B
U
K
U
PEG
A
N
G
A
N
IMPL
EMEN
T
A
SI
U
N
D
A
N
G
-U
N
D
A
N
G
K
ET
ER
B
U
K
A
A
N
BUKU PEGANGAN
Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi
untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
Mei 2014
Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA
Penyusun:
Henri Subagiyo
Editor:
Firmansyah S. Hamdani
Ilustrator:
Bakhtiar Fitanto
Disain & Tata Letak:
Bakhtiar Fitanto & Iriawan Cahyadi
Penyelia Akhir:
Firmansyah S. Hamdani
BUKU PEGANGAN
Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi
untuk Mendorong Peningkatan Pelayanan Publik
pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan dukungan USAID, Program KINERJA
telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/
kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan) yang
bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia
layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demandside) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar dan peningkatan iklim usaha atau perizinan. Pada tahun ketiga, Program KINERJA menambah 4
(empat) kabupaten/ kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan. Peningkatan
pelayanan tersebut dimaksudkan agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan kegiatannya untuk pencapaian
standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional serta mencapai tujuan-tujuan MDG (Millennium Development Goals).
Undang Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan publik juga telah mengatur partisipasi masyarakat
dalam peningkatan Pelayanan publik. Pengikutsertaan masyarakat dalam Pelayanan publik mencakup seluruh
proses penyelenggaraan Pelayanan, yang meliputi:
1. Penyusunan kebijakan Pelayanan publik,
2. Penyusunan standar Pelayanan,
3. Pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan Pelayanan publik, dan
4. Pemberian penghargaan.
Sebagai wahana meningkatkan partisipasi masyarakat dalam peningkatan Pelayanan publik, KINERJA
mengembangkan dan mendorong adanya keterbukaan informasi dari seluruh penyedia pelayanan publik,
baik di tingkat dinas maupun unit layanan (seperti: puskesmas dan sekolah). Keterbukaan informasi tersebut
merupakan prasyarat terjadinya partisipasi masyarakat. Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
Nomor 14 tahun 2008, bertujuan untuk memberikan jaminan “hak untuk tahu” tentang kebijakan, program,
pengambilan keputusan dan alasan yang menyangkut kepentingan publik; mendorong partisipasi publik dalam
proses pengambilan keputusan; meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan
pengelolaan badan publik secara baik; mewujudkan penyelenggaraan pelayanan publik yang baik; mengetahui
alasan pengambilan kebijakan yang berpengaruh terhadap hajat hidup orang banyak dan meningkatkan
Khusus mengenai hal pengelolaan dan pelayanan informasi dari badan penyedia pelayanan publik,
KINERJA juga mendorong mereka untuk menyediakan informasi publik secara proaktif maupun pasif; dan
mengembangkan serta membangun sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola informasi publik
secara efektif dan eisien dengan memiliki Pejabat yang secara khusus bertanggung-jawab atas sistem
dokumentasi informasi publik (PPID, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) dan petugas layanan
informasi (Meja Informasi); serta memiliki sistem dokumentasi informasi publik yang mutakhir dan ter-update
secara baik; memelihara indeks informasi yang dimiliki (Daftar Informasi Publik).
Selain kepada para penyedia pelayanan publik, sebagaimana pendekatan lainnya dalam program KINERJA,
maka untuk hal keterbukaan informasi publik ini, KINERJA juga melibatkan masyarakat sebagai pengguna
pelayanan publik. Salah satu hal penting mengapa Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini didorong
kelahirannya oleh masyarakat sipil adalah karena menyangkut hak warga untuk mengetahui dan mendapatkan
informasi. Undang-Undang ini menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan informasi publik
yang mereka butuhkan, apapun jenisnya, termasuk yang berkaitan dengan pelayanan publik yang mereka terima.
Mengingat praktik-praktik pengembangan penyelenggaraan keterbukaan informasi publik yang dilaksanakan
KINERJA bersama pemerintah daerah mitra merupakan pendekatan yang relatif baru dengan intervensi sisi
penyedia layanan dan pengguna layanan secara bersamaan, maka untuk lebih memudahkan pemerintah
daerah dan para pemangku kepentingan dalam menerapkannya maka diperlukan sebuah modul yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam pelatihan, pendampingan dan pelaksanaannya karena modul ini dapat
memberikan gambaran secara utuh konsep dan tahapan pengembangan penyelenggaraan keterbukaan
informasi publik, khususnya PPID di daerah.
Diharapkan modul ini dapat membantu penyelenggara pelayanan, pemerintah daerah dan pihak-pihak lain
yang ingin menerapkan tatakelola yang baik, khususnya dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas dan berstandar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Jakarta, Oktober 2014
ELKE RAPP
I. PENDAHULUAN 6
1. Bagaimana Membaca Dokumen Ini 6
2. Review Hasil Pelatihan 6
II. STRATEGI DAN SKENARIO FASILITASI 8
1. Apa Tujuan Fasilitasi? 8
2. Siapa yang Memfasilitasi? 8
3. Siapa yang Difasilitasi? 9
4. Apa yang Perlu Dilakukan Fasilitator? 10
III. PRASYARAT DASAR 13
1. Fasilitator: Peran, Fungsi dan Teknik Komunikasi 13
2. Pemahaman Akan Modul dan Materi Mengenai PPID 16
IV. FASILITASI PENYUSUNAN SK PPID 19
1. Mengapa PPID Perlu Ditetapkan Melalui SKP atau Keputusan Kepala Daerah? 19 2. Apa Saja Isi SK atau Peraturan Kepala Daerah Tersebut? 19
3. Tahapan di dalam Fasilitasi 20
V. FASILITASI PENYUSUNAN SOP LAYANAN INFORMASI PUBLIK 23
1. Mengapa PPID Perlu Memiliki SOP Pelayanan Informasi Publik yang Dituangkan di dalam Peraturan Kepala Daerah?
23
2. Apa Saja Isi Peraturan Kepala Daerah Mengenai SOP Pelayanan Informasi Publik? 23
3. Tahapan di dalam Fasilitasi Penyusunan 26
VI. FASILITASI PENYUSUNAN DAFTAR INFORMASI PUBLIK 30
1. Mengapa DIP Diperlukan? 30
2. Apa Saja Isi di dalam DIP? 30
VII FASILITASI PENGADAAN MEJA INFORMASI DAN PERANGKAT PENDUKUNG LAINNYA
33
1. Mengapa Meja Informasi dan Perangkat Pendukung Lainnya Diperlukan? 33
2. Perangkat Pendukung yang Diperlukan 33
3. Bagaimana Memastikan Perangkat Pendukung Tersedia? 34
4. Tahapan Fasilitasi Ketersediaan Meja Informasi dan Sarana Pendukung Lainnya 35
VIII FASILITASI WARGA MENGAKSES INFORMASI 36
1. Mengapa Warga Perlu Mengakses Informasi Publik? 37
2. Siapa Saja yang Perlu Difasilitasi? 37
3. Hal Apa Saja yang Diperlukan? 38
Dokumen ini merupakan kelanjutan dari dokumen yang disusun sebelumnya yakni Modul Pelatihan
Implementasi Keterbukaan Informasi Publik bagi Pemerintah Daerah dan Panduan Pelatihan bagi PPID
Pemerintah daerah. Layaknya setelah selesai pelatihan, agar PPID dapat mulai menjalankan perannya, perlu
mendapatkan bantuan teknis berupa fasilitasi untuk memenuhi prasyarat dasar bagi implementasi keterbukaan
informasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Dengan demikian, sudah sewajarnya jika membaca dokumen ini setidak-tidaknya fasilitator sudah pula
membaca dua dokumen yang telah disebutkan di atas terlebih dahulu.
2.
REVIEW HASIL PELATIHAN
Layaknya sebelum proses fasilitasi kepada calon pejabat PPID ataupun pejabat PPID dilakukan, mereka
telah terlebih dahulu memahami Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik serta berbagai turunan peraturannya seperti PP nomor 61 tahun 2012, Kepmendagri Nomor 35 tahun
2010 dan PERKI (Peraturan Komisi Informasi No 1 dan No 2 Tahun 2010). Memahami secara substansi tidak
terlalu mudah, karena artinya harus membaca semua dokumen. Memahami dengan cara lain adalah mengikuti
berbagai kegiatansosialisasi.
Khusus untuk wilayah kerja Kinerja USAID, proses membangun pemahaman akan paradigma dan substansi
Keterbukaan Informasi Publik telah dilakukan melalui berbagai kegiatan. Pertama, sosialisasi Undang-Undang
itu sendiri dengan penekanan pada peran PPID telah dilakukan, terutama ditujukan kepada pihak-pihak terkait
di Kab/Kota masing-masing, dimana didalamnya terdapat calon PPID Utama yakni Humas atau Dinas Infokom,
Calon PPID Pembantu terkait, sekretaris SKPD dan pihak-pihak terkait lainnya. Kedua, pelatihan mengenai
implementasi UU KIP dengan materi yang lebih teknis yakni mengenai pemahaman peran, struktur organisasi
PPID, menyusun SOP, memilah informasi, menangani sengketa informasi dan sebagainya.
Dari semua pelatihan yang sudah dilakukan, tidak semua peserta pelatihan memahami 100 persen materi,
orang yang ditetapkan sebagai calon PPID, dan masih banyak sederet lain persoalan yang menyebabkan gap
pemahaman paska pelatihan terhadap implementasi masih jauh dari sempurna.
Dengan demikian menjadi penting bahwa paska pelatihan, calon/PPID Utama maupun PPID Pembantu masih
harus difasilitasi di dalam melengkapi berbagai prasyarat agar dapat menjalankan peran dan fungsinya secara
baik. Dari hasil melakukan proses review terhadap kegiatan sosialisasi maupun pelatihan yang diberikan ada
dua kutub besar isu yang harus dibangun di dalam pemahaman masing-masing calon PPID yakni:
a. Kutub pertama: Paradigma. Apakah peserta yang mendapat pelatihan memahami paradigma tentang
keterbukaan informasi publik. Hal ini perlu dicek ulang oleh fasilitator melalui berbagai diskusi sederhana.
b. Kutub kedua: pemahaman teknis. Yang dimaksud dengan pemahaman teknis terkait dengan apa yang
harus dikerjakan oleh peserta yang mendapat pelatihan ketika mereka menjalankan peran sebagai tim di
dalam PPID, baik di dalam fungsinya sebagai PPID Utama maupun sebagai PPID Pembantu, atau bahkan
1.
APA TUJUAN FASILITASI?
Fasilitasi yang hendak dilakukan oleh fasilitator bertujuan paling tidak pada dua hal. Pertama, untuk
memastikan adanya keluaran yang terkait dengan prasyarat-prasyarat pelaksanaan Keterbukaan Informasi
Publik di SKPD/Pemda masing-masing. Keluaran dimaksud tidak dirumuskan dan dihasilkan oleh fasilitator,
melainkan dihasilkan sendiri oleh tim yang dibentuk Pemerintah Daerah atau kelompok yang ditugaskan untuk
merumuskan produk/prasyarat tersebut. Kedua, karena semenjak awal pihak-pihak sudah dilibatkan di dalam
proses, diharapkan substansi lebih dipahami dan yang paling penting adalah rasa kepemilikan yang tinggi.
Fasilitator berperan memberi dorongan, memasok materi pendukung, menyampaikan alternative jalan keluar,
membuka jalan, membantu menggali persoalan, membantu mencari titik temu dan berbagai kegiatan lain yang
intinya adalah dukungan agar tim dapat bekerja untuk menghasilkan keluaran yang hendak dicapai.
2.
SIAPA YANG MEMFASILITASI?
Adalah orang yang memiliki kapasitas tertentu dan terpenuhinya prasyarat dasar seperti yang dijelaskan dalam
bagian di bawah ini:
a) Memiliki motivasi untuk mendorong keterbukaan informasi;
b) Memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadahi dalam melakukan fasilitasi;
c) Memiliki pemahaman dan keterampilan tentang keterbukaan informasi;
d) Proaktif dan memiliki kemauan yang kuat dalam mengatasi peroblem yang berkembang;
e) Memiliki kemampuan untuk membaca dan memanfaatkan momentum yang ada;
3.
SIAPA YANG DIFASILITASI?
Fasilitator perlu memetakan siapa saja di dalam Pemerintah Daerah yang perlu difasilitasi. Dari sisi program
Kinerja, fasilitator perlu menetapkan sasaran yakni:
a. Calon PPID Utama. Mereka umumnya adalah Kabag Humas Pemerintah Daerah atau Dinas
HubtelInfokom atau dengan nama yang berbeda. Hingga saat ini belum ada struktur baku terkait dengan
siapa yang menjabat sebagai PPID Utama. Namun demikian hal ini tidak selalu negatif melainkan
memberikan kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk mengambil pilihan sesuai dengan kondisi
daerahnya. Untuk itu fasilitator perlu mencari tahu dan mendiskusikannya dengan pejabat daerah
bagaimana struktur organisasi PPID di Pemda akan dibangun.
b. Calon PPID Pembantu yang berada di dalam sektor dampingan Program Kinerja. Umumnya mereka
adalah Sekretaris Dinas dalam SKPD Pendidikan, Kesehatan atau PTSP (ini nama generik yang bisa
jadi ada perbedaan di masing-masing Kab/Kota). Dari target sosialisasi maupun pelatihan mereka –
seharusnya – terlibat sebagai peserta sehingga seharusnya mereka memahami substansi.
c. Bagian Organisasi/Bappeda yang menjadi lead agency Program Kinerja di Pemerintah Daerah setempat. Pihak ini merupakan motor kegiatan Kinerja dari sisi Pemerintah Daerah, sehingga untuk kepentingan
koordinasi dan komunikasi pihak ini merupakan stakeholder kunci yang perlu didekati.
d. Bagian Hukum. Fasilitator perlu memastikan ada pihak dari Bagian Hukum yang akan terlibat dalam
proses-proses pembahasan hal-hal yang terkait regulasi seperti SK, Perbup/Wako dan sebagainya.
e. Peserta pelatihan yang terkait dengan pejabat-pejabat yang disebutkan di atas (biasanya adalah staf yang
ditugaskan mengikuti pelatihan PPID oleh calon PPID).
f. Petugas Meja Informasi. Petugas Meja Informasi adalah petugas harian yang melaksanakan pelayanan
informasi baik secara proaktif maupun pasif (berdasarkan permintaan). Petugas ini perlu mendapatkan
dampingan bagaimana melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
Fasilitator perlu mengkaji siapa dari kesemua ini yang relatif lebih siap dan aktif di dalam mengusung isu
PPID. Jikalau orang yang aktif tersebut posisi dan jabatannya tidak cukup tinggi untuk mempengaruhi pihak
lain, maka harus dicari pijakan lain. Namun jika orang yang aktif tersebut posisi dan jabatannya cukup tinggi,
misalnya setingkat Kepala Dinas atau Assisten Sekretaris Daerah atau malah Sekretaris Daerahnya sendiri,
akan lebih mudah.
Fasilitator perlu mendekati yang bersangkutan dan menjelaskan A sd Z apa itu KIP, PPID hingga apa yang
harus dilakukan Pemda dan peran apa yang bisa diambil yang bersangkutan. Namun jika yang cukup aktif
mungkin menetapkan PPID dan sering mendiskusikannya kepada pihak-pihak tertentu.
4.
APA YANG PERLU DILAKUKAN FASILITATOR?
Fasilitator harus memahami lapangan seperti apa yang akan dihadapi, siapa yang akan dihadapi, siapa yang
dapat membantu kerja-kerja lapangannya, target atau capaian apa yang harus dituju. Untuk memastikan hal
tersebut, fasilitator harus memiliki alat untuk mencapainya dan mengetahui kemampuan yang ada yang dapat
digunakan
a. ALAT KERJA
Untuk dapat menjalankan perannya maka dari sisi pengelolaan kegiatan paling tidak fasilitator perlu
memiliki dua buah tools yakni:
a.1. Rancangan Kerja
Untuk memiliki sebuah rancangan kerja, banyak metode dan alat yang dapat digunakan. Di dalam
panduan ini disebutkan salah satunya saja yakni mind map. Seorang fasilitator perlu menyusun mind map sederhana atau alur fasilitasi dengan target-target yang ingin dicapai pada setiap tahapan. Mind map ini menjadi penting agar fasilitator dapat melakukan self monitoring sudah sampai dimana saat ini proses yang difasilitasinya. Metode sederhana perumusan mind map dapat dilihat di http://www. muhammadnoer.com/2012/03/membuat-mind-map-anak/ atau yang sedikit lebih kompleks pada http://
strategimanajemen.net/2012/01/23/mind-map-tool-ampuh-untuk-melejitkan-produktivitas-anda/. Alur
fasilitasi yang ada di dalam mind map ini juga dapat menjadi masukan di dalam penyusunan workplan bulanan yang wajib disusun oleh fasilitator. Paling tidak beberapa hal yang harus diperhatikan di
dalam mind map adalah: i. Apa yang mau dikerjakan
iii. Siapa yang akan terlibat
iv. Apa tujuan-tujuan yang ingin dicapai
Dari mind map yang sudah disusun, apa yang mau dikerjakan oleh fasilitator, apa yang perlu disiapkan, siapa yang akan terlibat harus mengarah pada tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Fasilitator harus
memastikan tujuan yang ingin dicapai didukung oleh ketiga hal yang disebutkan di awal.
a.2. Buku Catatan atau Log Book
Di dalam proses baik itu memberikan asistensi, input, nasehat, suplai dokumen atau dialog dengan
berbagai jenis dialog/pertemuan, fasilitator selalu membawa catatan untuk memastikan tidak ada proses
yang terlewati. Fasilitator perlu sesering mungkin melihat kembali mind map dan mencocokkan dengan catatan yang dimiliki. Secara sederhana catatan tersebut atau bisa disebut juga log book berisi apa yang dilakukan dan dihasilkan oleh fasilitator pada hari tersebut dan kesepakatan-kesepakatan atau ide
kegiatan berikutnya.
Contoh format catatan sederhana hasil pertemuan
Hari/tanggal
Jam 10:00 – 12:00
Diskusi dengan: • Abraham, Sekda
• Julianis, Kasubag Humas
• Indardi, Kabid Sosial Budaya Bappeda Pembahasan:
• Materi SK PPID
• Pihak-pihak yang dilibatkan dalam rapat-rapat ke depan Keputusan:
• Segera disusun draft SK PPID
• Bappeda, Bag Hukum, Bag Organisasi, Asda 1, Dininfokomhubtel, Humas Tindak lanjut:
• Fasilitator menyediakan data mengenai substansi yang harus ada di SK PPID berikut contoh • Fasilitator akan datang dalam pertemuan-pertemuan untuk memfasilitasi proses pembahasan. • Kabid Bappeda mengidentiikasi person-person, membuat jadwal pertemuan dan
i. Asistensi melalui dialog/pertemuan dimana di dalamnya fasilitator dapat menjalankan peran fasilitasi,
menyampaikan nasehat dan juga masukan sebagai bahan perbandingan (opini kedua), dan sebagainya.
ii. Asistensi dengan memberikan suplai materi dan dokumen
Ada beberapa jenis dialog dengan (calon) PPID/peserta yang pernah mendapat pelatihan yang dapat
difasilitasi yakni:
i. Dialog dengan individu staf
ii. Dialog dengan melibatkan lebih dari satu orang di dalam sebuah pertemuan informal
iii. Rapat formal membahas materi atau persoalan tertentu dan bertujuan mencari jalan keluar.
Untuk memastikan fasilitator dapat menjalankan peran dan memberi dukungan yang sesuai seperti diuraikan
di atas terdapat prasyarat dasar yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Prasyarat ini menghendaki perbaikan
kapasitas fasilitator secara terus menerus agar dapat memberi layanan kepada pihak-pihak menjadi semakin
baik dan juga pengetahuan fasilitator mengenai substansi dan materi yang diberikan kepada pihak-pihak
yang difasilitasi.
1.
FASILITATOR: PERAN, FUNGSI DAN TEKNIK KOMUNIKASI
Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok
orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah
seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan nasihat atau pendapat. Fasilitator harus
menjadi nara sumber yang baik untuk berbagai permasalahan. Fasilitator juga seseorang yang membantu
sekelompok orang memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Seorang fasilitator yang baik harus memiliki ketrampilan dalam hal memimpin sebuah pertemuan termasuk
juga ketepatan waktu, mengikuti agenda yang sudah disepakati, merangkum pembicaraan, menengahi
pertentangan. Selain itu fasilitator juga harus memiliki ketrampilan untuk mendengarkan termasuk kemampuan
untuk menghentikan pembicaraan yang sudah menyimpang, serta memastikan semua orang berpartisipasi.
Di dalam pertemuan, diskusi, ataupun dalam bentuk lain di dalam pandangan seorang fasilitator adalah sebuah
proses belajar.
Tugas dan Wewenang
a. Menata acara belajar, menyiapkan materi, dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya.
b. Menata situasi proses belajar.
c. Mengintensifkan kerjasama dan komunikasi antar anggota kelompok.
d. Mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai dengan modul.
Tanggung Jawab
Fasilitator bertanggung jawab agar persiapan dan kegiatan proses pembelajaran berhasil sesuai dengan tujuan
yang hendak dicapai. Dengan demikian menjadi penting bahwa di awal sebelum proses belajar (dalam bentuk
pertemuan, diskusi, rapat dan sebagainya) fasilitator perlu menyampaikan apa yang menjadi tujuan. Jika
fasilitator belum merumuskannya, maka fasilitator wajib mendiskusikan dengan peserta dan menyatakannya.
Kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang fasilitator, paling tidak adalah:
a. Mampu berkomunikasi dengan baik. Fasilitator harus mendengarkan pendapat setiap anggota kelompok,
menyimpulkan pendapat mereka, menggali keterangan lebih lanjut dan membuat suasana akrab dengan
peserta diskusi.
b. Menghormati sesama anggota kelompok. Fasilitator harus menghargai sikap, pendapat dan perasaan dari
setiap anggota kelompok.
c. Memiliki pengetahuan yang cukup. Fasilitator harus mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap setiap
persoalan yang akan dibahas. Ia harus memiliki minat yang besar terhadap berbagai persoalan yang ada.
Oleh karenanya MUTLAK bagi fasilitator mempelajari seluruh materi mengenai isu Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) dan Isu mengenai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
d. Memiliki Sifat Terbuka. Fasilitator harus dapat menerima pendapat atau sikap yang mungkin kurang sesuai
yang disampaikan oleh anggota kelompok. Fasilitator harus menanggapi hal tersebut di atas dengan sikap
terbuka, sambil tertawa atau bergurau
Teknik Fasilitasi
Dalam melaksanakan tugas sebagai Fasilitator baik dalam menyampaikan materi pelatihan, memberikan
bimbingan atau diskusi, terdapat teknik-teknik sebagai berikut:
a. Pencairan Suasana. Maksud pencairan suasana adalah agar suasana diskusi kelompok menjadi tenang,
banyak senyum serta dalam memberikan contoh atau celetukan yang lucu tetap dalam suasana terkendali.
Waktu untuk pencairan suasana cukup maksimal 10 menit, dan hal ini dilakukan pada saat pertemuan
pertama.
b. Ceramah. Ceramah adalah menyampaikan materi kepada anggota kelompok agar pesan dan kesan yang
benar dapat dipahami oleh peserta. Untuk memudahkan digunakan alat bantu seperti buku, lipchart, white
board, LCD projector, dan lain-lain. Waktu yang diperlukan untuk ceramah disesuaikan dengan banyaknya
materi yang akan dibahas.
c. Diskusi. Diskusi adalah pendalaman materi yang dilakukan secara komunikasi 2 arah, sehingga akan
memberikan arti lebih mendalam bagi anggota kelompok. Fasilitator bertindak sebagai penengahdan
memberikan kesempatan berbicara pada semua anggota kelompok, agar anggota juga merasa lebih
dihargai pengetahuan atau pendapatnya.
d. Permainan. Permainan diperlukan untuk mencairkan suasana dari kejenuhan. Sering disebut dengan Ice Breaking. Namun permainan tidak diperlukan jika diskusi atau pertemuan hanya berlangsung singkat. Permainan umumnya digunakan jika dilakukan workshop, sarasehan yang mengambil waktu hingga setengah hari ataupun satu hari penuh.
Jenis permainan sangat bermacam-macam, mulai yang bersifat sederhana sampai kompleks. Mulai dari
yang sekedar untuk menggerakkan anggota badan agar bisa lebih segar sampai yang mengandung makna
dan unsur-unsur tertentu terkait dengan materi yang tengah didiskusikan.
• Kuis
Permainan kuis adalah cara mudah bagi kelompok untuk mengulang atau mengingat kembali materi
yang telah disampaikan agar kita yakin bahwa isi dari materi telah dapat dimengerti sepenuhnya oleh
peserta kelompok.
Contoh dari kuis adalah penggunaan kartu-kartu yang berisi pernyataan dengan jawaban mudah yaitu
Ya atau Tidak, atau Benar atau Salah. Beberapa pernyataan sengaja dibuat salah, sehingga jawaban
yang benar harus diterangkan oleh peserta kelompok. Sedangkan bagi beberapa pernyataan yang
benar, fasilitator hanya bertugas untuk menegaskan kebenaran pernyataan tersebut.
• Bermain Peran
Permainan peran adalah cara yang sangat efektif untuk belajar bersikap secara benar bagi peserta
dan sangat membantu peserta kelompok apabila mereka menemukan masalah yang nyata di
kemudian hari. Untuk permainan ini dapat dibuat kartu2 cerita, kasus atau dialog yang dibuat untuk
Beberapa hal yang dapat dijadikan tips untuk menjadi fasilitator adalah:
a. Fasilitator lebih banyak mendengar ketimbang berbicara
b. Fasilitator lebih banyak memancing diskusi melalui pertanyaan ketimbang menjawab pertanyaan
c. Fasilitator tidak perlu menunjukkan kemampuannya, baik dalam bidang memfasilitasi ataupun materi
yang tengah didiskusikan.
d. Fasilitator harus selalu mengambil simpati peserta diskusi agar tetap disegani peserta.
e. Fasilitator harus selalu membangun komunikasi yang cair dengan peserta diskusi.
f. Di atas semua ini Fasilitator harus memahami substansi yang tengah didiskusikan, oleh karenanya
MUTLAK bagi fasilitator mempelajari modul PPID serta seluruh bahan-bahan pendukung lainnya yang
sudah tersedia.
2. PEMAHAMAN AKAN MODUL DAN MATERI MENGENAI PPID
Untuk memastikan bahwa fasilitator dapat menjalankan peran di dalam memfasilitasi proses terkait
berbagai tujuan yang ingin dicapai paska pelatihan, maka selain kapasitas fasilitator seperti yang
dijelaskan dalam uraian di atas, fasilitator harus memahami berbagai substansi terkait bagaimana
mengimplementasikan keterbukaan informasi publik bagi seorang pejabat di daerah.
Beberapa materi yang perlu diperdalam oleh fasilitator paling tidak adalah sebagai berikut:
a. Pemahaman Dasar
i. Arti penting Keterbukaan Informasi Publik
ii. Prinsip-prinsip umum Keterbukaan Informasi
iv. Siapa pemohon dan pengguna informasi
v. Mengapa badan publik harus menjalankan keterbukaan informasi
b. Bagaimana menjalankan Keterbukaan Informasi
i. Prasyarat untuk melaksanaan keterbukaan informasi publik di daerah
ii. Berbagai regulasi yang dibutuhkan
iii. Struktur Organisasi dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
iv. Bagaimana mengimplementasikan KIP melalui SOP layanan informasi publik
v. Apa saja kebutuhan sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh PPID
c. Pengkategorisasian Informasi Publik berdasarkan Undang-Undang
i. Arti pentingnya pengkategorian informasi publik
ii. Informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala
iii. Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta
iv. Informasi publik yang wajib tersedia setiap saat
v. Informasi publik yang dikecualikan/rahasia
d. Standar dan Mekanisme Pelayanan Informasi
i. Layanan informasi sebagai bagian dari pengelolaan informasi publik
ii. Layanan informasi melalui pengumuman
iii. Layanan informasi melalui permohonan informasi
e. Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
i. Makna penyelesaian sengketa informai dan alasan terjadinya sengketa informasi
ii. Tahapan penyelesaian sengketa informasi dan institusi yang terlibat
iii. Optimalisasi fungsi PPID dalam pengelolaan pengaduan atau keluhan atas pelayanan publik
Materi di atas dapat dipelajari di dalam dokumen modul implementasi keterbukaan informasi publik bagi
Pemerintah Daerah. Meskipun demikian fasilitator selain membaca harus dapat menangkap beberapa hal
penting dan mendasar setelah selesai membaca semua materi.
Di dalam proses pendampingan di lapangan, banyak pertanyaan yang sering dilontarkan oleh Pemerintah
f. Apakah tidak bisa menunjukan saja seorang staf untuk menjadi penyedia informasi jika ada
masyarakat yang datang meminta?
g. Mengapa kami tidak bisa mengatakan bahwa dokumen ABPD sebagai dokumen rahasia, toh selama
ini hal itu sudah dipahami oleh semua staf Pemda seperti itu?
h. Kalau ada LSM datang meminta informasi LPJ Bupati menurut kami tidak perlu diberi, karena kami
tahu LSM itu hendak macam-macam, apakah benar pernyataan ini?
Daftar pertanyaan ini bisa menjadi puluhan bahkan ratusan yang muncul dari Pemerintah Daerah. Oleh
karena itu, wajib bagi fasilitator memahami paradigma dan substansi keterbukaan informasi publik hingga
yang bisa diimplementasikan di lapangan, agar dapat merespon tidak hanya pertanyaan-pertanyaan yang
muncul dari staf Pemerintah Daerah, tetapi juga memberi panduan bagaimana langkah sebaiknya yang
perlu dilakukan.
Di dalam sesi panduan berikutnya, terdapat lima hal penting sebagai prasyarat agar PPID di Pemerintah
Daerah dapat menjalankan tugasnya yakni:
a. Penyusunan Surat Keputusan Pimpinan Daerah mengenai PPID
b. Penyusunan SOP Layanan Informasi Publik
c. Penyusunan dan pemutakhiran daftar informasi publik
d. Mendorong pengadaan meja informasi dan sarana lain untuk pelaksanaan keterbukaan informasi.
1. MENGAPA PPID PERLU DITETAPKAN MELALUI SKP ATAU
KEPUTUSAN KEPALA DAERAH?
a. Untuk memastikan tugas dan kerja PPID sah menurut aturan yang berlaku, berada di bawah koordinasi
Pimpinan Daerah atau pihak yang ditunjuk serta bersifat legal.
b. Untuk mensahkan siapa saja berperan sebagai apa memiliki wewenang apa dan bertugas apa saja dan
kesemuanya bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan
2. APA SAJA ISI SK ATAU PERATURAN KEPALA DAERAH
TERSEBUT?
Tidak ada penjelasan di dalam regulasi yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat SK PPID
atau Peraturan Kepala daerah untuk mensahkan keberadaan PPID. Namun hampir semua Kabupaten/Kota
yang telah memiliki PPID melandaskan keberadaan PPID pada SK atau Peraturan Kepala Daerah. Materi
yang diatur didalam SK Kepala Daerah mengenai PPID terdapat dalam Permendagri No 35 tahun 2012 dan
Peraturan Komisi Informasi (PERKI) No 1 Tahun 2010.
Selain berbagai peraturan yang menaunginya mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Kementerian, Peraturan Daerah dan sebagainya, maka batang tubuh keputusan ini antara lain berisikan:
a. Siapa yang menjadi PPID Utama
b. Apa saja peran fungsi dan wewenangnya
c. Siapa yang menjadi atasan PPID Utama
d. Apa peran, fungsi dan wewenang atasan PPID Utama
e. Siapa saja yang membantu PPID Utama di dalam menjalankan tugasnya
f. Apa saja peran fungsi dan wewenang pihak yang membantu PPID Utama
g. Siapa saja yang menjadi PPID pelaksana atau sering disebut PPID pembantu pada masing-masing satuan
kerja pemerintah daerah (SKPD). Namun daftar PPID pelaksana/pembantu untuk semua SKPD dapat
disampaikan juga di lampiran SK.
h. Apa saja peran fungsi dan wewenangnya
b. Siapa yang menjadi atasan PPID Utama
c. Siapa saja yang membantu PPID Utama di dalam menjalankan tugasnya
d. Siapa saja yang menjadi PPID pelaksana atau sering disebut PPID pembantu pada masing-masing satuan
kerja pemerintah daerah (SKPD). Namun daftar PPID pelaksana/pembantu untuk semua SKPD dapat
disampaikan juga di lampiran SK.
e. Siapa yang menjadi atasan PPID pelaksana/pembantu
Sedangkan peran, fungsi dan wewenangnya dimasukkan di dalam SOP Pelayanan Informasi Publik sebagai
bagian dari penjelasan SOP tersebut.
3. TAHAPAN DI DALAM FASILITASI
a. Membentuk tim penetapan PPID. Di dalam pembentukan tim penetapan PPID dapat dilengkapi dengan
SK Bupati ataupun berdasarkan undangan dan penetapan oleh Sekda semata. Yang dimaksud dengan
tim penetapan PPID adalah tim yang terdiri dari komponen-komponen terkait di dalam Pemerintah Daerah
yang terdiri dari Bagian Organisasi, Bagian Hukum, Bappeda, Humas, Dinas Infokom dan pejabat lain
yang dianggap oleh masing-masing daerah akan memiliki posisi yang cukup relevan untuk ikut didalam
pembahasan penetapan PPID.
b. Penetapan sekretariat. Di dalam tim penetapan sebaiknya ditetapkan juga sekretariat. Sekretariat akan
berfungsi mengundang pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh tim, mendokumentasikan hasil-hasil
pembahasan, materi-materi yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Biasanya tim penetapan dipimpin oleh
calon PPID Utama yakni Kabag Humas atau Kepala Dishubkomintel (atau dengan nama lain), dengan
demikian sekretariat dapat berada di Bagian Humas atau Kantor Dishubkomintel. Namun ada kalanya
tim penetapan diketuai oleh Sekda atau Asisten Daerah (Asda) yang terkait, sehingga sekretariat yang
ditunjuk akan mengikuti dimana pimpinan tim penetapan berada. Di samping itu, fasilitator juga perlu
mempertimbangkan keberadaan secretariat terkait dengan Tim Teknis yang dibentuk untuk program
Kinerja, sehingga kegiatan pengadministrasian juga dapat terpusat di satu tempat.
c. Menjalankan serangkaian pertemuan pembahasan.Kegiatan selanjutnya adalah melangsungkan berbagai
i. Membangun pemahaman bersama. Pertemuan tim penetapan membahas substansi yang dijelaskan
dalam point (2) di atas. Jika peserta pertemuan yang menjadi tim penetapan belum memahami
secara keseluruhan ada baiknya, fasilitator menyampaikan substansi inti dari UU No 14 Tahun 2008,
PP No 61 Tahun 2010, Permendagri No 35 tahun 2010 dan Perki No 1 Tahun 2010. Materi yang
disampaikan antara lain: (i) Mengapa UU KIP diperlukan; (ii) Paradigma yang dibangun di dalam UU
KIP; (iii) Prasyarat menjalankan KIP; (iv) Struktur Organisasi PPID, Peran dan Wewenangnya; (iv)
Kategori Informasi Publik, termasuk di dalamnya Uji Konsekuensi; (v) Standar Layanan Informasi;
(vi) Penyelesaian sengketa informasi dan peran Komisi Informasi. Jika pertemuan juga termasuk
menyampaikan materi di atas, maka jumlah pertemuan menjadi lebih banyak dari seharusnya.
Fasilitator perlu mempertimbangkan materi yang disampaikan termasuk menyampaikan bahan-bahan
pendukung lainnya. Targetnya adalah membangun pemahaman tim penetapan mengapa PPID perlu
ada di Pemerintah Daerah serta apa peran, fungsi dan wewenang PPID. Yang juga perlu dibahas
adalah memutuskan pembagian peran antara PPID Utama dan PPID Pembantu/Pelaksana.
ii. Identiikasi calon PPID. Pertemuan berikutnya adalah mengidentiikasi dan menyusun daftar siapa saja yang akan menjadi PPID di wilayah Kabupaten/Kota tersebut. Panduan siapa yang menjadi
PPID ada di dalam Permendagri No 35 Tahun 2010. Daftar calon PPID untuk setiap Kabupaten/Kota
meliputi seluruh SKPD, Kantor, Badan, Kecamatan, termasuk Rumah Sakit dan UPTD lainnya yang
berada di bawah naungan Pemerintah Daerah. Dalam mengidentiikasi struktur PPID ini sebaiknya mengidentiikasi pula tim teknis atau petugas yang akan bekerja mendukung kerja-kerja teknis PPID,
misalnya Petugas Informasi di setiap SKPD, Petugas Meja Informasi, dan sebagainya sesuai dengan
kebutuhan.
iii. Mengidentiikasi Meja Informasi. Meja Informasi merupakan tempat layanan informasi baik secara proaktif maupun pasif berdasarkan permintaan. Setiap permohonan informasi diharapkan dapat
dilayani dan dikoordinasikan melalui Meja Informasi ini. Terkait dengan hal ini perlu diidentiikasi: 1)
Bagaimana model layanan yang akan dikembangkan melalui Meja Informasi apakah terpusat (satu
Pemda satu Meja Informasi) dibawah PPID Utama ataukah akan dibentuk Meja Informasi Pendukung
disetiap PPID Pembantu. Penetapan model Meja Informasi ini perlu mempertimbangkan kemudahan
akses bagi masyarakat dan eisiensi kerja petugas, misalnya beberapa Pemda telah mengatur
kantornya dalam satu kawasan sehingga akan lebih mudah jika Meja Informasi dibuat terpusat atau
sebaliknya; 2) Siapa petugas harian yang akan bertanggungjawab mengelola Meja Informasi.
iv. Penyusunan Rancangan SK PPID. Bagian Hukum menyusun draft SK dengan memasukkan substansi
memastikan bahwa Bag Hukum atau salah satu tim yang menghadap Sekda dapat menjelaskan
substansi tersebut. Jika diperlukan, fasilitator dapat mendampingi tim untuk memberi penjelasan
kepada Sekda. Demikian juga penyampaian dari Sekda kepada Bupati/Walikota. Setelah itu, tim
penetapan menunggu tanda tangan pimpinan daerah sebagai tanda disahkannya keputusan tersebut.
v. Penjelasan kepada seluruh calon PPID. Adalah penting untuk menyampaikan kepada seluruh calon
PPID yang telah ditetapkan di dalam rancangan SK PPID. Meskipun hal ini bukan tugas fasilitator
untuk mendampingi tim penetapan, namun ada baiknya tim penetapan diberi masukan bagaimana
menyelenggarakan pertemuan yang melibatkan seluruh calon PPID. Pertemuan yang direncanakan
bertujuan untuk membangun pemahaman dasar mengenai KIP serta memberi pemahaman mengani
peran, fungsi dan wewenang PPID. Sebelum pertemuan dilaksanakan ada baiknya disusun TOR
bersama. TOR berintikan apa tujuan pertemuan, apa target pertemuan, berapa orang yang dilibatkan,
siapa yang akan memandu/memimpin, siapa yang akan menjadi pemateri, materi disusun oleh siapa
dan kapan sudah harus siap dan dapat didistribusikan serta dokumen pendukung apa yang perlu
dipersiapkan.
Perlu diperhatikan bahwa undangan yang disampaikan harus secara tegas menyebutkan posisi
yang diundang, agenda spesiik pertemuan, sampai capaian yang ingin dihasilkan dalam pertemuan.
Undangan dibuat oleh Sekretariat dengan menyampaikan pula materi yang hendak dijelaskan di
dalam pertemuan, yakni rancangan keputusan PPID, penjelasan mengenai UU KIP dan peran PPID.
Fasilitator dapat membantu memilihkan materi inti mengenai penjelasan KIP dan peran PPID yang
akan didistribusikan di dalam undangan juga.
Alur pertemuan harus mendukung tujuan, sehingga perlu ada pihak yang ditetapkan untuk
menyampaikan kedua materi tersebut. Untuk memudahkan peserta materi yang hendak disampaikan
disusun di dalam materi presentasi. Untuk memastikan pemahaman peserta meningkat setelah
penjelasan mengenai materi KIP/PPID dan diikuti oleh penjelasan rancangan SK PPID, maka di dalam
diskusi tanya jawab ada baiknya juga dilakukan inisiatif untuk menanyakan kepada peserta satu atau
1. MENGAPA PPID PERLU MEMILIKI SOP PELAYANAN
INFORMASI PUBLIK YANG DITUANGKAN DI DALAM
PERATURAN KEPALA DAERAH?
a. Untuk memastikan PPID yang telah ditetapkan mengetahui tugas dan fungsi, serta wewenangnya pada hal
apa saja, dan adanya kejelasan mengenai tata cara di dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut.
b. Untuk mensahkan siapa saja berperan sebagai apa memiliki wewenang apa dan bertugas apa saja dan
kesemuanya bersifat mengikat secara hukum ketatanegaraan
c. Kewajiban penyusunan SOP Layanan Informasi Publik sudah diatur di dalam PERKI No 1 Tahun 2010
pasal 38.
2. APA SAJA ISI PERATURAN KEPALA DAERAH MENGENAI SOP
PELAYANAN INFORMASI PUBLIK?
Tidak ada penjelasan di dalam regulasi yang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat SK PPID
atau Peraturan Kepala daerah untuk mensahkan keberadaan PPID. Namun hampir semua Kabupaten/Kota
yang telah memiliki PPID melandaskan keberadaan PPID pada SK atau Peraturan Kepala Daerah. Materi
yang diatur didalam SK Kepala Daerah mengenai PPID terdapat dalam Permendagri No 35 tahun 2010 dan
Peraturan Komisi Informasi (PERKI) No 1 Tahun 2010, terutama pasal 38.
Selain berbagai peraturan yang menaunginya mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan
Kementerian, Peraturan Daerah dan sebagainya, maka batang tubuh peraturan ini antara lain berisikan:
a. Pendahuluan. Di dalam bagian ini paling tidak dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
• Maksud dan tujuan. Di dalam penjelasan ini perlu dirumuskan apa yang menjadi maksud dan tujuan
disusunnya SOP Pelayanan Informasi ini.
b. Prinsip-prinsip pelayanan informasi publik. Regulasi ini hendak mengedepankan pelayanan yang baik kepada publik, oleh karenanya perlu dicantumkan prinsip-prinsip pelayanan yang mengarah pada tata
kelola pelayanan publik yang baik.
c. Struktur organisasi pelayanan informasi publik. Umumnya yang dijelaskan pada bagian ini adalah (i) Bagaimana tim pertimbangan pelayanan informasi publik. Khusus untuk tim pertimbangan ini tidak semua
struktur Pemda memilikinya. Ada Pemda yang memasukkan unsur Tim Pertimbangan, ada yang tidak.
Dalam hal ini diberikan keleluasaan kepada masing-masing Pemda untuk menunjuk atau tidak; (ii) PPID
(Utama) dan (iii) PPID Pelaksana/Pembantu. Penjelasannya paling tidak pada hal-hal di bawah ini:
• Siapa-siapa saja yang ditetapkan di dalam struktur organisasi yang memberi pelayanan informasi
publik. Penjelasan ini lebih diperuntukkan kepada PPID (Utama) dan PPID pelaksana/pembantu
serta petugas teknis maupun Petugas Meja Informasi yang akan mendukung kerjanya, karena tim
pertimbangan pelayanan informasi publik tidak membutuhkan struktur organisasi.
• Penjelasan spesiik mengenai pihak yang ada di dalam struktur organisasi; antara lain: kriteria,
kedudukan dan penunjukan, susunan organisasinya. Penjelasan ini lebih diperuntukkan kepada PPID
(Utama) dan PPID pelaksana/pembantu.
• Penjelasan mengenai tugas dan fungsi serta kewenangan masing-masing tersebut.
• Alur kerja PPID dan petugas teknis. Pada dasarnya alur kerja ini adalah alur permintaan informasi
mulai dari publik yang mengajukan permintaan sampai menerima informasi dari PPID. Di dalam alur
tersebut ada beberapa cabang alur yang disusun jika permintaan diterima dilanjutkan kepada alur
berikutnya, namun jika ditolak maka prosesnya akan berlanjut pada tahapan yang berbeda dan
seterusnya. Di dalam alur ini juga perlu diberi penjelasan mengenai apa yang dilakukan oleh petugas
pada setiap tahapnya dan berapa lama proses berlangsung dimasing-masing tahapannya.
• Bagaimana relasi dan wewenang antara PPID (Utama) dan PPID pelaksana/pembantu. Apa
perbedaan wewenang antara PPID (utama) dan PPID pelaksana/pembantu dan relasi antara
keduanya perlu digambarkan di dalam penjelasan di sini (jika tidak ada penjelasan di masing-masing
d. Mekanisme pengumpulan, pengklasiikasian, pendokumentasian dan pelayanan informasi. Penjelasan pada berbagai kegiatan yang disampaikan didalam kelompok ini jika dilihat secara umum
merupakan bagian dari pengelolaan informasi (manajemen informasi) dimana ada kegiatan pengumpulan
informasi, lalu semua informasi yang terkumpul diklasiikasi menurut kategori masing-masing, lalu
didokumentasikan berdasarkan kategorinya dan sebagian sudah dapat disampaikan kepada publik melalui
berbagai media yang ada. Khusus untuk kategori informasi yang tersedia diberikan kepada publik jika ada
permintaan atas informasi dimaksud.
• Apa yang dimaksud dengan proses pengumpulan informasi, informasi apa saja yang dikumpulkan,
siapa saja yang mengumpulkan, siapa saja atau divisi/bagian mana saja yang merupakan
sumber-sumber informasi proses-proses, siapa yang terlibat, alur pengumpulan informasi dimulai dari mana
dan sampai dimana serta hal-hal apa yang penting untuk diperhatikan di dalam proses pengumpulan
informasi.
• Apa yang dimaksud dengan proses pengklasiikasian informasi, apa saja kategori di dalam
pengklasiikasian informasi, bagaimana tata cara mengklasiikasi informasi serta bagaimana masing-masing kategori informasi tersebut dapat diakses oleh publik. Secara spesiik ada kategori informasi
yang termasuk informasi dikecualikan, bagaimana proses pengecualian informasi dilakukan dan
metode apa yang digunakan, hal ini perlu dipaparkan di dalam dokumen ini, sehingga membuat publik
jelas mengapa satu jenis informasi termasuk informasi yang dikecualikan.
• Apa yang dimaksud dengan pendokumentasian informasi publik, bagaimana tahapan
pendokumentasian dilakukan, siapa saja yang terlibat dan pada setiap tahapan hal-hal apa yang harus
diperhatikan.
• Apa yang dimaksud dengan pelayanan informasi , apa saja tahapan di dalam pelayanan informasi,
apa penjelasan yang perlu disampaikan di dalam setiap tahapan untuk memastikan proses pelayanan
informasi berjalan dengan efektif, cepat, terbuka serta terukur dari sisi waktu.
e. Mekanisme Pelayanan Informasi. Apa yang dimaksud dengan pelayanan informasi baik proaktif (tanpa diminta) maupun pasif (berdasarkan permintaan), apa saja tahapan di dalam pelayanan informasi,
apa penjelasan yang perlu disampaikan di dalam setiap tahapan untuk memastikan proses pelayanan
informasi berjalan dengan efektif, cepat, terbuka serta terukur dari sisi waktu. Dalam membuat mekanisme
pelayanan ini perlu memperhatikan: 1) Standar layanan minimum nasional yang telah dimuat dalam PERKI
No. 1 Tahun 2010. Selain itu perlu pula diperhatikan; 2) Tahapan kerja perlu mencakup atau menjangkau
hingga pejabat atau petugas yang secara riil menguasai informasi untuk mempermudah petugas layanan.
f. Pelaporan. Pemerintah Daerah melalui PPID memiliki kewajiban menyusun laporan pelaksanaan pelayanan informasi kepada publik. Dengan demikian dalam bagian ini perlu diatur apa saja yang
harus dilaporkan, bagaimana laporan dibuat, siapa dan kepada siapa laporan disampaikan serta cara
penyampaiannya seperti apa.
3. TAHAPAN DI DALAM FASILITASI PENYUSUNAN
Ada dua opsi yang dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah di dalam proses penetapan SOP Pelayanan
informasi. SOP disusun bersamaan dengan Keputusan Kepala Daerah untuk menetapkan PPID, namun ada
juga yang disusun secara tersendiri. Tidak ada alasan tertentu dibalik kedua opsi tersebut, namun umumnya
Pemerintah Daerah mengikuti apa yang sudah disusun oleh Daerah lain yang kebetulan diketahui. Di dalam
regulasi terkait KIP maupun PPID hal inipun tidak diatur.
Pendekatan fasilitasi. Semua proses penyusunan dilakukan melalui pertemuan-pertemuan dan kerja penulisan berdasarkan kesepakatan dalam pertemuan. Pertemuan dimaksud dapat berbentuk rapat
pembahasan dan lokakarya. Kerja penulisan merupakan kerja bagian tertentu (umumnya bagian hukum),
namun dari sisi substansi merupakan hasil kesepakatan. Fasilitator dapat memfasilitasi proses pertemuan
dengan berperan menjadi fasilitator atau moderator pertemuan.
a. Membentuk tim penyusunan SOP Pelayanan Informasi. Di dalam pembentukan tim SOP pelayanan
informasi pada prinsipnya dapat berbarengan (atau disatukan) di dalam tim penetapan PPID. Tim ini dapat
dilengkapi dengan SK Bupati ataupun berdasarkan undangan dan penetapan oleh Sekda semata. Yang
dimaksud dengan tim ini adalah tim yang terdiri dari komponen-komponen terkait di dalam Pemerintah
Daerah yang terdiri dari Bagian Organisasi, Bagian Hukum, Bappeda, Humas, Dinas Infokom dan pejabat
lain yang dianggap oleh masing-masing daerah akan memiliki posisi yang cukup relevan untuk ikut
b. Penetapan sekretariat. Di dalam tim penetapan sebaiknya ditetapkan juga sekretariat. Sekretariat akan
berfungsi mengundang pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh tim, mendokumentasikan hasil-hasil
pembahasan, materi-materi yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Biasanya tim penetapan dipimpin oleh
calon PPID Utama yakni Kabag Humas atau Kepala Dishubkomintel (atau dengan nama lain), dengan
demikian sekretariat dapat berada di Bagian Humas atau Kantor Dishubkomintel. Namun ada kalanya
tim penetapan diketuai oleh Sekda atau Asisten Daerah (Asda) yang terkait, sehingga sekretariat yang
ditunjuk akan mengikuti dimana pimpinan tim penetapan berada. Di samping itu, fasilitator juga perlu
mempertimbangkan keberadaan sekretariat terkait dengan Tim Teknis yang dibentuk untuk program
Kinerja, sehingga kegiatan pengadministrasian juga dapat terpusat di satu tempat.
c. Melaksanakan serangkaian pertemuan. Kegiatan selanjutnya adalah melangsungkan berbagai pertemuan
secara kontinyu. Berbagai pertemuan diatur untuk membahas substansi sebagai berikut:
i. Membangun pemahaman bersama. Pertemuan tim penetapan membahas substansi yang dijelaskan
dalam point (2) di atas. Jika peserta pertemuan yang menjadi tim penetapan belum memahami
secara keseluruhan ada baiknya, fasilitator menyampaikan substansi inti dari UU No 14 Tahun 2008,
PP No 61 Tahun 2010, Permendagri No 35 tahun 2010 dan Perki No 1 Tahun 2010. Materi yang
disampaikan antara lain: (i) Mengapa UU KIP diperlukan; (ii) Paradigma yang dibangun di dalam UU
KIP; (iii) Prasyarat menjalankan KIP; (iv) Struktur Organisasi PPID, Peran dan Wewenangnya; (iv)
Kategori Informasi Publik, termasuk di dalamnya Uji Konsekuensi; (v) Standar Layanan Informasi;
(vi) Penyelesaian sengketa informasi dan peran Komisi Informasi. Jika pertemuan juga termasuk
menyampaikan materi di atas, maka jumlah pertemuan menjadi lebih banyak dari seharusnya.
Fasilitator perlu mempertimbangkan materi yang disampaikan termasuk menyampaikan
bahan-bahan pendukung lainnya. Targetnya adalah membangun pemahaman tim mengapa SOP pelayanan
informasi perlu ada di Pemerintah Daerah.
ii. Merumuskan kerangka isi SOP. Fasilitator mendorong peserta diskusi untuk tidak mengutamakan
pembahasan pada bagian yang menjadi konsideran rancangan regulasi ini, namun difokuskan pada
substansi yang ada pada SOP itu sendiri. Substansi SOP itu sendiri sebenarnya sudah diatur di
dalam UU KIP, PP No 10 Tahun 2010, PERKI No 1 Tahun 2010 dan Perki No 2 Tahun 2010. Panduan
substansinya sudah disampaikan pada bagian di atas. Dengan demikian, fasilitator perlu menjelaskan
kerangka substansi di atas pada peserta dan rumusan isi berdasarkan substansi yang ada dalam
regulasi. Sebelum pertemuan dilakukan, fasilitator perlu mengidentiikasi bagian mana saja di dalam
regulasi yang masuk ke dalam kerangka substansi di maksud. Hal ini akan memudahkan ketika diskusi
perlu mempertimbangkan untuk memberi penjelasan awal kepada Sekda mengenai apa itu PPID dan
seterusnya. Fasilitator perlu memastikan bahwa Bag Hukum atau salah satu tim yang menghadap
Sekda dapat menjelaskan substansi tersebut. Minimal hal yang perlu secara garis besar disampaikan
adalah:
• Mengapa perlu ada penetapan standar pelayanan informasi publik • Struktur organisasi pelayanan informasi publik
• Penjelasan mengenai pembagian tugas, tanggungjawab dan wewenang
• Penjelasan mengenai standar layanan informasi serta tata cara pengelolaannya, termasuk
pengelolaan sengketa informasi
Jika diperlukan, fasilitator dapat mendampingi tim untuk memberi penjelasan kepada Sekda. Demikian
juga penyampaian dari Sekda kepada Bupati/Walikota. Setelah itu, tim penetapan menunggu tanda
tangan pimpinan daerah sebagai tanda disahkannya peraturan tersebut.
iv. Audiensi kepada DPRD. Untuk memperkuat penetapan regulasi ini fasilitator dapat mengusulkan
kepada PPID Utama atau pimpinan tim menyampaikan rancangan ini kepada DPRD. Untuk itu,
fasilitator dengan pihak terkait perlu melakukan pendekatan awal kepada DPRD melalui komisi yang
relevan. Di dalam pendekatan tersebut beberapa hal yang perlu disampaikan dan disepakati adalah:
• Maksud dan tujuan untuk menyampaikan rancangan ini kepada Komisi yang relevan sifatnya
sebagai sosialisasi
• Meminta waktu untuk audiensi kepada Komisi yang relevan dan mengusulkan agenda pertemuan
tersebut.
Saat disepakati dan dilakukan pertemuan dengan Komisi yang relevan, maka pimpinan rombongan
diharapkan dapat memimpin sekaligus menjelaskan maksud dan tujuan. Tim Pemerintah Daerah
sudah menyiapkan materi yang hendak disampaikan dan juga staf yang akan menyampaikannya.
Materi yang akan disampaikan hendaknya sudah dibagikan terlebih dahulu (rancangan keputusan
menggunakan materi yang sudah siap presentasi (versi power point, misalnya). Untuk itu sudah harus
dipastikan perangkat pendukungnya seperti ile, laptop dan LCD projector.
v. Penjelasan kepada seluruh calon PPID. Adalah penting untuk menyampaikan kepada seluruh calon
PPID standar pelayanan informasi seperti apa yang telah dirumuskan. Meskipun hal ini bukan tugas
fasilitator untuk mendampingi tim penetapan, namun ada baiknya tim penetapan diberi masukan
bagaimana menyelenggarakan pertemuan yang melibatkan seluruh calon PPID. Pertemuan yang
direncanakan bertujuan untuk membangun pemahaman dasar substansi SOP sehingga peserta
pertemuan memahami apa peran dan fungsi mereka serta konsekuensi logis yang dihadapi di dalam
setiap tahapan pelaksanaan penyampaian informasi kepada publik. Termasuk di dalamnya adalah jika
terjadi sengketa informasi dimana staf PPID harus pula berhubungan dengan pihak di luar Pemerintah
Daerah seperti Komisi Informasi dan juga PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara). Sebelum
pertemuan dilaksanakan ada baiknya disusun TOR bersama. TOR berintikan apa tujuan pertemuan,
apa target pertemuan, berapa orang yang dilibatkan, siapa yang akan memandu/memimpin, siapa
yang akan menjadi pemateri, materi disusun oleh siapa dan kapan sudah harus siap dan dapat
didistribusikan serta dokumen pendukung apa yang perlu dipersiapkan.
Perlu diperhatikan bahwa undangan yang disampaikan harus secara tegas menyebutkan posisi
yang diundang, agenda spesiik pertemuan, sampai capaian yang ingin dihasilkan dalam pertemuan.
Undangan dibuat oleh Sekretariat dengan menyampaikan pula materi yang hendak dijelaskan di
dalam pertemuan, yakni rancangan peraturan kepala daerah mengenai SOP ini, penjelasan mengenai
substansi pokok di dalam rancangan ini antara lain organisasi yang terkait dengan implementasi SOP,
apa saja lingkup kerja implementasi SOP ini, Tahapan seperti apa yang harus dilalui dan peran seperti
apa yang dikehendaki di setiap tahapan, serta pengelolaan sengketa informasi. Fasilitator dapat
membantu memilihkan materi inti yang akan didistribusikan di dalam undangan juga.
Alur pertemuan harus mendukung tujuan, sehingga perlu ada pihak yang ditetapkan untuk
menyampaikan materi tersebut. Untuk memudahkan peserta materi yang hendak disampaikan disusun
di dalam materi presentasi. Untuk memastikan pemahaman peserta meningkat setelah penjelasan
mengenai, maka di dalam diskusi tanya jawab ada baiknya juga dilakukan inisiatif untuk menanyakan
1. MENGAPA DIP DIPERLUKAN?
a. Untuk memudahkan publik mengidentiikasi informasi yang dicari di satu badan publik.
b. Kewajiban setiap Badan Publik yang diamanatkan di dalam Undang-Undang dan Peraturan yang
membawahinya.
2. APA SAJA ISI DI DALAM DIP?
a. Daftar Informasi Publik adalah daftar informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau
diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta informasi lain yang berkaitan dengan
kepentingan publik.
b. Setiap informasi publik di dalam daftar informasi publik setidaknya mengandung hal-hal sebagai berikut:
i. nomor
ii. ringkasan isi informasi
iii. pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi
iv. penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi
v. waktu dan tempat pembuatan informasi
vi. bentuk informasi yang tersedia.
vii. jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip;
c. Informasi publik yang dimasukkan di dalam daftar informasi publik adalah semua informasi yang termasuk
di dalam kategori yang telah disebutkan di atas yang meliputi BAB III yang terdiri dari Bagian Kesatu,
Kedua dan Ketiga mulai dari Pasal 11, 12 sampai Pasal 13.
d. Di dalam bagian daftar informasi publik juga disebutkan kategori informasi yang dikecualikan. Daftar
memenuhi prasyarat sesuai dengan ayat-ayat yang dijelaskan di dalam pasal 17 Undang-Undang nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
3. TAHAPAN PENYUSUNAN DIP
Untuk mengumpulkan dan menyusun daftar informasi yang ada di suatu Badan Publik diperlukan kerja tim dan
tidak hanya PPID semata, karena semua divisi, bagian, ataupun departemen umumnya menguasai informasi
yang beredar dan berkembang di wilayahnya masing-masing, sementara PPID hanya terdiri dari pejabatnya
(pimpinan), petugas informasi, petugas dokumentasi saja. Dengan demikian untuk menyusun daftar informasi
publik di suatu Badan Publik (SKPD, Unit Layanan) maka langkah fasilitasi yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
a. Fasilitator bersama dengan PPID mengembangkan tabel sesuai dengan penjelasan yang ada di dalam
Bagian 2 (a), (b) dan (c).
b. Fasilitator bersama dengan PPID di dalam Badan Publik dimaksud mengidentiikasi dan mengundang Sub
Bidang, Bagian, Unit yang ada di dalam Badan Publik dimaksud ke dalam suatu pertemuan.
c. Untuk membangun legitimasi yang kuat, pertemuan sebaiknya mengundang pimpinan badan publik
(Kepala Dinas) termasuk membuka dan menjelaskan secara umum tujuan dan kepentingan penyusunan
daftar informasi publik.
d. Pertemuan dimaksud untuk memberi penjelasan penyusunan daftar informasi publik. PPID di dorong
untuk meminta petugas yang diundang didalam pertemuan untuk mengidentiikasi informasi apa saja yang
dapat disusun oleh masing-masing bagian/divisi/bidang. PPID menugaskan petugas di masing-masing
bidang untuk melakukan identiikasi, penyusunan dan sekaligus pendokumentasian informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan pendokumentasian adalah mengelompokkan informasi yang sudah terdata untuk
kemudian dikategorisasikan ke dalam kategorisasi sesuai dengan yang ada di dalam Undang-Undang.
Dokumentasi tersebut ditempatkan disatu tempat (rak atau lemari khusus) yang mudah diakses oleh
petugas.
e. Fasilitator dapat memandu masing-masing Bagian/Bidang ataupun Unit di dalam menyusun daftar
informasi publik dimaksud jika diperlukan. Semua informasi yang telah diidentiikasi dan disusun ke dalam
DIP diserahkan kepada PPID dan Atasan PPID.
f. PPID dan Atasan PPID mengidentiikasi seluruh daftar yang sudah disusun oleh masing-masing Bagian/Bidang ataupun Unit untuk mengidentiikasi kemungkinan terdapat informasi yang dikecualikan.
PPID Utama selanjutnya mengumpulkan seluruh daftar informasi publik yang terdiri dari informasi publik
yang berasal dari Badan Publik yang ada di dalam lingkup Pemerintah Daerah dimaksud.
h. PPID melalui petugas informasi selanjutnya mempublikasikan informasi publik yang dikategorikan
sebagai informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Sesuai dengan setandar bahwa
informasi yang wajib diumumkan secara berkala sekurang-kurangnya tercantum dalam website dan
papan pengumuman. Sedangkan informasi yang wajib diumumkan secara serta merta diumumkan melalui
media yang paling memungkinkan target masyarakat untuk mengetahui informasi tersebut sesuai dengan
kondisinya karena sifat informasi ini adalah darurat.
i. PPID perlu menyiapkan mekanisme dan alat yang sederhana dimana petugas pada bagian/bidang
atau unit yang ada di dalam Badan Publik dapat melakukan pemutakhiran informasi publiknya. Untuk
menghindari kadaluarsa dan alasan belum menguasai informasi dimaksud yang dapat menimbulkan
1. MENGAPA MEJA INFORMASI DAN PERANGKAT PENDUKUNG
LAINNYA DIPERLUKAN?
a. Untuk memudahkan kerja dan proses pelayanan informasi oleh PPID
b. Untuk mendukung kepastian layanan informasi lebih mudah dan cepat diakses oleh publik
2. PERANGKAT PENDUKUNG YANG DIPERLUKAN
Perangkat minimal yang diperlukan antara lain:
• Meja dan rak informasi. Meja dimaksud adalah meja dan perangkat pendukung lainnya antara lain kursi untuk memudahkan layanan bagi peminta informasi yang datang. Meja dapat dilengkapi dengan rak
infrormasi berisi dokumen-dokumen yang berisi daftar informasi publik yang dimiliki oleh Badan Publik
terkait, formulir-formulir yang dibutuhkan dan buku-buku catatan lain yang diperlukan. Tata letak meja dan
rak informasi dapat didesain sedemikian rupa untuk memberikan kenyamanan bagi orang yang hendak
meminta informasi. Misalnya layaknya front ofice sebuah kantor layanan jasa yang mengutamakan
kenyamanan pelanggan.
• Komputer. Komputer yang diperlukan minimal adalah (1) komputeryang berisikan basis data yang memudahkan petugas melacak keberadaan data dan informasi dimaksud berada dimana. Komputer
ini dapat terdiri dari dua jenis, satu yang berada di internal kantor PPID yang dapat diakses untuk
memasukkan, memperbaiki dan memutakhirkan data serta informasi dan komputer sejenis yang hanya
dapat menjadi tampilan bagi publik untuk mencari data dan informasi dimaksud. Kedua jenis komputer tadi
harus terhubung minimal dengan LAN (jaringan untuk area local); (2) komputer yang berisikan formulir dan
segala bentuk dokumen pencatatan yang dilakukan oleh petugas di kantor depan (front ofice).
• Buku pencatatan. Dalam hal SKPD maupun Pemerintah Daerah mengalami kesulitan pendanaan bagi pengadaan komputer baru sementara komputer yang ada sudah mengalami overloaded (kelebihan
VII. FASILITASI PENGADAAN
MEJA INFORMASI DAN
adalah papan tersebut memberikan penjelasan yang memudahkan publik yang datang mencari informasi.
• Papan petunjuk (sign board) dimana kantor PPID berada. Publik yang mencari informasi belum tentu mengenal kompleks perkantoran Pemda dan dimana letak kantor SKPD masing-masing. Oleh karenanya
penting untuk memberi petunjuk kepada publik dimana kantor PPID sector A, B, C dan seterusnya.
• Situs web (web site). Saat ini hampir semua Pemerintah Daerah, bahkan setiap SKPD di Pemda tersebut memiliki website tersendiri. Website bisa beragam jenisnya, mulai dari website berbayar atau gratis
(dikenal dengan free blog), dinamic atau static (dapat dimutakhirkan atau tidak), interactive atau tidak (dapat dilakukan diskusi dengan pengunjung/visitor) dan sebagainya. Umumnya website yang dimiliki
oleh Pemda adalah bersifat dynamic, namun jarang sekali dilakukan pemutakhiran.Untuk mengantisipasi implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi, Pemerintah Daerah harus menyiapkan website
yang minimal bersifat dynamic dan selalu diperhatikan untuk melakukan pemutakhiran pada periode-periode tertentu. Hal ini terkait dengan adanya kewajiban pemutakhiran data dan informasi yang
diamanahkan di dalam Undang-Undang maupun Peraturan di bawahnya.
• Papan informasi yang disebarkan di tempat publik. Tidak ada petunjuk maupun keharusan untuk menyediakan papan informasi di tempat publik. Namun bagi daerah yang masyarakatnya masih belum
banyak memanfaatkan internet didalam kesehariannya, papan informasi menjadi penting keberadaannya.
Papan informasi ini berfungsi menyediakan informasi layaknya informasi yang disebarkan melalui
website. Jumlahnya sangat tergantung pada distribusi dan keluasan wilayahnya. Papan informasi dapat
ditempatkan di kantor kecamatan, kantor kelurahan ataupun tempat publik lainnya. Yang tidak kalah
penting adalah SKPD atau PPID harus menetapkan informasi apa yang ingin ditempatkan di dalam papan
informasi dan bagaimana proses pemutakhiran dilakukan.
3. BAGAIMANA MEMASTIKAN PERANGKAT PENDUKUNG
TERSEDIA?
Salah satu keraguan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah saat memulai menginisiasi keberadaan PPID
yang diuraikan di atas. Namun dari penjelasan di atas, dapat dihitung bahwa jumlah kebutuhan dana
bagi pengadaan perangkat pendukung bersifat relative sekali. Untuk mendapatkan perangkat pendukung
yang memadahi, fasilitator perlu mendorong Pemerintah Daerah untuk memperhitungkan hal ini dalam
penganggaran daerah. Masalah pendanaan ini seringkali terlambat, pada saat PPID disahkan ternyata
kerja-kerja PPID maupun kebutuhan perangkat pendukung belum diperhitungkan dalam penganggaran daerah. Oleh
karena itu pada saat pembahasan rencana awal SK PPID maupun SOP perlu juga segera memperhitungkan
penyusunan penganggaran untuk pelaksanaannya.
SKPD atau Pemerintah Daerah harus menyusun semacam rencana pengadaan infrastruktur informasi dan
basis data (semacam rencana induk/master plan untuk infrastruktur informasi dan basis data ) terlebih dahulu.
Penyusunan tersebut dapat dibuat untuk setahun, dua tahun atau bahkan lebih lama lagi. Penyusunan tersebut
harus cukup realistis terkait dengan pengembangan system yang dikembangkan untuk mengantisipasi peran
PPID yang semakin kompleks ke depannya. Rencana pengadaan ini dapat dilakukan secara tersentralisasi di
PPID Utama (Humas) atau di masing-masing SKPD. Namun karena umumnya Pemda belum mengantisipasi
penetapan dan operasionalisasi PPID dalam perencanaan tahun sebelumnya, pengadaan baru dapat
dilakukan secara terbatas pada perubahan anggaran tahun berjalan. Meskipun demikian, di dalam rencana
tersebut harus dipastikan pengadaan berikutnya untuk melengkapi sarana dan prasarana guna memastikan
keberadaan sarana dan prasarana pendukung tersedia.
4. TAHAPAN FASILITASI KETERSEDIAAN MEJA INFORMASI DAN
SARANA PENDUKUNG LAINNYA
a. Fasilitator mendorong SKPD untuk menyusun rencana pengadaan sarana dan prasarana. Bilamana
perlu fasilitator terlibat aktif membahas kebutuhan tersebut berdasarkan daftar kebutuhan yang telah
dijelaskan di atas.
b. Mendorong SKPD terkait atau HUMAS membahas kebutuhan pengadaan sarana dan prasarana informasi
dan basis data pada tahun berjalan dapat terpenuhi.
c. Mendorong SKPD terkait membahas kebutuhan sarana dan prasarana informasi dan basis data tahun
berikutnya dibahas di dalam pembahasan anggaran.
d. Memfasilitasi pengembangan kapasitas Petugas Meja Informasi dalam melaksanakan tugas dan
1. MENGAPA WARGA PERLU MENGAKSES INFORMASI PUBLIK?
Salah satu hal penting mengapa Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik ini didorong kelahirannya
oleh masyarakat sipil adalah karena menyangkut hak warga masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan
informasi publik. Undang-Undang ini menjamin terpenuhinya hak masyarakat untuk mendapatkan informasi
publik yang mereka butuhkan, apapun jenis informasinya.
Di dalam Undang-Undang tersebut banyak diatur mengenai apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah
(Badan Publik) untuk memastikan penyediaan informasi publik oleh mereka berjalan dengan baik dan dapat
sepenuhnya memberi layanan bagaimana informasi itu dapat diakses dan diterima oleh warga masyarakat.
Sebagai penyedia informasi, Undang-Undang beserta turunan regulasinya mengatur benar apa dan
bagaimana penyedia informasi harus menyiapkan diri dengan berbagai prasyarat dan mekanisme, sehingga
memudahkan warga masyarakat mendapatkan informasi sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhannya.
Saat ini tidak banyak warga masyarakat yang mengetahui bahwa hak masyarakat untuk tahu sudah diatur dan
diwujudkan di dalam Undang-Undang dan regulasi turunannya. Dan juga, kewajiban Badan Publik – termasuk
Pemerintah Daerah – untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan warga masyarakat. Akibat ketidaktahuan
masyarakat soal hak ini juga menjadi salah satu keengganan Pemerintah atau Badan Publik untuk menyiapkan
diri menetapkan struktur organisasi di internal badan publik, menetapkan mekanisme serta menyiapkan
orang-orang dan a basis data informasi publik di lembaganya, selain berbagai alasan lain yang sering mengemuka.
Oleh karenanya, warga perlu juga didorong tidak sekedar mengetahui adanya undang-undang tersebut,
tetapi juga bagaimana mengakses informasi dari badan publik sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya