AEK SIPITUDAI( AIR TUJUH RASA ) SEBAGAI OBJEK WISATA DI KECAMATAN SIANJURMULA-MULA
KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
DiajukanUntukMemenuhi
SebagianPersyaratanMemperoleh
GelarSarjanaPendidikan
Oleh:
Windah Situmorang
Nim:3103121085
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Windah Situmorang. Nim. 3103121085. Aek Sipitudai (Air Tujuh Rasa) Sebagai Objek Wisata Di Kecamatan Sianjur Mula-mula. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Medan. Medan 2014.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang Aek Sipitudai, Sebagai objek wisata Di Desa Aek Sipitudai Kecamatan Sianjur Mula-mula.
Penelitian ini merupakan penelitian peneliti Histories dengan data kualitatif dan deskriptif. Dengan mengumpulkan data-data, penulis melakukan penelitian kelapangan (Field Research) dengan observasi, wawancara kepada tokoh masyarakat dan penduduk disekitar penelitian dan data dokumentasi. Dalam penelitian penulis mendatangi dan mewawancarai orang-orang yang mengetahui latar belakang Aek sipitudai, baik itu penjaga dan pengelola Aek Sipitudai serta masyarakat sekitar.
Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui latar belakang Aek Sipitudai sebagai objek wisata, untuk mengetahui perkembangan Aek Sipitudai menjadi objek wisata dan perubahannya di Desa Aek Sipitudai. Dan juga untuk mengetahui dampak Aek Sipitudai terhadap ekonomi masyarakat Desa Aek Sipitudai. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan, maka diketahui bahwa keberadaan Aek Sipitudai sebagai objek wisata budaya dikecamatan Sianjur Mula-mula sangat berperan penting sebagai meningkatkan ekonomi masyarakat Desa Aek Sipitudai, dan Aek Sipitudai juga dapat menyembuhkan penyakit bagi para wisatawan yang berkunjung datang ke Desa Aek Sipitudai tersebut. Wisatawan yang datang berkunjung ke objek wisata Aek Sipitudai bukan hanya berwisata saja melainkkan untuk mengetahui asal-usul peradaban suku Batak di Pusuk buhit Limbong.
1. Ganbaran Umum Desa Aek Si Pitu Dai...10
2. Objek Wisata...12
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum...22
1. Letak dan Keadaan Geografis Kecamatan Sianjur Mula-mula KabupatenSamosir...22
2. Kondisi Etnografi Desa Aek Sipitu Dai...26
a. Jumlah penduduk...26
b. Agama...27
c. Komposisi Bangunan Rumah Menurut Jenisnya...28
d. Sarana Pendidikan...29
e. Sarana Kesehatan...30
f. Sarana Ibadah...31
g. Sarana Listrik dan Air...31
h. Sarana Komunikasi...32
i. Sarana Transportasi...32
1. Latar Belakang Munculnya Aek Sipitudai...36
2. Perkembangan Aek Sipitudai...37
3. Dampak Aek Sipitudai Terhadap Ekonomi Masyarakat Desa Aek Sipitudai...42
4. Aek Sipitudai (Air Tujuh Rasa)...44
5. Keadaan Aek Sipitudai Di Desa Aek Sipitudai...45
6. Pusuk Buhit...48
7. Sejarah Batak...50
8. Sistem Kepercayaan...51
9. Huta Sianjur Mula-Mula...56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...59
A. Kesimpulan...59
B. Saran...61
DAFTAR PUSTAKA...62
Daftar Lampiran Lampiran 1. Peta Lokasi Pariwisata Danau Toba...1
viii DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Letak geografis dan ketinggian Kecamatan
di Kabupaten Samosir...23
Tabel 2 : Luas wilayah dan rasio terhadap luas Kecamatan Menurut Desa...25
Tabel 3 : Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin...26
Tabel 4 : Penduduk menurut Kecamatan Dan Agama...27
Tabel 5 : Bangunan rumah menurut jenisnya...28
Tabel 6 : Banyaknya sekolah menurut Kecamatan dan tingkat pendidikan...29
Tabel 7 : Sarana kesehatan Desa Aek sipitu dai...30
Tabel 8 : Objek Wisata dan Pasilitasnya...38
Tabel 9 : Sarana Transportasi Desa Aek Sipitu Dai...33
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang pariwisata tidak dapat lepas dari perkembangan sejarah
pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata memiliki cerita tersendiri dalam sejarah
bangsa yang diawali dari masa penjajahan Belanda dan Jepang hingga saat ini
merupakan bagian yang diselenggarakan pemerintah Indonesia dalam menambah
devisa negara.
Sejak awal telah didasarkan bahwa kegiatan pariwisata harus dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan. Pembangunan pariwisata sebagai bagian dari
pembangunan nasional mempunyai tujuan antara lain memperluas kesempatan usaha
dan lapangan kerja. Sejalan dengan tahap-tahap pembangunan nasional, pelaksanaan
pembangunan kepariwisataan nasional dilaksanakan secara menyeluruh, berimbang,
bertahap, dan berkesinambungan. Nampak jelas bahwa pembangunan di bidang
kepariwisataan mempunyai tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Melihat betapa pentingnya peran kepariwisataan akan memberi dampak
positif maupun negatif terhadap sekitarnya. Dengan demikian faktor sikap manusia
itu juga menentukan pola dan perubahan dalam kehidupannya. Masyarakat selain
objek pariwisata juga berfungsi sebagai objek wisata sapta pesona yaitu terlihat
2
menciptakan daerah pariwisata yang aman, tertib, bersih, sejuk, dan masyarakat yang
ramah- tamah.
Objek wisata yang memiliki potensi dan sudah mulai dikenal wisatawan
baik lokal maupun wisatawan mancanegara hendaknya mendapat sentuhan dalam hal
untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan potensi tersebut. Karena pontesi ini
juga bisa dikembangkan untuk menjadi salah satu sumber andalan pendapatan
daerah.
Ketersediaan dan kualitas komponen produk wisata sangat ditentukan
oleh kesiapan para pelaku pariwisata, pemerintah menyiapkan segala sarana dan
prasarana dasar, melakukan kegiatan pemasaran destinasi atau tempat tujuan wisata
serta memberi fasilitas yang mendukung kemudahan berwisata yang berkelanjutan.
Masyarakat disamping memiliki peran dan tanggung jawab untuk mendukung
terciptanya suasana aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan memberi
kenangan setiap wisatawan yang datang, juga ikut berperan dan terlibat langsung
dalam menciptakan jasa kepariwisataan. Jadi supaya objek wisata lebih maju, maka
dari berbagai hal harus senantiasa ditingkatkan baik secara fisik maupun non fisik.
Oleh karena itu pemerintah perlu mengadakan kerja sama dengan pihak lain terutama
masyarakat.
Pariwisata yang telah berkembang dapat menimbulkan perubahan sosial
ekonomi masyarakat. Karena adanya wisatawan pada dasarnya dapat meningatkan
pendapatan masyarakat setempat. Demikian juga dalam memperluas lapangan
pekerjaan khususnya di kawasan objek wisata Aek Sipitudai yang ada di Desa Aek
3
Aek Sipitudai adalah salah satu objek wisata yang berada di Desa Aek
sipitudai Kecamatan Sianjur mula-mula Kabupaten Samosir. Yang menjadi daya
tarik utama objek wisata ini adalah kondisi air tiap-tiap pancuran memiliki rasa yang
berbeda-beda. Menurut Legenda yang diyakini masyarakat, sampai saat ini. Aek
Sipitudai memiliki sejarah yang berhubungan dengan si Raja Batak.
Pulau Samosir merupakan salah satu daerah asal orang Batak. Di pulau ini
tepatnya di Pusuk Buhit Kecamatan Sianjur Mulamula diyakini asal orang Batak.
Pusuk Buhit merupakan Pegunungan yang berdampingan dengan Bukit Barisan,
dengan ketinggian lebih dari 1.800 meter di atas permukaan Danau Toba. Bagi
masyarakat Batak Toba, perbukitan ini dipercaya sebagai alam semesta atau
"Mulajadi Nabolon" (Tuhan Yang Maha Esa) menampakkan diri.
Sianjur Mula Mula merupakan satu dari sembilan Kecamatan di
Kabupaten Samosir. Desa Aek Sipitudai, yang terletak di daerah boho, Limbong
melewati kota Pangururan. Dalam bahasa Batak Aek Sipitudai diartikan air
dengan tujuh rasa yang berbeda. Dikawasan pedesaan ini, kita dapat melihat dan
langsung merasakan air dari tujuh buah pancuran yang masing-masing memiliki
rasa yang tidak sama. Air yang keluar dan mengalir di pancuran penampungan ini,
datang dari tujuh buah mata air yang tergabung dalam satu wadah seperti bak
yang panjang.
Bagi suku Batak Aek Sipitudai, merupakan situs sejarah peradaban dan
perkembangan Suku Batak di Toba. Legenda tersebut mungkin benar adanya.
4
cucian dari batu alam dan batu yang berlubang-lubang untuk permainan congklak.
Menurut S.Sagala penjaga tempat tersebut, munculnya mata air tersebut berkat
permintaan Langgat Limbong (turunan Limbong Mulana), yang juga anak ketiga
dari Guru Tatea Bulan kepada Mula Jadi Nabolon (Sang Pencipta) yang dalam
perjalanannya merasa haus dan menancapkan tongkat ke tanah. Lalu muncullah
mata air dengan tujuh rasa. Karena itulah, kawasan ini disebut dengan Aek
Sipitudai (air tujuh rasa).
Memasuki kawasan situs, kami juga bertemu dengan salah seorang dari
Dinas Pariwisata yaitu Bapak S. Sagala perawat dan penjaga situs Aek Sipitudai.
Menurut S. Sagala Aek Sipitudai adalah salah satu bukti situs sejarah, dari nenek
moyang suku Batak yang bermukim hingga melahirkan generasi suku Batak
sampai sekarang ini Menurut cerita dimasyarakat Batak Aek Sipitudai adalah
tempat bertemu dan berjodohnya anak-anak dari si Raja Batak. Dimana disekitar
kawasan tersebut didiami keturunan siraja batak dari anaknya yang pertama, Guru
tatea bulan yaitu marga limbong dan marga sagala sehingga Aek sipitudai
dianggap sebagai milik keturunan Guru tatea bulan.
Bahkan sampai saat ini, masyarakat masih meyakini air tujuh rasa tersebut
karena bisa menyembuhkan penyakit. Sistem kepercayaan masyarakat dahulu
masih percaya kepada mula jadi nabolon (sang pencipta) yang dianggap sebagai
Tuhan yang menciptakan segalanya, dialah Tuhan yang memiliki sifat maha
pencipta, maha menjadikan dan awal mula dari segala yang ada yaitu nenek
5
menyembah mula jadi nabolon, seiring perkembangan jaman, agama sudah
berkembang ditempat tersebut.
Menurut seorang penjaga tempat ini, setiap orang yang mau masuk
kedalamnya untuk mencuci muka, mandi, ataupun meminum aek sipitudai ini
haruslah memiliki hati yang bersih jika tidak pastilah akan ada bala atau sakit
penyakit bahkan kematian yang akan melanda. jika diminta dengan hati yang suci
akan diberikan. Pansur Sipitudai (Pancuran Tujuh Rasa) adalah satu air dengan
tujuh buah pancuran yang masing-masing, pancuran mempunyai tujuh sumber
mata air, yang masing-masing mengalir sehingga bergabung menjadi satu aliran
dalam satu bak yang panjang, kemudian dari bak yang panjang itu dibuat
pancuran yang tujuh itu menjadi tujuh macam pula seperti pada sumber mata
airnya padahal telah bergabung dalam bak yang panjang. Rasa air tersebut adalah
rasa asam, manis, pahit, asin, hanya rasa tersebut yang bisa dirasakan di pancuran
tersebut, karena rasa tersebut sudah berubah tidak lagi mempunyai rasa tujuh.
Air ini disebut “PANSUR SIPITUDAI” (Pancur Tujuh Rasa), karena
pancuran yang tujuh itu mempunyai tujuh macam rasa, ketujuh pancuran ini,
dibagi menurut status masyarakat yang ada di Limbong yaitu :
(1) Pancuran anak-anak yaitu tempat mandi bayi yang masih belum ada giginya,
(2) Pancuran ibu yaitu tempat mandi para ibu yang telah tua, yaitu yang tidak
melahirkan lagi, (3) Pancuran ibu-ibu yaitu tempat mandi para ibu yang masih
dapat melahirkan, (4) Pancuran anak gadis yaitu tempat mandi gadis-gadis, (5)
6
tempat mandi para lelaki, (7) Pancuran menantu laki-laki yaitu tempat mandi para
menantu laki-laki yaitu semua marga yang mengawini putri marga Limbong.
Pancuran air tujuh rasa tersebut sudah dibagi oleh siraja batak menurut
status masyarakat yang ada di limbong . Saran nilai leluhur setiap orang yang
yang mau masuk dan mencuci muka, mandi, ataupun meminum air tersebut harus
memiliki hati yang bersih dan hati yang tulus, jadi jika dilanggar pasti ada
musibah atau penyakit yang datang. Menurut penjaga tempat ini setiap memasuki
setiap pancuran harus sesuai jenis status.
Seiring dengan perkembangan zaman, penggunaan air tersebut tidak lagi
berdasarkan seperti legenda. Ketujuh rasa air tersebut tidak lagi memiliki rasa
yang berbeda-beda, sampai saat ini rasa yang bisa kita rasakan hanyalah tiga rasa
saja yaitu, asam, pahit, asin. Bagi masyarakat sekitar, Aek Sipitudai tersebut
menjadi sumber kebutuhan air bersih tanpa membedakan dari pancuran/mata air
keberapa yang akan dikonsumsi tetapi harus menghargai nilai leluhur yang
menciptakan air tersebut. Sehingga tidak mengherankan jika ada wisatawan yang
berkunjung akan bertemu dengan masyarakat yang sedang menggunakan fasilitas
7
Seperti umumnya beberapa objek wisata di daerah ini, keberadaan
pancuran tujuh rasa masih belum begitu diperhatikan oleh pemerintah. Lokasi ini
butuh sentuhan dan penataan yang lebih baik, terutama masalah fasilitas. Padahal
jika diamati, keberadaan Aek Sipitudai dapat menarik calon pengunjung untuk
datang serta menikmati bagian dari legenda orang Batak.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik membahas “Aek
Sipitudai (Air Tujuh Rasa) sebagai Objek wisata Di Kecamatan Sianjur
Mula-mula Kabupaten Samosir ” .
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas maka yang menjadi
identifikasi masalah adalah:
1. Latar belakang munculnya Aek Sipitudai
2. Perkembangan Aek Sipitudai sampai menjadi objek wisata di Desa
Aek Sipitudai
3. Dampak objek wisata Aek Sipitudai terhadap ekonomi masyarakat
8
C. Batasan Masalah
Berdasarkan masalah diatas maka yang menjadi batasan masalah dalam
penelitian ini adalah: Aek Sipitudai Sebagai Objek Wisata di Kecamatan Sianjur
Mula-mula Kabupaten samosir.
D. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana Latar Belakang Aek Sipitudai Sebagai Objek Wisata ?
2. Bagaimana kondisi Aek Sipitudai ?
3. Bagaimana perkembangan Aek sipitudai Desa Aek Sipitudai menjadi
objek wisata dan kapan perubahannya ?
4. Baimana dampak Aek Sipitudai kepada kondisi ekonomi Masyarakat Desa
Aek Sipitudai?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi Tujuan Penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang Aek Sipitudai, Sebagai Objek Wisata.
2. Untuk mengetahui perkembangan Aek Sipitudai menjadi objek wisata di
Desa Aek Sipitudai
3. Untuk mengetahui dampak objek wisata Aek Sipitudai kepada kondisi
9
F. Manfaat Penelitian
1. Sebagai persayaratan penulis untuk gelar S1 Universitas Negeri Medan
2. Menambah pengetahuan untuk menyusun karya ilmiah dalam bentuk
skripsi
3. Sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi peneliti lain yang
melakukan penelitian yang sama ditempat yang berbeda
4. Sebagai sumbangan teoritis bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam
59 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Aek sipitudai merupakan salah satu objek wisata di Desa Aek sipitudai
kecamatan sianjur mula-mula, yang menjadi daya tarik utama objek wisata ini
adalah kondisi air tiap-tiap pancuran yang memiliki rasa yang berbeda-beda.
Menurut legenda yang diyakini masyarakat sampai saat ini, Aek sipitudai
memiliki sejarah yang berhubungan dengan siraja Batak. Karena pulau samosir
memang diyakini sebagai daerah asal orang Batak. Dipulau ini tepatnya di pusuk
buhit kecamatan sianjur mula-mula. Wisatawan datang ketempat bukan hanya
berwisata saja tetapi ingin mengetahui sejarah Batak, Aek sipitudai bisa juga
digunakan untuk menyembuhkan penyakit, wisatawan yang datang banyak sekali
yang ingin mengambil airnya saja utntuk dijadikan obat. Rasa ini bagi pengunjung
Aek Sipitudai bila hatinya iklas akan merasakan ke tujuh rasa tersebut, dan bagi
yang tidak iklas yang datang berkunjung kesana tidak bisa merasakan air tujuh
rasa tersebut.
Latar belakang sejarah Aek Sipitudai berpengaruh pada sejarah peradaban
suku batak, karena desa ini merupakan perkampungan Siraja Batak pada jaman
dahulu. Konon kampung inilah yang dipercaya sebagai kampung (huta) pertama
Orang Batak (Siraja Batak) yang diketahui. Katanya, disinilah Ompu Siraja Batak
membangun rumah dahulu kala, walau hal itu belum dibuktikan secara ilmiah.
60
kelompok marga Sagala segagai bentuk penghormatan untuk mengenang Ompung
tersebut.
Puncak Pusuk Buhit adalah puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit yang
disebut raga-raga nabolak atau pelataran luas. Kita menyebutnya puncak
tertinggi, karena terdapat tiga puncak di Gunung Pusuk Buhit, yaitu:
a. Puncak di atas Sigulanti adalah puncak anak pertama Siraja Batak, yaitu
Guru Tateabulan;
b. Puncak di atas Sijambur Mula adalah puncak anak kedua Siraja Batak,
yaitu Raja Isumbaon; dan
c. Puncak tertinggi adalah puncak Dewata Natolu dan Ompu Mulajadi
Nabolon, karena di situlah pertama sekali rombongan Parbanua Ginjang
menginjakkan kaki dan dari situ pula mereka kembali ke Banua Ginjang.
Karena itu, puncak inilah tempat paling suci dan kudus bagi Bangso
Batak, barangkali seperti Gunung Golgota bagi Agama Kristen.
Karena itu, bagi Bangsa Batak, Puncak Pusuk Buhit identik dengan nilai tertinggi
kehidupan yang dapat digapai di bumi dan merupakan center locus atau sambulo
ha-Batak-on. Semua situs lain, yang awalnya adalah tempat berdoa keturunan
Siraja Batak kepada Dewata dan Ompu Mulajadi Nabolon serta tempat
penghormatan kepada leluhur, yang ada di bawahnya pun yang menyebar luas ke
61
B. Saran
1. Bagi masyarakat Desa Aek Sipitudai masih mempercayai bahwa air dari
Aek Sipitu Dai tersebut dapat menyembuhkan penyakit. Dan masih
percaya terhadap mitos dari kekuatan air tersebut.
Maka dari itu diharapkan ketika dalam menerima kisah yang bersal dari
tradisi lisan sebaiknya harus dipilah-pilah terlebih dahulu untuk dapat
membedakan antara mitos dan fakta sejarah yang terkandung didalamnya.
2. Bahwa sangat penting untuk mengetahui kisah-kisah dan legenda masa
lalu, apakah itu legenda yang mengadung mitos atau fakta sejarah karena
semuanya itu memperkaya kebudayaan kita. Sangat penting untuk
membuat suatu buku dengan judul kumpulan kisah/ legenda masyarakat
Batak toba yang dilengkapi dengan pembagian fakta dan mitos yang
62
DAFTAR PUSTAKA
Badan Statistika Kabupaten Samosir 2013
Gultom Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak, Jakarta: Bumi Aksara
I Gde Pitana. 2005. Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: PT. Andi
Ridwan. 2012. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Medan: PT.
Sofmedia
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alvabeta
Sugiharto. 2006. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah. Medan : USU
Press
Sujanto. 1982. Psikologi Perkembangan, Surabaya: Aksara Baru
Helius, Sjamsudidin . 2007. Metodologi Sejarah,Yogyakarta: Ombak
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Pariwisata, Yogyakarta: PT. Andi
Bambang, Sunaryo. 20131. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata,
Yogyakarta: Gava Media
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Badan Statistika Kabupaten Samosir 2013
Gultom Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak, Jakarta: Bumi Aksara
I Gde Pitana. 2005. Sosiologi Pariwisata, Yogyakarta: PT. Andi
Ridwan. 2012. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata, Medan: PT.
Sofmedia
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alvabeta
Sugiharto. 2006. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah. Medan : USU
Press
Sujanto. 1982. Psikologi Perkembangan, Surabaya: Aksara Baru
Helius, Sjamsudidin . 2007. Metodologi Sejarah,Yogyakarta: Ombak
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-dasar Pariwisata, Yogyakarta: PT. Andi
Bambang, Sunaryo. 20131. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata, Yogyakarta: Gava Media
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.