• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNALARAS KELAS III DI SEKOLAH INKLUSI SD NEGERI MARGOSARI KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNALARAS KELAS III DI SEKOLAH INKLUSI SD NEGERI MARGOSARI KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO."

Copied!
231
0
0

Teks penuh

(1)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNALARAS KELAS III DI SEKOLAH INKLUSI SD NEGERI

MARGOSARI KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh:

Annisatur Rochmah NIM 13108244053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNALARAS KELAS III DI SEKOLAH INKLUSI SD NEGERI

MARGOSARI KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO

Oleh

Annisatur Rochmah NIM 13108244053

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran anak bekebutuhan khusus tunalaras kelas III di sekolah inklusi SD Negeri Margosari, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo. Pelaksanaan pembelajaran meliputi pengelolaan kegiatan kelas, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi dan tindak lanjut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian dilaksanakan di kelas III SD Negeri Margosari. Subjek penelitiannya adalah guru kelas III dan anak berkebutuhan khusus tunalaras. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran anak tunalaras dan lainnya adalah sama dengan anak lainnya. Hal tersebut terlihat dari pengelolaan kegiatan kelas, guru menggunakan waktu sesuai jadwal, guru menunjukkan sikap tanggap terhadap anak tunalaras, guru tidak mengatur tempat duduk dan tidak membuat jadwal belajar kelompok. Proses perencanaan pembelajaran, guru masih menggunakan RPP reguler, belum ada tujuan khusus pembelajaran bagi anak tunalaras. Pelaksanaan pembelajaran mulai dari apersepsi, motivasi, penggunaan metode, media, dilaksanakan secara klasikal. Bentuk evaluasi yang diberikan juga sama. Tidak terdapat program khusus berupa program remidial, dan pengayaan, serta jam tambahan bagi anak tunalaras. Komunikasi antar individu dilakukan dengan menjalin kerjasama pihak sekolah dengan orang tua serta masyarakat.

(3)

THE LEARNING IMPLEMENTATION OF EMOTIONAL AND BEHAVIORAL DISORDER (EBD) STUDENTS ON THIRD

GRADE OF MARGOSARI ELEMENTARY SCHOOL PENGASIH DISTRICTS

KULON PROGO REGENCY behavioral disorder (EBD) children learning on third grade of Margosari Elementary School, Pengasih district, Kulon Progo Regency. Implementation of learning included classroom activities management, lesson planning, learning implementation, also evaluation and follow-up.

This study used qualitative approach and descriptive qualitative as the types of research. The research conducted in the third grade of Margosari Elementary School. The subjects of this research were teacher of the third grade and EBD students. The data collection techniques consist of interview, observation, and documentation. The data analysis techniques consist of data reduction, data display, and conclusion. The data validity used were triangulation techniques and triangulation of sources.

The results of the study shown that the learning implementation of EBD students and other students were equal. It could be seen from classroom activities management, the teacher did class management with using time efficiently and reacting quickly in giving help, the teacher did not arrange students seat and did

not arrange students’ work group schedules. The teacher still used regular RPP in the lesson planning process, there was no specific learning objectives for EBD students yet. The learning implementation classically started from apperception, motivation, methods use, and media. The given students evaluation form was equal as well. There was) no specific program for EBD students such as remedial program, enrichment, and extra hours. Communication between individuals was done by collaborating the school, parents, and society.

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

Kita menggali banyak hal dari orang tua kita, meneruskannya kepada anak-anak kita, dan berkelanjutan kepada anak-anak mereka ke arah masa depan yang tidak

(8)

PERSEMBAHAN

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi dalam rangka memenuhi sebagaian persyaratan untuk mendapatakan gelar Sarjana Pendidikan

dengan judul “Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras

Kelas III di Sekolah Inklusi SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih

Kabupaten Kulon Progo”. Tersususnnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, yaitu sebagai berikut.

1. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyususnan tugas akhir skripsi ini.

2. Penguji Utama dan Sekretaris Penguji yang telah memberikan koreksi dan perbaikan terhadap tugas akhir skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Guru Sekolah beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyususnan pra proposal sampai dengan selesainnya tugas akhir skripsi ini.

4. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan ijin pelaksanaan tugas akhir skripsi.

(10)

6. Guru kelas III yang telah membantu dan memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian dan penyususnan tugas akhir skripsi ini.

7. Semua pihak yang secara langsung mapupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang membutuhkannya.

Yogyakarta, Juni 2017 Penulis,

(11)

DAFTAR ISI

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Belajar dan Pembelajaran ... 11

1. Pengertian Belajar... 11

2. Ciri-ciri Belajar ... 12

3. Pengertian Pembelajaran ... 14

4. Komponen Pembelajaran ... 15

B. Tinjauan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras ... 19

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ... 19

2. Pengertian Tunalaras ... 21

3. Klasifikasi Anak Tunalaras ... 22

4. Karakteristik Anak Tunalaras ... 25

5. Faktor-faktor Penyebab Ketunalarasan ... 28

6. Identifikasi Anak Tunalaras... 32

C. Tinjauan tentang Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras ... 36

1. Program Bidang Pengajaran ... 36

2. Program Bimbingan dan Penyuluhan ... 36

(12)

4. Prinsip Pembelajaran Anak Tunalaras ... 39

5. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Tunalaras ... 41

D. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Kelas III ... 52

E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 53

F. Pertanyaan Penelitian ... 55

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 56

C. Subjek Penelitian ... 57

D. Teknik Pengumpulan Data ... 58

E. Instrumen Penelitian ... 60

F. Teknik Analisis Data ... 64

G. Pengujian Keabsahan Data ... 66

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 68

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 68

D. Pembahasan ... 85

E. Keterbatasan Penelitian ... 92

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 62 Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 63

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Langkah-langkah Analisis Data ... 64

Gambar 2. Display Data Hasil Penelitian ... 84

Gambar 3. Soal Matematika materi satuan utuh ... 171

Gambar 4. Guru menuliskan materi dipapan tulis ... 208

Gambar 5. Guru menjelaskan, MAW tidak memperhatikan... 208

Gambar 6. Guru mengkoreksi dan memberikan nilai MAW ... 208

Gambar 7. Guru menggunakan media bola... 208

Gambar 8. MAW bekerja kelompok ... 208

Gambar 9. MAW tidak aktif dalam pembelajaran ... 208

Gambar 10. MAW maju membacakan puisi ... 209

Gambar 11. MAW memperagakan teks drama ... 209

Gambar 12. Guru berkeliling kelas ... 209

Gambar 13. Guru menegur MAW karena ramai ... 209

Gambar 14. Ketika mengerjakan MAW mengganggu teman ... 209

Gambar 15. Guru bersama-sama anak membaca cerita ... 209

Gambar 16. Wawancara dengan guru ... 210

Gambar 17. Wawancara dengan ATA ... 210

Gambar 18. Wawancara dengan ISR ... 210

Gambar 19. Wawancara dengan MAW ... 210

Gambar 20. MAW diberikan nasehat oleh kepala sekolah dan guru ... 210

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Penelitian ... 101

Lampiran 2. Pedoman Observasi ... 103

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 106

Lampiran 4. Hasil Observasi ... 111

Lampiran 5. Transkip Wawancara ... 152

Lampiran 6. Hasil Reduksi ... 164

Lampiran 7. Catatan Lapangan ... 170

Lampiran 8. Dokumentasi ... 195

Lampiran 8.1. SK Inklusi SD Negeri Margosari... 195

Lampiran 8.2. Data ABK SD Negeri Margosari ... 200

Lampiran 8.3. Hasil Pemeriksaan Psikologis ... 201

Lampiran 8.4. Rapor MAW ... 202

Lampiran 8.5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 204

Lampiran 8.6. Foto Penunjang Observasi ... 208

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konsep pendidikan untuk semua (education for all) merupakan salah satu dasar dari pelaksanaan pendidikan yang ada di Indonesia. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Ayat 1) disebutkan bahwa.

Pendidikan merupakan sebuah usaha yang dilakukan dengan kesadaran dan terencana dalam proses belajar mengajar yang dilaksanakan sejak dini dengan tujuan supaya peserta didik mampu mengambangkan kemampuan yang dimiliki berupa kemampuan kognitif, kemampuan afektif, kemampuan psikomotorik serta kemampuan sosial untuk menjalakan proses kehidupan bermasyarakat.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan

kemajemukan bangsa”.

(17)

dikarenakan pendidikan telah dijamin oleh pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Pada umumnya ABK bersekolah di sekolah khusus dimana ABK akan mendapatkan pelayanan sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun SLB pada setiap daerah belum tentu ada. Terkadang jarak yang harus ditempuh juga sangat jauh sehingga membuat orang tua ABK tidak menyekolahkan anaknya. Ditambah dengan faktor ekonomi keluarga yang berada di bawah rata-rata sehingga sebagian orang tua tidak memungkinkan membiayai anaknya bersekolah di SLB.

Berdasarkan keadaan tersebut Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan kebijakan dengan membuat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif pasal 1 yang menjelaskan bahwa.

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

(18)

Konsep pendidikan inklusif menurut Ilahi (2013: 24) yang menjelaskan bahwa pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang merepresentasikan keseluruhan aspek yang berkaitan dengan keterbukaan dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak dasar mereka sebagai warga negara. Pendidikan inklusif diterapkan dalam sekolah umum yang memiliki anak normal dan anak yang berkebutuhan khusus dengan sebutan sekolah inklusi. Sekolah inklusi memberikan pelayanan bagi ABK untuk ikut serta bersama-sama anak normal yang lain untuk belajar bersama dalam satu lokasi belajar. Sekolah inklusi ini juga memberikan dampak positif sebagai hasil dari usaha untuk menyatukan anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan cara-cara yang sama dengan pengajaran yang diberikan kepada anak normal lainnya namun disesuaikan pula dengan kebutuhan anak yang berkebutuhan khusus tersebut.

Salah satu sekolah inklusi yang berada di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo yaitu SD Negeri Margosari yang ditetapkan sebagai sekolah inklusif sejak tahun 2012 berdasarkan surat keputusan kepala dinas Kabupaten Kulon Progo Nomor 420/300/KPTS/2012. Pada tahun ajaran 2016/2017, di SD Negeri Margosari terdapat sebanyak 22 anak yang telah di assesment sebagai ABK. Sebanyak 18 anak teridentifikasi mengalami lamban belajar (slow learner), 2 anak termasuk tunagrahita, 1 anak termasuk tunadaksa, dan 1 anak termasuk tunalaras.

(19)

(2012: 11) guru merupakan pelaku pembelajaran. Maka dari itu, guru kelas haruslah menguasai kompetensi dasar sebagai pendidik terutama pada sekolah inklusi. Pelaksanaan pembelajaran harusnya disesuaikan dengan kurikulum sekolah inklusi, sehingga pemberian layanan pendidikan bagi ABK dapat terlaksana dengan baik. Menurut Efendi (2009: 23-24) mengajar anak dengan kebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal. Hal ini dimaksudkan bahwa setiap anak yang berkebutuhan khusus mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.

(20)

yang menganggunya. Anak tersebut juga selalu ingin menang sendiri, terlihat ketika sedang istirahat anak tersebut meminta makanan kepada salah satu temannya dan ketika tidak diberi makanan anak tersebut marah dan merebut makanan temannya.

Pembelajaran dilanjutkan dengan mata pelajaran matematika materi perkalian. Guru menjelaskan materi secara sekilas saja dan memberikan contoh dengan menulis di papan tulis, kemudian anak diminta untuk mengerjakan soal yang ada di buku paket. Guru tidak menggunakan media untuk pembelajaran, metode yang digunakan guru yaitu ceramah dan tanya jawab. Guru melakukan evaluasi akhir dengan mengkoreksi hasil pekerjaan anak kemudian memberikan nilai. Guru tidak menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan. Akhir pembelajaran guru memberikan pekerjaan rumah bagi anak untuk dikerjakan di rumah.

Hasil wawancara terhadap guru kelas III diperoleh informasi bahwa dalam kelas tersebut memang terdapat 6 anak yang menyandang ABK. Seorang anak bernama RB menyandang kelainan tunadaksa yaitu tangan yang kaku serta kaki tidak bisa berjalan. Ketika mengikuti pembelajaran RB selalu menggunakan kursi roda. RB mempunyai kesulitan menulis diakibatkan tangannya yang kaku. Empat orang anak bernama RP, EA, ATA, dan S memiliki kelainan lamban belajar atau slow learner juga sedikit mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Mereka lamban dalam membaca, menghafal, menghitung.

(21)

MAW adalah anak yang mudah emosi. Selama proses pembelajaran MAW tidak pernah memperhatikan guru, sering membuat kegaduhan di kelas, namun jika diminta untuk memperhatikan MAW langsung marah. MAW juga cenderung hanya ingin mengerjakan tugas jika tugas tersebut berbentuk pilihan ganda, jika berbentuk isian singkat atau essai MAW tidak mau mengerjakan. Namun hasil belajar MAW justru selalu baik dan selalu diatas rata-rata. Penanganan bagi anak tunalaras berinisial MAW masih mengalami sedikit hambatan dikarenakan ketika pembelajaran MAW sulit untuk diatur, sering menolak perintah guru, tidak mau mengerjakan tugas, dan lainnya, walaupun hasil belajarnya sudah diatas rata-rata.

(22)
(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. Anak tunalaras yang tidak mengikuti proses pembelajaran dengan baik, dikarenakan perilaku anak yang kurang baik sehingga mempengaruhi pola pikir anak tunalaras dalam belajar.

2. Kesulitan guru dalam pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras.

3. Belum ada guru pendamping khusus (GPK) untuk membantu menangani anak berkebutuhan khusus.

4. Kurangnya pelatihan dalam menangani anak tunalaras sehingga guru kurang memahami karakteristik anak tunalaras.

5. Kurangnya informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras.

C. Fokus Masalah

(24)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian tersebut, maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut. Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras di sekolah inklusi SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras di sekolah inklusi SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo secara lebih mendalam.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya pada jenjang sekolah dasar di sekolah inklusi tentang pelaksanaan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Kepala Sekolah

(25)

b. Bagi Guru

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi guru untuk lebih bisa melaksanakan pembelajaran terutama bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras, dan guru dapat memberikan informasi kepada orang tua agar orang tua dapat memberikan pengarahan kepada anak berkebutuhan khusus tunalaras.

G. Batasan Istilah

1. Anak tunalaras merupakan anak yang mengalami gangguan dalam mengendalikan emosi dan perilaku atau kontrol sosial. Anak tunalaras dalam penelitian ini yaitu anak tunalaras yang mengikuti proses pembelajaran di kelas III SD Negeri Margosari.

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Kewajiban sebagai seorang anak didik yang mengenyam bangku pendidikan adalah belajar. Menurut Hamalik (2005: 21) belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar menurut Slameto (2003: 2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ahmad (2012: 6) yang mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup.

(27)

Berdasarkan definisi di atas, belajar merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.

2. Ciri-ciri Belajar

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang sangatlah banyak baik sifat maupun jenisnya, karena itu tidak setiap perubahan merupakan perubahan dalam arti belajar. Hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku. Maka belajar memiliki ciri-ciri tersendiri. Menurut Purwanto (Karwati & Priansa, 2014: 188) ada beberapa elemen penting yang menjadi ciri dari belajar yaitu:

a. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik.

b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil dari belajar. c. Perubahan harus relatif mantap, perubahan mungkin dapat berlangsung

berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

(28)

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam arti belajar menurut Slameto (2003: 3-5) adalah sebagai berikut.

a. Perubahan Terjadi Secara Sadar

Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan yang telah terjadi pada dirinya sendiri misalnya menyadari bahwa pengetahuan, kecakapan yang dimiliki bertambah. Perubahan tingkah laku yang tidak disadari tidak termasuk dalam perubahan dalam arti belajar.

b. Perubahan dalam Belajar Bersifat Kontinu dan Fungsional

Perubahan yang terjadi pada diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan. Perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna untuk proses belajar selanjutnya.

c. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif

Tujuan dari adanya perubahan adalah untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya sehingga diharuskan adanya usaha yang semakin banyak. Perubahan yang bersifat aktif dimaksudkan bahwa perubahan itu tidak terjadi begitu saja namun karena adanya usaha.

d. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen, hal ini terjadi setelah belajar itu dilakukan.

e. Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah

(29)

f. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku

Jika seseorang belajar maka akan terjadi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar menurut Slameto yaitu perubahan terjadi secara sadar, perubahan bersifat kontinu dan fungsional, perubahan bersifat positif dan aktif, perubahan bukan bersifat semantara, perubahan bertujuan atau terarah, perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Namun, ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar tersebut tidak sepenuhnya terlihat pada diri anak tunalaras. Anak tunalaras memiliki ketidakmampuan belajar serta mengelola kecerdasan yang dimiliki. Hal ini dibuktikan dengan perilaku anak tunalaras yang tidak pernah memperhatikan guru ketika proses pembelajaran berlangsung.

3. Pengertian Pembelajaran

(30)

Menurut Mumpuniarti (2007: 35) pembelajaran merupakan proses belajar yang dilakukan individu untuk mencapai sesuatu. Hal ini sependapat dengan Hamalik (2011: 57) yang mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat dicapai apabila adanya interaksi antara pendidik, peserta didik, dengan lingkungan belajarnya. Sependapat dengan itu, pembelajaran menurut Rahyubi (2012: 3) merupakan suatu sistem dan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Didukung dengan pendapat dari Ahmad (2012: 12) yang menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru dan peserta didik yang berisi berbagai kegiatan yang bertujuan agar terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antar pendidik, peserta didik, dan lingkungan belajar untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami diri sendiri serta lingkungannya agar tujuan pembelajaran itu sendiri dapat tercapai. 4. Komponen-komponen Pembelajaran

(31)

pembelajaran itu sendiri. Maka dari itu, proses pembelajaran harus ada komponen-komponen pembelajaran yang saling berkaitan untuk mecapai tujuan pembelajaran tersebut. Menurut Melinda (2013: 95) pembelajaran terdiri dari komponen-komponen yang saling terkait yaitu.

a. Resource Input

Meliputi kurikulum yang digunakan, metode pembelajaran, sumber belajar, sarana prasarana belajar, media pembelajaran dalam lingkungan belajar, manajemen kelas, evaluasi pembelajaran, dan lainnya.

b. Main Input

Unsur main input adalah siswa (fisisk, emosi, sosial, intelektual, motivasi,kepribadian, latar belakang keluarga, dan lainnya).

c. Enviromental Input

Meliputi keluarga, keadaan sosial, keadaan ekonomi, budaya dan politik, kepedulian lingkungan, dan lainnya.

d. Output

Hasil akhir yang diharapkan adalah siswa yang cerdas, komprehensif, serta kompetitif.

(32)

a. Guru

Guru merupakan faktor penting dalam pembelajaran dimana gurulah yang mengatur proses pembelajaran. Kurikulum sekolah yang digunakan dapat divariasikan oleh guru dalam penerapan pembelajaran.

b. Siswa

Siswa merupakan komponen yang melakukan kegiatan belajar dimana siswa akan memperoleh perlakuan dari guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan.

c. Tujuan

Tujuan merupakan dasar akan dicapainya sesuatu untuk menentukan strategi, materi, media, dan evaluasi pembelajaran. Tujuan pembelajaran harus ditentukan oleh guru untuk mencapai target yang ingin dicapai.

d. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan materi yang tersusun secara sistematis dan dinamis yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan mencapai tujuan dari pembelajaran. e. Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan standar proses pembelajaran dengan menentukan strategi yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat berjalan optimal.

f. Metode

(33)

g. Alat/Media

Alat atau media merupakan sesuatu yang digunakan guru untuk membantu menyampaikan materi pembelajaran.

h. Sumber Belajar

Sumber belajar adal sesuatu yang dapat digunakan sebagai tempat diaman sumber belajar bisa diperoleh. Sumber belajar bisa dari buku, media masa, manusia, dan lingkungan sekitar.

i. Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen yang digunakan untuk mengetahui seberapa berhasilkah tujuan yang telah dicapai. Evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran yang telah ditetapkan.

j. Situasi dan Lingkungan

Situasi dan keadaan lingkungan sangat mempengaruhi guru dalam menentukan lingkungan. Situasi dan lingkungan yang baik akan membantu mempermudah guru dalam menciptakan keadaan kelas yang kondusif.

(34)

B. Tinjauan tentang Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras 1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karekteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya (Smart, 2012: 33). Menurut Mudjito, & Harizal, & Elfindri (2013: 27), anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan ketidakmampuan mental, emosi maupun fisik. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus secara fisik, mental, maupun emosi memiliki keterbelakangan dengan anak normal, namun anak berkebutuhan khusus tetap memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, dimana pendidikan yang diberikan disesuaikan dengan kemampuan anak berkebutuhan tersebut. Hal ini ditegaskan pula oleh Alimin (Kustawan, 2013: 28), yang menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak secara individual.

(35)

pendapat Thompson (2012: 1) yang menyatakan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah-sekolah umum dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan sekolah serta menerima kurikulum dan pengajaran yang relevan dengan kebutuhan mereka. Anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan yang spesifik karena anak berkebutuhan khusus memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan. Anak berkebutuhan khusus dapat disimpulkan sebagai anak yang memiliki keterbatasan atau karakteristik khusus dan berbeda dari anak pada umumnya baik secara mental, emosi, mental, intelektual maupun sosial yang memerlukan layanan pendidikan khusus. Pendidikan anak berkebutuhan khusus terutama dalam sekolah inklusi harus sesuai dengan kebutuhan yang dimiliki setiap anak.

(36)

2. Pengertian Tunalaras

Istilah tunalaras berasal dari kata tuna yang berarti kurang dan laras berarti sesuai. Anak tunalaras berati anak yang bertingkah laku kurang sesuai dengan norma dan peraturan yang ada di lingkungannya. Peraturan Pemerintah No.72

tahun 1991 menyebutkan bahwa “Tunalaras adalah gangguan atau hambatan atau

kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik

terhadap lingkungan keluarga, sekolah, serta masyarakat”.

Pengertian yang serupa dikemukakan dalam dokumen SLB bagian E tahun 1977 yang disebut tunalaras adalah (1) anak yang mengalami gangguan/hambatan emosi dan tingkah laku sehingga tidak/kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan baik lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat; (2) anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di masyarakat; (3) anak yang melakukan kejahatan.

(37)

a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat dikaitkan dengan faktor kecerdasan, penginderaan, atau kesehatan.

b. Ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru. c. Bertingkah laku yang tidak pantas pada keadaan normal.

d. Perasaan tetekan dan tidak bahagia terus menerus.

e. Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik seperti takut pada masalah-masalah sekolah berdasarkan Undang-undang tentang PLB di Amerika Serikat (Hidayat & Wawan, 2013: 13).

Jadi dapat disimpulkan bahwa tunalaras merupakan gangguan atau hambatan yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang dalam bertingkah laku yang sesuai norma serta tidak mampu mengendalikan emosi sehingga menimbulkan penyimpangan yang terus-menerus yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang sekitar.

3. Klasifikasi Anak Tunalaras

Soemantri (2007: 149), mengklasifikasikan anak tunalaras secara garis besar menjadi dua yaitu anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan anak yang mengalami gangguan emosi. Cruickshank (Hidayat & Wawan, 2013: 24), mengemukakan bahwa klasifikasi anak tunalaras berdasarkan besar/ringannya yaitu kelainan anak yang mengalami hambatan sosial dapat diklasifikasikan kedalam katagori sebagai berikut.

a. The Semi-Socialize Child

Anak yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas dalam lingkungan tertentu misalnya keluarga dan kelompoknya.

b. Children Arrested At a Primitive Level or Socialization

(38)

kearah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan, sehingga mereka akan melakukan apapun yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perhatian dari orang tua yang berakibat perilaku anak hanya dikuasai nafsu saja. c. Children with Minimum Socialization Capacity

Anak dalam kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah menganal hubungan kasih sayang sehingga anak bersikap apatis dan egois.

Demikian pula anak yang mengalami gangguan emosi dapat diklasifikasikan menurut berat ringannya masalah atau gangguan yang dihadapi sebagai berikut:

a. Neurotik Behaviour (Perilaku Neurotik)

Anak pada kelompok ini masih bisa bergaul dengan orang lain, akan tetapi mereka mempunyai permasalahan pribadi yang tidak mampu diselesaikan. Mereka mudah sekali dihinggapi perasaan sakit hati, perasaan cemas, marah, dan agresif. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh keadaan atau sikap keluarga yang menolak atau sebaliknya terlalu memanjakan anak serta pengaruh pendidikan yaitu karena kesalahan pengajaran atau kesulitan belajar.

b. Children with Psycotic Processes

(39)

Klasifikasi anak tunalaras berdasarkan sumber pemicu tumbuhnya perilaku menyimpang yaitu.

a. Penyimpangan Tingkah Laku sebagai Bentuk Kelainan Penyesuaian Sosial (Social Maladjusted)

Menurut Mackie (Hidayat & Wawan, 2013: 17), anak yang dikatagorikan kelainan penyesuaian perilaku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku tidak sesuai dengan adak kebiasaan yang berlaku di rumah, sekolah, dan masyarakat.

b. Penyimpangan Tingkah Laku Ekstrem sebagai Bentuk Kelainan Emosi (Emotional Disturb)

Bentuk kelainan emosi adalah anak yang mengalami kesulitan menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena adanya tekanan dari dalam (inner tension). Indikasi anak berkelainan emosi dapat dipantau dari tekanan jiwa yang ditunjukkan dalam bentuk kecemasan.

Menurut Shepherd (2010: 26), tingkah laku yang menunjukkan gangguan tunalaras dikelompokkan menjadi dua yaitu.

a. Internalizing Behaviour

Merupakan perilaku yang melibatkan konflik mental atau emosiaonal, seperti depresi dan kecemasan

b. Eksternalizing Behaviour

(40)

Berdasarkan pendapat tersebut klasifikasi bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras secara umum yaitu anak yang mengalami gangguan sosial dan anak yang mengalami gangguan emosi.

4. Karakteristik Anak Tunalaras

Karakteristik anak tunalaras menurut Putranto (2015: 220-221) adalah sebagai berikut. (a) Suka berkelahi, memukul, dan menyerang, (b) pemarah, (c) pembangkang, (d) tidak sopan, (e) suka menentang, merusak, dan tidak mau bekerjasama, (f) suka menganggu, (g) suka ribut dan membolos, (h) suka pamer, (i) hiperaktif dan pembohong, (j) iri hati, (k) ceroboh dan suka mengacau, (l) suka menyalahkan orang lain, (m) hanya mementingkan diri sendriri.

Menurut Mangunsong (2011: 66-67) karakteristik anak tunalaras dapat dilihat dari aspek perkembangan kognitif, perkembangan sosial dan emosi, serta perkembangan komunikasi.

a. Perkembangan Kognitif

(41)

b. Perkembangan Sosial dan Emosi

Anak tunalaras berbeda dengan yang lainnya karena sering menunjukkan tingkah laku yang aneh dan tidak wajar. Anak tunalaras yang agresif dan gagal dalam belajar mempunyai masalah yang berat kemudian cenderung menarik diri dari lingkungan sosial.

c. Perkembangan Komunikasi

Anak tunalaras memiliki hambatan dalam berkomunikasi dan kurangnya kontas secara total dengan dunia luar. Terkadang komunikasi dapat terjalin dalam bentuk yang negatif seperti marah-marah untuk melampiaskan emosinya, menentang, dan lainnya.

Menurut Hallahan & Kauffman (Hidayat & Wawan, 2013: 32-36) karakteristik anak tunalaras yaitu.

a. Karakteristik anak tunalaras berdasarkan dimensi tingkah laku anak yaitu: 1) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku dengan ciri-ciri suka

berkelahi, memukul, menyerang, mengamuk, membangkang, menantang, merusak barang milik sendiri dan milik orang lain, kurang ajar, lancang, melawan, tidak mau bekerjasama, tidak mau memperhatikan, memecah belah, tidak bisa diam, menolak arahan, cepat marah, ingin menguasai, mengancam, pembohong, tidak dapat dipercaya, suka berbicara kotor, cemburu, mencuri, mengejek, egois, dan lainnya.

(42)

rasa tertekan, sedih, terganggu, rendah diri, malu, kurang percaya diri, mudah bimbang, sering menangis, dll.

3) Anak yang kurang dewasa dengan ciri-ciri pelamun, kaku, berangan-angan, pasif, mudah dipengaruhi, pengantuk, dan mudah bosan.

4) Anak yang agresif bersosialisasi dengan ciri-ciri mempunyai kelompok jahat, mencuri bersama, senang berada diluar rumah, suka membolos, dll.

b. Karakteristik anak tunalaras dari segi akademik

Kelainan perilaku mengakibatkan adanya penyesuaian sosial dan sekolah yang buruk. Akibat penyesuaian yang buruk dapat diketahui berdasarkan ciri-cirinya yaitu.

1) Pencapaian hasil belajar yang jauh di bawah rata-rata. 2) Sering diberikan bimbingan.

3) Sering tidak naik kelas, atau bahkan keluar sekolah. 4) Sering membolos sekolah.

5) Lebih sering melakukan pelanggaran terhadap aturan yang ada. c. Karakteristik anak tunalaras dari segi sosial dan emosional 1) Karakteristik sosial

a) Masalah yang menimbulkan gangguan pada orang lain dengan ciri-ciri perilaku tidak diterima oleh masyarakat, biasanya melanggar peraturan yang berada di lingkungan keluaga, sekolah, maupun masyarakat.

(43)

2) Karakteristik emosional

a) Adanya hal-hal yang menimbulkan penderitaan seperti tekanan batin dan rasa cemas.

b) Adanya rasa gelisah seperti malu, rendah diri, ketakutan dan sangat sensitif. d. Karakteristik anak tunalaras dari segi fisik/kesehatan

Karakteristik anak tunalaras dari segi fisik/kesehatan ditandai dengan adanya gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan gerak. Kelainan lain yang berwujud fisik seperti gagap, buang air yang tidak terkendali, sering mengompol, dan jorok.

Jadi karakteristik yang dapat terlihat dari anak tunalaras bisa dilihat dari tingkah laku, segi akademik, segi perkembangan sosial dan emosi, segi segi fisik, serta perkembangan komunikasinya.

5. Faktor-faktor Penyebab Ketunalarasan

Ada dua faktor penyebab ketunalaran secara umum yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Putranto (2015: 221-222) faktor penyebab ketunalarasan yaitu. a. Faktor Internal

1) Memiliki kecerdasan rendahatau kurang mampu mengikuti tuntutan sekolah. 2) Adanya gangguan atau keruskan pada otak.

3) Memiliki gangguan kejiwaan bawaan. 4) Rasa frustasi yang terus menerus. b. Faktor eksternal

(44)

2) Adanya konflik budaya yaitu perbedaan pandangan antara kondidi sekolah dengan kebiasaan keluarga.

3) Adanya pengaruh negatif dari kelompok tertentu.

4) Kurangnya kasih sayang orang tua karena kehadirannya tidak diharapkan. 5) Kondisi keluarga yang tidak harmonis seperti perceraian (broken home). Faktor penyebab ketunalarasan menurut Hidayat dan Wawan (2013: 36-49) yaitu. a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang langsung berkaitan dengan kondisi individu seperti keturunan, kondisi fisik dan psikisnya.

1) Kondisi fisik

Kondisi fisik dapat berupa kelainan atau kecacatan maupun sensoris yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kecacatan yang dialami seseorang mengakibatkan timbulnya keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan baik berupa kebutuhan fisik maupun biologis serta psikisnya. Perlakuan negatif dari lingkungan yang mengakibatkan timbul perasaan renndah diri, tidak berdaya, mudah putus asa, yang menimbulkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan pergaulan, memperlihatkan tingkah laku yang agresif, serta memanfaatkan kelainan yang dimilki agar mendaptak belas kasihan dari lingkungan.

2) Masalah perkembangan

(45)

3) Keturunan

Hasil penelitian rekayasa genetika oleh Mendell ditemukan bahwa keturunan mempunyai peranan kuat dalam melahirkan generasi berikutnya. Implementasi teori tersebut dalam identifikasi ketunalarasan menyatakan bahwa keturunan memberikan bukti bahwa keadaan abnormal seseorang berasal dari keturunan abnormal juga. Beberapa perilaku menyimpang diantaranya kawin sedarah, alkoholisme, gangguan kepribadian, dan lainnya.

4) Faktor psikologis

Bagi individu yang memilki stabilitas kepribadian yang kurang baik maka akan susah dalam menyelsaikan suatu konflik. Akibatnya akan timbul perilaku diantaranya agresivisme (memberontak, mencela, memukul, merusak), regresivisme (perilaku kekanak-kanakan), resignation (perilaku yang tidak terarah).

b. Faktor eksternal 1) Faktor psikososial

Sigmund Freud melaui psikoanalisisnya menjelaskan bahwa ketunalarasan diakibatkan pengalaman anak pada usia awal. Pengalaman tidak menyenangkan mengakibatkan anak menjadi tertekan dan tanpa disadari menyebabkan perilaku menyimpang.

2) Lingkungan keluarga

(46)

yang terdapat dalam keluarga yang berkaitan dengan gangguan tingkah laku dan emosi diantaranya.

a) Kasih sayang dan perhatian orang tua yang sangat dibutuhkan anak

Kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua mengakibatkan anak akan mencari perhatiannya sendiri. Sebaliknya jika kasih sayang dan perhatian yang diberikan berlebihan akan mengakibatkan anak akan mengalami kegagalan dalam mencoba sesuatu, mudah menyerah, dan mudah kecewa.

b) Keharmonisan keluarga

Semua anak yang mengalami perpecahan keluarga mengalami masa peralihan yang sulit. Orang tua yang berselisih dalam menerapkan peraturan dapat menimbulkan keraguan pada diri anak sehingga anak akan mencari jalan sendiri dan ini menjadikan awal terjadinya gangguan tingkah laku.

c) Kondisi ekonomi

Lemahnya kondisi ekonomi keluarga merupakan salah satu penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang akan mendorong anak melakukan apapun untuk memenuhi keinginannya.

3) Lingkungan sekolah

(47)

disebabkan dari perilaku guru yang otoriter mengakibatkan siswa tertekan dan takut. Sebaliknya sikap guru yang lemah dan membiarkan anak mengakibatkan anak didik berbuat sesuka hati dan menentang peraturan sekolah. Selain itu fasilitas sekolah yang dibutuhkan anak didik untuk mengembangkan bakat jika tidak ada maka anak akan cenderung menyalurkan aktivitasnya kearah yang kurang baik.

4) Lingkungan masyarakat

Masyarakat merupakan sumber adanya tingkah laku anak baik positif maupun negatif. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap anak tunalaras diantaranya daerah yang terlalu padat, angka kejahatan yang tinggi, kurangnya hiburan, tidak ada aktivitas yang terorganisir, kurangnya pengajaran agama, pengaruh media sosial, pengaruh minuman keras serta obat terlarang. Masuknya budaya asing yang kurang sesuai yang dapat menimbulkan konflik dimana budaya tersebut bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab ketunalarasan berasal dari faktor internal yaitu kondisi fisik, perkembangan, dan keturunan, sedangkan faktor internal yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. 6. Identifikasi Anak Tunalaras

Menurut Mangunsong (2011: 56) identifikasi yang sebaiknya dilakukan oleh guru atau para ahli bagi anak tunalaras dapat dilakukan dengan tiga tahapan yaitu. a. Proses screening dimana pada awalnya guru akan mendata dan membuat

(48)

b. Guru melengkapi data untuk menunjukkan apakah siswa menunjukkan tingkah laku tertentu selama kurun waktu tertentu, dan siswa lain diminta untuk menilai bahwa seberapa sering siswa menunjukkan karakteristik tingkah laku tertentu dalam aktivitas kelas.

c. Siswa kemudian diobservasi dalam kelas atau kelompok bermainnya oleh tenaga ahli seperto psikolog atau konselor.

Sedangkan menurut Hidayat dan Wawan (2013: 60-67) ada beberapa cara untuk mengidentifikasi anak tunalaras yaitu.

a. Psikotes

Psikotes dilakukan untuk mengetahui kematangan sosial dan gangguan emosi. Alat yang digunakan yaitu tes proyektif yang memiliki beberapa jenis diantaranya.

b. Tes rorchach

Memberikan gambaran mengenai seluruh kepribadian, kelainan. c. Thematic apperception test (TAT)

Memperlihatkan berbagai situasi emosi dalam bentuk gambar. d. Tes gambar orang

Persoalan emosi nampak dari gambar yang dibuat oleh anak. e. Dispert fable tes

(49)

f. Sosiometrio

Sosiometri adalah tes yang digunakan untuk melihat suka atau tidak sukanya seseorang dengan cara menanyakan kepada anggota kelompok siapa yang disukai dan yang tidak disukai. Namun sosiometri hanyalah hasil sementara. g. Membandingkan dengan tingkah laku anak pada umumnya

Keadaan tunalaras dapat diketahui dengan cara membandingkan anak dengan perilaku anak pada umumnya. Adanya gangguan sosial dan gangguan emosi karena salah penyesuaian tandanya yaitu.

1) Hubungan antarkeluarga, teman, tidak harmonis dan tidak menyenangkan. 2) Segan untuk bergaul, dan terasing.

3) Tidak bertanggung jawab.

4) Menangis, kecewa, berdusta, menipu, mencuri, menyakiti orang lain. 5) Penakut dan tidak percaya diri.

6) Tergantung pada orang lain. 7) Curiga, agresif, acuh tak acuh.

8) Perilaku gugup seperti menggigit kuku, komat-kamit. h. Periksa ke konsultasi psikolog

Jika terindikasi tunalaras maka akan ada arahan baik kepada keluarga maupun sekolah untuk memperlakukan anak dengan lebih tepat.

i. Periksa ke klinik psikiatri anak

(50)

anak terindikasi tunalaras atau tidak. Menurut surat keterangan psikiatri anak ada beberapa jenis tunalaras diantaranya.

1) Anxiety hysteria

Merasa takut pada sesuatu atau seseorang tanpa alasan. 2) Conversion hysteria

Gangguan beberapa fungsi tubuh. 3) Obsessional neurosis

Cepat menuduh, banyak alasan, menutup diri, kaku berjalan, dll. 4) Sexsual perversion

Menikmati seksual yang tidak wajar, atau dengan sesama jenis. 5) Character neurosis

Perubahan tingkah laku yang lahir dari konflik batin yang tidak bisa diselesaikan. 6) Psychose anak

Kesuliatan untuk menyesuaikan diri.

(51)

C. Tinjauan tentang Pelaksanaan Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras

Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus tidaklah sama dengan pembelajaran bagi anak normal lainnya. Menurut Efendi (2009: 23-24), mengajar anak berkebutuhan khusus tidak sama seperti mengajar anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga suatu strategi yang khusus. Pada sekolah khusus ada suatu program sekolah bagi anak tunalaras dimana anak tunalaras mengukuti program pembinaan terlebih dahulu diantaranya meliputi bidang pengajaran dan penyuluhan. Program ini bisa diterapkan pada sekolah inklusi dengan penyesuaian kurikulum sekolah inklusi.

1. Program Bidang Pengajaran

Mengingat kondisi anak tunalaras yang pada umumnya malas untuk belajar, maka pengajaran yang diberikan bersifat klasikal dimana ada kemungkinan pada setiap kelas memiliki program pengajaran secara berbeda. Pada sekolah inklusi program ini bisa dibantu oleh Guru Pembimbing Khusus.

2. Program Bimbingan dan Penyuluhan

Ada berbagai program yang diterapkan dalam bimbingan dan penyuluhan ini antara lain sebagai berikut.

a. Penyuluhan suasana hidup keagamaan b. Program keterampilan

c. Bimbingan kesenian

d. Program belajar di sekolah reguler

(52)

Para guru pada biasanya memulai kegiatan pembelajaran dengan mengamati perilaku anak didiknya, oleh karena itu guru bisa menyesuaikan pembelajaran dengan karakterstik anak didiknya termasuk juga bagi anak tunalaras. Aziz (2015: 116) menegaskan bahwa proses pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan dengan kondisi anak. Bagi anak tunalaras, guru diharuskan menggunakan pendekatan pengajaran psikoedukatif saat pembelajaran berlangsung. Pengajaran psikoedukatif merupakan pendekatan yang memfokuskan pada dimensi-dimensi khusus dan keyakinan mengenai kebutuhan siswa yang mengalami kelainan (Pristiwaluyo & Sodid, 2005: 111). Pendekatan psikoedukatif ini memilki orientasi untuk membantu guru dalam pemecahan masalah serta mampu mengembangkan suatu proses untuk merespon permasalahan yang dialami oleh anak tunalaras.

3. Model dan Teknik Pendekatan Pembelajaran Anak Tunalaras

Menurut Hidayat & Wawan (2013: 69-73) ada beberapa model pendekatan dan teknik pendekatan yang dapat digunakan guru untuk mengajar anak tunalaras yaitu.

a. Model pendekatan 1) Model biogenetik

Model ini didasarkan pada asumsi bahwa gangguan perilaku disebabkan oleh kecacatan genetik sehingga penyembuhannya ditekankan pada pengobatan, olahraga, operasi dan mengubah lingkungan.

(53)

Model ini mempunyai asumsi bahwa gangguan emosi merupakan indikasi ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baik sekolah, rumah, maupun masyarakat.

3) Model psikodinamika

Model ini berpandangan bahwa perilaku yang menyimpang atau gangguan emosi disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang terjadi pada proses perkembangan kepribadian sehingga kemampuan yang diharapkan tidak sesuai dengan usianya. Model ini digunakan untuk membantu anak dalam mengekspresikan dan mengendalikan perasaannya.

4) Model ekologis

Model ini mengasumsikan bahwa gangguan emosi terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Guru dapat mengupayakan interaksi yang baik anatar anak dengan lingkungan sekitar.

b. Teknik pendekatan 1) Perawatan dengan obat

Gangguan perilaku akibat penyakit dapat dilakukan pengobatan dengan obat untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan perilaku.

2) Modifikasi perilaku

(54)

3) Strategi psikodinamika

Tujuannya adalah membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan kekuatannya.

4) Starategi ekologi

Strategi ini dapat dilakukan guru dengan menciptakan suasana yang baik sehingga diasumsikan perilaku anak juga akan baik.

4. Prinsip Pembelajaran Anak Tunalaras

Agar kompetensi yang diharapkan anak tunalaras tercapai dengan baik, ada beberapa prinsip pembelajaran bagi anak tunalaras yang dapat diterapkan oleh guru menurut Hidayat & Wawan (2013: 85-90) yaitu.

a. Prinsip Kebutuhan dan Keaktifan

Anak tunalaras selalu ingin memenuhi kebutuhan dan keinginannya tanpa memperdulikan orang lain. Guru hendaknya mendorong anak untuk lebih aktif agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan mempertimbangkan norma serta nilai yang ada di masyarakat.

b. Prinsip Kebebasan yang Terarah

Anak tunalaras memiliki sikap yang tidak mau dikekang, oleh karena itu guru harus memperhitungkan tindakan dalam membina anak. Guru juga hendaknya mengarahkan dan menyalurkan perilaku anak kearah positif.

c. Prinsip Penggunaan Waktu Luang

(55)

d. Prinsip Kekeluargaan dan Kepatuhan

Anak tunalaras berasal dari keluarga yang tidak harmonis akibatnya emosinya kurang stabil serta jiwanya tidak tenang. Guru hendaklah menyelami anak dimana letak ketidaklarasan kehidupan emosinya.

e. Prinsip Setia Kawan

Anak tunalaras tidak tahan tinggal di rumah sehingga anak akan keluar mencari teman yang dianggapnya nyaman. Guru hendaknya melindungi anak, mengajak teman-teman anak tunalaras untuk tetap menemani sehingga anak akan merasa nyaman berada di sekolah.

f. Prinsip Minat dan Kemampuan

Guru hendaknya memperhatikan minat dan kemampuan anak terutama yang berhubungan dengan pelajaran. Dengan memberikan tugas yang sesuai diharapkan anak terbiasa dengan belajar.

g. Prinsip Emosional, Sosial, dan Perilaku

Anak tunalaras memilki emosi yang tidak stabil yang mengakibatkan anak berperilaku menyimpang. Guru harus berusaha mengidentifikasi problem emosi yang dihadapi anak, kemudian guru memberikan nasehat serta arahan menuju kearah yang baik.

h. Prinsip Disiplin

(56)

i. Prinsip Kasih Sayang

Anak tunalaras selalu mencari perhatian dari orang sekitar. Pendekatan kasih sayang dan kesabaran dari guru diharapkan dapat membantu anak. Menurut Efendi (2009: 24) upaya yang dilakukan dalam prinsip kasih sayang antara lain. (1) tidak bersikap memanjakan, (2) tidak bersikap acuh tak acuh terhadap kebutuhannya, dan (3) memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anak.

Maka, hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran sesuai kebutuhan anak tunalaras diantaranya.

a. Mengingat kelainan tingkah laku ini banyak disebabkan oleh lingkungan maka penataan lingkungan merupakan salah satu pendekatan yang harus dilakukan oleh guru terutama dalam penataan ruang kelas.

b. Anak yang mengalami gangguan emosi dan tingkah laku bisa disebabkan oleh lingkungan sekitar, maka guru serta teman sangatlah penting dalam membantu mengelola interaksi anak tunalaras dalam melaksanakan kegiatan di sekolah.

c. Adanya perhatian khusus bagi guru serta pemahaman bagi teman dari anak tunalaras, apabila telah memahami maka akan mudah bagi guru dalam menyelsaikan masalah yang dialami anak tunalaras (Yusuf & Legowo, 2007: 230).

5. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Tunalaras

(57)

Garnida (2015: 122) pelaksanaan pembelajaran pada kelas inklusif bagi anak berkebutuhan khusus (termasuk anak tunalaras) antara lain.

a. Merencanakan Kegiatan Pembelajaran 1) Menetapkan tujuan

Tujuan yang ingin dicapai merupakan tahap awal dalam merencanakan kegiatan pembelajaran.

2) Merencanakan Pengelolaan Kelas

a) Menentukan penataan ruang kelas sesuai dengan tujuan pembelajaran.

b) Menentukan cara pengorganisasian anak agar setiap anak dapat terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.

3) Merencanakan Pengorganisasian Bahan a) Menetapkan bahan ajar yang akan diajarkan.

b) Menentukan bahan pengayaan serta bahan remidial untuk anak. 4) Merencanakan Pengelolaan Kegiatan Pembelajaran

a) Merumuskan tujuan pembelajaran. b) Menentukan metode mengajar.

c) Menentukan urutan/langkah-langkah mengajar(kegiatan pembukaan, kegiatan inti, kegiatan penutup).

5) Merencanakan penggunaan sumber belajar

a) Menentukan sumber bahan pelajaran misalnya buku paket, buku pelengkap. b) Menentukan sumber belajar misalnya globe, foto, benda asli, dan lainnya. 6) Merencanakan Penilaian

(58)

b) Membuat alat penilaian dengan menuliskan soal-soal. c) Menentukan tindak lanjut.

b. Melaksanakan Kegiatan Pembelajaran 1) Berkomunikasi dengan Peserta Didik a) Melakukan apersepsi.

b) Menjelaskan tujuan mengajar.

c) Menjelaskan isi/materi pembelajaran.

d) Mengklarifikasi penjelasan apabila ada anak yang belum paham. e) Menanggapi respon atau pertanyaan anak.

f) Menutup pembelajaran.

2) Mengimplementasikan Metode, Sumber Belajar, dan Bahan Latihan a) Menggunakan metode mengajar yang bervariasi.

b) Menggunakan berbagai sumber belajar.

c) Memberikan tugas/latihan dengan memperhatikan perbedaan individual. d) Menggunakan ekspresi lisan atau penjelasan tertulis yang dapat

mempermudah siswa memahami materi. 3) Mendorong Anak untuk Aktif

a) Memberi kesempatan kepada anak untuk terlibat secara aktif ,isalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberi tugas, atau berdiskusi.

b) Memberi penguatan kepada anak.

(59)

4) Mendemonstrasikan Penugasan Materi

a) Mendemonstrasikan penugasan secara meyakinkan dengan menggunakan media yang sesuai.

b) Menjelaskan hubungan materi dengan kehidupan.

5) Mengelola Waktu, Ruang, Bahan, dan Perlengkapan Pengajaran. a) Menggunakan waktu pembelajaran secara efektif.

b) Mengelola ruang kelas sesuai karakteristik anak dan tujuan pembelajaran. c) Menggunakan bahan pengajaran secara efisien.

d) Menggunakan perlengkapan pengajaran secara efektif dan efisien. 6) Mengelola Pembelajaran Kelompok yang Kooperatif

a) Pembelajaran langsung pada seluruh kelas. b) Pembelajaran individual.

c) Pembelajaran untuk kelompok kecil. d) Pembelajaran yang kooperatif. c. Melakukan Evaluasi

a) Melakukan penilaian selama proses kegiatan pembelajaran baik secara lisan, tertulis, maupun pengamatan.

b) Mengadakan tindak lanjut hasil penilaian.

(60)

a. Pengelolaan kegiatan kelas

Kegiatan kelas yang diatur akan membuat anak didik belajar lebih baik teratur dan terjadwal dengan baik. Mujis & David (2008: 117) menyatakan bahwa pengelolaan kelas/manajemen kelas erat kaitannya dengan cara mengatasi perilaku buruk peserta didik. Guru merancang kegiatan dalam kelas sehingga anak bersama guru akan sama-sama mematuhi dan melaksanakan kegiatan yang dirancang dengan baik. Smith (2009: 161) menyatakan bahwa sesuatu yang penting dalam keberhasilan inklusi bagi anak penyandang hambatan emosi dan perilaku di kelas reguler adalah sikap guru. Hal yang perlu dilakukan guru kelas melalui pengelolaan kelas agar anak berkebutuhan khusus dapat berhasil di sekolah inklusif yaitu guru menggunakan waktu pembelajaran sesuai jadwal, guru bersikap tanggap dalam memberikan bantuan kepada anak, dan menggunakan sedikit waktu dalam melakukan perpindahan dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya.

(61)

Mujis dan David (2008: 123) transisi atau peralihan perlu dilakukan secepat dan selancar mungkin, guru dapat menetapkan prosedur untuk peralihan pelajaran.

Mengelola kegiatan kelas menurut Tarmansyah (2007: 189) diantaranya mengatur tempat duduk dan membuat jadwal kelompok belajar. Menurut Evertson & Emmer (2011: 269), para siswa yang membutuhkan pengawasan yang lebih dekat atau lebih dari pada jumlah penjelasan yang biasanya sebaiknya didudukkan dibaris depan ruangan. Sedangkan menurut Depdiknas (Suharsimi, 2009: 151), pengaturan tempat duduk yang bervariasi seperti duduk berkelompok membentuk lingkaran atau duduk di bangku bersama-sama sehingga mereka dapat melihat satu sama lain.

Jadwal kelompok belajar juga merupakan salah satu kegiatan pengelolaan kelas dalam kelas inklusif. Pembagian kelompok belajar yang ideal akan membantu ABK dalam memahami materi dari teman sebaya. Kelompok yang ideal dimaksudkan bahwa dalam anggota kelompok terdapat anak yang memiliki kemampuan akademis yang baik, sedang, dan rendah. Adanya kelompok belajar juga akan melatih anak tunalaras dalam berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

b. Perencanaan Pembelajaran

(62)

hendaknya memfokuskan secara langsung pada berbagai sasaran pembelajaran yang diperoleh dari Program Pengajaran Individual (PPI). Menurut Mumpuniarti (2007: 77) idealnya semua anak berkebutuhan khusus dilayani dengan Program Pendidikan Individual (PPI), karena pada dasarnya setiap anak memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda secara individual. Secara garis besar PPI meliputi:

1) Deskripsi tingkat kemampuan anak 2) Tujuan umum dan tujuan khusus

3) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan yang terkait, termasuk seberapa besar anak dapat berperan serta dalam pendidikan di kelas biasa. 4) Tanggal dimulainya setiap program, termasuk perkiraan waktu selesai dan

evaluasinya.

5) Kriteria untuk menentukan ketercapaian tujuan.

Perencanaan pembelajaran bagi anak tunalaras dilakukan dengan membuat Program Pembelajaran Individual (PPI) yang disusun oleh guru kelas, guru bidang studi, psikolog atau psikiatris, orang tua, terapis dan pihak lain yang terkait dengan proses belajar-mengajar (Garnida, (2015: 111). Penyusunan PPI dilakukan diawal semester dan dievaluasi pada ssat program berakhir. PPI bersifat progresif dan fleksibel dengan memperhatikan penanganan yang paling sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak. Merencanakan kegiatan pembelajaran diantaranya yaitu.

1) Menetapkan tujuan.

(63)

2) Merencanakan pengorganisasian bahan ajar: menetapkan pokok bahasan, menentukan bahan pengayaan serta bahan remidi.

3) Merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran: merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan metode mengajar, menentukan media pembelajaran, menentukan urutan/langkah-langkah mengajar (kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup).

4) Merencanakan penggunaan sumber belajar: menentukan sumber bahan ajar, menentukan sumber belajar.

5) Merencanakan penilaian: menentukan bentuk penilaian, membuat alat penilaian, menentukan tindak lanjut.

c. Pelaksanaan Pembelajaran 1) Kegiatan awal

a) Melakukan apersepsi.

Triani & Amir (2013: 27-28), cara memulai pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus salah satunya selalu didahului dengan apersepsi atau mengkaitkan konsep yang sudah dipahami oleh anak sebelumnya.

b) Memberikan motivasi anak tunalaras.

Menurut Marno & Idrus (2010: 83), menimbulkan motivasi ketika pembelajaran berlangsung dapat dilakukan dengan cara bersemangat dan antusias yang tinggi, menimbulkan rasa ingin tau, mengemukakan ide yang bertentangan, serta memperhatikan dan memanfaatkan hal yang menjadi perhatian anak didik.

(64)

a) Kegiatan pembelajaran.

b) Menggunakan metode pembelajaran yang efektif.

Sagala (2010: 201) menjelaskan bahwa hal yang penting dalam metode ialah bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai.

c) Menggunakan media.

Pemilihan media pembelajaran yang tepat bagi anak tunalaras menurut Meimulyani & Caryoto (2013: 85) yaitu media yang digunakan untuk permainan misalnya ular tangga, puzzle, sedangkan media lain berupa dongeng.

d) Teknik mengajukan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan. 3) Kegiatan penutup

a) Menyimpulkan materi pembelajaran dengan anak tunalaras. b) Melakukan evaluasi.

c) Memberikan tindak lanjut kepada anak tunalaras (memberikan pekerjaan rumah, diminta belajar di rumah, diminta belajar kelompok, dan lainnya). d. Evaluasi dan Tindak Lanjut

1) Menganalisis evaluasi anak tunalaras.

2) Mengadakan tindak lanjut hasil evaluasi anak tunalaras dengan melakukan remidial ataupun pengayaan.

(65)

satu strategi efektif yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran ABK salah satunya adalah program remidial.

3) Melaksanakan program bimbingan khusus kepada anak tunalaras atau pemberian jam tambahan.

Kustawan (2013: 151) menyatakan bahwa anak didik berkebutuhan khusus memerlukan tambahan waktu dalam mengerjakan ulangan, ujian, tes, dan tugas lain.

Anak tunalaras hakikatnya adalah anak yang memiliki hambatan perilaku sosial dan emosi. Dalam pelaksanaan pembelajaran terhadap anak tunalaras guru juga harus mampu melakukan pendekatan secara emosional kepada anak tunalaras. Hal ini dapat dilakukan guru dengan menciptakan interaksi antar pribadi diantaranya guru dapat memberikan penghargaan (reward), memberikan apresiasi berupa pujian, memberikan bimbingan khusus anak tunalaras, memberikan dorongan kepada anak untuk semangat belajar, serta membantu anak untuk berinteraksi dengan temannya atau guru. Hidayat dan Wawan (2013: 90), memberikan suatu pujian terhadap hasil karya anak juga akan membentu perasaan anak menjadi bahagia sehingga mengurangi beban anak.

(66)

orang tua anak yang berkebutuhan. Orang tua dapat memantau perkembangan anak tunalaras dalam kegiatannya di rumah. Selain guru dan orang tua, sekolah juga harus melakukan kerjasama dengan orang tua dan masyarakat dalam menangani anak tunalaras.

Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran diatas, agar pelaksanaan pembelajaran anak tunalaras dapat dilaksanakan dengan baik, maka peneliti menyimpulkan pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras sebagai berikut.

1. Pengelolaan kegiatan kelas

a. Pengaturan tempat duduk anak tunalaras.

b. Pembuatan jadwal kelompok belajar anak tunalaras. 2. Perencanaan Pembelajaran

a. Perumusan tujuan khusus bagi anak tunalaras. b. Merencanakan bahan ajar bagi anak tunalaras. c. Menentukan metode mengajar bagi anak tunalaras. d. Menentukan media pembelajaran bagi anak tunalaras. e. Merencanakan format penilaian bagi anak tunalaras. 3. Pelaksanaan Pembelajaran

a. Kegiatan awal

1) Melakukan apersepsi.

2) Memberikan motivasi anak tunalaras.

(67)

1) Kegiatan pembelajaran bagi anak tunalaras. 2) Pembagian kelompok dalam pembelajaran. 3) Menggunakan metode pembelajaran yang efektif. 4) Menggunakan media bagi anak tunalaras.

5) Teknik mengajukan pertanyaan dan menanggapi pertanyaan. c. Kegiatan penutup

1) Menyimpulkan materi pembelajaran dengan anak tunalaras. 2) Melakukan evaluasi/penilaian.

3) Memberikan tindak lanjut kepada anak tunalaras (memberikan pekerjaan rumah, diminta belajar di rumah, diminta belajar kelompok, dll).

4. Evaluasi dan Tindak Lanjut

a. Menganalisis evaluasi dan mengadakan tindak lanjut hasil evaluasi anak tunalaras dengan melakukan remidial ataupun pengayaan anak tunalaras. b. Melaksanakan program bimbingan khusus kepada anak tunalaras.

c. Interaksi antar pribadi dengan anak tunalaras.

D. Karakteristik Anak Sekolah Dasar Kelas III

(68)

Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua fase yaitu fase kelas rendah yang berlangsung antara usia 6-10 tahun, biasanya duduk di kelas 1-3 dan fase kelas tinggi yang berlangsung antara usia 10-13 tahun, biasanya duduk di kelas 4,5, dan 6. Adapun ciri-ciri anak pada masa kelas rendah terutama kelas 3 sekolah dasar yaitu.

1. Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah. 2. Suka memuji diri sendiri.

3. Kalau tidak dapat menyelsaikan suatu tugas atau pekerjaan, maka itu dianggap tidak penting.

4. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.

5. Suka meremehkan orang lain.

6. Kemampuan untuk mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan.

7. Hal yang bersifat konkrit lebih mudah dipahami daripada yang abstrak.

8. Kehidupannya adalah bermain, sehingga anak belum jelas dalam membedakan mana yang bermain dan mana yang belajar (Izzaty, 2013:114-115).

E. Hasil Penelitian yang Relevan

(69)

1. Penelitian dengan judul Pelaksanaan Pembelajaran bagi Anak Tunalaras di SD Inklusi Bangunrejo II Yogyakarta, dilakukan oleh Andini Kusuma pada tahun 2012 sebagai penelitian skripsi dari Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil penelitian berupa analisis pelaksanaan pembelajaran dari segi tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, langkah- langkah pembelajaran, dan strategi pembelajaran. Secara garis besar penelitian ini mengarah kepada bagaimana cara guru melaksanakan pembelajaran bagi anak tunalaras dimulai dari perencanaan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran.

2. Penelitian dengan judul Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Kelas 6 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tunalaras Bhina Putera Banjarsari Surakarta, dilakukan oleh Vina Rias Teguh Rahayu pada tahun 2014 sebagai penelitian skripsi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian berupa deskripsi mengenai penggunaan metode pembelajaran yang digunakan guru bagi anak tunalaras bervariasi, penggunaan metode disesuaikan dengan materi yang disampaikan. Penelitian ini mengacu pada metode dalam pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras.

(70)

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Vina Rias Teguh Rahayu dengan penelitian ini adalah pada penelitian Vina Rias Teguh Rahayu hanya memfokuskan pada metode pembelajaran yang masuk dalam kegiatan pelaksanaan pembelajaran anak tunalaras saja.

F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka, pertanyaan penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tunalaras kelas III di sekolah inklusi SD Negeri Margosari yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana pengelolaan kegiatan kelas untuk anak tunalaras di sekolah inklusi SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo? 2. Bagaimana perencanaan pembelajaran bagi anak tunalaras di sekolah inklusi

SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo?

3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran bagi anak tunalaras di sekolah inklusi SD Negeri Margosari Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo?

Gambar

Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Gambar 1. Langkah-langkah analisis data menurut Milles dan Huberman (Sugiyono, 2011: 247)
Gambar 2. Display Data Hasil Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

The proof for horizontal slices is easy: at the bottom of the cube (finest detail, largest scale) the input was already a valid planar partition, every generalization operation

Although the scanning technique existed in English reading comprehension activities, ninth grade students of SMP BOPKRI 10 Yogyakarta did not implement effective and efficient

2) peserta harus memiliki surat izin untuk menjalankan kegiatan/usaha perdagangan dengan kualifikasi Kecil, sub Jasa Angkutan. 3) perusahaan yang bersangkutan dan

Hal ini dilihat berdasarkan hasil penurunan tanahnya sebesar 0,0226 m dengan daya dukung ultimate sebesar 2476,283 kN, dengan jumlah tiang sebanyak 215 tiang dan estimasi biaya

(2012) Teaching writing skills based on a genre approach to L2 primary.. school students: An

Dengan demikian maka hipotesis Ho ditolak dan terima Ha yang menyatakan bahwa “terdapat hubungan yang segnifikan antara sumber daya alam dengan pertumbuhan ekonomi pada usaha

Dengan konsep strategi yang dihasil- kan dalam penelitian ini maka diharapkan akan memberikan paradigma baru dalam dimensi kehidupan seni pertunjukan dan dimensi industri

Sedangkan untuk pelat lantai basement 2 digunakan tebal 350 mm dengan tulangan D16-150 untuk arah x dan y, dipasang menerus atas dan