• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional yaitu penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional yaitu penelitian"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

40 4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelasional yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Jadi penelitian deskriptif korelasional adalah penelitian yang menggambarkan atau mencari tingkat hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya.

Di dalam penelitian ini menggunakan variabel perilaku layanan dan standar layanan untuk menentukan tingkat hubungan yang paling berpengaruh terhadap tingkat kepuasan masyarakat pada responden yang telah mendapatkan pelayanan SIUP kegiatan usaha agribisnis di BPPTSP dan PM Kota Denpasar. Hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat tingkat kepuasan masyarakat dalam upaya peningkatan pelayanan publik khususnya di BPPTSP dan PM Kota Denpasar.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Denpasar yang berhubungan dengan BPPTSP dan PM Kota Denpasar yang berlokasi di Graha Sewaka Dharma Jalan Majapahit Lumintang Denpasar. Pemilihan lokasi penelitian secara purposive dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:

(2)

(1) Pelaksanaan proses perizinan untuk Pemerintah Daerah Kota Denpasar yang menjadi kewenangan Walikota Denpasar dilimpahkan kepada BPPTSP dan PM Kota Denpasar.

(2) Belum ada yang melakukan penelitian untuk menganalisis tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik dalam perijinan SIUP kegiatan usaha agribisnis di BPPTSP dan PM Kota Denpasar.

4.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2013 dengan melakukan studi pustaka dan observasi, dilanjutkan dengan pengajuan usulan penelitian pada bulan Oktober sampai dengan bulan Nopember 2013. Selanjutnya, dilakukan seminar usulan penelitian pada bulan Desember 2013.

Pelaksanaan penelitian terlebih dahulu mengajukan surat ke tempat penelitian sekitar bulan Januari 2014. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu Januari dan Pebruari 2014. Penulisan tesis sudah dapat dimulai dari bulan Pebruari sampai dengan Mei 2014. Terakhir sidang tesis dilaksanakan pada Juni 2014 sesuai dengan Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

Waktu Tahun 2013 Tahun 2014

Kegiatan Sept Okt Nop Des Jan Peb Maret April Mei Juni Studi Pustaka

Observasi Awal

Pengajuan Usulan Penelitian Seminar Usulan penelitian Pengajuan surat ke tempat penelitian

Pelaksanaan penelitian Penulisan Tesis Sidang Tesis

(3)

4.3 Penentuan Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pengguna jasa di BPPTSP dan PM Kota Denpasar yang telah memiliki SIUP kegiatan usaha agribisnis pada periode 2010 s/d 2013.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil atau ditentukan mewakili populasi untuk diamati dan dikaji. Sugiyono (2010) menyatakan bahwa sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah memiliki SIUP kegiatan usaha agribisnis yang diterbitkan oleh BPPTSP dan PM Kota Denpasar sebagai responden. Jumlah populasi yang telah memiliki SIUP kegiatan usaha agribisnis pada periode 2010 s/d 2013 adalah sebanyak 446 orang. Penentuan jumlah responden dari polpulasi yang telah memperoleh SIUP kegiatan usaha agribisnis tersebut di atas menggunakan formulasi Slovin (Sevilla, 1993):

N n = (1+Nα2) Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi α = Taraf signifikansi 10%. 446 446 n = = = 81,68 {1+ (446 x 0,12)} 5,46

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh hasil 81,68 yang dibulatkan menjadi 82, yang berarti bahwa jumlah responden dalam penelitian ini adalah minimal sebanyak 82 orang. Dalam penelitian ini di ambil sampel sebanyak 90 responden.

(4)

4.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan untuk dipelajari atau ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004).

Variabel yang digunakan dalam penelitian diklasifikasikan menjadi variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah variabel yang menjadi pusat perhatian peneliti sedangkan, variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen (Ferdinand, 2006).

4.4.1 Variabel independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai varibel bebas (variabel eksogen). Varibel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya yang timbul karena adanya variabel dependen (Sugiyono 2010). Dapat dilihat pada Tabel 4.2

Pada penelitian ini variabel independen antara lain:

1. Perilaku layanan (X1) yang terdiri atas tujuh indikator seperti kejelasan petugas pelayanan (X1.1), kedisiplinan petugas pelayanan (X1.2), tanggung jawab petugas pelayanan (X1.3), kemampuan petugas pelayanan (X1.4), kecepatan pelayanan (X1.5), keadilan mendapatkan pelayanan (X1.6), kesopanan dan keramahan petugas (X1.7).

(5)

2. Standar layanan (X2) yang terdiri atas tujuh indikator seperti prosedur pelayanan (X2.1), persyaratan pelayanan (X2.2), kewajaran biaya pelayanan (X2.3), kesesuaian biaya pelayanan (X2.4), kepastian jadwal pelayanan (X2.5), kenyamanan lingkungan (X2.6), keamanan lingkungan (X2.7).

3. Tingkat kepuasan masyarakat (X) yang merupakan variabel sekunder yang disusun oleh perilaku layanan (X1) dan standar layanan (X2).

Tabel 4.2

Pengukuran Variabel Independen (X)

Variabel Indikator Parameter

Kejelasan petugas pelayanan

(X1.1)

1. Kejelasan informasi yang diberikan oleh petugas, 2. Pemahaman materi informasi oleh petugas, 3. Teknik dan cara penyampaikan informasi yang tepat. 4. Tersedianya petugas yang kompeten .

Kedisiplinan petugas pelayanan

(X1.2)

1. Kedisplinan terhadap waktu, 2. Kedisplinan terhadap peraturan,

3. Kedisplinan terhadap prosedur kerja yang berlaku . 4. Kedisplinan dalam penyampaian informasi

Tanggung jawab petugas pelayanan

(X1.3)

1. Petugas bertanggung jawab terhadap tupoksi masing-masing bagian. 2. Petugas pada loket – loket pelayanan memiliki tanggung jawab terhadap

mutu layanan yang diberikan,

3. Petugas memastikan semua pemohon dapat dilayani dengan baik 4. Petugas dapat memberikan solusi pada izin yang bermasalah Perilaku Layanan (X1) Kemampuan petugas pelayanan (X1.4)

1. Tingkat keahlian dan kemampuan yang dimiliki petugas pelayanan, 2. Kemampuan petugas dalam memberikan penjelasan, persyaratan dan

prosedur perizinan,

3. Kemampuan dalam menangani complain,

4. Penempatan petugas pelayanan sesuai dengan pendidikan yang dimiliki.

Kecepatan pelayanan (X1.5)

1. Sistematika dalam memberikan pelayanan, 2. Cepat dalam memberi layanan

3. Tanggap dalam menangani masalah pelanggan (komplain).

4. Cepat dalam memberikan solusi untuk masalah perizinan yang dihadapi.

Keadilan mendapatkan pelayanan

(X1.6)

1. Pelayanan tidak membedakan golongan dan status masyarakat, 2. Menerapkan sistem yang menghilangkan diskriminasi (antrian digital). 3. Perlakuan yang sama untuk setiap masyarakat yang mengurus izin 4. Bersedia menerima setiap keluhan masyarakat berkaitan dengan

perizinan yang diurus.

Kesopanan dan Keramahan petugas

(X1.7)

1. Sopan dalam memberikan pelayanan, 2. Ramah dalam pelayanan,

3. Sabar dalam menangani masalah yang dihadapi masyarakat. 4. Sikap empati terhadap masyarakat

(6)

Lanjutan Tabel 4.2

Prosedur Pelayanan (X2.1)

1. Prosedur mudah dipahami dan tidak berbelit–belit, 2. Prosedur pelayanan yang jelas dan efisien 3. Prosedur yang mudah dimengerti

4. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan, dan pendukung lainnya termasuk teknologi informasi,

Persyaratan pelayanan (X2.2)

1. Persyaratan teknis dan administrasi yang mudah dimengerti dan tidak berbelit – belit,

2. Adanya penyederhanaan persyaratan perizinan. 3. Kejelasan dalam hal teknis dan administrasi 4. Persyaratan yang tidak tumpang tindih

Kewajaran biaya pelayanan

(X2.3)

1. Transparansi biaya pelayanan perizinan kepada masyarakat, 2. Terjangkaunya biaya perizinan,

3. Tidak ada biaya/pungutan lain selain biaya yang sudah ditetapkan, 4. Biaya pelayanan yang wajar sesuai perizinan yang diurus. Standar layanan (X2) Kesesuaian biaya pelayanan (X2.4)

1. Biaya yang dibayarkan sesuai dengan biaya yang ditetapkan, 2. Biaya pelayanan perizinan sesuai waktu yang ditentukan 3. Tidak ada perbedaan biaya untuk perizinan tertentu

4. Masyarakat bisa menghitung biaya yang dikeluarkan melalui website Kepastian jadwal

pelayanan (X2.5)

1. Waktu menunggu untuk dilayani singkat, 2. Kepastian kunjungan tim lapangan

3. Waktu pelayanan perizinan sesuai dengan waktu yang ditentukan, 4. Transparansi waktu yang diperlukan untuk mengurus izin usaha (janji

layanan).

Kenyamanan lingkungan (X2.6)

1. Sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur, 2. Lingkungan yang nyaman (tersedia AC, tidak pengap/panas), 3. Ruang tunggu yang memadai,

4. Kejelasan letak/posisi loket – loket pelayanan.

Keamanan lingkungan (X2.7)

1. Ketersediaan tenaga keamanan yang memadai, 2. Adanya fasilitas CCTV di areal pelayanan 3. Tersedianya tempat parkir dan petugas parkir

4. Petugas keamanan yang terus memantau areal pelayanan Sumber: Keputusan Menteri PAN No. Kep/25/M.PAN/2/2004

4.4.2 Variabel dependen

Variabel dependen sering disebut variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai varibel terikat (variabel endogen). Varibel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2010). Pada penelitian ini variabel dependen yang diteliti yaitu penggunaan biro jasa pelayanan (Y) yang terdiri atas tujuh indikator yaitu ketersediaan waktu pemohon (Y1), jarak tempat usaha dengan tempat pelayanan (Y2), informasi tentang pengurusan SIUP (Y3), prosedur tentang pengurusan SIUP (Y4), perilaku petugas pelayanan (Y5), dan beban biaya dalam pengurusan SIUP (Y6).

(7)

Tabel 4.3

Pengukuran Variabel Dependen (Y)

Variabel Indikator Parameter

Ketersediaan waktu pemohon

(Y1)

1. Tidak tersedianya waktu karena kesibukan, 2. Pemohon berada diluar daerah/kota, 3. Pemohon dalam keadaan sakit,

4. Pemohon enggan mengurus izin sendiri karena dianggap berbelit. Jarak tempat usaha

dengan tempat pelayanan (Y2)

1. Lokasi usaha sangat jauh dari tempat pelayanan, 2. Tempat pelayanan yang tidak diketahui masyarakat, 3. Tempat pelayanan tidak berada pada kawasan usaha, 4. Akses jalan ketempat pelayanan kurang baik. Biro Jasa

Pelayanan (Y)

Informasi tentang pengurusan SIUP

(Y3)

1. Informasi yang diterima pemohon kurang jelas 2. Kurang nya sosialisasi informasi perizinan, 3. Informasi perizinan yang tidak sesuai . 4. Pemohon tidak mengetahui informasi perizinan. Prosedur tentang

pengurusan SIUP (Y4)

1. Kurang pemahaman pemohon tentang prosedur perizinan 2. Kurang nya sosialisasi tentang prosedur perizinan, 3. Prosedur perizinan yang tidak konsisten, 4. Prosedur perizinan yang dianggap berbelit-belit. Perilaku petugas

pelayanan (Y5)

1. Petugas pelayanan yang tidak simpatik, 2. Petugas pelayanan yang tidak empati,

3. Kurang pahamnya petugas tentang informasi yang diberikan, 4. Sikap petugas yang kurang membantu.

Beban biaya dalam pengurusan SIUP

(Y6)

1. Perhitungan biaya perizinan yang tidak transparan, 2. Biaya perizinan mahal,

3. Adanya pungutan lain diluar biaya perizinan, 4. Kurangnya informasi tentang biaya perizinan,

4.4.3 Definisi operasional

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan memberikan arti atau membenarkan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Sugiyono, 2004).

Berikut akan diuraikan definisi operasional variabel-variabel di dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. SIUP adalah izin usaha yang diterbitkan instansi pemerintah melalui BPPTSP dan PM Kota Denpasar sesuai dengan domisili perusahaan. SIUP digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha dibidang perdagangan barang dan jasa di Indonesia sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). 2. Agribisnis adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian yang

meliputi penyediaan sarana dan prasarana, distribusi dan penyaluran produk pertanian sampai pada pemasaran.

(8)

3. Tingkat kepuasan masyarakat adalah kepuasan penerima pelayanan yang diberikan oleh aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan pelayanan yang didapatkan.

4. Perilaku layanan adalah aktualisasi sikap seseorang atau suatu kelompok dalam bentuk interaksi atau hubungan antara penyedia layanan dan penerima layanan, agar pelayanan kepada masyarakat dapat berhasil sesuai dengan tujuan organisasi yang berorientasi pada masyarakat.

5. Standar layanan adalah pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan atas komitmen atau janji dari penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. 6. Biro jasa pelayanan adalah pihak ketiga yang membantu penyelenggaraan pengurusan pelayanan publik dengan status yang jelas dan memiliki izin usaha.

7. Unsur pelayanan adalah faktor atau aspek yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat yang dipergunakan dalam penyusunan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat.

8. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).

9. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

10. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;

11. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;

(9)

12. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;

13. Keadilan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

14. Kesopanan petugas pelayanan, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;

15. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;

16. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;

17. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;

18. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

19. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

20. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan

21. Keamanan lingkungan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko-risiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.

(10)

4.5 Jenis dan Sumber Data

4.5.1 Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berupa angka yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada penelitian ini menggunakan skala Likert dengan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang perilaku layanaan terhadap tujuh unsur pelayanan yaitu kejelasan petugas, kedisiplinan petugas, tanggung jawab petugas, kemampuan petugas, kecepatan pelayanan, keadilan pelayanan dan untuk kesopanan dan keramahan petugas. Serta standar layanaan terhadap tujuh unsur pelayanan yaitu prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kewajaran biaya, kesesuaian biaya pelayanan, kepastian jadwal pelayanan, kenyamanan lingkungan dan keamanan lingkungan. Dan enam unsur penggunaan biro jasa pelayanan yaitu ketersediaan waktu pemohon, jarak tempat usaha dengan tempat pelayanan, informasi tentang pengurusan SIUP, prosedur tentang pengurusan SIUP, perilaku petugas dalam pelayanan dan beban biaya dalam pengurusan SIUP.

4.5.2 Sumber data

Dalam penelitian ini, sumber data yang dipergunakan adalah data primer yang merupakan sumber data penelitian diperoleh secara langsung dari sumber asli (Indriantoro dan Supomo, 1999). Dalam penelitian ini adalah keterangan para responden yang digali dengan cara observasi langsung di lapangan dengan menggunakan kuesioner sesuai dengan varibel yang diteliti yaitu berupa data persepsi masyarakat terhadap pelayanan BPPTSP dan PM Kota Denpasar.

(11)

4.6 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dengan metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara mendalam.

4.6.1 Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang mencakup semua pernyataan dan pertanyaan yang akan digunakan untuk mendapatkan data, baik yang dilakukan melalui telepon, surat, atau bertatap muka (Ferdinand, 2006).

Dalam penyusunan tingkat kepuasan masyarakat digunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpulan data kepuasan masyarakat penerima layanan. Kuesioner disusun berdasarkan tujuan survey terhadap tingkat kepuasan masyarakat.

Kuesioner terdiri atas pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka digunakan untuk mengetahui identitas responden dan pertanyaan tertutup untuk meminta responden memilih salah satu jawaban yang tersedia dari setiap pertanyaan.

Dalam penelitian ini, pengukuran jawaban yang diberikan oleh responden menggunakan “skala Likert” dengan skor terendah 1 dan tertinggi 4 (Sugiyono, 2010). Dalam penyusunan tingkat kepuasan masyarakat digunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpulan data kepuasan masyarakat penerima pelayanan. Kuesioner disusun berdasarkan tujuan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat.

Dalam pengukurannya, setiap responden diminta pendapatnya mengenai suatu pernyataan dari setiap unsur pelayanan secara umum mencerminkan tingkat

(12)

kepuasan masyarakat, untuk skor empat (4) sangat, skor tiga (3) moderat, skor dua (2) kurang, dan skor satu (1) tidak (item positif).

4.6.2 Wawancara

Wawancara (interview) yaitu pengumpulan data dengan cara meminta keterangan dari responden berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Dalam teknik pengumpulan data ini, pewawancara mendatangi langsung ke tempat tinggal responden/pemohon sampel yang telah terpilih.

4.7 Instrumen Penelitian

4.7.1 Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan sesuatu instrumen (Arikunto, 2006). Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin di ukur. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya instumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Alat untuk mengukur validitas adalah korelasi product moment dari Pearson. Suatu indikator dikatakan valid apabila r > 0,3, apabila (n=100 dan α=0,05, maka r tabel 5 % = 0,195) (Arikunto, 2006).

(13)

4.7.2 Uji reliabilitas

Reliabilitas adalah sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2006). Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya, apabila datanya benar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjukkan pada tingkat keandalan (dapat dipercaya).

Di sini yang dapat dipercaya adalah datanya, bukan semata-mata instrumennya (Arikunto, 2006). Instrumen yang reliabel mengandung arti bahwa instrumen tersebut harus baik sehingga mampu mengungkap data yang bisa dipercaya dari obyek.

Alat untuk mengukur reliabilitas adalah Alpha Cronbach (Arikunto, 2006:196). Suatu variabel dikatakan reliabel, apabila hasil α ≥ 0,60 = reliabel (Nurgiyantoro, 2004).

4.8 Metode Analisis Data 4.8.1 Metode analisis deskriptif

Suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian, dan hubungan bagian dalam keseluruhan. Teknik analisis data yang sesuai dengan penulisan ini adalah analisis deskriptif, yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu

(14)

hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian dalam keseluruhan.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekunder berdasarkan dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data primer atau data sekunder. Interpretasi data dilakukan untuk menafsirkan sejumlah data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan generalisasi dari pernyataan-pernyataan tentang permasalahan.

Terdapat unsur utama dalam proses analisis data pada penulisan kualitatif yaitu: (1) Pengumpulan data; (2) Penilaian data; (3) Interprestasi data; dan (4) Menarik kesimpulan (Winarno, 2002). Berdasarkan unsur-unsur yang dikemukakan tersebut di atas, maka peneliti menjabarkan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, dilakukan dengan teknik dokumentasi atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh baik data primer maupun sekunder. Kemudian pengamatan tentang kinerja organisasi atau instansi. Yang terakhir dengan pelengkap wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam hal-hal yang berhubungan dengan masalah penelitian ini.

2. Penilaian data, pada tahap ini masalahnya adalah validitas dan obyektifitas sehingga perlu melakukan kategorisasi data primer dan sekunder dengan pencatatan serta mereduksi data sekunder, kemudian diseleksi agar relevan dengan masalah penelitian.

(15)

3. Interpretasi data, yakni memberikan penilaian (penafsiran), menjelaskan pola atau kategori serta mencari dan menggambarkan hubungan pengaruh antar berbagai konsep. Langkah ini dilakukan berdasarkan pemahaman intelektual dalam arti dibangun berdasar pengamatan empiris. Untuk ini, memerlukan seperangkat konsep yang telah tersusun, yang dalam penelitian ini berupa teori-teori tentang kinerja organisasi publik.

4. Menarik kesimpulan atau generalisasi, yaitu ditujukan untuk menjawab pertanyaan dalam permasalahan yang dirumuskan dengan melihat dasar analisis yang dilakukan, kemudian disusul dengan komentar terhadap hasil kesimpulan (Winarno, 2002).

Menurut penjabaran di atas bahwa sebelum melakukan penelitian peneliti diharuskan membawa peralatan untuk melakukan penelitian seperti kamera, alat perekam suara sehingga dalam mengelola data peneliti diharuskan mendapatkan hasil yang akurat dari objeknya. Tahapan pemisahan data dilakukan secara seksama agar tidak terjadi hasil yang subjektif menurut peneliti. Sedangkan, untuk hasil akhirnya penelitian harus berdasarkan rumusan-rumusan masalah yang dipakai saat melakukan penelitian.

4.8.2 Metode analisis kuantitatif

Dalam penelitian ini, analisis data dengan statistika digunakan SEM-PLS bantuan software Smart PLS. Analisis PLS dengan uraian:

(16)

4.8.2.1 Estimasi parameter SEM dengan PLS

Keunggulan analisis dengan PLS menurut Wold (1985 dalam Ghozali 2011) menyatakan bahwa PLS merupakan metode analisis yang powerfull oleh karena tidak didasarkan banyak asumsi. Data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, inteval, dan sampai ratio) dapat digunakan pada model yang sama, sampel tidak harus besar. PLS dapat menganalisis sekaligus konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan indikator formatif dan hal ini tidak mungkin dijalankan dalam CBSEM karena akan terjadi unidentified model.

Menurut Ghozali (2011) tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Variabel laten adalah linear agregat dari indikator-indikatornya. Weight estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang menghubungkan antar variable laten) dan outler model ( model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel independen (keduanya variabel laten dan indikator) diminimumkan.

Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu:

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten.

2. Mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan blok indikatornya (loading).

(17)

3. Keterkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten.

Untuk mendapatkan ke tiga estimasi tersebut, PLS menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama menghasilkan Weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner model dan outler model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

Pada tahap (1) proses iterasi indikator dan variabel laten diperlukan sebagai deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata); tahap (2) digunakan untuk menghitung means dan lokasi parameter; pada tahap (3) untuk hasil estimasi dapat diperoleh berdasarkan pada data metric original, hasil weight estimate dan path estimate.

Adapun alasan penggunaan PLS dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. PLS merupakan metode umum untuk mengestimasi path model yang

menggunakan variabel laten dengan multiple indicator.

2. PLS merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya tidak harus besar. Besarnya sampel direkomendasikan berkisar dari 30 s/d 100 kasus (Ghozali, 2008).

3. PLS merupakan metode analisis untuk causal-predictive analysis dalam situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah.

(18)

4. PLS menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk dengan item (indikator) tunggal (Hair et al., 2010 dalam Ghozali, 2011). Konstruk reflektif mengasumsikan bahwa konstruk/variabel laten mempengaruhi indikator (arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator). Konstruk formatif mengasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk/variabel laten (arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk).

4.8.2.2 Langkah-langkah analisis persamaan Partial Least Square (PLS) Analisis ini dilakukan berdasarkan tujuan penelitian, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

(1) Hubungan antar variabel

Dalam penelitian ini, model struktural yang dianalisis memenuhi model reflektif dengan semua indikator dari dua variabel eksogen yakni: Perilaku layanan (X1) dan Standar layanan (X2). Konstruk formatif mengasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk/variabel laten (arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk). Dalam penelitian ini, model struktural yang dianalisis memenuhi model formatif dengan semua indikator dari variabel endogen yakni: biro jasa pelayanan (Y).

(2) Diagram jalur (diagram path) PLS

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian yang dibangun atas dasar teori dan konsep, maka dapat digambarkan model empirik penelitian seperti Gambar 4.1.

(19)

Gambar 4.1

Model SEM dengan PLS Tingkat Kepuasan Masyarakat Keterangan:

X1 : Perilaku layanan X2 : Standar layanan X : Tingkat kepuasan masyarakat X1.1 : Kejelasan petugas pelayanan X2.1 : Prosedur Pelayanan Y : Biro jasa pelayanan

X1.2 : Kedisiplinan petugas pelayanan X2.2 : Persyaratan pelayanan Y1 : Ketersediaan waktu pemohon X1.3 : Tanggung jawab petugas pelayanan X2.3 : Kewajaran biaya pelayanan Y2 : Jarak tempat usaha dengan tempat pelayanan X1.4 : Kemampuan petugas pelayanan X2.4 : Kepastian biaya pelayanan Y3 : Informasi tentang pengurusan SIUP X1.5 : Kecepatan pelayanan X2.5 : Kepastian jadwal pelayanan Y4 : Prosedur tentang pengurusan SIUP X1.6 : Keadilan mendapatkan pelayanan X2.6 : Kenyamanan lingkungan Y5 : Perilaku petugas pelayanan X1.7 : Kesopanan dan Keramahan petugas X2.7 : Keamanan lingkungan Y6 : Beban biaya dalam pengurusan SIUP

Dari gambar di atas hubungan dari X1 ke X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5, X1.6, dan X1.7, serta hubungan dari X2 ke X2.1, X2.2, X2.3, X2.4, X2.5, X2.6 dan X2.7 adalah hubungan outler model atau konstruk pengukuran yang bersifat reflektif. Hubungan X1 danX2 ke X yang merupakan variabel sekunder danhubungan Y1, Y2, Y3, Y4, Y5, dan Y6 ke Y adalah hubungan outer model atau konstruk pengukuran yang bersifat formatif. Serta hubunganX ke Y adalah inner model. (3) Konversi diagram jalur ke persamaan

(1) Konversi persamaan model pengukuran (outer model) 1. Variabel laten eksogen X1 (refleksif)

. = . + . = . + . = . + . = . + . = . + . = . + . = . + Perilaku layanan (X1) X1.1 1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7

Biro Jasa Pelayanan (Y) Y5 Y4 Y3 Y2 Y1 Standar layanan (X2) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 1 Tingkat Kepuasan Masyarakat (X) Y6

(20)

2. Variabel laten eksogen X2 (refleksif) . = . + . = . + . = . + . = . + . = . + . = . + . = . +

3. Variabel laten eksogen X (formatif)

= +

= +

4. Variabel laten endogen Y (formatif)

= + = + = + = + = + = +

(2) Konversi persamaan model struktural (inner model) = + atau Y= +

(4) Evaluasi model PLS

Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non-parametrik. Oleh karena itu, model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outler model dan inner model. Penjelasan lebih lanjut, adalah sebagai berikut:

1. Evaluasi model pengukuran (outler model)

Evaluasi outler model disebut pula dengan evaluasi model pengukuran dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Outler model dengan indikator refleksif dievaluasi melalui validitas convergent dan discriminat untuk indikator pembentuk konstruk laten, serta melalui composite reliability dan Cronbach alpha untuk blok indikatornya (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2011).

(21)

Validitas convergent berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-pengukur (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Uji validitas convergent indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor untuk setiap konstruk, dimana nilai loading factor yang direkomendasikan harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory, dan nilai loading factor antara 0,6 s/d 0,7 untuk penelitian yang bersifat explatory masih dapat diterima, serta nilai average variance extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5.

Validitas discriminant berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur (manifest variabel) konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi. Cara untuk menguji validitas discriminant dengan indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross loading untuk setiap variabel harus > 0,70. Cara lain yang dapat digunakan untuk menguji validitas discriminant adalah dengan membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model. Validitas discriminant yang baik ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk dalam model (Fornell dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2011). Adapun Rule of thumb uji validitas convergent dan discriminant dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Ringkasan Rule of Thumb

Uji Validitas Convergent dan Discriminant

Validitas Parameter Rule of thumb

Validitas Convergent

Loading factor a. > 0,70 untuk confirmatory research

b. > 0,60 untuk exploratory research

Communality > 0,50 untuk confirmatory dan

exploratory research

AVE (average variance

extracted)

> 0,50 untuk confirmatory dan

exploratory research Validitas

Discriminant

Cross loading > 0,70 untuk setiap variabel

Akar kuadrat AVE dan korelasi antar konstruk laten

Akar kuadrat AVE > korelasi antar konstruk laten

(22)

Selain uji validitas, pengukuran model juga dilakukan untuk menguji reliabilitas (keakuratan) suatu konstruk. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam mengukur konstruk. Uji reliabilitas suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu composite reliability dan Cronbach’s alpha. Penggunaan Cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas konstruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk.

Rule of thumb uji reliabilitas konstruk dengan indikator refleksif dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5

Rule of Thumb Uji Reliabilitas Konstruk

Parameter Rule of Thumb

Composite Reliability

a. > 0,70 untuk confirmatory research

b. 0,60 – 0,70 masih dapat diterima untuk exploratory research

Cronbach’s Alpha

a. > 0,70 untuk confirmatory research

b. 0,60 masih dapat diterima untuk exploratory research

Sedangkan outler model dengan indikator formatif dievaluasi melalui substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dari indikator konstruk tersebut. Nilai weight indikator formatif dengan konstruknya harus signifikan (p<0,05) (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2011).

2. Evaluasi model struktural (inner model)

Dalam menilai model struktural dengan struktural PLS dapat dilihat dari nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi dari model struktural. Nilai R-Squares merupakan uji goodness fit model.

(23)

Perubahan nilai R-Squares digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen, apakah mempunyai pengaruh substantive.

Nilai R-Squares 0,67; 0,33; dan 0,19 untuk variabel laten endogen dalam model struktural menunjukkan model kuat, moderat, dan lemah (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2011). Hasil dari PLS R-Squares mempresentasikan jumlah variance dari konstruk yang dijelaskan oleh model.

Selanjutnya, evaluasi model dilakukan model dilakukan dengan melihat nilai signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur bootstrapping atau Jeckknifing. Pendekatan bootstrap merepresentasi non parametric untuk precision dari estimasi PLS. Prosedur bootstrap menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling. Hair et al. (2011) dan Henseler et al. (2009) memberikan rekomendasi untuk jumlah sempel dari bootstrap yaitu sebesar 5.000 dengan catatan jumlah tersebut harus lebih besar dari original sampel, namun beberapa literatur lihat Chin (2003) menyarankan jumlah sampel bootstrap sebesar 200 s/d 1.000 sudah cukup untuk mengoreksi standar error estimate PLS. Adapun rule of thumb model struktural dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Rule of Thumb Evaluasi Model Struktural

Kretiria Rule of Thumb

R-Square

0,67; 0,33 dan 0,19 menunjukkan model kuat, moderat, dan lemah (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2012).

Signifikansi (two-tailed)

t-value 1,65 (signifikansi level 10%); t-value 1,96 (signifikansi level 5%); dan t-value 2,58 (signifikansi level 1%).

(24)

Selain boostrap, model alternatif resampling lain yang dikenal adalah Jackknifing yang dikembangkan oleh Jackknife sekitar tahun 1990-an. Metode ini menggunakan sub sampel dari sampel asli untuk melakukan resampling berulang. Metode Jackknifing kurang begitu efisien dibanding metode boostrap karena mengabaikan confidence intervals (Efron et al. 2004 dalam Ghozali, 2011). Oleh karena itu, metode Jackknifing kurang begitu digunakan dalam SEM dibandingkan dengan metode boostrap.

(5) Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik t (t-test). Kalau dalam pengujian ini diperoleh p-value < 0,05 (α 5%), berarti pengujian signifikan, dan sebaliknya kalau p-value > 0,05 (α 5%), berarti tidak signifikan. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan, hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai instrumen pengukur variabel laten. Sementara, bilamana hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna variabel laten satu terhadap variabel laten lainnya.

Gambar

Tabel 4.1  Jadwal Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya peningkatan produksi padi pada lahan rawa lebak adalah dengan mengintroduksikan paket teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya

Pertumbuhan dan perkembangan ternak babi yang dilahirkan oleh induk yang disuntik gonadotropin menunjukkan hasil yang secara fenotipik lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

Kepada staf dan seluruh dosen Fakultas Ilmu Kesehatan terkhusus Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Malang yang telah mengajarkan dan membimbing saya

Terdapat 3 media komunikasi yang dapat digunakan untuk proses pengambilan data meter yaitu melalui komunikasi antara PC/Laptop dengan meter menggunakan media

Hasil yang diperoleh dari proses deproteinasi (kitin) dilanjutkan dengan proses deasetilasi dengan menambahkan NaOH 60% dengan perbandingan 1:20 (b/v). Padatan yang

Dasar-dasar pencatatan akuntansi terbagi atas dua transaksi yaitu sebagai berikut ini. 1) Dasar Akrual (Accrual basis), yaitu pendapatan dilaporkan dalam laporan laba

Uji validitas internal instrumen adalah kuesioner yang telah memiliki validitas isi dan konstruk yang tinggi, yaitu pertanyaan dalam instrumen benar– benar

Minyak atsiri yang diperoleh dapat digunakan untuk uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L, uji antikanker secara in vitro terhadap sel mieloma mencit dan sel HeLa,