• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu lari Nike.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu lari Nike."

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN CITRA MEREK DENGAN CITRA DIRI (SELF CONGRUITY) DAN NIAT MEMBELI SEPATU LARI NIKE

Studi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Ignatia Yulistyowati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu Nike. Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara self congruity dan niat membeli sepatu Nike. Penelitian ini melibatkan 279 subjek yaitu konsumen remaja dan dewasa awal dengan rentang usia 12 tahun sampai 30 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala Semantic Differential pada kedua variabel. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearman’s rank correlation coefficient dalam program SPSS for windows versi 22.0 dikarenakan sebaran data dari variabel self congruity dan niat membeli tidak normal. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif, signifikan, dan cukup kuat (r: 0,319; p: 0,000 < 0,05) pada usia remaja dan (r: 0,426; p: 0,000 < 0,05) pada usia dewasa antara self congruity dan niat membeli. Hal ini berarti semakin tinggi self congruity konsumen maka semakin tinggi juga niat membeli konsumen terhadap sepatu Nike dan begitu juga sebaliknya.

(2)

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONGRUITY AND PURCHASE INTENTION OF NIKE RUNNING SHOES

Study in Faculty of Psychology in Sanata Dharma University

Ignatia Yulistyowati

ABSTRACT

This research aimed to determine the correlation between self congruity and purchase

intention. The hypothesis in this research there is a positive correlation between self congruity and

purchase intention. This research involve 279 subjects were consumer of adolescences and early

adulthoods with the range of age about 12-30 years old. Data collected by use Semantic

Differential scale for both variable. Data analysed by Spearman’s rank correlation coefficient in SPSS for windows version 22.0 because the distribution of data from self congruity variable and

purchase intention variable were abnormal. The result showed that there was a positive,

significant, and strong enough relationship (r: 0,319; p: 0,000 < 0,05) at the age of adolescent

and (r: 0,426; p: 0,000 < 0,05) at the age of early adulthoods between self congruity and purchase

intention. That result means the higher of self congruity, the higher of purchase intention too and

also on the other way.

(3)

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN CITRA MEREK DENGAN CITRA DIRI (SELF CONGRUITY) DAN NIAT MEMBELI SEPATU LARI NIKE

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Ignatia Yulistyowati

119114055

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

JANGAN TUNDA !

Bila hidup terkadang membosankan laluilah semua dengan

senyuman, biarkanlah itu mengalir apa adanya….

SEMANGAATTT NAATT !!! SEMANGAAATT DEEKK !!!

Amsal 23:18

Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak

akan hilang

Roma 12: 12

(7)

v

Lukas 1:37

Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil

Pengkhotbah 3:11a

Ia membuat segala sesuatu

indah pada waktu-Nya

Terimakasih yang tak terhingga untuk Yesus Kristus

Penolong dan Penerangku, aku tahu Engkau tidak pernah

(8)
(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA KESESUAIAN CITRA MEREK DENGAN CITRA DIRI (SELF CONGRUITY) DAN NIAT MEMBELI SEPATU LARI NIKE

Studi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Ignatia Yulistyowati

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu Nike. Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara self congruity dan niat membeli sepatu Nike. Penelitian ini melibatkan 279 subjek yaitu konsumen remaja dan dewasa awal dengan rentang usia 12 tahun sampai 30 tahun. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala Semantic Differential pada kedua variabel. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearman’s rank correlation coefficient dalam program SPSS for windows versi 22.0 dikarenakan sebaran data dari variabel self congruity dan niat membeli tidak normal. Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif, signifikan, dan cukup kuat (r: 0,319; p: 0,000 < 0,05) pada usia remaja dan (r: 0,426; p: 0,000 < 0,05) pada usia dewasa antara self congruity dan niat membeli. Hal ini berarti semakin tinggi self congruity konsumen maka semakin tinggi juga niat membeli konsumen terhadap sepatu Nike dan begitu juga sebaliknya.

(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN SELF CONGRUITY AND PURCHASE INTENTION OF NIKE RUNNING SHOES

Study in Faculty of Psychology in Sanata Dharma University Ignatia Yulistyowati

ABSTRACT

This research aimed to determine the correlation between self congruity and purchase intention. The hypothesis in this research there is a positive correlation between self congruity and purchase intention. This research involve 279 subjects were consumer of adolescences and early adulthoods with the range of age about 12-30 years old. Data collected by use Semantic

Differential scale for both variable. Data analysed by Spearman’s rank correlation coefficient in

SPSS for windows version 22.0 because the distribution of data from self congruity variable and purchase intention variable were abnormal. The result showed that there was a positive, significant, and strong enough relationship (r: 0,319; p: 0,000 < 0,05) at the age of adolescent and (r: 0,426; p: 0,000 < 0,05) at the age of early adulthoods between self congruity and purchase intention. That result means the higher of self congruity, the higher of purchase intention too and also on the other way.

(11)
(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Hubungan Kesesuaian Citra Merek dengan Citra Diri (Self Congruity) dan Niat Membeli Sepatu Lari Nike”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu P. Henrietta P. D. A. D. S., S.Psi., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang mendukung sepenuhnya dalam membantu penulis mengerjakan skripsi, merevisi, menjelaskan terkait bahan skripsi, memberikan motivasi dan menyempatkan waktu walaupun sibuk untuk anak-anak bimbingannya. Terimakasih mbak Ettaaa..

4. Bapak Y. Heri Widodo, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing dari semester 1 hingga 4.

(13)

xi

skripsi dengan segera dan melancarkan serta memberikan jalan terbuka untuk penulis agar dapat melanjutkan ke tahap berikutnya  Thank you so much Ibu cantikkss..

6. Segenap Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan dukungan, ajaran, didikan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan segala hal yang baru yang saya dapatkan dari Bapak dan Ibu semua sehingga saya mampu menyelesaikan studi di Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Segenap Dosen Fakutas Pendidikan Matematika dan Dosen Fakultas Matematika Murni yang telah bersedia dan berbaik hati meluangkan waktunya untuk memberikan penjelasan serta pemahaman kepada penulis.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma (Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Donny, Pak Gik dan lain-lainnya) atas kebaikan, keramahan, dan bantuan, dalam memberikan informasi demi kelancaran studi penulis.

9. Bapak, Ibu, Mas Eris, Mbak Atha, Nael dan Mas Dimas yang selalu mendukung baik fisik, finansial, jiwa, raga, dan ketulusan kalian yang membuat penulis menjadi selalu ingat akan skripsi, semangat, bahagia, dan semua-muanya yang sudah kalian berikan pada saya.. I LOVE YOU SO MUCH 

(14)

xii

11.Haiii Antonius Putra Wahyudi, S.T. terima kasih untuk doa, dukungan baik fisik, batin, pikiran, finansial, hiburan, suka, duka dan energimu yang telah

diberikan dengan tulus untuk saya. Makasih yaaa … 

12.Seluruh teman-teman satu bimbingan Mbak Etta: yunis, yosi, rara, lia, ayik, iga, elis, ika, betrik, andrini, anoy, ajik, sikak, awang yang mendukung dan setia bersama dalam menunggu mbak Etta, berbagi informasi dan cerita. Semangat buat kita semua !

13.Teman-teman satu Psikologi dari berbagai angkatan manapun.. Terima kasih atas dukungan, doa, semangat, ejekannya pada saya ketika sedang menunggu dosen, bolak-balik ruangan dosen karena itu membuat waktu saya terasa lebih

cepat saat menunggu Dosen. Hihihihii…

14.Makasih juga buat Mandana, S.Psi yg ujiannya barengan di hari Kartini :D yang sama-sama juga merpus bareng, gossyip bareng hahaha REWEL !

15.Untuk the Gengs anak Kosan baik yang tempoe doeloe (HAAII Meettaaa, S.Far, Reni, S.Pd, Erica, S.Pd, VinaPinul, S.Far dan Niken, S.Far) kosan baru (Delpin anak Toraja, Maria si pikunan, Ayuk si nyablak) Tararengkyuuu untuk kebersamaan kalian buat akuu, semangat kalian, canda kalian. Buat Vivin, Putri, Elen (Sariayuers), buat May yg lemay (eci), Anas miss PHP dan rempong terimakasih atas hiburan yang kalian buat selama ini. Keep it TOUCH !

(15)
(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

1. Manfaat Teoritis ... 12

2. Manfaat Praktis ... 13

(17)

xv

A. Niat Membeli ... 14

1. Pengertian Niat Membeli Konsumen ... 14

2. Elemen Niat Membeli ... 15

3. Faktor-Faktor Niat Membeli ... 16

B. Self Congruity ... 31

1. Pengertian Self Congruity ... 31

2. Komponen Self Congruity ... 36

3. Dampak dari Self Congruity ... 37

4. Dinamika Hubungan antara Self Congruity dan Niat Membeli terhadap Sepatu Lari Nike ... 39

5. Hipotesis ... 43

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Variabel Penelitian ... 44

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 44

1. Self Congruity ... 44

2. Niat Membeli Sepatu Lari Nike ... 46

D. Subjek Penelitian ... 46

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 47

1. Skala Self Congruity ... 48

2. Skala Niat Membeli Sepatu Lari Nike ... 51

F. Validitas dan Reliabilitas ... 54

(18)

xvi

2. Seleksi Item ... 54

a. Skala Self Congruity ... 55

b. Skala Niat Membeli... 56

3. Reliabilitas ... 57

a. Skala Self Congruity ... 58

b. Skala Niat Membeli... 59

G. Metode Analisis Data ... 59

1. Uji Asumsi ... 59

a. Uji Normalitas ... 59

b. Uji Linearitas ... 59

2. Uji Hipotesis ... 60

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62

A. Pelaksanaan Penelitian ... 62

B. Deskripsi Subjek ... 62

C. Dekskripsi Data Penelitian ... 64

D. Hasil Penelitian ... 66

1. Uji Asumsi ... 66

a. Uji Normalitas ... 66

b. Uji Linearitas ... 71

2. Uji Hipotesis ... 73

3. Analisis Tambahan ... 76

E. Pembahasan ... 79

(19)

xvii

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 82

1. Bagi Konsumen Remaja dan Dewasa Awal ... 82

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Item Skala Self Congruity ... 50

Tabel 2. Sebaran Item Skala Niat Membeli Sebelum Tryout ... 52

Tabel 3. Sebaran Item Skala Niat Membeli Setelah Tryout ... 56

Tabel 4. Kriteria Koefisien Korelasi ... 61

Tabel 5. Deskripsi Identitas Jenis Kelamin dan Usia Subjek ... 62

Tabel 6. Deksripsi Pendidikan atau Pekerjaan Subjek ... 63

Tabel 7. Data Teoritis dan Empiris Kedua Variabel ... 64

Tabel 8. Uji One Sample t-test Self Congruity ... 65

Tabel 9. Uji One Sample t-test Niat Membeli ... 65

Tabel 10. Uji Normalitas Niat Beli dan Self Congruity pada Usia Remaja... 67

Tabel 11. Uji Normalitas Niat Beli dan Self Congruity pada Usia Dewasa ... 69

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas pada Usia Remaja ... 71

Tabel 13. Hasil Uji Linearitas pada Usia Dewasa ... 72

Tabel 14. Hasil Uji Korelasi pada Usia Remaja... 74

Tabel 15. Hasil Uji Korelasi pada Usia Dewasa ... 75

Tabel 16 Hasil Analisis Tambahan Niat Beli antara Usia Remaja dan Usia Dewasa ... 76

(21)

xix

Tabel 18 Hasil Analisis Tambahan Niat Beli antara Jenis Kelamin

Laki-Laki dan Perempuan ... 78 Tabel 19 Hasil Analisis Tambahan Self Congruity antara Jenis Kelamin

(22)

xx

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Faktor Dasar Teori Perilaku Terencana ... 18 Gambar 2. Teori Perilaku Terencana ... 19 Gambar 3. Skema Hubungan antara Self Congruity dan Niat Membeli

Sepatu Lari Nike ... 42 Gambar 4. Histogram dan Kurva Variabel Self Congruity pada Usia

Remaja... 68 Gambar 5. Histogram dan Kurva Variabel Niat Membeli pada Usia

Remaja... 68 Gambar 6. Histogram dan Kurva Variabel Self Congruity pada Usia

Dewasa ... 70 Gambar 7. Histogram dan Kurva Variabel Niat Membeli pada Usia

(23)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tryout ... 89 Lampiran 2. Hasil Reliabilitas dan Seleksi Item Self Congruity ... 98 Lampiran 3. Hasil Reliabilitas dan Seleksi Item Niat Membeli ... 100 Lampiran 4. Skala Penelitian ... 101 Lampiran 5. Hasil Uji Beda Mean One Sample t-test ... 109 Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas ... 110

1. Hasil Uji Normalitas Niat Beli dan Self Conguity pada Usia Remaja ... 110 2. Hasil Uji Normalitas Niat Beli dan Self Congruity pada

Usia Dewasa ... 110 Lampiran 7. Hasil Uji Linearitas ... 111

1. Hasil Uji Linearitas Niat Beli dan Self Congruity pada Usia Remaja ... 111 2. Hasil Uji Linearitas Niat Beli dan Self Congruity pada

Usia Dewasa ... 112 Lampiran 8. Hasil Uji Hipotesis ... 113

1. Hasil Uji Korelasi Niat Beli dan Self Congruity pada

Usia Remaja ... 113 2. Hasil Uji Korelasi Niat Beli dan Self Congruity pada

(24)

xxii

1. Hasil Uji-U Niat Membeli antara Usia Remaja dan Usia Dewasa ... 114 2. Hasil Uji-U Self Congruity antara Usia Remaja dan

Usia Dewasa ... 114 3. Hasil Uji-U Niat Membeli antara Jenis Kelamin

Laki-Laki dan Perempuan ... 115 4. Hasil Uji-U Self Congruity antara Jenis Kelamin

(25)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsumen tidak pernah lepas dari perkembangan zaman yang terus berubah dari waktu ke waktu. Hal ini membuat konsumen ingin menampilkan

diri dengan mengesankan gaya hidup yang “up to date”. Konsumen juga ingin

menjadi pusat perhatian dalam mengikuti trend masa kini. Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah menyesuaikan perubahan yang terjadi dalam hidupnya (Sumarwan, 2011). Oleh karena itu, tidak heran apabila kebanyakan dari konsumen memiliki gaya hidup yang semakin modern.

Saat ini, gaya hidup yang modern tidak hanya diukur melalui teknologi canggih yang digunakan sehari-hari. Akan tetapi, diukur melalui gaya berpenampilan seseorang dalam mengikuti perkembangan fashion masa kini. Seseorang yang mengubah kehidupannya atau mengikuti perkembangan, akan mengubah juga perilaku membeli barang dan jasa yang menjadi pilihannya (Kotler & Armstrong, 2012). Oleh karena itu, tidak jarang konsumen mengubah gaya fashion sehari-harinya dengan perkembangan yang lebih “up to date”.

(26)

2

saja namun juga untuk bergaya sehari-hari (www.talkmen.com). Sepatu lari tersebut hadir dengan berbagai merek. Salah satu merek yang dikenal dunia ialah Nike.

Setiap produk Nike menjadi trend dan model sepatu yang selalu mengikuti perkembangan. Hampir seluruh individu di dunia ini mengenal Nike sebagai pilihan merek yang diminati oleh banyak konsumen karena keunggulannya dalam segi kualitas produk. Selain itu, inovasi yang diberikan juga menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar Nike (www.kvltmagz.com). Oleh karena itu, produk Nike tetap menjadi pilihan fashion konsumen. Pada tahun 2013, perusahaan Nike semakin menunjukkan kelasnya sekaligus membuktikan bahwa sebuah inovasi akan menghasilkan sesuatu yang besar. Hal tersebut terbukti setelah Nike meluncurkan pembaharuan Running Shoes yang sampai saat ini pun masih menjadi perbincangan hangat (www.kvltmagz.com). Nike memiliki produk Running Shoes yang dibedakan secara khusus untuk laki-laki dan perempuan.Running Shoes tersebut memiliki berbagai model seperti Nike Air Max, Nike Free, Nike Zoom Air, dan Nike Zurarlon (www.nike.com) dengan keunikannya masing-masing.

(27)

3

persentase pembelian sebesar 17,9% dari total konsumen dibandingkan dengan Adidas yang hanya 4,9%. Selain itu pada tahun 2015, Nike juga mendapat persentase pembelian terbanyak sebesar 18,1% dibandingkan dengan Adidas yang memiliki persentase sebesar 5,4%. Hal ini membuktikan bahwa Nike merupakan sepatu lari yang menjadi pilihan konsumen dibandingkan dengan sepatu lari merek lain.

(28)

4

Balance sebesar 8,75 % dan Puma memiliki persentase paling kecil sebesar 5 %.

Berkaitan dengan niat membeli konsumen terhadap sepatu Nike, peneliti juga telah melakukan wawancara pada tanggal 28 April 2015 kepada salah satu konsumen. Peneliti bertanya mengenai ada atau tidaknya keinginan untuk membeli sepatu lari Nike. Konsumen tersebut menjawab adanya keinginan dan rencana untuk membeli sepatu Nike. Suatu rencana yang dimiliki oleh konsumen meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku yang diniatkan tersebut akan dilaksanakan (Peter & Olson, 2013). Niat tersebut diperkuat dengan alasan konsumen yang mengatakan bahwa konsumen menyukai produk dan merek Nike. Selain itu, konsumen juga mengatakan bahwa merek Nike adalah merek yang sudah terkenal, produk-produk yang dikeluarkan

(29)

5

lainnya ialah merek Nike juga sudah terkenal membuat konsumen berkeinginan untuk membeli.

Niat pembelian merupakan bagian dari perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam memutuskan produk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: atribut produk, merek, packaging, label, dan jasa pendukung produk (Kotler & Armstrong, 2012). Merek menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi konsumen ketika memilih suatu produk. Hal ini dikarenakan merek dapat menyampaikan pesan positif atau negatif pada konsumen mengenai produk (KimandChung, 1997; dalam Bhakar, Bhakar & Bhakar, 2013). Pesan tersebut kemudian akan memunculkan citra merek pada konsumen.

Keputusan individu dalam memilih merek berkaitan dengan munculnya niat pembelian yang ada pada konsumen. Pada umumnya, konsumen memutuskan untuk melakukan pembelian pada merek yang lebih disukai (Kotler & Armstrong, 2012). Konsumen juga melakukan tahap evaluasi dengan menggolongkan merek dan membentuk niat pembelian (Kotler & Armstrong, 2012). Terdapat juga hasil penelitian dari Tariq, Nawaz, Nawaz & Butt (2013) yang menunjukkan bahwa variabel citra merek, kualitas produk, pengetahuan produk, keterlibatan produk, atribut produk, dan loyalitas merek telah diteliti sebagai faktor dari niat pembelian konsumen dan telah ditemukan bahwa ada hubungan positif dengan niat pembelian.

(30)

6

merek sebagai asosiasi atau persepsi konsumen yang dibuat berdasarkan ingatan konsumen melalui produk. Sedangkan Arslan & Altuna (2010; dalam Tariq et al., 2013) mendefinisikan citra merek sebagai perasaan positif atau negatif mengenai merek ketika merek tersebut muncul dalam pikiran konsumen dengan tiba-tiba atau ketika konsumen mengingat kembali ingatan terhadap merek.

Nike memiliki nama merek dan simbol yang telah dikenal oleh dunia. Hal ini dikatakan pada sebuah majalah online (www.kvltmagz.com) bahwa Nike adalah perusahaan sepatu, pakaian dan alat-alat olahraga Amerika Serikat yang merupakan salah satu terbesar di dunia. Nike juga memiliki logo yang simple, unik dan khas sehingga mudah dikenal konsumen. Berdasarkan produk dan logo yang terkenal tersebut, konsumen membangun sebuah citra atau gambaran pada merek Nike.

Melalui wawancara pada tanggal 03 Juni 2015, peneliti meminta tiga konsumen yang telah memiliki dan menggunakan sepatu Nike untuk menyebutkan sifat atau karakteristik yang ada pada Nike. Sifat-sifat tersebut antara lain nyaman, stylish, up-to-date, santai, energic, sporty, dan fashionable. Meenaghan (1995; dalam Tariq et al., 2013) menjelaskan

(31)

7

lainnya. Hal ini dapat dikatakan bahwa membangun citra merek mampu mengarahkan konsumen pada keputusan pembelian.

Menurut Kotler & Armstrong (2012), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, yaitu kebudayaan, sosial, personal, dan karakteristik psikologis. Faktor kebudayaan terdiri dari budaya, sub-budaya, dan kelas sosial. Faktor sosial terdiri dari kelompok referensi, keluarga, peranan dan status. Faktor personal terdiri dari usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, situasi ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Sedangkan pada faktor psikologis terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi niat membeli konsumen. Salah satunya adalah faktor personal, khususnya mengenai kepribadian dan konsep diri.

(32)

8

identitas mereka, yaitu “kita adalah apa yang kita punya” (Kotler & Armstrong, 2012).

Menurut Schiffman & Kanuk (2010) citra diri individu ialah unik, berkembang dari latar belakang dan pengalaman yang dimiliki individu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap konsumen memiliki gambaran terhadap diri yang berbeda-beda. Pandangan tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada munculnya niat individu dalam membeli. Citra diri tidak hanya mencakup fisik seseorang tetapi evaluasi dan definisi diri seseorang seperti kuat, jujur, humoris, canggih, pendiam, adil, bersalah, serta beribu-ribu gambaran lainnya dan itu merefleksikan di setiap tindakan manusia, termasuk pembelian barang dan jasa (Evan & Westfall, 1961; dalam Birdwell, 1968). Konsumen cenderung mempertimbangkan suatu merek atau produk dengan gambaran diri yang dimiliki. Hal tersebut dilakukan agar konsumen membeli produk dan merek yang sesuai atau cocok dengan dirinya. Penelitian yang dilakukan oleh Schembri, Merrilees, dan Kristiansen (2010; dalam Mocanu, 2013) menunjukkan bagaimana konsumen menggunakan kekhususan dari merek sebagai teks narasi untuk mengkomunikasikan siapa mereka.

(33)

9

tersebut akan berdampak pada munculnya niat pembelian sepatu Nike. Model citra diri kongruen menyatakan bahwa konsumen memilih produk ketika atribut barang tersebut cocok dengan beberapa aspek yang ada pada diri konsumen (Solomon, 2009).

Terdapat penelitian mengenai perilaku konsumen yang menunjukkan bahwa konsumen menggunakan suatu produk untuk nilai fungsional dan simbolis (Sirgy, Grzeskowiak & Su, 2005; Solomon, 1983; dalam Kumar & Nayak, 2014). Menurut Kressman et al. (2006; dalam Kumar & Nayak, 2014), kesesuaian fungsional sebagai kecocokan antara harapan ideal konsumen dengan persepsi konsumen mengenai fitur-fitur atau hal-hal yang sesuai dengan penilaian konsumen terhadap suatu merek dan produk. Ketika konsumen ingin memilih sepatu Nike, konsumen melakukan kesesuaian pada apa yang diharapkan konsumen dengan persepsi yang dimiliki konsumen mengenai sepatu Nike tersebut. Saleki, Saki, & Nekooi (2014) menyatakan bahwa kesesuaian fungsional didasarkan pada fitur atau hal-hal secara fungsional pada produk yang dianggap relevan dengan fitur yang diinginkan konsumen.

(34)

10

2014) bahwa konsumen membeli produk dan merek yang mereka percaya untuk memproses gambaran simbolis yang mirip atau melengkapi citra diri mereka, yang nantinya akan mencapai kesesuaian diri. Sirgy et al. (1991) dan Sirgy dan Su (2000; dalam Kumar & Nayak, 2014) juga mengemukakan bahwa kesesuaian diri memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan kesesuaian fungsional. Dengan kata lain, konsumen menemukan kesesuaian yang lebih besar antara citra produk dan citra diri yang selanjutnya akan mendorong konsumen untuk mengevaluasi kesesuaian fungsional dari sebuah produk ke arah yang positif. Pada saat konsumen berniat membeli sepatu Nike untuk digunakan bergaya sehari-hari, konsumen lebih cenderung melakukan kesesuaian antara sepatu Nike dengan citra dirinya. Ketika konsumen memiliki perasaan cocok dengan sepatu Nike tersebut, secara langsung konsumen akan melakukan evaluasi positif terkait fungsi dari sepatu Nike yang dipilihnya.

Sirgy (1982) menyatakan bahwa konsumen berpikir untuk lebih memilih produk dengan gambaran yang kongruen dengan konsep diri mereka. Hal itu melibatkan proses pertimbangan terkait citra merek yang telah dimiliki konsumen terhadap suatu produk dengan citra diri yang dimiliki konsumen. Penelitian Sirgy (1982; dalam Aghdaie & Khatami, 2014) menunjukkan bahwa konsumen membeli dan mengkonsumsi barang jika mereka melihat ada kesatuan citra diri mereka dan citra terhadap merek.

(35)

11

konsumen menginginkan produk yang bukan untuk menunjang secara fisik tetapi secara manfaat ketika produk tersebut digunakan. Dari penjelasan tersebut menekankan bahwa self congruity lebih sesuai dalam hubungannya dengan niat beli konsumen terhadap sepatu Nike pada penelitian ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu lari Nike?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara kesesuaian citra merek dengan citra diri (self congruity) dan niat membeli sepatu lari Nike.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(36)

12

2. Manfaat Praktis

(37)

13 BAB II

LANDASAN TEORI

A.Niat Membeli

1. Pengertian Niat Membeli Konsumen

Ajzen (2005) mengungkapkan bahwa niat adalah prediktor yang baik dari berbagai macam perbedaan perilaku. Adanya niat mendorong seseorang untuk berperilaku secara nyata. Hal ini juga dijelaskan oleh Schiffman & Kanuk (2010) bahwa niat merupakan kecenderungan seseorang akan melakukan tindakan tertentu sebagai tindak lanjut dari sikap individu tersebut terhadap suatu objek. Keller (2013) menambahkan bahwa niat merupakan rencana seseorang untuk melakukan tindakan yang diinginkan. Ketika seseorang memilih perilaku seperti apa yang akan ditampilkan secara nyata sama artinya dengan seseorang yang merencanakan perilaku untuk ditampilkan. Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian niat, telah disimpulkan bahwa niat adalah keinginan seseorang untuk melakukan tindakan dalam mencapai objek yang dituju.

(38)

14

Dodds et al. (1991; dalam Siddiqui, 2014) mengemukakan dengan singkat bahwa niat membeli adalah kesediaan untuk membeli. Kesediaan konsumen untuk membeli selaras dengan keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan menggunakan produk atau jasa (Mowen & Minor, 2002). Senada dengan pengertian tersebut, Shao et al. (2004; dalam Siddiqui, 2014) menambahkan bahwa niat pembelian konsumen diartikan sebagai keinginan konsumen untuk membeli produk dan berlangganan pada jasa perusahaan.

Menurut teori Reasoned Action pada Ajzen dan Fishbein (1980; dalam Peter & Olson, 1999), mengukur niat membeli konsumen berarti memprediksi perilaku pembelian sebelum konsumen melakukan pembelian. Secara khusus, Ajzen (2005) mengungkapkan niat adalah prediktor yang baik dari berbagai macam perbedaan perilaku. Memprediksi artinya membantu konsumen untuk membuat pertimbangan antara baik atau buruk, ingin membeli atau tidak ingin membeli, dan hal lainnya sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu, niat dikatakan oleh Ajzen (2005) sebagai prediktor yang baik bagi konsumen sebelum melakukan pembelian.

(39)

15

2. Elemen Niat Membeli

Menurut Ajzen (2005), niat merupakan perilaku yang muncul lebih terdahulu sebelum adanya tindakan yang dilakukan secara nyata. Kedua tokoh tersebut mengatakan bahwa niat melibatkan empat elemen yang berbeda, antara lain:

a. Action (tindakan)

Suatu keterlibatan dari perilaku yang dilakukan atau diarahkan pada objek

b. Target (sasaran)

Objek atau sasaran dimana perilaku diarahkan c. Contex (konteks)

Tempat kejadian perilaku yang dilakukan pada objek d. Time (waktu)

Kapan perilaku dilakukan pada objek

(40)

16

dari satu kejadian pada kejadian lainnya dalam arti sesuai untuk terjadinya perilaku, dan pada elemen waktu adalah luas dan umum.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur niat terdapat empat elemen yang dapat memprediksi perilaku antara lain: action (tindakan), target (sasaran), contex (konteks), dan time (waktu) yang akan digunakan dalam penelitian ini.

3. Faktor-Faktor Niat Membeli

(41)

17

Teori Perilaku Terencana (Ajzen, 2005) memperkenalkan pentingnya faktor dasar tersebut. Sikap terhadap perilaku dapat mempengaruhi performansi dari perilaku spesifik oleh keyakinan perilaku (behavioral belief). Keyakinan perilaku dapat mempengaruhi sikap terhadap perilaku

dan juga niat dan tindakan. Sikap terkadang ditemukan untuk mendorong pengaruh dari keyakinan normatif atau kontrol dan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku dengan mengubah norma subjektif (subjective norm) atau persepsi dari kontrol perilaku (perceived behavior control).

(42)

18

Gambar 1. Faktor Dasar Teori Perilaku Terencana

(43)

19

Gambar 2. Teori Perilaku Terencana

Teori Perilaku Terencana tersebut menunjukkan dua hal penting berdasarkan gambar diatas. Pertama, teori mengasumsikan kontrol perilaku yang diterima dapat berdampak pada niat. Orang yang percaya bahwa mereka yang tidak memiliki sumber daya atau peluang untuk menunjukkan perilaku tertentu tidak mungkin membentuk niat berperilaku yang kuat untuk terlibat bahkan jika mereka memegang sikap terhadap perilaku yang baik dan percaya bahwa orang lain akan menerima perilaku mereka. Hal ini digambarkan panah pada kontrol yang diterima terhadap niat. Kedua, digambarkan panah pada kontrol yang diterima terhadap perilaku. Banyak dari contoh kinerja dari perilaku yang tidak hanya bergantung pada motivasi untuk melakukannya tetapi juga pada kontrol yang memadai atas perilaku yang bersangkutan. Kontrol perilaku yang diterima dapat membantu memprediksi pencapaian tujuan yang bebas dari niat berperilaku sejauh itu mencerminkan kontrol yang sebenarnya. Dengan kata lain, kontrol perilaku

Sikap terhadap Perilaku

Norma Subjektif

Kontrol Perilaku yang diterima

(44)

20

yang diterima dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung, dan melalui niat dapat digunakan untuk memprediksi perilaku secara langsung. Ketiga faktor tersebut dapat memprediksi niat individu dalam melakukan perilaku tertentu, antara lain sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norm), dan kontrol perilaku yang

diterima (perceived behavioral control). 1. Sikap terhadap Objek

Menurut Ajzen (2005), sikap adalah evaluasi positif atau negatif inividu dalam menunjukkan perilaku tertentu. Sikap terhadap perilaku ditentukan oleh belief tentang konsekuensi dari sebuah perilaku, yang disebut sebagai behavioral beliefs (Ajzen, 2005). Behavioral belief adalah belief individu mengenai konsekuensi positif atau negatif dari perilaku tertentu dan outcome evaluation merupakan evaluasi individu terhadap konsekuensi yang individu dapatkan dari sebuah perilaku. Menurut Ajzen (2005) setiap behavioral beliefs menghubungkan perilaku dengan hasil yang bisa didapat

(45)

21

2. Norma Subjektif

Norma subjektif diasumsikan menjadi fungsi dari keyakinan, tetapi dengan keyakinan dari jenis yang berbeda, yaitu keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok dapat diterima atau ditolak ketika menampilkan perilaku atau keterlibatannya dalam lingkup sosial. Keyakinan yang mendasari norma subjektif adalah keyakinan normatif. Norma subjektif menurut Ajzen (2005) adalah persepsi individu tentang tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Menurut Ajzen (2005) norma subjektif ditentukan oleh adanya keyakinan normatif (normative belief). Normative belief merupakan harapan-harapan yang berasal dari orang dan kelompok yang berpengaruh bagi individu (significant others). Biasanya, apabila seseorang memiliki referensi sosial yang dapat memotivasi mereka untuk melakukan suatu perilaku maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk memunculkan perilaku tersebut. Sebaliknya, apabila seseorang memiliki referensi sosial yang tidak memotivasi atau menyetujui mereka untuk melakukan suatu perilaku maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk tidak memunculkan perilaku tersebut.

3. Kontrol Perilaku yang Diterima

(46)

22

mendukung atau menghalangi individu untuk memunculkan sebuah perilaku. Kontrol perilaku yang diterima (perceived behavioral control) merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Belief ini didasarkan pada pengalaman masa lalu individu tentang suatu perilaku, tetapi seringkali juga dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh individu tentang suatu perilaku dengan melakukan observasi pada pengalaman yang dimiliki orang lain, dan juga oleh berbagai faktor lain yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan persepsi individu mengenai tingkat kesulitan dalam melakukan suatu perilaku. Apabila individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk melakukan suatu perilaku, maka individu merasakan adanya kontrol yang besar atas perilaku tersebut dan begitu juga sebaliknya, apabila sedikit individu merasakan faktor pendukung dan banyak faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu akan merasakan kurangnya kontrol atas perilaku tersebut.

(47)

23

a. Internal 1. Personal

a) Usia dan tingkat siklus kehidupan

Orang dapat membeli karena terbentuk oleh tingkat siklus hidup keluarga. Tingkat kehidupan berubah biasanya dihasilkan dari demografis dan peristiwa yang dapat mengubah kehidupan, seperti menikah, memiliki anak, membeli rumah, perceraian, anak mulai menjalani perkuliahan, perubahan pendapatan, pindah rumah, dan pengunduran diri. Pemasar sering mengartikan target pasar dalam tingkat siklus kehidupan dan mengembangkan produk dan pemasaran yang tepat untuk tingkatan tertentu.

b) Kepribadian dan konsep diri

(48)

24

c) Gaya hidup

Seseorang yang datang dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama akan memiliki perbedaan gaya hidup. Gaya hidup merupakan pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam psikografik yang mengukur beberapa dimensi, antara lain: aktivitas, ketertarikan, dan opini. Konsep gaya hidup dapat membantu pemasar memahami perubahan nilai konsumen dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perilaku membeli. Konsumen tidak hanya membeli produk, konsumen membeli nilai dan gaya hidup yang ditampilkan produk.

2. Psikologis a) Motivasi

Setiap orang mempunyai kebutuhan di setiap waktunya. Secara biologis, muncul dari keadaan lapar, haus, atau tidak nyaman. Hal lainnya secara psikologis, muncul dari kebutuhan untuk diakui, dihargai, atau dimiliki. Kebutuhan menjadi suatu alasan ketika hal tersebut muncul dalam intensitas level yang cukup. Motive atau dorongan adalah kebutuhan yang ditekan untuk

(49)

25

mengenai analisis konsumen dan pemasaran. Teori Freud mengungkapkan bahwa keputusan membeli seseorang dipengaruhi oleh motivasi bawah sadar yang membuat pembeli tidak sepenuhnya mengerti. Abraham Maslow menjelaskan mengapa seseorang terdorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Maslow menjawab bahwa kebutuhan manusia diatur dalam susunan hirarki yaitu kebutuhan psikologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

b) Persepsi

Persepsi adalah proses yang terjadi selama seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi menjadi bentuk gambar yang penuh arti di dunia. Orang dapat membentuk persepsi yang berbeda dari stimulus yang sama karena tiga proses perseptual: selective attention, selective distortion, dan selective retention. Selective attention ialah kecenderungan

(50)

26

c) Pembelajaran

Ketika seseorang bertindak, orang tersebut belajar. Pembelajaran menggambarkan perubahan pada perilaku individu yang timbul dari pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui pengaruh dari dorongan, stimuli, isyarat, respon, dan penguatan. Secara praktis, teori pembelajaran untuk para pemasar dapat membangun permintaan terhadap produk dihubungkan dengan dorongan yang kuat, menggunakan isyarat motivasi, dan menyediakan penguatan yang positif.

d) Keyakinan dan sikap

(51)

27

b. Eksternal 1. Personal

a) Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi pembelian barang dan jasa yang akan dibeli. Pemasar mencoba mengidentifikasi kelompok pekerjaan dengan ketertarikannya pada barang dan jasa berada di bawa rata-rata. Perusahaan dapat secara spesifik membuat produk yang dibutuhkan kelompok pekerjaan tersebut.

b) Situasi ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan toko dan produk. Pemasar melihat kecenderungan pada pendapatan, tabungan dan tingkat ketertarikan seseorang. Mengikuti kecenderungan tersebut, banyak perusahaan mengambil langkah untuk mengganti desain, mengatur kembali posisi dan mengganti harga produknya.

2. Kebudayaan a) Budaya

(52)

28

tersebut mempengaruhi perilaku membeli yang dapat berubah-ubah dari kelompok yang satu ke lainnya. Pengaruh dari budaya itulah yang membuat para pemasar selalu mencoba untuk berpusat pada pergeseran budaya untuk menemukan produk baru yang diinginkan konsumen.

b) Sub-budaya

Setiap budaya terdapat budaya-budaya dalam kelompok yang lebih kecil yang disebut sub-budaya atau sekelompok orang dengan berbagi bersama nilai-nilai berdasarkan pengalaman hidup dan situasi. Sub-budaya termasuk kebangsaan, agama, kelompok suku bangsa dan kelompok wilayah geografis.

c) Kelas sosial

(53)

29

3. Sosial

a) Kelompok referensi

Banyak kelompok kecil yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh secara langsung dan orang yang termasuk dalam kelompok tersebut akan disebut dengan anggota kelompok. Orang sering terpengaruh oleh kelompok referensi selama mereka belum menjadi bagian kelompok tersebut. Kelompok referensi menunjukkan perilaku seseorang dan gaya hidup baru yang mempengaruhisikap seseorang dan konsep diri sehingga menimbulkan tekanan yang akan mempengaruhi pilihan produk danmerek seseorang. Pentingnya dari sebuah kelompok adalah dapat mempengaruhi bermacam-macam produk dan merek. Kelompok tersebut dapat melakukannya melalui informasi dari mulut ke mulut atau jaringan sosial secara online.

b) Keluarga

(54)

30

bervariasi. Anak-anak juga memiliki pengaruh yang kuat pada keputusan pembelian di dalam keluarga.

c) Peran dan status

Setiap orang termasuk dari berbagai kelompok, seperti keluarga, klub (perkumpulan), organisasi, dan komunitas. Posisi seseorang di kelompok tertentu dapat menentukan peran dan statusnya. Peran terdiri dari kegiatan seseorang yang diharapkan dapat sesuai untuk ditunjukkan kepada orang-orang yang ada disekitarnya. Orang biasanya memilih produk yang sesuai dengan peran dan status mereka. Seorang perempuan yang bekerja misalnya, ia akan membeli jenis pakaian yang menunjukkan peran dan statusnya di perusahaan ia bekerja.

(55)

31

dan kontrol seseorang. Kemudian keyakinan tersebut akan mempengaruhi sikap, norma subjektif, dan kontrol yang selanjutnya akan mempengaruhi niat seseorang untuk menampilkan perilaku.

Pada teori Kotler & Armstrong (2012), terdapat faktor-faktor mengenai keputusan pembelian yang merupakan bagian dari niat membeli. Sebelum konsumen memutuskan untuk membeli suatu produk atau merek yang merupakan suatu perilaku, konsumen cenderung memunculkan niat terlebih dahulu seperti yang telah dijelaskan dalam teori Ajzen (2005). Faktor menurut Kotler & Arsmtrong (2012) dibagi menjadi dua yaitu faktor internal (personal dan psikologis) dan eksternal (kebudayaan dan sosial). Faktor-faktor inilah yang selanjutnya akan mempengaruhi niat membeli konsumen sebelum memutuskan untuk membeli produk.

B. Self Congruity

1. Pengertian Self Congruity

Petty and Cacioppo’s (1986; dalam Kang, Tang, & Lee, 2012) mengembangkan Elaboration Likelihood Model (ELM) yang dapat digunakan untuk menjelaskan proses informasi pada self congruity dan functional congruity. Terdapat dua rute yang mendukung proses ELM

(56)

32

Self congruity terjadi melalui evaluasi antara citra produk dan

pembentukan respon afektif (Sirgy et al., 1991; dalam Kang et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat konsumen melakukan self congruity, konsumen menggunakan rute pheriperal dimana melibatkan

unsur perasaan terhadap produk. Functional congruity terjadi selama proses konsumsi atau sesudah konsumsi, khususnya ketika membandingkan adanya ketidaksesuaian antara harapan dan pengalaman (Sirgy et al., 1997; dalam Kang et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat konsumen melakukan functional congruity, konsumen menggunakan rute central dimana menggunakan unsur pengetahuan mengenai produk.

Arnould, Linda, & Zinkhan (2002) berpendapat bahwa kesesuaian diartikan sebagai beragam asosiasi yang muncul pada sebuah produk kemudian menjadi kongruen atau konsisten antara asosiasi yang satu dan lainnya sehingga informasi cenderung menjadi lebih mudah diperoleh. Biasanya konsumen cenderung melakukan kesesuaian diri terhadap produk yang sedang diamati, sebelum benar-benar melakukan pembelian produk.

Lee, Kang & Tang (2011) menyatakan image congruence didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara gambaran konsumen dengan gambaran produk atau merek. Konsumen membuat keputusan untuk membeli melalui dua konsep dari alat ukur tentang image congruence yaitu self congruity dan functional congruity (Sirgy & Samli,

(57)

33

digunakan untuk menjelaskan proses kognitif konsumen dalam mengevaluasi produk dan jasa (Sirgy, et al., 2005; dalam Lee et al., 2011). Pada self congruity menjelaskan perbandingan antara citra diri dan citra produk yang dimiliki konsumen. Konsumen berfokus pada atribut simbolis yang ada pada produk, yang dapat dijelaskan dengan berbagai kata sifat seperti ramah, modern, atau tradisional yang merefleksikan gambaran dari pengguna produk (Sirgy et al., 1997; dalam Lee et al., 2011). Sirgy, Chebat & St.James (2006; dalam Koolivandi & Lotfizadeh, 2015) menjelaskan juga bahwa self congruity mencakup penilaian kognitif dan afektif dari nama merek/jasa/produk dengan karakteristik yang cocok dengan konsumen. Sedangkan pada functional congruity menjelaskan perbandingan antara persepsi konsumen terhadap atribut produk dan evaluasi konsumen terhadap produk. Contoh dari atribut fungsional yaitu kualitas produk, harga, suasana toko, dan performansi (Sirgy, Grewal, & Mangleburg, 2000; dalam Koolivandi & Lotfizadeh, 2015). Menurut He & Mukherjee (2007; dalam Lee et al., 2011) semakin positif image congruence menunjukkan semakin besar gambaran kesesuaian sehingga semakin positif pula perilaku konsumen.

Sirgy et al. (2000; dalam Kang et al., 2012) menjelaskan bahwa functional congruity mengacu pada kesesuaian dan ketidaksesuaian antara

(58)

34

sebagai kecocokan antara harapan ideal konsumen dengan persepsi konsumen mengenai fitur-fitur atau hal-hal yang sesuai dengan penilaian konsumen terhadap suatu merek dan produk. Berbeda dari pandangan Sirgy et al. (2000; dalam Kumar & Nayak, 2014) bahwa functional congruity melibatkan proses evaluasi setelah konsumen melakukan

pembelian. Dilihat dari persamaan kedua penjelasan diatas menyatakan bahwa persepsi konsumen digunakan pada saat functional congruity dilakukan.

Sirgy (1982) mengembangkan teori kesesuaian dengan istilah self-image/product-image congruity yang mengatakan bahwa konsumen

berpikir untuk lebih memilih produk dengan gambaran yang kongruen dengan konsep diri mereka. Secara lebih singkat, Keller (2013) mendefinisikan bahwa self-congruity merupakan kesesuaian antara citra diri dan citra produk.

Arnould, Price, & Zinkhan (2002) mengemukakan model self image congruence yaitu konsumen memilih produk ketika atribut-atribut

yang ada pada produk cocok dengan beberapa aspek diri konsumen. Pengertian yang serupa juga diungkapkan oleh Solomon (2009) mengenai model citra diri kongruen yang menyatakan bahwa konsumen memilih produk ketika atribut barang tersebut cocok dengan beberapa aspek yang ada pada diri.

(59)

35

yang kemudian diikuti oleh evaluasi atribut fungsional pada merek. Setelah merek diterima berdasarkan atribut simbolis, konsumen menjadi sangat terlibat dengan produk (O'Cass, 2000; Zaichkowsky, 1985; dalam Kressman et al., 2006). Keberhasilan dalam melihat atribut simbolis dari suatu merek lebih besar dipengaruhi oleh pengaruh self congruity (Aguirre-Rodriguez, et al., 2012; dalam Klipfel et al., 2014), dan pada functional congruity adalah faktor yang menentukan keberhasilan dari

kegunaan merek (Shavitt, 1992; dalam Klipfel et al., 2014). Dijelaskan pula oleh (Heet & Scott, 1988; dalam Aghdaie & Khatami, 2014) bahwa konsumen membeli produk dan merek yang mereka percaya untuk memproses gambaran simbolis yang mirip atau melengkapi citra diri mereka, yang nantinya akan mencapai kesesuaian diri. Berdasarkan dari penjelasan diatas, dapat ditentukan bahwa self congruity lebih mampu menjelaskan keterkaitan antara diri dengan suatu merek dan produk.

Sirgy dan Danes (1982) menggunakan rumus Interactive Congruen Model untuk memperoleh skor self congruity, yaitu:

keterangan:

S

ij

=

Diri aktual

P

ij

=

Citra merek

(60)

36

Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, self congruity merupakan kesesuaian antara suatu citra merek dengan gambaran diri yang dibentuk konsumen ketika memilih suatu produk sehingga konsumen merasa cocok atau sesuai dengan merek tersebut.

2. Komponen Self Congruity

Sirgy & Johar (1999) mengidentifikasi empat komponen dari self congruity. Komponen tersebut antara lain:

a. Actual self-image:

bagaimana konsumen melihat diri yang sesungguhnya b. Ideal self-image:

bagaimana konsumen melihat dirinya menjadi seperti yang diinginkan

c. Social self-image:

bagaimana konsumen merasakan dirinya seperti apa yang dilihat orang lain

d. Ideal social self-image:

bagaimana konsumen ingin menjadi apa yang dilihat orang lain.

(61)

37

untuk membeli produk yang menarik perhatian orang lain seperti pada saat membeli tas bermerek dengan teman kelompok, konsumen cenderung dikendalikan oleh citra diri sosial (Schiffman & Wisenblit, 2015).

3. Dampak dari Self Congruity

(62)

38

sehingga kedua atribut yaitu atribut kegunaan (fungsional) dan atribut nilai-ekspresi (simbolis) dapat mempengaruhi pilihan produk.

Kesesuaian antara gambaran diri dengan gambaran produk yang positif meningkatkan kesadaran konsumen terhadap citra dirinya dan membantu konsumen mengevaluasi produk sehingga mempengaruhi konsumen membeli produk (Graeff, 1996). Ketika citra merek dan citra diri yang ada pada konsumen sesuai, kelekatan emosi konsumen pada merek akan meningkat (Evanschitzky & Wunderlich, 2006; Oliver, 1999 dalam; Kang et al., 2012) yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku membeli. Schiffman & Kanuk (2010) menjelaskan bahwa pada saat konsumen ingin melakukan kegiatan membeli, konsumen akan berusaha menaikkan citra dirinya saat sedang memilih merek dan produk yang sesuai dengan citra atau kepribadian yang mereka percaya sesuai dengan citra dirinya dan menjauhkan yang tidak sesuai.

(63)

39

4. Dinamika Hubungan antara Self Congruity dan Niat Membeli terhadap Sepatu Nike

Self congruity menjelaskan perbandingan antara citra diri dan citra produk yang dimiliki konsumen. Arnould, Price, & Zinkhan (2002) mengemukakan model self image congruence yaitu konsumen memilih produk ketika atribut-atribut yang ada pada produk cocok dengan beberapa aspek diri konsumen. Konsumen membeli produk dan merek yang memiliki gambaran simbolis yang sama atau yang dapat melengkapi citra diri mereka untuk mencapai gambaran kongruen (Heet & Scott, 1988; dalam Aghdaie & Khatami, 2014). Apabila konsumen merasa sesuai dengan atribut simbolis yang ada pada suatu merek atau produk, selanjutnya hal tersebut akan mempengaruhi konsumen dalam memilih produk.

(64)

40

Setiap individu memiliki faktor-faktor yang melatarbelakangi dirinya. Menurut Ajzen (2005), faktor-faktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi niat dan perilaku. Kemudian faktor dasar yang dimiliki individu dapat mempengaruhi keyakinan perilaku, keyakinan normatif dan keyakinan kontrol seseorang untuk mengarahkan berperilaku. Selanjutnya, keyakinan tersebut dapat mempengaruhi sikap, norma subjektif, dan kontrol yang diterima konsumen dalam memunculkan niat yang kemudian mengarahkan ke perilaku atau tindakan.

Menurut Ajzen (2005) terdapat tiga faktor penentu pada niat seseorang untuk berperilaku. Sikap terhadap objek, ketika individu memiliki evaluasi bahwa suatu perilaku akan menghasilkan konsekuensi positif maka individu akan cenderung bersikap positif terhadap perilaku tersebut, dan sebaliknya. Norma subjektif dimana ketika individu mendapatkan motivasi dari sosial untuk melakukan suatu perilaku, maka individu tersebut akan cenderung merasakan tekanan sosial untuk memunculkan perilaku tersebut dan sebaliknya. Kontrol perilaku, ketika individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit faktor penghambat untuk melakukan suatu perilaku, maka individu merasakan adanya kontrol yang besar atas perilaku tersebut dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan penjelasan diatas, ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi individu dalam memunculkan niat dan perilaku.

(65)

41

(66)

42

Gambar 3.

Skema Hubungan antara Self Congruity dan Niat Membeli Sepatu Lari Nike

Self-Congruity

Self-Congruity tinggi Self-congruity rendah

- Tidak dapat membentuk gambaran simbolis yang sama dengan diri

- Tidak ada kelekatan emosi konsumen terhadap merek

- Evaluasi negatif terhadap diri

- Merasakan tekanan sosial negatif

- Tidak memotivasi konsumen untuk membeli (menghindar)

- Dapat membentuk gambaran simbolis yang sama dengan diri

- Ada kelekatan emosi konsumen terhadap merek

- Evaluasi positif terhadap diri

- Merasakan tekanan sosial positif

- Memotivasi konsumen untuk membeli

(67)

43

5. Hipotesis

(68)

44 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional bertujuan untuk mengetahui keeratan hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti tanpa melakukan suatu intervensi terhadap variasi variabel-variabel yang bersangkutan (Azwar, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self congruity dan niat membeli sepatu lari Nike.

B. VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas : kesesuaian citra merek dengan citra diri (self-congruity)

2. Variabel tergantung : niat membeli sepatu lari Nike

C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Self Congruity

Self congruity merupakan kesesuaian antara suatu citra merek

(69)

45

diperoleh dari hasil survey kepada 119 konsumen dengan menuliskan kata-kata sifat mengenai gambar sepatu lari Nike. Hasil survey tersebut telah dipilih berdasarkan kata-kata sifat yang paling banyak muncul, antara lain: elegant/sporty, sederhana/kompleks, colorless/colorful, konservatif/modern, kurang menarik/menarik, general/unik, jelek/bagus, kurang menyenangkan/menyenangkan, unstylish/stylish, dan formal/casual. Kedua belas karakteristik tersebut sebagai alat untuk mengukur citra merek, diri ideal dan diri aktual. Kemudian dari ketiga alat ukur tersebut, pada masing-masing subjek akan mendapatkan skor yang dihitung menggunakan rumus di bawah ini untuk tiap aitem dari tiga alat ukur tersebut. Setelah mendapatkan skor tiap subjek dari tiap banyaknya item pada ketiga alat ukut tersebut, kemudian dilakukan penghitungan skor total untuk masing-masing subjek dari masing-masing item tiga alat ukur tersebut. Skor self congruity untuk setiap subjek dihitung dengan menggunakan rumus Interactive Congruen Model dari Sirgy dan Danes (1982), yaitu:

keterangan:

S

ij

=

Diri aktual

P

ij

=

Citra merek

(70)

46

Semakin tinggi skor self congruity yang dimiliki subjek maka nilai self congruity semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah skor self congruity

yang dimiliki subjek maka semakin rendah pula self congruity.

2. Niat Membeli Sepatu Lari Nike

Niat membeli sepatu lari Nike merupakan keinginan konsumen untuk membeli sepatu lari Nike. Pada penelitian ini, alat ukur niat membeli berdasarkan dari keempat elemen niat membeli, yaitu: action (tindakan), target (sasaran), contex (konteks), dan time (waktu) dengan menggunakan teknik Semantic Differential Scale. Semakin tinggi skor niat membeli yang dimiliki subjek, maka semakin tinggi niat membeli subjek terhadap sepatu lari Nike. Sebaliknya, semakin rendah skor niat membeli yang dimiliki subjek, maka semakin rendah pula niat membeli subjek terhadap sepatu lari Nike.

D. SUBJEK PENELITIAN

(71)

47

sudah mencapai masa remaja awal dan berada di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai 30 tahun dimana subjek sudah mencapai masa dewasa awal. Pertimbangannya ialah pada usia remaja dan dewasa awal, identitas diri sudah terbentuk sehingga individu sudah mengenal karakteristik kepribadiannya dan individu juga sudah mampu mengevaluasi dirinya baik secara keseluruhan (citra diri) maupun secara fisik (citra tubuh) (Santrock, 2014). Kurang dari rentang usia tersebut menunjukkan bahwa individu masih berada dalam tahap kanak-kanak dimana individu masih berfokus pada pendeksripsian diri dan belum mengembangkan penggambaran diri berupa karakteristik kepribadian (Santrock, 2014). Sedangkan, lebih dari rentang usia tersebut individu sudah berada dalam tahap dewasa menengah dan akhir dimana terjadi penurunan keterampilan fisik dan berfokus pada pencarian makna hidup (Santrock, 2014).

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini termasuk dalam kategori non probability sampling dengan menggunakan sampling insidental. Sampling

insidental dilakukan berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan dirasa cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2014).

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

(72)

48

niat membeli sepatu lari Nike. Kedua skala tersebut disusun dalam satu booklet dengan memanfaatkan teknik skala Semantic Differential untuk

mengukur sikap dengan menunjukkan keadaan yang bertentangan (Siregar, 2014).

1. Skala Self Congruity

Skala kesesuaian antara citra merek dan citra diri bertujuan untuk melihat kesesuaian citra merek konsumen mengenai sepatu lari Nike dengan citra diri yang dimiliki konsumen. Skala tidak mengukur dengan menggunakan pilihan ganda atau checklist tetapi tersusun atas sebuah garis kontinum (Siregar, 2014). Pada sebuah garis tersebut terdapat nilai ekstrem kiri yang menunjukkan skor terendah untuk suatu pernyataan. Selain itu, terdapat nilai ekstrem kanan yang menunjukkan skor tertinggi untuk suatu pernyataan. Skala ini menunjukkan keadaan yang bertentangan, misalnya: kosong - penuh, kotor - bersih, dan lain sebagainya. Pasangan kata sifat semacam ini dapat digunakan untuk mengukur atau mengungkap cara orang memberikan makna terhadap objek atau konsep tertentu, dalam bentuk penilaian (Supratiknya, 2014). Skala ini memiliki rentang sebanyak tujuh poin untuk mewakili jawaban dari nilai rendah yaitu poin 0 sampai nilai tinggi yaitu poin 7.

(73)

49

Pengambilan data kesesuaian citra merek dan citra diri disajikan dengan tiga perintah. Citra merek diukur dengan jawaban “tidak setuju – setuju”,

diri aktual diukur dengan jawaban “tidak mirip dengan diri saya – mirip

dengan diri saya”, sedangkan diri ideal diukur dengan jawaban “tidak

ingin –ingin”.

Peneliti menggunakan dua belas karakteristik yaitu elegant/sporty, sederhana/kompleks, colorless/colorful, konservatif/modern, kurang menarik/menarik, general/unik, jelek/bagus, kurang menyenangkan/menyenangkan, unstylish/stylish, dan formal/casual.

Kedua belas pasang karakteristik tersebut diperoleh sebelumnya dengan menunjukkan gambar berbagai macam sepatu lari Nike kepada konsumen, kemudian konsumen menuliskan kata-kata sifat yang muncul dalam pikiran konsumen ketika konsumen melihat gambar sepatu lari Nike tersebut. Kedua belas pasang karakteristik tersebut dipilih berdasarkan jumlah terbanyak yang dituliskan konsumen dari jumlah total 119 responden.

(74)

50

tersebut. Rumus yang digunakan adalah Interactive Congruen Model dari Sirgy dan Danes (1982), yaitu:

Sebaran Item Skala Self Congruity

No. Karakteristik

menyenangkan/menyenangkan 1 1 1

9. Unstylish/stylish 1 1 1

10. Formal/casual 1 1 1

(75)

51

2. Skala Niat Membeli Sepatu Lari Nike

(76)

52

Tabel 2.

Sebaran Item Skala Niat Membeli Sebelum Tryout

No. Elemen Indikator Nomor Item

dilakukan meliputi sekarang, waktu dekat, dan waktu yang akan datang

2, 3, 4

Total 4

Format respon dalam skala ini :

(77)
(78)

54

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Validitas

Validitas adalah menunjukkan sejauh mana alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2014). Salah satu tipe validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi. Validitas isi berkaitan dengan melihat kemampuan suatu alat ukur mampu mengungkap isi suatu konsep atau variabel yang hendak diukur (Siregar, 2014). Validitas penelitian ini dilakukan dengan mengkonsultasikan pernyataan-pernyataan aitem kepada ahli atau seseorang yang lebih berkompeten atau disebut sebagai professional judgement (Sugiyono, 2014). Ahli tersebut merupakan dosen pembimbing dari peneliti.

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan dengan melihat daya beda atau daya diskriminasi item. Daya diskriminasi item adalah sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memilki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2009). Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala. Penghitungan tersebut akan menghasilkan koefisien korelasi item-total (riX). Besarnya koefisien korelasi aitem-total memiliki rentang angka dari

(79)

55

angka 1,00. Sedangkan koefisien korelasi yang mendekati angka 0 memiliki daya beda yang tidak baik (Azwar, 2009). Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total menggunakan batasan riX ≥ 0,30.

Semua item yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 berarti memiliki daya beda yang memuaskan dan item yang mencapai koefisien korelasi kurang dari 0,30 berarti memiliki daya beda yang kurang memuaskan (Azwar, 2009).

Peneliti melakukan uji coba skala self congruity dan skala niat membeli pada tanggal 16 Desember sampai dengan 21 Desember 2015. Uji coba dilakukan pada 63 responden laki-laki dan perempuan yang berusia antara 12 sampai 30 tahun. Berikut hasil analisis pada kedua skala yang dilakukan dengan mengggunakan program IBM SPSS 22 Statistics: a. Skala Self Congruity

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua item pada skala self-congruity mencapai koefisien aitem total (rix) di atas 0,30 dan

(80)

56

b. Skala Niat Membeli

Hasil analisis menunjukkan bahwa semua item pada skala niat membeli mencapai koefisien korelasi item total (rix) di atas 0,30. Pada

skala niat membeli terdiri dari empat item dan hasil korelasi pada masing-masing item antara lain: (1). 0,712 (2). 0,682 (3). 0,581 (4). 0,410. Akan tetapi, secara manual skala niat membeli dilakukan penyeleksian item yaitu menggugurkan item keempat dikarenakan dapat mempengaruhi nilai reliabilitas menjadi semakin baik. Hasil koefisien korelasi item 1, 2, dan 3 setelah penyeleksian item yaitu (1). 0,686 (2). 0,769 (3). 0,576.

Tabel 3.

Sebaran Item Skala Niat Membeli Setelah Tryout

No. Elemen Indikator Nomor Item

dilakukan meliputi sekarang dan waktu dekat

2, 3

(81)

57

Format respon skala setelah tryout:

(82)

58

Pengujian reliabilitas alat ukur dilakukan dengan internal consistency (konsistensi internal) yaitu dengan cara mencobakan alat ukur hanya sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu (Siregar, 2014). Teknik penghitungan reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach untuk menghitung reliabilitas suatu tes yang mengukur

sikap atau perilaku dan merupakan koefisien yang umum untuk mengevaluasi internal consistency. Kriteria suatu instrument dalam penelitian dikatakan reliabel bila koefisian reliabilitas (r11) > 0,6 (Siregar,

2014). Koefisien reliabilitas dinyatakan dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya bila koefisien mendekati angka 0 berarti semakin rendahnya reliabilitas (Azwar, 2009). Penghitungan reliabilitas dilakukan menggunakan program IBM SPSS 22 Statistics.

a. Skala Self Congruity

Gambar

Tabel 19 Hasil Analisis Tambahan Self Congruity antara Jenis Kelamin Laki-Laki dan Perempuan ......................................................
Gambar 1. Faktor Dasar Teori Perilaku Terencana .................................. 18
Gambar 1. Faktor Dasar Teori Perilaku Terencana
Gambar 2. Teori Perilaku Terencana
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penelitian selanjutnya, sebaik- nya pasien dikategorikan khusus menjadi pasien infeksi HIV fase awal atau lanjut dengan menghitung limfosit CD4+ &lt;200/mm³ karena

Hal ini menunjukkan adanya pergantian peran, yaitu dari peran pelengkap pelaku (subjek) pada kalimat pasif menjadi peran sasaran (objek) dalam kalimat aktif. Selain itu,

Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang teori behavioristik, teori kognitif, teori hmanistik, dan aplikasi dalam teori-teori psikologi seperti kreativitas, kecerdasan jamak,

results-oriented accountability, drawing on lessons learned while teaching a seminar on accountability and highlighting the development of accountability policy in North Carolina..

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pajak, tunneling incentive, dan mekanisme bonus terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur

Dari hasil regresi pada tabel 4.4, dapat dilihat bahwa F hitung sebesar 227,128 itu dan nilai signifikansi yang diperoleh sebesar 0,000, itu berarti lebih kecil

RPIJM Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota