• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI LOMPAT PAGAR (Studi atas adat Perkawinan di Nagari Salo Kabupaten Agam Sumatera Barat menurut Tinjauan Hukum Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TRADISI LOMPAT PAGAR (Studi atas adat Perkawinan di Nagari Salo Kabupaten Agam Sumatera Barat menurut Tinjauan Hukum Islam)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

FATHI THAYYIBUN NIM : 1112044200003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1438H/2016M

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

Skripsi ini menjelaskan bahwa di Nagari Salo kecamatan Baso Kabupaten Agam terdapat sebuah tradisi perkwinan lompat pagar yang merupakan tradisi pelarangan perkawinan seorang anak Nagari Salo dengan anak nagari lain. bagi pelanggar perkawinan lompat pagar maka dikenakan sanksi oleh masyarakat dan balai adat. perkawinan lompat pagar sendiri memiliki proses dalam pelaksanaannya yang hal pertama pra nikah yang merupakan proses pendekatan lalu proses nikah dan pasca nikah atau pasca ijab qabul. Tujuan dari penulisan ini Penulis ingin mengetahui apa yang dimaksud dengan perkawinan lompat pagar, bagaimana ragam perkawinan dalam adat Lompat pagar, Apa saja persamaan dan perbedaan perkawinan Lompat pagar dalam Hukum Islam

Tipe penelitian ini eksploratif dan deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif. informan yang di gunakan adalah informan kunci dan kunci di sini adalah tokoh adat desa dan tokoh pemerintahan. Perolehan data selain dari informan, penulis juga menggunakan teks bacaan berupa buku yang berhubungan dengan penelitian.

kesimpulan dari penelitian adalah pelarangan perkawinan lompat pagar merupakan upaya untuk menekan berkuranganya penduduk asli Nagari Salo dan keturunan asli orang minang. Sanksi bagi pelanggar lompat pagar memiliki maksud untuk menekan perkawinan lompat pagar.

Pembimbing : Dr. Abdurrahman Dahlan, MA

(6)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memeberikan nikmat sehat, nikmat iman dan Islam kepada hambanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Serta shalawat dan salam semoga tetap dicurahkan atas kehadiran Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam menyelesaikan pendidikannya.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, dengan adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga:

1. Ucapan khusus bagi Ayahanda H. Yoni Damril, S.H dan Ibunda Hj. Yasni yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, MA, dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Arip Purkon, MA., ketua program studi dan sekertaris program studi Ahwal al Syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Abdurrahman Dahlan, MA,. Dosen pembimbing skripsi sekaligus sahabat diskusi bagi penulis yang sangat bijaksana dan sangat besar hati, sabar serta bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Pimpinan dan staf perpustakaan utama dan perpustakaan fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberiakan fasilitas bagi penulis untuk melakukan studi kepustakaan.

6. Datuak Sipado Ketua KAN (Kerapatan Adat Nagari) Salo kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat, yang telah meluangkan waktu dan bersedia memberikan ilmu dan pengalamannya mengenai Adat Minang kepada penulis.

7. Anwar st. Kayo Wali Nagari Salo kecamatan Baso Kabupaten Agam yang telah memberikan penulis izin untuk meneliti dan membantu penulis dalam memahami pepatah minang.

8. Syafrialmart, S.Ag Kepala KUA (Kantor Urusan Agama) Baso dan staf KUA Baso yang telah bersedia meluangkan waktu dan menyumbangkan pemikiran yang teramat berguna bagi penulis.

9. Mak etek Tini Wali Jorong Baruah dan Solok yang telah bersedia membantu penulis untuk mendapatkan sumber referensi.

10. Kakanda Mega Eka Wati dan Imbria Nursin yang telah memberi semangat dan dukungan moril maupun materil kepada penulis.

(7)

vi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

13. Sahabat Lisensi angkatan 2012 dan seuruh keluarga besar Lisensi, penulis menghaturkan ucapan terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang bermanfaat bagi penulis yang kelak akan berguna bagi masa depan penulis.

14. Tanpa mengurangi rasa hormat penulis kepada pihak-pihak yang telah memberi motivasi dan membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih.

(8)

vii DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ii LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi masalah ... 3

C. Pembatasan masalah ... 3

D. Rumusan masalah ... 4

E. Tujuan dan manfaat penelitian ... 4

F. Metodologi penelitian ... 5

G. Riview studi terdahulu ... 7

H. Sistematika penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan ... 13

B. Syarat dan Rukun perkawinan ... 15

C. Prinsip perkawinan ... 18

D. Motif Perkawinan ... 20

E. Hukum perkawinan menurut Fuqaha ... 21

BAB III PERKAWINAN DALAM ADAT MINANGKABAU A. Deskripsi Nagari Salo 1. Sejarah Nagari Salo... 26

2. Topografi Nagari Salo ... 28

3. Struktur mashyarakat Nagari Salo ... 29

B. Proses adat perkawinan Minangkabau 1. Maresek ... 33 2. Maminang ... 34 3. Maantaan siriah ... 35 4. Malam bainai ... 36 5. Akad nikah ... 37 6. Japuik bajangkau ... 38 7. Baralek ... 39

C. Tradisi lompat pagar 1. Pengertian ... 40

2. Sanksi ... 40

3. Pelaksanaan ... 41

(9)

viii

B. Perbedaan Hukum Islam dengan Tradisi Lompat Pagar ... 49

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 55 B. Saran ... 55

Daftar Pustaka ... 56

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Adat perkawinan Minangkabau di Desa Salo Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat terdapat beberapa adat yaitu hukum adat lompat pagar, japuik bajangkaudan pinangan. Pada adat perkawinan minangkabau terdapat syarat yang harus dipenuhi dan ditaati sebelum dilangsungkannya perkawinan menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya adalah Kedua calon mempelai harus beragama Islam,Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain, Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak, Calon marapulai (Suami) harus sudah mempunyai sumber

penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.1Adat Minang dalam

meminang jika bujang dan gadis sudah berkenalan atau orang tua berkeinginan meminang seorang gadis atau bujang dalam rangka mencarikan jodoh bagi anak kemenakannya, maka penjajakan dan peminangan dilakukan oleh orang tua.

Peminagan dilakukan oleh mamak dari pihak wanita.2

Dalam peminangan atau penjodohan seluruh urusan Perkawinan dari Penyelengaraan perkawinan, mencari jodoh, meminang, sampai hal pembentukan rumah tangga dan juga sampai hal-hal yang ditimbulkan dari Perkawinan

1

Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang(Jakarta: Citra Harta Prima,2011), h. 12.

2

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat ( Bandung: Citra Aditya Bakti,1990),h. 109.

(11)

seluruhnya ditanggung oleh pihak perempuan. Peminangan itu disyariatkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksanannya diadakan sebelum berlangsungnya

akad nikah.3Pada tahap peminangan dikenal tahapan Maresek( meraba) tahapan

ini bisa juga dikatakan tahapan mengenal, tahapan maresek ini dilakukan oleh

pihak perempuan.4

Maresek ini dilakukan untuk mengenalkan pihak laki-laki dengan pihak

perempuan sebelum berlanjut ke tahapan selanjutnya. Lalu pada tahapan selanjutnya merupakan tahapan peminangan, pihak perempuan kembali mendatangi pihak laki-laki dengan membawa tando(tanda) tanda disini dimaksudkan sebagai tanda peminangan telah di setujui oleh pihak laki-laki dan perempuan. Tanda yang biasa digunakan adalah cincin.

Tahapan selanjutnya adalah perkawinan adat yang menurut kebiasannya dilaksanakan 2-3 hari, dalam runtutan acara adat perkawinan itu ada tahapan yang di sebut japuik bajangkau. Japuik bajangkaumerupakan penjemputan pengantin laki-laki yang dilakukan oleh pihak perempuan dengan acara adatJapuik bajangkau ini dilakukan setelah acara perkawinan secara Agama atau setelah akad

nikah.5 Adapun hal-hal yang dilakukan dalam japuik bajangkau ini adalah

persembahan dari pihak perempuan ke pihak laki-laki sebelum memasuki rumah, persembahan disini adalah prakata pantun yang saling bersautan antara pihak laki-laki dan perempuan.

3

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet.II, (Jakarta: Prenada Media, 2007),h. 50.

4

Fiony Sukmasari, Perkawinan Adat Minangkabau(Jakarta: kencana, 2003), h. 24.

5

(12)

3

Dari urutan-urutan acara perkawinan adat terdapat perkawinan yang dilarang menurut adat yaitu perkawinan Lompat pagar, perkawinan Lompat Pagar merupakan perkawinan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang berbeda daerah atau tidak sewilayah.6 Perkwinan ini biasanya dapat terlaksana karena sudah terlanjurnya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan rasa saling suka sudah sulit dipisahkan.

Permasalahan ini merupakan kejadian yang tidak logis dan tidak umum, oleh karena itu penulis merasa perlu untuk mengangkat kedalam suatu permasalahan ini, dengan judul “Tradisi lompat pagar (Studi atas adat Perkawinan di desa Salo Kabupaten Agam Sumatera Barat menurut Tinjauan Hukum Islam)”

B. Identifikasi Masalah

Darilatarbelakangmasalahdiatas,

penulismengidentifikasikanpermasalahansebagaiberikut : 1. Bagaimana Adat perkawinan minangkabau di desa Salo? 2. Bagaimana perkawinan adat di Desa Salo berlangsung? 3. Bagaimana perkawinan adat Minangkabau?

4. Bagaimana perkawinan Lompat Pagar di desa Salo?

C. Pembatasan Masalah

Dari masalah- masalah yang terdapat di atas penulis membatasi penelitian ini. pembatasan masalah ini juga di karenakan keterbatasan Ilmu, materi dan waktu penulis untuk membahas permasalahan adat perkawinan Minang secara

6

(13)

keseluruahan. Maka dari itu penulis dalam penelitian ini hanya menitik beratkan penelitian kepada Adat perkawinan Lompat Pagar.

Pada pembahasan Adat perkawinan Lompat Pagar penulis memberi batasan pokok bahasan tentang penjelasan Adat Lompat Pagar dan sanksi yang didapat bagi pelaksana Adat Lompat Pagar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah di atas dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut:

Adapun pertanyaan pokok dalam rumusan masalah ini adalah Bagaimana Tradisi Lompat Pagar dalam adat perkawinan Lompat Pagar di Desa Salo Sumatera Barat menurut Hukum Islam.

Dari pertanyaan pokok di atas dapat dijawab dengan lebih dahulu menjawab Sub-sub masalah sebagai berikut

1. Bagaimana proses perkawinan Lompat Pagar yang terdapat di Nagari Salo 2. Apa saja persamaan dan perbedaan perkawinan Lompat pagar dalam

perspektif Hukum Islam

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan tertentu. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakan penelitian adalah:

1. Untuk Dapat mengetahui proses perkawinan Lompat Pagar yang dilakukan di Nagari Salo.

(14)

5

2. Untuk dapat mengetahui Persamaan dan perbedaan yang terdapat pada tradisi Lompat Pagar dalam perspektif Hukum Islam.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan pengetahuan tentang proses perkawinan Lompat Pagar yang terdapat pada Nagari Salo.

2. Memberikan pengetahuan tentang persamaan dan perbedaan yang terdapat pada tradisi Lompat Pagar dalam perspektif Hukum Islam.

F. Metodologi Penelitaian 1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan lebih dikaitkan kepada penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif merupakan metode yang dikaitkan kepada sumber hukum atau kaidah hukum yang merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas.7Karya tulis ini melihat perkawinan Lompat Pagar dengan

perspektif Hukum Islam. Dengan menggunakan Al Qur’an dan Hadits sebagai landasan hukum.

2. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengklasifikasikan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat naratif, dalam

bentuk pernyataan-pernyataan yang menggunakan penalaran.8 Dalam menarasikan

permasalahan penulis menggunakan metode deskriptif. Deskriptif merupakan

7

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 118

8

(15)

tindakan penggambaran suatu masalah. Penulis mencoba memparkan kembali permasalahan di lapangan dengan jenis Penelitian field research(penelitian lapangan). Merupakan penelitian yang bersifat langsung ke tempat objek

penelitian dan mengamati langsung permasalahan yang ada.9

3. Sumber Data

Sumber data dapat di klasifikasikan menjadi dua yaitu sumber data Primer, sekunder. Sumber data primer pada penelitian ini adalah data lapangan yaitu: Tradisi dalam perkawian Nagari Salo Kecamatan Baso Kabupaten Agam Sumatera Barat. Berupa Tradisi Lompat Pagar yang berasal dari praktik di dalam masyarakat. Untuk melengkapi data primer ini penulis juga mencari informasi yang didapatkan dari Tokoh Adat. Sumber data sekunder adalah uraian-uraian yang berkaitan dengan adat Perkawinan Minangkabau: Adat dan Budaya

Minangkabau karya Fiony Sukmasari.

4. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan dan menggali informasi tentang pelaksanaan Perkawinan lompat pagar dan pelaksanaan denda dengan cara mewawancarai kepala adat, masyarakat desa Salo dan juga pelaksana perkawinan lompat pagar.

9

(16)

7

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan (Library Research) yaitu metode yang digunakan untuk mengumpulkan serta menganalisa data yang diperolah dari literatur-literatur yang berkenaan dengan Perkawinan Lompat Pagar.

c. Metode Analisis Data

Metodeanalisis data yang digunakanadalahpenggabungan data

antarahasilpenelitianlapangandengan data-data yang diperolehdaribukudanjurnal yang terkait.

d. Teknik penarikan Kesimpulan

Teknik penarikan kesimpulan merupakan alat yang dipakai sebagai pemberi kesimpulan dalam penelitian.dalam penelitian ini terdapat pembahasan-pembahasan yang perlu diberi kesimpulan agar lebih mudah dimengerti hasil dari penelitian ini.

e. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariáh dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

G. Studi Review terdahulu

Studi review kajian terdahulu yang Petama adalah JurnalOkto Arianto,jurnal Ilmu sosial dan politik 2010 dengan judul Pelanggaran Hukum AdatMinangkabau

Dalam kabaAngku KapaloSitalang. Di dalamJurnalini membahas asal-usul

(17)

dalam pembahasan ini pula di atur pelanggaran-pelanggaran yang di lakukan oleh masyarakat minangkabau dan juga di jelaskan sanksi yang di berikan bagi pelanggar. dalam karya tulis ini menjelaskan gaya hidup atau keragaman kehidupan masyarakat Minangkabau dari Perkawinan sampai adat yang berlaku dan di laksanakan sampai saat ini.Sedangkan penulis membahas tradisi adat

Perkawinan Lompat pagar menurut hukum Islam.10

Studi review kajian terdahulu yang kedua adalah Jurnal Hari Hidayat, Jurnal 2012 dengan judul“Perjodohan dalam naskah Randai “puti manih

talongsong” karya Wisran Hadi: tinjauan sosiologi sastra”. Dalam Jurnal ini

membahas masalah-maslah perjodohan yang dilakukan oleh orang-orang minang pada masa lalu. Namun perjodohan itu sampai saat ini masih ada dan masih terlaksana, adapun dari masksud perjodohan itu ialah menjaga keturunan agar tetap pada daerah asal yang sama.Dalam karya tulis ini menjelaskan maslah-masalah yang terdapat dari perjodohan dan dijelaskan juga alasan mengapa perjodohan itu masih terlaksana.Sedangkan penulis membahas tradisi adat

Perkawinan Lompat pagar menurut hukum Islam.11

Studi review kajian terdahulu yang ketiga adalah skripsi Adini Soraya Jurusan Ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Riau Pekanbaru Tahun 2010,judul skripsi : “Pemberian sanksi adat terhadap perkawinan sesuku dalam

kanagarian kasang kabupaten Padang Pariaman ”. Skripsi ini membahas adat

perkawinan minangkabau di Padang Pariaman yaitu larangan perkawinan sesuku

10

Okto Arianto, Pelanggaran Hukum Adat Minangkabau Dalam kabaAngku Kapalo

Sitalang (Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, 2010). 11

Hari Hidayat, Perjodohan dalam naskah Randai “puti manih talongsong” karya Wisran

(18)

9

yang dalam pelaksanaannya terdapat sanksi yang di atur dan di berlakukan bagi pelaku yaitu di buang dari kampung atau di kucilkan dan di kenakan denda memberikan satu ekor kerbau.skripsi ini hanya membahas sanksi bagi pelaksana perkawinan sesama suku dan juga menjelaskan asal-usul sanksi dapat berlaku.Sedangkan penulis membahas tradisi adat Perkawinan Lompat pagar

menurut hukum Islam yang menjelaskan larangan perkawinan beda daerah.12

Studi review kajian terdahulu yang keempat adalah jurnal Zainal Arifin, Jurnal 2009 dengan judul“Dualitas praktik perkawinan Minangkabau”dalam jurnalini membahas dalam perkawinan Minangkabau terdapat praktik-praktik yang terkadang digunakan atau tidaknya. Maksud digunakan atau tidaknya di sini perkawinan Minangkabau orang yang menikah pasti akan dibenturkan dengan acara adat harus dilaksanakan jika tidak ada maka adat akan memberi sanksi. Maka dari itu orang yang melakukan perkawinan acap kali melaksanakan adat dan melaksanakan acara di luar acara adat.Jurnal ini membahas tentang sosiologis masyarakat dalam melaksanakan adat dan melaksanakan bukan adat.Sedangkan

penulis membahas tradisi adat Perkawinan Lompat pagar menurut hukum Islam.13

Studi review kajian terdahulu yang kelima adalah skripsi Iffah Prodi HES Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Muara Bulian Jambi tahun 2015,Judul Skripsi: “Hukum Islam dan perjanjianadatDampak Pemahaman Masyarakat

Sumatera Barat tentang Inses Terhadap Adat Perkawinan” Skripsi ini membahas

tentang larangan perkawinan yang dilarang oleh agama dan juga adat larangan di

12

Adini Soraya, Pemberian sanksi adat terhadap perkawinan sesuku dalam kanagarian

kasang kabupaten Padang Pariaman (Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Islam Riau

Pekanbaru, 2010).

13

(19)

sini merupakan larangan perkawinan dan berhubungan badan antara laki-laki dan perempuan.Karya tulis ini hanya membahas tentang larangan perkawinan bagi orang yang memang dilarang kawin dalam satu suku.Sedangkan penulis

membahas tradisi adat Perkawinan Lompat pagar menurut hukum Islam.14

Studi review kajian terdahulu yang keenam adalah Jurnal Taufik Abdullah, Jurnal dengan Judul Adat and Islam: an examination of conflict in

minangkabauJurnal ini membahas tentang perbenturan antara adat dan Islam yang

dijadikan ujian bagi orang Minang dalam melaksanakan adat dan Islam. Adat dan Islam di sini menjadi subjek pembahasan karena dalam masyarakat Minangkabau adat dan Islam berdampingan.Karya tulis ini membahas sisi sosiologis masyarakat Minangkabau dalam menyikapi adat dan Islam.Sedangkan penulis membahas

tradisi adat Perkawinan Lompat pagar menurut hukum Islam.15

Studi review kajian terdahulu ketujuh adalah skripsi Ali Imran prodi Akhwal syakhsiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Syarief Hidayatullah Jakarta tahun 2008, Judul Skripsi: “Tinjaun Hukum Islam terhadap

Pelaksanaan Walimah Perkawinan adat Minangkabau di Nagari Tabek Panjang kecamatan Baso kabupaten Agam Sumatera Barat” Skripsi ini membahas tentang

Walimah atau acara resepsi perkawinan adat Minang dari sebelum akad nikah sampai setelah akad nikah. Lalu skripsi ini juga melihat sudut pandang Islam mengenai walimah, pengaturan Walimah dalam Islam. Karya tulis ini meninjau Walimah atau resepsi perkawinan dalam Islam dengan Adat Minang.Sedangkan

14

Iffah, Hukum Islam dan perjanjianadatDampak Pemahaman Masyarakat Sumatera

Barat tentang Inses Terhadap Adat Perkawinan( Skripsi S1 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)

Muara Bulian Jambi, 2015).

15

Taufik Abdullah, Adat and Islam: an Examination of Conflict in Minangkabau (Jurnal,t.th).

(20)

11

penulis membahas tentang Tradisi Adat Perkawinan Lompat Pagar, pengaturan

Perkawinan Lompat Pagar dan sanksi Lompat Pagar.16

H. Sistematika penulisan

Hasil penelitian ini disusun dengan sistematika uraian sebagai berikut:

Pada pembahasan pertama yang terdapat pada Bab satu.Sebagaimana layaknya suatu laporan penelitian dalam bentuk skripsi merupakan prosedur standar dengan menjelaskan Latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan Manfaat penelitian, metode penelitian, studi review terdahulu, sistematika penelitian, uraian ini di beri judul Pendahuluan.

Selanjutnya setalah menjelaskan pendahuluan dari penelitian ini maka penulis merujuk kepada Bab kedua untuk memberikan gambaran umum ke pembaca tentang objek penelitian, maka penulis menyajikan uraian tentang Perkawinan menurut Hukum Islam terdiri dari

1. Pengertian dan tujuan perkawinan 2. Syarat dan rukun perkawinan 3. Prinsip perkawinan

4. Hukum perkawinan menurut Islam

Adapun tujuan dari Gambaran ini untuk memberi pemahaman kepada pembaca. Penjelasan selanjutnya pada Bab ke Tiga. dalam bab ini penulis mencoba mempertajam permasalahan yang dibahas dengan memberikan penjelasan tentan Perkawinan Lompat Pagar.

16

Ali Imran, “Tinjaun Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Walimah Perkawinan adat

Minangkabau di Nagari Tabek Panjang kecamatan Baso kabupaten Agam Sumatera Barat,”(

(21)

Setelah menjelaskan masalah yang merupakan pembahsan dari skripsi ini yaitu pada Bab sebelumnya maka pada pemjelsan selanjutnya pada Bab ke Empat penulis lebih melihat persamaan dan perbedaan antara Hukum Islam memandang Adat perkawinan Lompat pagar demi menyelaraskan permasalahan yang ada dengan hukum Islam.

Tiba saatnya kesimpualan dari penelitian ini yaitu pada Bab ke Lima merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan saran- saran sebagai solusi dari permasalahan.

(22)

13 BAB II

TIJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Perkawinan disebut juga “Pernikahan”, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh.1 Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.2

Perkawinan merupakan ikatan mitsakon ghalizan atau ikatan yang tidak dapat diputuskan dengan tindakan apapun.

Pengertian nikah menurut ulama Fiqh

Menurut golongan Hanafiyah hakikat arti nikah adalah bersetubuh. golongan Hanafiyah juga memberi pengertian nikah yang terkandung pada Al

Qur’an merupakan pengartian “bersetubuh atau bercampur”.3 Sedangkan menurut

Abu Zahrah, guru besar Universitas Cairo, nikah itu adalah hubungan suatu akad/ kontrak yang mengandung arti halalnya hubungan kelamin antara pria dan wanita, serta tolong menolong antara mereka dan mewajibkan hak dan tanggung jawab

suami istri.4 Islam membahs tentang anjuran menikah pada surat An Nisaa

1

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat ( Jakarta : Kencana, 2012), h.7.

2

Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia ( Jakarta : Sinar Grafika, 2012), h. 7.

3

M.Nur Asyik, Nikah menurut Islam (Jakarta :Rakan Offset, 1985), h .7.

4

(23)

QS. An- nisaa’ (4): 3





















) ءﺎﺳﻧﻟا / (3:4

Artinya : “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat”.

Ayat diatas menjelaskan bahwa perkawinan itu amat dianjurkan oleh Islam, dan Islam membebaskan untuk memilih siapa pasangan yang diinginkan. Sedangkan batasan untuk beristri yaitu empat orang. Dalil lain yang mengajurkan menikah pada Al Qur’an terdapat pada

QS. Adz Dzariyyat ( 51): 49

















) ازﻟا تﺎﯾر / 49:51 (

Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.

penjelasan diatas menjelaskan bahwa manusia diciptakan berpasangan, maka kawinlah kamu dengan lawan jenismu. jadi anjuran menikah bagi laki-laki dan perempuan amat jelas dijelaskan oleh ayat ini dan juga lewat kebesaran Allah menciptakan manusia berpasangan maka manusia diminta bersyukur dengan cara menjalankan perintah Allah untuk menikah.

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.5

5

(24)

15 Menurut QS. Ar Rum (30): 21











































) مورﻟا (21: 30/

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Penjelasan dari ayat diatas merupakan tujuan dari perkawinan dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tujuan perkawinan harus diandasi dengan kasih sayang antara suami dan isteri agar tercapainya tujuan perkawinan.

Tujuan perkawinan merupakan tujuan yang ingin dicapai selama perkawinan atau berumah tangga. Menurut Undang-Undang no 1 tahun 1974 tujuan perkawinan adalah keinginan untuk membentuk keluarga yang baik, dianugerahi dan kekal.6 Dalam hal tujuan dapat dikatakan tujuan jika ada yang akan dicapai maka dari itu tujuan merupakan hal yang mutlak dimiliki oleh setiap manusia.

B. Syarat dan rukun perkawinan

Syarat merupakan sesuatu yang mesti ada menentukan sah atau tidak suatu

pekerjaan (ibadah).7 Syarat–syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya

perkawinan. Apabila syarat- syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan ada dua yaitu

6

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional (Jakarta: Rineka Cipta,1991), h.9.

7

(25)

1. Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri.

Jadi mempelai perempuannya bukanlah orang yang memiliki hubungan darah atau keluarga dan juga calon mempelai perempuannya bukanlah istri orang lain. Dijelaskan pada QS. An-nisaa’ (4): 22





































) ءﺎﺳﻧﻟا (22: 4/

Artinya : “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)”.

Penjelasan diatas ditujukan terhadap syarat perkawinan bagi calon mempelai wanita yang dilarang dinikahi sebagai contoh kata “wanita-wanita yang pernah dinikahi oleh ayahmu” adalah ibumu, saudara kandung perempuanmu perbuatan itu amat dibenci Allah

2. Akad nikahnya dihadiri dua orang saksi8.

Rukun perkawinan merupakan hal-hal yang harus dipenuhi dan ada pada perkawinan, jika hal ini tidak dapat dipenuhi pada perkawinan maka perkawinan tidak sah.

1. Calon suami

Bagi calon suami harus sekurang-kurangnya berumur 19 tahun untuk

dapat melangsungakan perkawinan.9 Bagi calon mempelai yang belum mencapai

usia 21 tahun harus mendapatkan izin.10

8

(26)

17

2. Calon Isteri

Bagi calon isteri harus sekurang-kurangnya berumur 16 tahun untuk dapat melangsungkan perkawinan. Bagi calon mempelai yang belum mencapai usia 21 tahun harus mendapatkan izin.

3. Wali nikah

Wali nikah hendaklah seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan adil. Perkawinan tanpa wali tidak sah. Berdasarkan sabda Nabi SAW

ﹲﻞﻃﺎﺑ ﹲﻞﻃﺎﺑ ﹲﻞﻃﺎﺑ ﺎﻬﺣﺎﹶﻜﹺﻨﹶﻓ ﺎﻬﻴﻟﻭ ﻥﹾﺫﹺﺇ ﹺﺮﻴﻐﹺﺑ ﺖﺤﹶﻜﻧ ﺓﹶﺃﺮﻣﺍ ﺎﻤﻳﹶﺃ : ِﷲﺍ ﹸﻝﻮﺳﺭ ﹶﻝﺎﹶﻗ : ﺖﹶﻟﺎﹶﻗ ﹶﺔﺸﺋﺎﻋ ﻦﻋ

11

(ﮫﺟ ﺎﻣ نﺑا هاور )

ﻪﹶﻟ

ﻲﻟﻭ ﹶﻻ ﻦﻣ ﻲﻟﻭ ﹸﻥﺎﹶﻄﹾﻠﺴﻟﺎﹶﻓ ﺍﻭﺮﺠﺘﺷﺍ ﻥﹺﺈﹶﻓ

Artinya:Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: “Seorang wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”.

(HR Ibnu Majah

Maksud dari hadist di atas adalah pernikahan yang tidak dihadiri oleh wali dari mempelai wanita pernikahannya batal. Pernikahan dapat dikatakan batal apabila terjadi pelanggaran atau persyaratan yang tidak dapat dipenuhi seperti wali merupakan salah satu rukun nikah, maka dari itu kehadiran wali pada pernikahan merupakan keharusan. Hadist di atas juga menjelaskan bagi wanita yang tidak memiliki wali maka yang menjadi wali bagi wanita itu adalah kepala

9

Kompilasi Hukum Islam, pasal 15 ayat 1. 10 Kompilasi Hukum Islam, pasal 15 ayat 2. 11

(27)

negara. untuk tugas itu di Indonesia yang mengemban tugas itu adalah kepala

KUA( Kantor Urusan Agama).12

4. Saksi

Saksi merupakan orang yang menyaksikan suatu peristiwa yang dapat dimintai penjelasannya jika diperlukan. Saksi dalam perkawinan merupakan

rukun pelaksanaan akad nikah.13 Adapun syarat saksi:14

a. Berakal bukan orang gila b. Baligh, bukan anak-anak c. Islam

d. Kedua orang saksi mendengar e) Ijab dan kabul

Ijab dan kabul dapat terlaksana dengan terlebih dahulu adanya akad, akad

merupakan pengikat bagian-bagian perilaku yaitu ijab dan kabul.15 Ijab dan qabul

merupakan hal utama dalam perkawinan karena dalam perkawinan dapat dikatakan sah apabila ijab dan kabul dapat diucapkan dengan benar.

12

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2005, tentang Wali

Hakim, pasal 1 ayat 2. 13

Kompilasi Hukum Islam, Pasal 24 ayat 1. 14

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, h.64.

15

Wahbah Az- Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu jilid 9 (Gema Insani: Depok, 2007), cet. Ke-10 h 46.

(28)

19

C. Prinsip hukum Perkawinan.16

Prinsip hukum perkawinan yang bersumber dari Al Quran dan hadist lalu dituangkan ke Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan terdapat juga di Kompilasi hukum Islam tahun 1991:

1. Asas membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Dalam membentuk keluarga bahagia dan kekal perlu adanya kerja sama antara suami dan isteri dalam membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

2. Asas keabsahan pekawinan.

Didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan bagi pihak yang melaksanakan perkawinan, dan harus dicatatkan oleh pihak yang berwenang. Maskud dari asas keabsahan ini adalah perkawinan harus dicatatkan berdasarkan pasal 6 kompilasi hukum Islam.

3. Asas monogami terbuka

Artinya jika suami tidak mampu berlaku adil terhadap hak-hak isteri bila lebih dari seorang maka cukup seorang isteri saja.

4. Asas calon suami dan isteri.

Telah matang jiwa raganya dapat melangsungkan perkawinan, agar terwujudnya tujuan perkawinan yang baik dan kekal tidak mudah digoyahkan dengan permasalahan dan berfikir untuk bercerai.

16

(29)

5. Asas mempersulit terjadinya perceraian

Asas ini memiliki maksud mempersulit terjadinya perceraian karena negara melalui lembaga peradilan agama dan KUA(kantor urusan Agama) memiliki peran untuk mendamaikan dan mediasi pasangan yang berniat bercerai. Dari proses tersebut dapat membuat perceraian menjadi berkurang.

6. Asas keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan isteri baik dalam kehidupan rumah tangga dan kehidupan masyarakatan

Antara suami dan Istri memiliki tugas yang dapat dikatakan seimbang. Suami yang bertugas mencari nafkah sedangkan istri bertugas mengrus keluarga. Keseimbangan hak dan kewajiban juga memberikan rasa nyaman dan aman pada kedua belah pihak untuk melaksanakan tugasnya masing-masing.

Prinsip- prinsip perkawinan merupakan hal yang diperlukan pada perkawinan karena dalam perkawinan terkadang suami dan istri lupa akan landasan awal mengapa terjadinya perkawinan dan untuk apa perkawinan dilangsungkan

D. Motif Perkawinan

Dalam Islam dikenal dengan motif terlaksananya perkawinan yaitu mengapa perkawinan harus dilakukan dan juga jika tidak dilakukan maka akan berdampak apa terhadap lingkungan dan pribadi.

(30)

21

1. Melestarikan keturunan

Suatu pernyataan yang sulit dibantah, perkawinan merupakan satu-satunya cara efektif untuk mengembangkan jenis keturunan. Bahkan perkawinan merupakan faktor asasi dalam mengembangbiakan serta mempertahankan keturunan. Berdasarkan QS. An-Nisaa’ (4): 1



























































) ءﺎﺳﻧﻟا (1: 4/

Artinya : “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

Penjelasan dari ayat diatas perkawinan memiliki maksud dalam terlaksananya perkawinan yaitu unutk melestarikan keterunan atau pada ayat diatas dijelaskan melestarikan nasab. Pelestarian nasab ini diperlukan agar tercapainya perkembangan umat Islam.

2. Memelihara Nasab

Anak-anak yang dilahirkan melalui jalan perkawinan yang sah akan merasa bangga sebab mereka dapat memperkenalkan kepada masyarakat sosial siapa dirinya dan ia mempunyai hubungan perdata kepada bapaknya.

(31)

3. Menyelamatkan masyarakat dari dekadensi moral

Perkawinan dapat menyelamatkan masyarakat dari ancaman dekadensi

moral. Dekadensi moral adalah kemorosotan moral.17 Di samping itu dengan

perkawinanlah masyarakat akan mampu mengamankan individu dari kejahatan sosial karena tabiat manusia terhadap lawan jenis telah tersalurkan melalui perkawinan dan ikatan yang halal

4. Ketenangan jiwa dan spritual

Pada tahapan perkawinan suami istri akan merasakan hubungan kasih – sayang dan ketentraman. Masing-masing akan merasa damai dan di bawah

perlindungan yang lain.18

E. Hukum perkawinan menurut Fuqaha19

Dalam hukum perkawinan para ulama memiliki perbedaan pendapat dalam menyikapi hukum perkawinan.segolongan fuqaha yakni jumhur( mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunnah.sedangkan golongan zhahiriyah berpendapat bahwa nikah itu wajib.para ulama malikiyah mutaakhkirin berpendapat bahwa nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunnah untuk sebagiam lainnya dan mubah untuk segolongan yang lain. Perbedaan pendapat ini didasarkan pada QS. An- nisaa’ (4): 3

17

Peter Salim, kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press,1995), h. 329

18

Abdullah Nasikh, Perkawinan Masalah Orang Muda,Orang Tua dan Negara (Jakarta: Gema Insani press,1996), h.15.

19

(32)

23



























































) ءﺎﺳﻧﻟا (3: 4/

Artinya : “dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Penjelasan ayat diatas mengarah kepada hukum perkawinan yang digambarkan dengan sikap adil, bagi setiap laki-laki yang ingin menikah diharuskan bersikap adil bagi pasangannya dalam hal menjalankan hak dan kewajiban sebagai suami isteri. Keadilan dalam rumah tangga akan tercapai jika pasangan yang akan menikah terlebih dahulu memahami kandungan ayat ini.

1. Mazhab Syafi’i

Sedangkan Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hukum asal nikah adalah

mubah, disamping adanya sunnah,wajib,haram dan makruh.20

Terlepas dari pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa perkawinan merupakan

mubah (boleh), sedangkan perkawinan itu menjadi wajib jika orang yang akan

menikah itu telah mampu. Kemampuan di sini diukur melalui kesiapan mental, fisik, dan materi.

2. Mazhab Hambali

a. Menurut mazhab Hambali perkawinan itu wajib bagi siapa yang khawatir berzina bila ia tidak kawin, walaupun hanya sangkaan saja. Dalam hal ini

20

(33)

wanita dan laki-laki diposisikan sama. Dan kawin itu wajib baginya jiga ia sudah dapat melaksanakannya kapan saja.

b. Perkawinan itu haram jika sedang di negeri musuh diumpamakan seperti itu kecuali dalam keadaan terpaksa.

c. Perkawinan itu sunnah bagi yang menginginkannya dan tidak kuatir berkelakuan jahat bila ia tidak kawin.

d. Perkawinan itu mubah hukumnya bagi orang- orang yang tidak

berkeinginan kawin .21

3. Mazhab Maliki22

a. Kawin itu hukumnya wajib bagi yang menginginkannya, tidak sanggup menahan dirinya agar tidak kawin dengan berpuasa dan tidak pula sangup membeli budak sebagai ganti istri.

b. Kawin hukumnya haram bagi orang yang sanggup menjaga diri mengerjakan cabul, tak sanggup menafkahi istri dengan cara halal.

c. Kawin itu mandub, bila tdak ada keinginan untuk kawin tetapi ia ingin mempunyai keturunan.

d. Kawin itu hukumnya makruh hukumnya bagi sesorang yang tidak bernafsu kawin dan kuatir bila ia kawin tidak dapat menunaikan kewajiban-kewajibanya atau akan menghalangi dari sunnah-sunnah ibadah.

e. Kawin itu mubah hukumnya bagi seseorang yang tidak ingin kawin, tidak ingin mempunyai keturunan, sanggup kawin dan kawin itu tidak menghalaginya dari mengerjakan sunnah-sunnah ibadah.

21

M.Nur Asyik, Nikah menurut Islam (Jakarta :Rakan Offset, 1985), h 20.

22

(34)

25

4. Mazhab Hanafi23

a. Kawin itu wajib hukumnya bagi orang yang sangat ingin untuk kawin serta kuatir berkelakuan jahat bila tidak kawin.

b. Kawin itu sunnah muakkad bila seorang ingin kawin sedangkan ia orang baik-baik, ia tidak yakin dan tidak pula takut mengerjakan cabul bila ia tidak kawin. maka dalam keadaan demikian ia tidak kawin, ia berdosa. c. Kawin itu haram hukumnya bila seseorang yang kawin ia yakin akan

mencuri dan menganiaya orang, karena kawin itu diadakan untuk kemaslahatan menjaga diri dan memperoleh pahala, maka bila terjadi peganiayaan selapas kawin maka ia berdosa.

d. Kawin itu makruh hukumnya bila dikuwatirkan terjadi penganiayaan dan kejahatan yang kekuatiran itu tidak sampai ke tingkat keyakinan.

e. Kawin itu mubah hukumnya bila orang yang ingin kawin, sedangkan bila ia tidak kawin tidak kuatir mengerjakan jahat apalagi meyakinkannya, hanya ia akan kawin untuk melapaskan hawa nafsunya saja. Adapun jika keinginan kawin itu hanya merubah keinginannya berbuat cabul maka

hukumnya sunnah.24

23

M.Nur Asyik, Nikah menurut Islam, h.19.

24

(35)

26 BAB III

PERKAWINAN ADAT MINANGKABAU

A. Deskripsi Nagari Salo 1. Sejarah Nagari Salo

Pada sejarah tanah Minang sendiri terdiri dari tigo luhak pada awal terbentuknya tanah minang atau asal-usul orang minang. Luhak adalah salah satu diantara tiga pemukiman asli orang Minangkabau, disebut luhak nan Tigo (pemukiman yang tiga) yaitu luhak Agam, luhak Batu Sangkar, dan luhak Lima

Puluh Koto.1 Luhak merupakan daerah pemukiman bagi masyarakat minang di sekeliling Gunung Marapi. Ketiga luhak ini merupakan cikal-bakal orang Minang. Pada perkembangannya masyarakat minang menyeber dan memilih bermukim

melingkar dari darek (darat). Darek di sini merupakan Luhak.2

Nagari Salo berdiri ± tahun 1600 Masehi, Nagari Salo didirikan oleh nyik

Lareh (kakek Lareh) yang pada saat itu merupakan bupati pada zaman Penjajahan

Belanda.3 Di Sumatera Barat terdapat pemukiman yang dikenal bernama Nagari

(Desa), Nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi Adat Minangkabau (Adat Basandi Syarak, syarak Basandi Kitabullah) yang artinya Adat Minang berdasarkan syariat Islam dan berlandaskan kepada kitabullah, berdasarkan asal- usul dan adat istiadat

1

Elizabeth E. Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern, penerjemah Novi Andri, dkk (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.284.

2

Elizabeth E. Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern, h. 2.

3

(36)

27

setempat dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat.4 Nagari merupakan wilayah

adat yang dibentuk untuk melaksanakan Adat Istiadat berdasarkan syariat Islam. Persyaratan bagi berdirinya nagari yaitu adanya kaampek suku (keempat Suku). berarti bahwa sebuah pemukiman baru boleh disebut nagari bila penduduk di pemukiman itu sudah tesusun sekurangnya 4 buah kelompok suku yang dipimpin oleh seorang penghulu.5 Tetapi dalam pelaksana pendirian Nagari Salo tidak dapat berjalan dengan mulus karena di Nagari Salo hanya terdapat 3 suku yaitu Sikumbang, Jambak dan Koto. pada suku Sikumbang, karena terlalu banyak anggota sukunya maka suku Sikumbang dipecah menjadi dua yaitu Sikumbang 4 dan 7, maka dari itu tercapailah persyaratan 4 suku bagi berdirinya nagari yaitu

suku Sikumbang 4, Sikumbang 7, Jambak dan koto.6

Persyaratan lain yaitu adanya buah paruik (buah perut) maksud dari buah

paruik ini kelanjutan dari syarat ampek suku yaitu dalam sebuah suku memiliki 4

atau 3 orang induk ninik (nenek) dari induk ini akan ada perkawinan yang selanjutnya akan menjadi saudara sesuku, saudara seninik ( satu nenek) saudara satu ibu, dan saudara satu rumah gadang (rumah besar tempat berkumpulnya satu sampai 3 keluarga satu induk). Dari adanya hal persyaratan buah saparuik itu yang selanjutnya akan menjadi cikal-bakal masyarakat satu nagari. Persyaratan ketiga adanya tuo kampung (orang yang dituakan dikampung) tuo kampung disini berfungsi sebagai penjaga harta pusaka tanpa gelar datuak (gelar bagi penghulu

4

Peraturan Daerah Sumatera Barat nomor 2 tahun 2007 tentang, Pokok- pokok

pemerintahan Nagari, Pasal 1 nomor 7. 5

Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang(Jakarta: Citra Harta Prima,2011), h. 44.

6

(37)

adat), di bawah pengawasan langsung penghulu suku yang dimiliki oleh keluarga

satu ninik (satu nenek) atau juga satu paruik (satu perut).7

Setelah persyaratan suku atau keluarga terpenuhi maka selanjutnya tiap-tiap keluarga yang sudah dikepalai oleh mamak-mamak (Paman) yang paling tua lalu selanjutnya dipilih kepala yang bertugas mengepalai masing-masing suku-suku yang telah terbagi menjadi ampek suku-suku (empat suku-suku) yang dapat disebut

penghulu yang memiliki gelar Datuak (gelar bagi kepala Suku).8 Datuak

merupakan gelar kehormatan bagi seorang penghulu.9 Penghulu atau Datuak di

Nagari Salo pada mulanya terdapat 2 Datuak yang dapat dikatakan Datuak induak ( kepala suku tertua) yaitu Datuak Sati dan Datuak Sipado, kedua Datuak ini

tidaklah memimpin bersamaan tetapi bergantian.10 Datuak Sipado merupakan

gelar Datuk yang paling tua dibandingkan dengan gelar Datuak Sati. Masyarakat Salo sejak dahulu hidup taat terhadap adat yang disetujui oleh mereka sendiri yang disahkan oleh Datuak.

2. Topografi

Nagari Salo memiliki luas daerah yaitu 442 Hektare dari luas tersebut terdiri dari 109 Hektare pesawahan, 133 Hektare tanah ladang. Adapun batas wilayah Nagari Salo sebelah utara berbatasan dengan Guguak ran pisang, sebelah selatan berbatasan dengan Koto Baru, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan

7

Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 47.

8

Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h.49.

9

Elizabeth E. Graves, Asal-usul Elite Minangkabau Modern, h. 282.

10

(38)

29

Kamang Magek, sebelah timur berbatasan dengan Bukit Barisan.11 Nagari Salo

merupakan daerah yang diapit oleh Gunung Marapi dan Bukit Barisan.

Nagari Salo terdapat di Kecamatan Baso Kabupaten Agam provinsi Sumatera Barat. Nagari Salo dipimpin oleh Wali Nagari (Kepala Desa) dalam sistem pemeritahannya. Nagari Salo terbagi menjadi 7 kampung yaitu kampung tangah, kampung baringin, kampung barambuang, kampung baruah, kampung

kuruk, kampung solok, kampung panjang. 12 Nagari Salo merupakan daerah yang

terletak di ujung dari Kecamatan Baso, Nagari Salo terletak 10 Km dari Kota Bukittinggi, sedangkan waktu tempuh dengan kendaraan bermotor dari kota Bukittinggi yaitu ± 45 menit. Nagari Salo merupakan daerah yang memiliki pemandangan bukit di sekelilingnya. Sebagian besar wilayah Nagari Salo terdiri dari pesawahan yang masih aktif ditanami. Hampir keseluruhan tanah diwilayah Nagari Salo merupakan tanah ulayat atau tanah keterunan yang tidak dapat perjaul-belikan atau digadai tanpa sepengetahuan keluarga sesuku atau dapat diartikan tanah ulayat adalah tanah yang haknya dimiliki oleh suatu kaum. Tanah

ulayat adalah bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya

dan di dalamnya diperoleh secara turun menurun merupakan hak masyarakat

hukum adat di propinsi Sumatera Barat.13 Berdasarkan perda nomor 16 tahun

2008 tentang tanah ulayat.

11

Ilustrasi Wilayah Nagari Salo yang terdapat di kantor Wali Nagari.

12

Data tabel penduduk di kantor Wali Nagari. 13

Peraturan Daerah Sumatera Barat Nomor 16 tahun 2008 pasal 1 ayat 7 tentang tanah

(39)

3. Struktur Masyarakat

Masyarakat Nagari Salo terdiri dari 4 suku yaitu suku Sikumbang 4, Sikumbang 7, Jambak dan Koto dari keempat suku ini masyarakat Salo terbagi menjadi 3 Jorong(kampung). Jorong (kampung) yang terdapat di Nagari Salo Jorong (kampung) digabung dijadikan 3 Jorong. Pertama Jorong 3 kampung, kedua Jorong Kuruak dan Baruah, ketiga jorong Kampung Panjang dan Solok.

Jorong dipimpin oleh Wali Jorong (kepala Kampung), pada dahulunya wali Jorong (Kepala Kampung) bertugas menjaga harta pusako ( harta pusaka)

keluarga saparuik ( keluarga seperut).14 Harta pusaka merupakan harta benda

peninggalan tetapi tidak dibagikan.15 Dewasa ini Wali Jorong ( Kepala Kampung)

tidak hanya bertugas menjaga harta pusaka tetapi juga memiliki tugas semi pemerintahan. Tugas semi pemerintahan yaitu mengeluarkan surat pernyataan nikah.16

REKAP DATA PENDUDUK NAGARI SALO TAHUN 201517

Uraian Jorong Tigo Kampung Solok dan Baruah Kp. Panjang dan Kuruak

Laki-Laki 291 orang 172 orang 190 orang

14

Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, h. 47.

15

Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press,1995), h.511.

16

Wawancara pribadi dengan Martini. Salo, 14 Mei 2016.

17

(40)

31

Perempuan 309 orang 188 orang 213 orang

Jumlah 600 orang 360 orang 403 orang

Jumlah Total 1363 Orang

Tabel 1.1

Tabel diatas dapat diartikan jumlah penduduk Nagari Salo dilihat dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan digolongkan berdasarkan jorong (kampung).

DATA PENDUDUK BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN

Keterangan Jenis

Pendidikan Jumlah Orang

Tidak/Belum Sekolah 163

Sedang PAUD/TK Sederajat 23

Sedang SD/Sederajat 139

Tidak Tamat SD/ Sederajat 66

Tamat SD/Sederajat 350 Sedang SLTP/Sederajat 27 Tamat SLTP/Sederajat 222 Sedang SLTA/Sederajat 17 Tamat SLTA/Sederajat 288 Akademi Diploma 10 Akademi/Diploma III/S. Muda 7 Akademi/Diploma IV/Strata I 29 Strata II 2 TOTAL 1363 Tabel 1.2

Tabel diatas menjelaskan jumlah penduduk dengan tingkatan pendidikan, dengan jumlah tertinggi tamatan sekolah dasar.

(41)

DATA PENDUDUK BERDASARKAN USIA

Keterangan Usia Jumlah Orang

0-5 73 6-12 178 13-16 98 17-25 194 26-40 283 41-60 281 61-100 254 Jumlah 1363 Tabel 1.3

Tabel diatas menjelaskan jumlah penduduk berdasarkan usia, dapat diartikan jumlah penduduk dengan usia 26 sampai 100 tahun mendominasi dan menjadi jumlah terbanyak dibandingkan dengan usia dibawah 26 tahun. Menandakan usia

produktif bekerja di Nagari Salo sedikit.

DATA PENDUDUK BEDASARKAN PEKERJAAN

Keterangan Pekerjaan Jumlah Orang

Belum/Tidak Bekerja 288

Mengurus Rumah Tangga 295

Pelajar/Mahasiswa 324 Pedagang 22 Petani/Pekebun 172 Sopir 11 Tukang Jahit 4 Tukang Kayu 4 Karyawan Honorer 6 Karyawan Swasta 13

Pegawai Negeri Sipil 29

Bidan 2

Guru 1

(42)

33

Wiraswasta 175

Jumlah 1363

Tabel 1.4

Tabel di atas menjelaskan jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan atau kegiatan, jumlah penduduk yang memiliki kegiatan sebagai pelajar dan mahasiswa menjadi jumlah terbanyak dan lalu jumlah terbanyak kedua adalah tidak bekerja. table di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tingkat pengangguran masih tinggi di nagarai Salo. Tingginya tingkat pengangguran di Nagari Salo menambah minat masyarakat Nagari Salo untuk merantau atau bekerja di daerah lain.

B. Proses perkawinan adat Minangkabau

1. Maresek

Maresek (Meninjau) merupakan tindakan penjajakan oleh keluarga

mempelai perempuan terhadap keluarga mempelai laki-laki.18 Maresek yang

dilakukan oleh pihak keluarga perempuan untuk meminang laki-laki, dalam hal ini dilakukan oleh nyik mamak (paman) atau etek ( bibi) dalam maresek ini dapat dikatakan juga pendekatan pada keluarga laki-laki. Dalam pendekatan ini pihak perempuan mendatangi keluarga laki-laki. Kedatangan ini bermaskud untuk

mencari tahu kesiapan calon mempelai laki-laki untuk menikah.19

18

Fiony Sukmasari, Perkawinan Adat Minangkabau (Jakarta: kencana, 2003), h. 25.

19

(43)

2. Maminang

Maminang adalah langkah awal menuju perjodohan antara seorang pria

dengan seorang wanita.20 Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang

berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara

yang dapat dipercaya.21 Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya

hubungan perjodohan anatara seorang pria dengan seorang wanita.22 Peminagan

merupakan tindakan pihak calon mempelai perempuan mendatangi pihak calon mempelai laki-laki, jika terdapat persetujuan maka selanjutnya akan dilaksanakan pertukaran tanda sebagai tanda pengikat yang tidak dapat diputuskan secara sepihak.23

Peminangan menurut adat nagari Salo

Maminang atau melamar merupakan adat yang dilakukan pihak

perempuan yaitu melamar ke pihak laki-laki. Tahap selanjutnya jika sesudah mendapat persetujuan selanjutnya diadakan pertemuan di rumah pihak laki-laki. Dalam pertemuan ini pihak perempuan yang diwakili oleh ninik mamak perempuan (paman mempelai perempuan) batuka tando (bertukar tanda) batuka

tando di sini adalah bertukar cincin.Pertukaran cincin ini merupakan kata mufakat

(sepakat) antara kedau belah pihak untuk setuju melangsungkan perkawinan. Sekiranya perjanjian batal karena alasan yang jelas atau tidak, maka muncul

denda merupakan kesepakatan adat dan dibayarkan menurut adat.24

20

Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia ( Jakarta : Sinar Grafika, 2012), h. 9.

21

Kompilasi Hukum Islam, pasal 11. 22

Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat ( Jakarta : Kencana, 2012),vh.73.

23

Perpustakaan digital budaya Indonesia diakses pada 12 Juni 2016 pada budaya-Indonesia.org.

24

(44)

35

Jika dari perjanjian ini ada pelanggaran maka pihak yang melanggar, maka kepala kaumnya (Datuak) jatuh saluaknya (peci kebesaran Datuak) dalam adat minang

jatuhnya saluak itu merupakan kehancuran bagi kaum atau suku.25 kehancuran

kaum ini dimaksudkan kaum itu tidak lagi mempunyai Datuak (kepala Suku).

3. Maantaan siriah

Setiap adat yang berlaku di nagari Minang tidak semuanya mengandung

kesamaan.26 Mengapa demikian yang dinamakan nagari merupakan tempat

beradat, yaitu tempat dimana setiap masyarakatnya hidup diatur oleh adat. Maka setiap nagarimenerapkan adat yang berbeda-beda. Maantaan siriah merupakan adat yang dilakukan sebelum melakukan perkawinan. Adat ini dikenal di Nagari Salo merupakan tindakan mengundang nunsanak nan dakek ( keluarga dekat) jo

nunsanak nan jauah(sama keluarga yang jauh).27 Sedangkan pada adat Minang

maantaan siriah itu adalah permintaan restu dari calon mempelai laki-laki

terhadap seluruh inyik mamak, orang tua, kakak kandung dan keluarga yang lainnya.28 Biasanya calon mempelai laki-laki mendatangi satu- persatu keluarga tertua.

Maantaan siriah pada Tradisi Nagari Salo mengundang dengan metode

Lisan, undangan secara lisan ini biasanya disampaikan oleh pemuda kampung

yang cekatan dan tidak memiliki tanggungan.29 Pada mengundang ini dibedakan

antara mengundang laki-laki dengan mengundang perempuan, karena untuk

25

Wawancara pribadi dengan Datuak Sipado. Salo, 6 Mei 2016.

26

wawancara pribadi dengan Anwar St Kayo. Salo, 4 Mei 2016.

27

wawancara pribadi dengan Anwar St Kayo. Salo, 4 Mei 2016.

28

Fiony Sukmasari, Perkawinan Adat Minangkabau, h. 27

29

(45)

mengundang perempuan maka perempuan juga yang datang, jika yang diundang adalah laki-laki maka yang datang mengundang juga laki-laki.Pada mantaan sirih ini objek yang digunakan yaitu sirih atau dalam kebiasaanya rokok dan undangan

disampakan secara lisan kepada si terundang.30 Objek mantaan siriah bagi

perempuan yaitu sirih yang diletakkan pada kampie dompet besar terbuat dari anyaman ijuk (bahan dari rotan). Pada saat ini sirih hanya digunakan sebagai simbol mengundang dan penghias tangan pada saat mengundang.

4. Malam bainai

Malam bainai merupakan malam yang kebesokan harinya akan

dilaksanakan perkawinan. Pada malam ini masing-masing pihak mempersiapkan diri untuk keesokan harinya seperti pihak laki-laki bersiap untuk merapikan pakainanya karena keesokan harinya ia akan dijemput oleh pihak

perempuan.31Malam bainai merupakan hal yang dilakukan oleh keluarga calon

mempelai perempuan untuk mewarnai kuku dari calon mempelai perempuan, tindakan ini merupakan restu yang diberikan keluarga dan mamak dari mempelai

perempuan.32

5. Akad Nikah

Pernikahan merupakan ikatan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan

yang bersifat kekal.33 Proses pernikahan ini merupakan proses secara Islam yang

dilakukan sesudah proses adat maminang sampai malam bainai. Sebelum

30

wawancara pribadi dengan Anwar St Kayo. Salo, 4 Mei 2016.

31

wawancara pribadi dengan Anwar St Kayo. Salo, 4 Mei 2016.

32

Perpustakaan digital budaya Indonesia diakses pada 12 Juni 2016 pada

budaya-Indonesia.org.

33

(46)

37

terlaksanannya perkawinan keluarga alek harus memenuhi persyaratan administratif untuk pendaftaran nikah.

Pertama si alek (keluarga mempelai) datang terlebih dahulu ke wali jorong (kepala kampung) dengan maksud meminta surat pengantar nikah yang nantinya akan ditanda tangani oleh orangtua, kepala suku, wali jorong (kepala Kampung) dan wali nagari (kepala desa) surat pengantar nikah dapat dikatakan sebagai persetujuan dari kepala suku dan Ninik mamak (paman). Tahapan selanjutnya kantor Nagari akan mengeluarkan formulir NA yang berisi identitas calon mempelai selanjutnya berkas NA ini dilampirkan bersama foto copy KTP (kartu

tanda penduduk) dan pas Foto 3x4.34

6. Japuik bajangkau

Japuik bajangkau (menjemput pengantin) disebut juga Manjapuik Marakpulai adalah suatu proses perkawinan yang mengharuskan keluarga pihak

mempelai perempuan menjemput mempelai laki dari rumah mempelai laki-laki untuk dibawa ke rumah mempelai perempuan. dimana sebelum prosesi ini

dilaksanakan kedua memepelai belum boleh di tempatkan dalam satu rumah.35

Proses penjemputan diawali dengan mamak (paman) dari perempuan mendatangi mamak (paman) laki-laki untuk melaksanakan perundingan penjemputan. Penjemputan ini dilakukan di rumah pihak laki-laki dengan cara persembahan adat. Persembahan adat ini dimulakan dengan berpantun atau

34 Wawancara pribadi dengan Martini. Salo, 14 Mei 2016. 35

(47)

pasambahan (persembahan) yang didahulukan oleh pihak tuan rumah yaitu pihak

laki-laki. persembahan ini dilakukan bersaut- sautan dengan pihak perempuan, sampai terdapat kata sepakat untuk bisa masuk ke dalam Rumah. Setelah dipersilahkan masuk ke dalam rumah, mamak dari laki-laki dan perempuan di tempatkan duduak samo randah tagak samo tinggi maksudnya dalam perundingan itu antara mamak (paman) laki-laki dan perempuan posisi sama tidak ada yang diistimewakan. Perundingan di tengah rumah ini dilakukan dengan prosesi makan

basamo ( makan bersama).

Hasil dari perundingan di tengah rumah yaitu pihak mempelai perempuan yang ditugaskan untuk menjemput mempelai laki- laki dapat diizinkan oleh

mamak (paman) mempelai laki-laki untuk membawa mempelai laki-laki ke

rumah mempelai perempuan. Sesampai di rumah pihak mempelai perempuan mempelai laki-laki tidak di tempatkan bersama dengan mempelai perempuan. Melainkan di tempatkan Pelarangan marakpulai (calon pengantin) untuk tidak di

tempatkan dalam satu rumah karena terdapat adat kesopanan.36 Marakpulai baru

dapat di tempatkan bersama, setelah acara perundingan kedua yang dilakukan di rumah pihak mempelai perempuan yang telah mencapai kata sepakat atau sudah selesai. Perundingan berisi informasi bahwa kedua mempelai sudah melaksanakan perkawinan dan sudah dapat dikatakan menjadi anggota keluarga baru bagi pihak mempelai perempuan.

36

(48)

39

Isi perundingan

Kok di cako ambo sifat menanti, inyik mambao kato jo mufakat, lah dapek bulek nan sagolek, picak nan selayang kok bulek lah dapek di golekkan, kok picak lah dapek dilayangkan taanta kapado inyiak, nyiak maantakan kapado ambo, apolah kaatanyo di inyik kapado ambo, indak basuo khilaf jo khilafat, lah anjuang saarek saisino, namun rilah jo maaf babari juo kan baitu bana tibonyo nyiak.

Iyo maa nyiak, karano dijapuik tabao, nan di juluak lah lareh di ujan nan bapuhun, paneh nan baraso, kato nan tabik di kumbalikan ka asa nyo nyiak

Alah rancak rasonyo sutan

Babateh nyiak.37

Maksud dari percakapan di atas adalah pencapaian kata sepakat antara mamak dari pihak mempelai laki-laki dengan mamak dari mempelai perempuan. Kata sepakat yang didapat bahwa mempelai laki-laki yang telah diantarkan ke rumah mempelai perempuan telah dianggap sebagai keluarga baru dipihak mempelai perempuan.

7. Baralek

Baralek merupakan jamuan makan si alek (keluarga mempelai) terhadap

tamu undangan. Baralek di Nagari Salo dilakukan selama 3 hari hari.

a. Hari pertama dapat dikatakan acara baralek di rumah parusi (Perempuan) yang dilakukan setelah akad nikah dan prosesi japuik bajangkau selesai.

37

(49)

b. Hari Kedua mambadak ke rumah pihak laki-laki atau menghadiri undangan dari pihak mempelai laki-laki. Pihak mempelai perempuan yang diundang membawa kampie (dompet yang terbuat dari anyaman ijuk rotan) kampie berisi beras.

c. Hari Ketiga marakpulai mendatangi rumah induak bako dari mempelai laki-laki untuk bersilaturahmi ke nun sanak sabako.

C. Lompat Pagar

1. Pengertian

Perkawinan lompat pagar merupakan perkawinan yang dilasksanakan oleh anak nagari Salo dengan anak nagari lain yang bukan berasal dari nagari

salo.38Alasan dari pemberlakuan Perkawinan Lompat Pagar ini adalah agar

terjaganya keturunan masyarakat Nagari Salo dan tidak bercampurnya penduduk

Salo dengan penduduk pendatang.39

2. Sanksi

Sanksi merupakan hal yang didapat jika melanggar kesalahan atau melakukan hal yang dilarang. Larangan perkawinan Lompat Pagar sebelum tahun 1980 merupakan hal yang harus ditaati dan harus dilaksanakan bagi mempelai yang melakukan Perkawinan Lompat Pagar. Sanksi denda yang dikenakan bagi pelaksana Perkawinan Lompat Pagar yaitu pembayaran uang sebesar dua emas

38

Wawancara pribadi dengan Datuak Sipado. Salo, 6 Mei 2016.

39

(50)

41

(Rp 2.000.000). Uang denda diserahkan secara langsung oleh keluarga mempelai kepada balai adat Nagari Salo. Penerapan sanksi dimaksudkan agar dapat menurunkan tingkat Perkawinan Lompat Pagar.Apabila diteliti lebih jauh kendurnya penerapan sanksi Perkawinan Lompat Pagar disebabkan oleh faktor Masyarakat. Masyarakat Nagari Salo mulai berlomba –lomba untuk merantau(keluar dari daerah asal). perkawinan Lompat Pagar merupakan perkawinan larangan yang berlaku sampai pada tahun 1980. Semenjak tahun 1980 kepatuhan anak nagari Salo terhadap larangan lompat pagar menurun dan pada puncaknya tahun 1990.Semenjak saat itulah sebahagian masyarakat Nagari Salo yang hidup dan tinggal di rantau mengenal dan menikah, dengan orang yang bukan berasal dari Nagari Salo.

3. Pelaksanaan

Pada dasarnya pelaksanaan perkawinan lompat pagar sama dengan perkawinan sebagaimana mestinya. Seperti pada uraian sebelumnya dimulai dari maresek, dan diakhiri dengan Japuik bajangkau. Perbedaan perkawinan lompat pagar dengan perkaiwnan lainnya yaitu pada dendanya.

Pelarangan perkawinan antara calon mempelai laki-laki dan perempuan beda Nagari dibeberapa daerah di Sumatera Barat juga diterapkan. Sebagai contoh salah satu daerah yang menerapkan larangan menikah beda nagari yaitu Daerah Sijunjuang mengatur pelarangan perkawinan beda Nagari yang dinamakan

manikah malangkahi paga (pernikahan melangkahi pagar).40 Pada perkawinannya

40

Gambar

Tabel diatas dapat diartikan jumlah penduduk Nagari Salo dilihat dari jenis  kelamin laki-laki dan perempuan digolongkan berdasarkan jorong (kampung)
Tabel  diatas  menjelaskan  jumlah  penduduk  berdasarkan  usia,  dapat  diartikan  jumlah  penduduk  dengan  usia  26  sampai  100  tahun  mendominasi  dan  menjadi  jumlah terbanyak dibandingkan dengan usia dibawah 26 tahun
Ilustrasi Wilayah Nagari Salo yang terdapat di kantor Wali Nagari Salo.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis kedudukan perkawinan adat sasuku (sesuku) di Kecamatan Kuranji Kota Padang Sumatera Barat menurut Hukum Adat dan Hukum

Tujuan Penelitian ini adalah untuk menentukan dan merumuskan pelaksanaan perkawinan sesuku menurut perspektif Hukum Adat Minangkabau dan untuk memahami sanksi

Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai Persyaratan ini pada perkawinan adat masyarakat Samin sudah dipenuhi karena perkawinan menurut adat

sanksi adat terhadap larangan perkawinan satu suku, dan analisa hukum Islam.. terhadap perkawinan

Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. 3) Pihak-pihak yang melakukan perkawinan antara Adat Batak dengan

yang mendorong terjadinya beda wangsa menurut Hukum adat Bali di Kabupaten Tabanan. 2) Mengetahui pelaksanaan perkawinan nyeburin beda wangsa menurut hukum adat

Penelitian ini berjudul Tradisi Badoncek Dalam Perkawinan Minangkabau Adat Pariaman Di Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tradisi Badoncek di

Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai Persyaratan ini pada perkawinan adat masyarakat Samin sudah dipenuhi karena perkawinan menurut adat