• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI ABDULLAH PAUZI ASAGAP"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KELAYAKAN

PENGUSAHAAN TANAMAN KEHUTANAN

DI DAERAH MILIK JALAN TOL JAGORAWI

SEBAGAI UNIT USAHA MANDIRI

ABDULLAH PAUZI ASAGAP

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABDULLAH PAUZI ASAGAP

E24103087

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

ABDULLAH PAUZI ASAGAP. Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman

Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri. Dibimbing oleh Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Taufik Ismina, ST

Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain. Salah satu perusahaan yang mengelola jalan tol adalah PT. Jasa Marga. Jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) adalah salah satu jalan tol yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Selama ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi khususnya pada jalur hijau ditanami rumput, tanaman pisang, tanaman singkong, bambu dan jenis-jenis tanaman penghijauan lainnya. Padahal lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi juga dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman kehutanan yang dapat menghasilkan kayu dan mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi.

Melihat kenyataan tersebut rasanya cukup rasional jika lahan di sepanjang daerah milik jalan tol Jagorawi dimanfaatkan untuk pengusahaan tanaman kehutanan dengan tujuan kayu-kayu yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pasokan (supply) kayu. Selain itu juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pengelola jalan tol Jagorawi.

Sehubungan dengan hal tersebut penelitian mengenai analisis kelayakan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol jagorawi sebagai unit usaha mandiri perlu dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu aspek finansial, aspek pemilihan dan pengelolaan jenis-jenis tanaman kehutanan, aspek penataan areal dan teknis pemanenan berdasarkan estetika serta aspek sosial.

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Jasa Marga Indonesia Highway

Corporation cabang Jagorawi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah observasi (pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan), wawancara dan penyebaran kuesioner. Pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan untuk mengetahui pertumbuhan dan kondisi fisik tanaman secara visual. Pengambilan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling. Jumlah pohon contoh untuk masing-masing jenis, yaitu Jati (Tectona grandis) sebanyak 10 pohon, Pinus (Pinus sp.) sebanyak 9 pohon, Meranti (Shorea sp.) sebanyak 9 pohon, Mahoni (Swietenia sp.) sebanyak 10 pohon, Sengon (Paraserianthes

falcataria) sebanyak 14 pohon dan Akasia (Acacia sp.) sebanyak 11 pohon.

Kemudian diukur diameter setinggi dada (Dbh) dan tingginya, baik tinggi bebas cabang (TBC) maupun Tinggi total (TT). Wawancara dilakukan terhadap berbagai pihak yang terkait untuk melengkapi data dan informasi. Penyebaran kuesioner. Responden yang digunakan adalah pengguna jalan tol Jagorawi yang berjumlah 120 orang. Jumlah yang disebar sebanyak 120 kuesioner dibagi ke dalam 2 tahap. Lokasi penyebaran kuesioner di rest area.

Jenis tanaman kehutanan adalah Sengon sebanyak 22.753 pohon, Akasia sebanyak 22.620 pohon dan paling sedikit adalah Trembesi sebanyak 100 pohon.

(4)

tanaman. Jumlah keseluruhan jenis-jenis tanaman penghias sebanyak 22.562 tanaman.

Sistem pengelolaan tanaman menggunakan pola tanam campuran dan melibatkan berbagai pihak antara lain Departemen Kehutanan, Pemda (Pemda DKI Jakarta dan Pemda Bogor) atau Instansi-instansi pemerintah/Swasta, mitra kerja dan PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi. Pengguna lahan terbesar adalah CV. Gumelar Persada seluas 36,03 Ha atau 60,24%, Pemda/Instansi pemerintah/Swasta seluas 8,12 Ha atau 13,58%, kemudian PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi seluas 7,57 Ha atau 12,65%, PT. Widyamita seluas 6,98 Ha atau 11,67%, dan Departemen Kehutanan seluas 1,11 Ha atau sebesar 1,86%. Luas total penggunaan lahan sebesar 59,81 ha.

Berdasarkan hasil analisa persepsi pengguna jalan mengenai pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi, pandangan terhadap adanya jalur hijau di sepanjang tol Jagorawi, 90,00% responden berpandangan baik, 9,17% responden berpandangan biasa dan 0,83% responden berpandangan kurang baik. Kemudian dampak positif yang diperoleh dengan adanya jalur hijau di sepanjang tol Jagorawi, 45,95% responden berpendapat sebagai penyerap dan penjerap emisi kendaraan, 39,86% responden berpendapat untuk meningkatkan keindahan dan estetika, 6,76% responden berpendapat untuk mengurangi stress, 4,05% responden berpendapat sebagai peredam kebisingan, 1,35% responden berpendapat untuk meningkatkan pengamanan dan 2,03% responden berpendapat sebagai daerah resapan air. Selanjutnya mengenai lebar jalur hijau yang dianggap memadai, yaitu sebanyak 35,83% responden berpendapat selebar 20 meter, 22,50% responden berpendapat selebar 10 meter, 20,83% responden berpendapat selebar 30 meter, 10,00% responden berpendapat selebar 50 meter dan 4,17% responden berpendapat selebar >50 meter.

Adapun mengenai jenis-jenis tanaman kehutanan yang paling disukai responden, Jati sebanyak 13,68% responden, Meranti sebanyak 10,26% responden, Akasia sebanyak 10,83% responden, Pinus sebanyak 14,81% responden, Mahoni sebanyak 11,68% responden dan Sengon sebanyak 6,84% responden, Puspa sebanyak 4,84% responden, Ekaliptus, Eboni dan Rasamala masing-masing sebanyak 4,27% responden, Matoa sebanyak 3,99% responden, Gmelina sebanyak 2,85% responden, Karet sebanyak 1,99% responden, Afrika sebanyak 1,71% responden, Sungkai, Sonokeling, Mindi dan Krey payung berturut-turut masing-masing sebanyak 1,14% responden, 1,42% responden, 0,28% responden, dan 0,85% responden. Selanjutnya dalam penataan dan pengaturan tanaman, 40% responden berpendapat komposisi 80% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan ditanami dengan tanaman penghias, 22,50% responden berpendapat komposisi 60% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan ditanami dengan tanaman penghias, 15,00% responden berpendapat komposisi 100% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan, 14,17% responden berpendapat komposisi 20% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 80% lahan ditanami dengan tanaman penghias, serta 8,33% responden berpendapat komposisi 40% lahan ditanami dengan tanaman kehutanan dan 60% lahan ditanami dengan tanaman penghias. Kemudian dalam menentukan teknik

(5)

pemanenan tanaman kehutanan, model sketsa yang paling diminati oleh responden adalah model sketsa b sebanyak 38,33% responden, sketsa c sebanyak 20,00% responden, sketsa d sebanyak 10,83% responden, sketsa a sebanyak 9,17% responden, sketsa e sebanyak 7,50% responden, sketsa f sebanyak 6,67% responden dan 7,50% responden berpendapat tidak dilakukan kegiatan pemanenan tanaman kehutanan.

Pola pengusahaan tanaman kehutanan, yaitu komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 20% lahan atau seluas 12 ha ditanami dengan tanaman penghias, komposisi 60% lahan atau seluas 36 ha ditanami dengan tanaman kehutanan dan 40% lahan atau seluas 24 ha ditanami dengan tanaman penghias dan komposisi 80% lahan atau seluas 48 ha ditanami dengan tanaman kehutanan tanpa tanaman penghias. Jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan yaitu, Jati (Tectona grandis), Pinus (Pinus sp.), Meranti (Shorea sp.), Mahoni (Swietenia sp.), Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Akasia (Acacia sp.) sedangkan jenis tanaman penghias, yaitu Beringin (Ficus

benyamina), Dadap merah (Erythrina cristagalli), Flamboyan (Delonix regia),

Kembang kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Kembang sapu tangan (Maniltoa

grandiflora), Tanjung (Mimusops elengi) dan Trembesi (Samanea saman).

Tahapan kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan antara lain : pekerjaan persiapan, pengadaan bibit, penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan (tahun pertama, tahun ke-2, tahun ke-3 dan tahun ke-4, lanjutan) dan penebangan.

Berdasarkan 3 skenario yang diajukan, kondisi tanaman yang ada saat ini diubah secara perlahan-lahan. Sistem penanaman pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi dari 3 skenario yang dirancang adalah sistem blok. Hal ini bertujuan untuk memudahkan sistem pemanenan tanaman kehutanan. Selain itu, sistem blok penanaman dilakukan secara berseling, dimulai dari tanaman penghias kemudian tanaman kehutanan berdaur panjang dan seterusnya.

Perkiraan penghasilan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi didasarkan pada harapan hasil kayu sesuai dengan daur masing-masing tanaman. Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni dengan daur 30 tahun sedangkan Akasia dan Sengon dengan daur 10 tahun. Perkiraan produksi kayu untuk Jati, Pinus, Meranti dan Mahoni berturut-turut adalah 118,80 m³/ha, 179,52 m³/ha, 176,88 m³/ha dan 71,28 m³/ha. Sedangkan untuk Sengon dan Akasia berturut-turut adalah 275,44 m³/ha dan 169,84 m³/ha.

Berdasarkan analisa biaya, total biaya yang dikeluarkan pada skenario 1 sebesar Rp. 32.636.853.000,-, skenario 2 sebesar Rp. 29.479.178.000,- dan skenario 3 sebesar Rp. 32.324.954.000,-. Total penghasilan pada skenario 1 dan skenario 3 sebesar Rp. 26.526.192.000,- sedangkan pada skenario 2 sebesar Rp. 19.894.644.000,-. Proyeksi laba/rugi pengusahaan tanaman kehutanan skenario 1 mengalami kerugian sebesar Rp. 6.110.661.000,-, skenario 2 mengalami kerugian sebesar Rp. 9.584.534.000,- dan skenario 3 mengalami kerugian sebesar Rp.

5.798.762.000,-Pada penilaian finansial ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi didapatkan hasil NPV negatif pada suku bunga yang berlaku yaitu 14%. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan tidak layak diusahakan pada tingkat suku bunga tersebut. Pendapatan pengusahaan tanaman kehutanan yang besarnya sama dengan Nilai

(6)

Rp. 1.964.576.000,-. Nilai BCR dicapai pada tingkat suku bunga 14% untuk pola skenario 1, yaitu 0,23, untuk pola skenario 2 sebesar 0,18 dan untuk pola skenario 3 sebesar 0,24. Nilai IRR untuk masing-masing pola pengusahaan tanaman skenario 1, skenario 2 dan skenario 3 berturut-turut tidak dapat dihitung sebab nilai NPV dari ketiga pola pengusahaan tersebut bernilai negatif pada semua tingkat suku bunga.

Berdasarkan penilaian finansial, ketiga pola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi yang dirancang tidak layak untuk diusahakan. Hal ini disebabkan adanya komponen biaya pengusahaan yang terlalu tinggi, yaitu biaya pengadaan bibit rata-rata sebesar Rp. 3.201.000,- per hektar, biaya pemeliharaan rata-rata sebesar Rp. 10.869.000,- per hektar dan biaya gaji pegawai rata-rata sebesar Rp. 4.500.000,- per hektar.

Analisa kepekaan yang dirancang, yaitu kepekaan terhadap perubahan biaya pengusahaan dengan persentase perubahan pada kisaran 40%, 50%, 60%, 70%, dan 80%. Apabila biaya pengusahaan turun sebesar 40-70%, maka ketiga pola pengusahaan tidak layak untuk diusahakan. Apabila biaya pengusahaan turun sebesar 80%, maka pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 layak untuk diusahakan. Sedangkan pola pengusahaan skenario 2 tidak layak untuk diusahakan sebab tidak memenuhi ketiga kriteria yang dipakai.

Besarnya nilai NPV untuk pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar Rp. 86.311.000,- dan Rp. 111.426.000,-. Sedangkan nilai BCR untuk pola pengusahaan skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar 1,16 dan 1,21. Nilai IRR untuk masing-masing pola pengusahaan tanaman skenario 1 dan skenario 3 berturut-turut sebesar 15,66% dan 16,24% artinya dengan penurunan biaya pengusahaan sebesar 80% kedua pola pengusahaan tanaman kehutanan ini masih memberikan gambaran yang layak pada tingkat suku bunga tersebut untuk masing-masing pola pengusahaan.

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan

Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

ABDULLAH PAUZI ASAGAP

(8)

Mandiri

Nama : Abdullah Pauzi Asagap

Nrp : E24103087

Departemen : Hasil Hutan

Fakultas : Kehutanan

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS Taufik Ismina, S.T

NIP. 131 671 598 NPP. 9238

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

NIP. 131 578 788

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta Barat, DKI Jakarta pada tanggal 2 Februari 1985 sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan H. Romlih dan Hj. Rohilah.

Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Da il Khairaat Kalideres, Jakarta Barat tahun 1991-1997. Kemudian penulis melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah Da il Khairaat Kalideres, Jakarta Barat tahun 1997-2000. Pada tahun 2000-2003, penulis melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Umum Negeri 84 Kalideres, Jakarta Barat.

Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Tahun 2005 penulis mengambil Sub-Program Studi Pemanenan Hasil Hutan dan pada tahun 2006 memilih Analisis Pemanenan sebagai bidang keahlian.

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa praktek lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan Juli -Agustus 2006 di Getas, Baturraden, Cilacap, dan di Pulau Nusakambangan. Pada bulan Februari April 2006, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK Sarmiento Parakantja Timber (Sarpatim), Sampit, Kalimantan Tengah.

Penulis juga pernah aktif dalam organisasi kampus baik internal maupun eksternal. Organisasi internal kampus yang pernah diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) tahun 2003-2005.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dalam bidang Analisis Pemanenan dengan judul penelitian Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Taufik Ismina, S.T.

(10)

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat, karunia, dan ridho-Nya karena penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS dan Bapak Taufik Ismina, S.T selaku dosen pembimbing yang telah memberi bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai beserta Ibu Ir. Oemijati Rachmatsjah, MS dan Bapak Dr. Ir. Agus Prijono Kartono, M.Si yang telah memberikan wawasan kepada penulis.

2. Ayah tercinta H. Romlih, Ibu tersayang Hj. Rohilah, Kakak tercinta Siti Nur Azizah, S.SI beserta suami Endin Syahrudin, S.SI, Adik tercinta Rifkah Nur Farhah dan Azka Fauzanil Haq beserta keluarga di Jakarta atas kasih sayang, doa, dukungan dan bantuan baik spiritual maupun material.

3. Bapak Muslim selaku pembimbing lapangan di PT. Widyamita Insan Madani atas bantuannya selama penelitian.

4. Kelompok Usaha Nilam IPB khususnya Mujahid Nainggolan, S.Hut dan Adam Bahtiar, S.Hut sebagai rekan satu profesi serta teman-teman THH 40 atas bantuan dan semangat yang telah diberikan.

5. Sahabat-sahabat Vilbad terbaik dan terhebat yang selalu memberi semangat serta bantuan.

6. Keluarga besar Fakultas Kehutanan IPB serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat.

Bogor, Juli 2009 Penulis

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan... 3 1.3 Manfaat ... 4 1.4 Hipotesa ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelayakan ... 5

2.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan ... 9

2.3 Jalur Hijau ... 11

2.4 Dinamika Tegakan ... 13

2.5 Prospek Jenis-jenis Tanaman di Tol Jagorawi... 13

2.6 Pemanenan Berdasarkan Estetika ... 20

2.7 Unit Usaha Mandiri ... 23

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 25

3.2 Jenis Data... 25

3.3 Bahan dan Alat... 26

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.5 Skenario Pengaturan Tanaman ... 27

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 27

BAB IV INFORMASI UMUM JALAN TOL JAGORAWI 4.1 Sejarah Jalan Tol Jagorawi ... 32

4.2 Lingkungan Fisik dan Kimia ... 34

4.3 Lingkungan Biologi ... 35

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Jenis dan Keadaan Tanaman ... 37

(12)

5.2 Keadaan Pengelolaan Tanaman ... 40

5.3 Penggunaan Lahan di Tol Jagorawi ... 46

5.4 Analisa Persepsi Pengguna Jalan Mengenai Pengusahaan Tanaman Kehutanan di daerah Milik Jalan Tol Jagorawi ... 48

5.5 Perencanaan Lokasi dan Kegiatan serta Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan... 53

5.5.1 Alokasi Lahan Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 53

5.5.2 Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 54

5.5.3 Proyeksi Produksi Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 65

5.6 Perencanaan Organisasi dan Tenaga Kerja ... 75

5.6.1 Struktur Organisasi ... 75

5.6.2 Tenaga Kerja ... 76

5.7 Analisa Biaya dan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 76

5.7.1 Analisa Biaya Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 76

5.7.2 Analisa Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 81

5.8 Analisa Laba/Rugi dan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 83

5.8.1 Analisa Laba/Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 83

5.8.2 Analisa Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan... 85

5.9 Analisa Kepekaan Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 88

5.9.1 Kepekaan Terhadap Perubahan Biaya Pengusahaan ... 89

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(13)

iii

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Kriteria Kelayakan Finansial dengan Analisis Arus Uang Berdiskonto ... 7

2. Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida ... 12

3. Jenis-jenis Tanaman yang Dianjurkan untuk Kayu Bakar ... 18

4. Jenis-jenis Pohon dan Tanaman Hias di Jalan Tol Jagorawi ... 35

5. Jenis-jenis Tanaman Kehutanan di Tol Jagorawi ... 37

6. Jenis-jenis Tanaman Penghias di Tol Jagorawi ... 38

7. Jenis-jenis Tanaman yang dapat Diperdagangkan ... 40

8. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Departemen Kehutanan ... 41

9. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh Pemda/Instansi Swasta ... 42

10. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh CV. Gumelar Persada ... 43

11. Jenis-jenis Tanaman yang Ditanam oleh PT. Widyamita ... 44

12. Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi... 45

13. Jenis-jenis Tanaman Penghias yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi ... 46

14. Persentase Pengguna Lahan Jalur Hijau di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi... 47

15. Jenis-jenis Tanaman Penghias ... 57

16. Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida ... 58

17. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario 1 ... 58

18. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario 2 ... 61

19. Proporsi Penggunaan Lahan Jenis-jenis Tanaman Kehutanan dan Tanaman Penghias Skenario 3 ... 63

20. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Jati ... 65

21. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Pinus ... 67

22. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Meranti ... 68

23. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Mahoni... 70

24. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Sengon ... 71

25. Hasil Pengukuran Jenis Pohon Akasia ... 73

(14)

27. Harga Kayu di Klender, Jakarta Timur ... 81 28. Hasil Analisa Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan pada

Tingkat Suku Bunga yang Berlaku (14%) ... 86 29. Hasil Analisa Kepekaan Pengusahaan Tanaman Kehutanan pada

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Model Pemanenan Berdasarkan Estetika ... 23

2. Persentase Pandangan Terhadap Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi... 49

3. Persentase Dampak Positif yang Diperoleh dengan Adanya Jalur Hijau di Jalan Tol Jagorawi ... 49

4. Persentase Lebar Jalur Hijau yang Dianggap Memadai ... 50

5. Persentase Jenis-jenis Tanaman Kehutanan yang Paling Disukai ... 51

6. Persentase Penataan dan Pengaturan Tanaman ... 52

7. Persentase Model Sketsa Pemanenan Tanaman Kehutanan ... 53

8. Sistem Penanaman Pengusahaan Tanaman Kehutanan ... 64

9. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Jati di KM 10+200 (B) ... 66

10. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Pinus di KM 43+600 (B) ... 68

11. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Meranti di Hutan Penelitian Dramaga Petak 53 ... 70

12. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Mahoni di KM 21+200 (B) ... 71

13. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Sengon di KM 18+600 (A) ... 73

14. Lokasi Pengukuran Jenis Pohon Akasia di KM 15+800 (A) ... 74

15. Rancangan Struktur Organisasi Pengusahaan Tanaman Kehutanan di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi ... 75

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Peta Jalan Tol Jagorawi ... 98

2. Data Pohon dan Tanaman Pelindung/Penghijauan di Jalan Tol Jagorawi ... 99

3. Jenis-jenis Tanaman yang ditanam oleh CV. Gumelar Persada ... 100

4. Jenis-jenis Tanaman yang ditanam oleh PT. Widyamita ... 103

5. Jenis-Jenis Tanaman yang Ditanam oleh PT. Jasa Marga Cabang Tol Jagorawi ... 104

6. Model Sketsa Pemanenan Tanaman Kehutanan... 105

7. Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario 1 ... 106

8. Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario 2 ... 107

9. Perencanaan Kegiatan Pengusahaan Skenario 3 ... 108

10. Komponen Biaya Pengusahaan Tanaman Kehutanan Perhektar... 109

11. Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 1 (Dalam Ribuan Rupiah) ... 112

12. Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 2 (Dalam Ribuan Rupiah) ... 114

13. Struktur Kebutuhan Biaya Skenario 3 (Dalam Ribuan Rupiah) ... 116

14. Perkiraan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 1 dan Skenario 3 ... 118

15. Perkiraan Penghasilan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 2 .... 120

16. Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 1 ... 122

17. Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 2 ... 124

18. Perhitungan Laba Rugi Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 3 ... 126

19. Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 1 ... 128

20. Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 2 ... 128

21. Perhitungan Finansial Pengusahaan Tanaman Kehutanan Skenario 3 ... 128

22. Standar Biaya Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.48/MENHUT-II/2007 ... 129

23. Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 1 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan ... 131

24. Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 2 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan ... 133

25. Perhitungan Analisa Kepekaan Skenario 3 Jika Terjadi Penurunan Biaya Pengusahaan ... 135

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar sesuai tarif yang berlaku. Penetapan tarif didasarkan pada golongan kendaraan (Anonim 2007).

Salah satu perusahaan yang mengelola jalan tol adalah PT. Jasa Marga. Sebagai Perusahaan jalan tol pertama di Indonesia, dengan pengalaman lebih dari 29 tahun dalam membangun dan mengoperasikan jalan tol, saat ini PT. Jasa Marga mengelola lebih dari 496 km jalan tol atau 79 % dari total jalan tol di Indonesia.

Jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) adalah salah satu jalan tol yang dikelola oleh PT. Jasa Marga. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan tol tertua di Indonesia yang dibangun sejak tahun 1972 dan mulai dioperasikan pada tahun 1978 sebagai jalan utama yang menghubungkan provinsi DKI Jakarta dengan kota Bogor dan Ciawi. Jalan tol Jagorawi merupakan jalan bebas hambatan yang membentang dari provinsi DKI Jakarta (Cawang) dan berakhir di kota Bogor dan Ciawi, Jawa Barat.

Daerah milik jalan tol Jagorawi meliputi daerah manfaat jalan tol dan sejalur lahan tertentu di luar daerah manfaat jalan tol. Daerah milik jalan tol merupakan semua daerah dari pal batas berwarna kuning sebelah kiri hingga pal batas berwarna kuning sebelah kanan sedangkan daerah manfaat jalan tol adalah badan jalan tol itu sendiri (lajur jalan tol dan bahu jalan), saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Sejalur lahan tertentu di luar daerah manfaat jalan tol Jagorawi dimanfaatkan sebagai jalur hijau (green belt).

Menurut Dahlan (1992) jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan merupakan salah satu bentuk hutan kota dengan tipe pengamanan. Pada jalur hijau di tepi jalan bebas hambatan yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur

(18)

tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang keluar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap zat pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.

Adapun menurut Sari et. al. (2004) beberapa jenis tanaman yang ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi sebagai tanaman penghijauan yang berfungsi untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor antara lain Akasia mangium (Acacia mangium), Akasia auriculiformis (Acacia auriculiformis), Kayu manis (Cinnamommum sp.), Gmelina (Gmelina arborea), Saga (Adenanthera

pavoniana) dan Sengon (Paraserianthes falcataria), yang ditanam pada tahun

1997/1998.

Selain fungsi-fungsi tersebut, tanaman penghijauan yang ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi juga mempunyai fungsi estetika yang diharapkan dapat memberikan suasana kontras terhadap pandangan pemakai jalan tol sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada saat mengemudi di jalan tol.

Selama ini lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi khususnya pada jalur hijau ditanami rumput, tanaman pisang, tanaman singkong, bambu dan jenis-jenis tanaman penghijauan lainnya yang dapat menghasilkan fungsi-fungsi yang telah dikemukakan sebelumnya. Padahal lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi juga dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan berbagai jenis tanaman kehutanan yang dapat menghasilkan kayu dan mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi. Selain itu juga beberapa jenis tanaman penghijauan yang telah ditanam pada jalur hijau tol Jagorawi pada hakekatnya termasuk dalam jenis-jenis tanaman kehutanan yang cepat tumbuh, mempunyai nilai ekonomi atau nilai komersial yang cukup tinggi dan kayunya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan seperti bubur kertas (pulp) dan kertas, bahan konstruksi ringan, mebel, papan partikel dan sebagainya.

Melihat kenyataan di atas rasanya cukup rasional jika lahan di sepanjang daerah milik jalan tol Jagorawi dimanfaatkan untuk pengusahaan tanaman kehutanan dengan tujuan kayu-kayu yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan

(19)

3

pasokan (supply) kayu untuk masyarakat baik industri maupun rumah tangga. Selain itu juga dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi pengelola jalan tol Jagorawi sebagai dana untuk membiayai pengelolaan lahan dalam rangka pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi sehingga dalam pengelolaan lahan tersebut tidak diperlukan alokasi dana dari pendapatan tarif tol. Jika tujuan-tujuan tersebut nantinya dapat direalisasikan maka pihak pengelola jalan tol Jagorawi dapat membentuk suatu unit usaha mandiri yang berfungsi sebagai pengelola pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi.

Dengan demikian, dalam upaya meningkatkan kegunaan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi perlu adanya suatu penelitian mengenai Analisis Kelayakan Pengusahaan Tanaman Kehutanan Di Daerah Milik Jalan Tol Jagorawi Sebagai Unit Usaha Mandiri dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yaitu aspek finansial pengusahaan tanaman kehutanan sebagai unit usaha mandiri, aspek pemilihan dan pengelolaan jenis-jenis tanaman kehutanan, aspek penataan areal dan teknis pemanenan berdasarkan estetika serta aspek sosial kemasyarakatan tanpa mengabaikan fungsi-fungsi dari lahan itu sendiri khususnya jalur hijau antara lain fungsi ekologi, fungsi pengamanan dan fungsi estetika sehingga kegunaan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dapat dimanfaatkan secara maksimal dan kontinu.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui tingkat kelayakan pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi sebagai unit usaha mandiri dengan menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal

Rate of Return (IRR).

2. Mengetahui persepsi pengguna jalan tol Jagorawi mengenai pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi.

3. Menentukan pola-pola pengusahaan dan jenis-jenis tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi.

4. Menentukan penataan areal dan teknik pemanenan tanaman kehutanan di sekitar daerah milik jalan tol Jagorawi.

(20)

1.3 Manfaat

Hasil akhir dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT. Jasa Marga cabang tol Jagorawi dalam memanfaatkan lahan di daerah milik jalan tol Jagorawi dan juga diharapkan dapat dikembangkan dalam pemanfaatan lahan di daerah milik jalan tol lainnya yang dikelola oleh PT. Jasa Marga dengan melibatkan berbagai stakeholders baik dari pihak PT. Jasa Marga, akademisi, pengguna jalan tol maupun masyarakat yang berada di sekitar daerah milik jalan tol.

1.4 Hipotesa

Dengan analisis Arus Uang Berdiskonto (Discounted Cash Flow), pengusahaan tanaman kehutanan di daerah milik jalan tol Jagorawi layak untuk diusahakan.

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Kelayakan

Arti kelayakan pada kegiatan mengkaji kelayakan suatu gagasan dikaitkan dengan kemungkinan tingkat keberhasilan dari tujuan yang hendak diraih. Bila gagasan tersebut adalah investasi dalam pembangunan proyek berupa fasilitas produksi baru, maka untuk menilai kelayakannya perlu dilakukan serangkaian kegiatan mulai dari mengembangkan, menganalisa, dan menyaring prakarsa atau gagasan yang timbul sampai kepada menelusuri berbagai aspek proyek serta unit usaha hasil proyek. Gagasan ini dapat pula berupa tanggapan atas situasi yang disebabkan oleh desakan untuk meningkatkan fasilitas yang tersedia.

Pengkajian tersebut bersifat menyeluruh dan berusaha menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Inilah yang dikenal sebagai studi kelayakan. Di samping sifatnya yang menyeluruh, studi kelayakan juga harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumber daya yang diperlukan.

Kriteria kelayakan berkaitan erat dengan keberhasilan, selain itu juga kriteria kelayakan juga tergantung pada jenis proyek yang akan diusahakan. Semakin besar proyek, semakin besar dana yang akan ditanam, sehingga semakin luas jangkauan dan semakin dalam sifat pengkajiaannya. Tingkat keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari aspek finansial dan ekonomi. Hal ini bukan berarti mengabaikan pengkajian aspek lainnya seperti pemasaran, teknik dan

engineering, dampak lingkungan, dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut juga perlu

dilihat karena memberi masukan penting kepada masalah finansial dan ekonomi proyek investasi (Soeharto 2001).

Di dalam kata keteknikan (engineering) terkandung hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan matematik dan ilmu pengetahuan alam yang diperoleh dari penelitian, pengalaman maupun praktek sehari-hari yang dengan pertimbangan masak diterapkan untuk pemanfaatan sumberdaya secara ekonomis untuk kesejahteraan umat manusia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa di dalam pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan umat manusia, maka perhatian

(22)

terhadap masalah teknis disejajarkan dengan masalah-masalah ekonomis. Dengan demikian masalah-masalah ekonomis perlu dipertimbangkan pula dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masalah-masalah teknis (Nugroho 2005).

Menurut Darusman (1981) untuk menilai suatu proyek terdapat berbagai macam cara, tetapi yang paling banyak digunakan untuk penilaian jangka panjang adalah analisis Arus Uang Berdiskonto (Discounted Cash Flow), yaitu suatu metode pengukuran biaya dan manfaat proyek yang memperhatikan pengaruh waktu secara menyeluruh dengan cara mendiskonto semua biaya dan manfaat yang dianalisis.

Ciri-ciri pokok Arus Uang Berdiskonto adalah direncanakan untuk menilai harga suatu proyek dengan memperhitungkan waktu kejadian (timing) dan besarnya cash flow. Istilah cash flow diartikan sebagai arus pembayaran tunai kepada suatu usaha. Biaya dipandang sebagai suatu cash flow negative, sedangkan penerimaan sebagai cash flow positif. Satu asumsi kunci ialah bahwa uang yang ada sekarang ini lebih berharga dari jumlah uang yang sama di masa yang akan datang. Nilai uang di masa mendatang yang dihitung dengan bunga ialah nilai uang yang telah diper anak an dan proses perhitungannya disebut pemajemukan (compounding). Tarif penukaran untuk mengkonversi nilai masa depan ke nilai kini disebut suku bunga diskon (discount rate) sedangkan proses mengkonversi disebut dengan discounting.

Analisis Arus Uang Berdiskonto yang sering digunakan yaitu :

1. Nilai Kini Bersih (Net Present Value NPV), yang didapat dengan mendiskonto semua biaya dan penerimaan pada tingkat diskonto tertentu dan kemudian hasil diskonto pendapatan dikurangi hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima apabila proyek tersebut mempunyai NPV bernilai positif.

2. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return IRR), yaitu tingkat diskonto yang menyebabkan jumlah hasil diskonto penerimaan sama dengan hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima

(23)

7

apabila proyek tersebut mempunyai IRR lebih besar daripada suku bunga yang berlaku saat itu.

3. Rasio Manfaat-Biaya (Benefit Cost Ratio- BCR), yang didapat dengan membagi jumlah hasil diskonto penerimaan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan berguna atau dapat diterima apabila proyek tersebut mempunyai BCR bernilai lebih dari satu.

Kriteria kelayakan finansial dengan analisis arus uang berdiskonto ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Kriteria Kelayakan Finansial dengan Analisis Arus Uang Berdiskonto

No. Komponen DCF Nilai Kelayakan

1. NPV 0 layak

< 0 tidak layak

2. IRR suku bunga bank layak

< suku bunga bank tidak layak

3. BCR 1 layak

< 1 tidak layak

Nilai BCR dan IRR akan menentukan tingkat efisiensi suatu proyek dalam menggunakan sejumlah sumberdaya. Makin besar nilai BCR dan IRR berarti penggunaan sumberdaya makin efisien, sedangkan NPV adalah ukuran absolut yang ditentukan oleh umur dan besarnya ukuran proyek. Oleh karena itu, NPV tidak mengukur efisiensi dalam menggunakan sumberdaya tetapi jika terdapat sejumlah modal yang cukup pada suku bunga tertentu biasanya akan dipilih proyek yang mendapat NPV sebesar-besarnya.

Menurut Nugroho (2005) teknik analisis nilai kini (present worth analysis) adalah suatu teknik analisis yang menghitung jumlah uang pada saat sekarang, umumnya pada awal investasi/proyek, dari serangkaian biaya-biaya dan manfaat-manfaat atau perbedaan antara biaya dan manfaat-manfaat yang terjadi pada waktu yang akan datang. Apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari biaya-biaya yang keluar (outflow) di masa akan datang selama rentang periode analisis (n) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i%), maka kita sebut sebagai analisis nilai biaya kini (present worth of cost). Apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari manfaat yang diperoleh (inflow) di masa akan datang selama

(24)

rentang periode analisis (n) pada tingkat pengembalian minimum yang atraktif (TPMA = i%), maka kita sebut sebagai analisis nilai manfaat kini (present worth

of benefits). Sedangkan apabila yang kita evaluasi adalah nilai kini dari

perbedaan/selisih manfaat dan biaya, maka kita sebut sebagai analisis nilai manfaat bersih kini (present worth of net benefits = NPW atau juga dikenal sebagai net present value = NPV).

Secara umum tingkat pengembalian dapat diartikan sebagai besarnya imbalan yang dapat diberikan atas suatu dana yang ditanamkan untuk suatu kegiatan hingga seluruh dana tersebut kembali seluruhnya. Imbalan tersebut biasanya dalam persen (%). Sementara dana yang ditanamkan untuk suatu kegiatan tidak saja meliputi dana untuk investasi pada suatu usaha yang menghasilkan pemasukan (inflow), tetapi bisa juga berupa uang/dana yang dipinjamkan kepada seseorang (individu) atau suatu perusahaan (firm) atau yang didepositokan kepada seseorang, bank atau lembaga keuangan lainnya. Namun demikian, tidak berarti bahwa tingkat pengembalian tersebut merupakan imbalan persatuan waktu tertentu (misal tahun, bulan, dan lain sebagainya) atas dana yang masih tertanam sebelum dana tersebut kembali sebelumnya (Nugroho 2005).

Menurut Nugroho (2005) analisis rasio manfaat-biaya (RMB) pada dasarnya akan membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari suatu investasi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan investasi tersebut. Pembandingan tersebut haruslah kompatibel. Untuk itu harus didasarkan pada referensi waktu yang sesuai. Berdasarkan referensi waktu memandangnya, perolehan manfaat dan pengeluaran biayanya dapat didasarkan pada saat ini (present), saat akan datang (future), dan dapat pula merupakan rataan tahunannya (annual equivalent). Dari ketiga kemungkinan tersebut hanya referensi waktu saat ini dan rataan tahunan yang umum digunakan, sedangkan referensi waktu saat akan datang jarang dimanfaatkan.

Manfaat adalah segala sesuatu yang dapat membuat seseorang atau sekelompok orang diuntungkan (better off). Orang yang diberi sesuatu, dan karenanya kesejahteraan meningkat, maka orang tersebut diuntungkan (better off).

(25)

9

Dan orang tersebut akan merasa dirugikan (worse off), apabila sejumlah manfaat diambil darinya (Field 1994 dalam Nugroho 2001).

Sedangkan menurut Mulyadi (1990) dalam Nugroho (2002) biaya adalah pengorbanan sumberdaya ekonomi yang dinyatakan dalam satuan moneter (uang), yang telah terjadi atau akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dengan demikian terdapat 4 unsur pokok dalam definisi tersebut, yaitu :

1. Biaya merupakan pengorbanan sumberdaya ekonomi. Dalam proses produksi umumnya berupa lahan, tenaga kerja, modal (tetap dan kerja) dan manajemen/ teknologi.

2. Biaya harus dapat diukur dalam satuan uang/moneter. 3. Yang telah terjadi atau potensial terjadi

4. Untuk tujuan tertentu

2.2 Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan

Secara lebih rinci lahan atau land didefinisikan sebagai suatu wilayah permukaan bumi mencakup semua komponen biosfer yang dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfir, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Perencanaan persediaan, peruntukan, dan pemeliharaan lahan disebut tata guna lahan (FAO 1976 dalam Rakhman 2000).

Menurut Basuni (2003) pola penggunaan lahan adalah cerminan aktivitas ekonomi masyarakat dalam memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya pada suatu tempat dan kurun waktu tertentu. Rakhman (2000) menyatakan bahwa semua penggunaan lahan sebenarnya bersifat ekonomi dan memerlukan lahan untuk tujuan-tujuan produksi (barang dan jasa). Karena potensi lahan memberikan berbagai alternatif aktivitas ekonomi, maka setiap aktivitas ekonomi pada sebidang lahan akan mempunyai nilai opportunity cost jika lahan tersebut digunakan untuk aktivitas ekonomi lain.

Tujuan penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi dua konsepsi penggunaan lahan, yaitu konsepsi penggunaan tunggal (single-use) dan konsepsi

(26)

penggunaan ganda (multiple-use). Konsepsi single-use digambarkan sebagai spesialisasi penggunaan lahan yang terorganisasi dan terkoordinasi untuk penggunaan tertentu, misalnya lahan subur digunakan untuk padi sawah, lahan bergelombang untuk palawija dan perkebunan, dan lahan yang kurang subur diperuntukkan bagi padang perumputan atau peternakan. Sedangkan konsepsi

multiple-use digambarkan sebagai penggunaan suatu unit lahan bagi beberapa

tujuan penggunaan dalam suatu waktu tertentu (Rakhman 2000).

Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2004) pembangunan jalan tol di Indonesia telah menghadirkan ruang-ruang kosong di sekitarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahan-lahan tersebut pada umumnya mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Hal yang paling penting dilakukan adalah adanya pedoman pemanfaatan lahan sekitar jalan tol, dengan disusunnya pedoman tersebut maka pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sudah dapat dilakukan yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sebagai bagian yang berkepentingan langsung terhadap peningkatan kesejahteraan harus dapat memberdayakan diri sendiri. Untuk melakukan hal tersebut tidak bisa dilakukan secara orang perseorangan, tetapi harus melalui penumbuhan kelembagaan masyarakat dan pengembangan jaringan kemitraan dengan pihak lain.

Pedoman pemanfaatan lahan sekitar jalan tol diarahkan kepada pendekatan merancang konsep pengembangan peran stakeholders dalam hal ini peran pemerintah, pengelola, dan swasta dipandang sebagai unsur pengatur (regulator) yang perlu fleksibel dan masyarakat (community based development). Masyarakat sekitar jalan tol dipandang sebagai unsur subyek yang perlu dirumuskan pola keterlibatan serta peran sertanya beserta dukungan kebijakan perangkat hukum sehingga sejak awal dapat disediakan acuan peran aktif dalam merencanakan, melaksanakan, dan memelihara pemanfaatan lahan sekitar jalan tol sesuai pentahapan kemampuan perannya.

Pola pendekatan yang dilakukan dalam kaitan antara permasalahan manajemen transportasi dengan berkembangnya tata guna lahan sekitar jalan tol adalah :

(27)

11

1. Pendekatan sosial dalam penataan ruang. Penyusunan peran masyarakat diarahkan pada tahapan penataan RTRWK dan lahan sekitar jalan tol, bahkan termasuk tahapan Pra/Proses/Pasca pengosongan lahan;

2. Pendekatan kelembagaan (institusi). Peranan setiap lembaga pelaku atau

stakeholders (pemerintah, pengelola, lembaga adat atau masyarakat) diuraikan

fungsi dan tanggung jawabnya dalam setiap aktivitas;

3. Pendekatan kebijakan hukum (law policy). Kebijakan yang telah ada dikaji untuk disusun kebutuhan lainnya agar dapat memberi rambu dan dukungan mengikat bagi tindak sosial hukum pemanfaatan lahan sekitar jalan tol.

2.3 Jalur Hijau

Jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan (jalan tol) berada di luar daerah manfaat jalan, yang diharapkan dapat memberikan suasana kontras terhadap pandangan pemakai jalan tol sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada saat mengemudi di jalan tol tersebut. Selain itu, tanaman di tepi sepanjang jalur jalan tol, pada tempat-tempat tertentu juga berfungsi sebagai jalur penuntun, misalnya pada daerah tikungan jalan dan mendekati gerbang tol (Rachmawati 2005).

Jalur hijau di tepi jalan tol selain memiliki fungsi pelindung dan fungsi estetika untuk mengurangi kejenuhan para pengendara, juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas dan dampak negatif dari polusi yang dihasilkan oleh kendaraan yang melintas (Permana 2006).

Menurut Dahlan (1992) jalur hijau di sepanjang jalan bebas hambatan merupakan hutan dengan tipe pengamanan, yang terdiri dari jalur tanaman pisang dan jalur tanaman yang merambat serta tanaman perdu yang liat yang ditanam secara berlapis-lapis diharapkan dapat berfungsi sebagai penyelamat bagi kendaraan yang ke luar dari badan jalan. Sedangkan pada bagian yang lebih luar dapat ditanami dengan tanaman yang tinggi dan rindang untuk menyerap pencemar yang diemisikan oleh kendaraan bermotor.

Duryatmo (2008) menyatakan jenis-jenis tanaman yang mampu menyerap karbon dioksida yang cukup banyak atau yang biasa digunakan untuk penghijauan disajikan pada Tabel 2.

(28)

Tabel 2. Jenis-jenis Tanaman Penyerap Karbon Dioksida

No Nama Lokal Nama Ilmiah

Daya serap per pohon (kg/tahun)

1 Trembesi Samanea saman 28.488,39

2 Cassia Cassia sp 5.295,47

3 Kenanga Canangium odoratum 756,59 4 Pingku Dyxoxylum excelsum 720,49

5 Beringin Ficus benyamina 535,90

6 Krey payung Fellicium decipiens 404,83

7 Matoa Pometia pinnata 329,76

8 Mahoni Swettiana mahagoni 295,73 9 Saga Adenanthera pavoniana 221,18 10 Bungur Lagerstroemia speciosa 160,14

11 Jati Tectona grandis 135,27

12 Nangka Arthocarpus heterophyllus 126,51

13 Johar Cassia grandis 116,25

14 Sirsak Annona muricata 75,29

15 Puspa Schima wallichii 63,31

16 Akasia Acacia auriculiformis 48,68

17 Flamboyan Delonix regia 42,20

18 Sawo kecik Manilkara kauki 36,19 19 Tanjung Mimusops elengi 34,29 20 Kembang kupu-kupu Bauhinia purpurea 30,95

21 Sempur Dilenia retusa 24,24

22 Khaya Khaya anthotheca 21,90

23 Merbau pantai Intsia bijuga 19,25

24 Akasia Acacia mangium 15,19

25 Angsana Pterocarpus indicus 11,12 26 Asam kranji Pithecelobium dulce 8,48 27 Kembang Sapu tangan Maniltoa grandiflora 8,26 28 Dadap merah Erythrina cristagalli 4,55 29 Rambutan Nephelium lappaceum 2,19

30 Asam Tamarindus indica 1,49

31 Kempas Coompasia excels 0,20

Menurut Doelle (1985) penggunaan jalur hijau pelindung dan pertamanan dibuat untuk berlindung terhadap bising industri, perdagangan dan jalan raya yang padat karena halaman rumput yang banyak menyebabkan penyerapan bunyi yang hampir sama dengan karpet berkualitas tinggi dan karena pohon-pohon, walaupun kurang menyerap, bertindak sebagai elemen-elemen penyebar dan cenderung memperbanyak penyerapan oleh tanah pertamanan sekitar. Hanya semak-semak yang padat dan banyak daunnya dan pohon-pohon yang tinggi atau pohon-pohon

(29)

13

yang selalu berdaun hijau (untuk perlindungan di musim dingin) yang ditanam meliputi daerah yang luas akan menghasilkan reduksi bising yang berarti.

Vegetasi dalam suatu kota atau pinggiran kota dalam bentuk taman, jalur hijau, kebun dan pekarangan serta hutan berfungsi sebagai paru-paru suatu kota sebab tumbuhan dapat menyediakan oksigen yang diperlukan manusia dan dapat menetralisir beberapa pencemaran udara, selain itu dapat memberikan keindahan, keasrian, serta kesegaran (Fakuara 1987). Menurut Irwan (1989) taman-taman, tepi jalan, jalan tol, jalan kereta api, bangunan umum, lahan-lahan yang terbuka, kawasan luar kota, kawasan pemukiman, kawasan perdagangan dan kawasan industri dapat dikatakan sebagai hutan kota yang merupakan bagian dari ruang terbuka hijau.

2.4 Dinamika Tegakan

Menurut Vanclay (1994) dalam Aminah (2003) model pertumbuhan tegakan adalah sebuah abstraksi alami dinamika tegakan hutan dan dapat meliputi pertumbuhan, kematian dan perubahan lain dalam struktur dan komposisi tegakan. Menurut Alder (1995) dalam Aminah (2003) perubahan yang terjadi dalam tegakan setiap periode waktu dijabarkan dalam ingrowth, upgrowth, kematian dan panen, dimana ingrowth yaitu pohon-pohon yang tumbuh ke dalam suatu kelas diameter setelah satu periode tertentu, upgrowth yaitu pohon-pohon yang keluar dari kelas diameter tertentu setelah satu periode waktu.

Dalam tegakan seumur, sebuah persamaan pertumbuhan dapat diprediksikan dengan pertumbuhan diameter atau volume dalam unit pertahun seperti sebuah fungsi umur dan karakteristik lain tegakan, begitu pula sebuah persamaan hasil dapat diprediksikan dengan diameter atau total volume produksi yang dicapai dalam satu umur spesifik (Vanclay 1994 dalam Aminah 2003)

2.5 Prospek Jenis-jenis Tanaman di Tol Jagorawi

Beberapa jenis-jenis tanaman di tol Jagorawi yang memiliki prospek yang cukup baik antara lain :

1. Jati (Tectona grandis)

(30)

termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia, Jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.

Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1.250-1.300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam. Kayu Jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu Jati mengandung 47,5% selulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan 0,4-1,5% silika.

Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis (Irwanto 2006).

2. Pinus (Pinus sp.)

Tegakan Pinus merupakan salah satu jenis tumbuhan berkayu dari famili

Pinaceae. Pohon Pinus merupakan jenis pohon konifer yang terkenal sebagai

tumbuhan/tanaman pelopor. Jenis ini memiliki beberapa nama daerah, yaitu sala, uyeum, sulu, tusam, huyam, susugi, sigi dan pinus. Tanda- tanda lapangan dari jenis Pinus sp. adalah tajuknya berbentuk kerucut dan tinggi bisa mencapai 60 m, diameternya bisa mencapai 150 cm, batang lurus dan bulat, tidak memilin dan biasanya tidak bercabang. Daun berbentuk jarum, kulitnya agak tebal dan membentuk alur yang dalam (Samingan 1982).

Menurut Tedja (1977) pohon Pinus dapat hidup subur di daerah-daerah yang berbatu-batu, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Direktorat Jendral Kehutanan (1976) mengungkapkan di Sumatera Pinus sp. merupakan jenis pohon

(31)

15

ciri khas hutan musim tengah atas (1.000-4.100 mdpl). Di Jawa pohon ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 200-2.000 mdpl dan tidak membutuhkan persyaratan tempat tumbuh yang tinggi. Walaupun demikian untuk tumbuh dengan baik dibutuhkan ketinggian tempat di atas 400 mdpl dengan curah hujan 1.500-4.000 mm per tahun.

Penyebaran Pinus sp. di Indonesia meliputi daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali (Samingan 1982). Selain itu, menurut Sastrapradja (1982) Pinus sp. juga tumbuh secara alami di Burma, Thailand, Kamboja, Laos dan Vietnam pada ketinggian 500-2.000 mdpl.

Pohon Pinus termasuk jenis kayu cepat tumbuh, yaitu riap rata-rata umur 20 tahun sebesar 18 m3 per hektar dan kemudian turun sampai 14,6 m3 pada umur 35 tahun. Berdasarkan indikator riap diperkirakan daur fisik Pinus sp. jatuh pada umur 25 tahun. Pada umur ini diameter rata-rata 42,7 cm dan tinggi 31,8 m dengan volume pohon sekitar 2,3 m3 per pohon (Soediono 1983).

3. Meranti (Shorea sp.)

Meranti (Shorea sp.) adalah salah satu jenis pohon hutan penghasil kayu utama Indonesia dan merupakan komoditas penting. Sebagai anggota suku

Dipterocarpaceae, Meranti mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah

Indonesia bagian barat, dan merupakan marga terpenting yang paling banyak dieksploitasi di kawasan hutan basah Asia. Di Kalimantan, diperkirakan 67% dari tegakan pohon yang ada adalah marga Shorea.

Manfaat kayu Meranti meliputi berbagai penggunaan untuk konstruksi berat sampai konstruksi ringan. Sedangkan manfaat non-kayunya adalah sebagai penghasil damar dan biji tengkawang yang merupakan bahan penting untuk berbagai keperluan. Beberapa jenis tertentu menunjukkan manfaat sebagai obat. Karena sifatnya yang awet, kayu ini juga dimanfaatkan untuk keperluan di tempat-tempat lembab seperti untuk konstruksi rumah maupun bangunan-bangunan pabrik.

Meranti merupakan kelompok penting dalam perdagangan kayu dunia. Meranti menduduki urutan pertama dalam ekspor kayu gergajian dan kayu bulat

(32)

di Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 1989, nilai ekspor kayu gergajian Indonesia untuk jenis Meranti sebesar US$ 301 juta. Nilai ini hampir setara dengan setengah nilai ekspor kayu gergajian nasional (48,4%). Tahun 1992, nilai ekspor kayu meranti Malaysia sebesar US$ 881 juta, yang berarti melebihi setengah nilai ekspor kayu negara tersebut (58,9%).

Disamping menghasilkan kayu komersial, kelompok Meranti juga merupakan penghasil biji tengkawang yang mempunyai nilai ekonomis penting. Sejak tahun 1985 sampai 1989, ekspor biji tengkawang Indonesia mencapai volume 10.677,01 ton senilai US$ 7.439.167,75. Sementara itu, nilai ekspor minyak tengkawang selama tahun 1985 sampai tahun 1988 sangat berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh masa panen tengkawang yang sangat tergantung musim dan kondisi harga di pasaran (Sudarto 1997).

Nilai ekonomis kelompok Meranti tersebut belum termasuk nilai produksi dari komponen kayu lapis (plywood), pulp, dan hasil non-kayu lainnya seperti damar, resin, bungkil, dan lain-lain. Sebagai gambaran, harga getah damar per kilogramnya adalah Rp. 8.000,-. Untuk sebuah pohon penghasil damar dengan tinggi 30 35 meter dan diameter 60-80 cm, getah yang dihasilkan perbulannya adalah 3-4 kilogram. Jika satu hektar lahan dapat ditumbuhi 200 batang pohon, maka hasil getah damar pertahunnya bisa mencapai 9,6 ton. Dengan harga getah damar Rp. 8.000,- per kilogram, maka pendapatan dari kebun damar tersebut adalah Rp. 76.800.000,- per tahun (Idoes 1998).

4. Mahoni (Swietenia sp.)

Mahoni (Swietenia sp.) termasuk dalam famili Meliaceae dengan nama lokal Mahoni berdaun lebar. Pohon ini selalu hijau dengan tinggi antara 30-35 cm. Kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjangnya berkisar 35-50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4-6 pasang tiap daun dan panjangnya berkisar 9-18 cm.

Kayu Mahoni ini termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanam secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestry digunakan sebagai

(33)

17

tanaman naungan dan kayu bakar (Joker 2001 dalam Irwanto 2007).

5. Sengon (Paraserianthes falcataria)

Sengon (Paraserianthes falcataria/albizia falcataria) termasuk famili

Mimosaceae, mempunyai sebaran alami di Maluku, Irian Jaya, Malaysia, India

dan Srilangka. Jenis ini telah dibudidayakan dalam bentuk hutan tanaman atau kebun rakyat di Jawa, Sumatera dan beberapa daerah lainnya.

Sengon tumbuh di daerah ketinggian sampai 1.200 mdpl, pada tanah bertekstur ringan sampai berat, bereaksi masam sampai netral (pH 5-7). Kondisi iklim yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal dari jenis ini adalah curah hujan 1.500-4.000 mm/tahun, dengan jumlah bulan kering 0-3 bulan dan temperatur maksimal ± 34o C.

Tergantung kepada kesuburan tanahnya, jenis yang tergolong tumbuh cepat ini dapat mencapai riap 30-45 m3/ha/tahun pada akhir daur tanaman yang lazim digunakan yaitu 8-10 tahun. Kayunya berbobot jenis 0,42-0,46, tergolong kelas awet dan kelas kuat IV-V, dapat digunakan antara lain sebagai kayu pertukangan, konstruksi ringan di bawah atap, bahan baku pulp serat pendek dan untuk pengepakan (Dinas Kehutanan Provinsi Dati I Sulawesi Selatan 1990).

6. Akasia (Acacia sp.)

Acacia sp. termasuk dalam sub famili Mimosoideae, famili Leguminosae

dan ordo Rosales. Pada umumnya Acacia sp. mencapai tinggi lebih dari 15 meter, kecuali pada tempat yang kurang menguntungkan akan tumbuh lebih kecil antara 7-10 meter. Pohon Acacia sp. yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat dikemukakan pula bahwa bibit Acacia sp. yang baru berkecambah memiliki daun majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan subfamili Mimosoideae misalnya Paraserianthes

falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh beberapa minggu Acacia sp tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah menjadi phyllodae atau

phyllocladus yang dikenal dengan daun semu, phyllocladus kelihatan seperti

(34)

besarnya sekitar 25 cm x 10 cm.

Acacia sp. termasuk jenis Legum yang tumbuh cepat, tidak

memerlukan persyaratan tumbuh yang tinggi dan tidak begitu terpengaruh oleh jenis tanahnya. Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta baik untuk bahan bakar. Tanaman Acacia sp yang berumur tujuh dan delapan tahun menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik.

Faktor yang lain yang mendorong pengembangan jenis ini adalah sifat pertumbuhan yang cepat. Pada lahan yang baik, umur 9 tahun telah mencapai tinggi 23 meter dengan rata-rata kenaikan diameter 2- 3 meter dengan hasil produksi 415 m3/ha atau rata-rata 46 m3/ha/tahun. Pada areal yang ditumbuhi alang-alang umur 13 tahun mencapai tinggi 25 meter dengan diameter rata-rata 27 cm serta hasil produksi rata-rata-rata-rata 20 m3/ha/tahun.

Kayu Acacia sp. termasuk dalam kelas kuat III-IV, berat 0,56-0,60 dengan nilai kalori rata-rata antara 4.800-4.900 k.cal/kg (Badan Litbang Departemen Kehutanan 1994 dalam Irwanto 2007).

Simon (2008) menyatakan beberapa kegunaan tanaman perkayuan antara lain :

1. Untuk Kayu Bakar

Untuk kayu bakar biasanya dipilih jenis-jenis yang mempunyai persyaratan cepat tumbuh, menghasilkan trubusan (tunas baru) bila dipangkas dan mempunyai nilai kalori panas yang tinggi. Pembangunan hutan rakyat ini dikaitkan dengan penyediaan bahan bakar untuk industri perusahaan genteng, batu kapur dan pembuatan arang. Jenis-jenis yang dianjurkan untuk kayu bakar terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis Tanaman yang Dianjurkan untuk Kayu Bakar

No Jenis Tanaman Kalori

1 Lamtorogung (Leucanea heucocephala) 4.464 2 Akasia (Accacia auriculiformis) 4.907 3 Kaliandra (Caliandra calothyrsus) 4.617 4 Gamala (Glirisdae maculate) 4.548

(35)

19

2. Untuk Kayu Pertukangan

Pemilihan jenis kayu untuk pertukangan dipilih jenis yang mempunyai nilai ekonomi, cepat tumbuh, berkualitas batang baik, produksinya tinggi dan pasarannya cukup baik, jenis-jenis yang dianjurkan adalah:

a. Sengon (Pareserianthes falcataria) mempunyai riap (pertambahan tumbuh) 37,4 m3/ha/tahun dengan rotasi 5 tahun.

b. Mahoni (Swietenia macrophylla) mempunyai riap 16,7 m3/ha/tahun dengan rotasi 10 tahun.

c. Sonokeling (Delbergia lafifolia) mempunyai riap 16 m3/ha/tahun dengan rotasi 15 tahun.

d. Jati (Tectona grandis) mempunyai riap 7,9 10,9 m3/ha/tahun dengan rotasi 60 tahun.

3. Untuk Bahan Baku Industri

Untuk penyediaan bahan baku industri misalnya untuk kertas, pulp atau pabrik korek api, pemilihan ini ditekankan pada nilai ekonomi, bersifat cepat tumbuh dalam berbagai kondisi lahan dan mempunyai riap tinggi. Jenis untuk bahan baku ini adalah:

a. Paraserianthes falcataria mempunyai riap 37,4 m3/ha/tahun dengan rotasi 5 tahun.

b. Eucalypthus deglupta mempunyai riap 24,5 m3/ha/tahun dengan rotasi 9 tahun.

c. Kayu Afrika/Kayu manis (Maesopsis emenii) mempunyai riap 13,34 m3/ha/tahun dengan rotasi 15 tahun.

d. Damar (Agathis larantifolia) mempunyai riap 27,4 m3/ha/tahun dengan rotasi 25 tahun.

e. Pinus (Pinus merkusii) mempunyai riap 19,9 m3/ha/tahun dengan rotasi 15 tahun.

4. Untuk Perbaikan Hydroorologi

Pemilihan jenis dititikberatkan kepada jenis-jenis yang ideal dengan syarat-syarat:

a. Cepat tumbuh

(36)

c. Dapat tumbuh di tempat-tempat yang lahannya kritis

d. Mempunyai sistem perakaran yang dalam, melebar dan kuat, sehingga mampu mengikat tanah

e. Mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan f. Tahan terhadap hama penyakit

g. Mampu memperbaiki tanah

h. Berkemampuan menghasilkan trubusan (turunan baru) bila dipangkas Jenis-jenis untuk tujuan hydroorologi:

a. Trembesi (Samanea saman) b. Akasia (Acacia auriculiformis) c. Mahoni (Swietenia marciophylla) d. Puspa (Schima noronhae)

e. Asam (Tamarindus indica) f. Turi (Sesbania grandiflora) g. Kaliandra (Caliandra calothyrsus) h. Beringin (Ficus benyamina)

2.6 Pemanenan Berdasarkan Estetika

Pemanenan hasil hutan merupakan puncak usaha dan kegiatan utama dalam menghasilkan kayu perdagangan atau dikenal dengan semboyan Logging is the

crown of forestry . Pemanenan hasil hutan merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi

manajemen dari suatu industri yang mengubah pohon berdiri (standing stock) menjadi kayu bulat dan mengangkutnya ke luar hutan.

Perencanaan pemanenan kayu dapat diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi, peralatan dan dana untuk memproduksi kayu secara lestari bagi masyarakat yang membutuhkannya dan mendapatkan nilai tambah bagi perusahaan maupun bagi masyarakat lokal (sekitar hutan), regional dan nasional pada kurun waktu tertentu (Nugroho 1995)

Menurut Budiaman (1996) sistem pemanenan yang baik adalah sistem pemanenan yang dapat mempertimbangkan tiga (3) syarat utama, yaitu :

1. Dapat diterima oleh masyarakat (socially acceptable)

(37)

21

2. Layak secara ekonomi (economically feasible)

3. memungkinkan secara fisik lapangan (physically possible)

Menurut Staaf dan Wiksten (1984) faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menentukan sistem pemanenan adalah tujuan akhir pemanenan, volume dan total volume kayu perhektar, ukuran kayu, kondisi lapangan, standar jalan dan curah hujan.

Dahlan (1992) menyatakan bahwa beberapa metoda yang dapat dipergunakan untuk menebang pohon adalah :

1. Tumpangan (Toping)

Cara ini sangat biasa dipakai untuk menebang kayu di hutan. Penebang (belandong) pertama-tama akan menentukan arah rebah. Takik rebah dan takik balas dibuat baik dengan gergaji maupun dengan kapak. Cara ini hanya dapat dilakukan di daerah yang luas dan jauh dari jalan raya, pemukiman, jalur listrik, telepon dan lain-lain.

2. Penggalan (Sectioning)

Pemanjat pohon yang telah dilengkapi dengan tali pengaman yang dikaitkan ke tubuhnya kemudian memanjat pohon. Pemanjat menuju cabang pertama kemudian memotong dengan gergaji mesin atau kapak dan memotong cabang tersebut. Kemudian naik lagi dan memotong cabang yang lain dengan cara bersandar pada cabang lain yang aman. Demikian selanjutnya, pekerjaan diteruskan sampai ke atas. Pada saat tersebut, orang yang berada di tanah memotong-motong cabang dan ranting yang baru jatuh. Setelah cabang-cabang terpotong, orang yang berada di bawah mulai membereskan cabang-cabang tersebut. Kemudian pemanjat turun dan pekerjaannya digantikan oleh yang lain untuk memenggal pohon bagian demi bagian yang dimulai dari bagian atas. Bila pohon yang hendak ditebang memiliki dahan yang panjang, melintang di atas rumah, pagar, tanaman berharga dan kabel listrik, maka salah satu cara adalah dengan menggunakan tali. Pengikatan, pemotongan dan penurunan, bagian demi bagian, walaupun ketinggalan jaman, tetapi kadang-kadang merupakan jalan yang terbaik.

(38)

3. High-lining

Cara lain yang menarik adalah high-lining. Jika pohon yang akan dipotong dikelilingi oleh benda-benda berharga yang tidak dapat disingkirkan, maka cabang dapat dipotong bagian demi bagian dan dijatuh-arahkan ke sasaran yang diinginkan. Cara ini dapat dilakukan dengan jalan menambatkan salah satu ujung tambang yang kuat pada pohon dan ujung lain di lokasi sasaran yang menjadi tempat jatuhnya bagian-bagian pohon. Tambang tersebut diusahakan mempunyai sudut kemiringan yang cukup. Tidak terlalu tajam, agar bagian pohon tidak meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi, namun sebaliknya tidak terlalu landai. Jika sudut kemiringan tambang terlalu landai, maka jatuhnya dahan tersebut mungkin akan terganggu, bahkan terhenti selain itu membutuhkan areal yang lebih jauh. Operasi pemindahan potongan cabang pohon ini berdasarkan gaya gravitasi. Dengan cara ini semua cabang dapat dipindahkan ke tempat lain dengan aman. Penebangan pohon dilakukan seperti pada cara penggalan.

4. Potong bawah (Bottoming)

Penebangan dengan cara menumbangkannya serta pembagian batang bagian demi bagian dari ujung sampai ke pangkal merupakan dua cara standar dalam penebangan pohon. Cara lainnya yang jarang ditemui adalah potong bawah (bottoming). Teknik ini hanya dapat dilakukan bila ada satu atau lebih pohon lain yang berukuran sama atau lebih besar di dekat pohon yang akan ditebang. Dalam cara ini, tali diikatkan di sekeliling tajuk pohon yang akan ditebang ke pohon yang tidak ditebang. Pohon yang telah diikat dengan tali di sekitar puncaknya kemudian bagian pangkalnya digergaji. Bagian pangkal/bawah dari pohon dipotong dengan posisi tetap berdiri. Panjang bagian batang yang dipotong sesuai dengan yang dikehendaki. Setelah pemotongan pohon diturunkan dengan cara mengulurkan tali sambil menjaga agar batang tetap tegak, kemudian sedikit demi sedikit pohon dipotong lagi. Demikian seterusnya sampai pohon habis terpotong.

Menurut Stenzel et. al. (1985) aesthetics adalah ilmu yang

mempertimbangkan dalam merencanakan pemanenan hutan yang digunakan oleh masyarakat untuk rekreasi, seorang perencana berusaha untuk menggambarkan pemandangan alami yang dapat dilakukan. Areal-areal yang ditebang dapat dilihat dengan meninggalkan jalur-jalur sisa dari kayu yang belum ditebang sebagai batas

(39)

23

jalan utama yang akan dilewati oleh masyarakat atau jalan-jalan yang dapat dilewati dan areal-areal yang ditebang dapat dialokasikan sehingga kondisi topografi akan membantu perlindungan. Proses perlindungan digambarkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Model Pemanenan Berdasarkan Estetika

Jalur yang belum ditebang harus cukup lebar untuk dijadikan penahan angin. Hal ini diperlukan untuk melintasi jalan suatu unit penebangan, unit yang direncanakan harus dekat dan tegak lurus dari persimpangan jalan. Sebagian cahaya dari jalur yang ditebang pada sisi jalan akan meningkat antara sisi jalan dari kayu yang belum ditebang dengan jalan dari kayu yang ditebang. Hal ini diperlukan untuk pemanfaatan dan bekas tebangan secara intensif.

2.6 Unit Usaha Mandiri

Menurut Umar (2003) sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam dan komprehensif untuk mengetahui apakah usaha yang akan dilakukan itu layak atau tidak layak. Mengembangkan suatu usaha merupakan jawaban dari analisis yang sifatnya strategis yang diputuskan oleh manajemen tingkat atas. Mengembangkan usaha caranya adalah bermacam-macam, misalnya :

1. Membuat perusahaan baru, yang dikenal secara umum sebagai anak perusahaan atau secara akademis sebagai SBU (Strategic Bussiness Unit),

(40)

dimana produk baru yang akan dibuat berada di bawah perusahaan yang baru ini.

2. Hanya membuat produk baru tetapi tidak dengan membuat perusahaan baru.

Menurut Sudaryanto (1988) pada pengusahaan hutan tanaman sampai tahun tertentu secara kumulatif akan dibutuhkan sejumlah dana tanpa adanya penghasilan. Kemudian pada tahun tertentu perusahaan mulai menerima penghasilan dan selanjutnya pada tahun ke-n perusahaan telah mampu membiayai sendiri kegiatannya. Periode tersebut dapat kita sebut sebagai tahap pembangunan. Selanjutnya perusahaan mulai mampu menghasilkan keuntungan dan pada tahun-tahun berikutnya keuntungannya semakin besar sampai perusahaan melaksanakan tebang akhir. Periode tersebut disebut tahap perkembangan. Setelah itu perusahaan dalam tahap pemantapan.

(41)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan penelitian adalah 4 bulan terhitung dari September -Desember 2008 dengan rincian pengambilan data selama dua bulan dan pengolahan data selama dua bulan. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Jasa Marga

Indonesia Highway Corporation cabang Jagorawi yang berlokasi di Jl. Raya

Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

3.2 Jenis Data 3.2.1 Data Primer

3.2.1.1 Data potensi fisik lapangan, meliputi :

1. Pengukuran riap tanaman yang akan dikembangkan, yaitu Jati (Tectona

grandis), Pinus (Pinus sp.), Meranti (Shorea sp.), Mahoni (Swietenia sp.),

Sengon (Paraserianthes falcataria), dan Akasia (Acacia sp.) serta tahun tanam tanaman.

2. Cara atau pola pemanfaatan lahan daerah milik jalan tol Jagorawi berupa kegiatan persiapan lapangan, kegiatan penanaman (pemasangan ajir, pengangkutan bibit, pembuatan lubang tanam, pemupukan dasar), serta kegiatan pemeliharaan (penyulaman, pembuangan cabang dan tunas, penyiangan).

3.2.2 Data Sekunder

1. Luas lahan di luar daerah manfaat jalan pada daerah milik jalan tol Jagorawi 2. Data biaya (cost), meliputi biaya kegiatan pemanfaatan lahan yaitu biaya

persiapan lapangan, biaya penanaman, biaya pemeliharaan selama satu tahun. 3. Data tentang kondisi umum lokasi penelitian yang terdiri dari letak dan luas

lokasi, topografi, iklim serta keadaan tanah.

4. Data-data lain yang diperkirakan untuk melengkapi data-data yang akan diperoleh seperti pencatatan dan pengutipan dari sumber-sumber pustaka yang sesuai.

Gambar

Tabel 1. Kriteria Kelayakan Finansial dengan Analisis Arus Uang Berdiskonto
Gambar 1. Model Pemanenan Berdasarkan Estetika
Tabel 4. Jenis-Jenis Pohon dan Tanaman Hias di Jalan Tol Jagorawi No. Jenis
Tabel 4 Lanjutan No. Jenis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anak dengan kepala keluarga laki-laki tetap rentan masuk ke dalam pasar kerja karena beberapa sebab, seperti penghasilan kepala keluarga tidak mampu mencukupi kebutuhan

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Tingkat Kebisingan dengan

Berdasarkan hasil uji One Way ANOVA diperoleh nilai P sebesar 0,00 yang artinya p &lt; 0,05 (α) maka terdapat pengaruh yang significant sehingga terjadi

Scaffolding lebih membentuk kemandirian siswa daripada pembelajaran langsung (Nurhayati, 2017). Sehingga dengan langkah-langkah situasi didaktis yang diterapkan guru,

Berdasarkan hasil yang didapatkan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa balsam minyak atsiri lavender tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap nafsu makan

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan, tanpa adanya kedua proses tersebut,

Dengan demikian layanan bimbingan kelompok dengan teknik simulasi dapat meningkatkan potensi diri siswa dalam mengontrol emosi pada siswa kelas XI TKR SMK Wisudha Karya

terletak di bagian selatanwilayah Kabupaten Indragiri Hulu yang mengarah ke perbatasan dengan Provinsi Jambi, di mana terdapat komplek Bukit Tigapuluh dan perbukitan