• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Choi et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul An Analysis of

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Choi et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul An Analysis of"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

8

Choi et al. (2013) melakukan penelitian dengan judul “An Analysis of Australian Company Carbon Emission Disclosures”, dimana objek penelitian mereka adalah 100 perusahaan besar yang terdaftar di Bursa Efek Australia Tahun 2006-2008. Hasil Pengukuran emisi karbon yang digunakan merupakan check list yang index emisi karbon yang diperoleh dari CDP (Carbon Disclosure Project). Penelitian ini menemukan bahwa profitabilitas, tingkat emisi karbon perusahaan, ukuran perusahaan, dan kualitas corporate governance merupakan pendorong utama untuk menentukan tingkat sukarela pengungkapan emisi karbon. Adapun tipe industri yang diukur menggunakan variabel dummy juga menunjukkan pengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon.

Cahya (2016) melakukan penelitian dengan judul “Carbon Emission

Disclosure: Ditinjau dari Media Exposure, Kinerja Lingkungan, dan

Karakteristik Perusahaan Go Public Berbasis Syariah di Indonesia”, dimana

objek penelitian yang digunakan adalah 35 perusahaan yang terdaftar di JII

(Jakarta Islamic Index). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya

karakteristik perusahaan dalam bentuk profitabilitas yang mempunyai

pengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon perusahaan,

sedangkan media exposure, kinerja lingkungan, karakteristik perusahaan

berupa tipe industri dan ukuran perusahaan memiliki pengaruh negatif

terhadap pengungkapan emisi karbon perusahaan.

(2)

Irwhantoko (2016) melakukan penelitian dengan judul “Carbon Emission Disclosure: Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, dimana objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2013. Faktor-faktor yang dijadikan sebagai variabel independen terkait dengan pengaruhnya dengan pengungkapan emisi karbon pada perusahaan manufaktur di Indonesia, meliputi ukuran perusahaan, profitabilitas, kompetisi, pertumbuhan, rasio utang pada ekuitas, dan reputasi Kantor Akuntan Publik. Dari 19 perusahaan yang diteliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya rasio utang pada ekuitas yang memiliki pengaruh signifikan negatif. Sementara variabel lainnya, berupa ukuran perusahaan, profitabilitas, kompetisi, pertumbuhan, dan reputasi Kantor Akuntan Publik tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap pengungkapan emisi karbon.

Pratiwi dan Sari (2016) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Tipe Industri, Media Exposure dan Profitabilitas terhadap Carbon Emission

Disclosure”, dimana objek penelitian yang digunakan adalah perusahaan non

industri jasa yang terdaftar di BEI selama tahun 2012-2014. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hanya tipe industri yang memiliki pengaruh positif

terhadap pengungkapan emisi karbon, sedangkan media exposure dan

profitabilitas dinilai tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan emisi

karbon.

(3)

B. Teori dan Kajian Pustaka 1. Teori Legitimasi

Kementrian Lingkungan Hidup (2013) telah menyebutkan bahwa salah satu faktor utama yang berpartisipasi dalam kerusakaan alam adalah pelaku industri. Hal ini disebabkan penggunaan bahan baku yang mengandung zat kimia yang menyebabkan pemprosesan bahan baku tersebut mengeluarkan berbagai macam zat kimia dan emisi yang berpotensi mencemari lingkungan.

Laporan pertanggungjawaban lingkungan yang didalamnya memuat pengungkapan emisi karbon merupakan salah satu upaya bagi perusahaan untuk melaporkan aktivitas perusahaannya dalam rangka mengeksplorasi, mengendalikan, serta menjaga alam dan lingkungan.

Infromasi pengungkapan emisi karbon dalam laporan pertanggungjawaban lingkungan diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi perusahaan (Anggraeni, 2015).

Teori legitimasi merupakan suatu konsep hubungan antara perusahaan dan lingkungannya. Teori legitimasi mendorong perusahaan untuk melakukan tanggungjawab terhadap lingkungannya agar terlihat legitimate dimata masyarakat (Cahya, 2016).

Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan teori legitimasi sebagai

suatu cara bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan

tanggungjawab sosial dalam upayanya untuk memperoleh legitimasi

dari masyarakat dan pemangku kepentingan, serta untuk

memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang.

(4)

Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa teori legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan memperhatikan lingkungan.

Teori legitimasi mendasari perusahaan atau suatu entitas organisasi untuk terus berusaha dalam memastikan bahwa mereka dianggap beroperasi dalam batas dan norma-norma dalam masyarakat.

Mereka berusaha untuk memastikan bahwa pemangku kepentingan menganggap aktivitas mereka sebagai legitimasi (Pratiwi dan Sari, 2016).

Suaryana (2011) mengatakan bahwa kontrak sosial merupakan dasar perusahaan dari teori legitimasi. Kontrak tersebut melibatkan perusahaan dan masyarakat disekitar lingkungan perusahaan. Dalam menciptakan laba, pengungkapan sukarela merupakan salah satu upaya perusahaan untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat sekitarnya, sehingga ketika legitimasi telah diperoleh, maka perusahaan dapat terus menjalankan aktivitas bisnisnya karena dianggap telah memperhatikan norma dan nilai sosial yang berlaku.

Legitimasi menjadi ancaman bagi perusahaan, sehingga

perusahaan merasa memiliki tanggungjawab yang besar untuk

memberikan informasi yang lebih luas dalam laporan tahunannya.

(5)

Carbon emission disclosure merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk membangun, mempertahankan, dan melegitimasi kontribusi perusahaan dalam dari sisi tanggungjawab terhadap lingkungan.

2. Carbon Accounting

Wijayanti (2011) mendefinisikan Carbon Accounting sebagai sebuah proses perhitungan banyaknya karbon yang dikeluarkan proses industri, penetapan target pengurangan, pembentukan sistem dan program untuk mengatasi emisi karbon, dan pelaporan perkembangan program tersebut.

Secara singkat Warren (2008) mendefiniskan Carbon Accounting sebagai suatu proses pengukuran emisi karbon yang dihasilkan perusahaan dan penentuan target pengurangan emisi.

Wijayanti (2011) mengatakan bahwa tujuan utama penerapan carbon accounting ini sendiri adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur tentang pengungkapan emisi karbon untuk setiap pelaku industri di dunia, dimana Indonesia masih termasuk golongan Negara yang tidak diwajibkan dalam melakukan pelaporan emisi karbon.

Perusahaan yang mengimplementasikan carbon accounting

biasanya membuat pelaporan carbon accounting sebagai bagian dari

biaya perusahaan dan masuk ke dalam voluntary disclosure. Dimana

dalam pelaporan tersebut menggolongkan biaya-biayanya menjadi

biaya pencegahan, biaya pendeteksian, biaya kegagalan internal, dan

biaya kegagalan eksternal. Melalui pelaporan tersebut, perusahaan

(6)

berharap stakeholder dapat menilai pertanggungjawaban perusahaan terkait dengan kepedulian terhadap lingkungannya khususnya dalam mengurangi gas rumah kaca. (Wijayanti, 2011).

Wijayanti (2011) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa penerapan carbon accounting memiliki manfaat yang besar bagi perusahaan, yaitu dapat meningkatkan penjualan produk dan mendapatkan kepercayaan investor, serta kreditor dari pandangan positif yang dihasilkan konsumen terhadap perusahaan dalam penerapan carbon accounting, selanjutnya perusahaan dapat melakukan pengembangan usaha atas bantuan permodalan dari investor dan kreditor, serta penerapan carbon accounting dapat dimasukkan menjadi bagian CSR sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan.

3. Emisi Karbon

Ecolife (2011) mendefinisikan emisi karbon sebagai gas-gas yang mengandung karbon yang dilepaskan ke lapisan atmosfer bumi.

Pelepasan ini disebabkan adanya proses pembakaran terhadap karbon.

Emisi karbon sangat dikaitkan dengan kontributor utama dalam

perubahan iklim khususnya sebagai penyebab utama terbentuknya gas

rumah kaca di udara. Protocol Kyoto menyepakati bahwa senyawa-

senyawa yang dapat digolongkan dalam gas rumah kaca adalah

karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitroga oksida (N2O). chloro-

flouro-carbon (CFC), hidro-flouro-carbon (HFCs), dan sulfur

heksafluorida (SF) (United Nation, 1998).

(7)

Martinez (2013) menyatakan bahwa berdasarkan sumbernya, emisi karbon dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gas rumah kaca alami dan gas rumah kaca industri. Gas rumah kaca alami adalah gas yang dihasilkan dari adanya siklus alamiah dan dapat dinetralisir oleh tumbuhan dan lautan, gas ini dapat menguntungkan makhluk hidup karena bermanfaat untuk menjaga suhu bumi agar tetap pada kisaran 6°C. Sedangkan gas rumah kaca industri adalah gas yang berasal dari kegiatan industrial yang membuat kadar karbon dioksida diudara menjadi lebih padat sehingga alam tidak dapat menyerap seluruh karbon dioksida yang tersedia dan terjadilah kelebihan karbon.

Kementrian Lingkungan Hidup (2013) mengatakan bahwa CO2 merupakan gas rumah kaca yang paling banyak menyumbangkan gasnya dalam pemanasan global. Pelepasan CO2 mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan terjadinya penningkatan pembakaran bahan bakar minyak yang melampaui kemampunya tumbuhan untuk menyerap gas CO2.

Dalam hal ini, perusahaan diharapkan dapat melakukan kegiatan pengungkapan emisi karbon atas aktivitas mereka sebagai salah satu upaya pertanggungjawaban terhadap lingkungan dan mengurangi efek negative dalam perubahan iklim.

4. Carbon Emission Disclosure

Perusahaan dituntut untuk lebih terbuka terhadap informasi

khusunya terkait dengan bentuk pertanggungjawaban perusahaan

(8)

terhadap lingkungan. Hal ini untuk memperlihatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan.

Terkait dengan pengungkapan emisi karbon, perusahaan Indonesia mengungkapankannya dalam voluntary disclosure karena Indonesia masih berada dalam Negara yang tidak diwajibkan oleh Protokol Kyoto untuk melakukan pelaporan emisi karbon. Voluntary Disclosure merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dianggap relevan oleh para pengguna laporan keuangan.

Penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan yang telah dikembangkan oleh Choi et al. (2013) yang didesain berdasarkan kontruksi dari faktor-faktor yang teridentifikasi dalam information request sheet yang telah dikembangkan oleh CDP (Carbon Disclosure Project). Choi et al. (2013) menyebutkan bahwa CDP merupakan lembaga independen non-profit yang menyediakan informasi tentang perubahan iklim di dunia dan memiliki 3000 organisasi di 60 negara.

Berikut ini tabel 2.1 merupakan indeks yang digunakan dalam

penelitian ini.

(9)

Tabel 2.1

Indeks Pengungkapan Emisi Karbon

Kategori Item

Climate Change: Risiko dan Peluang

CC-1: Penilaian/deksripsi terhadap risiko (peraturan atau regulasi baik khusus maupun umum) dan tindakan yang diambil untuk mengelola risiko tersebut.

CC-2: Penilaian/deskripsi saat ini (dan masa depan) dari implikasi keuangan, bisnis, dan peluang dari perubahan iklim.

Green House Accounting

GHG-1: Deksripsi metodologi yang digunakan untuk menghitung emisi gas rumah kaca (mis., GHG Protokol atau ISO).

GHG-2: Keberadaan verifikasi eksternal kuantitas emisi GRK oleh siapa dan atas dasar apa.

GHG-3: Total emisi gas rumah kaca (metric tin CO2-e) yang dihasilkan.

GHG-4: Pengungkapan scope 1 dan 2 atau scope 3 emisi GRK langsung.

GHG-5: Pengungkapan emisi GRK berdasarkan asal dan sumbernya. (mis., batu bara, listrik, dll.).

GHG-6: Pengungkapan emisi GRK berdasarkan fasilitas atau segmen.

GHG-7: Perbandingan emisi GRK dengan tahun-tahun sebelumnya.

Energy Consumption Accounting

EC-1: Jumlah energy yang dikonsumsi (mis., tera-joule, PETA-joule).

EC-2: Kuantifikasi energy yang digunakan dari sumber daya yang dapat diperbaharui.

EC-3: Pengungkapan menurut jenis, fasilitas, dan segmen.

GHG Reduction and Cost

RC-1: Detail/rincian dari rencana atau strategi untuk mengurangi emisi GRK.

RC-2: Spesifikasi dari target tingkat/level dan tahun pengurangan emisi GRK.

RC-3: Pengurangan emisi dan biaya atau tabungan (cost or savings) yang dicapai saat ini sebagai akibat dari rencana pengurangan emisi karbon.

RC-4: Biaya emisi masa depan yang diperhitungkan Carbon

Emission Accountability

AEC-1: Indikasi dimana dewan komite (atau badan eksekutif lainnya) memiliki tanggung jawab atas tindakan yang berkaitan dengan perubahan iklim.

AEC-2: Deskripsi mekanisme dimana dewan (atau badan eksekutif lainnya) meninjau kemajuan perusahaan mengenai perubahan iklim.

Sumber: (Choi et al., 2013)

(10)

Pada kategori kedua poin ke empat (GHG-4) tabel 2.1 disebutkan mengenai scope 1, 2, dan 3. Scope tersebut menjelaskan tentang sumber emisi perusahaan apakah secara langsung atau tidak langsung.

Scope 1 merupakan Emisi GRK Langsung yang terdiri atas emisi yang terjadi dari sumber atau dikendalikan oleh perusahaan, misalnya emisi dari pembakaran bolier, tungku, dan kendaraan yang dimiliki perusahaan, lalu emisi CO2 langsung dari pembakaran biomassa tidak dimasukkan dalam scope 1 tetapi dilaporkan secara terpisah. Emisi GRK yang tidak terdapat pada Protocol Kyoto sebaiknya dilaporkan terpisah.

Scope 2 merupakan Emisi GRK secara tidak langsung yang berasal dari listrik yang terdiri atas pembangkit listrik yang dibeli atau dikonsumsi oleh perusahaan dan secara fisik terjadi pada fasilitas dimana listrik dihasilkan.

Scope 3 merupakan Emisi GRK tidak langsung lainnya yang

terdiri atas konsekuensi dari kegiatan perusahaan, tetapi terjadi dari

sumber yang tidak dimiliki dan dikendalikan oleh perusahaan, misalnya

kegiatan ekstraksi dan produksi bahan baku yang dibeli, transportasi

dari bahan baku yang dibeli, transportasi dari bahan bakar yang dibeli,

dan penggunaan produk dan jasa yang tidak dijual. (Choi et al., 2013)

(11)

C. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Carbon Emission Disclosure

Stanny dan Ely (2008) berpendapat bahwa perusahan berskala besar memiliki tingkat pengawasan dari masyarakat yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berskala kecil sehingga memiliki tingkat kewajiban yang tinggi dalam melakukan carbon emission disclosure.

Mendukung pendapat diatas, Lorenzo et al. (2009) mengatakan bahwa perusahaan berskala besar mendapat perhatian lebih dari media massa, opini publik, dan pemerintah, yang mendorong mereka untuk mengungkapkan lebih banyak informasi tentang emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan.

Penelitian yang dilakukan Wang et al. (2013) juga berpendapat bahwa perusahaan besar memiliki informasi yang lebih luas karena memiliki sumber daya yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan dalam skala kecil, selain itu perusahaan berskala besar juga memperoleh perhatian lebih dari masyarakat dan pemerintah.

Choi et al. (2013) berpendapat bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon oleh

perusahaan, menurutnya perusahaan yang dianggap besar memiliki

tingkat kewajiban yang tinggi dalam melaporkan emisi karbon yang

(12)

mereka hasilkan untuk menunjukkan visibilitas mereka dan memperoleh legitimasi pihak ketiga.

Selanjutnya, Jannah dan Muid (2014) juga berpendapat bahwa berpengaruhnya ukuran perusahaan terhadap carbon emission disclosure mendukung teori legitimasi yang menuntut perusahaan berskala besar untuk meningkatkan respon mereka kepada lingkungan, yaitu dengan memberikan pengungkapan sukarela yang berkualitas.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Prafitri dan Zulaikha (2016) yang menemukan bahwa perusahaan dengan skala yang besar lebih terbuka untuk umum sehingga memperoleh pengawasan dari pemerintah dalam melakukan pengungkapan secara sukarela. Selain itu, dengan skala yang besar, perusahaan lebih memiliki kemungkinan yang besar dalam melakukan kegiatan yang mempengaruhi lingkungan, sehingga semakin memperbesar tuntutan perusahaan dalam melakukan carbon emission disclosure/

Dari pendapat-pendapat tersebut, peneliti mengambil hipotesis

bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan

emisi karbon. Hipotesis ini selain didasarkan pada hasil penelitian

terdahulu, hipotesis ini juga didasarkan dari anggapan peneliti bahwa

perusahaan berskala besar memiliki tingkat kewajiban yang tinggi

dalam menyediakan informasi kepada pihak eksternal. Sehingga, antara

perusahaan yang berskala besar dan perusahaan berskala kecil potensi

(13)

untuk menyediakan informasi mengenai emisi karbon lebih mungkin dilakukan oleh perusahaan yang berskala besar.

H

1

: Ukuran Perusahaan Berpengaruh Positif Terhadap Carbon Emission Disclosure pada Perusahaan Non Jasa yang Terdaftar di BEI Tahun 2017.

2. Pengaruh Tingkat Profitabilitas Perusahaan terhadap Carbon Emission Disclosure

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al. (2012) mengatakan bahwa tujuan utama suatu perusahaan adalah untuk mengamankan pengembalian ekonomi kepada pemangku kepentingan dan keputusan perusahaan dalam melakukan pengungkapan sukarela memiliki kontribusi secara tidak langsung kepada perusahaan terkait dengan perolehan pendapatan. Perusahaan yang memiliki profitabilitas yang rendah, akan memiliki fokus yang lebih kepada tuntutan ekonomi dibandingkan dengan melakukan pengungkapan sukarela.

Choi et al. (2013) mengatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi dianggap memiliki kemampuan dalam hal finansial untuk membayar kebutuhan sumber daya akan pembuatan laporan sukalera terkait dengan pelaporan emisi karbon. Hal ini didasarkan dari anggapan bahwa profitabilitas seringkali dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan tanggung jawab lingkungannya.

Penelitian Luo et al. (2013) menemukan bahwa profitabilitas

cenderung menjadi faktor penghambat untuk melakukan carbon

(14)

emission disclosure, dengan demikian tingkat profitabilitas memainkan peran penting dalam keputusan untuk melakukan pengungkapan karena dibatasi oleh kegiatan pendanaan.

Adapun hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Jannah dan Muid (2014) menunjukkan bahwa berpengaruhnya profitabilitas terhadap carbon emission disclosure mendukung teori legitimasi, dimana perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan melakukan pengungkapan sehingga dapat memberikan sinyal bahwa mereka dapat bertindak dengan baik atas tekanan lingkungan dan secara efektif dapat menyelesaikan masalah lingkungan dengan baik.

Penelitian-penelitian diatas juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Cahya (2016), yang menemukan bahwa tingkat profitabilitas suatu perusahaan berkaitan dengan keefektifan manajemen dalam mengatur keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, sehingga perusahaan akan berusaha untuk memberikan informasi yang lebih baik dan lengkap kepada investor dan masyarakat salah satunya dengan melakukan carbon emission disclosure.

Dari pendapat-pendapat tersebut, peneliti dapat mengambil

hipotesis bahwa tingkat profitabilitas perusahaan berpengaruh positif

terhadap pengungkapan emisi karbon. Selain didasari oleh hasil

penelitian terdahulu, hipotesis ini juga didasarkan dari anggapan

peneliti bahwa semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan semakin

(15)

meningkat pula kemampuan perusahaan dalam menyediakan sumber daya yang dibutuhkan dalam menyediakan informasi laporan sukarela mereka khususnya terkait pengungkapan emisi karbon perusahaan tersebut.

H

2

: Tingkat Profitabilitas Perusahaan Berpengaruh Positif Terhadap Carbon Emmision Disclosure pada Perusahaan Non Jasa yang Terdaftar di BEI Tahun 2017.

3. Pengaruh Kinerja Lingkungan terhadap Carbon Emission Disclosure

Dalam teori legitimasi, perusahaan melakukan pengungkapan lingkungan agar bisa memperoleh citra yang baik dari masyarakat.

Penelitian Clarkson et al. (2008) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik akan lebih proaktif dalam melakukan pengungkapan lingkungan. Pengungkapan lingkungan dengan tingkat kinerja lingkungan yang baik dianggap sebagai good news bagi masyarakat dan stakeholder. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dawkins dan Fraas (2011), yang menyebutkan bahwa kinerja lingkungan mempunyai hubungan positif dengan pengungkapan lingkungan, khususnya pengungkapan emisi karbon.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Prafitri dan Zulaikha

(2016) menemukan bahwa berpengaruhnya kinerja lingkungan

terhadap carbon emission disclosure mendukung teori legitimasi,

(16)

dimana perusahaan yang melakukan pengungkapan lingkungan, khususnya carbon emission disclosure, berusaha untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat agar bisa memberikan dukungan kepada perusahaan.

Dari pendapat tersebut, peneliti dapat mengambil hipotesis bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap pengungkapan emisi karbon. Hal ini didasarkan dari anggapan bahwa perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik akan cenderung melakukan pengungkapan emisi karbon yang lebih luas dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang buruk.

H

3

: Kinerja Lingkungan Berpengaruh Positif terhadap Carbon

Emmission Disclosure pada Perusahaan Non Jasa yang

Terdaftar di BEI Tahun 2017.

(17)

24

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari definisi oleh beberapa ahli diatas, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan manajer untuk merekayasa angka-

Dari analisis yang telah dilakukan penelitian ini menunjukkan hasil bahwa, modal, dan lama usaha berpengaruh pada pendapatan pedagang kaki lima (PKL).. Relevansi dari beberapa

Terdapat lima tahap dari proses keputusan pembelian yang dikembangkan oleh (Kotler & Keller, 2016). 1) Pengenalan masalah : Proses keputusan pembelian diawali dengan

Untuk menciptakan intention to stay yang tinggi pada karyawan, maka perusahaan harus mampu memberikan apa yang dibutuhkan karyawan supaya minat tetap tinggal dalam perusahaan

Kepemilikan institusional yang tinggi dianggap mampu mendorong pengawasan yang lebih optimal dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer, sehingga akan dapat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa leverage berpengaruh negatif tidak signifikan yang disebabkan nilai utang perusahaan tidak didominasi kurs valuta asing sedangkan

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional akan dianggap sebagai salah satu faktor positif yang akan memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah

Dari kerangka pemikiran diatas dapat disimpulkan bahwa Dana Pihak Ketiga berpengaruh terhadap pembiayaan yang disalurkan, karena dana yang dihimpun dari masyarakat