• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNISASI KURIKULUM PESANTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODERNISASI KURIKULUM PESANTREN"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Ismania Choirunnisa NIM 1110018200067

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepadatakultas Irmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan (s. pd) OIeh:

Ismania Choirunnisa

NiP. 19460323 196512 1 rJOl

Dosen Pernbirnbing

iI

NIP. i9710319 199803 2 001

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBtrYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2076 [9 Dibawah Birnbingan Dosenpembimbing tr Dr. Surtrin. MlA

(3)

PP Himmatul Aliyah, Depok)" diajukan kepada Fakulta! Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus Ujian Munaqosah pada tanggal 8 Maret 2016 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis memperoleh gelar S.Pd dalam bidang Manajemen Pendidikan.

Jakarta, 29 Maret 2016 Panitia Ujian N{unaqosah

Ketua panitia (keiua jurusan)

D-L

Hary:t!

q v--aa-M--P-d

NIP. 19661C09 199303 1 004

S ekretari s i S ekretaris Jur'.rs rui)

Teliiciilrn. l"{. Pcl NiP. I 9ti3 I 205 201 1 01 1 005 Pengrr.ii I ]]rl_t'4lt!,{S4 N4, N4. Pd

liiP.

l965c7ii

199403 1 00s Penguji II Takiddin. M. Pd. NIP. 19831206 201101 1 005 tanggal 6

fr

to,.4

*"t

C

(4)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

Tempat/Tgl.Lahir NIM Jurusan / Prodi Judul Skripsi Ismania Choirunnisa Tangeran g I 03 - April- I 9 92 1 1 1001 8200067

Il,Ianaj emen Pend idikan

MODERNISASI KURIKULUM PESANTREN (Studi Kasus Pada MTs PP Himmatul Aliyah, Depok)

Dosen Pembimbing : 1. Prof. Dr. Husni Rahim

2. Dr. Sururin. IV{.A

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yailg saya buat benar-benar h;.rsil karya sencljri dan saya bertairggultg.f arvab sccara akademrs aras apa

1,ang sa_.,,a tulis"

Pernyataa, ini dibuat sebagai saiah satu sya,at menempuh ujian Munaclasyah.

Jakarta,29 l;4.arct2016 Mahasisrva )Ibs.

I

Ismania Choirunnisa NIM. 1110018200067

(5)

i

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh modernisasi terhadap kurikulum di pondok pesantren Himmatul Aliyah studi kasus pada MTs Himmatul Aliyah. pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yaitu untuk menggambarkan, memaparkan, dan mengungkapkan hasil peneltian mengenai bagaimana pengaruh modernisasi kurikulum pesantren studi kasus pada MTs Himmatul Aliyah, Depok. Hasil penelitian menunjukan bahwa: pertama, proses modernisasi dilakukan pada bidang pendidikanhasil dari adanya modernisasi kurikulum pesantren dapat dilihat dari lulusan santrinya yang berkualitas. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar memilih meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi dan sisanya ada yang di amanatkan oleh pak kyai untuk mengajar di pesantren tersebut. Untuk pemillihan pengajar baik dari pesantren maupun sekolah semua harus melalu persetujuan pak kyai dengan kriteria calon guru tersebut dapat memahami dan menguasai kitab kuning bagi ustadz atau guru agama. Modernisasi kurikulum terhadap pesantren memberikan respon positive dikalangan masyarakat, respon yang positif itu karena pesantren memadukan ciri khas pesantren yang masih berfokus pada kitab kuning, mempelajari kitab kuning disana masih menjadi keharusan dari pada mempelajari kitab putih dan pelajaran kitab lainnya. kedua, kurangnya sosialisasi pihak sekolah dengan guru tentang materi yang diajarkan, kurangnya perlengkapan penunjang KBM.

(6)

ii curriculum.

This study aims to find out how the modernization of the curriculum in Himmatul Aliyah boarding school case study in MTs Himmatul Aliyah. the approach used in this study is a qualitative approach with descriptive method to describe, explain, and revealed the results of a study on how pesantren curriculum modernization case studies on MTs Himmatul Aliyah, Depok.

The results showed that: first, the modernization process is done in the field of modernization pendidikan hasil pesantren curriculum can be seen from santrinya qualified graduates. This is evidenced by most choose to go on to a higher level and remaining there in the pack mandated by clerics to teach at the school. To pemillihan good teachers from the school and all schools must through the pack clerics approval criteria that prospective teachers can understand and master the yellow book for the cleric or religious teachers. Modernization of the curriculum of the schools give a positive response among the public, a positive response was due to boarding schools combines the hallmark of which is still focused on the yellow book, studying the yellow book there is still a requirement of the white and lessons learned in the other books. second, lack of socialization of the school and the teachers on the material being taught, lack of supporting tools KBM.

(7)

iii

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarakatuh.

Tiada kata yang patut kami haturkan kecuali seluruh puja dan puji syukur sedalam-dalamnya kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat hidyah kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “MODERNISASI KURIKULUM PESANTREN(studi kasus MTS PP Himmatul Aliyah, Depok)”.

Shalawat serta salam yang terindah penulis persembahkan kepada junjungan besar seluruh umat Islam dunia Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman, penyempurnaan ajaran, yang telah berhasil merubah tatanan dunia kejahiliahan menuju dunia peradaban yaitu Islam.

Di balik penyelesaian skripsi ini, tak tersembunyikan rasa terima kasih penulis kepada seluruh pihak yang telah memberikan semangat dan dukungan yang tidak dapat di ungkapkan dengan untaian kata-kata yang indah. Secara khusus penulis pada mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim asyi’ari M.Pd., Ketua Program studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Prof. Husni Rahim dan Dr. Sururin M.A, pembimbing Skripsi yang

dengan ketulusan dan kesabaran ditengah kesibukannya berkenan memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Seluruh Dosen dan Staf Fakuktas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya dosen-dosen di Prodi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

iv

informasi yang penulis perlukan dalam skripsi ini.

7. Khususnya kepada Ayahanda Sudirman dan Ibunda Nia Muniati sebagai orang tua dan sahabat yang terhebat yang dengan ikhlas membesarkan penulis dengan cinta dan kasih sayang serta tiada henti-hentinya berdo’a, memberikan masukan yang bermanfaat, memberikan motivasi agar penulis tidak cepat putus asa, meluangkan semua waktu kepada penulis untuk mencurahkan semua keluh kesah sehingga penulis mendapatkan semangat. 8. Adikku tersayang Delia paramitha yang selalu memberikan semangat

kepada penulis, tempat penulis diskusi satu sama lain.

9. Teman- teman senasib dan seperjuangan yaitu Ayu, Dewi, Tia, Iis, Vita, Eka, Bunda Sofwah, Nana dan juga Iir Harpiah. Tanpa adanya kalian maka tidak akan ada istilah sahabat dalam catatan kehidupan penulis. 10. Nurul, Hilda, Najiah, Lia, Dede, Bani, Uji, Majid, Didin, Halim serta

teman SMI lainnya yang tidak bisa disebut satu persatu, terimakasih atas motivasi kalian yang selalu mengingatkan penulis untuk mentuntaskan program sarjana ini.

11. Teman-teman organisasi di PMII yaitu Bowo, Asqol, Mamat, Riski, Anam, Fatah penulis mengucapkan terimakasih karena telah memberikan pengalaman berorganisasi yang bermanfaat kepada penulis sehingga penulis bisa menjadi seorang yang bertanggung jawab dan percaya diri hinggadapat dipercaya oleh masyarakat .

12. Teman- teman seperjuangan di KI-MP B, susah senang kita lalui bersama, 4 tahun bukan waktu sebentar bagi kita untuk mengenal karakter sahabat masing-masing, semua kegiatan yang kita lakukan akan selalu menjadi pelajaran, pengalaman yang berharga bagi penulis untuk mengenal karakter setiap orang. TERIMA KASIH KAWAN.

(9)

v

mereka semua mendapat balasan yang layak di sisi Allah SWT.

Skripsi ini adalah murni hasil karya penulis sendiri. Oleh karena itu penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan pelaksanaan penelitian mendatang.,

Jakarta. 7 Maret 2016

Penulis Ismania Choirunnisa

(10)

vi

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. IdentifikasiMasalah ...6

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Perumusan Masalah ...7

E. Tujuan ...7

F. Manfaat Penelitian ...8

BAB II KAJIAN TEORI A. Kurikulum Pesantren 1. Pengertian kurikulum Pesantren ... ...9

2. Ciri khas kurikulum pesantren ...31

B. Modenisasi kurikulum pesantren. 1. Pengertian modernisasi ...32

2. Syarat – syarat modernisasi ...34

3. Aspek-aspek modernisasi ... 40

4. Bentuk-bentuk pesantren ... 44

C. kajian penelitian relevan ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ...47

(11)

vii

E. Instrumen penelitian ...49

F. Teknik pengumpulan data ...49

G. Teknik analisis data ...51

H. Validitas data ...53

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi data 1. Sejarah dan gambaran umum pesantren ...55

2. Modernisasi a. Perkembangan modernisasi ...57

b. Visi dan misi ...57

c. Kurikulum...57

d. Sarana dan prasarana ...58

e. Data guru dan siswa...60

f. Ekskul ...64

B. Analisis Perkembangan kurikulum pesantren 1. Kurikum Pondok ...65

2. Kurikulum sekolah ...69

3. Kurikulum pondok dan sekolah ...75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...80

B. Saran ...80 Daftar pusaka

(12)

viii

Tabel Keterangan Halaman

2.1 Perbedaan kurikulum tradisional dan kurikulum modern 37

4.1 Daftar guru sebelum modernisasi 59

4.2 Saran dan prasarana 63

4.3 Daftar nama pendidik dan tenaga kependidikan 65

4.4 Jumlah tenaga kependidikan 66

4.5 Materi berdasarkan kitab yang diajarkan 69

4.6 Struktur kurikulum 72

4.7 Daftar nilai kkm permata pelajaran 75

(13)
(14)

x

LAMPIRAN II Instrumen Wawancara Guru, Santri ... 2

LAMPIRAN III Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 3

LAMPIRAN IV Hasil Wawancara Guru Umum ... 5

LAMPIRAN V Hasil Wawancara Guru Agama ... 7

LAMPIRAN VI Hasil Wawancara Santri Tingkat tsanawiyah... 12

LAMPIRAN VII Hasil Wawancara Santri Tingkat Aliyah (tajhriby)... 14

LAMPIRAN VIII Hasil Wawancara Santri Tingkat Aliyah ... 16

LAMPIRAN IX Profil ... 17

LAMPIRAN X Data Tanah Dan Gedung... 18

LAMPIRAN XI Data Pegawai Administrasi 2015... 19

LAMPIRAN XII Data Guru Data Siswa ... 20

(15)

1

A. Latar Belakang Masalah

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional (ciri khas) Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.1Meskipun tidak diketahui pasti lahirnya, namun pondok pesantren telah ikut andil dalam membina, mendidik dan mencetak generasi bangsa. Tidak sedikit pondok melahirkan tokoh-tokoh agama pejuang seperti KH Agus Salim, Wahid Hasyim, Nurcholis Madjid, dan lain-lain.

Dimasa penjajahan, pesantren telah memainkan peranan penting sebagai

conter culture (budaya tandingan). Sebagaimana diketahui, selama ini

pesantren dikenal sebagai lembaga“counter”. Kalau kita menerima spekulasi bahwa pesantren telah ada sebelum Islam, maka boleh jadi ia merupakan satu-satunya lembaga pendidikan dan keilmuan diluar istana. Dan jika ini benar, maka pesantren pada saat itu benar-benar merupakan lembaga“counter culture” terhadap budaya keilmuan yang dimonopoli kalangan istana. Sebagai counter culture, semestinya pesantren terus mengalami perubahan dan perkembangan sejalan dengan sifat dan ciri khas budaya yang bersifat dinamis dan tidak statis.2

Suatu tantangan terbesar bagi institusi pendidikan Islam adalah perannya dalam pembentukan sumber daya manusia yang memiliki komposisi intelektual yang seimbang dan spiritual. Sejalan dengan konsep pendidikan

1

Ahmad Mutohar dan Nurul Anam, Manifes To Modernisasi Pemdidikan Islam dan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet 1, h. 171.

2Muhammad M. Basyuni , Revatilisasi Spirit Pesantren; Gagasan, Kiprah Dan Refleksi (Jakarta: Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pesantren, Direktorat Jendral Pendidikan Islam dan Departemen Agama RI), h.87

(16)

masa datang yaitu keterpaduan antara khazanah keilmuan modern dan khazanah yang bernuansa budaya lokal. Sementara itu, kondisi obyektif pendidikan Islam adalah sebuah potret dualisme penddidikan, yaitu pendidikan Islam tradisional dengan pendidikan modern. Pendidikan tradisional diwakili pesantren yang bersifat konservatif dan hampir steril dari ilmu modern, sedangkan pendidikan modern diwakili oleh pendidikan lembaga umum yang disebut sebagai “warisan kolonial” serta madrasah yang

dalam perkembangannya telah berafilitasi dengan sistem pendidikan umum. 3

Dalam kondisi ini Nurcholis Madjid melontarkan ide untuk mengangkat dan mengembangkan citra pesantren dengan tema modernisasi pendidikan Islam tradisional. Untuk menuju masyarakat madani, pesantren dijadikan pijakan dasar, sebab disamping lembaga ini menyimpan khazanah Islam klasik. Pesantren adalah sistem pendidikan yang bersifat indegeneus Indonesia. Sehingga masyarakat madani yang ingin diwujukan melalui sistempendidikan benar benar mencerminkan peradaban Indonesia baru yang bercirikan budaya lokal. 4

Dari pernyataan diatas maka dapat dipahami bahwa pesantren adalah lembaga yang unik dan mengagumkan. Berbagai pihak menaruh harapan kepada dunia pesantren sebagai gerbong penarik perwujudan masyarakat madani. Institusi pendidikan yang mampu berperan dalam menyongsong masyarakat madani adalah institusi pendidikan yang mampu mempunyai unsur perpaduan antar nilai keislaman, keindonesiaan dan keilmuan. Perpaduan tiga dimensi itu dijadikan landasan filosofis dalam memodernisasi pendidikan Islam tradisional. Dengan adanya modernisasi pendidikan dipesantren diharapkan mampu melahirkan output atau keluar sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kecerdasan intelektual dan spiritual. Pesantren sebagai sistem pendidikan Islam pada kerangka ini akan mampu mengahasilkan beberapa hal. Pertama, dari keislaman dapat menghasilkan IPTEK dan IMTAK yang diupayakan lewat perpaduan dua sistem pendidikan

3Yasmadi, Modernisasi Pesantren Kritikan Nurcholis Majid Terhadap Pendidikan Islam

Tradisional, (Jakarta : Ciputat Press, 2002), h 3

(17)

tradisonal dan modern. Memasukkan sistem baru bukan berarti mengeleminasi sistem yang lama, melainkan mencoba untuk mengolaborasikan dua entitas tersebut pada institusi pendidikan pesantren yang justru akan ada sistem baru yang ditumbuhkembangkan kembali, kedua, konteks keindonesiaan akan memunculkan modernisasi pendidikan yang diharapkan mampu menciptakan suatu lembaga pendidikan yang mempunyai identitas kultural yang khas sebagai konsep pendidikan masyarakat baru. 5

Perkembangan pesantren saat ini sangat diperhitungkan oleh masyarakat,

selain mempertahankan kekhasannya juga dapat mengembangkan

pengetahuan lain sebagai kegiatan tambahan santrinya. Secara kuantitatif pesantren cukup besar dalam memberikan sumbangsihnya terhadap pengembangan SDM, karenanya pesantren telah mengakar ditanah air dan bangsa Indonesia. Namun dari sisi kelembagaan, tampaknya posisi pondok pesantren masih harus dibenahi terutama pada aspek kelembagaan yang masih dikelola secara tradisional, model managemennya masih apa adanya dan

single leader. Demikian dengan perubahan masyarakat baik akibat

perkembangan ilmu pengetahuan modernisasi, keberadaanya pesantren harus mampu menyesuaikan diridengan tuntutan zaman termasuk menerapkan aspek manajerial agar tetap eksis.

Menurut Drs. Hasbullah sebagaimana dikutip oleh Ahmad Muthohar dan Nurul Anam, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren paling tidak digolongkan dalam tiga bentuk, yaitu:

1. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajara agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajaran tersebut diberikan dengan cara nonklasikal(sistem bandongan dan sorogan), dimana seorang kyai mengajar santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab oleh ulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedang para santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa arab.

5

Ninik Masruroh & Umiarso, Modernisasi Pendidikan Islam Ala Azyumardi Arza (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h 120

(18)

2. Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut, tetapi para santrinya tidak disediakan pondok dikomplek pesantren namun tinggal tersebar dipenjuru desa sekeliling pesantren tersebut.

Dari sejumlah pesantren selain memberikan pendidikan keamanan juga menambah pengetahuan lain baik pengetahuan umum dalam bentuk pendidikan formal seperti: menambahkan sekolah menengah pertama dan sederajat, dan menengah atas dan sederajat.

3. Pondok ini merupakan lembaga gabungan antara system pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan system bandungan, sorogan ataupun wetonan yang dalam istilah pondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikan nonformal serta menyelenggarakan juga pendidikan formal berbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagai bentuk tingkatan aneka kejuruan menururt kebutuhan masyarakat masing-masing.

Zamakhsyari Dhofier mengkategorikan pesantren menjadi dua kelompok, yakni pesantren salafi dan khalafi. Namun sejumlah pesantren di Depok dapat dikategorikan kedalam 3 kelompok yakni(1)pesantren yang hanya

mengajarkan kitab kuning semata atau termasuk pada kategori

salaf(2)pesantren mengajarkan kitab-kitab kuning tetapi dengan mendirikan pendidikan formal seperti SD dan sederajat, SLTP dan sederajat, SMA dan sederajat, dan(3)pesantren yang mengajarkan kitab kuning, sekolah formal dan mengembangkan keterampilan baik bagi santri maupun masyarakat pesantren atau dinamakan pesantren khalaf. Namun, kini reputasi pesantren tampaknya dipertanyakan oleh sebagian masyarakat muslim Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan jauh dari realitas sosial. Problem sosialisasi dan aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan yaitu terjadi

kesenjangan, aliensi(keterasingan)dan diferensiasi(pembedaan)antara

keilmuan pesantren dengan dunia modern. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap berkompetensi dengan lulusan umum

(19)

dalam urusan profesionalisme didunia kerja. Dunia pesantren dihadapkan kepada masalah-masalah globalisasi, yang dapat dipastikan mengandung beban tanggung jawab ynag tidak ringan bagi pesantren.

Modrenisasi menurut Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mutohar merupakan suatu proses pembaharuan dan perubahan yang mengarah kepada apa yang lebih efektif dan apa yang lebih efisien. Dengan menggunakan piranti ilmu dan tekhnologi, manusia akan mampu untuk mengembangkan suatu kehidupan sosial yang lebih damai, suatu kehidupan ekonomi yang labih makmur, suatu kehidupan filosofis yang lebih dapat mengungkap kebenaran mengenai eksistensi dan suatu kehidupan religius yang lebih bisa diterima oleh akal.6

Dalam proses menuju perubahan ke arah yang lebih baik PP Himmatul Aliyah (untuk berikutnya dibilang PPHA) masih mempunyai beberapa kendala salah satunya dalam manajemen khususnya dalam pendidikan, perkembangan di pondok tersebut tidak merata masih adanya kendala menyangkut ketersediaan sumber daya manusia yang profesonal dan penerapan manajemen yang umumnya masih konvensional, misalnya tiadadanya transparansi pengelolaan sumber daya keuangan dan unit kerja tidak berjalan sesuai dengan standar. Kyai masih merupakan figur sentral dan penentu kebijakan pendidikan pesantren tetapi tidak menutup kemungkinan figur kepala sekolah tiap pendidikan formal yang ada dibawah naungan yayasan ikut andil dalam menentukan kebijakan kurikulum khususnya kurikulum sekolah. Kendala lainnya dalam manajemen pendidikan dalam pengrekruitmen ustadz/guru, pengembangan akademik,penempatan guru belum sesuai bidangnya. Dalam mengahadapi situasi seperti itu harus ada toleransi dalam menyikapi kesenjangan dengan wajar tanpa mengundang konflik. 7

Pondok pesantren Himmatul Aliyah (PPHA) merupakan yang terletak di daerah Depok merupakan salah satu pondok pesantren yang mengembangkan

6Ahmad Mutohar& Anam, opcit, h16 7

M. Sultan Masyhud dan Moh. Khusnurdilo, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: DIVA PUSTAKA Jakarta, 2005), Cet I, h 16

(20)

diri dalam modernisasi baik dalam sistem pembelajaran maupun lembaga pendidikan meskipun tetap mempertahankan sistem tradisionalnya. Adapun alasan penulis memilih penelitihan di Pondok Pesantren Himmatul Aliyah, Depok karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana pengaruh perubahan terhadap sistem pesantren khususnya dalam bidang pendidikan, metode apa yang digunakan dalam pelaksanaan pembaharuan pondok pesantren tersebut dan sikap pesantren yang tetap mempertahankan tradisi salafiyah walaupun sebagian bidang sudah mengalami perubahan, karna ciri khasnya itulah hingga sebagian banyak masyarakat lebih memilih pesantren tersebut untuk menitipkan anak-anak mereka belajar di pondok tersebut bukan hanya ada di wilayah sekitar depok tetapi diluar daerah Depok.

Berdasarkanlatarbelakang di atas telah menginspirasi dalam menemukan, mengetahui, dan menganalisis problematika yang dihadapi lembaga pendidikan pondok pesantren dalam menghadapi tantangan global dengan judul “MODERNISASI KURIKULUM PESANTREN (StudiKasuspada MTs PP HimmatulAliyah, Depok)”.

B. IdentifikasiMasalah.

Berdasarkanlatarbelakangdiatas,menurutpenelitidapatmengidentifikasikanmas alahsebagaiberikut:

1. Modernisasi suatu keniscayaan yang tidak bisa di tolak orang lagi.

2. Modernisasi bisa berdampak negatif dan positif tergantung pada faktor yang mempengaruhinya.

3. Pengaruh modernisasi terhadap kurikulum pendidikan dipesantren. 4. Kurangnya kesadaran staf pengajar terhadap modernisasi itu sendiri. 5. Penggunaanmedia kitab kuning untuk mempertahankan ciri khas pesantren

dalam mempertahankan modernisasi

C. PembatasanMasalah

(21)

1. Perubahan bentuk dari salafiyah ke modern

2. Kurikulum pesantren yang dimasukkan di dalam penelitian ini kurikulum yang berlakuketika sebelum dan sesudah modernisasi

Pondok pesantren ini dijadikan Penelitian modernisasi kurikulum karena memenuhi syarat salah satunya yaitu tetap mempertahankan ke salafiyahannya dan penelitian ini hanya fokus padaMTs (Madrasah Tsanawiyah) saja.

D. Perumusan Masalah.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka masalah penelitihan dirumuskan sebagai berikut:

Sejauh mana pengaruh modernisasi terhadap kurikulum pondok Studi Kasus Pada MTs PP Himmatul Aliyah, Depok?

E. Tujuan penelitihan

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitihan ini adalah:

1. Untuk mendekripsikan apa saja yan melatar belakangi pondok pesantren dalam memodernisasi pendidikan di bidang kurikulum.

Upaya yang dimaksud dalam skripsi ini adalah cara atau hal-hal apa saja yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam menangani segala problem yang muncul ketika proses modernisasi.

2. Untuk mengetahui perbedaan pemakaian kurikulum pondok pesantren sebelum mengalami pembaharuan dan sesudah mengalami pembaharuan.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitihan ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi semua pihak yang berhubungan dengan dunia pendidikan diantaranya:

(22)

1. Sebagai sumbangsih kepada sebuah lembaga khususnya dilingkungan pondok pesantren untuk lebih memperhatikan secara intensif tentang pendidikan siswa. 2. Untukmenambahpengetahuan, pengalaman, sertaketerampilandalammenelitidanmemahamimodernisasipolapendidika n di pondokpesantrendalammengembangkanilmupengetahuan Islam, sertauntukmemenuhisebagiansyaratatausalahsatusyaratdalammemperoleh gelarsarjana.

3. Bagilembaga yang diteliti,

sebagaibahantambahanmasukandanevaluasidalammeningkatkanmutupen didikan dipesantrennya.

4. Sebagaitolakukurpendidikandalammelaksanakantanggungjawab

5. Menambahpengetahuankeilmuanpenelitihpadakhususnyadanpembacapad aumumnya

(23)

9 A. Kurikulum pesantren

1. Pengertian kurikulum Pesantren

Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum semula berarti

a running cource, or race course, especially a chariot race cource terdapat

pula dalam bahasa perancis yaitu “courier” yang berati to run, maksudnya dalah berlari. Sedangkan dalam bahasa yunani kurikulum diartikan sebagai“jarak”yang harus ditempuh oleh pelari, sehingga kurikulum dalam pendidikan diartikan sebagai sejumlah pelajaran yang harus di tempuh atau diselesaikan oleh anak didik guna mendapat ijazah.1

Perkataan kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan kurang lebih sejak satu abad yang lalu. Istilah ini muncul untuk pertama kalinya dalam kamus webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum dipergunakan dalam bidang olahraga, yaitu suatu alat yang membawa orang dari start sampai finish. Baru kemudian pada sekitar tahun 1955 istilah kurikulum dipergunakan dalam bidang pendidikan dengan arti sejumlah mata pelajara pada suatu lembaga pendidikan.

Dalam kamus tersebut kurikulum diartikan dua macam yaitu :

a. Sejumlah mata pelajaran yang harus di tempuh atau dipelajari siswa pada lembaga pendidikan sekolah atau perguruan tinggi guna memperoleh ijazah tertentu.

b. Sejumlah mata pelajaran yag ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.

1

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia. 2007), Cet 3. h. 131

(24)

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah suatu yang harus ditempuh oleh peserta didik

dalam menyelesaikan suatu program.2

Kurikulum merupakan salah satu komponen pokok dalam pendidikan. Kurikulum terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait. Komponen kurikulum dalam pendidikan sangat penting artinya karena kurikulum merupakan kerangka dasar untuk operasionalisasi tujuan yang diinginkan. Bahkan, tujuan dalam pendidikan tidak dapat tercapai secara maksimal adanya keterlibatan pendiidkan. Paling tidak komponen kurikulum terdiri dari tujuan, struktur program, strategi pelaksanaan yang menyangkut hasil belajar, bimbingan penyuluhan, administrasi, dan supervisi pendidikan. Pada hakikatnya kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendiidkan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Akan tetapi pengertian kurikulum sebenarnya

sangat beragam dan maencakup berbagai dimensi.3

Kurikulum sebagai suatu rencana tampaknya juga sejalan dengan rumusan kurikulum menurut undang-undang pendidikan kita yang dijadikan sebagai acuandalam penyelenggaraan sistem pendidikan. menuut undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang di maksud dengan isi dan bahan pelajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.4

2

Abdulloh Syukri Zarkasi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 77-78

3

As’aril muhajir, ilmu pendidikan perspektik konstektual, (yogjakarta: ar-ruzz media, 2011 ), h. 90-91

4

(25)

Kurikulum adalah seperingkat rencana dan pengaturan komponen-komponen pendidikan dan pengajaran yang sistematis, yang meliputi baik pada level tujuan, isi, organisasi maupun pada level strategi, yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar (PBM) pada sekolah yang bersangkutan, untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Komponen-komponen tersebut saling mendukung dan membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan.5

Sedangkan pesantren merupakan lembaga pendidikan yang membahas dan mengkaji pendidikan keagamaan terutama agama Islam. Perkataan pesantren berasal dari kata “santri ” dengan awalan “pe” di depan dan akhiran “an” berarti tempat tinggal para santri sedangkan asal usul kata santri dalam pandangan Nurcholis Madjid dapat dilihat dari dua pendapat. pendapat Pertama yang mengatakan bahwa santri berasal dari kata “sastri” sebuah kata dari sansekerta yang artinya melek huruf. Kedua, pendapat yang mengatakan santri sesungguhnya berasal dari bahasa Jawa dari kata “cantrik” berarti seseorang yang selalu mengikuti seorang guru kemana guru ini pergi menetap. Di Indonesia istilah pesantren lebih populer dengan sebutan pondok pesantren. Lain halnya dengan pesantren, pondok berasal dari bahasa arab “funduq” yang berarti hotel, asrama, rumah dan tempat tinggal sederhana.6

Di dunia pesantren, karena sistemnya integreted, komponen-komponen yang termuat dalam proses PBMnya memang cukup sulit dipisahkan, baikantara kurikulum intra maupun ekstra. Terkadang keduanya bisa menjadi sifat dari suatu kegiatan yang sama. meletakan model pendidikan dan pembelajaran ini dalam frame pendidikan tingkat nasional merupakan sebuah keniscayaan karena pengembangan kurikulum

5

Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren (Pengalaman Pondok Modern Gontor, Gontor:Trimurti Press, 2005),h. 144

6

Yasmadi, modernisasi pesantren kritikan nurcholis majid terhadap pendidikan Islam

(26)

setiap sekolah yang mengacu pada standar pendidikan nasional, yang telah ditetapkan oleh pemerintah, pasca-reformasi harus dengan pertimbangan prinsip diversivikasi satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik, kurikulum harus memperhatikan upaya peningkatan iman dan taqwa, akhlak mulia, tuntutan dunia kerja, perkembangan iptek dan seni sambil tetap memperhatikan persatuan nasional dan nilai kebangsaan, yang pada gilirannya menghasilkan model pendidikan dan pengajaran manajemen berbasis sekolah (MBS). 7

Secara konseptual, sebenarnya lembaga pesantren optimis akan mampu memenuhi tuntutan reformasi pembangunan nasional, karena fleksibilitas dan keterbukaan sistematik yang melekat padanya. Dengan kata lain, perwujudan masyarakat berkualitas di atas dapat dibangun melalui perubahan kurikulum pesantren yang berusaha membekali peserta didik untuk menjadi subyek pembangunan yang mampu menampilkan keuungulan dirinya yang tangguh, kreatif dan profesional pada bidangnya masing-masing. Namun, perlu diingat bahwa kurikulum hanya merupakan salah satu subsistem lembaga pesantren, proses pengembangannya tidak boleh bertentangan dengan kerangka penyelenggaraan pesantren yang dikenal khas, baik dalam isi dan pendekatan yang digunakan.

Realitas menunjukan saat ini lembaga pesantren telah berkembang secara bervariasi baik di lihat dari segi isi (kurikulum) dan bentuk/manajemen/struktur organisasinya.

Mengingat kompleksitas masalah yang dihadapi pesantren, maka pengembangan kurikulum pesantren dapat menggunakan strategi-strategi yang tidak merusak ciri pesantren sebagai lembaga pendidikan non formal, pengembangan kurikulum pesantren hendaknya tetap berada dalam kerangka sistem pendidikan nasional.

7

(27)

Dalam pengembangan kurikulum, menurut tryler (1949), semua langkah dan prosedur yang ditempuh harus berpegangan kepada prinsip bahwa kebermaknaan kurikulum akan ditentukan oleh empat asas utama, sebagai berikut:

1. Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru. Nilai

filosofis ini nampaknya telah tertanam secara kuat

diduniapesantren walau dengan artikulasi yang khas. Misalnya: cinta tanah air merupakan indikator keimanan seorang muslim

sebagai wujud nasionalisme, tingginya makana jamaah

dipesantren sangat relevan dengan karakteristik masyarakat bangsa Indonesia suka gotong royong selalu bersatu; serta ketaatan terhadap guru menjadi bagian dari berkahnya ilmu seorang murid.

2. Harapan dan kebutuhan masyarakat, termasuk orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah agama, ekonomi dan sebagainya (aspek sosiologis).

3. Hakikat anak antara lain taraf perkembangan fisik, mental psikologis, emosional, sosial serta cara anak belajar (aspek psikologis).

4. Hakikat pengetahun atau disiplin ilmu (bahan pelajaran).

Berdasarkan empat asas utama tersebut pengembangan kurikulum dapat dijelaskan melalui model berikut:8

Gambar 2.1

Model Pengembangan Kurikulum

8

Ibid,h. 76-77.

Falsafah dan tujuan pendidikan (asas filofofis)

Kebutuhan masyarakat (asas sosologis)

(28)

Sedangkan dengan studi kependidikan Islam istilah kurikulum menggunakan kata “manhaj” yang berarti sebagai jalan yang terang atau jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Jalan terang tersebut adalah jalan yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Jalan terang tersebut adalah jalan yang dilalui oleh pendidik dan pembimbing dengan orang yang dididik atau di bimbingnya guna dapat mengembangkan pengetahuan keterampilan serta sikap mereka.9

Dari pengertian kurikulum di atas, maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan kurikulum tidak terbatas pada jumlah mata pelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik pada suatu lembaga pendidikan,

9

Abdulloh Syukri Zarkasi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h.78.

Hakikat pengetahuan, disiplin ilmu (bahan pelajaran)

Sumber-sumber dan alat pelajaran Strategi dan kegiatan belajar/mengajar

Tujuan instruksional, hasil belajar yang diharapkan

strategi dan kegiatan strategi dan kegiatan

(29)

melainkan juga mereka harus mendapatkan berbagai pengalaman pendidikan melalui kegiatan yang diberikan oleh pihak lembaga pendidikan melalui kegiatan ekstra kurikuler, seperti pramuka, olahraga, berkebun dan sebagainya.

Sesungguhnya kurikulum itu ada beberapa isi yang dapat dikelompokan menjadi empat aspek, sebagaimana yang dicetuskan oleh Hilda Taba dan Ralph W. Tayler yaitu aspek tujuan, materi pelajaran, metode, dan evaluasi dengan penjelasan sebagai berikut.

1. Tujuan pendidikan;

Aspek tujuan disini mencoba mengarahkan atau menunjukan sesuatu yang hendak di tuju dalam proses belajar. Berbicara tentang tujuan pendidikan maka erat kaitannya dengan tujuan hidup manusia, karena pendidikan hanyalah sebagai suatu alat yang digunakan oleh manusia guna memelihara kelanjutan hidupnya baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat.

2. Materi pelajaran.

Materi pelajaran dalam kurikulum merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dengan yang lainnya, karena materi pelajaran berguna untuk memberikan jawaban terhadapa apa yang dikerjakan dalam mencetak manusia yang diharapkan dalam tujuan pendidikan secara pragmatis, proses pendidikan Islam mengandung materi pelajaran yang berorientasi kepada kebutuhan manusia atau anak didik selaku hamba Allah SWT yang harus menyembahnya melalui kelengkapan ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum yang terintegrasikan manjadi suatu acuan sebaga tempat kembalinya permaslahan hidup yang cenderung untuk berkembang terus sampai meninggal dunia.

3. Metode.

Metode merupakan suatu cara yang digunakan oleh pendidik atau pembimbing dalam mentransfer pegetahuan kepada peserta

(30)

didik yang diharapkan melalui cara tersebut proses transfer pengetahuan dapat diterima dengan baik.

4. Evaluasi.

Evaluasi merupakan bagian dari kurikulum yang berupa penilaian untuk mengetahui seberapa jauh tujuan-tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai, timbal balik yang dapat kita peroleh, yaitu apabila dari hasil evaluasi diketahui tingkat pencapaiannya rendah, maka haruslah ada intropeksi diri dimana kekeliruan yang telah kita perbuat.10

Selanjutnya adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam kurikulum yaitu:

1. Fleksibiitas program. Artinya dalam setiap pembuatan program harus memperhatikan kondisi anak didik, baik dari segi kecerdasan, kemampuan, pengetahuan maupun yang lainnya sehingga program tersebut dapat terlaksana dengan baik.

2. Berorientasi dengan tujuan yang hendak dicapai. 3. Efesiensi dan efektifitas.

4. Komtinyuitas, suatu kurikulum secara ideal hendaknya dibuat secara berkesinambungan, yaitu mempunyai keterkaitan antara ilmu satu dengan ilmu yang lain. Sehingga tidak menampakkan

perbedaan antara ilmu umum dengan ilmu agama.11

Pada lembaga ilmu pendidikan pesantren tidak dicanangkan secara rinci satuan program pengajaran. Hal ini dikarenakan program itu menjadi mutlak milik tokoh seorang kyai, sehingga target khusus yang diinginkan kurang jelas. Misalnya, dalam jangka satu tahun santri harus memahami kitab tertentu. Ini berarti para santri memilki kebebasan dalam memahami sebuah kitab tanpa di batasi dengan usia maupun target waktu.

10

Ibid, h. 79-81. 11

(31)

Meski pada satu sisi model ini mirip dengan sistem demokrasi pengajaran yang sedang menjadi wacana dewasa ini. namun di sisi lain memiliki kelemahan dapat menimbulkan terjadinya keterlambatan program pada proses pengejaran dan dampak yang paling parah adalah keterlambatan dari para santri yang kurang disiplin mengggunakan waktu, karena mereka cenderung menjadi santai tanpa terkontrol dengan adanya target, waktu dan usia. 12

Ketika masih berlangsung di langgar (surau) atau masjid, kurikulum pengajian masih dalam bentuk yang sederhana, berupa inti ajaran Islam yang mendasar. Rangkaian trio komponen ajaran Islam yang berupa iman, islam dan ihsan atau doktrin, ritual dan mistik telah menjadi perhatian kiai perintis pesantren sebagai isi kurikulum yang diajarkan kepada santrinya. Penyampaian tiga komponen ajaran Islam tersebut dalam bentuk yang paling mendasar, sebab disesuaikan dengan ingkar intelektual dengan masyarakat dan kualitas keberagamannya.

Peralihan dari langgar atau masjid lalu berkembang menjadi pondok pesantren ternyata membawa perubahan materi pengajaran. Dari sekedar pengetahuan menjadi suatu ilmu. Dari materi yang hanya bersifat doktrinal menjadi lebih interaktif kendati dalam wilayah yang sangat terbatas. Muhamad Yunus “ilmu yang mula-mula diajarkan dipesantren adalah Ilmu Sharf dan Nahwu, kemudian Ilmu Fiq, Tafsr, Ilmu Kalam, akhirnya sampai kepada Ilmu Tasawuf dan sebagainya. Pengembangan kurikulum ini telah membuktikan adanya gerak kemajuan yang mengarah kepada pemenuhan keperluan santri terutama sebagai pembentukan intelektual

disamping pengembangan kepribadian.13

Pada abad ke-19 kurikulum pesantren berkembang menjadi bertambah luas lagi dengan penambahan ilmu-ilmu yang masih merupakan elemen

12

Ibid, h. 83. 13

Mujamil Qomar, Pesatren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: PT Gelora Aksara Anggara), h.109.

(32)

dari materi pelajaran yang diajarkan pada masa awal pertumbuhan. Pengembangan kurikulum tersebut lebih bersifat rincian materi pelajaranyang sudah ada daripada penambahan disiplin ilmu yang baru sama sekali. Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat. Kombinasi ilmu tersebut hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Beberapa pesantren lainnya menerapkan kombinasi ilmu yang berbeda-beda karena belum ada standarisasi kurikulum pesantren baik yang berskala lokal, regional maupun nasional. Upaya standarisasi kurikulum selalu berhadapan dengan otonomi pesantren sebagai pantulan otoritas kiai dan spesialisasi ilmu yang didalaminya. Maka standarisasi kurikulum barangkali tidak pernah berhasil diterapkan diseluruh pesantren. 14

Sebagian pesantren tidak setuju dengan adanya standarisasi kurikulum pesantren. sebaliknya variasi kurikulum pesantren diyakini lebih baik. Adanya variasi kurikulum pada pesantren akan menunjukan ciri khas dan keunggulan masing-masing. Sedangkan penyamaan kurikulum terkadang justru membelenggu kemampuan santri seperti pengalaman madrasah yag mengikuti kurikulum pemerintah.15

Pada lemabaga pendidikan pesantren trdisional (salaf) kurikulum (materi pengajaran) sangatlah bervariasi karena kurikulum pada model pesantren ini sangat ditentukan oleh pengelola lembaganya (kyai). Tetapi secara umum pengajaran pada lembaga pendidikan pesantren salaf adalah kitab-kitab klasik, terutama karangan para ulama yang menganut faham safi’iyah yang merupakan satu-satunya materi pengajaran yang diberikan dalam lingkungan lembaga pesantren pada saat itu. Pada perkembangan selanjutnya, banyak lembaga pesantren yang telah memberi pengajaran ilmu-ilmu umum yang di angggap tidak menyimpang dari tujuan utamanya, yaitu mendidik para calon ulama yang tetap konsisten pada ajaran Islam. 14 Ibid, h. 111. 15 Ibid, h. 112.

(33)

Pada saat ini kitab-kitab yang diajarkan pada beberapa lembaga pendidikan pesantren sifatnya mulai beragam, meskipun lembaga pesantren tersebut tidak atau belum menggunakan bentuk klasikal atau menggunakan kurikulum nasional. Namun, pada hakikatnya lembaga-lembaga tersebut mulai berusaha melakukan perubahan kurikulum berdasarkan pada pendidikan yang tersedia pada lembaga tersebut. Maka tidaklah heran yang terjadi kemudian adalah adanya variasi yang unik yang muncul pada lembaga pendidikan pesantren karena masing-masing lembaga ini berusaha memunculkan diri khasnya masing-masing. Dengan demikian tampaklah lembaga pendidikan pesantren yang lebih dikenal spesialisasi jenis keahliannya, meski keahliannya tersebut masih sebatas pada keahlian di bidang keagamaan.

Dengan adanya variasi kurikulum, maka ada lembaga pendidikan pesantren yang lebih mengkhususkan diri pada bidang fiqih dan ushul fiqih, ada pula yang mengkhususkan di bidang Nahwu Sharaf, ada yang khusus di bidang Ilmu Falaq, ada yang khusus di bidang Tasawuf. Bahkan pada perkembangan selanjutnya terdapat beberapa lembaga pendidikan pesantren yang khusus memunculkan keahlian tidak hanya di bidang keagamaan, misalnya keahlian di bidang pertanian, pertukangan, pertukangan, koperasi dan sebagainya.

Dari pernyataan di atas maka dapat di lihat bahwa lembaga pendidikan pesantren menetapkan sendiri kurikulumnya (bila tidak menggunakan kurikulum nasional terutama pada bentuk lembaga terpadu dengan madrasah). Oleh karena itu lembaga pendidikan pesantren bebas menetapkan secara mandi kitab-kitab yang diajarkan kepada para santrinya. Sebagai gambaran, pada umumnya kitab-kitab yang diajarkan

(34)

oleh kebanyakan lembaga pendidikan pesantren dari tingkat yang dianggap terendah sampai dianggap tertinggi.16

Menurut pengertian kurikulum dapat digolongkan menjadi dua yaitu dalam pengertian tradisional dan modern. Implikasi pengertian tradisional adalah kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran, peserta didik harus mempelajari dan menguasai seluruh mata pelajaran, mata pelajaran dipelajari disekolah secara terpisah, tujuan akhir kurikulum ialah memperoleh ijazah. Sedangkan pengertian menurut modern adalah semua kegiatan dan pengalaman potensial yang telah disusun secara ilmiah baik yang terjadi didalam kelas maupun diluar sekolah. Adapun perbedaan antara kurikulum tradisional dan kurikulum modern ialah17:

Tabel 2.1

Perbedaan kurikulum tradisional dan kuriulum modern

Aspek-aspek Kurikulum tradisional Kurikulum modern

Orientasi Masa lampau Masa lampau, masa

sekarang, dan masa yang akan dating

Dasar falsafah Tidak berdasarkan filsafat

pendidikan yang jelas

Berdasrkan filsafat

pendidikan yang jelas dan dapat diwujudkan dalam kegiatan yang konkrit

Tujuan pendidikan Mengetumakan pendidikan Mengembangkan

keseluruhan pribadi peserta didik secara utuh

Organisasi kurikulum

Berpusat pada mata pelajaran Berpusat pada masalah atau topik dimana peserta didik

16Abdulloh Syukri Zarkasi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 83-84.

17

Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Pt Remaja Rosdakarya:Bandung, 2011 ) cet I, h.5.

(35)

mengalami sendiri secara langsung.

Sumber belajar Guru sebagai satu-satunya

sumber belajar

Disamping guru, ada juga sumber belajar yang lain. Seperti pakar, kegiatan, bahan, alat dan

perlengkapan, gedung, dll. Strategi dan pendekatan pembelajaran Cenderung hanya menggunakan strategi ekspositori dengan pendekatan klasikal

Menggunakan multi strategi dan berbagai pendekatan (individual, kelompok, klasikal)

Tekhik evaluasi Tes sebagai satu-satunya

teknik penilaian

Tidak hanya tes tetapi juga non tes

Peran guru Peran guru sangat terbatas

dan bersifat perorangan. guru adalah cardinal factor

Peran guru sangat luas dan bersifat kolektif-kolegial dengan tidak mengurangi kebebasan guru. Guru harus aktif, kreatif, inovatif, konstruktif, adaptif, kondusif.

Sebagai contoh kurikulum pendidikan modern ialah pada pesantren modern gontor, nilai-nilai yang telah diletakkan para pendirinya, baik dalam panca jiwa, moto orientasi, sinesa, maupun panca jangka menjadi dasar pijakan dalam perumusan visi dan misi yang diemban oleh lembaga pendidikan ini. keandirian gontor, terutama kemandirian yang penuh dengan seluruh dimensi penyelenggaraan pendidikan. hal ini selaras dengan tujun institusional adalah mencetak santri yang mukmin muslim, taat menjalankan dan menegakkan syariat Islam, berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berpikiran bebas, serta berkhidmat kepada bangsa dan negara.

(36)

Berikut ini penjelasan kurikulum dalam akademis formal di pondok modern terdiri dari:

a) Isi kurikulum.

Dalam pemilihan isi kurikulum tergantung pada setiap pesantren modern karena sama seperti madrasah atau sekolah lainnya setiap lembaga pendidikan sudah mendapatkan otonomi pendidikan. setiap pelajaran yang diberikan selalu merujuk kepada tujuan umum pendidika dan pengajaran di pesantren modern, dan selalubersentuhan dengan nilai-nilai yang ditanamkan oleh pondok kedalam diri santri, misalnya ada materi pelajaran yang sarat dengan pesan jiwa kebebasan para santri, yang meniscayakan akan tumbuh jiwa berpikir kritis, terbuka, open ended, komparatif, dan sebagainya.

b) Strategi kurikulum.

Pembahasan dalam komponen strategi ini meliputi metode, kaidah-kaidah, langkah-langkah evaluasi, dan supervisi dalam pengajaran. Pertama, model adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran. Salah satu cntohnya model yang digunakan oleh guru dipondok modern gontor, metode yang digunakan cukup bervariasi. Ada metode ceramah, latihan demonstrasi, tanya jawab dan penugasan.

Kedua, adalah kaidah pengajaran yang diterapkan adalah bahwa dalam memberi materi pelajaran, harus dimulai dari materi mudah dan sederhana. Untuk memastikan pemahaman para santri, guru tidak tergesa-gesa pindah kepelajaran yang lain sebelum siswa memahami betul pelajaran yang di berikan.

(37)

Ketiga, langkah-langkah dalam mengajar secara garis besar meliputi tiga bagian. Yaitu bagian pendahuluan, penyajian dan evaluasi, bagian pendahuluan, waktu pembuka bagi guru dalam membuka antar guru dan murid saat akan memulai pelajaran. Bagian penyajian adalah lagkah-langkah yang ditempuh guru terkait dengan proses belajar mengajar. Bagian evaluasi ada titik salah sebuah sistem untuk menguji daya tangkap peserta didik terhadap materi pelajaran.18

Di dalam proses belajar mengajar, kurikulum merupakan elemen penting yang harus di perhatikan. Kurikulum di susun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pandidikan.

Kurikulum pesantren telah menyentuh berbagai bidang pelajaran dan kehidupan yang plural. Secara umum, Wahid menyimpulkan penelurusan bruinessa, “Kurikulum universal yang digunakan kalangan pesantren saat ini berasal dari permulaan abad ke 19 M, dan bersumber pada dominasi tradisi keilmuan Islam di tanah Hijaz oleh para kaum kurdi ”.

Kegiatan-kegiatan lain juga masih tercakup dalam kurikulum pesantren. Kegiatan tersebut turut mempengaruhi wawasan santri. Sehingga memiliki nilai guna yang besar bagi mereka secara langsung maupun setelah terjun di masyarakat. Kegiatan tersebut misalnya pengadaan pertanian, perternakan, kursus ilmu kesehatan. Pesantren juga memiliki kepedulian terhadap ilmu sosial, menyelenggearakan bidang ekonomi. Dengan demikian usaha sampingan sebagai keterampilan yang

18

Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren (Pengalaman Pondok Modern Gontor, Gontor:Trimurti Press, 2005),h. 142-144.

(38)

diberikan pesantren kepada para santri tampaknya cukup bervariasi sesuai dengan potensi masing-masing. Demikianlah kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam kurikulum pesantren dalam artian luas. Hal ini menggambarkan perluasan dan penggeseran kurikulum dari sekedar pengajaran tentang ajaran-ajaran Islam yang paling elementer hingga telibat aktif dalam penerapan tekhnologi tepat guna (appropriate

technology). Dalam proses perluasan ini, pesantren mengalami liku-liku

yang cukup berat baik berbentuk perselisihan dengan penguasa, pertentangan dan kelompok Islam modernis, maupun konfrontasi langsung dengan penjajah.

Kurikulum pesantren itu jika diamati dengan meihat kondisi pada dua kutub secara ekstrim (masa permulaan dan keadaan sekarang)memang menunjukkan perubahan yang sangat fundamental, tetapi ketika perubahan itu dilihat secara demi tahap, ternyata hanya terjadi perubahan yang amat lamban. Perubahan yang terjadi lebih imitatif daripada upaya pembuatan model sendiri.

a. Sistem pendidikan.

Sistem pendidikan yang diterapkan dalam pesantren modern

yakni menyangkut penerapan kurikulum dan metodoogi.

Modernisasi krikulum diterapkan dengan cara tetap memberikan pengajaran agama Islam, sekaligus memasukkan mata pelajaran umum sebagai substansi pendidikan sedangkan pembahruan metodologi adalah dengan menerapkan sistem klasikal atau penjenjangan. Dengan demikian maka bentuk lembaga pendiidkan madrasah atau sekolah umum serta kelembagaan-kelembagaan fasilitas-fasilitas bagi kepentingan pendidikan umum menjadi suatu kebutuhan. Dari sisi metode pengajaran tidak lagi menerapkan model sorogan dan bandongan, tetapi telah mulai menggunakan berbagai metode pengajaran yang diterapkan sekolah umum seperti metode tanya-jawab atau diskusi, metode sosiodrama, hapalan,

(39)

wadyawisata, modul dan lain sebagainya. Termasuk dalam tataran ini adalah metode evaluasi, yakni suatu cara untuk mengukur dan mengetahui tingkat kemampuan santri. Hasil evaluasi biasanya dituangkan dan bentuk angka untuk menetukan apakah seorang santri dapat lulus atau naik kelas ke jenjang yang lebih tinggi. Indikator lain yang menjadi acuan untuk modernisasi dalam sistem pendidikan pesantren adalah aplikasi terhadap sistem informasi dan tekhnologi seperti jaringan internet dan lain sebagainya. 19

b. Metodologi pendidikan pesantren

Kata metode berasal dari bahasa yunani, yaitu metha (melalui atau melewati) dan hados (jalan atau cara). Sedangkan menurut kamus umum bahasa indonesia adalah cara kerja yang bersistem guna memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan agar mencapai suatu tujuan yang telah di canangkan. Maka metode pendidikan adalah suatu jalan atau cara yang ditempuh oleh pendidik (dalam hal ini kyai dan para pengasuhnya) dalam melaksanakan kegiatan yang terdapat pada lembaga pendidikan pesantren. Atau bisa juga cara yang digunakan kyai atau para pengasuhnya dalam mengadakan hubungan dengan para santri saat berlangsungnya pendidikan pada lembaga pendidikan pesantren.

Sedangkan menurut istilah sistem atau metode adalah suatu cara tertentu (khusus) yang tepat sesuai guna menyajikan suatu materi pendidikan, sehingga tercapai tujuan pendidikan tersebut, baik berupa tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dimana para santri dapat menerima pendidikan dengan mudah serta mampu menangkap makna yang terkandung didalamnya dan pada akhirnya santri dapat mengamalkan materi pendidikan tanpa dapat mengamalkan materi pendidikan dengan tanpa ada unsur pemaksaan.

19

(40)

Metode pendidikan pada lembaga pendidikan pesantren(dalam pengajaran kitab kuning pada umumnya) menurut mastuhu ada empat, yaitu sorogan, bandongan, halaqah, dan hapalan. Sedangkan menurut imran arifin menyebutkan empat jenis metode pendidikan yaitu: bandongan, sorogan, muhawara, dan mudzakarah. Pendapat lainnya disampaikan oleh dhofier, yaitu bandongan atau disebut juga wetonan dan sorogan.

Metode sorogan adalah bentuk pendidikan pengajaran yang bersifat individual, dimana para santri satu persatu datang menghadap ke kyai atau ustadz dengan membawa kitab, metode wetonan adalah cara belajar kelompok yang diikuti oleh para santri dan biasanya kyai menggunakan bahasa daerah setempat yang langsung menerjemahkannya kalimat dari kallimat dari kitab yang dipelajarinya, metode halaqah adalah metode yang mirip dengan bandongan tetapi bed. anya pada metode ini te4rdapat diskusi, metode hapalah adalah cara mempelajari kitab dengan hafalan, metode muhawarah adalah suatu kegiatan melatih bercakap menggunakan bahasa arab yang diwajibkan pak kyai, metode mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang diikuti para santri untuk membahas msalah diniyah. Dari beberapa metode tersebut yang masih digunakan pada pesantren tradisional yaitu metode wetonan dan sorogan akan tetapi pada pesantren yang lebih

maju agaknya mengalami pengembangan metode yang beragam. 20

c. Penggunaan Kitab Kuning

Kitab kuning sebagai khazanah keilmuan dan warisan para ulama terdahulu sangat akrab di lingkungan pesantren. Kitab yang sejatinya hasil karya tulis para ulama masa lampau itu bahkan

20

Abdulloh Syukri Zarkasi, Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 71-77.

(41)

menjadi ikon yang khas-unik bagi pesantren. Pesantren tanpa kitab kuning seakan lubuk tanpa ada ikannya. Melalui kitab kuning inilah santri belajar dan mempelajari pengetahuan Islam yang di warisi dari generasi muslim sebelumnya. Pada taraf ini, kitab kuning lebih dari sekedar “manuskrip tertulis”, melainkan juga mata rantai yang menyambungkan tradisi keilmuan Islam masa lampau dengan mas kini. Pesantren dalam hal ini menjadi penghubung yang amat penting bagi trasmisi keilmuan dan pewarisan nilai-nilai Islam dari generasi ke generasi selanjutnya.

Signifikasi kitab kuning dilingkungan pesantren memang tak terbantahkan. Namun aktualisasi ajaran dan nilai yang terkandung dalam kitab kuning kurang termafaatkan secara optimal bagi pengembangan pengetahuan Islam. Santri belajar kitab kuning pada umumnya hanya memproduksi gagasan dan pemikiran sang pengarang, tanpa upaya memahami mengapa dan bagaimana suatu teks hadir, di tulis sang pengarang, tanpa upaya memahami mengapa dan bagaimana suatu teks hadir, ditulis si pengarang, dan dalam konteks apa teks/naskah itu hadir. Suatu kitab (naskah) dilihat sebagai produk pemikira, bukan proses. Akibat lebih lanjut dari pola pembelajaran demikian itu adalah pengulangan gagasan, tanpa kritisisme dan keberanian untuk menilai, memberikan komentar atau membuat catatatn atas kitab yang dipelajari. Padahal banyak diantara ulama pesantren sebelumnya telah melakukan kegiatan ini dengan mengarang kitab sendiri, mensyarah kitab yang pernah dipelajari, atau bahkan memberikan argumen dan bantahan terhadap suatu kitab tertentu. Jadi, secara terbatas dapat dikatakan bahwa tradisi tahqiq dalam arti memberi komentar, menyunting atau memberikan penjelasan terhadap suatu kitab tertentu sudah dilaukan oleh sebagian ulama pesantren.

(42)

Namun sayangnya tradisi tersebut seakan mualai padam dikalangan pesantren sendiri.21

Di wilayah timur tengah, kitab kuning ini di sebut Dengan al-Kutub

Al-Qadimah, sebagai kebalikan dari al-Kutub al Ashriyyah. Kitab

kuning ini memilih ciri ciri:

a. Penyusunannya dari yang lebih besar terinci ke yang lebih kecil seperti kitabun, babun, fashlun, far’un, dan seterusnya; b. Tidak menggunakan tanda baca yang lazim, tidak memakai

titik, koma, tanda seru, tanda tanya dan lain sebagainya; c. Selalu digunakan istilah (idiom) dan rumus-rumus tertentu

seperti untuk menyatakan pendapat yang kuat dengan memakai istilah al-madzhab, al-ashlah, al-shalih, al-arjah,

al-rajih, untuk menyatakan kesepakatan antar ulama

beberapa mazhab digunakan istilah ijtimaan, sedang untuk menyatakan kesepakatan para ulama dalam satu mazhab digunakan istilah ittifaqan.

Kitab-kitab pesantren ada tiga jenis yaitu kitab matan, kitab

syarh (komentar) dan kitab hasyiyah(komentar atas kitab

komentar). Tiga jenis kitab ini juga menunjukkan tingkat kedalaman dan kesulitan tertentu. Kitab matan paling mudah dikuasai, kitab hasyiyah paling rumit, sedangkan kitab syarh berada diatara keduanya. Tampaknya kitab syarhini paling banyak dipakai pesantren.

Kebutuhan pada kitab syarh ini, antara lain disebabkan:

21

(43)

a. Kemahiran seorang pengarang dalam menampilkan redaksi sehingga ia mampu memaparkan pengertian yang mendalam dengan bahasa yang amat singkat.

b. Pengarang membuang suatu alasan karena di nilai telah jelas dengan sendirinya, dan penulis syarh merasa perlu memunculkan kembali alasan yang dibuang itu;

c. Suatu pernyataan terkadang perlu alasan tegas, karena pernyataan muncul dalam bahasa sindiran(majaz atau kinayah).

Kecenderungan pengarang menulis kitab dalam bentuk syarh itu menimbulkan dua macam konsekuensi yang agak berlawanan. Di satu sisi munculnya kitab syarh itu dapat mempermudah pembaca untuk memahami isi kitab yang di syarhi itu, tetapi disisi lain kecenderungan pada penulisan kitab hasyiyah kurang memacu kreatifitas yang asli dari pengarang. Sebenarnya, akan lebih baik mengarang kitab yang asli daripada memberikan komentar terhadap suatu kitab, yang di sebut kitab syarh.

Di kalangan pesantren, kitab kuning di anggap formulasi final dari ajaran-ajaran al-qur’an dan sunah nabi. Kitab ini di tulis para ulama dengan kualifikasi ganda: keilmuan yang tinggi dan moralitas yang luhur. Kitab ini juga ditulis dengan mata pena atau jari-jari bercahaya. Akibatnya, ia dipandang hampir sempurna dan sulit mengkritknya. Implikasi selanjutnya adalah kitab kuning itu dianggap suci dan sakral yang mengandung kebenaran sejati, sehingga tidak perlu lagi difermulasi. Ketika terjadi pensakralan terhadap kitab in, maka kondisi santri akan stagnan dan tidak mau mencoba membuktikan kreativitasnya sendiri.

Oleh karena itu, kitab kuning sebaiknya disikapi seperti pada kitab-kitab kuning lainnya sebagia produk budaya yang mungkin sekli mengalami kelemahan atau kesalahan. Sementara itu, tugas ulama

(44)

sekarang mestinya memperbaiki kelemahan atau kesalahan yang terdapat dalam kitab tersebut. Ada beberapa kelemahan yang terdapat dalam keilmuan kitab kuning untuk segera di antisipasi. Kelemahan-kelemahan itu makin memperkuat suatu padangan bahwa kitab kuning sama sekali tidaklah suci atau sakral. Kitab kuning bisa dipelajari, di kaji dan dikoreksi, di gugat dan direkonstruksi terkait dengan kelemahan-kelemahannya.

Apabila dibandingkan dengan perkembangan ilmu-ilmu kealaman, sosial, dan budaya . keilmuan kitab kuning agak terhambat berkembang kalau tidak mau disebut mandeg. Padahal secara umum, keilmuan kitab kuning dinilai sangat tinggi, dalil-dalil atau dasar-dasar materinya sangat lengkap, luwes dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Kitab kuning yang beredar dipesantren sebagian besar berasal dari kelompok ilmu-ilmu syari’ah terutama ilmu fiqih, dan disusul oleh ilmu nahwu dan sharaf .

Dari segi bentuknya, kitab kuning memiliki keunikan sendiri. Namun, akhir-akhir ini wajah kitab kuning telah mengalami perubahan. Kitab kuning cetaka baru sudah memakai kertas putih sebagian sudah diberi syakl(tidak gundul lagi) untuk memudahkan membacanya, dan sebagian besar telah dijilid rapi. bahkan lantaran respons dunia islam terhadap kebudayaaan modern (al-nahdhah al-adabiyah al-jadidah), maka muncul berbagai kitab modern (kutubasyriyah) yaitu

al-kutub almadrasiyyah (kitab-kitab akademis) yang banyak menggunakan

metode penulisan dan analisis barat, sehingga berbeda dengan al-kutub

al-qadimah (kitab-kitab klasik)

Dunia pesantren telah mengenal buku-buku lain diluar kitab kuning untuk refhrensi dan pengajaran ilmu keagamaan. ada semacam keharusan dari kalangan pesantren untuk mempelajari ilmu-ilmu agama dari kitab kuning. Lebih dari itu, karena kitab kuning ditulis dengan

(45)

bahasa arab maka dianggap menambah nilai kemuliaan. Buku-buku berbahasa Indonesia betapapun kualitasnya bai, tetapi dianggap di bawah kitab kuning derajatnya oleh kalangan pesantren. Di sini mereka

memberikan penghargaan yang lebih kepada kitab kuning.22

2. Ciri Khas dan Kurikulum Pesantren

Dari segi sikap tradisi pesantren dibedakan kepada jenis pesantren

salafi dan khalafi. Jenis salafi merupakan jenis pesantren yang tetap

mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikannya. Dipesantren ini pengejaran pengetahuan umum tidak diberikan. Tradisi masa lalu sangat dipertahankan. Pemakaian sistem madrasah hanya. untuk memudahkan sistem sorogan seperti yang dilakukan dilembaga-lembaga pengajaran bentuk lama. Pesantren khalafi Tampaknya menerima hal-hal baru yang dinilai baik disamping tetap mempertahankan tradisi lama yang baik. Pesantren sejenis ini mengajarkan pelajaran umum dimadrasah dengan sistem klasikal dan membuka sekolah sekolah umum dilingkungan pesantren, tetapi pengajaran kitab Islam klasik masih tetap dipertahankan. Pesantren dalam bentuk ini diklasifikasikan sebagai pesantren modern dimana tradisi salaf sudah ditinggalkan sama sekali.

Di bawah ini merupakan ciri khas pesantren dikatakan modern dan tradisional (salafi) diantaramya :

1. pesantren dikatakan modern karena Penekanan pada bahasa Arab percakapan.

2. Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan klasik/kitab kuning).

3. Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau Kemenag.

22

(46)

4. Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan, wetonan, dan bandongan.

Pesantren dikatakan salafi :

1. Model pembelajaran masih menggunakan wetonan, sorogan dan bandongan.

2. Masih menggunakan kitab klasik

Perbedaan sangat mendasar antara pondok modern dengan pesantren salaf adalah pada pola pengelolaan atau manajemennya. Pada pesantren salaf, kyai adalah pengasuh sekaligus pemilik pesantren. Hal ini tersirat dari unsur pesantren itu sendiri, dimana kyai adalah unsur utamanya. Sedang unsur lainnya, seperti masjid, santri, asrama, kitab dan kegiatan, lebih terkesan subsider. Tak heran kyai sebagai figur sentral yang menetukan segala-galanya. Hal inilah yang kadang-kadang menjadi faktor dominan, mengapa banyak pesantren yang mati setelah wafatnya kyai pendirinya.

Meletakkan kyai sebagai sentral figur memang sebuah kelaziman, lantaran seorang pemimpin yang memiliki peran yang sangat signifikan, yang tidak hanya terkait dengan manajemen unit-unit kelembagaan

pesantrennya, tetapi juga pembinaan para santri, guru, dan

masyarakatnya.23

B. Modernisasi Kurikulum Pesantren 1. Pengertian Modernisasi

Modernisasi berasal dari kata modern yang berarti terbaru, mutakhir, atau sikap dan cara berpikir yang sesuai dengan tuntutan zaman.24Kata modern berasal dari kata modo yang berarti barusan. Bisa juga diartikan

23

Abdullah Syukri Zarkasyi, Manajemen Pesantren(Pengalaman Pondok Modern Gontor, (gontor: trimurti press, 2005),hal 97.

24Ahmad Mutohar dan Nurul Anam, Manifes To Modernisasi Pemdidikan Islam dan Pesantren, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), cet 1. h. 16

(47)

sikap dan cara berfikir, serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.25 Modernisme pada masyarakat barat mengandung arti, pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham–faham, adat–istiadat institusi lama, dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuanilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Dalam Islam, modernisasi seringkali berarti upaya sungguh-sungguh untuk melakukan reinterpretasi (Penafsiran kembali) terhadap pemahaman. Pemikiran, dan pendapat tentang masalah keislaman yang dilakukan oleh

pemikir terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.26

Sedangkan modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan masa kini.27 Dalam bahasa Arab, modernisasi atau pembaharuan sering diartikan dengan tajdid (yang memperbaharui ). Oleh karena modernisasi berarti memodernkan atau memperbaharukan dengan kata lain modernisasi berarti upaya untuk memodernkan atau memperbaharukan apa saja yang melekat pada kehidupan kita, termasuk didalamnya memperbarukan tradisi, institusi, keyakinan dan kebiasaan dan apa saja yang selanjutnya di sesuaikan denngan ilmu pengetahuan.28

Makna umum istilah modern adalah segala sesuatu yang terkait dengan masa kini, lawan dari pada modern adalah kuno yaitu segala suatu yang terkait dengan masa lampau. Jadi, kalau berbicara tentang masa modern, maka yang dimaksud adalah waktu sekarang dan yang akan datang (masa depan). Menurut Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Ahmad Muthohar modernisasi adalah suatu proses pembaharuan dan perubahan yang mengarah kepada apa yang lebih efektif dan lebih efesien. Dengan menggunakan piranti ilmu dan tekhnologi, manusia akan mampu

25 A. Malik M. Thaha Tuanaya, Msi dkk, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2007),Cet Ke 1. h.151

26

ibid. h. 8 27

Mutohar, op.cit, h. 16 28Malik, op.cit, h. 8-9

Gambar

Tabel  Keterangan  Halaman

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai alternatif untuk meningkatkan mutu pendidikan, guru dapat menerapkan strategi PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) pada

Taufik Fatur Rahman, Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika pada Materi Keliling dan Luas Persegi Panjang dengan Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif dan

Kreatif dan inovatif, model pendidikan calon guru Katolik diarahkan untuk membangun suasana kebebasan belajar yang memanfaatkan media digital sebagai epistemologis sikap

Pembelajaran budidaya ayam petelur yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang bersifat kreatif dan juga inovatif, sehingga siswa dapat terlibat aktif di dalam proses

Kemudian dalam melaksanakan proses pembelajaran guru sangatlah aktif, kreatif dan inovatif dalam mengemas pembelajaran agar peserta didik bisa mengikuti

Di tangan guru yang bijak, cerdas, aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan berkarakter akan berpeluang menghasilkan output yang kreatif dan intelektual yang tinggi, sehingga dapat

Faktor murid yang mengatakan bahawa murid lebih aktif atau seronok, berani atau berinteraksi, bekerjasama atau bersedia, kreatif atau inovatif, berdikari serta prestasi meningkat

Harus inovatif juga jadi guru kan yang mengajar inovatif, kreatif untuk meningkatkan emmm di dalam diri itu aku harus belajar, aku harus bisa ada pengimbangan diri lah anak biar ngga