• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Negatif Tranfusi Darah Berulang Terhadap Pasien Talasemia pada Anak – Anak di RSUP H. Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Negatif Tranfusi Darah Berulang Terhadap Pasien Talasemia pada Anak – Anak di RSUP H. Adam Malik"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum mendel. Talasemia untuk pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925),

yang ditemukannya pada orang Amerika keturunan Italia (Abdoerrachman et al., 2007). Penyakit talasemia ini merupakan hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin. Penyakit ini bersifat herediter karena globin merupakan suatu protein yang sintesisnya dikendalikan oleh gen tertentu.

Hemoglobin manusia adalah suatu bahan yang bewarna merah yang ditemukan dalam eritrosit yang berguna untuk mengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari senyawa heme yang mengandung besi dan rantai globin yang berupa protein. Hemoglobin mempunyai bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari 2 rantai globin yang terikat pada heme.

Talasemia secara molekular dibedakan atas talasemia-α, talasemia-β, talasemia-β-δ dan talasemia-δ. Sedangkan secara klinis dibagi menjadi 2 yaitu talasemia mayor (bentuk homozigot) yang secara klinis tampak jelas dan talasemia minor yang tidak tampak secara klinis. (Abdoerrachman et al., 2007).

Pada beberapa talasemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin disebut αº dan

βº talasemia, bila produksinya rendah disebut α+ dan β+ talasemia.

Insidensi talasemia tersebar luas di negara Eropa Selatan - Mediterania, Timur Tengah, Afrika sampai dengan Asia Selatan, Asia timur dan Asia Tenggara (Atmakusuma, 2009). Kejadian paling banyak di daerah Mediterania contohnya di India. Prevalensi keseluruhan talasemia-β di India adalah 3-4 % dengan perkiraan bahwa sekitar 10,000-12,000 anak lahir setiap tahun dengan talasemia-β mayor. Sebuah penelitian baru di India menunjukkan prevalensi

thalassemia-β adalah 2,78% dan bervariasi dari 1,48 % menjadi 3,64 % di negara -negara yang berbeda (Aggarwal, dkk, 2014).

(2)

Untuk di Indonesia sendiri angka pembawa sifat talasemia-β, talasemia-α dan HbE berturut-turut 3-10%, 1,2-11%, dan 1,5-36% (Made et al., 2011). Di Sumatera Utara khususnya di Medan, taksiran pembawa talasemia-α adalah 3.35% sedangkan bagi talasemia-β adalah 4.07% dan HbE sebanyak 0.26%. Skrining donor darah yang dilakukan di Medan juga menunjukkan prevalensi talasemia lebih dari 5% (Ganie, 2003).

Secara klinis anak yang baru lahir dengan talasemia mayor tidak

menunjukkan adanya tanda – tanda penyakit dan bahkan tidak terdeteksi dalam pemeriksaan laboratorium. Penyakit ini dapat didiagnosa mulai dari umur bulan-bulan awal dan sebelum umur 2 tahun, pada pemeriksaan tampak pucat, letarghy dan hepatosplenomegali (Schwartz, 2003). Pada penderita talasemia-α gambaran klinis tidak tampak berbeda dari anak – anak yang sehat karena bersifat asimptomatik dengan gejala ringan. Pada penderita talasemia-β yang terbagi talasemia-β minor, thalasemia β intermedia dan talasemia-β mayor. Gejala klinis talasemia-β minor adalah anemia yang ringan, ini semakin meningkat pada

intermedia. Pada thalasemia β mayor tampak wajah yang khas (facies cooley) akibat dari deformitas tulang pada muka. Gejala utama pada pasien ini berupa anemia hemolitik berat yang terjadi akibat lisisnya eritrosit sebelum masanya. Hampir semua anak dengan talasemia-β homozigot dan heterozigot, memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan umum (Permono&Ugrasena, 2010).

Penatalaksanaan utama pada penderita talasemia adalah transfusi darah secara teratur yang dimulai dari usia dini. Ini dilakukan guna untuk mencegah anemia. Perawatan ini dimulai pada tahun 1960 dan disempurnakan secara terus menerus agar mencapai tingkat yang lebih tinggi dari hemoglobin yang diinginkan (Jain, 2012). Transfusi darah dilakukan secara berulang seumur hidup. Frekuensi pemberian tranfusi darah pada umur 0-5 tahun hanya 1 kali perbulan sedangkan umur 11-20 tahun mendapat darah 2 kali perbulan. Selain tranfusi darah juga diberikan terapi kelasi besi berguna untuk mengikat zat besi yang

berlebihan. Yang umum digunakan adalah desferoxamine (desferal) (Capellini et al., 2008). Keputusan untuk memulai tranfusi didasarkan pada kadar hemoglobin < 6 gr/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan

(3)

dengan pertumbuhan terganggu, pembesaran limpa dan atau ekspansi sumsum tulang. (Permono&Ugrasena, 2010)

Pemberian tranfusi darah yang berulang dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah yang tidak diinginkan. Efek samping yang sering muncul yaitu penimbunan zat besi dihati, infeksi, reaksi alergi dan gangguan pubertas. Sebuah penelitian oleh Naeraj Shah, et al. (2010) tentang efektivitas program transfusi darah pada pasien talasemia mayor di India Barat, mengatakan bahwa

komplikasi yang banyak timbul akibat transfusi darah berulang adalah penimbunan besi berhubungan dengan endrocinopathy. Sedangkan pada gangguan pubertas menurut Hermien W Moeryono, et al. (2012) yang meneliti di RSAB Harapan Kita Jakarta menyimpulkan bahwa angka kejadian pubertas terlambat pada thalassemia di RSAB Harapan Kita Jakarta adalah 35,7%. Keterlambatan pubertas itu dapat karena penumpukan besi yang tinggi dalam tubuh dan terapi kelasi besi yang tidak adekuat. Dalam penelitian Jain, et al. (2012) kejadian infeksi akibat tranfusi darah pada 96 orang pasien talasemia yang diteliti diantarnya 1 orang positif hepatitis A, 24 orang positif hepatitis C dan 1 orang positif HIV. Beberapa penelitian mengatakan infeksi yang sering terjadi berupa hepatitis C. Efek samping lainnya berupa reaksi alergi, biasanya timbul akibat protein plasma Menurut penelitian Sattari, et al. (2013) reaksi yang timbul berupa urticaria (65%), flushing (59%), fever (36%), shock and hypotension (8%), itching (6%), gastrointestinal disorders (5%), backache (4%) and dysuria (1%).

Meskipun tranfusi darah menimbulkan efek-efek negatif, penatalaksanaan ini sangat penting diberikan karena tranfusi darah merupakan merupakan penanganan utama dari komplikasi anemia yang terjadi. Tranfusi darah sangat berguna terutama dalam mempertahankan kadar Hb dan oksigenasi jaringan.

Penelitian terdahulu di RSUP H. Adam Malik jumlah kasus talasemia selama periode Januari 2009 - Juli 2013 tercatat 67 kasus. Karena penderita talasemia pada anak - anak di Medan cukup banyak, Maka perlu penelitian tentang efek – efek negatif yang terjadi akibat pemberian tranfusi darah secara

terus – menerus. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti efek transfusi darah berulang pada pasien talasemia anak di RSUP H. Adam Malik Medan.

(4)

1.2.1. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efek negatif tranfusi darah berulang pada pasien talasemia anak di RSU H. Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk melihat efek negatif dari transfusi darah berulang pada pasien

talasemia anak di RSU H. Adam Malik Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Melihat prevalensi penyakit infeksi akibat tranfusi darah secara berulang. 2. Melihat prevalensi pasien talasemia anak yang mengalami penimbunan

zat besi.

3. Melihat prevalensi pasien talasemia anak yang mengalami gangguan pertumbuhan.

4. Melihat prevalensi pasien talasemia anak yang mengalami alergi akibat tranfusi.

1.3. Manfaat Penelitian

1. Data yang diperoleh dapat digunakan oleh RSUP H. Adam Malik sebagai bahan masukan dan juga sebagai informasi kepada pihak lain. 2. Memberikan kontribusi ilmiah mengenai pengaruh tranfusi darah

berulang pada pasien Thalassemia pada anak-anak.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tekanan darah pada pasien retinopati hipertensi dengan stadium retinopati hipertensi di RSUP.. Adam

Terdapat 33 kasus penderita penyakit pneumonia pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia yang

pasien pneumonia pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014.

Saat ini, saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan, Sikap , dan Tindakan Keluarga Pasien Terhadap Donor Darah Di RSUP H.. Adam Malik, Medan

Gambaran Tekanan Darah Pasien Saat Menjalani Hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik

Tujuan : Penelitian ini untuk mengetahui hubungan tekanan darah pada pasien retinopati hipertensi dengan stadium retinopati hipertensi di RSUP.. Adam

Pendahuluan: Telah banyak dilaporkan bahwa pasien-pasien dengan talasemia beta mayor memiliki masalah dengan pertumbuhan tulang yang sering menyebabkan kelainan pada

Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap terpadu B-4 RSUP Haji Adam Malik Medan, populasi pada penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak penderita kanker, sampel