TUGAS HUKUM TATA NEGARA
IMPLEMENTASI KONFLIK DWI TUNGGAL
TERHADAP SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA
NAMA – NAMA KELOMPOK
1. I Made Arya Dwisana (1516051185) 2. Kadek Mitha Septiandini (1516051186) 3. AA. Kompiang Nursanthi Dewi (1516051187) 4. Isakh Benyamin Manubulu (1516051189) 5. Nadia Devi Maharani (1516051204)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Partai politik merupakan pilar utama demokrasi, karena pucuk kendali roda pemerintahan ada di tangan lembaga eksekutif yaitu presiden dan wakil presiden sebagaiama rumusan dalam UUD 1945 pasal 6A ayat (2), bahwa calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Hal ini berarti bahwa secara ekslusif konstitusi hanya diberian kepada partai politik, karena itulah maka sebuah demokrasi membutuhkan partai politik yang kuat dan mapan guna menyalurkan berbagai tuntutan warganya. Sangat rasional argumentasinya jika upaya penguatan partai politik merupakan pilar maha penting bagi bangunan demokrasi, sedangkan demokratisasi adalah fondasi utama bangunan good governance. Dengan demikian, derajad pelembagaan partai politik sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu negara (Salang, 2007 : 3).
Indonesia adalah negara yang menganut corak pemerintahan negara “Demokrasi”
sebagaimana dikatakan dalam ruang lingkup Hukum Tata Negara. Dalam perkembangannya, sistem demokrasi di Indonesia sempat mengalami beberapa beberapa perubahan seiring berjalannya waktu. Hal tersebut dikarenakan adanya kebijakan dari presiden untuk membangun sistem multi partai yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk membangun partai politik dan menyampaikan aspirasinya. Namun hal tersebut pada kenyataannya dipandang kurang efektif. Ketidakefektifan dari kebijakan presiden berimplikasi pada perbedaan pendapat antara “Dwi Tunggal” dam mempengaruhi sistem kepartaian di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Dimana letak pertenangan pandangan antara Soekarno Hatta terhadap sistem kepartaian?
BAB II
PEMEMBAHASAN
2.1 Letak Pertentangan Pendapat Antara Soekarno – Hatta
Letak pertentangan pandangan antara Soekarno dan Hatta di karenakan adanya perbedaan orientasi pendidikan berdasarkan faktor wilayah. Soekarno menempuh pendidikan di dalam negeri sedangkan Hatta menempuh pendidikan di negara bagian barat (Belanda). Hal tersebut yang mempengaruhi pola berfikir dari Soekarno – Hatta. Soekarno dalam menjalankan pemerintahannya cenderung radikal (non kooperatif) berbeda dengan Hatta yang selalu bersifat kooperatif. Sehingga mendapat simpati dari kaum oposisi di parlemen Belanda. Pertentangan pendapat antara Soekarno - Hatta telah muncul sejak keduanya aktif dalam organisasi.
Pada masa perang kemerdekaan, konflik politik yang pertama terjadi diakibatkan oleh keputusan yang dibuat oleh PPKI tentang pembuatan sebuah partai tunggal bagi semua rakyat Indonesia yaitu PNI (Partai Nasional Indonesia), namun tidak terlaksana karena kurangnya dukungan dari pihak perwakilan rakyat. Dikarenakan hal tersebut maka munculah Maklumat Presiden 3 November 1945 yang memberikan kesempatan untuk mebentuk partai – partai politik dengan tujuan “mendorong dan memajukan tumbuhnya pikiran – pikiran politik, maka pemerintah Indonesia menganjurkan kepada rakyat untuk mendirikan partai – partai guna mewakili segala pikiran politik dalam negara, republik indonesia tidak akan melarang organisasi – organisasi politik selama dasar – dasar atau aksi – aksinya tidak melanggar azas- azas demokrasi yang sah”.1 Pada masa ini konflik elit politik
banyak terjadi terutama antara presiden Soekarno dan Moh. Hatta mengenai penyelenggaraan negara. Letak pertentangan pendapat antara Soekarno – Hatta menjadi salah satu faktor yang menentukan sistem ketatanegaraan di Indoensia.
2.2 Dampak Ketatanegaraan Terhadap Sistem Kepartaian di Indonesia
Pada masa perang kemerdekaan, dampak ketatangaraan timbul akibat keputusan yang dibuat oleh PPKI tentang pembuatan sebuah partai tunggal yaiut PNI namun hal tersebt tidak terlaksana karena kurangnya dukungan dan karena tidak sesuai sistem ideologi demokrasi. Setelah itu munculah Maklumat 3 Nopember 1945 yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membentuk partai – partai politik. Akan tetapi hal tersebut semakin memperburuk sistem ketatanegaraan Indonesia dikarenakan munculnya berbagai partai politik yang memiliki ideologi dan cita – cita yang berbeda. Permasalahan pada partai politik di Indonesia terletak pada usahanya untuk mempertahankan tujuan dari partai politik yang memicu terjadinya sejumlah pemberontakan menuju pada sparatisme, menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan, banyak partai parlemen serta sulit untuk dipertemukan dan mengganggu stabilitas nasional. Dampak dari konflik itu juga menimbulkan sering bergantinya kabinet, selama lima setengah tahun ( September 1950 sampai Maret 1956 ) ada 6 kabinet yang terbentuk. Hal ini menyebabkan kabinet tidak memiliki cukup waktu untuk mendirikan pembangunan nasional.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Perbedaan pandangan antara dwi tunggal yakni Soekarno dan Hatt amerupakan salah satu faktor yang menentukan sistem ketatanegaraan di Indoensia. Diawali dengan sistem partai tunggal yang tidak disetujui oleh pihak perwakilan rakyat dan juga dipandang tidak sesuai dengan ideologi demokrasi. Konflik elit politik terus terjadi dalam proses penyelenggaraan negara terus terjadi terutama antara soekarno dan Hatta yang pada akhirnya menemukan jalan keluar dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 dan pengunduran diri dari Moh. Hatta dalam jabatannya sebagai wakil presiden.
3.2 Daftar Pustaka
Triwulan, Tutik. 2008. Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Surabaya: Kencana.
Soehino, 1985. Hukum Tata Negara Sifat Serta Tata Cara Perubahan UUD NKRI, Yogyakarta: Liberty.
http://lib.unnes.ac.id/325/1/1047.pdf
http://www.kompasiana.com/andisulistyo/perkembangan-konflik-politik-di-indonesia_550feb6f813311af36bc6041