakarta: Gramedia. Narasi utama buku ini berisikan tentang ritual dan kehidupan sehari-hari kehidupan masyarakat Jawa. Peneliti mengambil bagian pada sistem pola kehidupan masyarakat Jawa di kehidupan sehari- hari seperti tradisi pernikahan, sistem ekonomi dan lingkungan masyarakat. Bagian ini dianggap penting bagi Peneliti karena sebagai bahan perbandingan antara masyarakat Jawa dengan masyarakat Jawa Deli.

10. Slamet Hariadi yang berjudul StudiDeskriptif Ketoprak Dor Oleh Sanggar Langen Setio Budi Lestari Pada Upacara Adat Perkawinan Jawa Di Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai, 2015.

Medan: Universitas Sumatera Utara. Secara umum, hasil penelitian ini berisikan tentang penjelasan struktur pertunjukan Ketoprak Dor di kota Binjai serta peranannya di dalam upacara perkawinan masyarakat Jawa di kota Binjai. Dalam konteks penelitian tesis ini, peneliti mengambil bagian struktur pertunjukan Ketoprak Dor, cerita yang dibawakan serta keberadaan masyarakat Jawa di kota Binjai.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, penulis nantinya di dalam skripsi sarjana ini akan mengkaji teks pertunjukan wayang potehi berdasarkan konteks sosialnya, yaitu dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa di

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi guru Bahasa Jawa bahwa naskah drama ketoprak Rembulan Wungu memiliki suatu kelebihan yang dapat

Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besarnya oleh pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan cenderung menggunakan kata-kata yang bermosi ker- ja

Agar uang hasil kerja bersama ini dapat diambil sebesar-besarnya oleh pimpinan kesenian, maka istilah yang digunakan cenderung menggunakan kata-kata yang bermosi ker- ja

Barbagai kajian tentang kesenian Reog Ponorogo dan pertunjukan kesenian lainnya di Sumatera Utara dalam paradigma teori-teori budaya serta kajian tentang orang Jawa di Sumatera

a) Penawaran kentang adalah jumlah keseluruhan kentang yang dihasilkan setiap kabupaten di wilayah Sumatera Utara, diukur dengan satuan ribu ton. b) Luas panen adalah daerah

Tradisi seni pertunjukan kuda kepang merupakan salah satu kesenian yang terdapat di tengah masyarakat Jawa di Kecamatan Sei Bamban, Serdang Bedagai.. Penelitian

Tradisi seni pertunjukan kuda kepang merupakan salah satu kesenian yang terdapat di tengah masyarakat Jawa di Kecamatan Sei Bamban, Serdang Bedagai.. Penelitian ini