ADLERIAN FAMILY TERAPHY DALAM MENGATASI INFERIORITY DI YAYASAN PANTI ASUHAN YATIM PIATU
AULIYAA’ REWWIN WARU SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
DONI YULIANTO NIM. B03212033
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Doni Yulianto, (B03212033), Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi
Inferiority di Yayasan Yatim Piatu AULIYAA’ Rewwin Waru
Sidoarjo.
Penelitian ini dibahas untuk mengetahui : (1) Proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di yayasan panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo, (2) Hasil akhir Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi Inferiority di
yayasan panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dan pendekatan studi kasus. Yang melatarbelakangi penelitian ini adalah masalah disharmonisasi keluarga yang terjadi pada salah satu anak asuh
panti AULIYAA’ hingga mengalami inferiority. Dalam proses konselingnya peneliti menggunakan teknik Adlerian Family Teraphy yang mengembalikan
kognitif, kesadaran diri dengan menginterpretasikan perbuatan masa lalu untuk
meningkatkan interest social. Adapun proses konseling dalam Adlerian Family
Teraphy yakni 1) menjalin hubungan yang baik dengan konseli 2) menggali
dinamika individu untuk mengetahui gaya hidup konseli 3) interpretasi tingkah laku konseli 4) reedukasi dan reorientasi perilaku konseli.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) proses pelaksanaan Adlerian
Family Teraphy dalam Mengatasi Inferiority di yayasan panti asuhan auliyaa
berjalan sesuai prosedur dan membuahkan hasil. (2) Hasil akhir dari pendidikan anak dalam Islam dengan Adlerian Family Teraphy di yayasan panti asuhan
AULIYAA’ yakni berkurangnya inferiority anak asuh dan meningkatnya kembali
interest social anak asuh.
1.Pendekatan dan jenis penelitian ...13
2.Sasaran dan Lokasi penelitian ...14
3.Jenis dan Sumber Data ...14
4.Tahap-tahap penelitian ...15
5.Teknik pengumpulan data ...18
6.Teknik Analisis Data ...22
7.Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...25
G. Sistematika Pembahasan ...26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Adlerian Family Teraphy ...28
1. Pengertian Adlerian Family Teraphy ...28
2. Pokok-pokok teori Adlerian Family Teraphy ...29
3. Aplikasi Keadaan Keluarga Dalam Adlerian Family Teraphy ...34
4. Proses Konseling dan Terapueutik ...38
B.Inferiority 1. Pengertian Inferiority ...39
2. Faktor-faktor penyebab Inferiority ...41
3. Upaya mengubah Inferiority menjadi percaya diri (self confident) ...43
C. Adlerian Family Teraphy Dalam Mengatasi Inferiority ...43
BAB III PENYAJIAN DATA
A.Deskripsi Umum Objek Penelitian ...53
1. Deskripsi Objek Penelitian ...53
a. Latar belakang Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ ...54
b. Sumper izin pendirian ...55 1. Deskripsi Proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...65
2. Deskripsi Hasil Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...79
BAB IV ANALISIS DATA 1. Analisis data proses Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ...81
2. Analisis data hasil Adlerian Family Teraphy mengatasi inferiority di yayasan Panti Asuhan AULIYAA’ Rewin Waru Sidoarjo ... 87
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ...90
B.Saran ...91
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berawal dari rasa keprihatinan terhadap nasib anak-anak jalanan, Andi
Malewa pun berinisiatif mendirikan rumah baca. Tujuannya agar para anjal (anak
jalanan) tetap punya kesempatan yang sama dengan orang lain dalam menimba
ilmu. Andi yang asli Makasar ini juga memberikan „lahan gratis’ bagi para anjal
untuk mengembangkan bakat musiknya di Institut Musik jalanan Depok
miliknya1. Dari gambaran kejadian diatas betapa simpatinya seseorang terhadap
nasib anak jalanan. Hal ini disebabkan anak adalah investasi dan harapan masa
depan bangsa serta sebagai penerus generasi di masa mendatang.
Dalam siklus kehidupan, masa kanak-kanak merupakan fase dimana anak
mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Oleh karena itu
penting juga untuk diperhatikan keberadaannya, karena selain krusial juga pada
masa itu, anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau
keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhannya dapat terpenuhi dengan
baik. Secara umun hak dasar anak meliputi; kelangsungan hidup, tumbuh
kembang, mendapat perlindungan dan partisipatif2.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 1998
tentang usaha kesejahteraan anak bagi yang anak mempunyai masalah . Bagian
umum, anak sebagai tunas bangsa merupakan generasi penerus dalam
1 Nurani,Inspirasi keluarga Muslim, edisi 779( 4 Januari,2016) hal.4.
2
Departemen Sosial RI Direktorat Pelayanan Sosial Anak Direktorat Jenderal
Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial, Pedoman Umum Tanggung Jawab Negara Dalam
2
pembangunan bangsa dan negara. Sebagai insan yang belum bisa berdiri sendiri,
perlu diadakan usaha kesejahteraan anak agar dapat tumbuh dan berkembang
secara wajar, baik rohani maupun jasmani maupun sosial. Usaha untuk
mewujudkan kesejahteraan anak pertama-tama dan terutama menjadi tanggung
jawab orang tua. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 9 undang-undang No. 4
Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ( Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara No 3143), yang berbunyi : ” Orang tua adalah
yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik
secara rohani jasmani maupun sosial”3 .
Namun demikian, mengingat tingkat penghidupan bangsa Indonesia yang
beraneka ragam tingkatnya, maka setiap anak belum dapat tumbuh dan
berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal ini
diakibatkan kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
Berbicara tentang kebutuhan, dalam ilmu psikologi, ini merupakan
sebuah tuntutan. Tuntutan kebutuhan inilah yang akan memotivasi manusia untuk
mendapatkan cara memperoleh kebutuhannya. Maslow berpendapat bahwa
motivasi manusia diorganisasikan ke dalam sebuah hirarki kebutuhan yaitu suatu
susunan kebutuhan sistematis, suatu kebutuhan dasar harus dipenuhi sebelum
kebutuhan dasar lainnya muncul. Kebutuhan ini bersifat instinktif yang
mengaktifkan atau mengarahkan perilaku manusia. Meskipun kebutuhan itu
bersifat instinktif namun perilaku yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan
tersebut sifatnya dipelajari, sehingga terjadi variasi perilaku dari setiap orang
3
Departemen Sosial RI Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Pedoman Panti
3
dalam cara memuaskannya. Hirarki kebutuhan menurut Maslow yakni ; 1)
kebutuhan fisiologis 2) kebutuhan rasa aman dan nyaman 3) kebutuhan
pengakuan dan kasih sayang 4) kebutuhan pengakuan 5) kebutuhan kognitif 6)
kebutuhan estetika 7) kebutuhan aktualisasi diri4. Kebutuhan Marslow yang
digambarkan dalam bentuk piramid tersebut, sangat urgen dan wajib diberikan
oleh orang tua untuk anaknya. Hal ini bertujuan agar anak tumbuh menjadi pribadi
yang baik.
Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ yang terletak di jalan
Cendrawasih Bunderan no. 31 Perum Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten
Sidoarjo memiliki anak asuh putra dan putri berjumlah 55 anak. Terdiri dari
tingkat TK sampai perguruan tinggi. Berbagai latar belakang menghiasi
kehidupan mereka. Motif ekonomi, keluarga, menyelimuti hingga mereka harus
berada di panti asuhan ini. H. Dimas Sukiran S.Ag, MM adalah sosok pengasuh
sekaligus orang tua pengganti bagi anak asuh panti asuhan AULIYAA’. H.Dimas Sukiran S.Ag, MM lebih sering dipanggil dengan Abah Dimas oleh anak-anak
asuhnya. Sejak tahun 1997 sampai sekarang Abah Dimas masih konsisten dan
penuh tanggungjawab dalam menerima amanah sebagai pengganti orang tua anak
asuhnya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
(nanti) bagaikan kedua ini”. Beliau sambil mengisyaratkan dengan kedua
jarinya, telunjuk dan jari tengahnya. ( HR.Bukhori )
4
Syamsu Yusuf LN, dan A.Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian,(Bandung : PT
4
Hadist inilah yang dipegang teguh oleh Abah Dimas. Lebih dari 17 tahun
Abah Dimas mengasuh, mendidik dan menyayangi mereka, pasti banyak
hempasan godaan dalam prosesnya. Abah Dimas tetap yakin bahwa ia bisa
mencapai visi dan misi dari panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ yakni menjadikan generasi yatim yang mandiri, kreatif, inovatif serta berakhlakul
karimah.
Anak asuh yang tinggal di panti asuhan AULIYAA’, sebelum mereka tinggal didalam yayasan ini membawa kepribadian, karakter watak tersendiri dari
masing-masing daerah. Sebab anak asuh di panti asuhan ini berasal dari beberapa
wilayah seperti Lumajang, Kediri, Tulungagung, Solo, Tuban, Lamongan, Jakarta,
Lombok, Malang dan Pasuruan. Menurut Kluckhon bahwa kebudayaan
meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai dari lahir sampai mati, baik
disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti
pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita5. Kebudayaan
dari daerah masing-masing itulah yang membentuk kepribadian karakter anak
asuh. Karakter mereka pun akan berubah juga, seiring perubahan lingkungan di
panti asuhan ini. Di panti asuhan inilah karakter jujur, mandiri, religius dan
disiplin mereka akan dibangun.
Salah satu dari 55 anak asuh di yayasan ini, ada yang menarik peneliti
untuk dijadikan subjek penelitian. Yakni keberadaan seorang anak asuh yang
bernama “Al”. Al tinggal diyayasan ini sejak bulan Januari 2016. Ia adalah anak ke dua dari 5 saudara. Empat dari lima saudaranya kini tinggal di panti asuhan
5
Syamsu Yusuf LN, dan A.Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian, (Bandung :
5
yatim piatu AULIYAA’. Kakak pertama dan adik ketiga tinggal di asrama putri
sedangkan adik keempat dan dirinya tinggal di asrama putra. Yang
melatarbelakangi ia tinggal disini adalah hubungan disharmonisasi keluarga.
Disharmonisasi adalah suatu keadaan ketidakselarasan yang terjadi di dalam
keluarga. Hal ini dapat terjadi karena ada anggota keluarga yang tidak mampu
menjalankan perannya6.
Ayah kandung Al kini tengah mendekam di penjara daerah Surabaya
terkait kasus peredaran narkoba. Ibunya kini menikah lagi dengan seorang duda di
daerah Jember dan membawa adik kelima nya yang masih bayi. Ketika ibunya
telah menikah, Al dan ketiga saudaranya dititipkan ke bibinya (adik ipar dari
ayahnya). Namun bibinya yang seorang janda mempunyai anak satu merasa tidak
kuat bila harus menghidupi Al dan ketiga saudaranya. Akhirnya bibinya
memutuskan untuk menempatkan Al ke panti asuhan. Yang menarik peneliti,
yaitu sikap Al sangat aktif bila diajak untuk melakukan kegiatan yang bersifat
keagaaman, seperti sholat, mengaji dan sholawatan. Sebab Al tidak mendapatkan
pendidikan agama seperti pembiasaan sholat berjama’ah dari orang tua kandungnya.
Selain itu, sikap yang ditampilkan Al berbeda dengan sikap anak asuh
lainnya. Ketika mendengar adzan, ia langsung bangun dan mengambil air wudhu.
Terkadang ia malah mengingatkan dan mengajak saya (peneliti) untuk
mengumandangkan adzan dan mendirikan sholat ketika sudah masuk waktu untuk
sholat tapi belum juga mendirikan sholat. Al terlihat sangat senang untuk
6
6
pujian/bersholawat dengan suaranya yang khas sebelum sholat dimulai. Begitu
juga saat dia mengaji, dia ingin cepat mempelajari membaca Al Qur’an. Meski dengan terbata-bata tapi Al bisa menguasai dengan cukup baik.
Yang membuat saya kagum, Al mampu dan bisa menjaga serta merawat
adiknya yang kecil, sebut saja El. Di usianya yang masih kecil, dia mempunyai
tanggungjawab untuk merawat adiknya. Biasanya Al memandikan adiknya,
menggantikan bajunya dan mengambilkannya makan lalu menyuapinya. Hal ini
mengingatkan saya kepada bocah kecil yang bernama “Sinar” asal Sulawesi yang
harus menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya lumpuh, ayahnya sudah
tiada. Di usia kecilnya Sinar menggantikan peran ibunya memasak, mencuci
bahkan mencari uang untuk makan ia dan ibunya.
Dari kejadian yang menimpa keluarga dan diri Al, membuat Al mengalami
Inferiority. Menurut Adler (Suryabrata, 1993 :220) menjelaskan bahwasnya
Inferiority adalah segala rasa kurang berharga yang timbul karena
ketidakmampuan psikologis atau sosial yang dirasa secara subjektif ataupun
keadaan jasmani kurang sempurna7.
Dari sikap positif itu, bertolak belakang dengan sikap yang Al tunjukan
sesudah ayah dan ibu bercerai dan ayahnya masuk penjara. Al cenderung malas,
kondisi fisik Al tidak terawat dan Al merasa rendah diri.
Dari kasus diatas peneliti menggunakan terapi Adlerian Family Teraphy
dalam proses konselingnya. Bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial.
Aplikasi dalam keluarga, Adler selalu bertanya kepada kliennya mengenai
7
7
keadaan keluarga, yakni; urutan kelahiran, jenis kelamin dan usia saudara-saudara
kandung. Pembahasan mengenai keluarga dapat dijadikan pertimbangan bagi
orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Adler mengembangkan teori urutan
lahir, didasarkan pada keyakinannya bahwa keturunan, lingkungan, dan kreativitas
individual menentukan kepribadian. Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir
dengan unsur genetik yang berbeda, masuk ke dalam setting sosial yang berbeda,
dan anak-anak itu menginterpretasi situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu
penting untuk melihat urutan kelahiran (anak pertama, kedua, dan seterusnya), dan
perbedaan cara orang menginterpretasi pengalamannya.8
Anak kedua memulai hidup dalam situasi yang lebih baik untuk
mengembangkan kerjasama dan minat sosial. Sampai tahap tertentu, kepribadian
anak kedua dibentuk melalui pengamatannya sikap kakaknya terhadap dirinya.
Jika sikap kakaknya penuh kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin
menjadi kompetitif atau menjadi penakut dan sangat kecil hati.9
Berdasarkan permasalahan penelitian diatas mengenai konseli yang
merupakan anak kedua dengan karakter, kepribadian yang digambarkan oleh
Adler yaitu munculnya gejala inferiority pada diri konseli, akan di reframe
(dibingkai ulang) dengan Adlerian Family Therapy, menarik minat peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul “Adlerian Family Teraphy dalam Mengatasi Inferiority di Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo”
8
Alwisol,Psikologi kepribadian (edisi Revisi), (Malang : UMM Press,2009), hal.
79
9
8
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru Sidoarjo?
2. Bagaimana hasil akhir Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi
inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru
Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil satu tujuan utama penelitian
ini yaitu :
1. Untuk mengetahui proses Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi
inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru
Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui hasil akhir Adlerian Family Teraphy dalam mengatasi
inferiority di panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ Rewwin Waru
Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi ilmu Bimbingan Konseling Islam dalam menangani masalah
anak yang mengalami inferiority khususnya anak yang berada
9
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Konselor
Penelitian ini digunakan sebagai bahan masukan dalam
pemberian layanan konseling khususnya konseling individu
dengan teknik yang sesuai, efektif dan praktis di lingkungan
panti asuhan yang berkaitan dengan anak asuh yang mengalami
inferiority.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti untuk
menambah pengalaman dalam melakukan penelitian dan sebagai
acuan untuk menengembangkan penelitian berikutnya yang
terkait dengan meningkatkan kemandirian anak di lingkungan
panti asuhan yang masalahnya berkaitan terhadap anak yang
mengalami inferiority.
E. Definisi Konsep
1. Adlerian Family Therapy
Adler adalah pencetus psikologi individu. Adler pernah
menjadi murid dari seorang pencetus psikoanalisis yakni Sigmund Freud.
Adler melepas diri dari Freud. Dia tidak menyetujui bahwa manusia
dimotivasi oleh dorongan seksual. Dalam teori Adler terdapat rincian
10
a) Satu-satunya kekuatan dinamik yang melatar belakangi aktivitas
manusia adalah perjuangan untuk menjadi sukses
b) Persepsi subjektif individu membentuk tingkah laku dan
kepribadian
c) Semua fenomena psikologis disatukan dalam diri individu dalam
bentuk self
d) Manfaat dari aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang
interest social
e) Semua potensi manusia dikembangkan sesuai dengan gaya hidup
self
f) Gaya hidup dikembangkan melalui kekuatan kreatif individu10
Penganut aliran Adler tidak melihat klien sebagai orang yang
“sakit” dan perlu “disembuhkan”. Melainkan, sasarannya adalah
melakukan re-edukasi kepada klien sehingga mereka bisa hidup ditengah
masyarakat sebagai anggota yang sederajat, yang mau memberi dan
menerima dari orang lain (Mosak, 1989). Oleh karena itu proses konseling
berfokuskan pada penyediaan informasi, mengajar, membimbing dan
menawarkan dorongan semangat kepada klien yang kehilangan semangat.
Dorongan semangat merupakan metode yang paling kuat yang bisa
disediakan untuk mengubah keyakinan seseorang. Dorongan itu menolong
klien membangun rasa percaya diri dan menstimulasi keberanian.
Keberanian adalah kemauan untuk berbuat dengan cara-cara yang
10
11
konsisten dengan kepentingan masyarakat. Hilangnya keberanian, atau
kehilangan semangat akan menyebabkan terjadinya perilaku yang keliru
dan kurang berfungsi.
Aplikasi dalam Adlerian Family Therapy yang akan diterapkan
peneliti kepada konseli adalah mengajak dialog antara keluarga (bibi Al)
dengan Al untuk menggali data. Selain itu peneliti akan melakukan
konseling face to face menggali data tentang dirinya serta memberikan
pemahaman tentang tujuan dari perbuatan yang dilakukannya. Dalam
rentang waktu penelitian, peneliti memonitoring dinamika perbuatan serta
prestasi dalam tingkah laku konseli.
2. Inferiority
Adler telah menaruh perhatian terhadap fungsi-fungsi jasmani yang
kurang sempurna, hal ini dirumuskan dalam Organ Minderwertigheit und
ihre psychische Kompensationen. Mula-mula dia menyelidiki tentang
orang sakit itu menderita di daerah-daerah tertentu pada tubuhnya,
misalnya orang menderita sakit jantung, ada yang sakit paru-paru dan ada
yang sakit pungung dan sebagainya. Jawab Adler adalah pada
daerah-daerah tersebut terdapat kekurangan kesempurnaan atau minderwertigheit
(inferiority), baik karena dasar maupun karena kelainan dalam
perkembangan. Selanjutnya dia menemukan bahwa orang yang
12
dengan jalan memperkuat organ tersebut dengan latihan-latihan yang
intensif11.
Inferior dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti bermutu
rendah dan (merasa) rendah diri.
Menurut Syamsu Yusuf dalam (Mental Hygiene, 2014 : 28)
inferiority diartikan sebagai perasaan atau sikap yang pada umumnya tidak
disadari yang berasal dari kekurangan diri, baik secara nyata maupun maya
(imajinasi)12.
Dalam pelaksanaan di lapangan, perasaan inferiority (rendah diri)
yang dialami oleh Al ditunjukan dengan dengan gejala Al selalu merasa
takut, pendiam, malas dan fisik yang tidak terawat. Kondisi ini tidak boleh
diremehkan, sebab bila tidak ditanggulangi sedini mungkin akan
mengganggu perkembangan kepribadian anak. Dimana anak menjadi tidak
cakap untuk bersosialisasi maupun mengaktualisasikan segenap
kemampuannya, kurang inisiatif, tidak punya keberanian dalam
menghadapi berbagai hal dan serba tergantung pada orang lain13.
11
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, (Jakarta : CV Rajawali,1983)
hal.225-226.
12
http://alamsetiabakti.blogspot.com/2009/09/inferiority-complek.html?m=1 (diakses pada tanggal 14 Agustus 2016)
13
Hendra Surya, Percaya Diri Itu Penting, (Jakarta : PT elex Media
13
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan & Jenis Penelitian
Metode penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan Bogdan
dan Taylor sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.14
Penelitian kualitatif memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip
umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam
kehidupan manusia, atau pola-pola yang dianalisis gejala-gejala sosial budaya
dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan untuk
memperoleh gambaran mengenai pola-pola yang berlaku15.
Penelitian kualitatif dipilih karena fenomena yang diamati perlu
pengamatan terbuka, lebih mudah berhadapan dengan realitas, kedekatan
emosional antar peneliti dan subjek/konseli sehingga didapatkan data yang
mendalam, dan bukan pengangkaan. Penelitian kualitatif memiliki tujuan
untuk mengeksplorasi kekhasan pengalaman seseorang ketika mengalami
suatu fenomena sehingga fenomena tersebut dapat di buka dan dipilah
sehingga dicapai suatu pemahaman yang ada.
Dalam mengumpulkan, mengungkapkan berbagai masalah dan
tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
14
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 4
15
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Rineka Karya,
14
studi kasus (case study). Menurut Moh. Nadzir, studi kasus adalah penelitian
tentang status obyek penelitian yang berkaitan dengan suatu fase spesifik atau
khas dari keseluruhan atau khas dari personalitas.16
Jadi pada penelitian ini, penulis menggunakan penelitian studi kasus
karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari karakter
individu anak kedua yang terdapat dalam adlerian family teraphy dengan
pendidikan anak dalam Islam secara rinci dan mendalam selama kurun waktu
tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian
Subjek sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak bernama
Maynard Riski yang disamarkan “Al” yang duduk di kelas III. Akibat disharmonisasi keluarga, anak ini mendapat pendidikan spiritual, emosional,
sosial yang kurang dalam masa pertumbuhannya.
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti mengambil tempat
penelitian di asrama putra panti asuhan yatim piatu AULIYAA’ yang terletak
di Jl. Cendrawasih Bunderan 31 Rewwin Kepuhkiriman Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo provinsi Jawa Timur.
3. Jenis dan sumber data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah kualitatif,
yakni data yang bersifat non statistic yang meliputi gambaran umum lokasi
penelitian, deskripsi tentang latar belakang konseli, konselor dan masalah,
proses pemberian Bimbingan dan Konseling dalam penguatan spiritual dengan
16
15
pendidikan Islam melalui Adlerian Family Teraphy. Dalam penelitian ini,
terdapat dua sumber data antara lain:
a. Data primer. Sumber data primer adalah subyek penelitian yang dijadikan
sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran
atau pengambilan data secara langsung17. Adapun sumber data primer dalam
penelitian ini berasal dari konseli, pengasuh serta kerabat dekat konseli.
b. Data sekunder atau data yang diambil dari sumber data kedua dan berbagai
macam sumber data guna melengkapi data primer18. Sumber data sekunder
dapat diambil dari gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan konseli,
riwayat pendidikan konseli, dan perilaku keseharian konseli.
4. Tahap – tahap penelitian
Adapun tahap-tahap penelitian menurut buku metodologi
penelitian kualitatif adalah:
a. Tahap pra lapangan
1) Menyusun rencana penelitian
Dalam hal ini peneliti akan memahami sebab-sebab atau hal-hal
yang mempengaruhi konseli. Setelah mengetahui maka peneliti akan
membuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
definisi konsep dan membuat rancangan data-data yang peneliti perlukan.
2) Memilih lapangan penelitian
17
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007),
hal.91
18
Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format format Kuantitatif dan
16
Dalam hal ini peneliti memilih lapangan penelitian di panti
asuhan yatim piatu AULIYAA Rewwin Waru Sidoarjo.
3) Mengurus perizinan
Surat izin untuk penelitian dibuat secara tertulis dan ditujukan
kepada kepala pengasuh panti asuhan AULIYAA’ Rewwin Waru
Sidoarjo sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian.
4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan
Peneliti akan mengenali keadaan yang sesuai dengan keadaan di
lapangan serta menyiapkan perlengkapan yang diperlukan di lapangan,
kemudian peneliti mulai mengumpulkan data yang ada di lapangan.
5) Memilih dan memanfaatkan konseli
Konseli adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi serta latar belakang kasus
tersebut. Konseli dalam penelitian ini adalah konseli, pengasuh, dan
saudara kerabat terdekat konseli
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Peneliti menyiapkan perlengkapan yang dibutuhkan, pedoman
wawancara, alat tulis, map, buku, perlengkapan fisik, izin penelitian,
dan semua yang berhubungan dengan penelitian dengan tujuan untuk
mendapatkan deskripsi data lapangan.
7) Persoalan etika penelitian
Etika penelitian pada dasarnya yang menyangkut hubungan baik
17
maupun kelompok. Maka peneliti harus mampu memahami
kebudayaan, adat istiadat ataupun bahasa yang di gunakan, kemudian
”untuk sementara” peneliti menerima seluruh nilai dan norma yang ada
di dalam masyarakat.19 Dalam penelitian ini berdasarkan kode etik dan
norma yang ada di panti asuhan AULIYAA’ Sidoarjo. b. Tahap lapangan
1) Memahami latar penelitian
Sebelum peneliti memasuki lapangan, peneliti perlu
memahami latar penelitian terlebih dahulu. Disamping itu perlu
mempersiapkan diri baik secara fisik maupun secara mental.
2) Memasuki lapangan
Saat memasuki lapangan peneliti akan menjalin hubungan
yang baik dengan subjek-subjek penelitian, sehingga akan
memudahkan peneliti untuk mendapatkan data.
3) Berperan serta dalam mengumpulkan data
Dalam tahap ini yang harus peneliti lakukan adalah
pengarahan batas studi serta memulai memperhitungkan batas waktu,
tenaga ataupun biaya. Disamping itu juga mencatat data yang telah
didapat di lapangan yang kemudian analisis di lapangan.
4) Tahap Analisis Data
Suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Peneliti menganalisis
19
18
data yang dilakukan dalam suatu proses yang berarti pelaksanaannya
sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data yang dilakukan dan
dikerjakan secara intensif. Kemudian menghasilkan tema dan hipotesis
yang sesuai dengan kenyataan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Hal yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengadakan
penelitian adalah menentukan teknik yang akan digunakan dalam
mengumpulkan data, harus diperlihatkan cara dan hakekat pemakaian
metode pengumpulan datanya. Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar
data yang ditetapkan.20
Dalam penelitian kualitatif teknik pengumpulan data sangat
penting guna mendapatkan data dalam sebuah penelitian. Tanpa mengetahui
tenik pengumpulan data maka penelitian tidak akan mendapatkan data sesuai
dengan apa yang diharapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara pengamatan (observasi), wawancara mendalam (in
dept interview), dan studio dokumentasi.
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung:
19
Adapun lebih jelasnya sebagai berikut:
1) Observasi partisipatif (pengamatan)
Observasi atau Pengamatan merupakan suatu unsur penting dalam
penelitian kualitatif, observasi dalam konsep yang sederhana adalah sebuah
proses atau kegiatan awal yang dilakukan oleh peneliti untuk bisa
mengetahui kondisi realitas lapangan penelitian.
Menurut Black dan Champion, observasi adalah mengamati dan
mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu, tanpa melakukan
manipulasi atau pengendalian serta mencatat penemuan yang
memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tindakan
analisis21.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipatif.
Observasi pertisipatif adalah peneliti terlibat langsung dengan kegiatan
subjek yang sedang diteliti atau dengan orang yang dijadikan sebagai
sumber penelitian dengan mengikuti apa yang dikerjakan oleh subjek yang
diteliti.22
2) Wawancara
Wawancara merupakan bagian penting dalam penelitian kualitatif
sehingga peneliti dapat memperoleh data dari berbagai konseli secara
21
James A. Black dan Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian
Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2009), hal. 286
22
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R dan D, (Bandung
20
langsung.Penelitian kualitatif sangat memungkinkan untuk penyatuan
teknik observasi dengan wawancara.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nasution bahwa dalam sebuah
penelitian kualitatif observasi saja, belum memadai itu sebabnya observasi
harus dilengkapi dengan wawancara23.
Pada tahap ini, dilakukan wawancara secara intensif dan mendalam
terhadap para konseli, dengan cara wawancara yang tidak terstruktur
dengan menggunakan panduan yang memuat garis besar lingkup
penelitian, dan dikembangkan dengan bebas selama wawancara
berlangsung akan tetapi tetap pada sebatas ruang lingkup penelitian,
dengan tujuan agar tidak kaku dalam memperoleh informasi dengan
mempersiapkan terlebih dahulu gambaran umum pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan. Wawancara mendalam secara umum merupakan suatu
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan konseli atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
wawancara dimana pewawancara dan konseli terlibat dalam kehidupan
sosial yang relatif lama.24
23
S. Nasution, Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito,
2003), hal. 69
24
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
21
Peneliti mengamati kenyataan dan mengajukan pertanyaan dalam
wawancara hingga berkembang secara wajar berdasarkan ucapan dan buah
pikiran yang dicetuskan oleh orang yang diwawancarai.25
Maksud dalam penelitian ini penulis memaparkan data hasil
penelitian di lapangan yakni tentang hasil pendidikan anak dalam Islam
dengan adlerian family teraphydi panti asuhan yatim piatu AULIYAA’. 3) Dokumentasi
Merupakan suatu metode atau teknik yang digunakan dalam
penelitian kualitatif untuk mengungkapkan atau mencari berbagai
informasi dari sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Biasanya
dokumentasi ini berupa pengambilan foto atau video aktifitas dari subyek
yang ditelitinya. Kemudian dari foto-foto itulah diolah sehingga menjadi
sebuah catatan lapangan, dan dari foto-foto itu bisa diketahui bagaimana
kenyataan di lapangan26.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Dokumen yang berupa tulisan misalnya
catatan harian, sejarah kehidupan, biografi, peraturan dan semacamnya.
Dokumen yang berbentuk gambar dapat berupa foto, gambar hidup, sketsa
dan lain-lain. Sedangkan dokumen yang berbentuk karya misalnya karya
seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen
25
Andi Prastowo, Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif
(Yogyakarta: Diva Press, 2010), hal. 14.
26
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung :Alfabeta, 2009), hal.
22
dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode
observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.27
Tabel 1.1
Jenis data, sumber data dan teknik pengumpulan data
no Jenis Data Sumber data TPD
TPD : Teknik Pengumpulan Data
O : Observasi
W : Wawancara
D : Dokumentasi
27
23
6. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif proses analisis data berlangsung sebelum
peneliti ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan setelah di
lapangan, sebagaimana yang diungkapkan Sugiyono bahwa analisis data
telah dimulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun
ke lapangan dan terus berlanjut sampai penulisan hasil penelitian.28
Oleh karena itu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yakni proses mengumpulkan dan menyusun secara baik data-data yang
didapatkan melalui observasi, wawancara, dan dokumen serta berbagai
bahan lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Dari hasil tersebut
kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.29
1) Analisis sebelum di lapangan
Sebelum terjum ke lapangan peneliti melakukan analisis
terhadap berbagai data yang berkaitan dengan Pendidikan anak dalam
Islam dan Adlerian Family Teraphy, baik skripsi, tesis, tulisan dalam
bentuk buku, jurnal maupun tulisan lepas lain yang ditemukan di berbagai
media cetak maupun elektronik.
Proses analisis data dilakukan secara terus-menerus untuk
menemukan hal-hal penting untuk membantu mempermudah dalam
mengkaji penelitian ini. namun proses analisis dilakukan pada tahap ini
masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah berada di
28
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2014) hal. 90
29
24
lapangan dan mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah
penelitian.
2) Analisis di lapangan dengan menggunakan model Miles dan
Huberman
Miles dan Huberman menyatakan bahwa aktifitas dalam analisis
data pada kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktifitas analisis
data sebagaimana yang diungkapkan tersebut meliputi tiga unsur yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, sebagai berikut:
(a) Reduksi Data (Reduction Data)
Merupakan langkah awal dalam menganalisis data dalam
penelitian ini. Kegiatan reduksi data bertujuan untuk mempermudah
peneliti dalam memahami data yang telah dikumpulkan. Data yang telah
dikumpulkan dari lapangan memalui observasi, wawancara direduksi
dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan penting,
mengklarifikasi sesuai fokus yang ada pada masalah dalam penelitian ini.
Reduksi data memerlukan kecerdasan dan keluasan wawasan yang tinggi.
Bagi peneliti yang masih baru dalam melakukan reduksi data dapat
mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Melalui
25
mereduksi data yang memiliki nilai temuan dan pengembangan teori yang
signifikan.30
Proses mereduksi data merupakan bagian dari analisis untuk
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan membuang yang tidak perlu
dan mengorganisir data dengan baik sehingga proses kesimpulan akhir
nanti terlaksana dengan baik.
7. Teknik pemeriksaan keabsahan data
Pemeriksaan keabsahan data dalam kualitatif sangat diperlukan
untuk menguji ataupun memeriksa akurasi data yang telah dikumpulkan dari
proses penelitian ini berlangsung. Menurut Nasution pemeriksaan keabsahan
data diperlukan untuk membuktikan hasil yang diamati sudah sesuai dengan
kenyataan dan memang sesuai dengan sebenarnya ada atau kejadiannya.
Teknik yang digunakan dalam pemeriksaan keabsahan data penelitian ini
adalah Triangulasi Data.
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan data yang diperoleh dari beberapa teknik penggaliaan data
yang digunakan, seperti observasi, wawancara, pencatatan lapangan (field
note) dan dokumentasi.31
Triangulasi data ini biasanya ada dua cara yang dilakukan oleh
peneliti yaitu:
30
Ismail Nawawi, Metoda Penelitian Kualitatif: Teori dan Aplikasi
Interdisipliner untuk Ilmu Sosial, Ekonomi/ Ekonomi Islam, Agama, Manajemen, dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 258.
31
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal.
26
1) Membandingkan semua hasil data yang diperoleh dari lapangan mulai
dari data observasi, wawancara dan dokumentasi, hal ini dilakukan
untuk mencari keabsahan dari data-data yang telah diperoleh.
2) Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumentasi, yang
tujuannya untuk mengkomparasikan antara kedua data tersebut.
Oleh karena itu dalam penelitian ini diadakan pengecekan terhadap
validasi data yang telah diperoleh dengan mengkonfirmasi antara
data/informasi yang diperoleh dari sumber lain yaitu teman dari subjek,
saudara atau keluarga subjek, tetangga, guru atau wali subjek. Peneliti
membandingkan data hasil wawancara dari subjek penelitian dengan data
hasil observasi dan mencocokkannya kemudian menganalisis.
G. Sistematika pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari 5 bab pokok
bahasan yang meliputi:
BAB PERTAMA : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional dan
sistematika pembahasan.
BAB KEDUA : Kerangka teoritik meliputi kajian pustaka yang membahas
tentang Sejarah Alferd Adler sebagai Bapak Individual psychologie, Pokok-pokok
teori Adler, Aplikasi keadaan keluarga dalam Adlerian Family Therapy, Proses
konseling psikoterapi Adlerian Familian teraphy, pengertian inferiority,
27
BAB KETIGA : Penyajian data yang meliputi deskripsi umum objek
penelitian berupa letak geografis, . Selain itu juga membahas tentang deskripsi
proses Adlerian Family Therapy dalam mengatasi inferiority dan deskripsi hasil
Adlerian Family Therapy dalam mengatasi inferiority.
BAB KEEMPAT : Analisis data proses Adlerian Family Therapy dalam
mengatasi inferiority dan analisis data hasil Adlerian Family Therapy dalam
mengatasi inferiority .
BAB KELIMA : Penutup, penutup merupakan bagian terakhir. Di mana
pada bagian ini akan membahas tentang kesimpulan, saran, daftar pustaka dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Adlerian Family Therapy ( Terapi keluarga menurut Adler)
1. Sejarah Alferd Adler sebagai Bapak Individual psychologie
Alferd Adler lahir di Wina pada tahun 1870. Dia menyelesaikan
studinya dalam lapangan kedokteran pada Universitas Wina tahun 1895.
Mula-mula mengambil spesialisasi Ophthalmologi dan kemudian dalam
lapangan psikiatri. Mula-mula bekerja sama dengan Freud dan menjadi
angggota serta akhirnya menjadi presiden “masyarakat psikoanalisis Wina”1.
Dr. Adler menyebut teorinya sebagai Individual Psychology. Ia juga
mengecam keras Freud karena terlalu menekankan ciri – ciri negative atau
animalistic manusia. Ia menyamakan manusia Freudian dengan seorang yang
neurotic dan tidak sehat. Dan seperti Maslow, ia yakin bahwa manusia yang
sehat akan mengembangkan tujuan-tujuan hidup yang bsersifat sosial. Ia yakin
bahwa motivasi primer adalah suatu usaha kearah superioritas yang bersifat
bawaan pada bangsa manusia, melahirkan yang disebutnya “gelombang dorongan ke atas”2
1
Sumadi Suryabrata,Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983)
hal.222-223
2
Frank G Gobel, Madzab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow (
29
2. Pokok-pokok teori Adler
Teori Adler dapat difahami lewat pengertian-pengertian pokok yang
digunakan untuk membahas kepribadian. Adapun pokok teori Adler sebagai
berikut3 :
a) Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memberi tekanan kepada pentingnya sifat khas (unik)
kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi manusia.
Menurut Adler tiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat,
serta nilai-nilai yang khas; tiap tindak yang dilakukan oleh seseorang
membawakan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual.
b) Pandangan teleologis : Finalis semu
Sehabis memisahkan diri dari Freud, Adler lalu sangat dipengaruhi
oleh filsafat “seakan-akan” yang dirumuskan oleh Hans Vaihinger dalam
bukunya yang berjudul Die Philosophie des Als-Ob (1911). Vaihinger
mengemukakan, bahwa manusia hidup dengan berbagai macam cita-cita atau
pikiran yang semata-mata bersifat semu, yang tidak ada buktinya atau
pasangannya dalam realitas. Gambaran-gambaran semuyang sedemikian itu
misalnya : “semua manusia ditakdirkan sama, kejujuran adalah politik yang paling baik”, “tujuan mengesahkan alat” dan sebagainya. Gambaran-gambaran
semu itu memungkinkan manusia untuk menghadapi dengan baik.
Gambaran-gambaran semu tersebut adalah pangkal-duga-pangkal-duga penolong yang
apabila kegunaannya sudah tidak ada yang memakai lagi lalu dapat dibuang.
3
30
Menurut Adler untuk membimbing tingkah laku, setiap orang
menciptakan tujuan final yang semu, memakai bahan yang diperoleh dari
keturunan dan lingkungan. Tujuan ini semu karena mereka tidak harus
didasarkan pada kenyataan, tetapi tujuan itu lebih menggambarkan fikiran
orang itu mengenai bagaimana seharusnya kenyataan itu, didasarkan pada
interpretasi subjektifnya mengenai dunia. Tujuan final adalah hasil dari
kekuatan kreatif individu; kemampuan untuk membentuk untuk membentuk
tingkah laku diri dan menciptakan kepribadian diri. Pada usia 4 atau 5 tahun,
fikiran kreatif anak mencapai tingkat perkembangan yang membuat mereka
mampu menentukan tujuan final, bahkan bayi sesungguhnya sudah memiliki
dorongan (yang dibawa sejak lahir) untuk tumbuh, menjadi lengkap, atau
sukses. Karena mereka kecil, tidak lengkap dan lemah, mereka measa inferior
dan tanpa tenaga. Untuk mengatasi keadaan ini mereka menetapkan tujuan
final besar menjadi besar, lengkap dan kuat. Tujuan final semacam ini
mengurangi penderitaan akibat perasaan inferior, dan menunjukan arah
menuju superiorita dan sukses4.
4
31
c) Dua dorongan pokok
Di dalam diri manusia terdapat dua dorongan pokok, yang
mendorong serta melatar belakangi segala tingkah lakunya yaitu5:
(a) Dorongan kemasyarakatan yang mendorong manusia bertindak yang
mengabdi kepada masyarakat
(b) Dorongan keakuan, yang medorong manusia bertindak yang mengabdi
kepada aku sendiri
Mengenai dorongan ke-akuan ini pendapat Adler mengalami
perkembangan. Sejak tahun 1900 dia telah sampai pada kesimpulan bahwa
dorongan agresif lebih penting dari dorngan seksual. Kemudian nafsu
agresif (geltungstrieb) itu diganti dengan keinginan berkuasa (Wille Zur
Macht) dan lebih kemudian lagi diganti dengan dorongan untuk superior,
dorongan untuk berharga, untuk lebih sempurna. Superioritas disini
bukanlahkeadaan yang objektif, seperti kedudukan sosial yang tinggi dan
sebagainya, melainkan keadaan yang subjektif, pengalaman atau perasaan
cukup berharga. Dorongan untuk berharga ini adalah hal yang ada dalam
diri subyek, sebagai bagian dari hidupnya, yang malahan hidup itu sendiri.
Sejak lahir sampai mati dorongan superioritas itu membawa pribadi dari
satu fase perkembangan ke fase selanjutnya. Dorongan ini dapat menjelma
kedalam beribu-ribu bentuk atau cara. Bagaimana jalan terbentuknya
dorongan superioritas itu sangat erat hubungannya dengan masalah rendah
diri.
5
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian, ( Jakarta : Rajawali Pers,1983)
32
Misalnya saja anak merasa kurang jika membandingkan diri
dengan orang dewasa, dan karenanya didorong untuk mencapai taraf
perkembangan yang lebih tinggi, dan apabila dia telah mencapai taraf
perkembangan itu timbul lagi lagi rasa diri kurangnya dan didorong untuk
maju lagi, demikian selanjutnya. Adler berpendapat, bahwa rasa rendah
diri itu bukanlah suatu pertanda ketidak normalan; melainkan justru
merupakan pendorong bagi segala perbaikan dalam kehidupan manusia.
Tentu saja dapat juga rasa rendah diri itu berlebih-lebihan sehingga
manifestasinya juga tidak normal, misalnya timbulnya kompleks rendah
diri atau kompleks superior. Tetapi dalam keadaan normal rasa rendah diri
itu merupakan pendorong ke arah kemajuan atau kesempurnaan (superior).
d) Dorongan kemasyarakatan
Dorongan kemasyarakatan itu adalah dasar yang dibawa sejak
lahir. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Namun sebagaimana
lain-lain kemungkinan bawaan, kemungkinan mengabdi kepada
masyarakat itu tidak nampak spontan, melainkan harus dibimbing dan
dilatih. Jadi kalau mengikuti perkembangan teori adler maka dapat
digambarkan sebagai berikut:
(a). Mula-mula manusia dianggap didorong untuk dorongan untuk
mengejar kekuatan dan kekuasaan sebagai lantaran untuk
33
(b). Selanjutnya manusia dianggapnya didorong oleh dorongan
kemasyarakatan yang dibawa sejak lahir yang menyebabkan dia
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi
e) Gaya hidup
Gaya hidup adalah pengertian yang sentral dalam teori Adler,
tetapi juga pengertian yang paling sukar dijelaskan. Gaya hidup ini adalah
prinsip yang dapat dipakai landasan untuk memahami tingkah laku
seseorang; inilah yang melatarbelakangi sifat khas seseorang. Tiap orang
memiliki gaya hidup masing-masing. Setiap orang punya tujuan yang
sama yaitu mencapai keadaan superioriatas, namun caranya untuk
mengejar tujuan itu yang boleh dikatakan tak terhingga banyak. Ada yang
dengan mengembangkan akalnya, ada yang dengan melatih ototnya dan
sebagainya. Setiap tingkah laku orang, tentu membawakan gaya hidupnya,
dia mengamati, berangan-angan, berfikir serta bertindak dalam gayanya
yang khas.
Tentang gaya hidup, Forer mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut : “Kedudukan anda dalam keluarga sangat mempengaruhi
bagaimana anda menghadapi masyarakat dan dunia. Sebagaian besar
perkembangan anak bergantung pada interaksi dengan
saudara-saudaranya. Semua anggota keluarga memaksakan pola-pola perilaku
tertentu kepada anggota keluarga yang lain pada saat mereka berinteraksi
34
keluarga memberi cap yang tidak dapat dihapuskan pada gaya hidup
seseorang6.
f) Diri yang kreatif
Diri yang kreatif adalah penggerak utama, pegangan filsafat,
sebab pertama bagi semua tingkah laku. Sukarnya menjelaskan ini karena
orang tak dapat menyaksikan secara langsung tetapi hanya dapat lewat
manifestasinya. Inilah yang menjembatani antara perangsang yang
dihadapi individu dengan respone yang dilakukannya. Diri kreatif inilah
yang memberi arti kepada hidup, yang menetapkan tujuan serta membuat
alat untuk mencapainya.
3. Aplikasi Keadaan Keluarga Dalam Adlerian Family Therapy
Dalam terapi Adler hampir selalu menanyai kliennya mengenai
keadaan keluarga, yakni : urutan kelahiran, jenis kelamin dan usia
saudara-saudara sekandung. Bahasan mengenai keluarga dapat dijadikan
pertimbangan bagi orang tua dalam mengasuh anaknya. Adler
mengembangkan teori urutan lahir, didasarkan pada keyakinannya bahwa
keturunan, lingkungan dan kreativitas individu bergabung menentukan
kepribadian.
Dalam sebuah keluarga, setiap anak lahir dengan unsur genetic
yang berbeda, masuk kedalam setting sosial yang berbeda, dan anak-anak
itu menginterpretasikan situasi dengan cara yang berbeda. Karena itu
6
35
penting untuk melihat urutan kelahiran dan perbedaan cara orang
menginterpretasikan pengalamannya.
Anak sulung mendapat perhatian yang utuh dari orang tuanya,
sampai perhatian itu terbagi saat dia mendapat adik. Perhatian dari orang
tua itu membuat anak memiliki perasaan secara mendalam untuk menjadi
superior/kuat, kecemasannya tinggi dan terlalu dilindungi. Kelahiran adik
menimbulkan dampak tarumatik kepada anak sulung yang “turun tahta”.
Peristiwa itu mengubah situasi (dari monopoli perhatian orang tua menjadi
harus berbagi menjadi orang tua kedua setelah adik) dan mengubah cara
pandangnya terhadap dunia. Anak sulung itu mungkin menjadi pemuda
yang bertanggungjawab, melindungi orang lain, atau sebaliknya menjadi
orang yang merasa tidak aman dan miskin interst sosial. Itu semua
tergantung kepada sejumlah faktor ; keturunan (misalya cacat dapat
merusak interasi), persiapan menerima saudara baru dan interpretasi unik
terhadap pengalamannya sendiri. Kalau adiknya lahir setelah usianya 3
tahun atau lebih, dia menggabungkan peristiwa itu dengan gaya hidup
yang sudah dimilikinya. Anak sulung bisa menjadi marah dan benci
kepada adiknya, tetapi kalau dia sudah mengembangkan gaya
kooperatifnya, dia memakai gaya kooperatif itu kepada adiknya. Apabila
adiknya lahir sebelum dia berusia 3 tahun, kemarahan dan kebencian itu
sebagian besar tidak disadari, sikap itu menjadi resisten dan sulit diubah
36
Anak kedua biasanya memulai hidup dalam situasi yang lebih
baik untuk mengembangkan kerja sama dan minat sosial. Sampai tahap
tertentu kepribadian anak kedua dibentuk melalui pengamatannya
terhadap sikap kakaknya kepada dirinya. Jika sikap kakaknya penuh
kemarahan dan kebencian, anak kedua mungkin menjadi sangat
kompetitif atau penakut dan sangat kecil hatinya. Umumnya anak kedua
tidak mengembangkan kedua arah itu, tetapi masak dengan dorongan
kompetisi yang baik, memiliki keinginan yang sehat untuk mengalahkan
kakaknya. Jika dia mengalami banyak keberhasilan, anak akan
mengembangkan sikap revolusioner dan merasa bahwa otoritas dapat
dikalahkan.
Anak bungsu, paling sering dimanja, sehingga beresiko tinggi
menjadi anak yang bermasalah. Mereka mudah terdorong memiliki
perasaan inferior yang kuat dan tidak mampu berdiri sendiri. Namun
demikian dia mempunyai banyak keuntungan. Mereka sering termotivasi
untuk melampaui kakakk-kakaknya, menjadi anak yang ambisius.
Anak tunggal mempunyai posisi unik dalam berkompetisi,
tidak dengan saudara-saudaranya tetapi dengan ayah dan ibunya.
Mereka sering mengembangkan perasaan superior yang berlebihan,
konsep dirinya rendah, dan merasa dunia ini adalah tempat yang
berbahaya, khusunya kalau orang tua memperhatikan kesehatannya.
37
mengembangkan perasaan kerjasama dan minat sosial, memiliki sifat
parasit dan mengharap orang lain memanjakan dan melidunginya
Berbagai perlakuan dan harapan yang diberikan kepada
masing-masing anak dengan urutan kelahiran berbeda memunculkan
karakteristik tertentu yang tidak sama. Beberapa ciri umum
sehubungan dengan posisi anak tengah atau anak kedua menurut
Hurlock sebagai berikut :
1) Belajar mandiri dan bertualang adalah akibat kebebasan yang
banyak
2) Menjadi benci atau berusaha melebihi perilaku kakaknya yang
lebih diunggulkan
3) Tidak menyukai keistimewaan yang diperoleh kakak-kakaknya
4) Bertingkah dan melanggar peraturan untuk mencari perhatian
orang tua bagi dirinya sendiri dan merebut perhatian orang tua dari
kakak atau adiknya
5) Mengembangkan kebebasan untuk tidak berprestasi tinggi karena
kurangnya tekanan untuk berprestasi
6) Mengembangkan kebiasaan untuk tidak berprestasi tinggi karena
kurangnya tekanan untuk berprestasi
7) Mempunyai tanggung jawab yang lebih sedikit bila dibandingkan
tanggungjawab anak pertama. Hal ini melemahkan sifat-sifat
38
8) Terganggu oleh perasaan diabaikan oleh orang tua yang
selanjutnya mendorong timbulnya berkembangnya perilaku
9) Mencari persahabatan dengan teman-teman sebaya diluar rumah.
Ini sering mengakibatkan penyesuaian sosial yang baik dari pada
penyesuaian anak pertama7.
4. Proses konseling dan psikoterapi Adlerian Familian teraphy
Adler berpendapat bahwa orang-orang dapat berubah menjadi baik
dengan cara menciptakan kondisi- kondisi sosial yang dirancang untuk
mengembangkan gaya hidup yang realistik dan adaptif. Misalnya anak-
anak harus dibantu untuk mengatasi perasaan rendah diri (inferior)
yang biasanya mereka rasakan dalam membandingkan diri dengan
orang-orang dewasa. Dengan demikian Adler menekankan pentingnya
melatih teknik-teknik mengasuh anak yang efektif bagi orang tua dan
juga pendidikan awal anak- anak. Ia juga mengemukakan bahwa hal
yang lebih penting adalah mencegah gangguan-gangguan psikologis,
bukan merawat gangguan-gangguan yang sudah terjadi8.
Konseling aliran Adler dibangun mengitari empat tujuan sentral,
yang sesuai dengan empat fase proses terapeutik (Dreikurs,1967).
Fase-fase ini tidaklah linear dan tidak bergerak maju dengan
7
Nafi’tul Azmaniah, Studi Komperasi Kecerdasan Interpersonal berdasarkan Urutan Kelahiran Dalam Keluarga ( Sulung, Tengah dan Bungsu) Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Waru, ( Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel, 2016) ,hal. 30-31
8
Yustinus Semiun, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalisti Freud, (
39
langkah yang kaku, melainkan fase-fase itu akan bisa difahami sangat
baiknya sebagai suatu jalinan benang yang nantinya akan membentuk
selembar kain. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya maka
tahap-tahap ini adalah9:
1) Menciptakan hubungan terapeutik yang tepat
2) Menggali dinamika psikologi yang ada dalam diri kilen (analisis
dan penilaian)
3) Membangunkan semangat pengembangan rasa memahami diri
sendiri (wawasan diri)
4) Menolong klien menentukan pilihan-pilihan baru (reorientasi dan
reedukasi)
B. Inferiority
1. Pengertian Inferiority
Perasaan inferior dan kompensasi pertama kali dipelajari oleh Alfred
Adler pada kecacatan jasmani dan kompensasi. Menurut Alfred Adler dalam
bukunya Study of Organ Inferiority and Its Physical Compensation (1907),
mendeskripsikannya sebagai proses dari kompensasi atas ketidakmampuan
atau keterbatasan fisik seseorang. Tergantung pada sikap yang diambil atas
kekurangan fisiknya, kompensasi atas ketidakmampuan atau keterbatasan
tersebut bisa saja memuaskan atau tidak. Dari studinya pada kecacatan
jasmani dan kompensasinya, Adler mulai melihat bahwa setiap individu
9
40
sebagai seseorang yang memiliki perasaan inferior baik dia sadari maupun
tidak10.
Dalam pandangan Adler, orang-orang pada dasarnya didorong oleh
kompleks inferioritas, bukan insting sexsual seperti yang dikemukakan oleh
Freud. Pada beberapa orang, perasaan-perasaan inferioritas ini disebabkan
oleh masalah - masalah fisik dan ada kebutuhan untuk
mengkompenisasikannya. Akan tetapi, semua dari kita- karena pada masa
kanak-kanak ukuran tubuh kita kecil dan tidak berdaya terhadap orang
dewasa- mengalami perasaan inferioritas.11
Kompleks Inferioritas muncul dari suatu inferioritas organic, dari suatu
bentuk pendidikan yang menindas, atau dari suatu pendidikan yang
terabaikan. Adler mempelajari secara khusus inferioritas ( kekurangan)
organic dengan memperlihatkan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh
besar terhadap psikis. Pengaruhnya bisa positif (kompensasi) atau negative
(komplek neurotisme)12.
Inferioritas psikologis yaitu perasaan – perasaan inferioritas yang bersumber pada rasa tidak lengkap atau tidak sempurna dalam setiap bidang
10
https://intansahara.wordpress.com/2012/07/27/inferiority-complex-syndrome-sebagai-salah-satu-penyebab-penyakit-sosial (Diakses pada tanggal 13 Agustus 2106)
11
Yustinus Semiun, Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud,
(Yogyakarta :Kanisius 2006) hal. 18-19.
12
41
kehidupan. Contoh : anak yang dimotivasikan oleh perasaan inferior akan
berjuang untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi13.
Inferioritas adalah keraguan terhadap diri sendiri tentang siapa dan apa
yang dapat kita lakukan. Hal ini menyebabkan orang menarik diri dan bahkan
mengisolasi diri dari orang lain. Seseorang yang menderita hal ini akan
mendapati bahwa mereka tidak dapat memimpin orang lain dengan efektif14.
Jadi inferiority adalah suatu bentuk sikap, emosi keadaan diri yang
menganggap lemah diri sendiri, menganggap diri orang lain lebih baik dari
dirinya hingga timbul perasaan takut untuk menjadi diri sendiri dan
melangkah lebih maju.
b. Faktor-faktor penyebab Inferiority
Bila keraguan yang serius dan terus menerus tentang diri sendiri, bila
rasa ketidakmampuan tak kunjung henti dan merembes ke seluruh hidup, kita
menyebut keadaan itu dengan “penyakit” rendah diri ( inferiority complex).
Istilah itu dipergunakan untuk menyebut konsep diri yang rendah. Orang
yang menderita “penyakit” rendah diri bersikap amat negatif, tidak menyukai
diri sendiri dan pesimis tentang kemungkinan untuk menjadi manusia yang
diidamkan15.
13
Ladislaus Naisaban, Para Psikolog Terkemuka Di Dunia (Jakarta: Grasindo
2014) hal.7.
14
Susilo, Kepemimpinan Sulaiman bagi Para Usahawan, ( Yogyakarta :
Indonesia cerdas 2006), hal 162.
15
42
Berikut sebab-sebab timbulnya perasaan Inferiority pada individu:
1). Faktor Intern, yaitu penyebab yang berasal dari diri sendiri, seperti cacat
tubuh, kelemahan menguasai bidang studi, dan susah berkomunikasi.
2). Faktor Ekstern, yaitu penyebab yang berasal dari luar, seperti ekonomi,
orang tua lemah (tidak mampu), orang tua yang bercerai dan keluarga yang
sering bertengkar16.
Selain itu, berikut analisis mengenai penyebab inferiority :
1). Penyebab dari dalam diri
(a). Kurang terpenuhinya kebutuhan kasih sayang
(b). Kurang dihargai dan diterima
(c). Rasa tidak puas terhadap dirinya
(d). Sifat labil
(e). Konsep diri rendah dan negative
(f). Merasa dirinya kurang bermakna
2). Penyebab dari luar diri
(a). Orang tua kurang memahami kejiwaan anaknya
(b). Teman sebaya / pergaulan yang berperilaku negative
(c). Orang dewasa / guru belum optimal dalam mendidik17.
16
Rudi Mulyatiningsih, Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar, dan Karier, (Jakarta
: Grasindo, 2004), hal. 38.
17
Yuri Megaton dkk, Bahan Dasar Untuk Pelayanan Konseling Pada Satuan
43
b. Indikasi perilaku inferiority
Seorang yang mengalami
1). Suka menyendiri
2). Terlalu berhati-hati ketika berhadapan dengan orang lain sehingga
terlihat kaku
3). Pergerakannya agak terbatas, seolah olah sedar yang dirinya memang
mempunyai banyak kekurangan
4). Merasa curiga terhadap orang lain
5). Tidak percaya bahwa dirinya mempunyai kelebihan
6). Sering menolak apabila diajak ke tempat yang ramai
7). Beranggapan bahwa orang lainlah yang harus berubah
8). Menolak tanggung jawab hidup untuk mengubah diri menjadi lebih
baik18.
c. Upaya mengubah Inferiority menjadi percaya diri (self confident )
Inferiority apabila terus dipupuk akan menjadi suatu penyakit yang akan
membunuh diri kita sendiri. Bila inferiority tidak kita proyeksikan ke dalam
bentuk perbuatan yang positif maka akan menjadi boomerang bagi diri kita.
Berikut upaya mengubah inferiority menjadi percaya diri :
1). Mintalah perlindungan Allah SWT dari godaan setan yang berupaya
membuat manusia was-was
2). Yakinlah bahwa Allah SWT tidak akan memberikan beban kepada
hambaNya kecuali menurut kadar kesanggupan atau kapasitasnya
18