• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADLERIAN FAMILY TERAPHY DALAM MENGATASI INFERIORITY DI YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU AULIYAA' REWWIN WARU SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ADLERIAN FAMILY TERAPHY DALAM MENGATASI INFERIORITY DI YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU AULIYAA' REWWIN WARU SIDOARJO."

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ADLERIAN FAMILY TERAPHY DALAM MENGATASI INFERIORITY DI YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU

AULIYAA’ REWWIN WARU SIDOARJO

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

DONI YULIANTO NIM. B03212033

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Doni Yulianto, (B03212033), Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi

Inferiority di Yayasan Yatim Piatu AULIYAA’ Rewwin Waru

Sidoarjo.

Penelitian ini dibahas untuk mengetahui : (1) Proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di yayasan panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo, (2) Hasil akhir Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi Inferiority di

yayasan panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo.

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dan pendekatan studi kasus. Yang melatarbelakangi penelitian ini adalah masalah disharmonisasi keluarga yang terjadi pada salah satu anak asuh

panti AULIYAA’ hingga mengalami inferiority. Dalam proses konselingnya peneliti menggunakan teknik Adlerian Family Teraphy yang mengembalikan

kognitif, kesadaran diri dengan menginterpretasikan perbuatan masa lalu untuk

meningkatkan interest social. Adapun proses konseling dalam Adlerian Family

Teraphy yakni 1) menjalin hubungan yang baik dengan konseli 2) menggali

dinamika individu untuk mengetahui gaya hidup konseli 3) interpretasi tingkah laku konseli 4) reedukasi dan reorientasi perilaku konseli.

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) proses pelaksanaan Adlerian

Family Teraphy dalam Mengatasi Inferiority di yayasan panti asuhan auliyaa

berjalan sesuai prosedur dan membuahkan hasil. (2) Hasil akhir dari pendidikan anak dalam Islam dengan Adlerian Family Teraphy di yayasan panti asuhan

AULIYAA’ yakni berkurangnya inferiority anak asuh dan meningkatnya kembali

interest social anak asuh.

(7)

1.Pendekatan dan jenis penelitian ...13

2.Sasaran dan Lokasi penelitian ...14

3.Jenis dan Sumber Data ...14

4.Tahap-tahap penelitian ...15

5.Teknik pengumpulan data ...18

6.Teknik Analisis Data ...22

7.Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...25

G. Sistematika Pembahasan ...26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Adlerian Family Teraphy ...28

1. Pengertian Adlerian Family Teraphy ...28

2. Pokok-pokok teori Adlerian Family Teraphy ...29

3. Aplikasi Keadaan Keluarga Dalam Adlerian Family Teraphy ...34

4. Proses Konseling dan Terapueutik ...38

B.Inferiority 1. Pengertian Inferiority ...39

2. Faktor-faktor penyebab Inferiority ...41

3. Upaya mengubah Inferiority menjadi percaya diri (self confident) ...43

C. Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi Inferiority ...43

(8)

BAB III PENYAJIAN DATA

A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ...53

1. Deskripsi Objek Penelitian ...53

a. Latar belakang Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ ...54

b. Sumper izin pendirian ...55 1. Deskripsi Proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...65

2. Deskripsi Hasil Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...79

BAB IV ANALISIS DATA 1. Analisis data proses Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...81

2. Analisis data hasil Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ... 87

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ...90

B.Saran ...91

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berawal dari rasa keprihatinan terhadap nasib anak-anak jalanan, Andi

Malewa pun berinisiatif mendirikan rumah baca. Tujuannya agar para anjal (anak

jalanan) tetap punya kesempatan yang sama dengan orang lain dalam menimba

ilmu. Andi yang asli Makasar ini juga memberikan „lahan gratis’ bagi para anjal

untuk mengembangkan bakat musiknya di Institut Musik jalanan Depok

miliknya1. Dari gambaran kejadian diatas betapa simpatinya seseorang terhadap

nasib anak jalanan. Hal ini disebabkan anak adalah investasi dan harapan masa

depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang.

Dalam siklus kehidupan, masa kanak-kanak merupakan fase dimana anak

mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Oleh karena itu

penting juga untuk diperhatikan keberadaannya, karena selain krusial juga pada

masa itu, anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau

keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhannya dapat terpenuhi dengan

baik. Secara umun hak dasar anak meliputi; kelangsungan hidup, tumbuh

kembang, mendapat perlindungan dan partisipatif2.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 1998

tentang usaha kesejahteraan anak bagi yang anak mempunyai masalah . Bagian

umum, anak sebagai tunas bangsa merupakan generasi penerus dalam

1 Nurani,Inspirasi keluarga Muslim, edisi 779( 4 Januari,2016) hal.4.

2

Departemen Sosial RI Direktorat Pelayanan Sosial Anak Direktorat Jenderal

Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial, Pedoman Umum Tanggung Jawab Negara Dalam

(10)

2

pembangunan bangsa dan negara. Sebagai insan yang belum bisa berdiri sendiri,

perlu diadakan usaha kesejahteraan anak agar dapat tumbuh dan berkembang

secara wajar, baik rohani maupun jasmani maupun sosial. Usaha untuk

mewujudkan kesejahteraan anak pertama-tama dan terutama menjadi tanggung

jawab orang tua. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 9 undang-undang No. 4

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ( Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor

32, Tambahan Lembaran Negara No 3143), yang berbunyi : ” Orang tua adalah

yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik

secara rohani jasmani maupun sosial”3 .

Namun demikian, mengingat tingkat penghidupan bangsa Indonesia yang

beraneka ragam tingkatnya, maka setiap anak belum dapat tumbuh dan

berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal ini

diakibatkan kebutuhan hidup yang semakin tinggi.

Berbicara tentang kebutuhan, dalam ilmu psikologi, ini merupakan

sebuah tuntutan. Tuntutan kebutuhan inilah yang akan memotivasi manusia untuk

mendapatkan cara memperoleh kebutuhannya. Maslow berpendapat bahwa

motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu

susunan kebutuhan sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum

kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif yang

mengaktifkan atau mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan itu

bersifat instinktif namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan

tersebut sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang

3

Departemen Sosial RI Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Pedoman Panti

(11)

3

dalam cara memuaskannya. Hirarki kebutuhan menurut Maslow yakni ; 1)

kebutuhan fisiologis 2) kebutuhan rasa aman dan nyaman 3) kebutuhan

pengakuan dan kasih sayang 4) kebutuhan pengakuan 5) kebutuhan kognitif 6)

kebutuhan estetika 7) kebutuhan aktualisasi diri4. Kebutuhan Marslow yang

digambarkan dalam bentuk piramid tersebut, sangat urgen dan wajib diberikan

oleh orang tua untuk anaknya. Hal ini bertujuan agar anak tumbuh menjadi pribadi

yang baik.

Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ yang terletak di jalan

Cendrawasih Bunderan no. 31 Perum Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten

Sidoarjo memiliki anak asuh putra dan putri berjumlah 55 anak. Terdiri dari

tingkat TK sampai perguruan tinggi. Berbagai latar belakang menghiasi

kehidupan mereka. Motif ekonomi, keluarga, menyelimuti hingga mereka harus

berada di panti asuhan ini. H. Dimas Sukiran S.Ag, MM adalah sosok pengasuh

sekaligus orang tua pengganti bagi anak asuh panti asuhan AULIYAA’. H.Dimas Sukiran S.Ag, MM lebih sering dipanggil dengan Abah Dimas oleh anak-anak

asuhnya. Sejak tahun 1997 sampai sekarang Abah Dimas masih konsisten dan

penuh tanggungjawab dalam menerima amanah sebagai pengganti orang tua anak

asuhnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:

(nanti) bagaikan kedua ini”. Beliau sambil mengisyaratkan dengan kedua

jarinya, telunjuk dan jari tengahnya. ( HR.Bukhori )

4

Syamsu Yusuf LN, dan A.Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian,(Bandung : PT

(12)

4

Hadist inilah yang dipegang teguh oleh Abah Dimas. Lebih dari 17 tahun

Abah Dimas mengasuh, mendidik dan menyayangi mereka, pasti banyak

hempasan godaan dalam prosesnya. Abah Dimas tetap yakin bahwa ia bisa

mencapai visi dan misi dari panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ yakni menjadikan generasi yatim yang mandiri, kreatif, inovatif serta berakhlakul

karimah.

Anak asuh yang tinggal di panti asuhan AULIYAA’, sebelum mereka tinggal didalam yayasan ini membawa kepribadian, karakter watak tersendiri dari

masing-masing daerah. Sebab anak asuh di panti asuhan ini berasal dari beberapa

wilayah seperti Lumajang, Kediri, Tulungagung, Solo, Tuban, Lamongan, Jakarta,

Lombok, Malang dan Pasuruan. Menurut Kluckhon bahwa kebudayaan

meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai dari lahir sampai mati, baik

disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti

pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita5. Kebudayaan

dari daerah masing-masing itulah yang membentuk kepribadian karakter anak

asuh. Karakter mereka pun akan berubah juga, seiring perubahan lingkungan di

panti asuhan ini. Di panti asuhan inilah karakter jujur, mandiri, religius dan

disiplin mereka akan dibangun.

Salah satu dari 55 anak asuh di yayasan ini, ada yang menarik peneliti

untuk dijadikan subjek penelitian. Yakni keberadaan seorang anak asuh yang

bernama “Al”. Al tinggal diyayasan ini sejak bulan Januari 2016. Ia adalah anak ke dua dari 5 saudara. Empat dari lima saudaranya kini tinggal di panti asuhan

5

Syamsu Yusuf LN, dan A.Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung :

(13)

5

yatim piatu AULIYAA’. Kakak pertama dan adik ketiga tinggal di asrama putri

sedangkan adik keempat dan dirinya tinggal di asrama putra. Yang

melatarbelakangi ia tinggal disini adalah hubungan disharmonisasi keluarga.

Disharmonisasi adalah suatu keadaan ketidakselarasan yang terjadi di dalam

keluarga. Hal ini dapat terjadi karena ada anggota keluarga yang tidak mampu

menjalankan perannya6.

Ayah kandung Al kini tengah mendekam di penjara daerah Surabaya

terkait kasus peredaran narkoba. Ibunya kini menikah lagi dengan seorang duda di

daerah Jember dan membawa adik kelima nya yang masih bayi. Ketika ibunya

telah menikah, Al dan ketiga saudaranya dititipkan ke bibinya (adik ipar dari

ayahnya). Namun bibinya yang seorang janda mempunyai anak satu merasa tidak

kuat bila harus menghidupi Al dan ketiga saudaranya. Akhirnya bibinya

memutuskan untuk menempatkan Al ke panti asuhan. Yang menarik peneliti,

yaitu sikap Al sangat aktif bila diajak untuk melakukan kegiatan yang bersifat

keagaaman, seperti sholat, mengaji dan sholawatan. Sebab Al tidak mendapatkan

pendidikan agama seperti pembiasaan sholat berjama’ah dari orang tua kandungnya.

Selain itu, sikap yang ditampilkan Al berbeda dengan sikap anak asuh

lainnya. Ketika mendengar adzan, ia langsung bangun dan mengambil air wudhu.

Terkadang ia malah mengingatkan dan mengajak saya (peneliti) untuk

mengumandangkan adzan dan mendirikan sholat ketika sudah masuk waktu untuk

sholat tapi belum juga mendirikan sholat. Al terlihat sangat senang untuk

6

(14)

6

pujian/bersholawat dengan suaranya yang khas sebelum sholat dimulai. Begitu

juga saat dia mengaji, dia ingin cepat mempelajari membaca Al Qur’an. Meski dengan terbata-bata tapi Al bisa menguasai dengan cukup baik.

Yang membuat saya kagum, Al mampu dan bisa menjaga serta merawat

adiknya yang kecil, sebut saja El. Di usianya yang masih kecil, dia mempunyai

tanggungjawab untuk merawat adiknya. Biasanya Al memandikan adiknya,

menggantikan bajunya dan mengambilkannya makan lalu menyuapinya. Hal ini

mengingatkan saya kepada bocah kecil yang bernama “Sinar” asal Sulawesi yang

harus menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya lumpuh, ayahnya sudah

tiada. Di usia kecilnya Sinar menggantikan peran ibunya memasak, mencuci

bahkan mencari uang untuk makan ia dan ibunya.

Dari kejadian yang menimpa keluarga dan diri Al, membuat Al mengalami

Inferiority. Menurut Adler (Suryabrata, 1993 :220) menjelaskan bahwasnya

Inferiority adalah segala rasa kurang berharga yang timbul karena

ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subjektif ataupun

keadaan jasmani kurang sempurna7.

Dari sikap positif itu, bertolak belakang dengan sikap yang Al tunjukan

sesudah ayah dan ibu bercerai dan ayahnya masuk penjara. Al cenderung malas,

kondisi fisik Al tidak terawat dan Al merasa rendah diri.

Dari kasus diatas peneliti menggunakan terapi Adlerian Family Teraphy

dalam proses konselingnya. Bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial.

Aplikasi dalam keluarga, Adler selalu bertanya kepada kliennya mengenai

7

(15)

7

keadaan keluarga, yakni; urutan kelahiran, jenis kelamin dan usia saudara-saudara

kandung. Pembahasan mengenai keluarga dapat dijadikan pertimbangan bagi

orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Adler mengembangkan teori urutan

lahir, didasarkan pada keyakinannya bahwa keturunan, lingkungan, dan kreativitas

individual menentukan kepribadian. Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir

dengan unsur genetik yang berbeda, masuk ke dalam setting sosial yang berbeda,

dan anak-anak itu menginterpretasi situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu

penting untuk melihat urutan kelahiran (anak pertama, kedua, dan seterusnya), dan

perbedaan cara orang menginterpretasi pengalamannya.8

Anak kedua memulai hidup dalam situasi yang lebih baik untuk

mengembangkan kerjasama dan minat sosial. Sampai tahap tertentu, kepribadian

anak kedua dibentuk melalui pengamatannya sikap kakaknya terhadap dirinya.

Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin

menjadi kompetitif atau menjadi penakut dan sangat kecil hati.9

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas mengenai konseli yang

merupakan anak kedua dengan karakter, kepribadian yang digambarkan oleh

Adler yaitu munculnya gejala inferiority pada diri konseli, akan di reframe

(dibingkai ulang) dengan Adlerian Family Therapy, menarik minat peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul Adlerian Family Teraphy dalam Mengatasi Inferiority di Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo”

8

Alwisol,Psikologi kepribadian (edisi Revisi), (Malang : UMM Press,2009), hal.

79

9

(16)

8

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo?

2. Bagaimana hasil akhir Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi

inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru

Sidoarjo?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas dapat diambil satu tujuan utama penelitian

ini yaitu :

1. Untuk mengetahui proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi

inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru

Sidoarjo.

2. Untuk mengetahui hasil akhir Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi

inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru

Sidoarjo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

bagi ilmu Bimbingan Konseling Islam dalam menangani masalah

anak yang mengalami inferiority khususnya anak yang berada

(17)

9

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Konselor

Penelitian ini digunakan sebagai bahan masukan dalam

pemberian layanan konseling khususnya konseling individu

dengan teknik yang sesuai, efektif dan praktis di lingkungan

panti asuhan yang berkaitan dengan anak asuh yang mengalami

inferiority.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti untuk

menambah pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai

acuan untuk menengembangkan penelitian berikutnya yang

terkait dengan meningkatkan kemandirian anak di lingkungan

panti asuhan yang masalahnya berkaitan terhadap anak yang

mengalami inferiority.

E. Definisi Konsep

1. Adlerian Family Therapy

Adler adalah pencetus psikologi individu. Adler pernah

menjadi murid dari seorang pencetus psikoanalisis yakni Sigmund Freud.

Adler melepas diri dari Freud. Dia tidak menyetujui bahwa manusia

dimotivasi oleh dorongan seksual. Dalam teori Adler terdapat rincian

(18)

10

a) Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatar belakangi aktivitas

manusia adalah perjuangan untuk menjadi sukses

b) Persepsi subjektif individu membentuk tingkah laku dan

kepribadian

c) Semua fenomena psikologis disatukan dalam diri individu dalam

bentuk self

d) Manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang

interest social

e) Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup

self

f) Gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif individu10

Penganut aliran Adler tidak melihat klien sebagai orang yang

“sakit” dan perlu “disembuhkan”. Melainkan, sasarannya adalah

melakukan re-edukasi kepada klien sehingga mereka bisa hidup ditengah

masyarakat sebagai anggota yang sederajat, yang mau memberi dan

menerima dari orang lain (Mosak, 1989). Oleh karena itu proses konseling

berfokuskan pada penyediaan informasi, mengajar, membimbing dan

menawarkan dorongan semangat kepada klien yang kehilangan semangat.

Dorongan semangat merupakan metode yang paling kuat yang bisa

disediakan untuk mengubah keyakinan seseorang. Dorongan itu menolong

klien membangun rasa percaya diri dan menstimulasi keberanian.

Keberanian adalah kemauan untuk berbuat dengan cara-cara yang

10

(19)

11

konsisten dengan kepentingan masyarakat. Hilangnya keberanian, atau

kehilangan semangat akan menyebabkan terjadinya perilaku yang keliru

dan kurang berfungsi.

Aplikasi dalam Adlerian Family Therapy yang akan diterapkan

peneliti kepada konseli adalah mengajak dialog antara keluarga (bibi Al)

dengan Al untuk menggali data. Selain itu peneliti akan melakukan

konseling face to face menggali data tentang dirinya serta memberikan

pemahaman tentang tujuan dari perbuatan yang dilakukannya. Dalam

rentang waktu penelitian, peneliti memonitoring dinamika perbuatan serta

prestasi dalam tingkah laku konseli.

2. Inferiority

Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi-fungsi jasmani yang

kurang sempurna, hal ini dirumuskan dalam Organ Minderwertigheit und

ihre psychische Kompensationen. Mula-mula dia menyelidiki tentang

orang sakit itu menderita di daerah-daerah tertentu pada tubuhnya,

misalnya orang menderita sakit jantung, ada yang sakit paru-paru dan ada

yang sakit pungung dan sebagainya. Jawab Adler adalah pada

daerah-daerah tersebut terdapat kekurangan kesempurnaan atau minderwertigheit

(inferiority), baik karena dasar maupun karena kelainan dalam

perkembangan. Selanjutnya dia menemukan bahwa orang yang

(20)

12

dengan jalan memperkuat organ tersebut dengan latihan-latihan yang

intensif11.

Inferior dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti bermutu

rendah dan (merasa) rendah diri.

Menurut Syamsu Yusuf dalam (Mental Hygiene, 2014 : 28)

inferiority diartikan sebagai perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak

disadari yang berasal dari kekurangan diri, baik secara nyata maupun maya

(imajinasi)12.

Dalam pelaksanaan di lapangan, perasaan inferiority (rendah diri)

yang dialami oleh Al ditunjukan dengan dengan gejala Al selalu merasa

takut, pendiam, malas dan fisik yang tidak terawat. Kondisi ini tidak boleh

diremehkan, sebab bila tidak ditanggulangi sedini mungkin akan

mengganggu perkembangan kepribadian anak. Dimana anak menjadi tidak

cakap untuk bersosialisasi maupun mengaktualisasikan segenap

kemampuannya, kurang inisiatif, tidak punya keberanian dalam

menghadapi berbagai hal dan serba tergantung pada orang lain13.

11

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : CV Rajawali,1983)

hal.225-226.

12

http://alamsetiabakti.blogspot.com/2009/09/inferiority-complek.html?m=1 (diakses pada tanggal 14 Agustus 2016)

13

Hendra Surya, Percaya Diri Itu Penting, (Jakarta : PT elex Media

(21)

13

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan & Jenis Penelitian

Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan

dan Taylor sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.14

Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip

umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam

kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya

dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk

memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku15.

Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu

pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan

emosional antar peneliti dan subjek/konseli sehingga didapatkan data yang

mendalam, dan bukan pengangkaan. Penelitian kualitatif memiliki tujuan

untuk mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami

suatu fenomena sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah

sehingga dicapai suatu pemahaman yang ada.

Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai masalah dan

tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan

14

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 4

15

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Karya,

(22)

14

studi kasus (case study). Menurut Moh. Nadzir, studi kasus adalah penelitian

tentang status obyek penelitian yang berkaitan dengan suatu fase spesifik atau

khas dari keseluruhan atau khas dari personalitas.16

Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus

karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari karakter

individu anak kedua yang terdapat dalam adlerian family teraphy dengan

pendidikan anak dalam Islam secara rinci dan mendalam selama kurun waktu

tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.

2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Subjek sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak bernama

Maynard Riski yang disamarkan “Al” yang duduk di kelas III. Akibat disharmonisasi keluarga, anak ini mendapat pendidikan spiritual, emosional,

sosial yang kurang dalam masa pertumbuhannya.

Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti mengambil tempat

penelitian di asrama putra panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ yang terletak

di Jl. Cendrawasih Bunderan 31 Rewwin Kepuhkiriman Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo provinsi Jawa Timur.

3. Jenis dan sumber data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah kualitatif,

yakni data yang bersifat non statistic yang meliputi gambaran umum lokasi

penelitian, deskripsi tentang latar belakang konseli, konselor dan masalah,

proses pemberian Bimbingan dan Konseling dalam penguatan spiritual dengan

16

(23)

15

pendidikan Islam melalui Adlerian Family Teraphy. Dalam penelitian ini,

terdapat dua sumber data antara lain:

a. Data primer. Sumber data primer adalah subyek penelitian yang dijadikan

sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran

atau pengambilan data secara langsung17. Adapun sumber data primer dalam

penelitian ini berasal dari konseli, pengasuh serta kerabat dekat konseli.

b. Data sekunder atau data yang diambil dari sumber data kedua dan berbagai

macam sumber data guna melengkapi data primer18. Sumber data sekunder

dapat diambil dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli,

riwayat pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.

4. Tahap – tahap penelitian

Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi

penelitian kualitatif adalah:

a. Tahap pra lapangan

1) Menyusun rencana penelitian

Dalam hal ini peneliti akan memahami sebab-sebab atau hal-hal

yang mempengaruhi konseli. Setelah mengetahui maka peneliti akan

membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

definisi konsep dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.

2) Memilih lapangan penelitian

17

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007),

hal.91

18

Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format format Kuantitatif dan

(24)

16

Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian di panti

asuhan yatim piatu AULIYAA Rewwin Waru Sidoarjo.

3) Mengurus perizinan

Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan ditujukan

kepada kepala pengasuh panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru

Sidoarjo sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian.

4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di

lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan,

kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.

5) Memilih dan memanfaatkan konseli

Konseli adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan

informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus

tersebut. Konseli dalam penelitian ini adalah konseli, pengasuh, dan

saudara kerabat terdekat konseli

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman

wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian,

dan semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk

mendapatkan deskripsi data lapangan.

7) Persoalan etika penelitian

Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik

(25)

17

maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami

kebudayaan, adat istiadat ataupun bahasa yang di gunakan, kemudian

”untuk sementara” peneliti menerima seluruh nilai dan norma yang ada

di dalam masyarakat.19 Dalam penelitian ini berdasarkan kode etik dan

norma yang ada di panti asuhan AULIYAA’ Sidoarjo. b. Tahap lapangan

1) Memahami latar penelitian

Sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti perlu

memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu

mempersiapkan diri baik secara fisik maupun secara mental.

2) Memasuki lapangan

Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan

yang baik dengan subjek-subjek penelitian, sehingga akan

memudahkan peneliti untuk mendapatkan data.

3) Berperan serta dalam mengumpulkan data

Dalam tahap ini yang harus peneliti lakukan adalah

pengarahan batas studi serta memulai memperhitungkan batas waktu,

tenaga ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat data yang telah

didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.

4) Tahap Analisis Data

Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis

19

(26)

18

data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya

sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan

dikerjakan secara intensif. Kemudian menghasilkan tema dan hipotesis

yang sesuai dengan kenyataan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan

penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam

mengumpulkan data, harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian

metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan

data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar

data yang ditetapkan.20

Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data sangat

penting guna mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui

tenik pengumpulan data maka penelitian tidak akan mendapatkan data sesuai

dengan apa yang diharapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara pengamatan (observasi), wawancara mendalam (in

dept interview), dan studio dokumentasi.

20

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung:

(27)

19

Adapun lebih jelasnya sebagai berikut:

1) Observasi partisipatif (pengamatan)

Observasi atau Pengamatan merupakan suatu unsur penting dalam

penelitian kualitatif, observasi dalam konsep yang sederhana adalah sebuah

proses atau kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk bisa

mengetahui kondisi realitas lapangan penelitian.

Menurut Black dan Champion, observasi adalah mengamati dan

mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu, tanpa melakukan

manipulasi atau pengendalian serta mencatat penemuan yang

memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tindakan

analisis21.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipatif.

Observasi pertisipatif adalah peneliti terlibat langsung dengan kegiatan

subjek yang sedang diteliti atau dengan orang yang dijadikan sebagai

sumber penelitian dengan mengikuti apa yang dikerjakan oleh subjek yang

diteliti.22

2) Wawancara

Wawancara merupakan bagian penting dalam penelitian kualitatif

sehingga peneliti dapat memperoleh data dari berbagai konseli secara

21

James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian

Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 286

22

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D, (Bandung

(28)

20

langsung.Penelitian kualitatif sangat memungkinkan untuk penyatuan

teknik observasi dengan wawancara.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution bahwa dalam sebuah

penelitian kualitatif observasi saja, belum memadai itu sebabnya observasi

harus dilengkapi dengan wawancara23.

Pada tahap ini, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam

terhadap para konseli, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur

dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup

penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara

berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian,

dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan

mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum pertanyaan-pertanyaan

yang akan diajukan. Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu

proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan konseli atau

orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

wawancara dimana pewawancara dan konseli terlibat dalam kehidupan

sosial yang relatif lama.24

23

S. Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito,

2003), hal. 69

24

Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

(29)

21

Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam

wawancara hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah

pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai.25

Maksud dalam penelitian ini penulis memaparkan data hasil

penelitian di lapangan yakni tentang hasil pendidikan anak dalam Islam

dengan adlerian family teraphydi panti asuhan yatim piatu AULIYAA’. 3) Dokumentasi

Merupakan suatu metode atau teknik yang digunakan dalam

penelitian kualitatif untuk mengungkapkan atau mencari berbagai

informasi dari sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Biasanya

dokumentasi ini berupa pengambilan foto atau video aktifitas dari subyek

yang ditelitinya. Kemudian dari foto-foto itulah diolah sehingga menjadi

sebuah catatan lapangan, dan dari foto-foto itu bisa diketahui bagaimana

kenyataan di lapangan26.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya

catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan semacamnya.

Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa

dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya

seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen

25

Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif

(Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 14.

26

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung :Alfabeta, 2009), hal.

(30)

22

dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.27

Tabel 1.1

Jenis data, sumber data dan teknik pengumpulan data

no Jenis Data Sumber data TPD

TPD : Teknik Pengumpulan Data

O : Observasi

W : Wawancara

D : Dokumentasi

27

(31)

23

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif proses analisis data berlangsung sebelum

peneliti ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan setelah di

lapangan, sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono bahwa analisis data

telah dimulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun

ke lapangan dan terus berlanjut sampai penulisan hasil penelitian.28

Oleh karena itu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

yakni proses mengumpulkan dan menyusun secara baik data-data yang

didapatkan melalui observasi, wawancara, dan dokumen serta berbagai

bahan lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dari hasil tersebut

kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.29

1) Analisis sebelum di lapangan

Sebelum terjum ke lapangan peneliti melakukan analisis

terhadap berbagai data yang berkaitan dengan Pendidikan anak dalam

Islam dan Adlerian Family Teraphy, baik skripsi, tesis, tulisan dalam

bentuk buku, jurnal maupun tulisan lepas lain yang ditemukan di berbagai

media cetak maupun elektronik.

Proses analisis data dilakukan secara terus-menerus untuk

menemukan hal-hal penting untuk membantu mempermudah dalam

mengkaji penelitian ini. namun proses analisis dilakukan pada tahap ini

masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah berada di

28

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2014) hal. 90

29

(32)

24

lapangan dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah

penelitian.

2) Analisis di lapangan dengan menggunakan model Miles dan

Huberman

Miles dan Huberman menyatakan bahwa aktifitas dalam analisis

data pada kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas analisis

data sebagaimana yang diungkapkan tersebut meliputi tiga unsur yaitu

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sebagai berikut:

(a) Reduksi Data (Reduction Data)

Merupakan langkah awal dalam menganalisis data dalam

penelitian ini. Kegiatan reduksi data bertujuan untuk mempermudah

peneliti dalam memahami data yang telah dikumpulkan. Data yang telah

dikumpulkan dari lapangan memalui observasi, wawancara direduksi

dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan penting,

mengklarifikasi sesuai fokus yang ada pada masalah dalam penelitian ini.

Reduksi data memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi.

Bagi peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat

mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui

(33)

25

mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang

signifikan.30

Proses mereduksi data merupakan bagian dari analisis untuk

menajamkan, menggolongkan, mengarahkan membuang yang tidak perlu

dan mengorganisir data dengan baik sehingga proses kesimpulan akhir

nanti terlaksana dengan baik.

7. Teknik pemeriksaan keabsahan data

Pemeriksaan keabsahan data dalam kualitatif sangat diperlukan

untuk menguji ataupun memeriksa akurasi data yang telah dikumpulkan dari

proses penelitian ini berlangsung. Menurut Nasution pemeriksaan keabsahan

data diperlukan untuk membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan

kenyataan dan memang sesuai dengan sebenarnya ada atau kejadiannya.

Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data penelitian ini

adalah Triangulasi Data.

Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat

menggabungkan data yang diperoleh dari beberapa teknik penggaliaan data

yang digunakan, seperti observasi, wawancara, pencatatan lapangan (field

note) dan dokumentasi.31

Triangulasi data ini biasanya ada dua cara yang dilakukan oleh

peneliti yaitu:

30

Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi

Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258.

31

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.

(34)

26

1) Membandingkan semua hasil data yang diperoleh dari lapangan mulai

dari data observasi, wawancara dan dokumentasi, hal ini dilakukan

untuk mencari keabsahan dari data-data yang telah diperoleh.

2) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumentasi, yang

tujuannya untuk mengkomparasikan antara kedua data tersebut.

Oleh karena itu dalam penelitian ini diadakan pengecekan terhadap

validasi data yang telah diperoleh dengan mengkonfirmasi antara

data/informasi yang diperoleh dari sumber lain yaitu teman dari subjek,

saudara atau keluarga subjek, tetangga, guru atau wali subjek. Peneliti

membandingkan data hasil wawancara dari subjek penelitian dengan data

hasil observasi dan mencocokkannya kemudian menganalisis.

G. Sistematika pembahasan

Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab pokok

bahasan yang meliputi:

BAB PERTAMA : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan

sistematika pembahasan.

BAB KEDUA : Kerangka teoritik meliputi kajian pustaka yang membahas

tentang Sejarah Alferd Adler sebagai Bapak Individual psychologie, Pokok-pokok

teori Adler, Aplikasi keadaan keluarga dalam Adlerian Family Therapy, Proses

konseling psikoterapi Adlerian Familian teraphy, pengertian inferiority,

(35)

27

BAB KETIGA : Penyajian data yang meliputi deskripsi umum objek

penelitian berupa letak geografis, . Selain itu juga membahas tentang deskripsi

proses Adlerian Family Therapy dalam mengatasi inferiority dan deskripsi hasil

Adlerian Family Therapy dalam mengatasi inferiority.

BAB KEEMPAT : Analisis data proses Adlerian Family Therapy dalam

mengatasi inferiority dan analisis data hasil Adlerian Family Therapy dalam

mengatasi inferiority .

BAB KELIMA : Penutup, penutup merupakan bagian terakhir. Di mana

pada bagian ini akan membahas tentang kesimpulan, saran, daftar pustaka dan

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Adlerian Family Therapy ( Terapi keluarga menurut Adler)

1. Sejarah Alferd Adler sebagai Bapak Individual psychologie

Alferd Adler lahir di Wina pada tahun 1870. Dia menyelesaikan

studinya dalam lapangan kedokteran pada Universitas Wina tahun 1895.

Mula-mula mengambil spesialisasi Ophthalmologi dan kemudian dalam

lapangan psikiatri. Mula-mula bekerja sama dengan Freud dan menjadi

angggota serta akhirnya menjadi presiden “masyarakat psikoanalisis Wina”1.

Dr. Adler menyebut teorinya sebagai Individual Psychology. Ia juga

mengecam keras Freud karena terlalu menekankan ciri – ciri negative atau

animalistic manusia. Ia menyamakan manusia Freudian dengan seorang yang

neurotic dan tidak sehat. Dan seperti Maslow, ia yakin bahwa manusia yang

sehat akan mengembangkan tujuan-tujuan hidup yang bsersifat sosial. Ia yakin

bahwa motivasi primer adalah suatu usaha kearah superioritas yang bersifat

bawaan pada bangsa manusia, melahirkan yang disebutnya “gelombang dorongan ke atas”2

1

Sumadi Suryabrata,Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983)

hal.222-223

2

Frank G Gobel, Madzab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow (

(37)

29

2. Pokok-pokok teori Adler

Teori Adler dapat difahami lewat pengertian-pengertian pokok yang

digunakan untuk membahas kepribadian. Adapun pokok teori Adler sebagai

berikut3 :

a) Individualitas sebagai pokok persoalan

Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik)

kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi manusia.

Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat,

serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang

membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.

b) Pandangan teleologis : Finalis semu

Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi

oleh filsafat “seakan-akan” yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam

bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob (1911). Vaihinger

mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau

pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau

pasangannya dalam realitas. Gambaran-gambaran semuyang sedemikian itu

misalnya : “semua manusia ditakdirkan sama, kejujuran adalah politik yang paling baik”, “tujuan mengesahkan alat” dan sebagainya. Gambaran-gambaran

semu itu memungkinkan manusia untuk menghadapi dengan baik.

Gambaran-gambaran semu tersebut adalah pangkal-duga-pangkal-duga penolong yang

apabila kegunaannya sudah tidak ada yang memakai lagi lalu dapat dibuang.

3

(38)

30

Menurut Adler untuk membimbing tingkah laku, setiap orang

menciptakan tujuan final yang semu, memakai bahan yang diperoleh dari

keturunan dan lingkungan. Tujuan ini semu karena mereka tidak harus

didasarkan pada kenyataan, tetapi tujuan itu lebih menggambarkan fikiran

orang itu mengenai bagaimana seharusnya kenyataan itu, didasarkan pada

interpretasi subjektifnya mengenai dunia. Tujuan final adalah hasil dari

kekuatan kreatif individu; kemampuan untuk membentuk untuk membentuk

tingkah laku diri dan menciptakan kepribadian diri. Pada usia 4 atau 5 tahun,

fikiran kreatif anak mencapai tingkat perkembangan yang membuat mereka

mampu menentukan tujuan final, bahkan bayi sesungguhnya sudah memiliki

dorongan (yang dibawa sejak lahir) untuk tumbuh, menjadi lengkap, atau

sukses. Karena mereka kecil, tidak lengkap dan lemah, mereka measa inferior

dan tanpa tenaga. Untuk mengatasi keadaan ini mereka menetapkan tujuan

final besar menjadi besar, lengkap dan kuat. Tujuan final semacam ini

mengurangi penderitaan akibat perasaan inferior, dan menunjukan arah

menuju superiorita dan sukses4.

4

(39)

31

c) Dua dorongan pokok

Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang

mendorong serta melatar belakangi segala tingkah lakunya yaitu5:

(a) Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang

mengabdi kepada masyarakat

(b) Dorongan keakuan, yang medorong manusia bertindak yang mengabdi

kepada aku sendiri

Mengenai dorongan ke-akuan ini pendapat Adler mengalami

perkembangan. Sejak tahun 1900 dia telah sampai pada kesimpulan bahwa

dorongan agresif lebih penting dari dorngan seksual. Kemudian nafsu

agresif (geltungstrieb) itu diganti dengan keinginan berkuasa (Wille Zur

Macht) dan lebih kemudian lagi diganti dengan dorongan untuk superior,

dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna. Superioritas disini

bukanlahkeadaan yang objektif, seperti kedudukan sosial yang tinggi dan

sebagainya, melainkan keadaan yang subjektif, pengalaman atau perasaan

cukup berharga. Dorongan untuk berharga ini adalah hal yang ada dalam

diri subyek, sebagai bagian dari hidupnya, yang malahan hidup itu sendiri.

Sejak lahir sampai mati dorongan superioritas itu membawa pribadi dari

satu fase perkembangan ke fase selanjutnya. Dorongan ini dapat menjelma

kedalam beribu-ribu bentuk atau cara. Bagaimana jalan terbentuknya

dorongan superioritas itu sangat erat hubungannya dengan masalah rendah

diri.

5

Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983)

(40)

32

Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri

dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf

perkembangan yang lebih tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf

perkembangan itu timbul lagi lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk

maju lagi, demikian selanjutnya. Adler berpendapat, bahwa rasa rendah

diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru

merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia.

Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih-lebihan sehingga

manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah

diri atau kompleks superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri

itu merupakan pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).

d) Dorongan kemasyarakatan

Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak

lahir. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun sebagaimana

lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada

masyarakat itu tidak nampak spontan, melainkan harus dibimbing dan

dilatih. Jadi kalau mengikuti perkembangan teori adler maka dapat

digambarkan sebagai berikut:

(a). Mula-mula manusia dianggap didorong untuk dorongan untuk

mengejar kekuatan dan kekuasaan sebagai lantaran untuk

(41)

33

(b). Selanjutnya manusia dianggapnya didorong oleh dorongan

kemasyarakatan yang dibawa sejak lahir yang menyebabkan dia

menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi

e) Gaya hidup

Gaya hidup adalah pengertian yang sentral dalam teori Adler,

tetapi juga pengertian yang paling sukar dijelaskan. Gaya hidup ini adalah

prinsip yang dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku

seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang

memiliki gaya hidup masing-masing. Setiap orang punya tujuan yang

sama yaitu mencapai keadaan superioriatas, namun caranya untuk

mengejar tujuan itu yang boleh dikatakan tak terhingga banyak. Ada yang

dengan mengembangkan akalnya, ada yang dengan melatih ototnya dan

sebagainya. Setiap tingkah laku orang, tentu membawakan gaya hidupnya,

dia mengamati, berangan-angan, berfikir serta bertindak dalam gayanya

yang khas.

Tentang gaya hidup, Forer mengemukakan pendapatnya sebagai

berikut : “Kedudukan anda dalam keluarga sangat mempengaruhi

bagaimana anda menghadapi masyarakat dan dunia. Sebagaian besar

perkembangan anak bergantung pada interaksi dengan

saudara-saudaranya. Semua anggota keluarga memaksakan pola-pola perilaku

tertentu kepada anggota keluarga yang lain pada saat mereka berinteraksi

(42)

34

keluarga memberi cap yang tidak dapat dihapuskan pada gaya hidup

seseorang6.

f) Diri yang kreatif

Diri yang kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat,

sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan ini karena

orang tak dapat menyaksikan secara langsung tetapi hanya dapat lewat

manifestasinya. Inilah yang menjembatani antara perangsang yang

dihadapi individu dengan respone yang dilakukannya. Diri kreatif inilah

yang memberi arti kepada hidup, yang menetapkan tujuan serta membuat

alat untuk mencapainya.

3. Aplikasi Keadaan Keluarga Dalam Adlerian Family Therapy

Dalam terapi Adler hampir selalu menanyai kliennya mengenai

keadaan keluarga, yakni : urutan kelahiran, jenis kelamin dan usia

saudara-saudara sekandung. Bahasan mengenai keluarga dapat dijadikan

pertimbangan bagi orang tua dalam mengasuh anaknya. Adler

mengembangkan teori urutan lahir, didasarkan pada keyakinannya bahwa

keturunan, lingkungan dan kreativitas individu bergabung menentukan

kepribadian.

Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir dengan unsur genetic

yang berbeda, masuk kedalam setting sosial yang berbeda, dan anak-anak

itu menginterpretasikan situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu

6

(43)

35

penting untuk melihat urutan kelahiran dan perbedaan cara orang

menginterpretasikan pengalamannya.

Anak sulung mendapat perhatian yang utuh dari orang tuanya,

sampai perhatian itu terbagi saat dia mendapat adik. Perhatian dari orang

tua itu membuat anak memiliki perasaan secara mendalam untuk menjadi

superior/kuat, kecemasannya tinggi dan terlalu dilindungi. Kelahiran adik

menimbulkan dampak tarumatik kepada anak sulung yang “turun tahta”.

Peristiwa itu mengubah situasi (dari monopoli perhatian orang tua menjadi

harus berbagi menjadi orang tua kedua setelah adik) dan mengubah cara

pandangnya terhadap dunia. Anak sulung itu mungkin menjadi pemuda

yang bertanggungjawab, melindungi orang lain, atau sebaliknya menjadi

orang yang merasa tidak aman dan miskin interst sosial. Itu semua

tergantung kepada sejumlah faktor ; keturunan (misalya cacat dapat

merusak interasi), persiapan menerima saudara baru dan interpretasi unik

terhadap pengalamannya sendiri. Kalau adiknya lahir setelah usianya 3

tahun atau lebih, dia menggabungkan peristiwa itu dengan gaya hidup

yang sudah dimilikinya. Anak sulung bisa menjadi marah dan benci

kepada adiknya, tetapi kalau dia sudah mengembangkan gaya

kooperatifnya, dia memakai gaya kooperatif itu kepada adiknya. Apabila

adiknya lahir sebelum dia berusia 3 tahun, kemarahan dan kebencian itu

sebagian besar tidak disadari, sikap itu menjadi resisten dan sulit diubah

(44)

36

Anak kedua biasanya memulai hidup dalam situasi yang lebih

baik untuk mengembangkan kerja sama dan minat sosial. Sampai tahap

tertentu kepribadian anak kedua dibentuk melalui pengamatannya

terhadap sikap kakaknya kepada dirinya. Jika sikap kakaknya penuh

kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin menjadi sangat

kompetitif atau penakut dan sangat kecil hatinya. Umumnya anak kedua

tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak dengan dorongan

kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk mengalahkan

kakaknya. Jika dia mengalami banyak keberhasilan, anak akan

mengembangkan sikap revolusioner dan merasa bahwa otoritas dapat

dikalahkan.

Anak bungsu, paling sering dimanja, sehingga beresiko tinggi

menjadi anak yang bermasalah. Mereka mudah terdorong memiliki

perasaan inferior yang kuat dan tidak mampu berdiri sendiri. Namun

demikian dia mempunyai banyak keuntungan. Mereka sering termotivasi

untuk melampaui kakakk-kakaknya, menjadi anak yang ambisius.

Anak tunggal mempunyai posisi unik dalam berkompetisi,

tidak dengan saudara-saudaranya tetapi dengan ayah dan ibunya.

Mereka sering mengembangkan perasaan superior yang berlebihan,

konsep dirinya rendah, dan merasa dunia ini adalah tempat yang

berbahaya, khusunya kalau orang tua memperhatikan kesehatannya.

(45)

37

mengembangkan perasaan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat

parasit dan mengharap orang lain memanjakan dan melidunginya

Berbagai perlakuan dan harapan yang diberikan kepada

masing-masing anak dengan urutan kelahiran berbeda memunculkan

karakteristik tertentu yang tidak sama. Beberapa ciri umum

sehubungan dengan posisi anak tengah atau anak kedua menurut

Hurlock sebagai berikut :

1) Belajar mandiri dan bertualang adalah akibat kebebasan yang

banyak

2) Menjadi benci atau berusaha melebihi perilaku kakaknya yang

lebih diunggulkan

3) Tidak menyukai keistimewaan yang diperoleh kakak-kakaknya

4) Bertingkah dan melanggar peraturan untuk mencari perhatian

orang tua bagi dirinya sendiri dan merebut perhatian orang tua dari

kakak atau adiknya

5) Mengembangkan kebebasan untuk tidak berprestasi tinggi karena

kurangnya tekanan untuk berprestasi

6) Mengembangkan kebiasaan untuk tidak berprestasi tinggi karena

kurangnya tekanan untuk berprestasi

7) Mempunyai tanggung jawab yang lebih sedikit bila dibandingkan

tanggungjawab anak pertama. Hal ini melemahkan sifat-sifat

(46)

38

8) Terganggu oleh perasaan diabaikan oleh orang tua yang

selanjutnya mendorong timbulnya berkembangnya perilaku

9) Mencari persahabatan dengan teman-teman sebaya diluar rumah.

Ini sering mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik dari pada

penyesuaian anak pertama7.

4. Proses konseling dan psikoterapi Adlerian Familian teraphy

Adler berpendapat bahwa orang-orang dapat berubah menjadi baik

dengan cara menciptakan kondisi- kondisi sosial yang dirancang untuk

mengembangkan gaya hidup yang realistik dan adaptif. Misalnya anak-

anak harus dibantu untuk mengatasi perasaan rendah diri (inferior)

yang biasanya mereka rasakan dalam membandingkan diri dengan

orang-orang dewasa. Dengan demikian Adler menekankan pentingnya

melatih teknik-teknik mengasuh anak yang efektif bagi orang tua dan

juga pendidikan awal anak- anak. Ia juga mengemukakan bahwa hal

yang lebih penting adalah mencegah gangguan-gangguan psikologis,

bukan merawat gangguan-gangguan yang sudah terjadi8.

Konseling aliran Adler dibangun mengitari empat tujuan sentral,

yang sesuai dengan empat fase proses terapeutik (Dreikurs,1967).

Fase-fase ini tidaklah linear dan tidak bergerak maju dengan

7

Nafi’tul Azmaniah, Studi Komperasi Kecerdasan Interpersonal berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga ( Sulung, Tengah dan Bungsu) Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Waru, ( Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel, 2016) ,hal. 30-31

8

Yustinus Semiun, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalisti Freud, (

(47)

39

langkah yang kaku, melainkan fase-fase itu akan bisa difahami sangat

baiknya sebagai suatu jalinan benang yang nantinya akan membentuk

selembar kain. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya maka

tahap-tahap ini adalah9:

1) Menciptakan hubungan terapeutik yang tepat

2) Menggali dinamika psikologi yang ada dalam diri kilen (analisis

dan penilaian)

3) Membangunkan semangat pengembangan rasa memahami diri

sendiri (wawasan diri)

4) Menolong klien menentukan pilihan-pilihan baru (reorientasi dan

reedukasi)

B. Inferiority

1. Pengertian Inferiority

Perasaan inferior dan kompensasi pertama kali dipelajari oleh Alfred

Adler pada kecacatan jasmani dan kompensasi. Menurut Alfred Adler dalam

bukunya Study of Organ Inferiority and Its Physical Compensation (1907),

mendeskripsikannya sebagai proses dari kompensasi atas ketidakmampuan

atau keterbatasan fisik seseorang. Tergantung pada sikap yang diambil atas

kekurangan fisiknya, kompensasi atas ketidakmampuan atau keterbatasan

tersebut bisa saja memuaskan atau tidak. Dari studinya pada kecacatan

jasmani dan kompensasinya, Adler mulai melihat bahwa setiap individu

9

(48)

40

sebagai seseorang yang memiliki perasaan inferior baik dia sadari maupun

tidak10.

Dalam pandangan Adler, orang-orang pada dasarnya didorong oleh

kompleks inferioritas, bukan insting sexsual seperti yang dikemukakan oleh

Freud. Pada beberapa orang, perasaan-perasaan inferioritas ini disebabkan

oleh masalah - masalah fisik dan ada kebutuhan untuk

mengkompenisasikannya. Akan tetapi, semua dari kita- karena pada masa

kanak-kanak ukuran tubuh kita kecil dan tidak berdaya terhadap orang

dewasa- mengalami perasaan inferioritas.11

Kompleks Inferioritas muncul dari suatu inferioritas organic, dari suatu

bentuk pendidikan yang menindas, atau dari suatu pendidikan yang

terabaikan. Adler mempelajari secara khusus inferioritas ( kekurangan)

organic dengan memperlihatkan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh

besar terhadap psikis. Pengaruhnya bisa positif (kompensasi) atau negative

(komplek neurotisme)12.

Inferioritas psikologis yaitu perasaan – perasaan inferioritas yang bersumber pada rasa tidak lengkap atau tidak sempurna dalam setiap bidang

10

https://intansahara.wordpress.com/2012/07/27/inferiority-complex-syndrome-sebagai-salah-satu-penyebab-penyakit-sosial (Diakses pada tanggal 13 Agustus 2106)

11

Yustinus Semiun, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud,

(Yogyakarta :Kanisius 2006) hal. 18-19.

12

(49)

41

kehidupan. Contoh : anak yang dimotivasikan oleh perasaan inferior akan

berjuang untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi13.

Inferioritas adalah keraguan terhadap diri sendiri tentang siapa dan apa

yang dapat kita lakukan. Hal ini menyebabkan orang menarik diri dan bahkan

mengisolasi diri dari orang lain. Seseorang yang menderita hal ini akan

mendapati bahwa mereka tidak dapat memimpin orang lain dengan efektif14.

Jadi inferiority adalah suatu bentuk sikap, emosi keadaan diri yang

menganggap lemah diri sendiri, menganggap diri orang lain lebih baik dari

dirinya hingga timbul perasaan takut untuk menjadi diri sendiri dan

melangkah lebih maju.

b. Faktor-faktor penyebab Inferiority

Bila keraguan yang serius dan terus menerus tentang diri sendiri, bila

rasa ketidakmampuan tak kunjung henti dan merembes ke seluruh hidup, kita

menyebut keadaan itu dengan “penyakit” rendah diri ( inferiority complex).

Istilah itu dipergunakan untuk menyebut konsep diri yang rendah. Orang

yang menderita “penyakit” rendah diri bersikap amat negatif, tidak menyukai

diri sendiri dan pesimis tentang kemungkinan untuk menjadi manusia yang

diidamkan15.

13

Ladislaus Naisaban, Para Psikolog Terkemuka Di Dunia (Jakarta: Grasindo

2014) hal.7.

14

Susilo, Kepemimpinan Sulaiman bagi Para Usahawan, ( Yogyakarta :

Indonesia cerdas 2006), hal 162.

15

(50)

42

Berikut sebab-sebab timbulnya perasaan Inferiority pada individu:

1). Faktor Intern, yaitu penyebab yang berasal dari diri sendiri, seperti cacat

tubuh, kelemahan menguasai bidang studi, dan susah berkomunikasi.

2). Faktor Ekstern, yaitu penyebab yang berasal dari luar, seperti ekonomi,

orang tua lemah (tidak mampu), orang tua yang bercerai dan keluarga yang

sering bertengkar16.

Selain itu, berikut analisis mengenai penyebab inferiority :

1). Penyebab dari dalam diri

(a). Kurang terpenuhinya kebutuhan kasih sayang

(b). Kurang dihargai dan diterima

(c). Rasa tidak puas terhadap dirinya

(d). Sifat labil

(e). Konsep diri rendah dan negative

(f). Merasa dirinya kurang bermakna

2). Penyebab dari luar diri

(a). Orang tua kurang memahami kejiwaan anaknya

(b). Teman sebaya / pergaulan yang berperilaku negative

(c). Orang dewasa / guru belum optimal dalam mendidik17.

16

Rudi Mulyatiningsih, Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar, dan Karier, (Jakarta

: Grasindo, 2004), hal. 38.

17

Yuri Megaton dkk, Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satuan

(51)

43

b. Indikasi perilaku inferiority

Seorang yang mengalami

1). Suka menyendiri

2). Terlalu berhati-hati ketika berhadapan dengan orang lain sehingga

terlihat kaku

3). Pergerakannya agak terbatas, seolah olah sedar yang dirinya memang

mempunyai banyak kekurangan

4). Merasa curiga terhadap orang lain

5). Tidak percaya bahwa dirinya mempunyai kelebihan

6). Sering menolak apabila diajak ke tempat yang ramai

7). Beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah

8). Menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih

baik18.

c. Upaya mengubah Inferiority menjadi percaya diri (self confident )

Inferiority apabila terus dipupuk akan menjadi suatu penyakit yang akan

membunuh diri kita sendiri. Bila inferiority tidak kita proyeksikan ke dalam

bentuk perbuatan yang positif maka akan menjadi boomerang bagi diri kita.

Berikut upaya mengubah inferiority menjadi percaya diri :

1). Mintalah perlindungan Allah SWT dari godaan setan yang berupaya

membuat manusia was-was

2). Yakinlah bahwa Allah SWT tidak akan memberikan beban kepada

hambaNya kecuali menurut kadar kesanggupan atau kapasitasnya

18

Gambar

Gambaran tentang
  Gambar 3.1 Letak geografis Panti Asuhan AULIYAA’ Putra dalam Google Map
Tabel 3.1
  Tabel 3.3 Tingkat pendidikan anak asuh
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang Persepsi Mahasiswa FISIP UNDIP Terhadap Kebijakan.. Rcmunerasi ini terwujud berawal dari keprihatinan penulis akan situasi dan kondisi

Bila kita berpuasa karena Allah dan dengan sungguh-sungguh dan tidak mengharapkan sesuatu atau untuk kepentingan duniawi maka kita akan dijauhkan dari neraka dan diampuni

Misalnya pengguna ingin mengetahui bahasa Madura atau bahasa lain di pulau Jawa dari sebuah kata bahasa Sunda, maka pengguna dapat langsung memasukkan kata dalam

Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia,komputer,teknologi informasi dan prosedur kerja), ada

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui seberapa besar kemampuan senyawa genistein dalam menggantikan estradiol untuk berikatan dengan reseptor estrogen dan untuk menentukan

Hal ini diakarenakan gulma yang tumbuh pada perlakuan tanpa penyiangan mempunyai tingkat kepadatan (densitas) yang lebih tinggi dari tanaman sehingga mampu

Sulistiyowati (2017), menilai bahwa hasil analisis yang dilakukan di kawasan pesisir pantai Pangempang memiliki potensi wisata bahari dengan latar belakang hutan

Melalui penelit ian ini peneliti menyimpulkan: (1) dala m penyele- saian sengketa ekonomi syari‟ah, para pihak yang sedang bersengketa dapat mene mpuh dua cara