• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Bunyi Bahasa Proto Autronesia dalam Bahasa Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Bunyi Bahasa Proto Autronesia dalam Bahasa Karo"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar

bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal yang lain (Kridalaksana,

2001:177). Sebelum mengacu pada uraian teori, perlunya dijelaskan beberapa konsep yang

digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep yang dijelaskan adalah konsep yang ada

kaitannya dengan judul dari penelitan historis komparatif ini.

2.1.1 Perubahan bunyi

Perubahan bunyi merupakan salah satu penanda perubahan unsur terkecil dalam

bahasa. Macam-macam perubahan bunyi dapat diuraikan dengan berbagai tipe perubahan

bunyi yang lebih meneropong perubahan bunyi secara individual yaitu semata-mata

mempersoalkan bunyi proto itu tanpa mengaitkannya dengan fonem-fonem lain dalam

lingkungan yang dimasukinya. Sebaliknya macam-macam perubahan bunyi didasarkan pada

hubungan bunyi tertentu dengan fonem-fonem lainnya dalam sebuah segmen, atau dalam

lingkungan yang lebih luas. Perubahan –perubahan bunyi berdasarkan tempat di antaranya

perubahan metatesis, aferesis (apheresis), sinkop (syncope), apokop (apocope), protesis,

epentesis, paragog, linear dan inovasi,. Perubahan bunyi (yang kemudian menggambarkan

pertalian-pertalian bunyi di antara bahasa-bahasa yang berkerabat) bukanlah suatu peristiwa

yang kebetulan.

Pada dasarnya perubahan itu diatur dan ditentukan oleh suatu prinsip keteraturan

(Bynon, 1979: 25). Berdasarkan konsep di atas maka dapatlah dikatakan bahwa setiap

perubahan bunyi secara teratur itu dapat diketahui pula syarat (kondisi) lingkungan yang

(2)

ikut menentukan perbedaan perwujudan dan juga perubahannya. Jadi, berdasarkan teori-teori

yang dipakai dapat disimpulkan penelitian ini hanya menjangkau bidang perubahan bunyi

saja. Segi-segi perubahan bunyi yang diteliti, meliputi perubahan bahasa Proto-Austronesia

dalam bahasa Karo.

2.1.2 Bahasa Proto Austronesia

Bahasa Proto merupakan suatu rakitan teoretis yang dirancang dengan merangkaikan

sistem bahasa-bahasa yang memiliki hubungan kesejarahan melalui rumusan kaidah-kaidah

secara sangat sederhana dan dirancang bangun dan dirakit kembali sebagai gambaran tentang

masa lalu suatu bahasa (Bynon, 1979: 71).

Austronesia adalah nama sebuah rumpun bahasa yang terdapat di dataran Asia Tenggara.

Rumpun ini bertalian dengan rumpun lain yang terdapat di dataran Asia Tenggara, yaitu

rumpun Austro-Asiatik. Peengelompokan bahasa-bahasa Austronesia dapat dilihat sebagai

berikut: bahasa Austronesia Barat (bahasa Indonesia/bahasa Melayu) terbagi atas : bahasa

Indonesia Barat (di antaranya: Malagasi, Formesa, Filipina, Bisaya, Minahasa, Gayo, Batak,

Nias, Jawa, Sunda, Madura, Dayak, Minangkabau) dan bahasa Indonesia Timur (di

antaranya, bahasa Timor-Afrika, Sula-Bacan, Halmahera Selatan-Irian Barat) dan bahasa

Austronesia Timur (Keraf, 1984:206).

2.1.3 Bahasa Karo

Bahasa Karo merupakan alat komunikasi bahasa yang digunakan oleh Suku Karo

dalam menyampaikan informasi kepada sesama masyarakat Karo. Karo merupakan salah satu

Suku Bangsa asli yang mendiami dataran tinggi Karo (Kabupaten Karo), Langkat, Deli

Serdang, Dairi, Medan, hingga ke Aceh Tenggara di Indonesia. Suku ini merupakan salah

(3)

nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu

Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna

perhiasan

2.2 Landasan Teori

Untuk mendukung penelitian ini, digunakan beberapa teori yang dianggap relevan, yang

diharapkan dapat mendukung temuan di lapangan sehingga dapat memperkuat teori dan

keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah kajian dari Linguistik Historis Komparatif dan

Perubahan bunyi. Penelitian ini merupakan beberapa perubahan bunyi bahasa Proto dalam

bahasa Karo, ini mengacu pada teori ilmu Linguistik Historis Komparatif. Hal ini sesuai

dengan pernyataan bahwa penelitian mengenai fonem-fonem bahasa Proto mengacu pada

Ilmu Sejarah Perbandingan Bahasa atau Linguistik Historis Komparatif (Mbete, 1981: 7).

2.2.1 Linguistik Historis Komparatif

Linguistik Historis Komparatif merupakan suatu cabang ilmu bahasa yang

mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur bahasa yang

terjadi dalam bidang waktu tersebut (Keraf, 1991: 22). Linguistik Historis Komparatif

pertama-tama merupakan suatu cabang ilmu bahasa yang membandingkan bahasa-bahasa

yang tidak memiliki data-data tertulis atau dapat pula dikatakan bahwa Linguistik Historis

Komparatif adalah cabang ilmu bahasa yang lebih menekankan teknik dalam pra-sejarah

bahasa.

Pemilihan teori linguistik historis komparatif tentunya mempunyai beberapa alasan,

(4)

Asia, sudah cukup mapan digunakan untuk merumuskan tentang adanya perubahan bunyi

dalam bahasa Indo-Eropah (IE) dan bahasa-bahasa di kawasan Asia Tenggara.

Kedua, teori linguistik historis komparatif ini dibangun oleh para ahli sejarah

perbandingan bahasa-bahasa Austronesia, di antaranya oleh Bynon (1979), Hock (1988) dan

Crowley (1992). Ketiga ahli itu pada prinsipnya memiliki pandangan yang sama terhadap

kajian linguistik historis komparatif. Pandangan-pandangan itu terangkum pada uraian

berikut ini, dalam perubahan-perubahan bunyi, ada beberapa macam perubahan bunyi. Dalam

bidang Kajian Historis Komparatif perubahan bunyi berdasarkan macam-maacam perubahan

bunyi berdasarkan tempat diantaranya perubahan metatesis, aferesis (apheresis), sinkop

(syncope), apokop (apocope), protesis, epentesis, paragog, linear dan inovasi yang harus

dilakukan dalam rangka sebuah kata. Maka langkah pertama adalah usaha menentukan

kata-kata mana yang dapat dipergunakan sebagai bahan perbandingan. Itu sebabnya dalam kajian

Linguistik Historis Komparatif dipersoalkan pula kata-kata kerabat.

2.2.2 Macam-Macam Perubahan bunyi

Perubahan bunyi merupakan tipe perubahan bunyi yang lebih meneropong perubahan

bunyi secara individual yaitu semata-mata mempersoalkan bunyi proto itu tanpa

mengaitkannya dengan fonem-fonem lain dalam lingkungan yang dimasukinya. Sebaliknya

macam-macam perubahan bunyi didasarkan pada hubungan bunyi tertentu dengan

fonem-fonem lainnya dalam sebuah segmen, atau dalam lingkungan yang lebih luas.

Perubahan-perubahan bunyi berdasarkan macam-macam Perubahan-perubahan bunyi berdasarkan tempat di

antaranya perubahan metatesis adalah suatu proses perubahan bunyi yang berujud pertukaran

tempat dua fonem, aferesis (apheresis) adalah suatu proses perubahan bunyi antara bahasa

kerabat berupa penghilangan sebuah fonem pada awal sebuah kata, sinkop (syncope) adalah

bila perubahan bunyi itu berujud penghilangan sebuah fonem di tengah kata, apokop

(5)

protesis adalah suatu proses perubahan kata berupa penambahan sebuah fonem pada awal

kata, epentesis adalah proses penambahan kata berupa penambahan sebuah fonem di tengah

kata, paragog adalah bila sebuah kata mengalami perubahan penambahan fonem pada akhir

kata, linear adalah menurunkan bunyi yang sama dan inovasi adalah perubahan terjadi bila

suatu fonem proto mengalami perubahan dalam bahasa sekarang. (Keraf, 1991: 85).

Kedua permasalahan dalam penelitian ini, dibahas dengan teori yang dikemukakan

oleh Gorys Keraf.

2.3 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan,

sependapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku,

buku primbon (Alwi, 2005: 912).

1. Erlina Siregar (2010) dari program pascasarjana Universitas Sumatera Utara meliputi

tentang perubahan bunyi bahasa Proto Austronesia, yang berjudul “Beberapa Perubahan

Bunyi Vokal Proto Austronesia dalam bahasa Mandailing dan Toba”. Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa bagaimana cara membandingkan perubahan bunyi, syarat-syarat

lingkungannya, pendekatan dari atas bawah (top down approach) dan dengan metode padan.

Dalam penelitian ditunjukkan bahwa bagaimana cara menggunakan perubahan bunyi dilihat

dari perubahan fonem vokal dan penghilangan fonem vokal. Selain itu terdapat juga kekhasan

pada bahasa Mandailing dan Toba yang digunakan peneliti dalam Perubahan Bunyi Vokal

Proto Austronesia dalam bahasa Mandailing dan Toba yang meliputi adanya suatu kajian

Linguistik Historis Komparatif.

2. Penelitian Linguistik Historis Komparatif sudah pernah dilakukan oleh Ranabrata (1991)

dengan judul Refleksi Fonem Proto-Austronesia bahasa Sunda dan beliau menetapkan bahwa

(6)

±80% kosakata PAN menunjukkan kognat dengan bahasa Sunda. Ini berarti inovasi yang

terjadi dalam bahasa Sunda adalah 20% dari bahasa Protonya.

3. Kawi (1993), menetapkan bahwa etimon-etimon PAN pada umumnya masih terefleksi

dengan utuh dalam bahasa Banjar. Adanya beberapa perubahan hanya bersifat sporandis dan

tidak mengacu kepada rampatan yang bersistem.

4. Adelaar (1994), membandingkan sejumlah Protobahasa sekerabat di Indonesia Barat. Hasil

penelitian menyimpulkan bahwa bahasa-bahasa yang diperbandingkan ternyata memiliki

hubungan kekerabatan yang erat satu sama lainnya dengan bahasa proto yang sama yaitu

PAN.

5. Sri Ulina Br Simanjorang (2004), Refleksi Vokal dan Konsonan bahasa Proto Austronesia

dalam bahasa Karo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara membandingkan perubahan

bunyi fonem pada bahasa Proto Austronesia (PAN). Dalam penelitian ditunjukkan bahwa

bagaimana cara membedakan perubahan bahasa Proto Austronesia dengan Mereflksikan

Bunyi Vokal dan Konsonan dalam bahasa Karo dalam suatu kajian Linguistik Historis

Komparatif.

6. I Komang Ardana (2011) dari program pascasarjana Universitas Udayana Denpasar

meliputi tentang perubahan bunyi bahasa Proto Austronesia, yang berjudul “ Korespodensi

Fonem Proto-Austronesia dalam Bahasa Kaili dan Bahasa Uma di Sulawesi Tengah.

Penelitian ini memberikan informasi mengenai data dan keterangan bahasa Kaili dan bahasa

Uma untuk penelitian Linguistik Historis Komparatif di Indonesia dan secara khusus

mendeskripsikan pewarisan fonem Proto-Austronesia, menganalisis korespondensi fonem

Proto- Austronesia, dan mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyinya.

7. Widayati (2001), menyimpulkan bahwa fonem-fonem turunan dalam bahasa Mandailing

(BMA) ada yang merupakan refleksi langsung dan tetap sebagai retensi dan ada yang berupa

(7)

Dari keterangan di atas jelas tampak perbedaan penelitian yang dilakukan

masing-masing peneliti. Hal tersebut tentu saja yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis.

Dalam hal ini penulis telah meneliti Perubahan Bunyi bahasa Proto Austronesia dalam bahasa

Karo dalam kajian Linguistik Historis Komparatif. Dalam penelitian ini, peneliti berusaha

untuk memperbandingkan bahasa PAN dengan bahasa Karo dan bertujuan untuk

membandingkan bahasa induk dan bahasa turunannya dan untuk mengetahui sampai sejauh

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari perubahan fonem vokal PAN dalam BBM dan BBT yang lebih dominan berubah secara linear pada lingkungan yang sama pula dapat disimpulkan BBM dan BBT berkerabat. Hal

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaiakan penyusunan skripsi yang berjudul

data lisan dan tulisan. Pengumpulan data lisan dilakukan dengan metode cakap yaitu percakapan peneliti dengan narasumber. Selanjutnya pengumpulan data tulisan dilakukan dengan

Berdasarkan kajian di atas, penelitian Linguistik Historis Komparaatif dalam berbagai.. segi kelinguistikan dapat dikatakan masih langka, kiranya penelitian

Bahasa Proto-Austronesia merupakan bahasa asal dari bahasa-bahasa di Indonesia dan bahasa-bahasa yang tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara.Bahasa Proto-

Asimilasi yaitu suatu proses bunyi dua fonem yang berbeda dalam bahasa proto.. mengalami perubahan dalam bahasa sekarang menjadi fonem

Perubahan bunyi merupakan suatu proses dimana bunyi suatu bahasa berubah dari bunyi awal menjadi bunyi lain. Macam-macam perubahan bunyi dapat diuraikan dengan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa bagaimana cara membandingkan perubahan bunyi, syarat-syarat lingkungannya, pendekatan dari atas bawah (top down approach) dan dengan