• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Gambaran Psychological Well-Being Pada Pria Homoseksual (Gay) Usia Dewasa Muda Pada Beberapa Komunitas di Kota Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Gambaran Psychological Well-Being Pada Pria Homoseksual (Gay) Usia Dewasa Muda Pada Beberapa Komunitas di Kota Bandung."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

vi

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Psychological Well Being (PWB) pada pria homoseksual usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung. Psychological Well Being (PWB) merupakan suatu konsep yang berhubungan dengan apa yang dihayati dan di evaluasi oleh individu dalam aktivitas dan kehidupan sehari-harinya serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya yang tidak hanya sebatas pencapaian kepuasan, namun juga usaha untuk mencapai keutuhan yang merepresentasikan perealisasian potensi individu yang sesungguhnya.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori Psychological Well-Being (1989). Psychological Well-Well-Being meliputi enam dimensi yakni, penerimaan diri, hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, pertumbuhan pribadi.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif dengan teknik survei. Alat ukur yang digunakan oleh peneliti merupakan terjemahan dari Scale of psychological Well Being (SPWB) dari Carol D. Ryff (1989) yang terdiri atas 84 item.. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode snowball sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari pria homoseksual usia dewasa muda berusia 20-35 tahun di kota Bandung. Validitas dan reliabilitas item dari alat ukur telah dinyatakan valid dan reliabel oleh Carol D.Ryff.

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh bahwa pria homoseksual usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung menunjukkan nilai PWB yang hampir merata, yaitu 53,3% menunjukkan PWB yang tinggi sedangkan 46,7% menunjukkan PWB yang rendah.

(2)

ABSTRACT

The research was conducted to know the description of the Psychological Well Being (PWB) in young adult homosexual men in several communities in the city of Bandung. Psychological Well Being (PWB) is a concept related to what is internalized and evaluated by individuals in activities and daily life as well as lead to the disclosure of personal feelings on what the individual feels as a result of life experiences that are not only limited to the achievement satisfaction, but also attempt to achieve wholeness that represents the true realization of individual potential.

The theory used in this study is the theory of Psychological Well-Being (1989). Psychological Well-Being includes six dimensions namely, self-acceptance, positive relationships with others, autonomy, environmental mastery, purpose in life, personal growth.

The design used in this research was descriptive research design with survey techniques. Measuring instrument that used by researchers is a translation of the Scale of psychological Well Being (SPWB) by Carol D. Ryff (1989) which consists of 84 items . The selection of the sample in this study using a snowball sampling method. The sample in this study amounted to 30 people consisting of young adults homosexual men aged 20-35 years in the city of Bandung. Validity and reliability of the measuring instrument have been declared valid and reliable by Carol D.Ryff.

Based on the results of processing data, it found that young adults homosexual men in the communities in the city showed a nearly uniform value of the PWB, which is 53.3% indicating a high PWB, while 46.7% showed low PWB.

From the research, it can be concluded that more adolescents in Bandung city whose their parents are divorced have a negative adjustment. Researchers put forward suggestions for further research to analyze the data that have indicated an effect on social adjustment in adolescents that is, the average age of adolescents, the average age of adolescence when the divorce, the average length of divorce, and residency status along with the use of tools valid and reliable measur

(3)

viii

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah... 10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...

(4)

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Psychological Well-being (PWB)... 2.1.1 Definisi Psychological Well-being... 2.1.2 Sejarah Perkembangan Psychological Well-being... 2.1.3 Dimensi Psychological Well-being... 2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-being...

24 2.2.1 Definisi Homoseksual & Pria Homoseksual (Gay)... 2.2.2 Etiologi Gay... 2.2.3 Tahapan Penerimaan Diri Pada Gay...

41 41 42 46 2.3 Usia Dewasa Muda... 2.3.1 Definisi dan Batasan Usia Dewasa Muda... 2.3.2 Perkembangan Pada Usia Dewasa Muda... 2.3.3 Tugas Perkembangan Usia Dewasa Muda... 2.3.4 Isu-isu Perkembangan Kaum Homoseksual Usia Dewasa Muda.

48

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian... 54 3.2 Bagan Prosedur Penelitian... 54 3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 3.3.1 Variabel Penelitian... 3.3.2 Definisi Konseptual...

(5)

x

3.3.3 Definisi Operasional... 55 3.4 Alat Ukur... 3.4.1 Alat Ukur Psyhological Well-Being... 3.4.2 Data Penunjang... 3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 3.4.3.1 Validitas Alat Ukur... 3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel... 3.5.1 Karakteristik Sampel... 3.5.2 Teknik Penarikan Sampel... 3.6 Teknik Analisis Data... 4.1.2 Berdasarkan Pendidikan terakhir... 4.1.3 Berdasarkan Agama... 4.1.4 Berdasarkan Suku Bangsa... 4.1.5 Berdasarkan Status Sosio-Ekonomi...

68 4.2.1 Gambaran PWB Subjek dan Dimensinya... 4.2.2 Gambaran Tabulasi Silang terhadap PWB Subjek... 4.3 Pembahasan...

(6)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 101 5.2 Saran... 103 5.2.1 Saran Teoretis... 5.2.2 Saran Praktis...

103 104 DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR RUJUKAN...

LAMPIRAN

(7)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penilaian... Tabel 3.2 Distribusi Item tiap dimensi Psychological Well-Being...

58 59 Tabel 3.3 Skor Pilihan Jawaban... Tabel 3.4 Kategori Skor Psychological Well-Being... Tabel 3.5 Hasil Internal Consistency dan Uji Korelasi dari Carol D. Ryff... Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan

(8)

Tabel 4.12 Gambaran Tabulasi silang Purpose In Life terhadap Derajat PWB... Tabel 4.13 Gambaran Tabulasi silang Personal Growth terhadap

Derajat PWB... 75

(9)

xiv

DAFTAR BAGAN

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 - Kuesioner dan Pedoman Wawancara Lampiran 2 - Gambaran Identitas diri Subjek Lampiran 3 - Skor Total

Lampiran 4 - Derajat Psychological Well-Being dan Dimensi-Dimensinya Lampiran 5 - Distribusi Frekuensi

Lampiran 6 - Tabulasi Silang Faktor-Faktor yang Memengaruhi Psychological Well-Being

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini homoseksual atau yang biasa masyarakat sebut sebagai individu yang mempunyai orientasi seksual kepada individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama dengan dirinya sudah tidak asing lagi di masyarakat modern, bahkan fenomena ini sekarang sudah tampak nyata dan bermunculan di tempat-tempat umum. Data statistik menyatakan bahwa 8 sampai 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu pernah terlibat pengalaman homoseksual, survei dari Yayasan Priangan juga menyebutkan bahwa ada 21% pelajar SMP dan 35% SMU yang pernah terlibat dalam perilaku homoseksual.

(12)

dan komunitas yang dijalankan tersebut tidak hanya ditujukan kepada kaum homoseksual, namun juga turut membantu dalam permasalahan sosial secara umum, seperti sosialisasi HIV/AIDS, ataupun penyeteraan Hak Asasi Manusia.

Meskipun American Psychiatric Ascociation (APA) semejak tahun 1973 telah mencabut homoseksual sebagai gangguan mental (mental disorder) dari Diagnostic Statistical Manual (DSM) (Oetomo, 2003) dan dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dewan HAM PBB) telah mengeluarkan resolusi yang menyatakan tidak boleh ada diskriminasi dan kekerasan terhadap orang berdasarkan orientasi seksual mereka pada tahun 2011 di Jenewa, Swiss, hal tersebut tidak menghentikan pertentangan yang timbul di masyarakat luas. Homoseksualitas tetap menjadi perdebatan di seluruh belahan dunia.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Amnesty International (2011), beberapa negara mengakui dan mendukung keberadaan homseksualitas, seperti Afrika Selatan, Korea Selatan, Australia dan Kanada. Namun, banyak pula negara yang masih menolak keberadaan homoseksual terutama negara-negara di Timur Tengah dan Afrika. Di Indonesia, berdasarkan data wawancara terhadap 14 penduduk Bandung pada september 2011 yang telah dilakukan oleh peneliti, 11 subjek wawancara menganggap bahwa hubungan sesama jenis adalah tabu dan terlarang.

(13)

3

keturunan serta menjadi kepala keluarga bagi istri dan keluarga. Selain itu keberadaan kaum gay lebih teramati dan terlihat dalam kehidupan sehari-hari sehingga masyarakat semakin bersikap negatif dengan harapan mereka hilang dari kehidupan sosial (Bonan, 2003 & Pace, 2002 dalam Tambunan, 2010).

Oetomo juga menegaskan bahwa masyarakat Indonesia bersikap lebih negatif terhadap kaum gay daripada masyarakat Eropa dan Amerika, kaum gay di Indonesia lebih banyak mendapat penolakan, lebih terstigma, lebih banyak mendapat tekanan sosial, kecaman, mendapat banyak pelecehan, diharamkan dan dikutuk (Oetomo, 2003). Selain penerimaan masyarakat terhadap kaum gay, penerimaan orang tua dan teman-teman sebaya terhadap orientasi seksual kaum gay merupakan hal yang penting dalam perkembangan kesehatan mental mereka (Paul, Catania, Pollack, Moskowitz, Canchola, Mills, Binson, & Stall, 2002 dalam Tambunan, 2010).

Berdasarkan data wawancara terhadap 3 pria homoseksual pada september 2011 yang telah dilakukan oleh peneliti, seluruh subjek menyatakan bahwa mereka lebih mudah menerima diri ketika mereka telah bergabung dalam salah satu komunitas homoseksual tertentu dibandingkan ketika mereka masih menyembunyikan orientasi seksual mereka.

(14)

Beberapa ahli menyebutkan bahwa dewasa muda dapat dikatakan menjadi keseluruhan bagian yang paling utama dalam tahapan perkembangan, karena di dalamnya terdapat topik utama dalam kehidupan seperti pekerjaan, cinta dan membangun keluarga (Greene, 2000 dalam Fransisca, 2009).

Seperti layaknya heteroseksual, gay juga dituntut untuk memenuhi tugas perkembangan seperti: 1) mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga, 2) belajar mengasuh anak-anak, 3) mengelola rumah tangga, 4) mulai bekerja dalam suatu jabatan, 5) mulai bertanggungjawab sebagai warga negara, dan 6) memperoleh kelompok sosial yang sesuai. Berbeda dengan heteroseksual, pada pria gay di usia dewasa muda terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi.

(15)

5

dengan homoseksualitas yang ada di lingkungannya (Greene, 2000 dalam Fransisca, 2009).

Meskipun sebagian besar gay mengalami konflik internal dan mendapatkan sikap yang negatif dari masyarakat, setiap gay dapat mengevaluasinya secara berbeda. Dalam buku Who’s Who In Gay and Lesbian History: From Antiquity to the Mid-Twentieth Century (Aldrich & Wotherspoon; 2000) menjelaskan bahwa banyak gay yang menjadi tokoh besar dan memberi kontribusi yang besar kepada dunia. Beberapa tokoh tersebut ialah Plato, Thomas Aquinas dan Sir Francis Bacon yang merupakan ahli filsuf terkemuka yang telah melahirkan banyak pemikiran hingga berkembang suatu pengetahuan hingga seperti saat ini. Selain itu terdapat Leonardo Da Vinci dan William Shakespeare yang juga merupakan seniman besar, yang karya seninya tetap bertahan hingga saat ini, sebut saja lukisan Monalisa dan The Last Supper yang merupakan karya besar Leonardo Da Vinci dan juga karya sastra Romeo & Juliet dan Hamlet yang merupakan karya William Shakespear.

(16)

Dari berbagai penjelasan di atas, disimpulkan bahwa berbagai kondisi yang dihayati oleh gay dapat memengaruhi penilaian mereka terhadap kehidupan yang mereka jalani secara berbeda. Hal ini disebut Psychological Well-Being, atau penghayatan dan pengevaluasian aktivitas dan kehidupan sehari-hari yang mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakannya yang merupakan hasil dari pengalaman hidupnya yang tidak hanya sebatas pencapaian kepuasan, namun juga usaha untuk mencapai kesempurnaan.

Psychological well-being ditinjau dari dimensi Self-acceptance, Positive relations with otherss, Autonomy, Environmental mastery, Purpose in life, dan Personal growth (Ryff and Singer, 2003). Dalam survei awal, telah dilakukan wawancara singkat terhadap tiga orang gay usia dewasa muda di kota Bandung yaitu DS (22), RK (22), C (27). Dalam wawancara singkat tersebut didapatkan data mengenai bagaimana mereka mengevaluasi kualitas hidupnya.

C (27) yang pernah menjadi seorang penyiar radio, mengaku pernah melakukan usaha bunuh diri ketika kelas 3 SMP dengan cara meminum berbagai macam obat karena tidak tahan disebut sebagai “banci”, selain itu C juga frustrasi karena dia lahir dalam keluarga yang cukup religius yang memandang gay sebagai tindakan terlarang, C sendiri menganggap bahwa keadaan dirinya bukan sebuah pilihan yang diinginkan olehnya (Self-acceptance). Keadaan C sebagai seorang gay membuatnya minder dan takut berhubungan dengan orang lain, C merasa takut akan dihina sebagai “banci” kembali.

(17)

7

dirinya telah terbiasa dikucilkan oleh teman-teman lelakinya semenjak SMP, dan hal itu membuatnya terbiasa hidup sendirian, dan tidak memerlukan keberadaan orang lain dalam pengambilan keputusan ataupun bantuan-bantuan yang bersifat personal (Autonomy).

C terkadang merasa keadaannya saat ini membuatnya menjadi seorang yang apatis, menjauh dan mengabaikan lingkungan sekitar. C juga mengakui bahwa beberapa tahun terakhir C jarang mengikuti kegiatan gereja, seperti pelayanan dan kebaktian, karena merasa dirinya ditolak secara tidak langsung oleh agama dan gerejanya (Environmental mastery). Selain hal tersebut C sering merasa bahwa dia jenuh akan hidupnya yang monoton dan mempertanyakan arti hidupnya, karena C yakin bahwa dia tidak akan memiliki seorang keturunan (Purpose in life).

RK (22), meskipun tidak pernah melakukan usaha bunuh diri, RK menyatakan sulit menerima keadaan dirinya bahwa dia adalah seorang gay, karena RK tidak mau menyakiti perasaan keluarganya apabila suatu saat keluarganya tahu bahwa dia adalah seorang gay (Self-acceptance). RK juga mengaku bahwa teman-teman dekatnya adalah lesbian dan gay karena RK menganggap hanya mereka yang dapat mengerti perasaannya, sehingga RK berani bersikap terbuka terhadap mereka (Positive relations with others).

(18)

dan tidak ingin pengalaman sewaktu kecilnya dirasakan orang lain. RK memiliki keinginan menjadi seorang politikus karena merasa dengan menjadi seorang politikus dia dapat menyalurkan potensinya seperti kemampuan berargumen dan juga dapat menyalurkan kepeduliaannya dengan memperjuangkan hak-hak anak (Purpose in life).

Namun hingga saat ini, RK masih tidak yakin apakah dia dapat mencapai cita-citanya atau tidak, terutama karena di Indonesia gay merupakan tindakan yang tidak dibenarkan. Seandainya RK gagal menjadi politikus, RK mengaku siap bekerja dalam bidang lain, terutama yang berhubungan dengan anak-anak, karena RK mengakui bahwa passionnya adalah dalam hal anak. Bahkan RK saat ini sering membaca buku tentang anak untuk mendalami pengetahuannya mengenai anak (Personal growth).

DS (22) yang adalah mahasiswa tingkat akhir menyatakan bahwa pada awalnya dia tidak dapat menerima keadaan dirinya, namun lambat laun meskipun terkadang minder dengan keadaan dirinya, DS sudah dapat menerima dirinya apa adanya. DS menceritakan bahwa dirinya pernah mencoba berpacaran dengan beberapa orang perempuan, namun dia mengaku tidak dapat memiliki perasaan lebih terhadap perempuan, dan hal tersebut membuat DS merasa frustrasi dan sempat membenci dirinya sendiri (Self-acceptance).

(19)

9

adalah seorang gay dan mereka tetap dapat menerima keadaan dirinya (Positive relations with others).

Mekipun DS memiliki banyak teman dan sahabat dekat, DS tidak mau bergantung kepada teman temannya, DS mengungkapkan sebisa mungkin semua keputusan dalam hidupnya, ataupun penyelesaian masalah personalnya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tidak perlu meminta bantuan orang lain, karena DS tidak mau merepotkan orang lain selama masih dapat dikerjakan sendiri (autonomy).

DS mengakui bahwa saat ini dia sedang berjuang untuk dapat bekerja di bidang human right yang akan memperjuangkan hak-hak Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transexual (Purpose in life). DS mengaku terinspirasi oleh Wanda Sykes, salah satu idolanya yang juga memperjuangkan hak kaum homoseksual, hal tersebut memacu dan meyakinkannya bahwa ia dapat melakukan hal yang sama dan dapat berkontribusi kepada homoseksual (Personal growth).

Berdasarkan wawancara singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa 2 dari 3 sampel (C dan RK) memiliki Self-acceptance dan Positive relations with others yang rendah, 2 dari 3 sampel memiliki autonomy yang tinggi (C dan DS), 1 dari 3 sampel (C) memiliki Environmental mastery yang rendah, 2 dari 3 sampel (RK dan DS) memiliki Purpose in life dan Personal growth yang tinggi.

(20)

Perbedaan Psychological Well-Being itu bergantung pada tinggi atau rendah ke 6 dimensi Psychological Well-Being, yaitu penerimaan diri (Self-acceptance), hubungan yang positif dengan orang lain (Positive relations with others), kemandirian (Autonomy), penguasaan lingkungan (Environmental mastery), tujuan hidup (Purpose in life), dan pengembangan potensi pribadi (Personal growth). Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran Psychological well-Being pada pria homoseksual (gay) usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran Psychological Well-Bing pada pria homoseksual (gay) usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Mengetahui Psychological Well-Being pada pria homoseksual (gay) usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung

1.3.2 Tujuan Penelitian

(21)

11

dikaitkan dengan dan dimensi-dimensi yang membentuk Psychological Well-Being dan faktor-faktor yang memengaruhi Psychological Well-Well-Being.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Memberikan sumbangan informasi bagi pengembangan teori-teori Psikologi,

khususnya Psikologi Positif yang berkaitan dengan pengetahuan tentang Psychological Well-Being dan Psikologi Perkembangan dan Klinis yang berkaitan dengan pria homoseksual (gay) usia dewasa muda.

 Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan

penelitian lanjutan mengenai Psychological Well-Being dan pria homoseksual (gay) usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi mengenai Psychological Well-Being dan masukan

kepada individu pria homoseksual (gay) usia dewasa muda pada berbagai komunitas di Kota Bandung yang membutuhkan agar mereka dapat mengetahui gambaran secara umum mengenai kesejahteraan psikologisnya dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi mereka dalam rangka meningkatkan kesejahteraan psikologis.

Memberikan informasi mengenai Psychological Well-Being pada lembaga

(22)

Memberikan informasi mengenai Psychological Well-Being pada keluarga

yang memiliki anggota keluarga gay yang membutuhkan dan memberikan masukan mengenai dimensi-dimensi yang rendah agar dapat ditingkatkan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Orang yang dikatakan berada dalam usia dewasa muda adalah orang yang berusia 20-35 tahun (Santrock, 2000). Dewasa muda sendiri dapat diartikan sebagai masa di mana individu melakukan penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan dan harapan sosial yang baru seperti memenuhi kebutuhannya sendiri, menentukan pilihan karir, membentuk significant relationship, adanya kebebasan dari orang tua dan bertanggung jawab atas perilakunya.

Beberapa ahli menyebutkan bahwa tahap usia dewasa muda merupakan salah satu tahapan yang penting dalam hidup, di mana pada tahap ini Individu dewasa muda diharapkan dapat memerankan peran baru dan mengembangkan sikap-sikap, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas barus sebagai individu dewasa. (Papalia, 2000).

(23)

13

individu, tugas perkembangan itu muncul karena adanya kematangan fisik, mental dan tuntutan lingkungan sosial.

Tugas perkembangan ini tidak hanya harus diselesaikan oleh pria heteroseksual, namun juga harus diselesaikan oleh pria homoseksual (gay). Berbeda dengan heteroseksual, pada pria homoseksual (gay) di usia dewasa muda terdapat beberapa permasalahan yang harus dihadapi karena orientasi seksual yang berbeda dengan heteroseksual.

Homoseksual didefiniskan sebagai seseorang yang memiliki orientasi seksual kepada individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama dengan dirinya. Istilah ‘homoseksual’ dapat digunakan baik untuk pria maupun wanita,

pria homoseksual lebih dikenal dengan istilah gay. (Hyde, 1990). Dengan demikian pria homoseksual (gay) sendiri dapat didefiniskan sebagai seorang pria yang memiliki orientasi seksual kepada sesama pria.

Sebagian besar ahli percaya bahwa tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan seseorang menjadi gay, sehingga tidak seorang pun dapat mengetahui secara pasti penyebab seseorang menjadi gay (Santrock, 2002). Beberapa sumber menyatakan terdapat beragam pendekatan mengapa seseorang dapat menjadi gay, seperti teori biologis, teori psikoanalisa, teori belajar dan teori sosiologi.

(24)

penghayatan dan evaluasi individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya yang tidak hanya sebatas pencapaian kepuasan, namun juga usaha untuk mencapai kesempurnaan yang merepresentasikan perealisasian potensi yang sesungguhnya.

Seorang gay dapat menilai diri dan pengalaman hidup mereka lewat enam dimensi yaitu penerimaan diri (Self-Acceptance), pembentukan hubungan sosial (Positive relations with otherss), kemandirian dalam berpikir dan bertindak (Autonomy), kemampuan untuk mengelola lingkungan yang kompleks sesuai dengan kebutuhan pribadi (Environmental mastery), tujuan hidup (Purpose in life) dan yang terakhir adalah pertumbuhan dan perkembangan sebagai pribadi (Personal growth).

Dimensi yang pertama yaitu penerimaan diri atau Self-acceptance. Dimensi ini merujuk pada kemampuan seorang gay untuk dapat menghargai dan menerima secara ikhlas segala aspek dirinya secara positif, baik pengalamannya di masa lalu maupun keadaan mereka sebagai gay saat ini. Seorang gay yang memiliki penerimaan diri yang tinggi dapat digambarkan sebagai seseorang gay yang memahami keadaan dirinya yang berbeda dengan orang lain secara ikhlas, mampu menerima bahwa dirinya adalah gay, memiliki pandangan positif tentang pengalaman di masa lalunya dan tetap mampu menghargai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

(25)

15

lalunya, berharap untuk bisa menjadi orang lain, bahkan pada titik ekstrim dapat berujung pada keinginan untuk bunuh diri.

Dimensi yang kedua yaitu hubungan positif dengan orang lain atau positive relations with other. Dimensi ini merujuk pada kemampuan seorang gay untuk dapat saling percaya dan menjalin hubungan hangat dengan orang lain, juga menekankan adanya kemampuan untuk mencintai orang lain. Seorang gay yang memiliki hubungan positif dengan orang lain yang tinggi digambarkan memiliki kehangatan terhadap orang lain, bersikap inclusive yakni dapat bergaul dengan homoseksual maupun heteroseksual, mampu menunjukkan empati, afeksi, dan keintiman serta tidak memiliki prasangka terhadap suatu pihak.

Seorang gay yang rendah dalam dimensi ini pada umumnya tidak nyaman bila berada dekat dengan orang lain, bersikap apatis terhadap orang lain, tidak peduli dengan pandangan dan nilai-nilai masyarakat, merasa terisolasi dan menjauhkan diri dari masyarakat, bersikap exclusive dan hanya mau bergabung dengan sesama homoseksual.

(26)

Gay yang rendah dalam dimensi ini pada umumnya digambarkan sebagai seorang gay yang sangat mementingkan harapan dan evaluasi dari orang lain, bergantung pada penilaian orang lain ketika membuat keputusan yang penting, dan mengikuti (conform) tekanan sosial dalam berpikir dan bertindak.

Dimensi yang keempat adalah environmental mastery, dimensi ini merujuk pada kemampuan seorang gay untuk mengendalikan lingkungan yang kompleks, menekankan kemampuannya untuk maju di dunia dan mengubahnya secara kreatif melalui aktivitas fisik atau mental sehingga dirinya dapat menyesuaikan dan menggunakan kesempatan-kesempatan yang ada disekitarnya.

Seorang gay yang tinggi dalam dimensi ini digambarkan sebagai seorang gay yang mudah bergabung dalam masyarakat dan menampilkan diri sesuai dengan kemampuannya, terampil memanfaatkan kesempatan yang datang secara efektif dan mampu memilih dan menciptakan konteks yang cocok dengan kebutuhan dan nilai personal, sedangkan gay yang rendah dalam dimensi ini pada umumnya kurang terampil dan mengalami kesulitan untuk mengatur hidup sehari-hari, kurang mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, mengabaikan kesempatan yang ada dan kurang mampu mengontrol pengaruh eksternal.

(27)

17

Gay yang rendah dalam dimensi ini pada umumnya merasa bahwa dirinya kehilangan petunjuk, kurang memiliki keberartian hidup, kurang memiliki tujuan hidup, kurang menganggap makna hidupnya di masa lalu bermakna dan tidak memiliki keyakinan dalam hidup.

Dimensi yang terakhir adalah personal growth, dimensi ini mengacu pada kemampuan seorang gay untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pribadi. Seorang gay yang tinggi dalam dimensi ini digambarkan sebagai seorang gay yang berkeinginan mengembangkan diri, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari potensi yang dimiliki dan dapat mengaktualisasikannya dalam kehidupan karier dan sebagainya, serta selalu berusaha memperbaiki diri dan tingkah laku.

Gay yang rendah dalam dimensi ini pada umumnya digambarkan sebagai seorang gay yang mengevaluasi dirinya mengalami personal stagnation, merasa tidak dapat meningkatkan dan mengembangkan aktualisasi diri, merasa jenuh dan tidak tertarik dengan kehidupan, merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap atau tingkah laku yang baru.

(28)

yakini, penghayatan terhadap pengalaman hidupnya, dukungan sosial yang mereka miliki, dan faktor kepribadian mereka.

Faktor usia memengaruhi dimensi Autonomy, Environmental mastery, Purpose in life dan Personal growth (Ryff, 1989). Pada umumnya, pertambahan usia membuat diri mereka lebih matang, mandiri dan terampil dalam mengendalikan lingkungannya sehingga dapat berpengaruh terhadap penilaian gay tersebut mengenai kemampuannya dalam mengatur lingkungan dan aktivitas yang dilakukannya (Environmental mastery) maupun dalam kemandirian individu (Autonomy) dan berujung pada kepemilikan tujuan hidup yang jelas (Purpose in life).

Pada dimensi pertumbuhan pribadi (personal growth) seseorang yang berada pada usia dewasa muda akan mengalami peningkatan, namun akan menurun ketika berada pada dewasa madya dan dewasa akhir, hal tersebut dikarenakan optimasi usia. Baik fisik, maupun mental akan berada pada masa optimal ketika seseorang menginjak dewasa muda.

Selain itu latar belakang budaya yang dimiliki oleh gay tersebut juga ikut berperan dalam menentukan Psychological Well-Being pada seorang gay. Seorang gay yang tinggal dalam suatu budaya yang memiliki nilai individualistik yang tinggi cenderung memiliki tingkat kemandirian (autonomy) yang lebih tinggi di bandingkan seorang gay yang tinggal dalam suatu kebudayaan yang menjunjung tinggi nilai kolektivistik.

(29)

19

budaya tersebut mendukung keberadaan homoseksual, maka secara tidak langsung masyarakat akan memberikan dukungan sosial bagi gay, sehingga akan lebih mudah bagi mereka untuk dapat menerima diri mereka sebagai seorang gay, begitu pula sebaliknya.

Selain kedua faktor di atas, faktor status sosial-ekonomi turut memengaruhi pertumbuhan Psychological Well-Being, yaitu dalam dimensi penerimaan diri (Self-acceptance), tujuan dalam hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) (Ryff, et al dalam Ryan & Deci, 2001).

Seorang gay yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan pekerjaan yang layak, hal tersebut dapat menjadi pendorong bagi seorang gay untuk mewujudkan tujuannya dalam hidup dan mengembangkan potensi yang mereka miliki, selain itu dengan tingkat pendidikan dan akses yang mereka miliki mereka mempunyai perspektif dan pengetahuan yang lebih luas mengenai homoseksual sehingga mampu menerima dirinya lebih baik (self-acceptance) dan mampu memanfaatkan kesempatan (environmental mastery) yang ada di sekitar mereka.

(30)

dukungan sosial dari lingkungannya cenderung memiliki Self-acceptance, Positive relations with others, Purpose in life dan Personal growth yang lebih tinggi.

Dibandingkan faktor sosiodemografis dan dukungan sosial, faktor pengalaman hidup memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi Psychological Well-Being individu (Ryff, 1989). Seorang gay yang mendapatkan perlakuan diskriminasi, seperti verbal abuse dan kekerasan fisik cenderung memiliki Self-acceptance, Positive relations with others, purpose in life dan personal growth yang rendah. Hal ini dikarenakan seseorang yang mempunyai pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. umumnya akan membekas pada diri mereka sehingga membuat mereka minder, ataupun susah untuk percaya dengan orang lain.

(31)

21

Selain faktor faktor tersebut, trait dari Big Five Personality (Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism dan Openness to Experience) memiliki hubungan dengan dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada seseorang (Schmute dan Ryff, 1997). Seorang gay yang memiliki trait Neurotism memiliki kecenderungan untuk mudah cemas, marah dan reaktif serta memiliki peluang untuk menerima dirinya secara negatif (self-acceptance), hal tersebut juga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan mereka yang kurang mandiri, hal tersebut cenderung membuat seseorang dengan trait Extraversion memiliki Autonomy yang rendah.

Hal tersebut berbeda dibandingkan dengan orang Extraversion, seseorang dengan trait extraversion cenderung didominasi oleh perasaan positif, energik dan dorongan untuk menjalin relasi dengan orang-orang disekitarnya, srhingga seseorang dengan trait Extraversion akan cenderung memiliki Positive relation with others dan Purpose in life yang tinggi. Selain itu seorang gay yang memiliki trait Openness to Experience cenderung memiliki dimensi Personal growth yang tinggi, yaitu dengan keterbukaan terhadap pengalaman baru yang disertai nilai imajinasi, pemikiran luas dan apresiasi yang tinggi terhadap seni.

(32)

akan mereka raih atau lakukan dalam beberapa waktu kedepan, dan mampu berpikiran jauh ke masa depan (Purpose in life).

Keenam dimensi dan berbagai faktor yang dimiliki oleh seorang gay akan membentuk Psychological Well-Being mereka, sehingga dapat diketahui apakah gay tersebut memiliki Psychological Well-Being yang tinggi atau rendah.

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir

1. Self-acceptance 2. Positive relations

with otherss 3. Autonomy 4. Environmental

mastery 5. Purpose in life 6. Personal growth Pria Homoseksual Usia

Dewasa Muda (20-35)

Psychological Well-Being

a. Sosiodemografis (Usia, budaya, status sosial ekonomi)

b. Pengalaman hidup c. Dukungan sosial d. Agama (Religiusitas) e. Faktor Kepribadian

(Big Five Personality)

Tinggi

(33)

23

1.6 Asumsi Penelitian

Gay merupakan salah satu fenomena yang ada di masyarakat.

 Masyarakat dan budaya timur seringkali memberikan stigma negatif yang

dapat memengaruhi PWB para gay.

Psychological Well-Being pada gay pada berbagai komunitas di kota

Bandung berbeda-beda, mereka dapat menunjukkan Psychological Well-Being yang tinggi ataupun rendah.

Dimensi-dimensi Psychological Well-Being pada gay pada berbagai

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, peneliti akan memaparkan hasil interpretasi dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang terarah sesuai dengan hasil penelitian

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat Psychological Well-Being (PWB) yang dilakukan pada pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas kota Bandung, di peroleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Psychological Well-Being pada pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas di Kota Bandung tersebar hampir merata, Sebagian menunjukkan PWB yang tinggi (53,3%) dan sebagian lainnya menunjukkan PWB yang rendah (46,7%).

(35)

102

3. Berdasarkan data wawancara, Self-Acceptance mempunyai kaitan yang erat dengan dimensi-dimensi lainnya yang berpengaruh kepada derajat PWB pria homoseksual. Hal tersebut berkaitan dengan keadaan pria homoseksual yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Kemampuan pria homoseksual dalam melakukan penerimaan diri melatarbelakangi penghayatan yang berbeda dari individu satu dengan individu yang lain dalam proses penerimaan diri mereka sebagai seorang gay.

4. Seorang pria homoseksual yang mampu menerima keadaan dirinya (Self acceptance) akan lebih mempunyai rasa penghargaan kepada dirinya dan lebih percaya diri untuk menjalin relasi dengan orang lain (baik heteroseksual maupun homoseksual), yakin dengan prinsip-prinsip yang dijalankannya sebagai seorang homoseksual tanpa melanggar norma sosial yang berlaku, mampu memanfaatkan kesempatan yang ada di sekitarnya untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan keinginnannya, mempunyai tujuan-tujuan dalam hidupnya sebagai homoseksual dan mampu mengembangkan dirinya, begitu pula sebaliknya.

(36)

selain keluarga seperti teman dan rekan kerja, merupakan faktor-faktor yang mempunyai kaitan yang erat dengan derajat PWB pria homoseksual. 6. Pada faktor kepribadian, semakin tinggi nilai Extraversion, Agreeableness,

Conscientiousness dan Openess to Experience pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas kota Bandung, semakin tinggi pula PWB mereka, sedangkan semakin tinggi nilai Neuroticism pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas kota Bandung, semakin rendah pula PWB mereka.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Perlu dipertimbangkan melakukan penelitian PWB pada pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas kota Bandung untuk mengetahui perbedaan PWB mereka yang dibagi berdasarkan Agama, status sosio-ekonomi, pengalaman hidup, dan dukungan sosial.

2. Perlu dipertimbangkan melakukan penelitian untuk mengetahui profile PWB pada pria homoseksual usia dewasa muda di komunitas kota Bandung.

3. Perlu dipertimbangkan melakukan penelitian untuk mengetahui kontribusi faktor-faktor yang memengaruhi PWB terhadap setiap dimensi PWB. 4. Perlu dipertimbangkan melakukan penelitian untuk mengetahui kontribusi

(37)

104

5. Perlu dipertimbangkan melakukan validasi alat ukur utama (The Ryff Scales of Psychological Well-Being) dengan expert validity kepada ahli yang mendalami psikologi positif di Indonesia yang telah melakukan penelitian PWB sebelumnya.

6. Perlu dipertimbangkan melakukan validasi alat ukur penunjang (Big Five Personality) dengan expert validity kepada ahli yang mendalami psikologi kepribadian dan Psikologi positif yang telah melakukan penelitian PWB sebelumnya.

5.2.2 Saran Praktis

1. Menginformasikan kepada pria homoseksual dengan derajat PWB yang tinggi untuk perlu mempertahankannya, sedangkan pria homoseksual dengan derajat PWB yang rendah perlu melakukan usaha untuk meningkatkannya melalui pengembangan dimensi-dimensi PWB. Pengembangan tersebut dapat dengan melakukan konseling, mengikuti seminar mengenai homoseksual (Self-Acceptance, Autonomy), mengikuti kegiatan yang sesuai bakat dan ketertarikan untuk mengasah kemampuan mereka (Environmental Mastery, Personal Growth), melibatkan diri dalam kegiatan kemasyarakatan (Positive Relations With Others), dan melakukan perencanaan hidup, apa yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu (Purpose In Life).

(38)

kegiatan-kegiatan edukasi baik bagi pria homoseksual maupun masyarakat pada umumnya. Kegiatan dapat berupa seminar mengenai homoseksual, sehingga pria homoseksual dan masyarakat mendapatkan informasi yang memadai mengenai homoseksual, dan dapat pula melakukan sharing pengalaman dari pria homoseksual yang sukses dan dapat menjadi inspirasi maupun motivasi para pria homoseksual.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrich, Robert, and Wotherspoon, Garry. 2000. Who's Who in Gay and Lesbian History: From Antiquity to World War II. United Kingdom: Routledge

Argyle, S. 2000. Psychology and Religion: An Introduction. California: Taylor & Francis Routledge Press.

Barley, D. A. 1996. Abnormal Psychology. New York : Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Bastaman, H.D. 1996. Meraih Makna Hidup. Jakarta: Airlangga

Bates, K. H. 2005. Homosexuality in America. Journal of Clinical Psycology”. Bonan, J. A. 2003. Testimony Presented to The New York State Assembly

Comitee on Connection. New York: Aubry Press.

Beit-Hallahmi, B., & Argyle, M. 1997. The Psychology of Religious Behaviour, Belief, and Experience. London, New York: Routledge.

Carles, J. G., Gon, S., Alto, P., & Jose, S. 2003. Mental Health Problem in Gay Men. California: Turtune Press.

Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths. United Kingdom: Routledge.

Carroll, J. 2005. Sexuality Now. New York (USA): Thomson Learning, inc.

Caroll, Jamell L. 2005. Sexuality Now: Embaracing Diversity. Belmont : Thomson Wadsworth

Chrisyanti, A.F., 2008. Gambaran Stress Dan Coping Pada Ibu Dengan Anak Gay Yang Telah Coming Out. Depok: Fakultas Psikologi UI.

Cobb, S. 1976 Social support as a moderator of life stress. Journal of Psychosomatic Medicine”

Cramer, K. C., & Roach, M. L. 1998. Mental Health Issues in Gay, Lesbian, and Bisexual People in Black American. “Journal of Psychology”.

(40)

D’Augelli, A. R. 2000. Preventing Mental Health Problem Among Lesbian and Gay College Students. “Journal of Primary Prevention”

Davis, M. T. 2004. The Effects of Religious Beliefs on Mental Health. New York: Mc-GrawHills Companies, Inc.

Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. E. 1999. Subjective well-being: Three decades of progress. Psychological Bulletin.

Dohrenwed, Z. A. 2000. Mental Helath Issues in Gay men, Lesbians, and Bisexuals People. Michigan: PDF Published.

Dörner, Dietrich, 1989. The Logic of Failure: Recognizing and Avoiding Error in Complex Situations. Basic Books.

Eichberg, R. 1990. Coming – out : An Action of Love. Canada: A Dutton Book.

Flannelly, K. J., Koenig, H. G., Ellison, C. G., Galek, K., & Krause, N. 2006. Belief in Life after Death and Mental Health: Findings from a National Survey. “Journal of Nervous and Mental Disease”

Fransisca, M. 2009. Gambaran Psychological Well Being Pada Pria Homoseksual Yang Telah Coming Out. Depok: Fakultas Psikologi UI.

Freidenberg, Liza, 1995. Psychological Testing, Design, Analysis and Use, Allyn and Bacon.

Garrett J Kafka, G. J. in Kozma, A. 2002. The construct validity of Ryff's scales of psychological well-being (SPWB) and their relationship to measures of subjective well-being. Social Indicators Research.

Gay and Lesbian Centre. 2000. Advancing Gay and Lesbian Health: A Report from The Gay and Lesbian Health Roundtable. United States of America: Villaraigosa Press, Inc.

Greene, B, & Croom, G. L. 2000. Education, Research and Practise in Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgendered Psychology : A Resource Manual. California: Sage.

(41)

108

Hidalgo, Jesus L.T., Bravo, Beatriz N., Martinez, Ignacio P., Pretel, Fernando A., Postigo, Jose M.L., Rabadan, Fransisco E. 2010. Psychological Well-Being, Assessment Tools and Related Factors. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological Well-Being. Psychology of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.

Hoffman, L., Paris, S. & Hallm E. 1994. Development Psychology Today. (6th Ed). New York: McGraw-Hill, Inc.

Hurlock, E. B. 1980. Developmental Psychological : A Life – Span Approach ( T H M Ed). New York: McGraw-Hill.

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga

Hyde, J. S., .1990. Understanding Human Sexuality. New York: The McGraw Hill Johansloo, Mohsen A. & Samaneh. Big Five Personality Traits as Predictors of

Eudaimonic Well-Being in Iranian University Students. 2010. Dalam Wells, Inggrid E. Psychological Well-Being. Psychology of Emotions, Motivations and Actions. Nova Science Publishers, Inc.

Jorm, A. F., Korten, A. E., Rodgers, B., Jacomb, P. A., & Christensen, H. 2002. Sexual Orientation and Mental Health: Result from A Community Survey of Young and Middle-Aged Adults. “Journal of Psychiatry”

Jorm, U. K. 2002. Sexual Orientation and Mental Health: Result from A Community Survey of Young and Middle-aged Adults. Journal of Psychiatry”

Kahneman, D., Diener, E., & Schwarz, N.1999. Well-being: The foundations of hedonic psychology. New York: Russell Sage Foundation.

Kalat, J.W. 2007. Biological Psychology (9th ed.) Canada: Thomson Wadsworth. Kelly, G. 2001. Sexuality Today. New York: The McGraw Hill

Kelly, Gery F. 2001. Sexuality Today: The Human Perspective. New York : Mc Graw Hill Companies

(42)

Kerlinger, Fred N. 2000. Foundations of Behavioral Research. (4 Ed). New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Keyes & Shmotkin. 2002. Jurnal Optimizing Well-being : The Empirical Ecounter of Two Traditions.

Knox, David 1984. Human Sexuality. The Search for Understanding. New York: West Publisher

Lawrence & Wrightsman. 1994. Adult Personality Development. United States : Sage Publications, Inc.

Lemme, B.H. 1995. Development in Adulthood. Boston : Allyn & Bacon.

Levin, J., Chatters, L. M., Taylor, R. J., Falls, F., Kansas, H. L., & Arbor, A. 2001. Psychology and Religion. New York: Library of Congress Cataloging.

Masters, W. H., Johnson, V. E., & Kolodny, R. C. 1992. Human Sexuality. New York: Library of Conggress Cataloging.

McCrae, R., & Costa, P. 1997. Personality trait structures as a human universal. American Psychologist.

McCrae, R., & Costa, P. 2006. Age change in personality and their origins: comments on robert, Walton, and Viechtbauer. Psychological Bulletin vol 132 Miller, P. 1993. Theories of Developmental Psychology. (3 Ed). New York :

W.H. Freeman & Company.

Moore, S. & Rosenthal, Doreen A. 2006. Sexuality in adolescence. London: Routledge

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian, Jakarta; Ghalia Indonesia.

Nevid, J.S. , Fichner - Rathus, L. , & Rathus, S.A. 1995. Human Sexuality. (2 Ed). Boston: Allyn & Bacon.

Nevid, J. S., Rathus, Spencer A., Greene, Beverly. 2002. Psikologi abnormal jilid dua edisi kelima. Jakarta : Erlangga.

(43)

110

Pace, W. 2002. Promoting Lesbian and Gay Health and Well-Being. New York: Funding Published.

Papalia, D. et all. 2001. Human Development 8th edition. New York: McGraw-Hill. Papalia, D.E., Sterns, H.L., et.al. 2007. Adult Development and Aging. (3 Ed.). New

York : McGraw- Hill.

Paul, J. P., Catania, J., Pollack, L., Moskowitz, Z., Canchola, J., Mills, T., Binson, D., & Stall, R. 2002. Suicide Attempts Among Gay and Bisexual Men: Lifetime Prevalence and Attecedents. “Journal of Public health”

Pratistitha, N.L., 2008. Attachment Styles Pada Gay Dewasa Muda. Depok: Fakultas Psikologi UI

Pratiwi, M. 2000. Gambaran Kesejahteraan Psikologis Pada Dewasa Muda yang Pernah Menjadi Anak Panti Asuhan (Studi Kasus SPWB pada 3 Orang Subyek). Depok: Fakultas Psikologi UI

Robinson JP, Shaver PR, & Wrightsman LS. 1991. Measures of personality and social psychological attitudes. San Diego: Academic Pr.

Ryan, R.M., & Deci, E.D. 2001. On Happiness and Human Potential: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Annual Reviews Psychology

Ryff, Carol D. 1989. Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 57 :1069-1081.

(44)

Ryff, Carol D., & Keyes, C.L.M. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social Psychology Ryff, Carol & Keyes, 1995. The Structure of Psychological Well Being Revisited.

Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 69 : 719-727.

Ryff, Carol D., & Singer, B. 1998. The Contours of Positive Humen Health. Wisconsin: Lawrence Erlbaum Associates,Inc.

Ryff, C. D. & Singer, B. 2003 Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U. M. Staudinger (Eds.), A psychology of human strengths: fundamental questions and future directions for a positive psychology. Washington: American Psychological Association. Ryff & Singer, 2006. Know Thyself and Become What You Are : A Eudaimonic

Approach Psychological Well-Being. “Journal of Happiness Studies”.

Ryff, Carol., Singer, & Burton. 2002. From Social Structure to Biology : Integrative Science in Pursuit of Human Health and Well-Being. Dalam Snyder, Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc.

Santrock, J. W. 1995. Life-Span Development, Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. 2000. Adolescence 7th ed. Washington DC: McGraw Hill

Sarafino, E. P. 1990. Health psychology: Biopsychosocial interactions. New York: John Wiley & Sons.

Schmute, P.S. & Ryff, C.D. 1997. Personality processes and individual differences Personality and Well-Being: Reexamining Methods and Meanings. Journal of Personality and Social Psychology”

Tambunan, Derwin. 2010. Perbedaan Kesehatan Mental Pada Gay Ditinjau Dari Perilaku Religius. Medan: Fakultas Psikologi USU.

Taylor, R. J., Chatters, L. M., 2004. Religion in the Lives of African Americans: Social, Psychological, and Health. California: SAGE Publications, Inc Turner, J.S., & Helms, D.B. (1995). Lifespan Development. (5 Ed). New Jersey

Prentice-Hall, Inc.

(45)

112

Weiten, W. Lloyd, M.A. 2004. Psychology Applied to Modern Life: Adjustment in the 21st Century (with InfoTrac), 7th Edition. Wadsworth Publishing

Weiten, W.; Lloyd, M.A.; Dunn, D.S.; Hammer, E.Y.2006. Psychology Applied To Modern Life: Adjustment In The 21st Century. Belmont: Guilford Press

Zera, D. 1992. Coming of age in a heterosexist world: The development of gay and lesbian adolescents. Journal of Adolescence”.

Zuger, B. 1989. The “Sissy Boy Syndrome” and the Development of Homosexuality. Richard Green: Yale University Press

(46)

DAFTAR RUJUKAN

Johnson, Oliver P. 2011. “The Big Five Personality”. http://www.ocf.berkeley.edu/~johnlab/bfiscale.php. Diakses pada tanggal 9 April 2011 23:45:32 GMT+7.

Administrator. 2011. “Big Five Personality

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/kepribadian-mainmenu-61/tipologi-kepribadian-mainmenu-62/big-five-personality-mainmenu-63. Diakses pada tanggal 28 November 2011 20:20:00 GMT+7.

Administrator. 2011. “Common beliefs about lesbians, gays, bisexuals, and transgender persons (LGBT's). Trends” http://www.religioustolerance.org/hom_beli.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011 20:45:43 GMT+7

Administrator. 2011. “Basic information / disinformation as supplied by various group” http://www.religioustolerance.org/homosexu1.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011 21:05:53 GMT+7

Administrator. 2011. “The impact of religion on lesbian, gay, bisexual and transexual (LGBT) community” http://www.religioustolerance.org/homosexu3.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011 21:09:20 GMT+7

Administrator. 2011. “Parenting a gay child, personal stories, sermons, testimonies, and comments” http://www.religioustolerance.org/homosexu8.htm. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2011 21:14:20 GMT+7

Administrator. 2011. “Out and Proud Gay Celebrities”. http://www.therichest.org/entertainment/out-and-proud-gay-celebrities/. Diakses pada 27 Oktober 2011 21:24:54 GMT+7

Referensi

Dokumen terkait

In this paper, a control parameter selection algorithm is proposed by genetic algorithm to select the gain switching (k) and sliding surface constant parameter (s) so that

EVALUASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

This study was conducted to describe the types of discourse markers given by Swan (2005) and Carter et al(2011) which are used by teachers to initiate students so

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikasi bibliokonseling dalam menurunkan body dissatisfaction Mahasiswi BK FKIP UKSW Angkatan 2013 –

Di dalam menu daftar barang ini terdapat informasi tentang stok, yang berfungsi sebagai informasi ketika pelanggan melakukan pemesanan pada jumlah yang melebihi

Manajemen menentukan kesuksesan suatu organisasi, sebagai wadah pembinaan keprofesionalan guru KKG Gugus Hasanudin belum memberikan konstribusi yang signifikan

Teknika Jaya Klaten dan untuk dapat mengetahui keadaan perusahaan utamanya keadaan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi berdasarkan standar umum dari

Drum adalah salah satu instrumen membranophone (alat musik yang sumber.. bunyinya berasal dari