• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 4 Universitas Kristen Petra"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Green Construction

Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek yang mengolah suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Dalam prosesnya sebuah proyek konstruksi diteliti dapat memberikan pengaruh negatif yang cukup besar bagi lingkungan sekitar apabila tidak ditindaklanjuti. Sehubungan dengan ini muncul sebuah metode konstruksi yang memperhatikan isu-isu mengenai lingkungan yang lebih akrab dikenal dengan pembangunan berkelanjutan atau sustainable

construction.

Menurut Conseil International du Batiment atau International Council for

Building (CIB) definisi sustainable construction pada mulanya dikemukakan oleh

Professor Charles Kibert “the creation and responsible management of a healthy

built environ ment based on resource efficient and ecological principles” yang

dapat diartikan menjadi “pembuatan dan pengelolaan yang bertanggung jawab dari sebuah lingkungan pembangunan yang sehat berdasarkan pengefisiensian sumber daya dan prinsip-prinsip ekologi”. Selanjutnya CIB menjelaskan bahwa pengertian dari sustainable construction dapat berbeda-beda berdasarkan pendekatan dan prioritas dari tiap-tiap negara yang menuju ke pembangunan yang berkelanjutan. CIB menambahkan bahwa untuk mengambil sebuah definisi singkat mengenai sustainable construction bukan merupakan pilihan yang tepat, namun mendefinisikan kerangka global berisi poin-poin pembahasan sustainable

construction yang nantinya tiap negara dapat memilih dimana prioritas sustainable construction mereka berada merupakan tujuan dari Agenda 21.

(Agenda 21 . 1998)

Menurut Negara Belanda, pengertian resmi sustainable construction adalah suatau keadaan bangunan yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif yang berpengaruh pada kesehatan dan lingkungan yang disebabkan oleh proses konstruksi bangunan atau karena bangunan/lingkungan kota yang sudah

(2)

ada. Dengan kata lain, pengurangan pemakaian sumber daya alam dan konservasi lingkungan dalam proses konstruksi, bangunan dan lingkungan kota yang sudah ada dengan tetap mempertahankan kualitas hidup yang baik. (Agenda 21 . 1999)

Menurut Negara Finlandia, sustainable construction adalah Pada saat proses dan selama umur guna gedung, bertujuan untuk meminimasi penggunaan energi dan emisi yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan sekitar, serta memberikan informasi yang bersangkutan bagi konsumen dalam mereka membuat keputusan. (Agenda 21. 1999)

Negara Indonesia tempat penulis berada belum memberikan definisi secara resmi arti sustainable construction. Agenda 21 untuk Negara Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1999 memerlukan pendekatan lebih lanjut, baru pada 14/06/2011 Kepala BP Konstruksi Bambang Goeritno dalam forum Seminar Internasional dengan tema “Toward Sustainable Construction in Indonesia” menyampaikan mengenai Draft Agenda 21 Konstruksi Berkelanjutan di Indonesia. Dalam kesempatan ini dijelaskan bahwa Konstruksi berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai suatu konsep membangun dengan kualitas hidup yang lebih baik dengan lebih kompetitif serta menguntungkan, menyajikan kepuasan, kenyamanan, dan nilai lebih untuk klien dan pengguna, melindungi lingkungan, serta meminimalisasi penggunaan sumber daya dan energi (DETR, 2000). (http://bpksdm.pu.go.id/?menu=10&kd=526)

Disamping sustainable construction muncul juga istilah-istilah yang sering didengar pada saat membahas isu-isu mengenai konstruksi dan lingkungan hidup seperti green building dan green construction. Tidak sedikit pihak yang mengatakan bahwa kedua istilah ini memiliki arti yang sama namun bila didefinisikan lebih jelas green building dan green construction dapat memiliki arti yang berbeda. Sekarang kita fokus pada kata building dan construction. Dalam konteks tertentu, dua kata ini bisa dikatakan sama yang bermakna bangunan dan atau konstruksi. Namun dalam konteks yang lain, building dapat berarti gedung. Sedangkan kata construction pada konteks teknik arsitektur dan sipil dapat berarti suatu proses yaitu proses membangun bangunan itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa construction adalah bagian dari proses siklus hidup bangunan.

(3)

Dari penjelasan diatas maka secara harafiah pengertian green building berbeda

dengan green construction dimana green construction akan fokus pada cara membangun yang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup sedangkan

green building akan fokus pada keadaan bangunan yang memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan hidup.

Meskipun green building dan green construction dapat berdiri sendiri dan memiliki arti sendiri, kedua istilah ini merupakan bagian dari sustainable

construction karena sustainable construction atau pembangunan berkelanjutan

merupakan suatu pembangunan jangka panjang yang membahas setiap proses yang ada dari keseluruhan siklus bangunan dari tahap planning, design, proses konstruksi hingga operation dan maintenance. (http://manajemenproyek indonesia.com/?p=986)

2.2 Peranan Kontraktor Dalam Proses Green Construction

Dalam proses kegiatan konstruksi terdapat banyak stakeholder yang berperan aktif mulai dari fase development hingga decontruction/demolition. Setiap stakeholder memiliki peranan sendiri-sendiri dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan ini. (Gambar 2.1) (Agenda 21 . 1999)

(4)

Salah satu stakeholder yang berperan pada proses pengerjaan konstruksi adalah kontraktor. Menurut Agenda 21 seperti pada gambar diatas peranan kontraktor dapat berupa (Agenda 21. 1999) :

1. Kesadaran untuk menerapkan konsep-konsep sustainable dan membuat ini sebagai suatu nilai kompetitif.

2. Menginformasikan seputar dampak lingkungan kepada owner untuk menjamin bahwa owner juga memiliki tujuan untuk memperhatikan permasalahan lingkungan.

3. Memilih partner-partner (sub-contractor, material and product

suppliers) yang memiliki visi dalam memperhatikan permasalahan

lingkungan.

4. Menyediakan anggaran/budget khusus untuk sustainable construction. 5. Pengefisiensian produksi dalam proses pembangunan melalui

pengambilan keputusan yang tepat.

Menurut The Asociated General Contractors of America, peranan kontraktor dapat berupa (The Associated General Contractors of America –

Talking Points on Green Construction , 2007) :

1. Mendaur ulang dan menggunakan kembali bekas/sisa material kontruksi dan pembongkaran.

2. Membatasi penggunaan material / sisa produk yang berbahaya pada lokasi pekerjaan.

3. Melindungi tanaman yang telah ada di lokasi pengerjaan, mendonasi tanaman untuk digunakan di lokasi pekerjaan.

4. Membuat keputusan pembelian yang ramah lingkungan.

5. Menggunakan peralatan mekanik dan elektrik yang lebih hemat energi. 6. Perform building commissioning activities

7. Mengurangi zat/bahan dan emisi gas dari peralatan yang telah ada (hingga batas yang memungkinkan).

Sedangkan menurut Sandy Halliday di bukunya yang berjudul Sustainable

(5)

konstruksi memberikan gambaran bahwa terjadi penurunan tanggung jawab dalam mempertahankan konsep-konsep green yang diambil.(Gambar 2.2) (Halliday.

Sustainability Construction. 2008)

Gambar 2.2 Sustainability baton ( Halliday, 2008)

Gambar 2.2 menunjukkan sebuah penelitian yang menggambarkan proses konstruksi dari awal hingga akhir dengan tiap stake holder yang berperan dan bagaimana tingkat penerapan konsep green yang dilakukan. Indikasi penerapan konsep green yang baik ditunjukkan dengan “Deep Green” semakin turun nilai penerapan konsep green di indaksikan dengan “Mild Green”, “Light Green” dan “Not Green” . Gambar 2.2 menunjukkan bahwa client pada fase briefing memiliki tingkat peranan green yang paling tinggi (deep green). Saat client memutuskan untuk membangun green building maka keseluruhan konsep bangunan akan dilakukan dengan konsep green building. Pada fase design, detail

design, dan production info yang di pegang oleh design team berada pada tingkat mild green menunjukkan bahwa design team dapat melakukan peranan yang

cukup tinggi dalam bangunan dengan konsep green building terutama pada bagian spesifikasi design yang dipilih. Bagian tender action dan site operations yang dipegang oleh kontraktor memiliki tingkat light green menunjukkan peranan yang

(6)

dapat dilakukan kontraktor dalam sebuah green building tidak terlalu banyak, sedangkan pada bagian operasi dan maintenance bangunan memiliki tingkatan yang rendah menunjukkan bahwa pada bagian ini sedikit peranan yang dapat dilakukan.

Dalam kesempatan ini dengan topik bahasan peranan kontraktor pada fase pengerjaan konstruksi peranan yang dapat dilakukan oleh kontraktor adalah :

1. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat, tidak membahayakan pekerja dan segala yang berhubungan dengan polusi, bahan yang beracun atau semacamnya.

2. Meningkatkan keanekaragaman hayati, tidak menggunakan material yang membahayakan spesies atau lingkungan.

3. Menggunakan sumber daya secara efektif, tidak menggunakan sumber daya secara berlebihan seperti uang, energi, air, material dan tanah. Tidak menciptakan bahan sisa secara berlebihan karena kesalahan design, cacat produksi dan semacamnya.

4. Meminimalisasi polusi , mengurangi kebergantungan pada material yang menimbulkan polusi, energi dan transportasi.

5. Memasang target-target yang jelas dan bila perlu menggunakan pedoman dari Civil Engineering Environmental Quality (CEEQUAL) atau Building Research Establishment’s Environmental Assessment

Method (BREEAM).

6. Membiasakan budaya lokasi pekerjaan yang bersih, budaya pengaturan limbah serta reuse dan recycling.

7. Memiliki kesadaran bahwa kontraktor merupakan bagian penting dengan tanggung jawab untuk meneruskan sustainability baton.

2.3 Green Building menurut Rating Systems

Isu-isu yang berhubungan dengan sustainable construction ini membuat banyak pihak bermunculan mendukung dikembangkannya sustainable construction. Salah satu inovasi yang mendapat banyak perhatian dan terus

dilakukan hingga sekarang adalah organisasi yang bergerak dalam rating

(7)

Green building rating system adalah sebuah alat untuk mengukur dan

mengevaluasi performa environmental sebuah bangunan. Rating sistem ini mencakup area yang cukup luas dalam hal berhubungan dengan lingkungan mulai dari pemilihan letak bangunan, desain, konstruksi hingga pengoperasian bangunan. (http://www.wbdg.org/resources/gbs.php)

Di seluruh penjuru dunia terdapat ratusan alat rating bangunan yang berfokus pada area yang berbeda-beda dari pengembangan yang berkelanjutan. Alat evaluasi ini mencakup biaya sepanjang siklus hidup, desain sistem konservasi energi, desain keseluruhan bangunan dan alat-alat operasi yang digunakan dan banyak lainnya. Dari berbagai alat evaluasi tersebut akan diambil alat rating yang digunakan oleh negara-negara sebagai berikut : (Tabel 2.1). 1. BREEAM (Building Research Establishment’s Environmental Assessment

Method) pertama kali dikeluarkan pada tahun 1990 di Inggris. Alat rating ini selalu diupdate secara berkala, namun informasi mengenai BREEAM tidak dipublikasikan dan dijual dalam bentuk buku pegangan atau bentuk yang lain sehingga untuk mendapatkannya harus melalui orang berlisensi BREEAM. Versi yang paling baru digunakan untuk bream adalah BREEAM 2011. BREEAM merupakan alat rating yang cukup dikenal di benua eropa dan beberapa negara selain Inggris menggunakannya (Spanyol, Belanda, Swedia, dll) dan juga banyak digunakan sebagai pedoman untuk membuat sistem rating lain.

2. HKBEAM (HongKong Building Environmental Assesment Method) merupakan sistem rating yang digunakan di Hong Kong dan pertama kali dikeluarkan pada tahun 2010. sistem rating ini mengambil basis dari Negara Inggris (UK) mengingat bahwa Hong Kong merupakan salah satu bekas Negara jajahan Inggris HKBEAM pertama diluncurkan secara resmi pada th 2010 . karena sistem rating ini tergolong baru, banyak hal-hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut melalui feedback dari berbagai pihak dan kedepannya akan dilakukan update-update lebih lanjut. HKBEAM ini dibentuk secara khususnya untuk Negara Hong Kong sehingga lebih banyak digunakan di Hong Kong.

(8)

TABEL 2.1 RATING TOOLS

Negara : Inggris Amerika Hongkong Singapore Indonesia

Nama : BREEAM* LEED* HKBEAM* Green Mark GREENSHIP

Tahun : 1990 2000 2010 2005 2010

Badan

Ofisial : BREglobal US GBC BEAM Faculty BCA Indonesia GBC

Aspek : Name [%] Name [Poin] Name [Poin] Name [Poin] Name [%]

1. Management 12 1. Sustainable Sites 26 1. Site 25 1. Energy 116 1. Tepat Guna 17

2. Health and 15 2. Water Efficiency 10 Aspects (SA) 8 Effciency Lahan

Wellbeing 3. Energy and 35 2. Material 8 2. Water 17 2. Efisiensi Energi 26

3. Energy 19 Atmosphere Aspects (MA) Efficiency Dan Refrigeran

4. Trasnsport 8 4. Materials and 14 3. Energy Use(EU) 35 3. Environmental 42 3. Konservasi Air 21

5. Water 6 Resources 4. Water Use(WU) 12 Protection 4. Sumber dan 14

6. Materials 12.5 5. Indoor 15 5. Indoor 20 4. Indoor 8 Siklus Material

7. Land Use 10 Environmental Environmental Environmental 5. Kualitas Udara 10

8. Pollution 10 Quality Quality(IEQ) Quality

& Kenyamanan Udara

6. Inovation in 6BP 6. Inovation And 5BP 5. Other Green 7 6. Manajemen 13

7.

Design

Regional Priority 4BP Additions(IA) Features

Lingkungan bangunan

Nilai : Name [%] Name [Poin] Name [%] Name [Poin] Name [%]

Outstanding

85 Platinum ≥ 80 Platinum : GM Platinum ≥ 90 Platinum

≥ 73 Excelent

70 Gold 60-79 Overall Score ≥ 75 GM Gold Plus 85-90 Gold

≥ 57 Very Good

55 Silver 50-59 Site Aspects Score ≥ 70 GM Gold 75-85 Silver

≥ 46 5 U n iv e rs ita s K ri s te n Pe tr a

(9)

Good

45 Certified 40-49 Energy Use Score ≥ 70 GM Certified 50-75 Bronze

≥ 35

IEQ Score ≥ 70

Gold :

Overall Score ≥ 65

Site Aspects Score ≥ 60

Energy Use Score ≥ 60

IEQ Score ≥ 60

Silver

Overall Score ≥ 55

Site Aspects Score ≥ 50

Energy Use Score ≥ 50

IEQ Score ≥ 50

Bronze

Overall Score ≥ 40

Site Aspects Score ≥ 40

Energy Use Score ≥ 40

IEQ Score ≥ 40

Sumber : BREAM 2011 NC LEED 2009 NC HK BEAM 1.1 NC GM Non Residential NB v.4 GREENSHIP v1.1 NB

*BREEAM : Building Research Establishment’s Environmental Assesment Method

*LEED : Leadership in Energy and Environmental Design *HKBEAM : HongKong Building Environmental Assesment Method

5 U n iv e rs ita s K ri s te n Pe tr a

(10)

3. Singapore Green Mark pertama kali diluncurkan pada th 2005 oleh organisasi bernama Building and Construction Authority. Green Mark diluncurkan sebagai inisiatif awal bagi industri konstruksi di singapore untuk menuju kepada pembangunan yang berkelanjutan dan peduli kepada lingkungan. Green Mark memberikan dampak yang signifikan di industri konstruksi tidak hanya dengan alat rating nya tetapi juga dengan memberikan penghargaan-penghargaan dalam bidang sustainability secara berkala dan sedang menjalin kerjasama dengan Singapore Green Building Council dalam bidang alat sertifikasi untuk green building.

4. LEED® (Leadership in Energy and Environmental Design) merupakan sistem yang dominan digunakan di Amerika Serikat dan banyak digunakan di berbagai negara di seluruh penjuru dunia. LEED pertama kali dikeluarkan pada tahun 2000. Sistem ini memberikan evaluasi yang komplit dan menyeluruh. Sistem ini maksimal akan memberikan 1 perubahan kecil setiap tahunnya, dimana perubahan yang menyeluruh (biasanya versi baru) dilakukan setiap 3-5 tahun siklus. Penilai dari LEED® harus melalui serangkaian pelatihan dan harus lulus dalam ujian. Lebih dari 400 bangunan di Amerika Serikat telah bersertifikasi LEED® dan lebih dari 3000 bangunan berusaha mengajukan sertifikasi LEED® ini. Sistem ini tidak hanya menjadi yang teratas di Amerika Serikat tetapi sangat banyak digunakan di dunia.

5. Greenship merupakan alat rating yang baru dikeluarkan pada tahun 2010 dan digunakan oleh negara Indonesia . Greenship ini merupakan alat evaluasi dan sertifikasi yang dikembangkan oleh Green Building Council Indonesia. Hingga sekarang Greenship sudah mengeluarkan 1 update ke versi 1.1. Greenship ini dibagi kedalam 2 edisi yaitu untuk NB (New

Building) dan EB (Existed Building). Greenship ini merupakan sistem

rating lokal yang dibuat sesuai untuk bagaimana keadaan Negara Indonesia.

Pada Tabel 2.1 tiap aspek yang ditinjau oleh sistem rating dijabarkan lebih lanjut kedalam poin-poin yang ditinjau dari tiap aspek tersebut. Tiap poin yang ditinjau akan memberikan nilai. Nilai tersebut akan dijumlah dan hasil total dari

(11)

setiap aspek yang ditinjau dijumlah sehingga menghasilkan nilai akhir. Nilai akhir ini yang akan memberikan rating dari bangunan yang di evaluasi.

Alat rating yang ada ini akan dapat membantu para kontraktor yang ingin berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan untuk mengetahui langkah-langkah konkrit yang harus kontraktor ambil dalam proses konstruksi yang baik dan benar sesuai persyaratan dari alat rating yang digunakan.

Dalam setiap rating system yang ada kontraktor memiliki peranan yang harus dilakukan untuk memenuhi kriteria yang diharapkan. Dalam LEED® NC kontraktor dapat berperan untuk mendapatkan 13 LEED Poin dengan kemungkinan empat tambahan poin lagi di aspek inovation in design. 13 poin ini saja bisa membuat nilai akhir naik dari level silver ke gold. 13 poin yang dimaksud didapatkan dengan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut : ( Chad Suitonu,http://www.constructionexec.com/Issues/January_2011/Backlog_Indicato r.aspx).

Construction Waste Management (1-2 poin dengan kemungkinan 1 ID

poin) : menyediakan beberapa tempat pembuangan untuk memisahkan bahan sisa (kayu, besi, drywall, concrete dan sampah umum), ini bertujuan untuk memudahkan dalam menentukan barang yang dapat di daur ulang dan tidak dapat. Apabila 50% dari bahan sisa (waste) yang biasanya dihitung berdasarkan berat dapat diselamatkan/di daur ulang maka 1 point didapat. Apabila 75% bahan sisa dapat diselamatkan/di daur ulang maka akan mendapat 2 point. Tantangan untuk kontraktor sebenarnya adalah menemukan tempat daur ulang yang menerima bahan-bahan sisa dari proyek.

Recycled Content (1-2 poin) : menggunakan bahan-bahan yang merupakan

hasil daur ulang. Menggunakan 10% bahan daur ulang memberikan 1 poin dan menggunakan 20% bahan daur ulang memberikan 2 poin. Untuk mengukur penggunaan bahan daur ulang biasanya digunakan dari berat yang kemudian dikonversikan ke dalam harga kemudian dibandingkan dengan harga total (material).

(12)

Regional Material (1-2 poin) : menggunakan material bangunan yang

diproduksi berjarak dalam radius 500 mil (800km) dari lokasi proyek. Penggunaan 10% dari bahan ini yang dihitung berdasarkan harga dibandingkan dengan harga material total akan memberikan 1 poin, apabila penggunaan mencapai 20% akan memberikan 2 poin.

Certified Wood (1 poin) : menggunakan minimum 50% kayu yang

merupakan kayu yang bersertifikasi dari Forest Stewardship Council’s dari total semua penggunaan bahan kayu (ieg. Framing, flooring, sub flooring,

etc).

Construction Indoor Air Quality Management Plan – During Construction

(1 poin) : hal yang harus dilakukan adalah :

o Selama proses konstruksi, memenuhi persyaratan yang direkomendasikan oleh Sheet Metal and Air Conditioning National Contractors Association (SMACNA) IAQ Guidelines For Occupied Buildings Under Construction, 2nd Edition 2007, ANSI/SMACNA 008-2008 (Chapter 3)

o Melindungi bahan-bahan absorptive yang disimpan di lokasi dan yang

telah terpasang dari kerusakan akibat kelembapan.

o Bila memasang sistem penanganan udara permanen selama konstruksi maka harus memenuhi persyaratan dari ASHRAE

standard 52.2-1999. Serta mengganti filter dengan yang baru

sebelum bangunan di tempati

Construction Indoor Air Quality Management Plan – Before Occupancy (1

poin) hal yang harus dilakukan dapat berupa :

o Melakukan flush-out , memasang alat filtrasi udara yang baru, melakukan building flush-outdengan menyediakan 14000 ft² udara luar bebas/ ft² dari lantai dengan mempertahankan temperatur udara setidaknya 15°c dan kelembapan udara tidak lebih dari 60%

o Melakukan air testing, melakukan pengetesan udara berdasarkan kepada protokol EPA Compendium of Methods for the determination of Air Pollutants in Indoor Air atau metode ISO. Contoh dapat dilihat di gambar 2.5.

(13)

Gambar 2.3 LEED 2009 for NC

Low Emitting Materials (4 Poin) : mengurangi kontaminasi udara yang

menggangu kenyamanan udara dari pengguna bangunan. 4 poin dari bagian ini dibagi ke dalam 4 bagian dengan masing-masing 1 poin yaitu : o Adhesives and Sealants

o Paints and Coatings

o Flooring Systems

o Composite Wood and Agrifiber Products

Poin penting dari keempat bagian di atas adalah menggunakan bahan-bahan yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dari LEED 2009 for NC.

GREENSHIP Indonesia juga menyediakan beberapa poin dari keseluruhan

101 poin yang dapat di kategorikan sebagai tanggung jawab dari kontraktor. Penulis menyimpulkan peranan kontraktor dalam GREENSHIP Indonesia v1.1 untuk New Building :

 Material Resource and Cycle : o MRC 1 (1 atau 2 poin)

 Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) (1 poin)

 atau menggunakan 20% dari total biaya material baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dan dinding) (2 poin)

(14)

o MRC 2 (3 poin)

 Menggunakan material yang memiliki sertifikat sistem manajemen lingkungan pada proses produksinya minimal bernilai 30% dari total biaya material. Sertifikat dinilai sah bila masih berlaku dalam rentang waktu proses pembelian dalam konstruksi berjalan. (1 Poin)

 Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material (1 Poin)  Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari

sumber daya (SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek <10 tahun senilai minimal 2% dari total biaya material (1 poin)

o MRC 4 (2 Poin)

 Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain‐lain) dan sah terbebas dari perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu (1 Poin)

 Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest

Stewardship Council (FSC) (1 Poin)

o MRC 6 (2 poin)

 Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasinya berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total biaya material (1 Poin)

 Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama dan pabrikasinya berada dalam wilayah Republik Indonesia bernilai minimal 80% dari total biaya material. (1 Poin)

 Indoor Health and Comfort : o IHC 3 (3 Poin)

(15)

Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar volatile organic compounds (VOCs) rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia. (1 Poin)  Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber dan

laminating adhesive, dengan syarat memiliki kadar emisi formaldehida rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBC Indonesia. (1 Poin)

 Menggunakan material lampu yang kandungan merkurinya pada toleransi maksimum yang disetujui GBC Indonesia dan tidak menggunakan material yang mengandung asbestos dan styrene.

 Building Environmental Management : o BEM 2 (2 Poin)

 Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas :

 Limbah padat, dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga.(1 Poin)

 Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas konstruksi agar tidak mencemari drainase kota (1 Poin)

o BEM 3 (2 Poin)

 Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan (1 Poin)

 Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan persampahan kota (1 Poin) o BEM 4 (3 Poin)

Melakukan prosedur testing‐ commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI, termasuk training dengan baik dan benar agar

(16)

peralatan/sistem berfungsi dan menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan.(2 Poin)

 Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi melaksanakan pemasangan seluruh measuring ‐adjusting

instruments. (1 Poin)

Dari semua peranan yang dapat dilakukan kontraktor berdasarkan

GREENSHIP NB V1.1 diatas , kontraktor dapat menyumbangkan 19 point dari

keseluruhan 101 poin yang ada.

Sedangkan di Green Mark Singapore Version NRB/4.0 , peranan dari kontraktor dijabarkan sebagai berikut :

 NRB 3-1 Sustainable Construction

o Menggunakan Sustainable dan recycled materials

 Menggunakan minimal 10% Green Cements yang telah diakui dan bersertifikasi.

 Menggunakan Recycled Concrete Aggregates dan Washed Copper Slag dari sumber yang telah diakui untuk menggantikan coarse and fine aggreagates dalam pengecoran (batasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku)

 NRB 3-2 Sustainable Product

o Menggunakan produk-produk ramah lingkungan yang telah disertifikasi untuk pekerjaan non-struktural dan arsitektural.

 NRB 3-3 Greenery Provision

o Merestorasi pohon di lokasi proyek, konservasi atau relokasi pohon yang telah ada di proyek.

 NRB 3-4 Environmental Management Practice

o Mengimplementasi program-program ramah lingkungan yang efektif termasuk mengawasi dan memasang target untuk mengurangi penggunaan energi, air dan sisa-sisa konstruksi

o Developer, main builder, M&E consultant dan arsitek bersertifikasi ISO 14000

(17)

o Menggunakan cat yang mengandung tingkat VOC rendah yang telah disertifikasi

o Menggunakan bahan-bahan adhesif yang telah disertifikasi  Stormwater management

2.4 Detail-Detail Peranan Kontraktor Dalam Konstruksi Green Building

2.4.1 Materials

Dalam konstruksi sebuah green building, penerapan prinsip-prinsip material ramah lingkungan tidak hanya dilakukan oleh pihak perencana tetapi pihak kontraktor juga diberikan tanggung jawab untuk menerapkan prinsip-prinsip ini yang tentunya masih dalam scope/wewenang yang dimiliki kontraktor.

Menurut sebuah buku berjudul Construction Waste Management guide, 2003. Beberapa material dapat di reuse. Reuse merupakan usaha untuk menggunakan kembali waste material dalam bentuk yang sama. Material-material yang dapat diogolongkan kedalam Reuseable Material dan termasuk dalam scope material yang merupakan lingkup kontraktor adalah :

a. Batu bata

b. Kayu (plywood/balok kayu) c. Besi d. Paku e. Pasir f. Kerikil g. Semen h. Multiplex i. Paving stone

Selain material dapat digunakan kembali, material juga dapat digolongkan menjadi material yang dapat di recycle. Recycle merupakan proses daur ulang sisa material konstruksi menjadi suatu produk baru yang memiliki nilai guna dan nilai jual. Dari buku yang berjudul sama yaitu Construction waste management guide, 2003. Material yang dapat didaur ulang dan termasuk dalam scope material yang merupakan wewenang kontraktor merupakan material berikut :

(18)

a. Beton b. Besi c. Cat d. Kayu e. Besi baja f. Aluminium g. Seng

Prinsip ketiga yang menyangkut penggunaan material adalah reduce. Reduce adalah usaha untuk mengurangi baik material yang tidak ramah lingkungan (kayu, beton, dll) maupun waste konstruksi yang terjadi selama proses konstruksi.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan material yang tidak ramah lingkungan dapat dilakukan dengan cara mensubtitusi material tersebut dengan material lain yang memungkinkan dan lebih ramah lingkungan. Beberapa contoh material subtitusi yang dapat digunakan adalah :

a. Bambu ; dapat digunakan untuk pengganti material scaffolding, bracing, dan bahan utama membangun barak pekerja/gudang sementara.

b. Bekisting plastik ; dapat digunakan untuk mengganti bekisting dari kayu Dalam dunia konstruksi di Indonesia, penggunaan bekisting kayu hampir belum ada. penggantinya. Proyek konstruksi di Indonesia sepertinya masih sangat menggantungkan kayu sebagai material utama pembuatan bekisting. Ada alternatif dengan menggunakan material baja atau besi namun penggunaannya masih terbatas karena material tersebut memiliki berat jenis yang tinggi sehingga menimbulkan masalah kesulitan pelaksanaan dalam aplikasinya

Penggunaan kayu bekisting merupakan satu-satunya hal yang membuat pelaksanaan konstruksi masih belum bisa dikatakan ”green”. Penggunaan begitu banyak kayu telah membuat enviromental assesment pada perusahaan kontraktor yang telah mendapatkan sertifikasi ISO 14000 tidak begitu bagus. Masalah ini telah menjadi handycap yang harus diselesaikan.

(19)

Sudah saatnya kita mulai memikirkan alternatif lain selain kayu sebagai bahan bekisting. Beberapa tahun terkahir telah ada produk bekisting yang menggunakan bahan dasar plastik yang dikompositkan dengan bahan fiber glass. Bahan plastik yang dikompositkan dengan fiber

glass memiliki kemampuan yang sama bahkan lebih baik dari kayu untuk

digunakan sebagai bekisting.

Banyak pabrik di luar negri telah memproduksi sistem bekisting plastik ini secara massal. Bekisting plastik yang mereka buat dapat digunakan untuk elemen struktur pondasi, kolom, dinding dan pelat lantai. Hal ini berarti hampir semua elemen struktur beton dapat menggunakan sistem bekisting plastik yang mereka produksi. Beberapa perusahaan yang telah memasarkan produk sistem bekisting plastik / Plastic Formwork

System yang Saya dapatkan di internet antara lain:  Hangzhou Yongshun Plastic Industry

 EPIC ECO

 Moladi (http://manajemenproyekindonesia.com/?p=636)

c. Fly ash ; sebagai bahan untuk menggantikan sebagian semen dalam pembuatan beton

d. Wheatboard/Strawboard ; untuk menggantikan material multiplex

Wheatboard/strawboard merupakan papan yang dibuat dari bahan dasar jerami yang di padatkan dan serangkaiaan proses lain. Produk ini memiliki workability yang mirip dengan kayu dan merupakan produk yang lebih ramah lingkungan dari kayu.

Selain usaha menggunakan material diatas, penggunaan material yang tergolong eco-label juga merupakan salah satu usaha yang dilakukan dalam konsep green building.

Definisi ekolabel adalah salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, ‘verifiable’ dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah

(20)

lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut.Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut (Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2008)

Di Indonesia hak untuk memberikan ekolabel pada sebuah material hasil produksi negara di pegang oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Hak ini didasarkan pada : “Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia mengeluarkan Surat Pendaftaran Ciptaan bernomor 025753n 28 Juli 2004 dan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali di umumkan. Tanggal pengumuman 05 Juli 2004 di Jakarta. Nama pemegang dan pencipta adalah Kementerian Lingkungan hidup Jl. DI. Panjaitan Kav 24 Kebon Nanas Jakarta Timur 13410.”

List perusahaan yang telah di sertifikasi oleh Kementrian Lingkungan Hidup dapat dilihat di daftar sertifikasi ISO terbaru yaitu ISO

14002.(http://www.docstoc.com/docs/21926773/Database-Nasional-Sertifikasi-ISO-14002).

Pembahasan material juga mencakup mengenai lokasi dari material dibeli. Konsep green building mengharapkan penggunaan material lokal yang diproduksi dalam negeri lebih banyak dilakukan daripada penggunaan material import yang diproduksi di luar negeri.

Penggunaan material lokal juga lebih lanjut dibahas dengan detail dari letak pembelian material-material tersebut. Semakin dekat letak pembelian material dari lokasi proyek akan semakin baik. Karena letak pembelian yang terlalu jauh akan memakan biaya yang lebih besar, waktu yang lebih lama dan juga transportasi yang lebih sulit. Hal ini mengurangi nilai green dari material tersebut.

(21)

2.4.2 Indoor Air Health And Comfort

Pada bagian ini konsep green building yang dibahas akan menekankan pada kenyamanan udara dari lingkungan proyek dan sekitarnya semasa konstruksi hingga saat dipakai.

Penggunaan cat dan coating merupakan salah satu hal yang disorot berhubungan dengan kenyamanan dan kesehatan udara. Cat mengandung senyawa kimia yang disebut volatile organic chemicle atau yang lebih sering disebut voc. Senyawa kimia ini berbahaya bagi manusia bila diserap oleh manusia dalam kadar yang cukup banyak dan dapat menimbulkan kanker (wikipedia.org). Oleh karena itu penggunaan cat dengan kadar voc yang rendah menjadi sebuah persyaratan dalam konsep green building.

Dalam Greenship sendiri detail kadar voc yang diperbolehkan masih belum dikeluarkan dalam bentuk manual handbook seperti yang telah dilakukan oleh LEED US. Hal ini yang diharapkan dapat segera dikerjakan oleh GBC Indonesia.

Selain bahan dengan senyawa voc yang berbahaya. Penggunaan kayu komposit , agrifiber dan adhesive juga dimasukkan kedalam persyaratan green

building karena kandungan formaldehida yang terdapat dalam material-material

tersebut.

Senyawa Formaldehida dapat berbahaya karena resin formaldehida dipakai dalam bahan konstruksi seperti kayu lapis/tripleks, karpet, dan busa semprot dan isolasi, serta karena resin ini melepaskan formaldehida pelan-pelan, formaldehida merupakan salah satu polutan dalam ruangan yang sering ditemukan. Apabila kadar di udara lebih dari 0,1 mg/kg, formaldehida yang terhisap bisa menyebabkan iritasi kepala dan membran mukosa, yang menyebabkan keluarnya air mata, pusing, teggorokan serasa terbakar, serta kegerahan.

Jika terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematiannya.

Di dalam tubuh, formaldehida bisa menimbulkan terikatnya DNA oleh protein, sehingga mengganggu ekspresi genetik yang normal. Binatang percobaan

(22)

yang menghisap formaldehida terus-terusan terserang kanker dalam hidung dan tenggorokannya, sama juga dengan yang dialami oleh para pegawai pemotongan papan artikel (wikipedia.org)

Disamping persoalan mengenai kedua senyawa diatas, kenyamanan dan kesehatan udara di lingkungan proyek juga dipengaruhi oleh berbagai alat berat yang digunakan oleh pihak pelaksana konstruksi. Alat berat yang dimaksud adalah alat berat yang menghasilkan polusi karbon (CO2) dan menimbulkan

kebisingan yang mengganggu kenyamanan lingkungan.

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan kesadaran akan sustainable

construction maka alat-alat berat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan

konsumen dalam kepuasan teknologi serta ramah lingkungan. Semakin banyak perusahaan yang bersaing dalam mengeluarkan alat berat yang lebih ramah lingkungan, contohnya seperti :

a. Volvo. Mendesain excavator dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, produksi mesin dengan lebih ramah lingkungan, penggunaan lebih sedikit material yang merusak kestabilan lingkungan dalam perakitan alat. (http://www.volvoce.com)

b. Hitachi. Melakukan pendekatan dalam mendesain sebuah alat berat dengan mempertimbangkan :

 Berat  Ketahanan

 Faktor daur ulang material

 Kemudahan untuk pembongkaran dan pembuangan  Faktor konservasi ramah lingkungan

 Penghematan energi  Penyediaan informasi

Hal-hal diatas yang dikembangkan untuk membuat alat memiliki nilai ramah lingkungan selama masa hidup alat. Contoh eco-product hitachi : A hydraulic excavator(ZX200-3), and a transfer crane, wheel loader series,ZW30 ,ZW40,ZW50. (www.hitachi-c-m.com/global/company/csr/environment/products/ index.html)

(23)

2.4.3 Environmental Management

Pada bagian ini akan membahas bagaimana manajemen dari pihak

kontraktor menerapkan keputusan yang sesuai dengan konsep green building. Manajemen limbah merupakan suatu bentuk environmental management yang dilakukan dalam sebuah konstruksi dengan konsep green building. Manajemen limbah dibagi ke dalam tiga bagian yaitu :

1. Manajemen limbah padat 2. Manajemen limbah cair 3. Manajemen limbah anorganik

Manajemen limbah padat akan membahas mengenai sistem yang telah diterapkan dalam proyek seperti pengumpulan sisa-sisa material, pengelompokan sisa-sisa material tersebut kedalam 3 kategori, yang dapat di gunakan kembali, di daur ulang dan dibuang.

Untuk manajemen limbah cair sistem yang diharpapkan di miliki adalah bagiamana kontraktor menjaga kualitas air yang dibuang dari proyek. air yang dibuang dari proyek berupa sisa-sisa pengecoran, air tanah yang di pompa keluar harus dikontrol agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Penggunaan sistem filter air dapat dilakukan untuk mencapai poin ini.

Manajemen limbah anorganik dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain selain tempat pembuangan akhir (TPA) untuk mengolah limbah anorganik. Limbah anorganik adalah limbah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati seperti plastik, botol, kaleng dan sebagainya.

Selain penerapan manajemen untuk limbah, penerapan program-program ramah lingkungan secara langsung kepada setiap pelaku konstruksi di proyek juga merupakan langkah yang perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mensosialisasikan konsep ramah lingkungan yang tergolong baru. Program ramah lingkungan yang diterapkan dapat dilakukan dengan pemasangan slogan dan informasi di lokasi proyek, dengan memasang target untuk mengurangi energi, air dan beberapa hal lain.

Gambar

Gambar 2.1 Stakeholder Action
Gambar 2.2 Sustainability baton ( Halliday, 2008)
TABEL 2.1 RATING TOOLS

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan sebuah sistem serta metode kerja bekisting menjadi sesuatu yang sepenuhnya perlu dipertimbangkan baik - baik. Sehingga segala resiko dalam pekerjaan tersebut

Lalu definisi berikutnya yang dapat menyatukan pandangan yang paling luar sekalipun mengenai efektifitas yang juga dikemukakan oleh Steers, Ungson dan Mowday adalah

Beban preloading diberikan sebesar beban rencana atau lebih besar yang akan diberikan diatas tanah lunak tersebut dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya penurunan rencana..

Perancangan tata letak gudang merupakan salah satu metode untuk mengatur seluruh aktifitas yang ada di gudang.. Perancangan tata letak gudang berfokus kepada internal dan

INTO mengindikasikan nama dari tabel yang akan menerima data. Colomn_list adalah daftar kolom yang akan menerima data. Daftar ini harus ditutupi oleh tanda kurung dan dipisahkan

Jam efektif yang terpakai ini merupakan waktu efektif yang diijinkan per hari selama 1 bulan dan masing-masing berisi waktu yang terpakai untuk proses produksi, waktu yang

Yang menjadi dasar dari pendekatan data pasar adalah dimana nilai pasar suatu properti terkait langsung dengan nilai pasar properti pembanding yang sejenis pada pasar yang

Menurut Djojowirono (1984), rencana anggaran biaya merupakan perkiraan biaya yang diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi sehingga akan