commit to user
i
DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH
(Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Interpretasi Pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks Pranikah )
Oleh :
DICKY RANGGA KUSUMA D3207017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polotik
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
Telah Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Panitia Ujian Skripsi Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Drs. Argyo Demartoto, M.Si
commit to user
iii
Telah Disetujui Dan Diuji Oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Hari : Tanggal : Panitia Penguji
Prof. Dr. RB. Soemanto, MA.
NIP : 194709141976121001 (____________________ )
Ketua
Siti Zunariyah S, Sos, M.Si
NIP : 197707192008012016 (____________________ )
Sekretaris
Drs. Argyo Demartoto, M,Si
NIP : 196508251992031003 (____________________ )
Penguji 1
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Surakarta
commit to user
iv
Dengan penuh rasa syukur, karya sederhana ini
dipersembahkan kepada yang terkasih dan tercinta
:
Keluargaku Ayah dan Ibu, sebagai wujud rasa
hormat, bakti dan tanggungjawabku
Keluarga Besarku Kakek, Nenek dan
saudara-saudaraku sebagai rasa kebanggaannya
Adikku Anggraini Kusuma Dewi
commit to user
v
Memiliki sedikit pengetahuan namun dipergunakan
untuk berkarya jauh lebih baik daripada memiliki
pengetahuan luas namun mati tak berfungsi.
(Khalil
Ghibran)
Jika anda memiliki kemampuan untuk menang, anda
telah memperoleh setengah dari keberhasilan anda,
jika anda tidak memilikinya, anda telah
memperoleh setengah dari kegagalan anda.
(David
Abrose)
Seseorang yang optimis melihat suatu kesempatan
dalam setiap bencana, seorang pesimis melihat
bencana dalam setiap kesempatan.
(Herbert V.
commit to user
vi
Dengan segala kerendahan hati saya panjatkan puji syukur pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi.
Dalam melaksanakan penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan baik materiil maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang ditujukan kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Dr. Bagus Haryono, M. Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Drs. Th. A. Gutama, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Argyo Demartoto, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bpk dan Ibu saya yang telah memberikan dukungan baik secara moril dan materiil sehingga tugas ini terasa ringan untuk dijalankan. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari orang tua hal ini tidaklah ada artinya.
6. Seluruh Guru, Karyawan dan Siswa SMA N 1 Karangayar, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini.
7. Adik tercinta, beserta pendamping setiaku Mirantika Emma terima kasih atas dukungan, cinta, kasih sayang, doa dan semangatnya yang selama ini membantu dalam penyusunan skripsi ini.
commit to user
vii
maupun spiritual kepada penulis sehingga penulis senantiasa optimis dalam menghadapi masalah-masalah yang ada.
10.Teman-teman Sosiologi FISIP UNS 2007, terima kasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.
11.Serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan pembuatan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Juni 2011
commit to user
viii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 37
commit to user
ix
7.Teknik Analisis Data ... 40
BAB II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 43
A. Gambaran Umum SMA N 1 Karanganyar ... 43
B. Gambaran Khusus SMA N 1 Karanganyar... 58
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
A.HASIL PENELITIAN ... 62
1. Karakteristik Responden ... 62
2. Karakteristik Informan ... 67
3. Arti dan Peran Pendidikan Seks ... 69
4. Beberapa Faktor yang Berkaitan Dengan Pendidikan Seks……… 94
5. Interpretasi Pelajar Tentang Motivasi Berpacaran, Perilaku Berpacaran dan Perilaku Seks Pranikah………. 122
B.PEMBAHASAN ... 139
BAB IV. PENUTUP ... 148
A.KESIMPULAN ... 148
B.IMPLIKASI ... 151
1. Implikasi Teoritis ………... 151
2. Implikasi Metodologis ……… 154
3. Implikasi Empiris ……… 156
C.SARAN ... 158
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
x
Halaman Tabel 1 Distribusi Siswa SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran
2010/2011 ... 54 Tabel 2 Bobot Sanksi Pelanggaran Tata Tertib Siswa SMA N 1 Karanganyar
commit to user
xi
Halaman
Matriks 1. Karakteristik Responden... 66
Matriks 2. Karakteristik Informan... 69
Matriks 3. Arti Pendidikan Seks dan Perannya Bagi Pelajar ... 75
Matriks 4. Peran Pendidikan Seks di Sekolah... 82
Matriks 5. Sumber Pengetahuan dan Informasi Tentang Seks dan Seksualitas……… 87
Matriks 6. Peran Keluarga Dalam Pendidikan Seks……… 93
Matriks 7. Hubungan Responden Dengan Keluarga... 99
Matriks 8. Lingkungan Pergaulan... 105
Matriks 9. Faktor Media Televisi………...…. 111
Mariks 10. Faktor Media Audio Visual Bagi Remaja………. 117
Matriks 11. Faktor Media Internet……….. 112
Matriks 12. Motivasi Berpacaran…. ………. 126
Matriks 13. Perilaku Dalam Berpacaran………. 131
Matriks 14. Perilaku Seks Pranikah….. ……….. 138
Matriks 15. Tujuan Penerapan Pendidikan Seks di SMA Negeri 1 Karanganyar……….. 142
commit to user
xii
Halaman
Bagan 1. Skema Teori Aksi... 23
Bagan 2. Kerangka Berpikir... 36
Bagan 3. Skema Model Analisis Interaktif…. ………. 42
commit to user
xiii
Lampiran 1. Gedung Tampak Depan Lokasi Penelitian SMA N 1 Karanganyar Lampiran 2. Lokasi Penelitian Gedung Bagian Dalam SMA N 1 Karanganyar Lampiran 3. Suasana Saat Belajar Mengajar SMA N 1 Karanganyar
Lampiran 4. Peneliti Melakukan Wawancara Dengan Guru SMA N 1 Karanganyar Lampiran 5. Peneliti Mewawancara Responden Responden Laki-Laki
commit to user
xiv
KARANGAYAR TENTANG PENDIDIKAN SEKS DAN PERILAKU SEKS PRANIKAH. Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai Interpretasi Pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar Tentang Pendidikan Seks dan Perilaku Seks Pranikah, Skripsi Jurusan Sosiologi, FISIP UNS, 2011.
Globalisasi dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi disadari memberikan kemajuan yang sangat pesat terhadap proses pembangunan di berbagai sektor. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa arus global turut serta mengubah terjadinya perubahan perilaku dan interpretasi manusia terhadap nilai luar. Artinya dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta komunikasi terjadilah banyak perubahan sosial yang serba cepat hampir pada semua kebudayaan manusia dan mempengaruhi pola-pola kehidupan manusia terutama pada remajanya seperti dalam hal pergaulan, cara pandang, gaya hidup bahkan pada pola perilaku seks yang cenderung konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interpretasi pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar tentang pendidikan seks dan perilaku seks pranikah.
Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Karanganyar khususnya di SMA Negeri 1 Karanganyar dengan menerapkan studi deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan dengan jelas dan mudah dipahami setiap kondisi lapangan yang dijumpai. Sampel diambil berdasarkan purposive samping dengan menerapkan maximum variation. Jumlah responden yang diambil adalah 11 orang, terdiri dari 5 orang pelajar laki-laki dan 6 orang pelajar perempuan, serta enam orang informan yang terdiri dari 2 orang guru dan 4 orang tua responden.
Dalam penelitian mengenai interpretasi pelajar SMA Negeri 1 Karanganyar diketahuia bahwa pendidikan seks pada dasarnya merupakan penerangan tentang masa tumbuh kembang remaja atau psikologi remaja (perubahan fisik dan emosi) dan juga penjelasan mengenai kesehatan reproduksi, anatomi dan fisiologi organ reproduksi, penyakit menular seksual dan juga bagaimana menjaga perilaku seksualnya sehingga tidak bertentangan dengan norma masyarakat. Termasuk didalamnya pengarahan mengenai pergaulan remaja yang memuat unsur-unsur tata tertib, norma-norma dan aturan dalam pergaulan (pacaran). Pada umumnya mereka menyatakan bahwa pendidikan seks sangat penting diberikan pada remaja tidak setuju apabila masalah seks dianggap tabu untuk diketahui karena, kalau masalah seks tersebut tetap dianggap tabu maka remaja akan semakin buta dalam memahami arti dari seks itu sendiri. Pada umumnya orang tua memberikan kebebasan kepada anak dalam memilih teman bergaul. Pelajar mendapatkan pengetahuan tentang seks dari sekolah atau guru, majalah, koran, dan juga televisi. Sebaiknya pelajar diberikan penyuluhan tentang seks bebas termasuk juga didalamnya diberikan kerugian, serta penanaman norma dan etika yang dilakukan oleh keluarga sejak dini sebagai upaya pencegahan agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan yang menyimpang.
commit to user
xv
SCHOOL 1 KARANGANYAR’S STUDENTS ABOUT SEX EDUCATION AND FREE SEX BEHAVIOR
Globalization and advance on the knowledge, technology, and communication actually gives the rapid progress on process of sector development. Nevertheless, it changes human’s interpretation and behavior about the norm. It also makes alteration almost on social life and human’s culture especially on a teenager’s life include of their association, paradigm, lifestyle, even sex behavior. The aim of this research is for knowing interpretation of Senior High School 1 Karanganyar’s students about sex education and free sex behavior.
This research is located in Karanganyar regency especially in Senior High School 1 Karanganyar that use qualitative descriptive study describing clearly and understandable on whole of area. Sample is taken based on purposive sampling using maximum variation. Total sample is 11 students, consist of 5 man students and 6 woman students. The amount of informant is 6 consist of 2 teachers and 4 student’s parents.
In this research, based on the interpretation of Senior High School 1 Karanganyar‘s students that sex education is a study about teenager’s development term or their psychology include of physic and emotion alteration. It also describes reproduction health, anatomy, physiology of reproduction organ, sexual transmitted diseases, and also the way for keeping their sex behavior appropriates with social norm. Include of the regulation and norm in a teenager’s association. Based on their impression, sex education is so important given to teenager. They don’t think that sex education is a taboo thing. In a general, parents give freedom for their child for choosing friend and environment themselves. Students get sex knowledge from the school or teachers, magazines, newspaper, and also television. Students should be given an illumination about free sex, applying norm and ethics in their family as the avoidance in order that teenager won’t fall into wrong association.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam perkembangan hidupnya manusia dipengaruhi oleh hal-hal yang
berasal dari luar dirinya sendiri dan faktor-faktor yang berasal dari luar
pribadinya. Untuk menentukan faktor mana yang paling dominan dalam
pembentukan kepribadian manusia, hingga saat ini tidak dapat ditentukan secara
mutlak.
Diri pribadi manusia lazimnya terdiri dari tiga aspek pokok. Aspek
pertama adalah rasionya atau disebut kognitif manusia, aspek kedua adalah
emosinya atau disebut afektif manusia dan aspek ketiga merupakan penyerasian
antara aspek kognitif dan aspek afektif yang disebut konatif atau kehendak
manusia. Sedangkan dari luar pribadinya manusia dipengaruhi oleh lingkungan
sosial yaitu segala faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan pribadi
manusia yang berasal dari luar diri pribadi.
Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan
serta komunikasi berpengaruh pula pada perubahan sosial yang serba cepat
hampir pada semua aspek kehidupan manusia. Perubahan sosial tersebut
mempengaruhi pola-pola kehidupan manusia terutama bagi para remaja misalnya
saja dalam hal pergaulan, cara pandang, cara pikir, bahkan sampai pada pola
commit to user
2
dari rel daripada pola-pola seks yaitu, keluar dari jalur-jalur konvensional
kebudayaan. Pola seks itu lalu dibuat menjadi Hyper modern dan radikal sehingga
bertentangan dengan sistem. (Soekanto,1992:56). Pada beberapa dekade terakhir
ini terjadi perubahan-perubahan mengenai perilaku seks dan norma-norma seks
baik di negara industri maupun negara berkembang. Proses perubahan tersebut
berjalan terus menerus dan manusia terus bertambah agresif terhadap perilaku
seks pranikah.
Di Indonesia perubahan sudah mulai terjadi setidak-tidaknya pada
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat misalnya saja kelompok remaja.
Perubahan tersebut kiranya dapat dikaitkan dengan perubahan sosial, ekonomi,
pendidikan, kurangnya kontrol sosial, bertambahnya kebebasan, bertambahnya
mobilitas muda-mudi, meningkatnya usia perkawinan serta
rangsangan-rangsangan seks melalui berbagai sarana hiburan dan media massa
(Singarimbun,1996:112).
Perubahan tata nilai terutama di daerah perkotaan mempengaruhi perilaku
seksual masyarakat. Pada masyarakat perkotaan perilaku seks cenderung permisif.
Sarana hiburan memberi peluang terjadinya perilaku seks yang bebas. Seks bebas
dipilih sebagai penyaluran rasa ingin tahu dan ingin menikmati, akibatnya
perilaku seks pranikah semakin menunjukkan arah yang kian menyimpang dari
norma. Kondisi ini mulai menjalar ke daerah-daerah pinggiran bahkan sampai
commit to user
3
Dikalangan remaja kita masalah seksualitas sepertinya belum sepenuhnya
dipahami. Hal ini dikarenakan pendidikan mengenai masalah seks yang mereka
dapatkan dirasa masih kurang baik itu dilingkungan keluarga maupun lingkungan
sekolah. Sikap mentabukan pembicaraan mengenai masalah seks yang dianut oleh
sebagian masyarakat kita membuat permasalahan mengenai seks semakin sulit
dipahami. Tidak jarang orang tua cenderung menutup-nutupi ketika seorang anak
bertanya mengenai masalah seks. Sikap mentabukan masalah seks tersebut bisa
dilihat seperti yang dilakukan oleh orang tua khususnya para ibu, yang
menganggap bahwa masalah seks itu tidak boleh diketahui dan dibicarakan oleh
anak-anak terutama bagi mereka yang belum menikah. Mereka beranggapan
anak-anak tersebut akan mengetahui masalah seksualitas dengan sendirinya
setelah mereka dewasa dan sudah menikah, padahal tidak jarang pula banyak dari
orang dewasa yang sudah siap menikah dan bahkan sudah menikah kurang begitu
memahami masalah tentang seksualitas. Sebagai contoh ada sebagian gadis yang
sudah siap menikah bahkan sudah menikah tidak mengetahui apa itu masa dan
kapan ia mendapatkan masa subur. (Sarwono 2001:146)
Disamping sikap tidak tahu yang dilakukan oleh orang tua terhadap
masalah seksualitas, sampai saat ini banyak sekali orang tua yang merasa masih
kesulitan dan bingung menjawab pertanyaan anak-anak meraka (bahkan yang
dibawah umur), seputar masalah seksualitas maupun hal-hal yang berhubungan
dengan alat-alat reproduksi, mestilah hal tersebut dijelaskan dengan gamblang,
commit to user
4
tidak dijelaskan semakin lebih parah. Anak semakin buta lalu bertindak
sekehendaknya. Informasi yang berseliweran soal seks pun sudah ada di sekitar
mereka. Masalah yang sering membuat orang tua kebingungan menjawab
pertanyaan anak-anak tersebut misalnya saja, ketika ada seorang anak mereka
yang bertanya mengapa antara anak laki-laki dan perempuan itu berbeda dalam
hal alat reproduksi (alat kelamin), dari mana seorang bayi itu bisa ada (lahir dan
keluar), mengapa wanita mesti haid, mengapa wanita bisa hamil, apa itu aborsi,
apa artinya diperkosa dan lain lain. Hal ini tidak dapat dikesampingkan begitu
saja mengingat daya pikir anak-anak bertanya tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan seks, mengapa? Karena seksualitas memang berkembang sejak
masa bayi, anak-anak, remaja sampai dewasa. Perkembangan itu mereka juga
merasakan sehingga muncul keingintahuan dan mengenal segala sesuatu yang
berkaitan dengan seksualitas.
Dipihak lain, makin banyak informasi dari media masa tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan masalah seksualitas, termasuk adegan yang erotik.
Tidak aneh jika kemudian anak mengajukan pertanyaan tentang apa yang
dirasakan, didengar dan berkaitan dengan seksualitas. Jadi wajar apabila
pertanyaan itu muncul karena mereka (anak), mendengar dan mengalami semua.
Kesulitan orang tua dalam memberikan penjelasan tentang masalah
seksualitas tersebut dikarenakan banyak dari orang tua itu sendiri kurang begitu
memahami masalah mengenai seksualitas, terkadang meraka masih bingung
commit to user
5
mana mereka akan memulai pembicaraan masalah mengenai seksualitas itu
sendiri. Akhirnya banyak orang tua yang beranggapan dan melimpahkan semua
permasalahan tersebut pada pendidikan sekolah, mereka berpikir biarlah pihak
sekolah yang akan memberikan pengertian serta penjelasan mengenai masalah
seksualitas. Ironisnya dari pihak sekolah sendiri banyak yang belum menerapkan
pendidikan seks dan belum terbuka mengenai seksualitas.
Pada era modern seperti sekarang ini semestinya permasalahan mengenai
seks bukanlah hal yang tabu lagi, hal ini dikarenakan pendidikan mengenai
masalah seks itu sendiri sangat penting bagi anak-anak yang sudah memasuki
usia pubertas (akhil baligh), karena seks itu sendiri merupakan kebutuhan bagi
setiap individu (makhluk hidup) bahkan juga binatang akan tetapi, ada
norma-norma serta aturan yang mengatur mengenai masalah seks itu sendiri agar hal
tersebut tidak disalahgunakan.
Masalah seks bukan hanya masalah hubungan seksual semata-mata. Sikap
mentabukan pembicaraan mengenai masalah seksualitas mengakibatkan sebagian
besar remaja kehilangan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan, pikiran,
kebutuhan, harapan, permasalahan dan ketakutan meraka pada seksualitas. Pada
akhirnya, remaja kehilangan kesempatan untuk mengetahui atau memahami
seksualitas secara benar dan proposional sesuai fungsi dan tujuan dasarnya
(Efendi, 1986:169).
Berbicara masalah seks dan seksualitas, maka sebenarnya tidak hanya
commit to user
6
seperti anggapan masyarakat selama ini. Berbicara masalah seksualitas artinya
kita membicarakan tentang kesehatan reproduksi, anatomi dan fisiologi organ
reproduksi, penyakit menular seks dan lain-lain.
Jika kita mau menelusuri lebih jauh sebenarnya masalah seks sangat luas
sekali dimensinya, bisa fisik, mental maupun sosial. Dari sudut dimensi fisik ini
berarti kita harus bisa mengerti anatomi, fisiologi organ-organ reproduksi dan
harus tahu bagaimana menjaga kesehatan organ reproduksinya. Dari dimensi
mental/psikologis, artinya kita harus bisa mengerti sifat-sifat yang berkaitan
dengan seks, perilaku seks, dan dapat mengatasi dorongan seksualitas terhadap
lawan jenis secara tepat. Dari dimensi sosial ini berarti banyak berkaitan dengan
lingkungan masyarakat sekitar dalam hal seksualitas misalnya, kita harus dapat
menjaga perilaku seksualitas kita sehingga tidak bertentangan dengan norma
masyarakat.
Dari gambaran tersebut diatas dapat dipahami dan disadari bahwa
pendidikan seks sangat penting untuk diberikan. Akan tetapi pendidikan seks itu
sendiri sering menimbulkan kontroversi, disatu sisi hal tersebut sangat diperlukan
karena sebagai salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah penyalahgunaan
seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif yang tidak diharapkan
seperti kehamilan yang tidak direncanakan dan penyakit menular yang
diakibatkan oleh seks. Tetapi disisi lain orang tua atau pendidik jadi tidak mau
berterus terang dan terbuka pada anak-anak atau anak didiknya mengenai masalah
commit to user
7
melakukan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Seks kemudian menjadi
tabu untuk dibicarakan walaupun antara anak dengan orang tua mereka sendiri.
Pandangan pro kontra pendidikan seks ini pada hakikatnya tergantung
sekali pada bagaimana kita mendefinisikan pendidikan seks itu sendiri. Jika
pendidikan seks diartikan sebagai pemberian informasi mengenai seluk beluk
anatomi dan proses teknik pencegahannya (alat kontrasepsi), maka kecemasan
tersebut di atas memang beralasan.
Pada dasarnya pendidikan seks bukan penerangan mengenai masalah seks
semata-mata. Pendidikan seks pada umumnya diberikan secara kontekstual, yaitu
dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, apa yang
dilarang, apa yang lazim, dan bagaimana cara melakukan tanpa melanggar aturan.
(Sarwono 2001:183).
Pentingnya informasi tentang seks bagi remaja dikarenakan pada saat
remaja, seorang mulai mempersiapkan diri menuju kehidupan dewasa termasuk
dalam aspek seksualnya, dimana pada masa ini hormon seksual yang ada dalam
diri remaja mulai aktif yang salah satu akibatnya adalah menimbulkan dorongan
seksual dalam diri. Dorongan seks tersebut yang mengakibatkan remaja mulai
atau sering mencari informasi soal seks.
Artinya proses kematangan alat reproduksi setelah meningkat menjadi
dewasa remaja justru membutuhkan pelayanan yang baik dan informasi yang
baik. Dalam masa remaja terdapat beberapa perubahan yang terjadi, misalnya dari
commit to user
8
jakun, dan sebagainya. Perubahan pada remaja putri, misalnya tumbuhnya
payudara, jerawat, bulu-bulu pada tempat tertentu, mungkin sebagian remaja
menganggap hal itu biasa, kalau sudah mendapatkan penerangan (informasi).
Tetapi bagi yang tidak, hal tersebut membuat rasa cemas, takut, malu sehingga
kalau bertanya. Tanda alat reproduksi ini sudah matang adalah dengan tanda
datangnya haid pada remaja putri serta datangnya mimpi basah bagi remaja putra.
Semua manusia akan mengalami masa ini dan hanya saja remaja sekarang tidak
tahu akan tanya pada siapa. Kadanag juga ada remaja yang memilih diam saja
dalam menyikapi hal ini. matangnya proses reproduksi ini tidak sekedar
datangnya haid atau mimpi basah saja, tetapi yang terpenting disini adalah libido
atau dorongan seks.
Libido atau dorongan seks ini anugerah dari Tuhan, memang diciptakan
seiring dengan kematangan alat reproduksi. Ada remaja yang kadang-kadang
bingung karena ada sesuatu yang lain dari dirinya. Dia mulai tertarik lawan
jenisnya. Dia mulai memperhatikan penampilan dirinya, dia berusaha menarik
perhatian lawan jenis. Semakin lama mereka semakin tumbuh dewasa, dorongan
seks semakin mendesak, padahal kalau mereka masih sekolah berarti penundaan
usia kawin. Sementara informasi, tidak jelas atau tidak ada, kalaupun ada mereka
pun tidak tahu dimana mencarinya. Harusnya mereka bisa bertanya pada orang
tua, tetapi sebagian orang tua kadang mentabukan untuk membicaraan mengenai
commit to user
9
Selama ini remaja kita memperoleh pendidikan seks dari tiga unsur yaitu
orang tua, sekolah, dan lingkungan sekitar.
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lembaga pertama dan yang utama melakukan
sosialisasi terhadap anaknya. Dalam keluargalah pendidikan dan
pembudayaan diusia dini bahkan di awal kejadian janin dibangun fondasinya.
Karakter dasar dan kejiwaan umumnya terbentuk di usia awal ini, disaat anak
sedang berada dalam asuhan penuh orang tua dan keluarganya. Dalam
keluarga individu belajar mengenal makna cinta kasih, simpati, ideologi,
bimbingan dan pendidikan dari orang tua sebelum seorang anak tersebut
mengenal lingkungan luar yang lebih luas termasuk didalamnya norma-norma
dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarganya untuk dijadikan bagian dari
kepribadianya.
Dalam kaitannya dengan pendidikan seks, sebagai pendidik yang
utama orang tua diharapkan dapat memberikan pendidikan mengenai seks
secara tepat kepada anaknya, akan lebih baik jka orang tua bisa berdialog
terbuka dan kritis dengan anak-anaknya dirumah, dan berdiskusi tentang
informasi yang didapat anak dari sumber luar. Keterbukaan dengan cara yang
etis dan santun dalam penyampaian informasi seperti bahaya obat dan
narkotika, tentang etika pergaulan atau tentang masalah seksualitas, hal ini
sangat perlu dilakukan, pendidikan seks sejak dini diharapkan dapat mencegah
commit to user
10
diharapkan anak atau remaja harus sudah dapat berfikir cerdas dan rasional
akan dampak yang ditimbulkan dari seks pranikah.
Namun berbeda dengan hasil riset Benet dan Dickson bahwa
pemberian informasi tentang seks dari orang tua belum tentu lebih baik
daripada informasi dari sumber lain, demikian menurut hasil riset dari Kallen
Stephenson dan Noughty (1983).
Sejalan dengan hasil penelitian diatas, memang banyak orang tua
sendiri yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan anak-anak remaja
mereka. Selain sikap orang tua yang masih kuatnya berlaku tabu sehubungan
dengan masalah seks, orang tua juga sering kurang paham perihal masalah
yang satu ini. Pengetahuan yang terbatas itulah yang menyebabkan orang tua
kurang dapat berfungsi sebagaimana sumber dalam pendidikan seks.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah juga berperan terhadap perkembangan jiwa seseorang
individu dan pola hidup, sebab kelompok sepermainan biasanya tumbuh di
lembaga pendidikan formal selain itu, kondisi sekolah dan sistem pengajaran
yang kurang menguntungkan siswanya dapat menjerumuskan mereka pada
kenakalan remaja. Pola hidup yang berkembang di sekolah dewasa ini
terutama memberikan tekanan pada materialisme, mengenai masalah seks
pengetahuan yang diberikan sekolah terhadap siswanya dinilai masih kurang.
commit to user
11
pelajaran yang diberikan mengenai pengetahuan reproduksi masih berkisar
pada pengetahuan yang umum. (Soekanto,1992:25).
Untuk memprogramkan pendidikan seks sebagai bagian dari
kurikulum sekolah, memerlukan pemikiran yang mendalam. Hal ini
dikarenakan sistem pendidikan formal di Indonesia menganut azaz sistem
tunggal. Artinya, materi kurikulum berlaku diseluruh Nusantara, padahal jika
menyangkut mengenai seks, setiap daerah bahkan setiap keluarga mempunyai
kondisi khusus yang berbeda dari daerah atau keluarga lain. Sesuatu yang
lazim di keluarga atau daerah tertentu bisa jadi sangat aneh dikeluarga atau
daerah lain. Sehingga di Indonesia yang sangat bervariasi ini, sulit diterapkan
pendidikan seks melalui jalur formal, selama jalur ini masih berpola sistem
tunggal.
Pendidikan seks di Indonesia menemukan bentuknya dalam jalur-jalur
pendidikan non formal seperti dalam ceramah-ceramah, kegiatan-kegiatan
ekstra kurikuler di sekolah, sarasehan, rubrik-rubrik remaja di media massa
dan lain-lain. Bentuk pendidikan seks yang non formal ini lebih luwes dan
bisa selalu disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu sehingga tidak
menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan.
3. Lingkungan Sekitar
Lingkungan sekitar merupakan lingkungan yang sangat kompleks
sifatnya dan juga sangat berpengaruh pada perkembangan remaja. Mulai dari
commit to user
12
kita, dari sini remaja dapat memperoleh berbagai informasi sehingga remaja
harus pandai-pandai memfilterkan informasi yang mereka dapatkan.
Mengenai pergeseran norma seksual remaja, Sarlito Wirawan Sarwono
berkata sebagai berikut “Kesimpulan utama dari penelitian yang
diselenggarakan adalah sedang terjadi pergeseran norma-norma tentang
perilaku seksual di kalangan remaja. Hal-hal yang ditabukan oleh remaja
tahun 50-an seperti berciuman dan bercumbuan sekarang dibenarkan oleh
remaja. Bahkan ada sebagian kecil yang setuju pada free sexs, bukan itu saja,
sebagian responden juga mengakui pernah berhubungan seks. Umumnya
dengan pelacur, wanita dewasa atau teman, tetapi ada juga yang bersenggama
dengan pacarnya”. (Singarimbun,1996:112).
Remaja sejalan dengan perkembanganya mulai kembali bereksploitasi
dengan diri, nilai-nilai, identitas peran, dan perilakunya. Dalam masalah
seksualitas remaja sering kali bingung dengan perubahan yang terjadi pada
dirinya, benarkah ia normal, adakah orang lain yang mengalami hal yang
sama? Kebutuhan remaja ini tentu saja harus ditanggapi dengan benar dan
proporsional oleh pendamping (guru, orang tua, dan masyarakat umum) jika
kebutuhan ini tidak ditanggapi dengan baik maka mereka akan mencari
sumber-sumber lain yang cukup dekat dengannya namun belum tentu
memberikan informasi yang benar.
Lingkungan di sekitar SMA N 1 Karanganyar mempunyai pengaruh
commit to user
13
Karanganyar sangat berdekatan dengan terminal dan alun-alun yang
mempunyai konotasi negatif dalam pandangan masyarakat kita. Banyak
perjudian, minum-minuman keras dan obat terlarang, budaya nongkrong,
penjualan media-media bahkan yang berbau porno hingga tidak menutup
kemungkinan adanya prostitusi yang berkembang di lingkungan ini. Secara
tidak langsung kondisi seperti ini berpengaruh sekali pada para pelajar SMA
tersebut.
Mengenai fenomena seks pranikah, di SMA N 1 Karanganyar sendiri
hal tersebut pernah terjadi, terbukti dengan adanya kejadian siswa yang hamil
diluar nikah. Secara umum angka seks pranikah di SMA N 1 Karanganyar
tidak menunjukkan angka yang tinggi (dalam artian tidak sering terjadi),
sampai dengan bulan Juni 2010 hanya ada kurang lebih 0,02% kasus yang
terjadi. Akan tetapi hal tersebut menimbulkan keresahan dalam lingkungan
sekolah.
Sekolah diharapkan mampu membentuk benteng pertahanan moral
dengan memberikan penjelasan dan pengarahan yang benar mengenai
informasi seksualitas. Dengan demikian penjelasan (pendidikan) yang benar
mengenai masalah seksualitas yang didapat pelajar di sekolah tidak langsung
berakibat negatif pada pembentukan interpretasi pelajar tentang perilaku seks
pranikah. Interpretasi pelajar dalam mengolah informasi seksual yang masuk
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penting adalah
commit to user
14
sekolah mengenai nilai-nilai yang benar tentang masalah seksualitas, sehingga
pelajar dapat mengolah secara benar informasi tentang masalah seksualitas.
Sekarang ini tingkah laku seksual remaja tidak menguntungkan
nampaknya. Karena remaja merupakan masa peralihan ke masa dewasa,
termasuk dalam aspek seksualnya. Dengan demikian memang dibutuhkan
sikap yang bijaksana dari orang tua, pendidik dan masyarakat pada umumnya
dan tentunya dari remaja itu sendiri, agar mereka dapat melewati masa transisi
itu dengan selamat.
Keadaaan rawan ini justru lebih banyak terjadi pada lingkungan
pelajar. Lingkungan ini justru merupakan lingkungan yang sangat mudah
terhadap masuknya bebagai pengaruh negatif pada diri para remaja dimana
kita ketahui pada masa ini mereka mengalami masa transisi, masa pencarian
diri, sehingga wajar apabila mereka banyak “bercermin” dari semua yang ada
disekitarnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
“Bagaimanakah interpretasi pelajar SMA N 1 Karanganyar tentang
commit to user
15
C. TUJUAN PENELITIAN
Pada umumnya setiap kegiatan yang dilakukan selalu didasarkan oleh
seperangkat tujuan yang hendak dicapai. Tidak ubahnya dengan penelitian yang
lainnya, penelitian ini juga memiliki tujuan yang hendak dicapai, yaitu: untuk
mengetahui interpretasi pelajar SMA N 1 Karanganyar tentang pendidikan seks
dan perilaku seks pranikah.
D. MANFAAT PENELITIAN
Dengan diadakannya penelitian ini, penulis mengharapkan agar penelitian
ini dapat memberikan manfaat. Manfaat yang diharapkan adalah:
1. Dapat memberikan sumbangan teoritis mengenai masalah seksualitas.
2. Secara praktis dapat memberikan masukan pada pihak-pihak terkait mengenai
pentingnya pendidikan seks di kalangan remaja.
E. LANDASAN TEORI
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis
berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep,
definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan
sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di
antara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Di
commit to user
16
yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada
mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.
Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu
definisi teoritis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoritis dan
logis antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam
teori di dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di
antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat
digunakan untuk eksplorasi dan prediksi. (Ritzer, 1983:137)
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal,
yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan.
Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat
dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir,
konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.
Dalam pembahasan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
dengan disiplin sosiologi. Salah satu paradigma yang ada dalam ilmu sosiologi
yaitu paradigma Definisi Sosial. Max Weber pengemuka eksemplar dari
paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai ilmu, yang berusaha menafsirkan
dan memahami tindakan atau perilaku sosial serta antar hubungan sosial.
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang
nyata-nyata diarahkan pada orang lain, juga dapat berupa tindakan yang bersifat
“membatin” atau bersifat subyektif yang mungkin terjadi karena pengaruh positif
commit to user
17
akibat pengaruh dari situasi yang serupa atau berupa persetujuan secara pasif
dalam situasi tertentu.
Dalam mempelajari tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui
penafsiran dan pemahaman atau menurut terminologi Weber sendiri, dengan
verstehen. Peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan si aktor
dalam artian yang mendasar, sosiologi harus memahami motif dari tindakan si
aktor. Dalam memahami motif tindakan si aktor ada dua cara menurut Weber
yaitu melalui kesungguhan dan mencoba mengenangkan dan mengalami
pengalaman si aktor.
Aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi
idealitas adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai
metode untuk memperoleh pemahaman yang valid mengenai arti-arti subyektif
tindakan sosial. Bagi Weber istilah ini tidak hanya sekedar merupakan
introspeksi. Introspeksi bisa memberikan seseorang pemahaman akan motifnya
sendiri atau arti-arti subyektif tetapi tidak cukup untuk memahami arti-arti
subyektif dalam tindakan-tindakan orang lain. Sebaliknya apa yang diminta
adalah empati yaitu kemampuan untuk menempati diri dalam kerangka berpikir
orang lain yang perilakunya ingin dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya
ingin dilihat menurut prospektif.
Atas dasar rasionalitas tindakan sosial Weber membedakan ke dalam
commit to user
18
1. Tindakan sosial murni / Zwerk Rational
Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekedar menilai cara yang
terbaik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan nilai dari tujuan itu
sendiri. Tujuan tersebut tidak absolut ia dapat juga menjadi cara tujuan lain
berikutnya.
2. Werkational action
Dalam tindakan ini aktor tidak dapat menilai apakah cara-cara yang
dipilihnya itu merupakan yang paling tepat ataukah lebih tepat mencapai
tujuan lain. Dalam tindakan ini memang antara tujuan dan cara-cara
mencapainya cenderung menjadi sukar untuk dibedakan. Namun tindakan ini
rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan
yang diinginkan.
3. Affectual action
Affectual action adalah tindakan yang dibuat-buat. Dipengaruhi oleh
perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor sehingga tindakan ini sukar
dipahami.
4. Traditional action
Traditional action merupakan tindakan yang didasarkan atas
kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu dimasa lalu saja (Ritzer,
commit to user
19
Kedua tindakan terakhir sering hanya merupakan tindakan secara
otomatis terhadap rangsangan dari luar, karena itu tidak termasuk tindakan
yang penuh arti yang menjadi sasaran penelitian sosiologi.
Penulis mengacu pada beberapa teori yaitu:
1. Teori interpretasi
Setiap penelitian akan terkait dengan interpretasi. Interpretasi juga
disebut hermeneutik. Artinya, pemaknaan terhadap fenomena. Setiap
fenomena folklor memiliki makna tertentu. Makna itu baru akan
terwujud jika telah ditafsirkan.
Pada dasarnya interpretasi dalam penelitian folklor meliputi dua
aktifitas, yaitu (a) menyatakan sesuatu dan (b) menyembunyikan sesuatu.
Pernyataan jelas akan selalu ada dalam penafsiran. Adapun yang
tersembunyi adalah pengertian. Hal ini berarti penafsiran folklor akan
menyatakan sesuatu yang tersembunyi. Hal-hal yang tidak tersurat, akan
diungkap lewat interpretasi. (Dawson, 1985:147)
Tugas penafsiran dalam folklor memberikan makna yang tepat.
Melalui hermeneutik diharapkan pemaknaan semakin dekat. Martin
Heidegger, yang melihat filsafat itu sendiri sebagai interpretasi secara
eksplisit menghubungkan filsafat sebagai hermeneutika dengan Hermes.
Hermes membawa pesan takdir, maksudnya dalam hal ini mengungkap
sesuatu yang membawa pesan, sejauh ia diberitakan bisa menjadi pesan.
commit to user
20
a. Mengungkapkan kata-kata, misalnya to say
b. Menjelaskan seperti menjelaskan sesuatu
c. Menerjemahkan seperti di dalam transliterasi bahasa asing
Ketiga makna itu bisa diwakilkan dengan bentuk kata kerja Inggris
“to interpren” namun masing-masing ketiga makna membentuk sebuah
makna independen dan signifikan bagi interpretasi.
Interpretasi folklor kiranya juga akan terkait dengan tiga hal
tersebut. Pemaknaan folklor sulit terlepas dari konteks penjelasan,
penerjemahan, dan memaknai yang dinyatakan informan. Interpretasi
folklor selalu berpusar pada langkah-langkah pemahaman yang rapi. Jika
langkah pemahaman tidak diikuti secara cepat, maka pemaknaan kurang
sukses.
Pemaknaan folklor pada akhirnya tidak lepas dari bagaimana
membahasakan fenomena. Pembahasaan ulang itu merupakan bentuk “to
exspres” (mengungkapkan), “to sent” (menegaskan) atau “to say”
(menyatakan). Di dalam kesamaan petunjuk makna pertama ini terdapat
perbedaan tipis yang ditimbulkan dari kata “to exspress”
(mengungkapkan), yang bermakna perkataan, namun ia merupakan sebuah
perkataan yang bagi dirinya sendiri merupakan sebuah interpretasi. Karena
alasan ini, seseorang diarahkan kepada cara sesuatu diekspresikan “gaya”
penampilan. Kita menggunakan nuansa kata interpretasi ini ketika kita
commit to user
21
seorang konduktor untuk sebuah simfoni. Dalam pengertian ini
interpretasi merupakan bentuk dari perkataan.
Teori interpretasi mau tidak mau akan sampai makna simbolik.
Interpretatif adalah wilayah hermeneutik. Simbolik adalah aspek yang
terkandung dalam folklor. Interpretasi simbolik berarti teori yang
berupaya menafsirkan simbol-simbol folklor. Hal ini dapat dimanfaatkan
untuk kajian sastra lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan. Namun, khusus
folklor bukan lisan dipandang lebih cocok jika menggunakan teori ini.
Teori interpretasi sebenarnya berasal dari pemahaman filosofis
terhadap kebudayaan. Karena dalam rentang filosofis, hampir seluruh
budaya memuat hal-hal yang berlapis-lapis. Setiap lapis menghendaki
penafsiran yang jeli. Interpretasi merupakan jembatan atau proses
menentukan makna folklor. Interpretasi sebenarnya dilakukan secara
hati-hati dan utuh sehingga peneliti folklor mampu menerka makna
sesungguhnya. Peneliti folklor adalah seorang secara hati-hati dan utuh
sehingga peneliti folklor mampu menerka makna sesungguhnya. Dia harus
merekonstruksi makna, dan bukan bertindak pasif.
Konsep teori ini memang mendasarkan pada filosofis positivisme.
Artinya, makna yang diperoleh didasarkan pada langkah teoritis tertentu.
Kunci pokok interpretasi adalah memahami dan bukan menjelaskan.
Pemahaman folklor dapat ditelusuri melalui simbol-simbol yang tampak
commit to user
22
sedikitnya memuat tiga hal yaitu. (1) interpretasi menurut yang kita miliki,
(2) interpretasi berdasarkan yang kita lihat, dan (3) interpretasi terhadap
apa yang kita peroleh kemudian. (Sumaryono, 1999:83).
2. Teori Aksi
Teori aksi pada mulanya dikembangkan oleh Max Weber, seorang
ahli sosiologi dan ekonomi ternama. Weber berpendapat bahwa individu
melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman,
penafsiran, obyek stimulus, atau situasi tertentu. Tindakan individu ini
merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau
sasaran dengan menggunakan sarana yang paling tepat. (Ritzer,
1983:116).
Teori Weber dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Persons, yang
dimulai dengan mengkritik Weber, menyatakan bahwa aksi bukanlah
perilaku. Aksi merupakan tanggapan respon mekanis terhadap suatu
stimulus, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif
dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individual
melainkan norma dan nilai sosial yang menuntun dan mengatur perilaku.
Parsons melihat bahwa tindakan individu dan kelompok dipengaruhi tiga
sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem kepribadian
masing-masing individu. Kita dapat mengaitkan individu dengan sistem sosialnya
commit to user
23
Dalam setiap sistem sosial, individu menduduki suatu tempat
(status) tertentu dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma atau aturan
yang dibuat oleh sistem tersebut dan perilaku individu ditentukan pula
oleh tipe kepribadiannya. Contoh, keputusan seseorang untuk ikut atau
menolak program KB tidak hanya bergantung pada kedudukannya dalam
komunitas itu (seorang guru atau seorang petani) atau jenis metode
kontrasepsi (pencegah kehamilan) itu sesuai atau tidak dengan agama
yang dianutnya. Selain itu, keputusan atau keberaniannya menolak KB
akan menimbulkan rasa tidak enak terhadap tetangga dan tokoh
masyarakat. (Poloma, 1987:75). Berikut merupakan bagan atau skema
Teori Aksi :
Bagan 1.
Skema Teori Aksi
INDIVIDU
STIMULUS TINDAKAN
Sumber : Ritzer,1983:116
Pengalaman Persepsi Pemahaman
commit to user
24
F. DEFINISI KONSEPTUAL
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini perlu adanya
pembatasan istilah dan pengertian sehingga diharapkan akan mendapatkan
gambaran yang jelas dan sesuai dengan tema pokok atau topik sentral penelitian.
1. Interpretasi
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia interpretasi bermakna yang
mempengaruhi pandangan seseorang. Sedangkan menurut Adam Indra
Wijaya, interpretasi diartikan sebagai suatu proses dengan mana seseorang
mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah
petanda, segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Bagaimana segala
sesuatu itu mempengaruhi interpretasi seseorang nantinya akan
mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya (Wijaya, 1986:45).
Faktor-faktor yang mempengaruhi interpretasi tersebut adalah Faktor-faktor lingkungan,
secara sempit hanya menyangkut warna, bunyi, sinar dan secara luas dapat
menyangkut faktor ekonomi, sosial, dan politik. Semua unsur faktor itu
mempengaruhi seseorang dalam menerima dan menafsirkan suatu rangsangan
(Wijaya, 1986:46).
Interpretasi adalah pengelihatan atau tanggapan daya memahami atau
menanggapi sesuatu (Mar’at, 1981:424). Interpretasi pada hakikatnya adalah
proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi
tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
commit to user
25
berhubungan dengan gejala mengenai pikiran atau proses yang berkaitkan
dengan pengertian atau konsep-konsep yang diketahuinya berwujud
pengalaman harapan individu terhadap obyek atau kelompok obyek tersebut
(Achmadi, 1985:52).
Interpretasi adalah pengindraan terhadap sesuatu kesan yang timbul
dari lingkungannya, pengindraan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman,
kebiasaan dan kebutuhan (Efendi, 1986:251). Menurut Toety Noerhadi,
interpretasi adalah penghayatan secara langsung oleh seseorang atau proses
yang menghasilkan penghayatan langsung tersebut (Alvin, 1985:206).
Menurut pendapat C.P.Chaplin, interpretasi meliputi antara lain :
a. Proses mengetahui atau mengenal obyek dan kejadian obyektif dengan
bantuan indera.
b. Kesadaran dengan proses organis.
c. Pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman
masa lalu.
d. Kesadaran intuitif mengenai keberadaan langsung keyakinan atau
mengenai sesuatu.
e. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, pembedaan diantara
commit to user
26
2. Pelajar
Pelajar adalah individu yang tercatat sebagai siswa di suatu sekolah.
Aktif mengikuti kegiatan belajar dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada
di sekolah dan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelajar SMA yang
memasuki jenjang pendidikannya di SMA pada usia kurang lebih 15 tahun.
3. Pendidikan seks
Pada dasarnya seks itu merupakan satu kekuatan pendorong manusia
untuk hidup yang terkuat, disebut juga instink, naluri. Dia dimiliki oleh setiap
manusia, seks ini bila dapat dipimpin dan dididik, dia merupakan kekuatan
yang dapat member manusia kesenangan, kebahagiaan, cinta kasih, dasar
rumah tangga, tempat meneruskan keturunan manusia yang baik dan beradab,
tetapi bila ia tidak dididik ia dapat merupakan kekuatan kejahatan, kebencian
dan pembunuhan (Akbar, 1983:29).
Pendidikan seks adalah salah satu cara untuk mengurangi atau
mencegah penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak
negatif yang tidak diharapkan seperti kehamilan yang tidak direncanakan,
penyakit menular seksual, depresi dan perasaan berdosa (Sarwono, 2001:183).
Pendidikan seks adalah sangat penting karena apabila tidak dididik
maka akan bisa merupakan kekuatan yang menakutkan. Oleh karena itu
pendidikan harus dimulai sedini mungkin supaya terhindar dari hal-hal yang
commit to user
27
sangat sensitif sekali terhadap berbagai pengaruh dari lingkungan terutama
pada masalah yang berkaitan dengan perilaku seks remaja. Masyarakat
membutuhkan pendidikan seks untuk membuat peraturan Undang-Undang
mencegah serta menghukum pelanggar seks (Akbar, 1983:16).
Ada dua pendapat mengenai perlu tidaknya remaja memperoleh
pendidikan seksualitas. Argumen pertama memandang, bila remaja mendapat
pendidikan mengenai seksualitas itu, khususnya mengenai masalah kesehatan
reproduksi terutama akan mendorang remaja melakukan aktivitas seksual
sejak dini. Sedangkan pendapat kedua mengatakan remaja membutuhkan
informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan
implikasi pada perilaku seksual dalam rangka menumbuhkan rasa tanggung
jawab dan kesadaran terhadap kesehatan (Kompas 14 September 2010).
Namun Sarlito W Sarwono berpendapat bahwa pendidikan seks
bukanlah penerangan tentang seksualitas semata-mata. Pendidikan seks,
sebagaimana pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan
nilai-nilai dari pendidik ke subyek didik, dengan demikian pendidikan mengenai
seksualitas tidak diberikan secara “telanjang” melainkan diberikan secara
“kontekstual”, yaitu dalam kaitannya dengan norma-norma yang berlaku di
dalam masyarakat apa yang dilarang, apa yang lazim dan bagaimana cara
melakukannya tanpa melanggar aturan. (Sarwono 2001:183)
Walaupun pengertian tentang pendidikan seks dijelaskan atau
commit to user
28
yang menabukan pembicaraan mengenai seksualitas kepada remaja secara
baik, sehingga remaja yang sangat membutuhkan pendidikan mengenai
seksualitas sangat kesulitan memenuhi keingintahuannya dan hal ini berakibat
banyak remaja yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai seksualitas
secara baik dan benar.
Penelitian Zelnik dan Kim (1982) mengatakan bahwa remaja yang
telah mendapatkan pendidikan seks tidak cenderung lebih sering melakukan
hubungan seks, tetapi mereka yang belum pernah mendapatkan pendidikan
seks cenderung lebih banyak mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki
(Sarwono,2001:87).
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan seks memang penting untuk
diberikan. Penelitian lain yaitu suatu riset yang dilakukan oleh Kirby (1985)
bersama Parcell Lattman dan Flathery (1985) menyebutkan bahwa kursus
tentang reproduksi, kontrasepsi, penyakit akibat hubungan seksual dan
perkembangan seksual memperbaiki tingkat pengetahuan tentang seks,
bukannya perubahan sikap terhadap seks maupun nilai-nilai secara perilakuan,
meskipun pendidikan seksual berhubungan dengan praktek kontrasepsi,
namun hal itu tidak begitu berpengaruh bagi remaja untuk berperilakuan seks
commit to user
29
4. Perilaku Seks Pranikah
Perilaku adalah suatu reaksi yang dapat diamati secara umum atau
obyektif, sehingga hal-hal yang diperbuat akan nampak hasilnya dari
perbuatan tersebut (Kartono, 1989:53). Perilaku didefinisikan sebagai reaksi
yang dapat diamati atau diobservasi secara obyektif (Chaplin, 1989:53).
Perilaku seks adalah perilaku yang berkaitan dengan sesuatu yang
berkenaan dengan jenis kelamin yang berkenaan dengan perkara percampuran
antara keduanya. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bahwa perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksualnya bisa orang lain,
orang dalam hayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang
tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang
dapat ditimbulkannya. Tetapi pada sebagian perilaku seksual yang lain,
dampaknya bisa cukup serius seperti perasaan bersalah, depresi, marah, atau
misalnya pada para gadis yang mengalami kehamilan diluar nikah. (Sarwono,
2001:137)
Hubungan seks yang normal mengandung pengertian bahwa hubungan
tersebut tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi diri sendiri
maupun orang yang lain (partnernya) dan juga adanya kesadaran dari
commit to user
30
susila, norma masyarakat dan norma agama. Oleh karena itu seharusnya
mereka melakukan hubungan seks dalam ikatan yang teratur yaitu dalam
perkawinan yang sah (Kartono, 1983:214).
Dorongan seks adalah normal pada setiap individu, namun dorongan
tersebut juga harus tunduk pada kondisi kultural. Apa yang kita lakukan dan
rasakan tentang kehidupan seks secara kultural telah terbentuk. Di tempat
tertentu dan masyarakat tertentu praktek hubungan seksual pranikah dapat
dianggap “benar”, karena masyarakat sudah disosialisasikan untuk
memandang demikian. Sedangkan pada masyarakat lainnya khususnya
Indonesia secara umum masyarakat masih memandang bahwa perilaku seks
pranikah adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan norma. Dan sebagai anggota
masyarakat seharusnya semua orang patuh akan pandangan tersebut. Sebab
jika kita tidak mengikuti pandangan kultur yang ada kita akan mendapat
sanksi atas perbuatan kita yang melanggar kultur tersebut.
Adapun perilaku seks disini dibatasi pada perilaku seks seseorang
yang diajukan pada lawan jenisnya yaitu perilaku dalam berpacaran
(pengangan tangan, berciuman, berpelukan dan berhubungan intim). Konsepsi
diatas dapat ditarik kesimpulan maka perilaku seks pranikah adalah segala
hasil tindakan seks manusia yang dapat diamati secara obyektif.
Jadi interpretasi pelajar tentang pendidikan seks dan perilaku seks
pranikah dapat diartikan sebagai penerangan tentang kesehatan reproduksi,
commit to user
31
bagaimana cara menjaga perilaku seksualnya sehingga tidak bertentangan
dengan norma masyarakat, dan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang
yang menuntut ilmu di Sekolah Menengah Atas dalam memahami informasi
tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan,
perasaan dan penciuman mengenai perilaku yang berhubungan dengan
masalah menyimpang seksualitas (perilaku seks pranikah).
G. PENELITIAN TERDAHULU
1. Moeliono L, Anggal W, Piercy F. Prevention & Education for Adolescence &
Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.
Teens in its development requires adaptive environment that creates favorable conditions to ask questions and shape the character responsible for himself. There is an impression on teens, sex is fun, the peak flavor of love, which is too happy, so do not be scared of. Also develops an opinion of sex is something that is interesting and worth a try (sexpectation). Especially when young people grow up in environments mal-adaptive, will encourage the creation of immoral behavior that destroy the future of youth. Impact promiscuity led to the deviant activities such as free sex, criminal activity, including abortion, drugs, and development of sexually transmitted diseases (STDs).
Several studies have shown, young men and women had experienced sexual intercourse. Among those who later admitted premarital pregnancy devout worship. Studies in Jakarta in 1984 showed 57.3 percent of young women who are pregnant premarital admitted devout worship. Research in Bali in 1989 mentions, 50 percent of women who came in a clinic to get the induction period of 15-20 years old. According to Prof. Wimpie, menstrual induction is another name for the abortion. For the record, the incidence of abortion in Indonesia is high at 2.3 million per year. "And 20 percent of them teenagers," said Professor of Medical Faculty of Udayana University, Bali.
commit to user
32
wonder more and more cases of premarital pregnancy, abortion, and venereal disease or sexually transmitted diseases among adolescents (including HIV / AIDS). ( Journal of HIV/AIDS Prevention & Education for Adolescence & Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.)
In Bali alone, according to the professor of the Faculty of Medicine, Udayana University, as of November 2007, 441 women from 4041 people with HIV / AIDS. Of the 441 women with HIV / AIDS is composed of 33 people injecting drug users, 120 sex workers, 228 people from good families. Because the circumstances of women with HIV / AIDS has decreased kekebelan body system causing 20 cases of HIV / AIDS attacks the birth of children and infants.
Teenagers who often acts without control causes the increased length of the social problems they experienced. According to WHO, worldwide, every year an estimated 40-60 million women who do not want a pregnancy an abortion. Each year 500,000 women estimated to experience death by pregnancy and childbirth. Approximately 30-50% of them had died from complications of unsafe abortion and 90% occur in developing countries including Indonesia. (Html//WHO. Journal Programming for Adolescent Health and Development. Report of the WHO/UNFPA/UNICEF Study Group on Programming for Adolescent Health and Development).
Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptip yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation).Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (PMS).
Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Jakarta tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas Udayana, Bali ini.
commit to user
33
konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi, infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit
menular seksual di kalangan remaja (termasuk HIV/AIDS). ( Journal of
HIV/AIDS Prevention & Education for Adolescence & Children, New York: The Haworth Press Inc, 1998.)
Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang dari keluarga baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang dilahirkannya.
Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60 juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan 500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 %
terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. (Html//WHO. Journal
Programming for Adolescent Health and Development. Report of the WHO/UNFPA/UNICEF Study Group on Programming for Adolescent Health and Development)
2. Murdijana D. Needs and Risks Facing the Indonesian Youth Population.
IPPA and Population Council. Research report of Asia & Near East
Operation Research and Technical Assistance Project. Journal of Ceria.
http://www.bkkbn.go.id/hqweb/ceria/ma56masalah. html. 1998.
Adolescent knowledge on the effects of free sex is still very low. The most prominent of these free sexual activity is the increasing number of unwanted pregnancies. Every year there are approximately 2.3 million abortion cases in Indonesia where 20 percent do adolescents. In America, 1 in 2 marriages result in divorce, 1 in 2 children the results of adultery, 75% contain girl out of wedlock, every day there 1.5 million sex with prostitutes. In the UK 3 of 4 children the results of adultery, 1 in 3 pregnancies end in abortion, and since 1996 syphillis disease increased by 486%. In France, increased by 170% gonorhoe disease within one year. In liberal countries, prostitution, gay / lesbian, incest, orgy, bistiability, is common even become a profitable industry hundreds of millions of U.S. dollars and endorsed by law.
commit to user
34
ahlipun still leaves harmful impact on the safety of the mother soul. Moreover, if performed by skilled professionals is not (unsafe abortion).
Physically abortion provides direct short-term impact of bleeding, post-abortion infection, sepsis until death. Long-term impact of impaired fertility until the occurrence of infertility.
Psychologically premarital sex have an impact the loss of self-esteem, feeling haunted by sin, fear pregnancy, weak ties on both sides that led to failure after marriage, and an insult to the community. (html//Journal Ceria. http://www.bkkbn.go.id//hqweb).
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal, pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US dolar dan disyahkan oleh undang-undang.
Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak
profesional (unsafe abortion).
Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.
Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan