• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUMAN RELATIONS. Kepemimpinan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUMAN RELATIONS. Kepemimpinan MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL PERKULIAHAN

HUMAN

RELATIONS

Kepemimpinan

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

Fakultas Ilmu Komunikasi

Public Relations

11

MK42012 Wihartantyo Ari Wibowo, ST., MM.

Abstraksi

Kompetensi

Pokok bahasan dalam sesi 11 ini adalah tentang Ruang lingkup

kepemimpinan; Ruang lingkup pegawai dalam organisasi; Perilaku

kepemimpinan; Model kepemimpinan kotingensi.

Mahasiswa pada pertemuan ini diharapkan dapat memahami akan Ruang lingkup kepemimpinan; Ruang lingkup pegawai dalam organisasi; Perilaku kepemimpinan; Model kepemimpinan kotingensi.

(2)

Pengertian Kepemimpinan (

Leadership

)

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha mereka untuk memperoleh kemajuan dalam mengejar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Seorang pemimpin yang baik mempunyai visi kemana mereka akan pergi dan mempunyai kemampuan untuk menciptakan antusiasme diantara pengikutnya untuk mendapatkan tujuan. Beberapa manajer sangat efektif sekali, beberapa moderat dan beberapa tidak efektif. Banyak orang percaya ini tergantung pada karakteristik pemimpin seperti dorongan, originalitas, toleransi terhadap stress, yang merupakan cirri-ciri universal pemimpin yang sukses.

Sebagian orang berargumentasi bahwa personal karakteristik menentukan keberhasilan kepemimpinan seseorang. Personal karakteristik seperti kemajuan mental yang superior, kematangan emosi, keterampilan mengatasi masalah. Mereka mengklaim bahwa tidak ada karakteristik kepemimpinan yang ada adalah personal karakteristik yang berorientasi satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan dampak yang diharapkan.

Hanya melalui kesadaran bagaimana karakteristik ini mempengaruhi efektifitas manajerial, kita dapat memahami tentang kepemimpinan. Untuk memulai pelajaran ini kita melihat pada pendekatan-pendekatan, karakteristik kepemimpinan dan karakteristik personal serta membahas pentingnya asumsi-asumsi manajerial tentang kepegawaian.

Karakteristik Kepemimpinan

Dari tahun 1920 ke tahun 1950, studi tentang karakteristik kepemimpinan, dikenal dengan “Trait Theory” (Teori Ciri/Sifat), mencari untuk mengisolasi faktor-faktor yang menyumbangkan kepada efektifitas kepemimpinan. Pendekatan ini mengasumsikan attribut-atribut seperti inisiatif, dominasi sosial dan ketabahan (persistence) merupakan faktor utama dalam keberhasilan dan kegagalan kepemimpinan.

(3)

Ralp Stogdill, salah satu ahli kepemimpinan, membedakan pemimpin dan pengikut, yang efektif dan tidak efektif. Pemimpin dicirikan oleh dorongan kuat untuk tanggung jawab, dan penyelesaian pekerjaan, semangat, pantang mundur dalam mendapatkan tujuan, suka “beresiko”, dan mempunyai keaslian dalam penyelesaian masalah, dorongan untuk mendorong inisiatif dalam situasi sosial, percaya diri, identitas diri, kemauan untuk menerima akibat dari keputusan dan aksi, kesiapan untuk menghadapi stress, kemauan untuk mentoleransi frustasi dan kelambatan, kemampuan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dan kapasitas untuk menstruktur sistem interaksi sosial untuk mendapat tujuan di tangan.

Problem terbesar dengan “Trait Theory” adalah tidak adanya list/daftar yang umum yang keluar. Beberapa ciri terlihat penting, tetapi nilainya ditentukan secara situasional, sebagai akibatnya banyak peneliti menoleh ke karakteristik personal pemimpin yang efektif.

Karakteristik Personal

Banyak karakteristik personal muncul berhubungan dengan efektifitas manajerial. Kita akan melihat beberapa karakteristik personal yang utama yang secara signifikan menyumbangkan efektifitas kepemiminan.

Karakteristik personal tersebut adalah kepandaian yang superior, kematangan emosi, dorongan motivasi, keterampilam mengatasi masalah, ekterampilan manajerial, keterampilan kepemimpinan dan keinginan untuk memimpin.

Kepandaian yang superior

Kepandaian yang Superior

Menurut penelitian manajer yang efektif cenderung mempunyai kepandaian yang superior. Beberapa peneliti melaporkan Intelligence Quotient (IQ) pemimpin yang berhasil berada diantara 115-130.

(4)

Harus kita ingat, kecerdasan merupakan hal yang relatif. Beberapa orang yang jenius adalah pemimpin yang bagus, tetapi orang yang dengan IQ 115-130 orang memiliki personalitas untuk mengelola dengan efektif. Seseorang bisa superior intelek tetap mempunyai pekerjaan yang tidak sesuai.

Kematangan emosi

Peimipin yang berhasil mempunyai kematangan emosi. Mereka percaya diri dan mampu mengarahkan bawahannya dengan tenang dan perilaku yang mendukung. Jika bawahan membuat kesalahan, pemimpin yang efektif mencoba mengunakan pengalaman untuk mengajari dan membimbing orang tersebut agar tidak terjadi kesalahan yang sama.

Dorongan motivasi

Pemimpin yang efektif mempunyai dorongan motivasi yang tinggi. Pertama, mereka tampaknya termotivasi oleh kesempatan untuk memperoleh kesempatan untuk kekuasaan atau kontrol atas situasi dan kebutuhan untuk aktualisasi diri.

Yang kedua, mereka termotivasi karena meningkatnya pendapatan pribadi, karena itu merupakan pertanda sebeapa baik mereka melakukan pekerjaannya. Pemimpin yang efektif seringkali mengukur kemajuan dalam bentuk terminologi kuantitatif: berapa banyak uang dia hasilkan, berapa banyak promosi dia peroleh dan berapa banyak bawahan yang dia punya. Dalam banyak hal, pemimpin yang mempunyai motivasi tinggi menarik atau mengembangkan bawahan yang mempunyai motivasi tinggi pula.

Keterampilan mengatasi masalah

Pemimpin yang efektif mempunyai keterampilan menyelesaikan masalah. Mereka melihat masalah sebagai sebuah tantangan dan kesempatan untuk menunjukan kemampuan manajerial mereka. Keterampilan ini berkaitan erat dengan dorongan motivasi yang tinggi dan bersedia menanggung resiko.

(5)

Keterampilan manajerial

Pemimpin efektif mempunyai keterampilan manajerial. Ada tiga tipe keterampilan manajerial: keterampilan teknis, keterampilan manusia, dan keterampilan konseptual.

Keterampilan teknis (technical skill) adalah pengetahuan tentang bagaimana

sesuatu itu bekerja. Ini sangat penting untuk manajer tingkat terendah seperti penyelia (supervisor).

Keterampilan berhubungan dengan manusia (Human skill) adalah pengetahuan

tentang bagaimana berhubungan dengan manusia. Ini sangat penting untuk manajer tingkat menegah yang harus memimpin manajer lainnya. Tanpa pemahaman yang solid tentang area perilaku ini seperti komunikasi antar pribadi, motivasi, konseling, dan mengarahkan, manajer menengah tidak akan efektif dalam memimpin bawahannya.

Keterampilan konseptual (conceptual skill) adalah pengetahuan tentang

bagaiman semua bagian-bagian organisasi dan departemen cocok satu dengan lainnya (fit togerther). Keterampilan ini meliputi banyak kegiatan, dari

memformulasikan tujuan-tujuan organisasi, kebijakan dan prosedur,

mengembangkan teknik-teknik untuk menangani tata alir kerja (work flow), mengkoordinasikan yang tampaknya tidak terkait tetapi dapat membantu organisasi beroperasi sebagai unit yang terintegrasi.

Keterampilan kepemimpinan

Walaupun kepemimpinan yang efektif tergantung situasi, beberapa karakteristik personal tampaknya menyumbangkan keterampilan kepemimpinan manajer. Beberapa diantaranya berhubungan dengan tugas, sedangkan yang lain berhubungan dengan aspek sosial.

Karakteristik yang berkaitan dengan tugas untuk pemimpin yang efektif sebagaimana diutarakan oleh Stogdill termasuk inisiatif, keinginan untuk berhasil, orientasi tugas, dorongan untuk tanggung jawab dan tanggung jawab dalam

(6)

mengejar tujuan. Beberapa karakteristik sosial dari pemimpin yang efektif adalah kemampuan administrasi, keterampilan interpersonal, fleksibilitas (tact) dan diplomasi, kemampuan untuk bekerjasama (cooperativeness) dan ketertarikan (attractiveness).

Keinginan untuk memimpin

Supaya menjadi pemimpin yang efektif, seseorang harus berkeingan untuk memimpin, dan harus mau bertanggung jawab atas kedudukannya.

Ruang Lingkup Kepegawaian

Sangat penting untuk mengetahui mengapa pemimpin berlaku seperti yang mereka lakukan. Mereka mengasumsikan tentang keadaan kepegawaian. Salah satu kesimpulan adalah asumsi manajerial yang dikemukan oleh Douglas McGregor. Dia menyebut asumsi ini dengan teori X dan teori Y.

Teori X

Asumsi dasar teori X adalah manusia pada dasarnya pemalas dan supaya mereka mau bekerja Harus digunakan paksaan dan ancaman hukuman. McGregaor menyimpulkan sebagai berikut:

a) Manusia, pada dasarnya, tidak menyukai pekerjaan dan berusaha menghindarinya jika mungkin.

b) Mereka mempunyai sedikit ambisi, cenderung menolak tanggung jawab, dan suka diarahkan.

c) Tetapi, mereka ingin keamanan.

d) Supaya mereka mau bekerja untuk memenuhi tujuan organisasi, sangat penting untuk menggunakan paksaan, kontrol, dan ancaman hukuman.

Dari uraian di atas, teori X manajer, pertama, mereka lebih suka mengontrol bawahannya karena merasa bahwa kontrol itu merupakan langkah terbaik untuk organisasi dan pegawainya. Kedua, mereka percaya manusia bekerja untuk memuaskan kebutuhan paling dasar dan kebutuhan atas tidak penting. Karena kebutuhan paling dasar dapat dipuasi dengan ganjaran fisik seperti uang, keamanan

(7)

pekerjaan, kondisi kerja yang layak. Teori X manajer akan menahan ganjaran tersebut jika pekerja tidak patuh terhadap arahan-arahan organisasi.

Teori Y

Riset di bidang perilaku telah memberikan dasar untuk menciptakan asumsi untuk teori manajemen yang baru, yang disebutkan oleh MC gregor sebagai teori Y.

Asumsi-asumsinya adalah:

a) Usaha baik bersifat fisik dan mental dalam pekerjaan adalah natural seperti halnya beristirahat dan bermain.

b) Kontrol eksternal dan ancaman hukuman bukan hanya cara untuk membuat manusia bekerja ke arah tujuan organisasi. Jika manusia berkomitmen ke arah tujuan, mereka akan mengarahkan diri sendiri dan mengontrol diri sendiri.

c) Komitmen ke arah tujuan ditentukan olah ganjaran diasosiasikan dengan kemajuan mereka.

d) Dalam kondisi yang layak, rata-rata manusia belajar tidak saja menerima tetapi mencari tanggung jawab.

e) Kapasitas untuk melatih imaginasi, keaslian dan kreativitas dalam jawaban masalah-masalah organisasi disebarkan melalui keseluruhan populasi.

f) Dalam kondisi kehidupan industri, potensialitas intelektual rata-rata manusia hanya sebagian digunakan.

Teori Y menggambarkan pandangan yang lebih dinamik masalah kepegawaian. Berdasarkan teori ini mendorong manajemen untuk mengevaluasi kembali pemikiran dan mulai memfokuskan perhatian terhadap cara-cara mendorong pegawai mendapatkan kebutuhan paling atas.

Kalau kita tempat dua teori tersebut, kita harus mengakui beberapa orang merespon dengan baik teori X dan sebagian lagi teori Y.

(8)

Perilaku Kepemimpinan

Ada 4 (empat) gaya perilaku kepemimpinan: otoritarian, paternalistik, partisipatif, dan laissez-faire.

Kepemimpinan otoritarian

Pemimpin yang menganut kepemimpinan otoritarian cenderung menekankan pada pekerjaan, dengan penekanan pada penyelesaian pekerjaan dan sedikit pada aspek manusia. Pemimpin seperti ini cocok dalam manajemen klasik dimana pekerja dipandang sebagai faktor produksi semata.

Kepemimpinan paternalistik

Pemimpin yang mempraktekan kepemimpinan paternalistik adalah menekankan pada pekerjaan, tetapi tidak seperti otoritarian, mereka mempunyai pertimbangan untuk pegawai. Mereka cenderung menjaga pegawainya seperti seorang ayah menjaga keluarganya. Filosofi dasarnya adalah “kerja keras dan saya akan menjagamu”. Banyak manajer adalah manajer paternalistik yang percaya bahwa bawahan menginginkan seseorang menjaga mereka dan menyediakan keamanan kerja, program asuransi, program pensiun dan lain-lain.

Kepemimpinan partisipatif

Pemimpin yang mempunyai perhatian untuk manusia dan pekerjaan adalah kepemimpinan partisipatif. Mereka mendorong bawahan mereka memainkan peran aktif dalam mengoperasikan perusahaan, tetapi mereka menahan diri untuk membuat keputusan final pada hal-hal yang penting. Singkatnya, mereka mendelegasikan wewenang tetapi tidak memberikan menurut keinginan bawahan. Ahli manajemen meyakini tidak seorang manajer pun dapat melaksanakan secara efektif dalam batas waktu tertentu tanpa dukungan partisipasi pegawai.

Kepemimpinan Laissez-Faire

Laissez-faire adalah terminologi dalam bahasa Perancis yang artinya tanpa campur tangan (non interference). Dalam kepemimpinan ini, bawahan memainkan peran yang lebih besar. Jika seorang pemimpin terus dalam transisi ini, dia dekat sekali

(9)

dalam posisi meberikan posisi kepemimpinannya. Dalam kepemimpinan ini, seorang pemimpin hanya mengecek sekali-kali untuk melihat bagaimana pekerjaan tersebut selesai dilakukan.

Perilaku Kepemimpinan yang Umum

Untuk memahami kepemimpinan yang efektif penting bagi kita untuk menyadari beberapa hal yang dilakukan pemimpin yang efektif dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya, diantaranya adalah:

Memotivasi bawahan untuk menjadi “self-leaders” dan memotivasi dan

mengarahkan diri sendiri.

 Mendukung pegawai dan memberi bantuan dan pedoman yang diperlukan.

 Dapat mengambil keputusan.

 Tidak menjanjikan yang tidak dapat dipenuhi.

 Memuji orang di depan orang lain jika melakukan pekerjaan dengan baik dan

memberi peringatan secara pribadi jika mereka membuat kesalahan.

 Jika memungkinkan, mempromosikan orang dalam.

Dimensi Kepemimpinan

Setiap empat model kepemimpinan yang telah dibahas di muka berisi derajat kepedulian terhadap pekerjaan dan terhadap manusia. Kombinasi keduanya menghasilkan empat dasar perilaku kepemimpinan:

1) Kepedulian tinggi untuk pekerjaan dan kepedulian tinggi untuk manusia. Kepedulian tinggi untuk pekerjaan dan kepedulian tinggi untuk manusia digunakan ketika pemimpin ingin mengembangkan kerjasama tim yang tinggi, berkeinginan untuk menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, atau bertindak mengambil keputusan.

2) Kepedulian tinggi untuk pekerjaan dan kepedulian rendah untuk manusia Kepedulian tinggi untuk pekerjaan dan kepedulian rendah untuk manusia seringkali digunakan ketika pemimpin punya kebutuhan yang kuat untuk

(10)

mengontrol pegawai, harus mempunyai kepatuhan yang ketat, atau menghadapi keadaan darurat yang harus ditangani dengan cepat.

3) Kepedulian rendah untuk pekerjaan dan kepedulian tinggi untuk manusia Kepedulian rendah untuk pekerjaan dan kepedulian tinggi untuk manusia seringkali dilakukan ketika pemimpin berkeinginan untuk membantu, simpatik karena masalah personal yang dihadapi pegawai, atau ingin memuji seseorang karena melakukan pekerjaan dengan baik.

4) Kepedulian rendah untuk pekerjaan dan kepedulian rendah untuk manusia Kepedulian rendah untuk pekerjaan dan kepedulian rendah untuk manusia digunakan ketika pemimpin merasa situasi akan bekerja dengan sendirinya tanpa intervensi personal. Ketika seorang pegawai diperintahkan untuk melakukan pekerjaan dan harus dibiarkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Perlu dicamkan bahwa salah satu dari gaya tersebut di atas mungkin merupakan gaya kepemimpinan yang efektif, tergantung pada situasi yang ada. Dalam usaha untuk mengerti kepemimpinan lebih jauh, banyak peneliti melihat kepada model kepemimpinan kontingensi. Ini mewakili perkembangan terakhir teori kepemimpinan.

Model Kepemimpinan Kontingensi

Gaya pemimpin apakah yang cocok dengan tiap situasi? Jawabanya adalah kita perlu mencocokan gaya kepemimpinan dengan tuntutan lingkungan. Tiga pendekatan kontingensi:

(1) Fiedler’s Contingency model, (2) Managerial Grid, dan

(3) the Path-goal theory of leadership.

Fiedler’s Contingency model

Fiedler berpendapat bahwa kinerja kelompok ditentukan oleh sistem motivasi kepemimpinan tetapi juga derajat dimana pemimpin dapat mengontrol dan

(11)

mempengaruhi situasi. Untuk lebih mudah melakukan klasifikasi Fiedler dan kawan-kawan mengembangkan “the least preferred coworker scale” (skala teman sekerja yang paling sedikit disukai) / LPC.

Dengan menggunakan kuesioner yang meminta responden untuk mendiskripsikan dengan siapa dia bekerja sedikit lebih baik, dapat disimpulkan manajer yang mempunyai LPC yang tinggi:

Perseorangan cenderung berorientasi pada hubungan.

Mendapatkan kepuasan yang tinggi dengan membangunhubungan personal yang dekat dengan anggota kelompok.

Sedangkan manajer dengan LPC yang rendah mempunyai: Cenderung berorientasi kepada tugas, dan

Mendapatkan banyak kepuasan dari penyelesaian pekerjaan, walaupun harus menghadapi rsiko buruknya hubungan interpersonal dengan pegawai.

Sebagai tambahan dari LPC test, Fiedler juga mencari variable-variabel situasional yang dapat digunakan untuk menjelaskan situasi-situasi kelompok dan dia menemukan tiga:

(1) Hubungan pemimpin dan anggota sangat penting. Pemimpin yang dipercayai oleh bawahan dapat mempengaruhi kinerja kelompok apapun kedudukan powernya. Sebaliknya, pemimpin yang tidak dipercaya harus tergantung dari posisi power untuk menyelesaikan pekerjaannya.

(2) Struktur tugas adalah tingkatan dimana tugas kepemimpinan diprogramkan sedemikian rupa dalam bentuk “step-by-step fashion”. Jika tugas terstruktur dengan baik, pemimpin tahu apa yang dilakukan, jika ada masalah organisasi akan membantu. Tetapi jika pekerjaan tidak terstruktur, tidak ada solusi yang tepat, dan pemimpin sangat tergantung pada hubungan personal untuk memaksa kelompok melakukan dengan caranya.

(3) Posisi power pemimpin adalah otoritas yang diberikan pada posisi pemimpin. Sebagai contoh, presiden mempunyai power yang lebih dariwakil presiden, dan kepala divisi mempunyai power lebih dari kepala unit.

(12)

Teori Fiedler dan Human Relations

Teori Fiedler menawarkan alternatif yang penting untuk memperbaiki hubungan

manusia (human relations). Pertama, organisasi dan juga pemimpin

bertanggungjawab untuk kesuksesan karena pemimpin bisa efektif dan tidak efektif tergantung pada situasi. Kedua, rekayasa pekerjaan agar cocok dengan pemimpin. Rekomendasi ini didasarkan atas kenyataan bahwa lebih mudah lingkungan kerja seorang pemimpin daripada personalitas seorang pemimpin.

The Managerial Grid

Pendekatan “grid” dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane Mouton. Grid mempunyai dua dimensi yaitu kepedulian pada produksi dan kepedulian terhadap manusia yang diterjemahkan dalam skala 1 sampai dengan 9.

Lihat tabel di bawah ini:

1,1 gaya manajerial adalah manajer dengan perhatian yang rendah untuk manusia dan pekerjaan

9,1 gaya manajerial dimana sorang pemimpin dengan perhatian yang tinggi untuk pekerjaan dan rendah untuk manusia

1,9 gaya manajerial adalah pemimpin dengan perhatian tinggi untuk manusia dan rendah untuk pekerjaan

5,5 gaya manajerial dimana pemimpin mempunyai kepedulian yang moderat baik untuk manusia dan pekerjaan

9,9 gaya manajerial adalah pemimpin dengan perhatian tinggi untuk manusia dan pekerrjaan.

(13)

Path-Goal Theory

Teori kepemimpin Path-Goal didasarkan atas teori pengharapan-motivasi dan kepedulian yang tinggi baik untuk manusia dan pekerjaan. Teori ini diusulkan oleh Robert House dan telah dikembangkan dan dimurnikan. Teori dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pemimpin dapat memperbaiki motivasi bawahan dengan membuat ganjaran untuk kinerjanya lebih menarik. Dengan memberikan kenaikan gaji, promosi, dan pengenalan, pemimpin dapat meningkatkan preferensi pegawai dengan kemajuan yang harus diraih.

Jika tugas pegawai didefinisikan dengan buruk, pemimpin dapat meningkatkan motivasi dengan menyediakan pegawasan yang membantu, pelatihan, dan kejelasan tujuan.

Jika pekerjaan bawahan sudah terstruktur dengan baik , dalam kasus pekerja assembling atatu masinis, pemimpin harus menahan diri untuk memperkenalkan struktur yang baru. Daripada mencemaskan pekerjaan, pemimpin harus lebih meluangkan waktu dengan memperhatikan kebutuhan pribadi dengan memberikan perhatian, pujian dan dukungan.

Untuk studi human relations, teori ini mempunyai tiga manfaat utama yaitu: pertama, ini membantu mengintegrasikan teori pengharapan dan kepemimpinan kontingensi. Kedua, ini menekankan ulang pentingnya pemimpin peduli akan pekerjaan dan manusia. Ketiga, ini mendorong pemimpin untuk menganalisa situasi untuk

menentukan tingkatan yang tepat untuk – kepedulian terhadap manusia dan

(14)

Daftar Pustaka

Effendy, Onong Uchjana, Human Relations & Public Relations, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1993.

Hodgetts & Richard M., Modern Human Relations At Work, The Dryden Press Harcourt Brace Jovanovich, Fort Worth, TX, 1993

Hunsaker, Philip L. & Alessandra, Anthony J., The art of Managing People, Simon & Schuster Inc., New York, 1980

Ronald B. Adler and George Rodman, Understanding Human Communications, Ninth Edition, OXFORD UNIVERSITY PRESS, New York, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Ini disebabkan bahwa proses interaksi sosial sebagai unit analisa psikologi sosial dipengaruhi oleh proses proses psikologis di dalam diri manusia termasuk memahami motif

Asumsi dasar pendekatan Gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi sendiri permasalahannya dalam hidup terutama bila mereka menggunakan kesadaran

Makalah ini mulai dengan memperlihatkan bahwa sebagai manusia memahami diri sendiri adalah hal yang membutuhkan usaha dan bisa saja mendapatkan penilaian yang

Namun sumbangsih psiko analisa adalah menceritakan proses-proses yang terjadi pada diri manusia di dalam tahapan perkembangan kehidupannya yang akan mempengaruhi cara ia

Tiga asumsi dasar teori ini adalah (1) manusia pada dasarnya egois dan selalu berusaha memaksimalkan keuntungan pribadinya; (2) konflik merupakan hasil dari adanya

• Beban kerja sales adalah seluruh kegiatan yang harus dilakukan Sales untuk mencapai potensi permintaan penjualan di daerah teritorial yang dipercayakannya • Ukurannya adalah

Standar waktu yang telah ditentukan adalah suatu pembagian pekerjaan manual menjadi elemen dasar yang kecil yang waktunya telah ditetapkan dan dapat diterima

Psikoanalisis sering juga disebut dengan Psikologi Dalam, karena pendekatan ini berpendapat bahwa segala tingkah laku manusia bersumber pada dorongan yang terletak jauh di