• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Biokimia Klinis Analisa Urin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktikum Biokimia Klinis Analisa Urin"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

Sistem urinaria bertanggung jawab untuk berlangsungnya ekskresi bermacam-macam produk buangan dari dalam tubuh. Sistem ini juga penting sebagai faktor untuk mempertahankan homeostasis, yaitu suatu keadaan yang relatif konstan dari lingkungan internal di dalam tubuh, yang mencakup faktor-faktor seperti keseimbangan air, pH, tekanan osmotik, tingkat elektrolit, konsentrasi zat terlarut dalam plasma. Pengendalian ini dilanjutkan dengan penyaringan sejumlah besar plasma dan molekul-molekul kecil melalui glomerulus. Jumlah yang bervariasi dari setiap zat kemudian diabsorpsi baik secara pasif dan difusi atau secara aktif oleh transpor sel tubuler.

1.2 Tujuan Praktikum

- Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin - Menghitung adanya indikasi dalam urin

- Memeriksa adanya zat keton dalam urin - Mengetahui kadar kreatinin dalam urin - Mengetahui keberadaan protein dalam urin - Menghitung berat jenis urin

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Urinalisa merupakan suatu metoda analisa untuk mendapatkan kandungan zat-zat yang terdapat dalam urin, juga untuk identifikasi adanya kelainan pada urin terkait fungsi ginjal.

Urin atau air seni adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinalisasi. Eksresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul atau zat-zat sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Komposisi zat-zat dalam urin berbeda-beda tergantung dari jenis makanan serta air yang diminum seseorang. Urin normal berwarna jernih transparan, sedangkan urin yang berwarna kuning muda berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urin normal pada manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat, asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang berlebihan di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan materi pembentuk urin tersebut berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting dari tubuh, misalnya glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa.

 Mekanisme Pembentukan Urin

Urin merupakan larutan kompleks yang terdiri dari sebagian besar air ( 96%) air dan sebagian kecil zat terlarut ( 4%) yang dihasilkan oleh ginjal, disimpan sementara dalam kandung kemih dan dibuang melalui proses mikturisi.(Evelyn C. Pearce, 2002).

Proses pembentukan urin, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan) : capsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerulus (urin primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat seperti glukosa, asam amino dan garam-garam.

b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urin sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

c. Sekresi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsorbsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis. ( Roger Watson, 2002 )

Sampel yang digunakan pada praktikum pemeriksaan urin ini digunakan sampel urin 24 jam yaitu urin yang dikumpulkan selama 24 jam. Urine yang pertama keluar dari jam 7 pagi

(3)

dibuang, berikutnya ditampung termasuk juga urine jam 7 pagi esok harinya. (R. Gandasoebrata, 2006)

Pemeriksaan urin

1. Pemeriksaan bobot jenis urine

Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin. Berat jenis urin sangat erat hubungannya dengan diuresis, makin besar diuresis makin rendah berat jenisnya, dan sebaliknya. Diuresis adalah keadaan peningkatan urine yang dibedakan menjadi dieresis air dan dieresis osmotic.

Bila urine pekat terjadi retensi air dibandingkan zat terlarut dan bila urine encer terjadi ekresi air yang lebih dibandingkan zat terlarut, kedua hal ini memiliki arti penting dalam konservasi dan pengaturan osmolalitas cairan tubuh (Gandasoebrata, 2006).Pemeriksaan berat jenis urine dapat dilakukan dengan cara Urinometer. Cara urinometer merupakan cara pengukuran berat jenis dengan kapasitas pengapungan hydrometer atau urinometer dalam suatu silinder yang terisi kemih (Price dan loraine,1995). Urinometer akan mengapung pada angkat dekat ujung yang menentukan berat jenis secara langsung, untuk meyakinkan urinometer terapung bebas dapat memutar urinometer secara perlahan.

2. Uji Benedict

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa. Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict.

Prinsip uji benedict adalah glukosa yang memiliki gugus aldehid/ keton bebas mereduksi ion kupri dalam suasana alkalis membentuk kuprooksida yang tidak larut dan berwarna merah bata. Jumlah endapan merah bata yang terbentuk sebanding dengan kadar glukosa dalam urin.

(4)

3. Uji Obermeyer

Indikan berasal dari pertumbuhan bakteri, sering di usus kecil. Indican merupakan indole diproduksi oleh bakteri pada suatu asam amino tryptophan dalam usus .Kebanyakan indol dibuang dalam kotoran. Sisanya akan diserap dan dimetabolisme serta diekskresi sebagai indicant dalam urin. Urine normal, jumlah indicant tersekresinya kecil. Hal ini meningkat dengan diet protein tinggi atau kurang efisiennya pencernaan protein. Jika tidak benar dicerna, atau jika salah jenis protein yang dikosumsi, pembusukan usus dapat terjadi.

Asam amino triptofan akan membentuk indol danskatol. Indol dan skatol akan diserap dari usus, selanjutnya dalam hati akan dioksidasimenjadi indoksil. Indoksil akan berkombinasi dengan sulfat (proses konjugasi) membentuk indikan (=indoksilsulfat). Indikan akan dieksresi kedalam urin dan merupakan salah satu sulfatetereal dalam urin.

Pada keadaan normal, dalam sehari diekskresi 10-20 mg. Variasi ekskresi terutama ditentukan oleh jenis makanan. Makanan tinggi protein akan meningkatkan ekskresi indikan dalam urin dan sebaliknya pada makanan tinggi karbohidrat. Bila terjadi peningkatan proses pembusukan dalam usus atau bila ada stagnasi isi usus juga akan terjadi peningkatan ekskresi indikan urin. Peningkatan indikan dalam urin juga dapat ditemukan bila ada deomposisi protein dalam tubuh oleh bakteri, seperti gangrene. Indikan dalam urin ditetapkan dengan uji obermeyer dimana gugus indoksil dari indikan oleh pereaksi obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam HCl pekat akan membentuk warna biru yang larut dalam kloroform.

(5)

4. Uji Rothera (Zat Keton)

Untuk memeriksa adanya zat keton dalam urin. Keton merupakan produk dari pemecahan asam lemak. Keberadaannya dalam urin biasanya mengindikasikan tubuh lebih banyak menggunakan lemak untuk menyediakan energi ketimbang menyimpan lemak tersebut untuk dipakai dikemudian hari. Keadaan ini dapat terjadi pada diabetes yang tak terkendali, ketika glukosa tidak mampu memasuki sel (ketoasidosis diabetikum), pada alkoholisme (ketoasidosis alkoholik), atau berkaitan dengan muntah atau kelaparan berkepanjangan.

5. Pemeriksaan Kadar Kreatinin Urin (folin)

Pengukuran ekskresi kreatinin dalam urine secara simultan dengan cara mengumpulkan urine dari waktu ke waktu dapat memberikan informasi tentang perkiraan bersihan kreatinin. Cara kerja pengukuran ini adalah sebagai berikut.jumlah kreatinin yang diekskresi dalam urine pada periode waktu tertentu adalah hasil kali volume urine yang dikumpulkan (katakanalah V liter dalam 24 jam) dan konsentrasi kreatinin dalam urine (U).

6. Uji Heller (Protein)

Untuk mengetahui keberadaan protein dalam urine. Proteinuria dapat menandakan ekskresi ginjal yang abnormal (baik akibat glomerulus yang ‘ bocor’ secara abnormal ataupun ketidakmampuan tubulus untuk mereabsorpsi protein secara normal); Proteinuria bisa juga hanya mencerminkan adanya sel atau darah di dalam urine. Karena itu, periksa juga ada tidaknya darah atau leukosit (sel darah putih) saat melakukan uji carik celup; penapisan infeksi saluran kemih juga patut dikerjakan dengan mengirim specimen urine untuk kultur.

(6)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Benedict (semi kuantitatif)

Hasil

Urin uji Urin patologis

Tabung A (urin sampel uji) Biru jernih Hijau Kuning kehijauan jingga Merah bata (-) negatif Warna biru jernih 0 (-) <0.5

% 0.5-1% 1-2%

>2%

Pada praktikum pemeriksaan urin ini, dilakukan uji benedict untuk menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin, uji ini dilakukan dengan cara larutan benedict sebanyak 2.5 ml ditetesi dengan urin sampel uji 4 tetes, lalu panaskan dalam air mendidih dan biarkan dingin. Hasilnya adalah warna larutan ini tetap biru tidak mengalami perubahan, dan setelah dibandingkan dengan kontrol (urin patologis) hasilnya sama dengan kontrol yang negatif, tidak berubah warna, tetap biru jernih. Hal ini menyatakan bahwa urin sampel uji yang di gunakan bebas dari glukosa (secara teori) dan tidak mempunyai resiko diabetes (untuk pengujian saat ini). Jadi dapat dikatakan urin sampel uji ini negatif terhadap glukosa yang ada. Semua ini disebabkan karena pada pereaksi benedict terdapat kuprisulfat dalam larutan tembaga alkali, yang akan direduksi oleh glukosa menjadi cuprooksida membentuk endapan merah bata, endapan merah bata inilah yang menggambarkan jumlah kadar glukosa dalam urin. Hal ini lah yang menjadi acuan bahwa, jika larutan tetap berwarna biru jernih walaupun telah ditambahkan urin dan dipanaskan, berarti dalam urin tersebut tidak ada glukosa yang mampu mereduksi kuprisulfat menjadi cuprooksida. Dalam litelatur, hasil untuk uji benedict ini memiliki banyak acuan dan macam, dimana jika warna hijau berarti kadar glukosanya <0.5%, jika warna kuning kehijauan kadar glukosanya sekitar 0.5-1%, jingga kadar glukosanya 1-2% dan yang tertinggi jika hasilnya warna merah bata, kadarnya sampai >2% inilah yang disebut dengan diabetes. Tapi pada praktiknya warna uji ini tidak selalu terlihat jelas, maka dari itu kita dapat juga menilai dengan banyaknya atau tingginya endapan selain warna larutan (biru) pada hasil ujinya.

Hasil dari uji benedict ini adalah negatif setelah dibandingkan dengan urin patologis, berarti urin sampel uji ini bebas glukosa dan hal ini sesuai dengan litelatur yang ada. 4.2 Uji Rothera (zat keton)

(7)

Hasil Tabung uji (urin sampel) Urin patologis (-) negatif Warna ungu tidak terbentuk Warna ungu

Pada uji rothera (keton) ini bertujuan untuk memeriksa adanya zat keton dalam urin. Zat keton terdiri dari 3 senyawa yaitu aseton, asam eseto asetat dan asm β-hidroksibutirat yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Cara pengujiannya adalah urin sampel uji ditambahkan dengan kristal amonium sulfat, lalu tambahkan natrium nitroprusid 5% sebanyak 2-3 tetes , campurkan amonium hidroksida pekat sebanyak 1-2 ml, lalu campur dan diamkan 30 menit. Prinsip kerja dari uji ini adalah natrium nitroprusid akan bereaksi dengan asam aseto asetat dan aseton dalam suasana basa akan membentuk senyawa berwarna ungu. Pada hasil uji ini tidak terbentuk warna ungu, hal ini menunjukkan bahwa hasilnya negatii (-), dimana jika keton tidak ada dalam urin berarti tidak terjadi ketogenesis yang tidak lebih besar dari ketolisis, jadi keton tidak terbentuk. Hal ini juga menyatakan bahwa sampel uji urin ini tidak berpotensi untuk diabetes, karena keton tidak ada. Jika keton ada dalam urin disebut ketonuria, hal ini terjadi karena ketogenesis lebih besar dari ketolisis, sehingga menyebabkan hiperketonemia, selanjutnya keton dalam darah sampai di ginjal dan keluar bersama urin (ketonuria). Keton adalah hasil pemecahan protein, disaat tubuh kehilangan glukosa, disaat lemak sudah tidak ada (gangguan metabolisme karbohidrat, misalnya diabetes mellitus, kurangnya asupan karbohidrat/kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak rendah karbohidrat. Gangguan absorbsi karbohidrat, gangguan mobilisasi glukoma, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar), pengggunaan lemak sebagai sumber energi akan menyebabkan terbentuknya keton.

Gangguan metabolisme karbohidrat yang terjadi pada diabetes melitus menyebabkan defisiensi insulin yang berakibat pada sebagian kecil glukosa yang tidak dapat diubah menjadi glikogen. Glukosa yang berasal dari makanan sebagian besar tetap berada didalam darah, kadar glukosa yang meningkat dalam darah (hiperglikemia) mendorong pembuangan kelebihan glukosa tersebut keluar melalui urin. Sebagian besar glukosa tidak diambil oleh tubuh dan dibuang melalui urin sehingga menyebabkan terambilnya lemak dan protein untuk dijadikan sumber energi.

Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa jika keton tidak ada atau tidak terbentuk, maka urinnya bebas glukosa dan tidak memiliki diabetes mellitus. Sesuai dengan litelatur dan setelah dibandingkan dengan urin patologis, pengujian rothera pada sampel uji urin ini negatif (-) dan tidak memiliki faktor diabetes mellitus.

4.3 Uji Heller

Hasil

Pada tabung yang berisi urin sehat menunjukan bahwa warna yang dihasilkan bening tidak keruh dan tidak terbentuk cincin putih apda tabung tersebut.

(8)

Pembahasan

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan uji Heller. Uji Heller dilakukan dengan tujuan mengetahui keberadaan protein dalam urin. Urin yang digunakan adala urin sehat dan urin patologis. Urin patalogis sudah tersedia untuk dijadikan sebagai pembanding. Pertama-tama, telah disiapkan tabung reaksi urin sehat berisi 2 ml asam nitrat pekat. Kemudian alirkan urin sehat sebanyak 2 ml melalui dinding tabung ke dalam tabung. Urin terus di tambahkan sampai jenuh yang artinya sampai urin tidak larut lagi. Menurut literatur, pada pemeriksaan protein terhadap urin menggunakan tes Heller yaitu dengan penambaan asam nitrat pekat akan membentuk suatu lapisan terpisah dan ditunjukkan dengan terbentuknya cincin putih. Pada praktikum kali ini tabung urin sehat tidak terbentuk cincin putih, dan dibandingkan dengan urin patologis yang didalam tabungnya terbentuk cincin putih. Hal tersebut menandakan tidak terkandungnya protein pada urin sehat praktikan, tetapi pada urin patologis terkandung protein

4.4 Berat jenis urin

Hasil

Suhu dalam urin : 28,5 oC diatas suhu tera 20 oC selisih 8,5 oC Vulume urin yang dikumpulkan selama 24 jam : 1500 ml = 1,5 liter Berat jenis sementara: 1,000

Perhitungan berat jenis: x 0,001= 0,0028 Berat jenis sebenarnya= 1,000 + 0,0028 = 1,0028

*pengambilan tiga angka dibelakang koma = 2,8 Zat padat= = = 0,182 gr/L  Pembahasan

Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita'.

Setelah dilakukan pengukuran dan perhitungan berat jenis, didapatkan berat jenis urin sebesar 1,0028, dapat dikatakan bahwa urin probandus tidak normal karena urin yang normal memiliki BJ sekita 1,003-1,040. Perhitungan jumlah zat padat pada urin pobandus yang meminum air putih adalah 0,182 gr/L. Jumlah zat padat dalam urin sealin dpengaruhi oleh berat jenis juga dipengaruhi oleh lamanya pengosongan vesica urinaria. Semakin lama waktu pengosongan, maka pemisahan zat padat dengan pelarutnya lebih terperinci dan zat padat yang dikeluarkan semakin banyak.

(9)

Tujuan dilakukannya Uji Obermeyer adalah adanya indikasi dalam urin. Praktikum didasarkan pada ada tidaknya pembusukan asam amino triptofan dalam usus. Dimana gugus indoksil akan dioksidasi oleh pereaksi Obermeyer yang mengandung FeCl3 dalam HCl pekat akan membentuk warna Indigo yang larut dalam kloroform.

Praktikum dilakukan dengan menggunakan urin praktikan dan pereaksi Obermeyer. 2 ml urin dicampurkan dengan 2 ml Pereaksi Obermeyer. Lalu didiamkan selama beberapa menit. Setelah itu ditambahkan 1 ml kloroform.

Di usus terdapat asam amino Triptofan yang akan dibusukkan oleh bakteri E coli menjadi indol dan katol. Indol akan diserap oleh hati dan dioksidasi menjadi indoksil. Indoksil dikonjugasi oleh sulfat menjadi indoksil sulfat (indikan). Indikan inilah yang dieksresi di urin. Sehingga bisa diditeksi keberadaannya di urin oleh Pereaksi Obermeyer yang membentuk warna Indigo (biru) yang larut dalam kloroform. Jika terbentuk warna biru, mengindikasikan terjadinya penyumbatan pada usus kecil.

Hasil praktikum menunjukkan tidak terbentuknya warna biru. Sehingga, bisa disimpulkan bahwa urin praktikan normal.

4.6 Uji Kreatinin Hasil Pengamatan :

Absorbansi Uji : 0,046 Absorbansi Blanko : 0,002 Absorbansi standar : 0,003

Kadar Kreatinin (g/24 jam) = X = X

= 66 gram/24 jam

Pada praktikum kali ini akan diuji kadar kreatinin dalam urin sampel. Kreatinin dalam urin bisamenggambarkan kerja ginjal. Karena organ ginjal lah yang mengekspresikan kreatinin secara efisien.

Awalnya dengan cara membuat 3 macam larutan dalam tabung reaksi A, B, dan C. Larutan uji, standar, dan blanko. Larutan blanko hanya berisi aquades, NaOH, dan larutan pikrat alkalis. Untuk larutan standar berisi tambahan standar kreatinin normal. Sedangkan larutan uji berisi urin sampel uji yang akan diperiksa kadar kreatininnya. Sampel darah yang dipakai meruaka urin 24 jam, yaitu merupakan urin yang dikumpulkan selama 24 jam.

Ketiga larutan tersebut setelah dicampur dengan komposisi yang sesuai, didiamkan dahulu selama 15 menit dan warna akan stabil pada 30 menit. Hal ini dilakukan bertujuan agar reaksi antara kreatinin dan larutan pikrat alkalis terjadi secara sempurna. Setelah itu,

(10)

hitung absorbansi yang ada pada ketiga larutan tersebut dengan Spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm

Setelah didapat ketiga absorbansi larutan tersebut, kita bisa menghitung kadar kreatinin yang terkandung dalam darah sampel, yaitu 66 gram/24 jam. Nilai ini menunjukkan ketidaknormalan kadar kreatinin dalam darah. Karena sampel darah berasal dari pria, yang seharusnya kadar normalnya sekitar 1-1,8gram/24 jam, nilai ini melebihi batas normal kadar kreatinin dalam darah.

Hal ini bisa disebabkan karena raktikan sebelum urinasi memakan makanan berprotein tinggi dan dapat mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi ginjal untuk memfiltrasi darah serta menurunnya laju filtrasi glomerulus. Jadi, semakin tinggi kadar kreatinin darah yang melebihi batas normal menunjukan semakin rendahnya fungsi ginjal. Juga bisa dimungkinkan karena kesalahan pembacaan absorbansi pada Spektrofotometri UV vis.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Gaw, Allan, dkk . Biokimia Klinis Teks Bergambar Edisi 4. Jakarta : EGC

Irianto, Kus. & Waluyo, Kusno. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Jakarta: CV. Yrama Widya.

Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Price, Syilvia,A, dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

R. Gandasoebrata. 2006. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: Dian Rakyat. Roger watson 2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : ECG

Referensi

Dokumen terkait

Urin segar yang normal mempunyai warna sitrum sampai kuning batu ambar (Dawiesah, 1989). Urea adalah hasil akhir utama dari metabolisme protein. Ekskresi berhubungan

Pada uji ini telah kita ketahui bahwa tidak terdapat cincin ungu yang dimaksudkan akan tetapi terdapat endapan pada tabung reaksi yang disebabkan oleh penambahan

Selanjutnya dilakukan uji Ferri klorida, pada uji ini ditambahkan dengan 1 tetes larutan FeCl3 dan terjadi perubahan warna menjadi hijau kehitaman yang menujukkan

Pada percobaan ini didapatkan hasil pada tabung 1 yang berisi sakarosa yang direaksikan dengan HCl pekat dan larutan Selliwanoff akan menghasilkan warna

Reaksi positif bila terbentuk warna kuning pada sampel.Pada keempat sapel, hasil uji Xantoprotein menunjukan terjadinya reaksi positif karena pada keempat

Percobaan 3 “uji Seliwanoff” 1mL pereaksi Seliwanoff - Dimasukkan dalam tabung reaksi yang berbeda-beda - Ditambahkan ekstrak pisang yang berbeda pada masing-masing tabung reaksi

Setelah ditambahkan 3 ml H2SO4 secara perlahan didapatkan hasil yang didapatkan dari uji molisch yaitu larutan yang berisi tepung pati berubah warna menjadi berwarna keunguan pada batas

Sementara itu, alanin adalah molekul yang memiliki gugus amina dan gugus asam karboksilat yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air dan pelarut polar lainnya, tetapi tidak dapat