BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1Deskriptif Subjek
Subjek dalam penelitian ini merupakan mahasiswa aktif Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana (BK UKSW). Subjek sebanyak 160
mahasiswa yang terdiri dari 80 mahasiswa feminine dan 80 maskulin. Mahasiswa yang terlibat berusia 17-25 tahun. Mahasiswa yang paling banyak berpartisipasi dalam
penelitian ini adalah mahasiswa berusia 19 tahun yaitu sebanyak 43 orang, terdiri dari 26 orang feminine dan 17 orang maskulin. Lalu mahasiswa berusia 20 tahun sebanyak 40 orang, diantaranya 20 orang feminine dan 20 maskulin. Kemudian mahasiswa berusia 21
tahun sebanyak 32 orang yang terdiri dari 14 orang feminine dan 18 orang maskulin. Selanjutnya mahasiswa berusia 18 tahun sebanyak 15 orang, 7 orang diantaranya dengan
gender feminine dan 8 orang maskulin. Kemudian mahasiswa berusia 22 tahun sebanyak 8 orang yang terdiri dari 4 orang dengan gender feminine dan maskulin. Mahasiswa yang
berusia 24 tahun sebanyak 3 orang yaitu 1 orang feminin dan 2 maskulin. 25 tahun hanya sedikit yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu hanya 1 orang feminine dan maskulin. serta mahasiswa berusia 23 tahun dan 17 tahun sebanyak 1 orang feminine dan
maskulin.
Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek yang terlibat dalam penelitian ini
4.2Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan tanggal 29 November – 5 Desember 2016 dengan meminta izin kepada Dosen secara lisan untuk memberikan instrument Rathus Assertiveness Schedule dan Bem Sex Role Inventory kepada mahasiswa aktif Bimbingan dan Konseling
di kelas sebelum atau sesudah perkuliahan berlangsung. Saat pengisian instrument, mahasiswa kesulitan dalam memahami pernyataan nomor 28 pada Rathus Assertiveness
Schedule. Namun kesulitan tersebut dapat diatasi dengan memberikan penjelasan dengan bahasa sehari-hari kepada mahasiswa agar lebih dimengerti dan dapat diisi sesuai dengan keadaan mahasiswa yang sebenarnya.
4.2.1 Analisis Deskriptif Perilaku Asertif Mahasiswa
Tabel. 4.2.1.1 Deskriptif Perilaku Asertif Mahasiswa
PERILAKU ASERTIF
ORIENTASI GENDER
FEMININ PERSENTASE MASKULIN PERSENTASE
Sangat Tinggi 5 6,25% 7 8,75%
Tinggi 8 10% 21 26,25%
Sedang 17 21,25% 24 30%
Rendah 28 35% 12 15%
Sangat Rendah 22 27,5% 16 20%
Jumlah 80 100% 80 100%
Hasil penelitian memberikan gambaran tentang perilaku asertif mahasiswa. Hal ini terlihat dari hasil analisis pada tabel 4.2.1.1 yang menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa feminin memiliki perilaku asertif yang rendah (35%) dan mahasiswa maskulin memiliki perilaku asertif yang
4.2.2 Deskriptif Gender Mahasiswa
Hasil Analisis gender mahasiswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2.2.1 Kategorisasi Gender Mahasiswa
NO JENIS KELAMIN
ORIENTASI GENDER
FREKUENSI % FEMININ MASKULIN
1 Perempuan 65 25 90 56,25
2 Laki-laki 15 55 70 44,75
Jumlah 80 80 160
100
Persentase 50% 50%
Berdasarkan data tersebut menunjukkan sebagian besar mahasiswa feminin BK UKSW didominasi oleh mahasiswa perempuan dan mahasiswa maskulin
didominasi oleh mahasiswa laki-laki. Dapat disimpulkan juga bahwa sebagian besar mahasiswa BK UKSW lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Bem (1975) yang menunjukkan bahwa pada umumnya sebagian besar laki-laki lebih bersifat maskulin dan perempuan bersifat feminin. Namun Bem juga menyatakan bahwa
individu laki-laki dapat memiliki sifat feminine dan sebaliknya individu perempuan juga dapat memiliki sifat maskulin. Hal tersebut dapat terjadi oleh
faktor-faktor yang mempengaruhi individu tersebut.
4.3Uji Korelasi
Uji korelasi antara feminine dengan perilaku asertif mahasiswa menggunakan
Tabel. 4.3.1 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Perilaku Asertif sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara feminine dengan perilaku asertif mahasiswa BK UKSW. Artinya tingginya skor feminine tidak
diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor perilaku asertif mahasiswa. Begitu juga dengan skor feminine yang rendah tidak diikuti dengan rendah maupun tingginya perilaku asertif mahasiswa.
Tabel. 4.3.2 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Kemampuan Meminta Pertolongan dan Menolak Permintaan Orang Lain
Dari tabel uji korelasi tersebut, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,783 (p>0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara feminine dengan kemampuan mahasiswa dalam meminta pertolongan dan menolak permintaan
maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa dalam meminta pertolongan dan menolak permintaan orang lain.
Tabel. 4.3.3 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Kemampuan Menggunakan Cara Efektif Menyatakan Ketidaksetujuan Kepada Orang Lain
Correlations
BSRI DISAGREE
Kendall's tau_b BSRI Correlation
Coefficient
Dari tabel uji korelasi 4.3.3, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,665 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara feminine dengan kemampuan mahasiswa menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan
ketidaksetujuan kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan
ketidaksetujuannya kepada orang lain.
Tabel. 4.3.4 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Kemampuan Menjalin Interaksi Sosial
Correlations
BSRI SOCIALINTERACTION
Kendall' s tau_b
BSRI Correlation Coefficient 1,000 ,037
Sig. (2-tailed) . ,643
N 80 80
SOCIALINT ERACTION
Correlation Coefficient ,037 1,000
Sig. (2-tailed) ,643 .
Dari tabel uji korelasi tersebut, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,643 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
feminine dengan kemampuan mahasiswa dalam menjalin interaksi sosial seperti menyapa, memulai percakapan dan mengetahui hal yang harus dikatakan saat berinteraksi dengan orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti
dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa dalam menjalin interaksi sosial dengan orang lain.
Tabel. 4.3.5 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Kemampuan Mengungkapkan Perasaan dan Pikiran Kepada Orang Lain (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara feminine dengan kemampuan mahasiswa dalam mengungkapkan perasaan-perasaan serta
pemikirannya kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur
Tabel. 4.3.6 Uji Korelasi Antara Feminin dengan Kemampuan Menerima Pujian dan Mengungkapkan Pujian Kepada Orang Lain
Correlations
Dari tabel uji korelasi tersebut, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,39 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara feminine
dengan kemampuan mahasiswa dalam menerima pujian maupun memberikan pujian kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti dengan
tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa menerima pujian dan mengungkapkan pujian kepada orang lain.
Correlations (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
feminine dengan kemampuan mahasiswa dalam menerima maupun memberikan keluhan kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa
dalam menerima keluhan maupun memberikan keluhan kepada orang lain.
Uji korelasi antara Maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa menggunakan
teknik analisis Product Moment Pearson (2-tailed) dengan bantuan SPSS Version 21.0 for Windows. Hasil analisis adalah sebagai berikut :
Berdasarkan tabel uji korelasi antara maskulin dengan perilaku asertif diatas, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,05 (p > 0,05) yang dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa BK UKSW. Artinya tingginya skor maskulin tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor perilaku asertif mahasiswa. Begitu juga dengan skor maskulin yang rendah tidak
diikuti dengan rendah maupun tingginya perilaku asertif mahasiswa.
Tabel. 4.3.9 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Meminta Pertolongan dan Menolak Permintaan Orang Lain
Correlations
BSRI HELP
BSRI Pearson Correlation
1 ,132
Sig. (2-tailed) ,242
N 80 80
HELP Pearson Correlation
,132 1
Sig. (2-tailed) ,242
N 80 80
Berdasarkan tabel uji korelasi 4.3.9, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,242 (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
maskulin dengan kemampuan mahasiswa dalam meminta pertolongan dan menolak permintaan orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor maskulin tidak diikuti dengan
Tabel. 4.3.10 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Menggunakan Cara Efektif Menyatakan Ketidaksetujuan Kepada Orang Lain
Correlations
Berdasarkan tabel uji korelasi 4.3.10, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,009 (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
maskulin dengan kemampuan mahasiswa menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan ketidaksetujuan kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor
maskulin tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa menggunakan cara yang efektif untuk menyatakan
ketidaksetujuannya kepada orang lain.
Tabel. 4.3.11 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Menjalin Interaksi Sosial Correlations
Pearson Correlation ,203 1
Sig. (2-tailed) ,071
N 80 80
Dari tabel uji korelasi 4.3.11, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,071 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan kemampuan mahasiswa dalam menjalin interaksi social seperti menyapa,
orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor maskulin tidak diikuti dengan tinggi atau rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa dalam menjalin
interaksi sosial dengan orang lain.
Tabel. 4.3.12 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Mengungkapkan Perasaan dan Pikiran Kepada Orang Lain
Dari tabel uji korelasi 4.3.12, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,455(p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin
dengan kemampuan mahasiswa dalam mengungkapkan perasaan-perasaan serta pemikirannya secara tidak berlebihan. Artinya tinggi atau rendahnya skor maskulin tidak
diikuti dengan tinggi atau rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa dalam mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikirannya kepada orang lain.
Tabel. 4.3.13 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Menerima Pujian dan Mengungkapkan Pujian Kepada Orang Lain
Correlations
BSRI PRAISING
BSRI Pearson Correlation 1 ,157
Sig. (2-tailed) ,165
N 80 80
PRAISING Pearson Correlation ,157 1
Sig. (2-tailed) ,165
Dari tabel uji korelasi 4.3.13, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,165 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin
dengan kemampuan mahasiswa dalam menerima pujian maupun memberikan pujian kepada orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor maskulin tidak diikuti dengan tinggi atau rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa
menerima pujian dan mengungkapkan pujian kepada orang lain.
Tabel. 4.3.14 Uji Korelasi Antara Maskulin dengan Kemampuan Menerima dan Memberikan Keluhan Kepada Orang Lain
Correlations
Dari tabel uji korelasi 4.3.14, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,084 (p>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan kemampuan mahasiswa dalam menerima maupun memberikan keluhan kepada
orang lain. Artinya tinggi atau rendahnya skor feminine tidak diikuti dengan tinggi maupun rendahnya skor dari setiap item yang mengukur kemampuan mahasiswa dalam
menerima keluhan maupun memberikan keluhan kepada orang lain.
4.4Uji Hipotesis
Hipotesis awal yang pertama dibuat peneliti adalah tidak ada hubungan yang
dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana. Namun hasil analisis memperoleh nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,551 (p>0,05) dengan demikian (Ho1) diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara feminin dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana.
Hipotesis kedua yang dibuat peneliti adalah ada hubungan yang signifikan antara
maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana. Namun hasil analisis memperoleh nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,050 (p ≤ 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal
peneliti (Hi2) ditolak artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen
Satya Wacana.
4.5Pembahasan dan Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara orientasi gender dengan perilaku asertif pada mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Kristen Satya Wacana (BK UKSW), yang menggunakan instrumen Bem Sex-role Inventory dan Rathus Assertiveness Schedule diberikan kepada 160 mahasiswa yang terdiri dari 80 feminin dan 80 maskulin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar mahasiswa memiliki orientasu gender feminine (48.05%) dan memiliki perilaku asertif rendah (35%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Bem (1975) yang
membuktikan bahwa mahasiswa feminine sebagian besar memiliki perilaku asertif rendah dan mahasiswa maskulin sebagian besar memiliki perilaku asertif sedang (30%).
Berdasarkan uji korelasi antara feminin dengan perilaku asertif mahasiswa BK
antara maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa BK UKSW, diketahui nilai sig. (2-tailed) sebesar 0,050 (p>0,05). Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
feminine dan maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Kristen Satya Wacana.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lohr,
Nix, dan Stauffer (1980) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa namun feminin tidak memiliki hubungan
yang signifikan.
Lalu hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tolor, Kelly, dan Stebbins (1976) yang menyatakan bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara feminin dan maskulin dengan perilaku asertif mahasiswa.
Hal yang sama terungkap dalam penelitian ini bahwa penelitian ini juga tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Campbell, Olson dan Kleim (1990) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara maskulin dengan
perilaku asertif mahasiswa namun ada hubungan yang signifikan antara feminine dengan Conversational Assertiveness.
Sesuai dengan Rathus (1987), hal ini dapat terjadi karena perilaku asertif tidak
hanya dipengaruhi oleh orientasi gender mahasiswa namun jenis kelamin, budaya, tingkat pendidikan, dan lingkungan sekitar juga ikut berperan dalam menentukan orientasi
gender dan perilaku asertif mahasiswa. Hasil penelitian ini juga membuktikan hasil penelitian Bem (1975) yang menunjukkan bahwa perempuan lebih feminin dibandingkan laki-laki dan laki-laki lebih maskulin dibandingkan perempuan. Selain itu ditemukan juga
semakin meningkat perilaku asertif mahasiswa karena perilaku asertif tidak terlepas dari interaksi sosial mahasiswa dengan lingkungan sekitar dan kebudayaan yang dianut oleh
mahasiswa yang juga turut berperan mempengaruhi perilaku asertif mahasiswa tersebut. Tabel 4.5.1 Uji Korelasi Feminin dengan Sub variabel Perilaku Asertif
UJI KORELASI SUB VARIABEL PERILAKU ASERTIF
1 2 3 4 5 6
Correlation Coefficient ,022 -,036 ,037 -,028 ,069 ,137
Sig. (2-tailed) ,783 ,665 ,643 ,726 ,390 ,084
Pada tabel 4.5.1, Sub variabel perilaku asertif berturut-turut : 1) kemampuan meminta pertolongan dan menolak permintaan orang lain, 2) kemampuan menggunakan cara efektif menyatakan ketidaksetujuan kepada orang lain, 3) kemampuan menjalin
interaksi sosial, 4) kemampuan mengungkapkan perasaan dan pikiran kepada orang lain, 5) kemampuan menerima pujian dan mengungkapkan pujian kepada orang lain, dan 6)
kemampuan menerima dan memberikan keluhan kepada orang lain.
Hasil uji korelasi pada tabel 4.5.1 menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) dari setiap variabel lebih dari 0,05 artinya feminine dengan setiap sub variabel yang mengukur
perilaku asertif mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan. Artinya rendah dan tingginya skor feminine tidak diikuti tinggi atau rendahnya skor dari setiap sub variabel yang mengukur perilaku asertif mahasiswa.
Tabel 4.5.1 Uji Korelasi Maskulin dengan Sub variabel Perilaku Asertif
UJI KORELASI SUB VARIABEL PERILAKU ASERTIF
1 2 3 4 5 6
Correlation Coefficient ,132 ,290** ,203 ,085 ,157 -,017
Begitu juga dengan hasil uji korelasi pada tabel 4.5.2, uji korelasi antara maskulin dengan setiap sub variabel perilaku asertif mahasiswa menunjukkan nilai Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yang menunjukkan bahwa maskulin dengan setiap sub variabel yang mengukur perilaku asertif mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan. Artinya
rendah dan tingginya skor maskulin tidak diikuti tinggi atau rendahnya skor dari setiap sub variabel yang mengukur perilaku asertif mahasiswa.
Berdasarkan hasil penelitian, terlepas dari orientasi gender yang dimiliki mahasiswa, keputusan untuk memiliki perilaku asertif lebih tergantung pada keadaan situasional tidak hanya berdasarkan orientasi gender mahasiswa. Jika mahasiswa ingin