• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL

DARI BEBERAPA PRODUK MINYAK KAYU PUTIH

TUGAS AKHIR

OLEH:

DITA ANGELIA NIM 132410092

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

PENENTUAN BOBOT JENIS DAN INDEKS BIAS SERTA KELARUTAN DALAM ETANOL

DARI BEBERAPA PRODUK MINYAK KAYU PUTIH

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DITA ANGELIA NIM 132410092

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul ”Penentuan Bobot Jenis Dan Indeks Bias Serta Kelarutan Dalam Etanol Dari Beberapa Produk Minyak Kayu Putih”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi Dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya.

Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Poppy Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., sebagai Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., sebagai Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., sebagai Dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

5. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., sebagai Dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi perbaikan tugas akhir ini.

(5)

6. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., sebagai Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal akademis setiap semester.

7. Ibu Ir. Nazweli Hirawati selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di UPT. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan yang telah membimbing pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

8. Ibu Helmawati selaku Penyelia dan Analis di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar UPT. BPSMB Medan

9. Kak Laila Oktalina BR Brahmana selaku Analis di Laboratorium Minyak Atsiri dan Bahan Penyegar yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan

10. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama di perguruan tinggi ini.

Teristimewa kepada kedua orangtua yang tercinta yaitu Ayahanda H.

Mizaluddin Sinaga dan Ibunda Zuraidah Pasaribu, terkhusus kepada kakak saya Sri Handayani, Siti Nelva Pratiwi dan Ira Maysita juga kepada Ade Kurniawan yang telah mencurahkan perhatian serta memberikan dukungan baik moril maupun materil dan segenap doa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun penyajian tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima serta sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi

(6)

kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia–Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Dita Angelia NIM 132410092

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kayu Putih ... 3

2.1.1 Morfologi ... 3

2.1.2 Syarat Tumbuh dan Budidaya ... 4

2.1.3 Klasifikasi Ilmiah Tanaman ... 5

2.2 Minyak Atsiri ... 6

2.2.1 Komposisi Minyak Atsiri ... 7

2.2.2 Kegunaan Minyak Atsiri ... 7

2.2.3 Sifat-sifat Minyak Atsiri... 8

2.2.4 Metode Penyulingan Minyak Atsiri ... 9

2.3 Minyak Kayu Putih ... 10

2.3.1 Kandungan Kimia ... 11

(8)

2.3.2 Khasiat dan Kegunaan ... 12

2.3.3 Mutu Minyak Kayu Putih ... 13

2.3.4 Parameter Mutu Minyak Kayu Putih ... 14

BAB III METODE 3.1 Tempat Pengujian ... 17

3.2 Sampel ... 17

3.3 Alat ... 17

3.4 Bahan ... 17

3.5 Pembuatan Etanol 70% ... 17

3.6 Pengujian Mutu Minyak Kayu Putih ... 18

3.6.1 Penentuan Bobot Jenis ... 18

3.6.2 Penentuan Indeks Bias ... 19

3.6.3 Penentuan Kelarutan dalam Etanol ... 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 20

4.2 Pembahasan ... 20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 22

5.2 Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Perhitungan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih ... 25

1.1 Minyak Kayu Cap Ayam... 25

1.2 Minyak Kayu Cap Lang ... 26

1.3 Minyak Kayu Konicare® ... 27

2 Perhitungan Pembuatan Etanol 70% ... 28

3 Sampel Minyak Kayu Putih ... 29

4 Pengujian Bobot Jenis Minyak Kayu Putih... 30

5 Hasil Kelarutan dalam Etanol ... 31

6 Alat-alat Pengujian Minyak Kayu Putih ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Kayu Putih

SNI 06-3954-2006 ... 14 4.1 Data Pengujian Mutu Beberapa Produk Minyak Kayu Putih. 20

(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hampir seluruh tumbuhan penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat. Bahkan beberapa jenis tumbuhan minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari (Lutony dan Rahmayati, 2002). Menurut Agusta (2000), Indonesia dengan hutan tropik yang begitu luas menyimpan ribuan spesies tumbuhan dari berpuluh famili, termasuk famili tumbuhan yang potensial sebagai penghasil minyak atsiri. Salah satu diantara tumbuhan tersebut adalah tumbuhan kayu putih.

Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucaendron) termasuk dalam keluarga Myrtaceae. Minyak atsiri yang dihasilkan dari proses penyulingan daun kayu putih disebut dengan minyak kayu putih atau dalam perdagangan internasional dikenal dengan cajeput oil (Kardinan, 2005). Salah satu produk khas dari industri farmasi adalah minyak kayu putih yang dimanfaatkan sebagai obat, insektisida dan wangi-wangian. Minyak kayu putih banyak beredar di pasaran Kota Medan, Sumatera Utara dengan berbagai macam produk seperti minyak kayu putih Cap 38, Cap Ayam, Cap Dragon, Cap Lang, Cap Gajah, Cap Merpati Putih, Cap Tiga Tangkai, Fitocare, Konicare® dan Sidola. Umumnya, produk minyak kayu putih yang terkenal dan biasa digunakan masyarakat adalah minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare®. Karena penggunaannya yang luas, mutu minyak kayu putih yang dijual di pasaran perlu mendapat perhatian dengan melakukan pengujian mutu sesuai persyaratan standarisasi.

(12)

Minyak kayu putih dikatakan bermutu apabila mempunyai bau khas minyak kayu putih, memiliki berat jenis yang diukur pada suhu 20ºC sebesar 0,90–0,93, memiliki indeks bias pada suhu 20ºC berkisar antara 1,45–1,47, putaran optiknya sebesar (-4)º–0º, larutan jernih bila dilakukan uji kelarutan dalam etanol 70%, yaitu dalam perbandingan 1:1–1:10 dan memiliki kandungan sineol berkisar antara 50%–65% (Badan Standardisasi Nasional, 2006).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian beberapa produk minyak kayu putih merk terkenal dengan menguji bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol sesuai Standar Nasional Indonesia. Pengujian ini dilakukan di UPT. Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang Medan (BPSMB) Medan, Sumatera Utara.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

a. Mengetahui bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol pada minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare®.

b. Mengetahui apakah produk minyak kayu putih yang diuji memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) berdasarkan bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol.

1.3 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai mutu beberapa produk minyak kayu putih terutama minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare®.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kayu Putih

2.1.1 Morfologi

Kayu putih Tumbuh liar di padang rumput daerah berhawa panas. Ada yang sengaja dibudidayakan sebagai tanaman obat. Daun jorong, mirip ujung tombak. Kulit batang putih. Buah berbentuk kotak, biji halus seperti sekam (Harris, 1987).

Pohon mempunyai tinggi 10-20 m, kulit batang berlapis-lapis, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan kulit yang terkelupas tidak beraturan.

Batang pohon tidak terlalu besar dengan percabangan yang menggantung ke bawah. Daun tunggal, agak tebal seperti kulit, bertangkai pendek, dan letak berseling. Helaian daun berbentuk jorong atau lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, tulang daun hampir sejajar, permukaan daun berambut, berwarna hijau kelabu sampai hijau kecoklatan, panjang 4,5-15 cm, dan lebar 0,75-4 cm.

Perbungaan majemuk bentuk bulir, bunga berbentuk lonceng, daun mahkota berwarna putih, kepala putik berwarna putih kekuningan, dan keluar di ujung percabangan. Buah panjang 2,5-3 mm, lebar 3-4 mm, berwarna cokelat muda sampai cokelat tua. Biji halus, sangat ringan seperti sekam, dan berwarna kuning.

Rhumpius membedakan kayu putih dalam varietas daun besar dan kecil. Varietas berdaun kecil digunakan untuk membuat minyak kayu putih. Jika diremas atau dimemarkan, daun berbau minyak kayu putih. Melalui proses penyulingan, daun akan menghasilkan minyak kayu putih. Buah sebagai obat tradisional disebut merica bolong (Dalimartha, 2008).

(14)

2.1.2 Syarat Tumbuh dan Budidaya

Tanaman kayu putih tidak mempunyai syarat tumbuh yang spesifik. Dari ketinggian antara 5–450 m diatas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Kayu putih tumbuh di tanah tandus, tahan panas, dan bertunas kembali setelah terjadi kebakaran. Lokasi tumbuh di dekat pantai di belakang hutan bakau, di tanah berawa, atau membentuk hutan kecil di tanah kering sampai basah.

Tanaman asli Asia Tenggara ini ditemukan dari dataran rendah sampai 400 m dpl (Dalimartha, 2008).

Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Pohon tanaman ini sangat kuat dan resisten, serta dapat mematikan tanaman lainnya dan tidak dapat dimusnahkan dengan cara menebang atau membakar. Dalam beberapa daerah, semak atau pohon kayu putih ini merupakan musuh bagi para petani. Di Pulau Buru dan Seram, daun kayu putih dalam jumlah besar dapat diperoleh dari semak dan pohon kayu putih yang tumbuh liar, sehingga tidak perlu dibudidayakan.

Hutan-hutan kayu putih sering dimusnakan oleh api, namun dapat segera tumbuh kembali (Guenther, 1990).

Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang akan disuling minyaknya mulai bisa dipangkas atau dipungut setelah berumur lima tahun.

Seterusnya dapat dilakukan pemangkasan setiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30 tahun. Di beberapa daerah yang subur, tanaman kayu putih telah bisa dipungut daunnya pada usia dua tahun. Setiap pohon kayu putih yang

(15)

telah berumur lima tahun atau lebih dapat menghasilkan sekitar 50-100 kg daun berikut ranting (Lutony dan Rahmayati, 2002).

Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari.

Alasannya, pada waktu pagi hari daun mampu menghasilkan rendemen minyak atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah pemungutan daun yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru dan yang akan menghasilkan daun yang lebih banyak. Selanjutnya setiap kali pemungutan daun selalu diikuti dengan pemangkasan (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.1.3 Klasifikasi Ilmiah Tanaman

Klasifikasi ilmiah adalah cara ahli biologi mengelompokkan dan mengkategorikan spesies dari organisme yang punah maupun yang hidup.

Klasifikasi (pengelompokan) merupakan suatu cara memilah dan mengelompokkan makhluk hidup menjadi golongan tertentu (Tanobat, 2014).

Menurut Krisnaningrum (2011), klasifikasi ilmiah tanaman kayu putih adalah sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Super Divisio : Spermathophyta Divisio : Magnoliophyta Classis : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Melaleuca

Spesies : Melaleuca leucadendra L.

(16)

Menurut Dalimartha (2008), nama sinonim, nama asing dan nama daerah tanaman kayu putih adalah sebagai berikut.

a. Nama sinonim

Melaleuca leucadendron L., M. cajuputi Roxb., M. cumingiana et lancifolia

Turcz., M. minor Sm., M. saligna BI., M. viridofilia Gaertn., Myrtus leucadendra L., M. saligna Gmel.

b. Nama asing

Bai qian ceng (C), cajuput oil tree, paper bark tree, melaleuca (I).

c. Nama daerah

Sumatra : Inggolom (Batak), gelam, kayu gelang, kayu putih (Melayu).

Kalimantan : galam (Dayak), Jawa : gelam (Sunda) gelang (Bugis). Nusa Tenggara : ngglelak, ngelak (Roti). Maluku : iren, sakelan (Piru), irano (Amahai), ai kelane (Hila), irono (Haruku), ilano (Nusa Laut Saparuna), elan (Buru).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri adalah zat yang berbau yang terkandung dalam tanaman.

Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, atau minyak essensial karena pada suhu biasa (suhu kamar) mudah menguap di udara terbuka. Istilah essensial dipakai karena minyak atsiri mewakili bau dari tanaman asalnya. Dalam keadaan segar dan murni tanpa pencemaran, minyak atsiri umumnya tidak berwarna. Namun, pada penyimpanan lama minyak atsiri dapat teroksidasi. Untuk mencegah supaya tidak berubah warna, minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, misalnya disimpan dalam bejana gelas yang berwarna gelap.

(Gunawan dan Mulyani, 2010).

(17)

Minyak atsiri sebagai bahan wewangian, penyedap masakan dan obat- obatan memiliki akar sejarah yang dalam. Minyak atsiri, minyak mudah menguap atau minyak terbang merupakan dari senyawa yang berwujud cairan atau padatan yang memiliki komposisi maupun titik didih yang beragam yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga (Sastrohamidjojo, 2004).

2.2.1 Komposisi Minyak Atsiri

Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisik minyak (Gunawan dan Mulyani, 2010). Menurut Ketaren (1985), Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur Nitrogen (N) dan Belerang (S). Pada umumnya sebagian besar minyak atsiri terdiri dari campuran persenyawaan golongan hidrokarbon dan hidrokarbon teroksigenasi.

Senyawa terpen memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama akan membentuk resin. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih wangi (Ketaren, 1985).

2.2.2 Kegunaan Minyak Atsiri

Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri. Banyak contoh kegunaan minyak atsiri, antara lain dalam industri kosmetik (sabun, pasta gigi, sampo, losion); dalam industri makanan yang digunakan sebagai bahan penyedap atau penambah cita rasa;

(18)

dalam industri farmasi atau obat-obatan (antinyeri, antiinfeksi, pembunuh bakteri); dalam industri bahan pengawet (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.2.3 Sifat-sifat Minyak Atsiri

Menurut Gunawan dan Mulyani (2010), adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut.

a. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

b. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya.

c. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika terasa di kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

d. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada benda yang ditempel.

e. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik (rancid).

f. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen, udara, sinar matahari (terutaman gelombang ultra violet) dan panas karena terdiri dari berbagai macam komponen senyawa.

g. Indeks bias umumnya tinggi.

h. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisari dengan rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

(19)

i. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil.

j. Sangat mudah larut dalam pelarut organik.

2.2.4 Metode Penyulingan Minyak Atsiri

Menurut Guenther (1897), dalam industri minyak atsiri dikenal 3 macam metode penyulingan, yaitu :

1. Penyulingan dengan air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna.

Metode penyulingan air mempunyai keuntungan, karena alatnya yang cukup praktis dan dapat mengekstraksi minyak dari bahan yang berbentuk bubuk (akar, kulit, kayu dan sebagainya). Penyulingan air juga mempunyai beberapa kelemahan. Ektraksi tidak dapat berlangsung dengan sempurna walaupun bahan dirajang (Guenther, 1987).

2. Penyulingan dengan air dan uap

Pada metode penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan.

Dari segi komersial, penyulingan dengan air dan uap memang cukup ekonomis sehingga model penyulingan ini paling banyak digunakan di berbagai negara.

Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan juga cukup memadai, mutunya pun dapat diterima dengan baik oleh konsumen (Lutony dan Rahmayati, 2002).

(20)

Kelemahan dari penyulingan dengan air dan uap adalah karena jumlah uap yang dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama. Dalam proses ini sejumlah besar uap akan mengembun dalam tumpukan bahan, sehingga bahan bertambah basah dan menghasilkan minyak yang lama (Guenther, 1987).

3. Penyulingan dengan uap

Metode ketiga disebut dengan penyulingan uap atau penyulingan uap langsung dan prinsipnya sama dengan yang telah dibicarakan di atas, kecuali air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap kelewat panas (Guenther, 1987).

Di dalam proses penyulingan uap ini, uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar yang berpori dan berada di bawah bahan tanaman yang akan disuling.

Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui bahan yang disimpan di atas saringan.Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel uap dapat melayani beberapa buah ketel penyulingan yang dipasang seri sehingga proses proses produksi akan berlangsung lebih cepat. Namun sayangnya, proses penyulingan dengan model ini memerlukan kontruksi ketel yang lebih kuat, alat- alat pengaman yang lebih baik dan sempurna, biaya yang diperlukan pun lebih mahal (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.3 Minyak Kayu Putih

Minyak kayu putih merupakan minyak atsiri oksida. Diperoleh dari isolasi daun Melaleuca leucadendron L (famili Myrtaceae). Daun bisa dipetik bila umur tanaman sudah mencapai sekitar 4 tahun. Setalah itu, panen berikutnya bisa dilakukan setiap enam bulan sekali. Rendemen minyak yang terkandung dalam daun berkisar antara 0,5 - 1% (Gunawan dan Mulyani, 2010).

(21)

Minyak kayu putih hasil penyulingan (cajeput oil) dari daun segar dan ranting berwarna hijau, tetapi kadang-kadang berwarna kuning, bahkan tidak berwarna sama sekali alias bening. Perbedaan warna tersebut sangat tergantung dari cara penyulingan dan penyimpanannya (Kardinan, 2005).

Cara yang ditempuh untuk memproduksi minyak kayu putih bisa langsung dengan menyuling daunnya saja atau dengan cara menyuling daun kayu putih tersebut berikut ranting daunnya sepanjang lebih kurang 20 cm dari pucuk daun.

Apabila yang disuling itu berikut dengan ranting daunnya sebaiknya menggunakan perbandingan antara berat ranting terhadap berat daun sebesar 15%, karena ranting daun hanya mengandung 0,1% minyak (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.3.1 Kandungan Kimia

Komponen minyak atsiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisik minyak. Demikian pula peranannya sangat besar dalam menentukan khasiat suatu minyak atsiri sebagai obat (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Kulit kayu mengandung lignin dan resinol bernama melaleucin. Daun mengandung minyak atsiri, terdiri atas methyleugenol, 1,8, cineol, dl-limonene, terpinol, α-pinene, benzaldehyde, butyladehyde, pentanal, propinoic acid, dan betulin. Cineol merupakan antiseptik kuat. Penelitian awal menunjukkan bahwa buah mempunyai efek antivirus (Dalimartha, 2008).

Komponen minya atsiri yang lain adalah terpineol, pinena, benzaldehida, limonen, dan berbagai senyawa dari kelompok seskuiterpena. Sifat-sifat kimia

(22)

minya kayu putih sangat dipengaruhi oleh komponen sineol yang sangat dominan sebagai penyusun utama minyak (Gunawan dan Mulyani, 2004).

2.3.2 Khasiat dan Kegunaan

Kayu putih berkhasiat menghilangkan sakit (analgesik), peluruh keringat (diaforetik), antirematik, peluruh kentut (karminatif) dan pereda kolik. Buah berbau aromatis dan pedas, berkhasiat meningkatkan nafsu makan (stomakik), karminatif, dan sebagai obat sakit perut (Redaksi AgroMedia, 2008).

Menurut Dalimartha (2008), daun kayu putih digunakan untuk pengobatan:

- rematik, nyeri pada tulang dan saraf (neuralgia), - radang usus, diare, perut kembung,

- radang kulit,

- eksem, sakit kulit karena alergi, - batuk, demam, flu,

- sakit tenggorokan, sakit kepala, sakit gigi, dan - sesak napas (asma).

Dan Kulit kayu digunakan untuk pengobatan:

- lemah tidak bersemangat (neurasthenia), - susah tidur (insomnia).

Minyak kayu putih sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit sebagai obat sakit perut dan saluran pencernaan (internal), sebagai obat kulit (obat luar). Khasiatnya sebagai obat oles bagi penderita sakit kepala. Sebagai obat internal, minyak tersebut berfungsi sebagai anthelmintic, terutama efektif sebagai obat demam. Jika diteteskan kedalam gigi, dapat mengurangi rasa sakit

(23)

gigi. Minyak kayu putih ini digunakan sebagai obat luar untuk penyakit reumatik.

Menurut pendapat penduduk pribumi, minyak ini sangat efektif sebagai insektisida. Kutu (bukan kuman) pada anjing dan kucing, akan mati jika diolesi minyak kayu putih (Guenther, 1990).

Minyak kayu putih banyak digunakan dalam industri farmasi. Penduduk Indonesia telah mengenal minyak kayu putih sejak berabad-abad serta mempergunakannya sebagai obat gosok dan obat masuk angin untuk dewasa maupun anak-anak (Lutony dan Rahmayati, 2002).

2.3.3 Mutu Minyak Kayu Putih

Mutu minyak kayu putih diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mutu Utama (U) dan mutu Pertama (P). Keduanya dibedakan oleh kadar sineol, yaitu senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri seperti kayu putih. Minyak kayu putih mutu U mempunyai kadar sineol ≥ 55%, sedang mutu P kadar cineolnya kurang dari 55% (Badan Standardisasi Nasional, 2001).

Menurut Lutony dan Rahmayati (2002), standar mutu minyak kayu putih menurut EOA adalah sebagai berikut :

a. Warna : cairan yang berwarna kuning atau hijau b. Berat jenis pada 250C : 0,908 - 0,925

c. Putaran optik : 0º - (-4º)

d. Indeks refraksi 200C : 1,4660 - 1,4720 e. Kandungan sineol : 50 - 65%

f. Minyak pelikan : negatif

g. Minyak lemak : negatif

(24)

h. Kelarutan dalam alcohol 80% : larut dalam 1 volume

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2006), parameter syarat mutu minyak kayu putih dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Kayu Putih SNI 06-3954-2006

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2

Keadaan Warna Bau

- -

jernih – kuning kehijauan khas kayu putih

2 Bobot jenis 200C/200C - 0,900 – 0,930

3 Indeks bias (n ) - 1,450 - 1,470

4 Kelarutan dalam etanol 70% - 1:1 – 1:10 jernih

5 Putaran optik - (-) 4º s/d 0º

6 Kandungan sineol % 50-65

Minyak kayu putih yang murni, jika dikocok di dalam botol, gelembung- gelembung yang terbentuk di permukaan akan cepat menghilang. Jika minyak kayu putih dipalsukan, yaitu dicampur dengan minyak tanah atau bensin, gelembung-gelembung yang terbentuk setelah dikocok tidak akan cepat menghilang (Dalimartha, 2008).

2.3.4 Parameter Mutu Minyak Kayu Putih

Parameter mutu minyak kayu putih meliputi pengujian bobot jenis, indeks bias, kelarutan dalam etanol, dan putaran optik (Badan Standardisasi Nasional, 2006).

a. Bobot Jenis

Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Nilai BJ minyak atsiri berkisar antara 0,696 – 1,188 pada suhu 15º C dan pada umumnya nilai tersebut lebih kecil dari 1,000. Nilai BJ minyak atsiri pada suhu 15º/15º C didefenisikan sebagai perbandingan antara berat minyak pada suhu 15º C dengan berat air pada volume air yang sama dengan

(25)

volume minyak pada suhu 15º C. Piknometer adalah alat penetapan bobot jenis yang praktis dan tepat digunakan. Bentuk kerucut piknometer bervolume sekitar 10 mL, dilengkapi dengan sebuah termometer dan sebuah kapiler dengan gelas penutup (Guenther, 1987).

Berat jenis (BJ) merupakan perbandingan berat suatu benda dengan berat air yang sama volumenya pada suhu yang sama. Contoh berat jenis minyak kayu putih 0,90 artinya minyak kayu putih yang volumenya satu cm3 beratnya 0,90 gram atau minyak kayu putih yang volumenya satu liter beratnya 0,90 kilogram (Badan Standardisasi Nasional, 2001).

b. Indeks Bias

Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi suatu zat dan deteksi ketidakmurnian. Walaupun menurut Farmakope suhu pengukuran adalah 25º; tetapi pada banyak monografi indeks bias ditetapkan pada suhu 20º. Suhu pengukuran harus benar-benar dipertahankan, karena sangat mempengaruhi indeks bias (Ditjen POM, 1995).

Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai indeks bias. Alat ini harus dijaga agar dalam menentukan indeks bias, minyak harus dijauhkan dari panas dan cuaca lembab (Guenther, 1987).

c. Kelarutan Dalam Etanol

Kelarutan dalam alkohol merupakan nilai perbandingan banyaknya minyak atsiri yang larut sempurna dengan pelarut alkohol. Setiap minyak atsiri mempunyai nilai kelarutan dalam alkohol yang spesifik, sehingga sifat ini bisa digunakan untuk menentukan suatu kemurnian minyak atsiri. Minyak atsiri

(26)

banyak yang mudah larut dalam etanol dan jarang yang larut dalam air, sehingga kelarutannya mudah diketahui dengan menggunakan etanol pada berbagai tingkat konsentrasi. Untuk menentukan kelarutan minyak atsiri juga tergantung pada kecepatan daya larut dan kualitas minyak atsiri tersebut. Kelarutan minyak juga dapat berubah karena lamanya penyimpanan (Sastrohamidjojo, 2004).

Kelarutan minyak kayu putih dalam alkohol 80 % : daya larut minyak dalam alkohol 80 % dengan perbandingan tertentu. Contoh Kelarutan dalam perbandingan 1 : 2 berarti 1 ml minyak kayu putih larut dalam 2 ml alkohol 80 %.

(Badan Standarisasi Nasional, 2001).

d. Putaran Optik

Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan (Ditjen POM, 1979).

Sifat optis aktif suatu minyak ditentukan dengan polarimeter, dan nilainya dinyatakan dalam derajat rotasi. Banyak tipe polarimeter yang dapat digunakan;

dan yang paling sering digunakan untuk mengukur putaran optik minyak atsiri adalah half-shadow instrument, tipe Lippich. Sudut rotasi tergantung dari sifat cairan, panjang tabung yang dilalui sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan dan suhu. Derajat ritasi dan arahnya, penting untuk menentukan kriteria kemurnian. Arah perputaran bidang polarisasi (rotasi) biasanya menggunakan tanda (+) untuk menunjukkan dextrorotation (rotasi ke arah kanan, sesuai dengan perputaran jarum jam), dan tanda (-) untuk levorotation (rotasi ke kiri,yaitu berlawanan dengan arah jarum jam) (Guenther, 1987).

(27)

BAB III METODE 3.1 Tempat Pengujian

Penentuan bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol minyak kayu putih dilakukan di Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan yang bertempat di jalan STM No.17 Medan pada tanggal 15-16 Februari 2016.

3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare® yang dibeli dari Apotek Setia Jaya, jalan Jamin Ginting Padang Bulan, Medan, Sumatera Utara.

3.3 Alat

Alat yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah neraca analitik (mattle toledo), penangas air (haake K10) yang dilengkapi dengan thermostat, piknometer 10 ml, refraktometer dan peralatan gelas lainnya.

3.4 Bahan

Bahan yang digunakan pada pengujian minyak kayu putih adalah air suling dan etanol 99% (ethanol absolute for analysis EMSURE®).

3.5 Pembuatan Etanol 70%

Pereaksi yang digunakan adalah etanol 70% sebanyak 50 mL dari etanol 99%. Cara pembuatan etanol 70% berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III (1979), yaitu :

Labu tentukur 50 mL diisi dengan air suling kira-kira 10 mL. Lalu ditambahkan 35,4 mL etanol 99% (murni) secara perlahan menggunakan buret.

(28)

Aduk sebentar lalu ditambahkan kembali air suling hingga 50 ml atau sampai garis tanda.

3.6 Pengujian Mutu Minyak Kayu Putih

Pengujian mutu minyak kayu dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Parameter yang diuji adalah bobot jenis, indeks bias dan kelarutan dalam etanol.

3.6.1 Penentuan Bobot Jenis

Piknometer dicuci dan dibersihkan, kemudian dibilas dengan etanol 70%.

Bagian dalam piknometer dikeringkan dengan arus udara kering dan tutupnya disisipkan. Piknometer dibiarkan dalam lemari timbangan selama 30 menit dan ditimbang (m). Piknometer diisi dengan air suling sambil menghindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan ke dalam penangas air pada suhu 20oC selama 30 menit. Tutupnya disisipkan dan piknometer tersebut dikeringkan. Kemudian piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit, lalu ditimbang dengan isinya (m1) dan dicatat beratnya. Piknometer tersebut dikosongkan, dicuci dengan etanol 70%, kemudian dikeringkan dengan arus udara kering.

Piknometer diisi dengan minyak kayu putih dan hindari adanya gelembung-gelembung udara. Piknometer dicelupkan kembali ke dalam penangas air pada suhu 20oC selama 30 menit. Tutupnya disisipkan dan piknometer tersebut dikeringkan. Piknometer dibiarkan di dalam lemari timbangan selama 30 menit lalu ditimbang (m2). Pengujian dilakukan sebanyak 2 kali. Bobot jenis dihitung menggunakan rumus:

Bobot jenis

(29)

Keterangan :

m = massa, piknometer kosong (gr)

m1 = massa, piknometer berisi air pada suhu 20ºC (gr) m2 = massa, piknometer berisi contoh pada suhu 20ºC (gr) = pembacaan bobot jenis yang dilakukan pada suhu 20ºC (gr)

3.6.2 Penentuan Indeks Bias

Air dialirkan melalui refraktometer agar alat ini berada pada suhu dimana pembacaan akan dilakukan. Suhu kerja harus dipertahankan. Sebelum minyak ditaruh di dalam alat, minyak tersebut harus berada pada suhu yang sama dengan suhu dimana pengukuran akan dilakukan. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil.

3.6.3 Penentuan Kelarutan dalam Etanol

Ditempatkan 1 mL minyak kayu putih ke dalam gelas ukur 10 mL dan diukur dengan teliti. Etanol 70% ditambahkan setetes demi setetes. Setelah setiap penambahan, dikocok sampai diperoleh suatu larutan yang sebening minyak.

(30)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil pengujian mutu dari beberapa produk minyak kayu putih disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Pengujian Mutu Beberapa Produk Minyak Kayu Putih

No. Sampel Bobot Jenis Indeks

Bias

Kelarutan dalam Etanol 1. Minyak Kayu Putih Cap Ayam 0,9050 1,451 1:9,0 2. Minyak Kayu Putih Cap Lang 0,8813 1,467 1:8,0 3. Minyak Kayu Putih Konicare® 0,8987 1,470 1:8,3 4.2 Pembahasan

Pengujian bobot jenis pada beberapa produk minyak kayu putih dilakukan secara duplo. Dari hasil pemeriksaan, berat jenis minyak kayu putih Cap Ayam sudah memenuhi standar minimal SNI yang mensyaratkan berat jenis minimal adalah sebesar 0,900. Sedangkan berat jenis minyak kayu putih merk Cap Lang dan Konicare® tidak memenuhi standar minimal SNI. Dari data diatas dinyatakan bahwa bobot jenis minyak kayu putih Cap Ayam lebih bagus dari minyak kayu putih Konicare® dan Cap Lang.

Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri. Adanya kotoran dalam minyak kayu putih akan menyebabkan berat jenis berubah (Widiyanto, 2014).

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa indeks bias minyak kayu putih merk Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare® masuk dalam persyaratan SNI, yaitu tidak satupun indeks bias produk minyak kayu putih kurang dari 1,450 dan lebih dari 1,470. Menurut Ketaren (1985), minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias

(31)

yang kecil. Dalam hal ini indeks bias minyak kayu putih Konicare® lebih bagus dari minyak kayu putih Cap Lang dan Cap Ayam.

Dari hasil pengujian kelarutan dalam etanol minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare® memiliki nilai kelarutan sesuai dengan standar SNI yang mensyaratkan kelarutan dalam alkohol 1:1 - 1:10 jernih.

Minyak kayu putih mengandung komponen terpen yang mudah menguap ataupun teroksigenasi. Makin tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut, karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil kelarutan minyak atsiri pada alkohol maka kualitas minyak atsirinya semakin baik (Ketaren, 1985), maka dapat diketahui bahwa kelarutan dalam etanol minyak kayu putih Cap Lang lebih baik dari minyak kayu putih Konicare® dan Cap Ayam.

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Bobot jenis minyak kayu putih Cap Ayam, Cap Lang dan Konicare® yaitu 0,9050, 0,8813, 0,8987, indeks biasnya 1,451, 1,467, 1,470 dan kelarutan dalam etanol 1:9 jernih, 1:8 jernih, 1:8,3 jernih.

b. Produk minyak kayu putih Cap Ayam memenuhi persyaratan SNI.

Sedangkan pada minyak kayu putih Cap Lang dan Konicare® tidak memenuhi salah satu persyaratan parameter SNI yaitu pada bobot jenisnya.

5.2 Saran

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya melakukan pengujian mutu minyak kayu putih dengan parameter yang lain sesuai Standar Nasional Indonesia (Badan Standardisasi Nasional, 2006) seperti putaran optik dan kandungan sineol.

(33)

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. (2000). Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung:

Penerbit ITB. Hal. 1-3.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2001). SNI 06-3954-2001. Standar Mutu Minyak Kayu Putih. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 1.

Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2006). SNI 06-3954-2006. Standar Mutu Minyak Kayu Putih. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Hal. 1-3, 5.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 672, 771.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1030.

Dalimartha, S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid V. Jakarta: Pustaka Bunda. Hal. 72-74.

Guenther, E. (1987). Minyak Atsiri. Jilid I. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hal. 19, 132-134, 174, 180, 286-287, 292-293, 296, 301-302.

Guenther, E. (1990). Minyak Atsiri. Jilid IV B. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal. 611, 614-615, 617.

Gunawan, D. dan Mulyani, S. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I.

Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 106-107, 110-111, 114, 121.

Harris, R. (1987). Tanaman Minyak Atsiri. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal. 58.

Krisnaningrum, W. (2011). Pengambilan Minyak Atsiri Daun Kayu Putih (melaleuca leucadenron) Dengan Metode Destilasi Air di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional Tawangmangu.

Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Hal. 4.

Kardinan, A. (2005). Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta : AgroMedia. Hal. 1, 56.

Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka.

Hal. 220-228.

Lutony, T.L. dan Rahmayati, Y. (2002). Produksi dan Perdagangan Minyak Asiri.

Jakarta : Penebar Swadaya. Hal. 2, 32-34, 80-82.

Redaksi AgroMedia. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Hal. 120-121.

(34)

Rusli, M.S. (2010). Sukses Memproduksi Minyak Atsiri. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Hal. 3-7, 45-46.

Sastrohamidjojo, H. (2004). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 14.

Tanobat. (2014). http://www.tanobat.com/kayu-putih-ciri-ciri-tanaman-serta- khasiat-dan-manfaatnya.html. Diakses tanggal 07 April 2016.

Widiyanto, A. dan Siarudin, M. (2014). SIFAT FISIKOKIMIA MINYAK KAYU PUTIH JENIS Asteromyrtus brasii (Physico-Chemical Properties of Cajeput Oil's from Asteromyrtus brasii). Balai Penelitian Teknologi Agroforestry : Ciamis. 32(4) : 245-246.

(35)

Lampiran 1. Perhitungan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Rumus :

Bobot jenis Keterangan :

m = massa, piknometer kosong (gr)

m1 = massa, piknometer berisi air pada suhu 20ºC (gr) m2 = massa, piknometer berisi contoh pada suhu 20ºC (gr) = pembacaan bobot jenis yang dilakukan pada suhu 20ºC (gr)

1.1 Minyak Kayu Putih Cap Ayam

Hasil dari penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih Cap Ayam dapat dilihat pada Tabel 1.1

Tabel 1.1 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Cap Ayam

No. m m1 m2 Bobot Jenis

1. 28,9609 gr 38,9386 gr 37,9364 gr 0,8995

2. 28,4045 gr 38,1550 gr 37,2823 gr 0,9104

Bobot jenis rata-rata 0,9050

Perhitungan : Bobot jenis 1

m = 28,9609 gr m1 = 38,9386 gr m2 = 37,9364 gr Bobot jenis 1

=

= 0,8995 Bobot jenis 2

m = 28,4045 gr m1 = 38,1550 gr m2 = 37,2823 gr Bobot jenis 2

=

(36)

= 0,9104

Bobot Jenis Rata-rata =

=

=

0,9050 1.2 Minyak Kayu Putih Cap Lang

Hasil dari penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih Cap Lang dapat dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Cap Lang

No. m m1 m2 Bobot Jenis

1. 28,9609 gr 38,9386 gr 37,7834 gr 0,8842

2. 28,4045 gr 38,1550 gr 36,9692 gr 0,8783

Bobot jenis rata-rata 0,8813

Perhitungan : Bobot jenis 1

m = 28,9609 gr m1 = 38,9386 gr m2 = 37,7834 gr Bobot jenis 1

=

= 0,8842 Bobot jenis 2

m = 28,4045 gr m1 = 38,1550 gr m2 = 36,9692 gr Bobot jenis 2

=

= 0.8783

Bobot Jenis Rata-rata =

=

(37)

= 0,8813 1.3 Minyak Kayu Putih Konicare®

Hasil dari penentuan bobot jenis pada minyak kayu putih Konicare®

dapatdilihat pada Tabel 1.3

Tabel 1.3 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Konicare®

No. m m1 m2 Bobot Jenis

1. 28,9609 gr 38,9386 gr 37,8578 gr 0,8917

2. 28,4045 gr 38,1550 gr 37,2358 gr 0,9057

Bobot jenis rata-rata 0,8987

Perhitungan : Bobot jenis 1

m = 28,9609 gr m1 = 38,9386 gr m2 = 37,8578 gr Bobot jenis 1

=

= 0,8917 Bobot jenis 2

m = 28,4045 gr m1 = 38,1550 gr m2 = 37,2358 gr Bobot jenis 2

=

= 0,9057

Bobot Jenis Rata-rata =

=

= 0,8987

(38)

Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Etanol 70%

Diketahui kadar Etanol absolut adalah 99% maka perhitungan pembuatan larutan etanol 70% sebanyak 50 mL dihitung menggunakan rumus:

V1.N1 = V2.N2 Keterangan :

V1 = banyaknya larutan murni yang diambil N1 = komsentrasi larutan yang akan diencerkan

V2 = banyaknya larutan yang akan dibuat dengan pengenceran N2 = konsentrasi larutan yang akan

Perhitungan :

V1.N1 = V2.N2 V1 =

=

= 35,4 mL Volume etanol 99% adalah 35,4 mL

(39)

Lampiran 3. Sampel Minyak Kayu Putih

Minyak Kayu Putih Cap Ayam Minyak Kayu Putih Cap Lang

Minyak Kayu Putih Konicare®

(40)

Lampiran 4. Pengujian Bobot Jenis Minyak Kayu Putih

Piknometer berisi minyak kayu putih Cap Ayam

Piknometer berisi minyak kayu putih Cap Lang

Piknometer berisi minyak kayu putih Konicare®

(41)

Lampiran 5. Hasil Penentuan Kelarutan dalam Etanol

Gelas ukur berisi minyak kayu putih Cap Ayam dan etanol 70%

Gelas ukur berisi minyak kayu putih Cap Lang dan etanol 70%

Gelas ukur berisi minyak kayu putih Konicare® dan etanol 70%

(42)

Lampiran 6. Alat-alat Pengujian Minyak Kayu Putih

Refraktometer terhubung dengan Water Bath

Gambar

Tabel 2.1 Parameter Syarat Mutu Minyak Kayu Putih SNI 06-3954-2006
Tabel 4.1 Data Pengujian Mutu Beberapa Produk Minyak Kayu Putih
Tabel 1.1 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Cap Ayam
Tabel 1.2 Data Penentuan Bobot Jenis Minyak Kayu Putih Cap Lang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan mengapung tetrasiklin yang dapat bertahan di lambung dengan menggunakan cangkang kapsul alginat yang ditambahkan

Judul Skripsi : Isolasi Alginat Dari Rumput Laut Coklat ( Sargassum plagyophyllum (Mertens) J.G. Agardh) dan Pemanfaatannya Untuk Meningkatkan Stabilitas Fisik Sediaan

Kesimpulan: Hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak etilasetat daun Afrika memiliki sifat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas, karena

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi golongan obat antihipertensi dan kesesuaian dosis obat antihipertensi menurut The Renal Drug Handbook pada

Berdasarkan hasil pengamatan data rekam medik pasien penyakit jantung koroner komplikasi hiperlipidemia, diketahui bahwa terdapat masalah terapi obat pada pasien penyakit

yang terjadi pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi dan komplikasi diabetes retinopati di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik selama januari

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan judul “Formulasi Masker Wajah