2.1.1 Pembelajaran Matematika
Menurut isjoni (2010:11), pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan oleh siswa, bukan dibuat untuk siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan
kegiatan belajar.
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal (Sugihartono, 2007:81).
Peristiwa belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia.Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003:2).
Dari beberapa pengertian tentang pembelajaran di atas, menjelaskan bahwa proses pembelajaran adalah interaksi guru dengan siswa. Dalam proses pembelajaran itu sendiri, peran seorang guru sangatlah penting. Guru berperan untuk merancang pembelajaran dengan sedemikian rupa agar mempermudah siswa untuk belajar. Apabila guru tidak dapat merancang pembelajaran yang efektif, maka akan berdampak pada siswa bahkan pada hasil belajarnya. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu usaha guru yang dilakukan untuk menciptakan kondisi yang memudahkan siswa untuk belajar dan memperdayakan potensinya sehingga dapat menguasai kompetensi dengan hasil optimal.
dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri Ruseffendi (2007:1). Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.
Menurut Suyitno (2004:2), Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan dimana guru mengajarkan matematika pada peserta didiknya yang didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, bakat, minat dan kebutuhan
siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi belajar mengajar yang optimal antara siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya guru yang dilakukan untuk menciptakan suatu pembelajaran agar mempermudah guru mengajarkan matematika serta mempermudah siswa belajar matematika.
2.1.2 Pembelajaran Kooperatif
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2010: 202). Seperti yang dijelaskan Abdulhak (Rusman, 2010: 203), pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharring proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.
memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.
Ismail (2002:12) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif
adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.
Ibrahim (2000:8) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok yang menunjukkan siswa memperoleh prestasi belajar yang lebih baikSistem belajar kooperatif mengharuskan siswa untuk dapat belajar bekerjasama dengan anggota lainnya. Dalam model ini, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar.
karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
2.1.2.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Arends (2004: 356) model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar.
2. Kelompok dibentuk dari siswa mempunyai kemampuan akademis, tinggi, sedang, rendah serta dari berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
3. Penghargaaan berorientasi pada kelompok daripada individu
Sedangkan menurut Isjoni (2011: 27) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:
1. Setiap anggota memiliki peran.
2. Terjadi hubungann interaksi langsung antara siswa.
3. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman–teman sekelompoknya.
4. Guru membantu mengembangkan ketrampilan–ketrampilan interpersonal kelompok.
5. Gurunya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
6. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam pembelajaran
Dari beberapa ciri-ciri pembelajaran yang telah disampaikan diatas bahwa pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok biasa.Pembelajaran ini, kelompok di bentuk secara heterogen
kelompok. Oleh karena itu guru dalam merancang rencana pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif harus memahami ciri-ciri yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan yang lainnya.
2.1.2.3 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
2.1.3 Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
2.1.3.1 Pengertian Numbered HeadsTogether (NHT)
Numberd Heads Together disebut pula dengan penomoran, berpikir
bersama, kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam
Fase Tingkah laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Fase-2
Menyajikan informasi.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa
bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk
pembelajaran kooperatif. Numbered Heads Together pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja bergantuk pada kelompok-kelompok kecil secara
kooperatif. Struktur tersebut dikembangakan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Modelini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan peserta didik (Anita Lie, 2004:59).
Menurut Anita Lie (2004:59) Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu tipe dari pembelajaran kooperatif penekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. NHT menurut Trianto (2007:62) merupakan jenis pembelajaran koopeatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Ahmad Zuhdi (2010:64) NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
MenurutRahayu(2006)Numbred Heads Together adalah suatu model
penomoran siswa dalam kelompok untuk bekerja sama dalam menyelesaikan soal.
2.1.3.2 Tahap-tahap Numbered Heads Together (NHT)
Tahap-tahap dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Trianto (2007:62) sebagai berikut:
a. Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
b. Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
c. Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
d. Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut,
a. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.
b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. d. Guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerjasama mereka.
Miftahul Huda (2011:138) menyebutkan prosedur pembelajaran Numbered
Heads Together(NHT) sebagai berikut:
a. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.
b. Guru memberikan tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
c. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
d. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
Tahap-tahap tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pembelajaran dengan menggunakan metode Numbered Heads Together (NHT) diawali dengan penomoran siswa yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari beberapa siswa. Tiap-tiap orang dalam kelompok diberi nomor yang berbeda-beda. Tahap berikutnya guru memberikan beberapa pertanyaan atau soal yang harus dijawab oleh tiap kelompok dan tiap kelompok berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
2.1.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Hill dalam Triyana (2008) menyebutkan kelebihan dari Numbered Heads Together yaitu dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,
mampu memperdalam pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siswa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Sedangkan kekurangan
dari Numbered Heads Together yaitu kemungkinan nomor yang sudah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru dan waktu dibutuhkan banyak.
Menurut Ahmad Zuhdi (2010:65) adapun kelebihan dan kekurangan NHT adalah kelebihan 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru, 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
2.1.4 Hasil Belajar
Menurut Nana Sudjana (2011: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menerima pengalaman belajar. Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang baru setelah melalui proses belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergatung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Dalam pembelajaran, pengukuran hasil belajar dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh perubahan tingkah laku siswa setelah menghayati
Pada umumnya hasil belajar dinilai melalui tes, baik tes uraian maupun tes obyektif (Sudjana, 2011: 55). Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Sudjana (2011: 22) menyatakan bahwa proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tetang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Oleh karena itu penilaian hasil belajar mempunyai peranan yang penting dalam proses belajar.
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor.Faktor –faktor yang
mempengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, namun dapat digolongkan menjadi dua faktor yatu intern dan ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. (Slameto, 2010: 54)
Faktor intern adalah faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang timbul dari sisi individu yang sedang belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Faktor yang ada pada diri individu yang sedang belajar disebut faktor intern yang meliputi:
a. Faktor jasmaniah, meliputi kesehatan, cacat tubuh
b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan.
c. Faktor kelelahan baik itu kelelahan jasmani maupun rohani.
2) Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar atau bukan dari sisi individu siswa yang sedang belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar, dapat disimpulkan sebagai berikut:
3) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut faktor ekstern, yang meliputi:
a. Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan.
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan, gedung, metode belajar, tugas rumah.
c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Dari uraian tentang hasil belajar diatas semua merujuk terhadap perubahan siswa setelah melakukan proses kegiatan belajar dimana siswa mengalami berbagai kegiatan belajar yang menyebabkan perubahan dalam dirinya. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya
yaitu faktor dari luar diri siswa atau ekstern seperti keluarga, ekonomi, lingkungan belajar, guru, fasilitas dan faktor dari dalam diri siswa atau intern seperti kondisi fisik, kecerdasan, kemampuan kognitif. Pengukuran hasil belajar siswa dapat diukur dengan kriteria atau patokan-patokan tertentu. Dalam pengukuran hasil belajar siswa dapat menggunakan teknik tes dan hasil tes berupa nilai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku atau kemampuan siswa setelah menerima pengalaman belajar yang dapat diukur dengan tes. Perubahan hasil belajar ini adalah perubahan menjadi lebih baik. Jadi yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian adalah nilai tes matematika. Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran dalam setiap siklusnya.
2.2 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dalam penelitian ini yaitu penilitian yang dilakukan oleh Amaliya Amrina (2013) dengan judul “Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar IPS Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Pada Siswa Kelas V SD 2 Tumpangkrasak Kudus. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Muria Kudus”. Hasil
siklus I (65%), dan siklus II (75%).Simpulan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model NHT dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPS materi masa persiapan kemerdekaan pada siswa kelas V SD 2 Taumpangkrasak Kudus.
Penelitian yang relevan selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Andhika imam Kartono (2012) dengan judul “Upaya Meningkatkan Kerjasama dan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Pembelajaraan Kooperatif Tipe NHT Berbantuan LKS Siswa Kelas V Semester II SD
Negeri 2 Candiroto tahun 2011/2012”. Program studi PGSD Universitas Kristen Satya Wacana SalatigaSaputra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerjasama dan hasil belajar siswa meningkat dengan hasil kerjasam siswa prasiklus rata-rata 66,33, siklus I 75,22, siklus II 85. Peningkatan hasil belajar pada prasiklus 44%, siklus I 76%, dan siklus II 100% siswa tuntas. Dengan demikian menunjukan bahwa melalui Pembelajaran Kooperatif tipe NHT Berbantuan LKS dapat meningkatkan kerjasama dan hasil belajarmatematika siswa kelas V SD Negeri 2 Candiroto Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Semester II Tahun 2011/2012.
2.3 Kerangka Berpikir
Melihat dari kajian pustaka di atas, hasil belajar siswa erat hubungannya dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Sebuah kelas dengan guru yang menggunakan model konvensional yang cenderung ceramah, siswa dalam kelas hamya mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan oleh guru, akan berbeda dengan guru yang menyampaikan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Siswa
dalam kelas akan dibagi menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil, terdiri dari siswa yang anggotanya heterogen baik dari jenis kelamin maupun kemampuan belajarnya.
harapan membelajaran menjadi menyenangkan dan siswa yang berkemampuan rendah dapat terbantu oleh temannya yang berkemampuan tinggi, sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat. Secara sistematis kerangka berpikir digambarkan sebagi berikut:
Gambar 2.1 Kerangka berfikir kooperatif tipe NHT pada pelajaran matematika Diharapkan dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa matematika sesuai KKM 67 ≥ 90% siswa.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai berikut: