i
PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, KUALITAS
PELAYANAN, PEMERIKSAAN PAJAK DAN SANKSI PERPAJAKAN PADA KEPATUHAN WAJIB PAJAK
MEMBAYAR PAJAK RESTORAN DI DINAS PENDAPATAN KOTA DENPASAR
SKRIPSI
Oleh:
IDA BAGUS MEINDRA JAYA NIM : 1215351084
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji pada tanggal29 Januari 2016.
Tim Penguji : Tandatangan
1. Ketua : Dr. I.G.A.N Budiasih, SE., M.Si, Ak. ...
2. Sekretaris : I Ketut Jati, SE., M.Si, Ak. ...
3. Anggota : Naniek Noviari, SE., M.Si, Ak. ...
Mengetahui,
Ketua Jurusan Akuntansi Pembimbing
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 3 Januari 2016 Mahasiswa,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan serta bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Ibu Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.Si., sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Bapak Dr. A.A.G.P Widanaputra, SE., M.Si, Ak., dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera SE., M.Si., masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Bapak Drs. I Ketut Suardhika Natha, M.Si., sebagai Ketua Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5. Ibu Ni Gusti Putu Wirawati, SE, M.Si, Ak., sebagai Koordinator Jurusan Akuntansi Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 6. Bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, SE, M.Si., sebagai Pembimbing Akademik
yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
7. Bapak I Ketut Jati, SE., M.si, Ak,, sebagai dosen pembimbing atas waktu, bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini.
8. Ibu Naniek Noviari, SE., M.Si, Ak., dan ibu Dr. I.G.A.N Budiasih, SE., M.Si, Ak. sebagai tim penguji atas masukan-masukan yang dberikan untuk membuat skripsi ini menjadi semakin sempurna.
9. Keluarga tercinta Ida Bagus Made Sudana dan Jero Cenaga yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana serta saudara saya Ida Bagus Putu Sudiadnyana yang selalu memberikan masukan yang sangat membantu penyelesaian masa studi ini.
10. Yang tersayang Anak Agung Istri Diah Candra Wati yang sangat membantu dan berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini dengan memberikan semangat dan dorongan agar dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11. Semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
v
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua ini skripsi. Penulis berharap semoa skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.
Denpasar, 10 Januari 2016
vi
Judul : Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan, Pemeriksaan Pajak dan Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar
Nama : Ida Bagus Meindra Jaya Nim : 1215351084
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan, pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori legitimasi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menyebarkan 100 kuesioner kepada wajib pajak yang terdaftar di Dinas Pendapatan Kota Denpasar. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan menggunakan program aplikasi SPSS 15.0.
vii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 10
1.5 Sistematika Penulisan ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ... 13
2.1.1 Teori Legitimasi ... 13
2.1.2 Pengertian Pajak ... 14
2.1.3 Fungsi Pajak ... 16
2.1.4 Pengelompokan Pajak ... 17
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak ... 18
2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak ... 19
2.1.7 Pajak Daerah ... 20
2.1.8 Jenis Pajak Daerah ... 21
2.1.9 Pajak Restoran ... 23
2.1.10 Objek pajak Restoran ... 23
2.1.11 Subjek dan Wajib Pajak Restoran ... 24
2.1.12 Kesadaran Wajib Pajak ... 25
2.1.13 Kualitas Pelayanan ... 25
2.1.14 Pemeriksaan Paak ... 27
2.1.15 Sanksi Perpajakan ... 29
2.1.16 Kepatuhan Perpajakan ... 31
viii
2.2.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak
Restoran ... 32
2.2.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran ... 33
2.2.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran ... 34
2.2.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran ... 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 37
3.2 Lokasi dan Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 38
3.3 Objek Penelitian ... 38
3.4 Identifikasi Variabel ... 38
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 39
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 41
3.6.1 Jenis Data ... 41
3.6.2 Sumber Data ... 41
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 42
3.8 Responden Penelitian ... 43
3.9 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.10 Teknik Analisis Data ... 44
3.10.1 Instrumen Penelitian ... 44
3.10.2 Transformasi data ... 45
3.10.3 Analisis Deskriptif ... 46
3.10.4 Uji Instrumen ... 46
3.10.5 Uji Asumsi Klasik ... 47
3.10.6 Analisis Linier Berganda ... 49
3.10.7 Koefisien Detrerminasi ... 50
3.10.8 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 50
3.10.9 Uji Hipotesis (Uji t) ... 51
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Instansi ... 53
ix
4.1.3 Uraian Tugas Masing-Masing Bidang ... 56
4.2 Responden Penelitian ... 62
4.3 Analisis Data ... 64
4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 64
4.3.2 Uji Instrumen Penelitian ... 66
4.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 69
4.3.4 Analisis Regresi Linier Berganda ... 70
4.3.5 Koefisien Determinasi ... 72
4.3.6 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 72
4.3.7 Uji Hipotesis (Uji t) ... 73
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 74
4.4.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar ... 74
4.4.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar ... 75
4.4.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar ... 76
4.4.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan Pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar Pajak Restoran Di Dinas Pendapatan Kota Denpasar ... 77
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 78
5.2 Saran ... 79
DAFTAR RUJUKAN ... 81
x
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1 Penerimaan Pajak Restoran serta Kontribusi terhadap Pajak
Daerah Kota Denpasar Tahun 2010-2014 ... 2
1.2 Perkembangan Wajib Pajak PHR Kota Denpasar Tahun 2010-2014 ... 3
1.3 Data Tunggakan Pajak Restoran Tahun 2010-2014 ... 6
1.4 Hasil Pemeriksaan Dinas Pendapatan Kota Denpasar terhadap Wajib Pajak Tahun 2013-2015 ... 8
4.1 Karakteristik Responden ... 63
4.2 Hasil Analisis Deskriptif ... 64
4.3 Hasil Uji Validitas ... 66
4.4 Hasil Uji Reliabilitas ... 68
4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 69
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1 Kuesioner ... 86
2 Tabulasi Data Identitas Responden ... 93
3 Tabulasi Jawaban Responden (Data Ordinal)... 96
4 Transformasi Data Ordinal – Interval ... 102
5 Analisis Statistik Deskriptif ... 111
6 Uji Validitas ... 112
7 Uji Reliabilitas ... 116
8 Analisis Regresi Linier Berganda ... 117
9 Uji Asumsi Klasik ... 118
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan iuran yang dikeluarkan oleh masyarakat kepada
pemerintah yang berdasarkan undang-undang penetapan pajak yang langsung
dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran dalam
pemerintahan (Mardiasmo, 2011:1). Pajak memberikan peran yang sangat penting
karena dapat meningkatkan pendapatan suatu negara yang digunakan untuk
pembangunan dan penunjang kesejahteraan masyarakat di suatu negara.
Menurut UU Pajak Daerah No 28 Tahun 2009, pasal 1 poin 10, Pajak
daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah adalah pajak yang
dikelola oleh pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk membiayai
pengeluaran daerah. Sumber dari pajak daerah tersebut diharapkan menjadi
sumber biaya yang akan digunakan untuk melakukan pembangunan daerah yang
akan menyejahterakan rakyat. Kemampuan pajak daerah yang dimiliki setiap
daerah merupakan salah satu indikator kesiapan pemerintah daerah dalam
berotonomi. Oleh karena itu, perolehan atas pajak daerah tersebut diharapkan
dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pajak Restoran menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011,
2
pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
sehingga perlu pengaturan berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan
keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikan
potensi daerah. Pajak restoran merupakan bagian dari pajak daerah yang juga
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak daerah di
Kota Denpasar. Pajak restoran adalah pajak yang secara tidak langsung
dibayarkan oleh masyarakat yang menikmati pelayanan di restoran kepada
pemerintah melalui restoran yang bersangkutan. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat
penerimaan pajak restoran serta kontribusi terhadap pajak daerah dari tahun
2010-2014.
Tabel 1.1 Penerimaan Pajak Restoran serta Kontribusi terhadap Pajak Daerah Kota Denpasar Tahun 2010-2014
Tahun Pajak Restoran (Rupiah) Pajak Daerah (Rupiah) Kontribusi (%)
2010 32.545.474.435,10 169.581.465.975,17 19,19
2011 39.327.568.960,74 326.282.402.524,07 12,05
2012 46.089.644.327,83 377.247.592.363,38 12,22
2013 56.577.597.178,41 504.981.564.103,82 11,20
2014 65.059.349.397,68 511.041.442.068,24 12,73
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar, 2015 (data diolah)
Penerimaan pajak restoran memberikan kontribusi yang besar terhadap
pajak daerah. Pada tahun 2010, penerimaan pajak restoran yang paling besar
memberikan kontribusinya yaitu sebesar 19,19 persen dibandingkan tahun-tahun
sesudahnya. Hal ini dikarenakan pada tahun itu sumber pajak daerah hanya
bersumber dari 5 unit yang merupakan paling sedikit dibandingkan dengan empat
3
Penerimaan pajak restoran dari tahun ketahun semakin meningkat hal ini
ditunjang dengan kondisi pariwisata daerah denpasar yang merupakan daerah
yang berpotensi untuk dibangunnya sarana dan prasarana penunjang
kepariwisataan sehingga semakin banyaknya tumbuh restoran baru penyedia
makanan dan minuman yang berpengaruh positif terhadap penambahan
penerimaan pajak melalui pajak restoran. Perkembangan Pajak Hotel dan
Restoran (PHR) yang ada di Kota Denpasar mulai tahun 2010-2014 dapat dilihat
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perkembangan Wajib Pajak PHR Kota Denpasar Tahun 2010-2014
Tahun Wajib Pajak Lama (Entitas)
Wajib Pajak Baru (Entitas)
Jumlah Wajib Pajak (Entitas)
2010 882 188 1070
2011 1022 128 1150
2012 920 124 1044
2013 939 130 1069
2014 974 145 1119
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar, 2015 (data diolah)
Jumlah wajib pajak PHR terbesar terjadi pada tahun 2011, hal ini
dikarenakan terjadinya penambahan wajib pajak baru yang cukup besar pada
tahun 2010 yang menyebabkan bertambah pula jumlah wajib pajak tahun 2011.
Hampir setiap tahun terjadi peningkatan wajib pajak restoran namun tidak semua
wajib pajak restoran melaksanakan kewajibannya membayar pajak restorannya,
hal ini ditunjukkan pada Tabel 1.3 dimana jumlah tunggakan pajak restoran yang
4
Berdasarkan tata cara pengenaan pajak menurut UU Pajak Daerah No 28
Tahun 2009 Pasal 96 ayat 2, pajak diklasifikasikan menjadi 2 yaitu pajak yang
ditetapkan oleh kepala daerah atau pajak yang dibayar sendiri oleh para wajib
pajak. Pada klasifikasi pengenaan pajak yang pertama, pajak dibayar oleh wajib
pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah melalui Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. Klasifikasi
yang kedua dimana pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak dan pengenaan pajak
tersebut dipercayakan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan menggunakan
Surat Pemberitahuan Tagihan Pajak Daerah (SPTPD).
Dengan diberlakukannya klasifikasi pengenaan pajak yang kedua
diharapkan agar masyarakat yang melaporkan pajaknya dapat dengan jujur
melaporkan sesuai pajak yang terutang agar penerimaan negara dibidang pajak
tidak berkurang. Dalam hal ini perlu adanya kesadaran dari wajib pajak dimana
masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang
senantiasa selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar
hukum penyelenggaraan negara (Suardikha, 2009). Kesadaran wajib pajak
merupakan faktor penting dalam sistem perpajakan modern (Harahap, 2004:43).
Peningkatan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya
dapat dibentuk dengan memberikan penyuluhan kepada wajib pajak bahwa pajak
tersebut sangat penting bagi penerimaan pendapatan daerah demi menunjang
kesejahteraan masyarakat sehingga dapat terbentuknya pemahaman dari
5
peundang-undangan perpajakan yang berlaku. Jika kesadaran wajib pajak
meningkat maka kepatuhan wajib pajak akan meningkat (Nugroho, 2006).
Tingkat kepatuhan pelaporan pajak akan lebih tinggi ketika wajib pajak memiliki
tanggung jawab moral yang lebih kuat (Ho, 2009).
Selain tingkat kesadaran wajib pajak yang perlu ditingkatkan, kualitas
pelayanan dari kantor pembayaran pajak juga sangat penting guna meningkatkan
kepatuhan dari wajib pajak membayar pajaknya. Peningkatan kualitas pelayanan
merupakan suatu kegiatan atau menciptakan secara sengaja atau terarah untuk
memberi kemudahan kepada masyarakat (Djatmikowati, 2009). Menurut Palda
dan Hanousek (2002) kemauan wajib pajak untuk membayar pajak sebagian besar
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Semakin
bagus kualitas pelayanan yang diberikan oleh fiskus dalam melayani wajib pajak
maka akan semakin nyaman wajib pajak membayar pajaknya, dengan kualitas
pelayanan yang baik akan mendorong seseorang untuk memenuhi kewajibannya
didalam membayar pajak. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan
diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pada wajib pajak sebagai pelanggan
sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan (Supadmi, 2009).
Pelayanan yang berkualitas bukan hanya pelayanan yang diberikan oleh fiskus
saja tetapi melainkan pelayanan didalam ruangan seperti kenyamanan dalam
melakukan kewajibannya dan kenyamanan semua fasilitas yang disediakan oleh
kantor pembayaran pajak masing-masing.
Menumbuhkan rasa kesadaran masyarakat untuk dapat patuh dalam
6
tercapai dengan masyarakat patuh dan lancar didalam membayar pajak. Torgler
(2005) mengatakan bahwa salah satu masalah yang paling serius bagi para
pembuat kebijakan ekonomi adalah mendorong tingkat kepatuhan wajib pajak.
Semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak, semakin tinggi pula tingkat
keberhasilan penerimaan pajak dan akan mengakibatkan tingginya keberhasilan
perpajakan (Yadnyana, 2010). Kepatuhan wajib pajak dapat berupa kepatuhan
dalam melaporkan pajak terutangnya dengan benar dan dengan tepat waktu dan
juga secara lengkap dan jelas didalam mengisi formulir perpajakan. Kepatuhan
pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Chau dan Liung, 2009). Kesadaran
wajib pajak khususnya pajak restoran masih sangat rendah, hal ini dapat dilihat
dari adanya tunggakan dan denda yang cukup besar di Dinas Pendapatan Kota
Denpasar. Pada Tabel 1.3 disajikan jumlah tunggakan pajak restoran di Dinas
[image:18.595.151.460.496.651.2]Pendapatan Kota Denpasar.
Tabel 1.3 Data Tunggakan Pajak Restoran Tahun 2010-2014
Tahun Jumlah Tunggakan (Dalam Rupiah)
2010 135.146.743,00
2011 88.503.441,75
2012 119.988.887,98
2013 420.416.050,74
2014 702.623.191,90
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar, 2015 (data diolah)
Tabel 1.3 terlihat bahwa jumlah tunggakan untuk pajak restoran
[image:18.595.153.458.499.652.2]7
sebelumnya dan mulai meningkat pada tahun 2012 sampai tahun 2014. Pada tahun
2014 jumlah tunggakan pajak restoran sangat tinggi dan pada tahun 2011 jumlah
tunggakan yang paling rendah. Tunggakan tersebut terjadi karena adanya wajib
pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajibannya sehingga perlu adanya
peraturan yang lebih tegas guna meningkatkan pendapatan negara berupa sanksi
perpajakan. Untuk mencegah ketidakpatuhan dan untuk mendorong wajib pajak
untuk memenuhi kewajiban perpajakannya maka haruslah diberlakukan sanksi
yang tegas dalam rangka untuk memajukan keadilan dan efektivitas sistem pajak
(Webley et al, 1991).
Sanksi perpajakan dapat diberikan kepada wajib pajak yang terlambat
menyelesaikan kewajibannya dan juga kepada wajib pajak yang melaporkan pajak
terutangnya secara tidak benar sesuai dengan jumlah yang seharusnya. Kedua hal
ini sangat merugikan karena dapat mempengaruhi pendapatan negara yang secara
jangka panjang dapat menghambat pembangunan yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sanksi yang dikenakan
dalam jumlah yang tinggi akan mendorong wajib pajak untuk lebih patuh (Wahyu,
2008). Persepsi wajib pajak mengenai sanksi perpajakan adalah faktor penting
dalam menentukan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya (Fisher et
al, 1992). Ali et al, (2001) dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa audit dan
sanksi merupakan kebijakan yang efektif untuk mencegah ketidakpatuhan. Hasil
wawancara dengan kepala pendataan pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar,
dinyatakan bahwa jumlah sanksi atau denda yang diterima oleh Dinas Pendapatan
8
membayar kewajibannya sebesar Rp. 350.658.757,35 sampai dengan semester I
(per-Juni 2015).
Tinggi rendahnya kepatuhan wajib pajak juga dapat dipengaruhi oleh
pemeriksaan pajak. Pemeriksaan merupakan salah satu cara agar wajib pajak tetap
berada dikoridor peraturan pajak dan fiskus dalam melaksanakan tugasnya tidak
hanya untuk kegiatan formalitas saja, melainkan juga untuk memperkuat
kebenaran dari transaksi dan kepatuhan hukum dengan undang-undang yang
berlaku agar wajib pajak tetap patuh dalam menjalankan hak dan kewajibannya
membayar pajak (Hidayat, 2005). Dinas Pendapatan Kota Denpasar selalu rutin
melaksanakan pemeriksaan kepada wajib pajak yang dilakukan oleh aparat
perpajakan dan diberikan hak oleh pemerintah untuk memeriksa jumlah
kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak. Hasil dari pemeriksaan kepada
wajib pajak disajikan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Hasil Pemeriksaan Dinas Pendapatan Kota Denpasar terhadap Wajib Pajak Hotel dan Restoran Tahun 2013-2015
Tahun Jumlah Wajib Pajak PHR yang Dilaporkan Wajib Pajak (Rp) Hasil Pemeriksaan oleh Aparat Dispenda (Rp) Selisih (Rp)
2013 40 3.243.894.315,00 4.057.221.545,53 813.327.235,52
2014 60 14.476.577.365,33 15.468.113.910,57 991.536.545,00
2015 (per-April
2015) 30 4.926.234.486,18 5.670.329.221,70 744.094.735,52
Sumber: Dinas Pendapatan Kota Denpasar, 2015 (data diolah)
Tabel 1.4 menjelaskan bahwa masih banyaknya selisih antara laporan
9
yang dilakukan oleh tim khusus pemeriksaan pajak. Perbedaan antara pelaporan
dengan pemeriksaan dikarenakan masih adanya wajib pajak yang tidak jujur
didalam melaporkan piutang pajaknya kepada Dinas Pendapatan Kota Denpasar.
Dengan adanya pemeriksaan pajak, diharapkan agar tingkat kepatuhan wajib
pajak didalam melaksanakan kewajibannya semakin meningkat.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan
karena dengan meningkatnya kepatuhan wajib pajak melaksanakan kewajibannya,
maka pendapatan negara dibidang pajak akan semakin meningkat sehingga
anggaran untuk melaksanakan pembangunan akan mengalami peningkatan juga.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak
membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar?
2) Apakah kualitas pelayanan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak
membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar?
3) Apakah pemeriksaan pajak berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak
membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar?
4) Apakah sanksi perpajakan berpengaruh pada kepatuhan wajib pajak
10 1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti tersebut, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1) Untuk menguji dan mendapatkan bukti secara empiris pengaruh kesadaran
wajib pajak pada kepatuhan wajib pajak membayar Pajak Restoran di Dinas
Pendapatan Kota Denpasar.
2) Untuk menguji dan mendapatkan bukti secara empiris pengaruh kualitas
pelayanan pada kepatuhan wajib pajak membayar Pajak Restoran di Dinas
Pendapatan Kota Denpasar.
3) Untuk menguji dan mendapatkan bukti secara empiris pengaruh
pemeriksaan pajak pada kepatuhan wajib pajak membayar Pajak Restoran di
Dinas Pendapatan Kota Denpasar.
4) Untuk menguji dan mendapatkan bukti secara empiris pengaruh sanksi
perpajakan pada kepatuhan wajib pajak membayar Pajak Restoran di Dinas
Pendapatan Kota Denpasar.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya
yang berkaitan dengan pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas pelayanan,
11
membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan Kota Denpasar pada tahun
2015.
2) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat,
lembaga pemerintah dan pihak lainnya yang terkait mengenai kesadaran
wajib pajak, kualitas pelayanan, pemeriksaan pajak dan sanksi perpajakan
pada kepatuhan wajib pajak membayar Pajak Restoran di Dinas Pendapatan
Kota Denpasar.
1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan
Pada bab ini menguraikan latar belakang masalah dari penelitian yang
dilakukan, yang kemudian dari latar belakang masalah yang diungkapkan
dapat dirumuskan ke dalam pokok permasalahan, serta disampaikan
mengenai tujuan dan kegunaan penelitian dan pada akhir bab ini
disampaikan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis
Bab ini menyajikan teori-teori atau konsep-konsep yang relevan sebagai
acuan dan landasan dalam memecahkan masalah terutama kepatuhan wajib
pajak restoran yang nantinya menjadi dasar masalah dalam penelitian ini
serta diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya, dan disajikan juga
12 Bab III Metode Penelitian
Bab ini menyajikan metode penelitian yang mencakup berbagai hal seperti
lokasi, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel,
jenis dan sumber data yang digunakan, populasi, sampel, metode
penentuan sampel, responden penelitian, metode dalam pengumpulan data
serta teknik analisis yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
yang akan diteliti.
Bab IV Data dan Pembahasan Hasil Penelitian
Bab ini menyajikan data serta pembahasan berupa gambaran umum objek
penelitian, deskripsi data hasil penelitian, analisis data dan menguraikan
pembahasan hasil dari model yang digunakan yang merupakan jawaban
dari permasalahan yang ada.
Bab V Simpulan dan Saran
Bab ini menyajikan mengenai simpulan akhir dari pembahasan yang
menjadi jawaban dari permasalahan dan saran-saran sebagai bahan
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Legitimasi
Teori legitimasi adalah suatu kondisi yang ada ketika suatu sistem nilai
perusahaan sejalan dengan sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana
perusahaan merupakan bagiannya (Ghozali dan Cariri, 2007:411). Legitimasi
dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang
dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang dinginkan, pantas
ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan, dan definisi yang
dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995). Legitimasi didapatkan jika apa
yang dijalankan oleh perusahaan telah selaras dengan apa yang juga diinginkan
oleh masyarakat. Jika tidak terjadi selarasan antara sistem nilai perusahaan dengan
nilai masyarakat maka perusahaan akan kehilangan legitimasinya sehingga dapat
mengancam kelangsungan hidup perusahaan.
O’Donovan (2002) berpendapat legitimasi organisasi saling berkaitan dan
saling memengaruhi antara masyarakat dan perusahaan. Teori legitimasi bila
dikaitkan dengan kepatuhan wajib pajak sangat berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak. Dimana suatu kondisi nilai perusahaan sejalan dengan
sistem nilai dari sistem sosial yang lebih besar dimana perusahaan merupakan
bagiannya. Dalam kepatuhan wajib pajak membayar pajak restoran, wajib pajak
14
tersebut sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun
2011 yang mengatur tentang pajak restoran.
Dengan dikeluarkan peraturan tersebut diharapkan agar wajib pajak
mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan diharapkan
juga wajib pajak dapat menyadari kewajibannya yaitu harus patuh dan secara
sukarela dalam membayar pajak karena dampaknya akan dinikmati oleh wajib
pajak itu sendiri secara tidak langsung dan dapat membantu dalam hal
pembangunan nasional.
2.1.2 Pengertian Pajak
Pajak memiliki pengertian yang berbeda-beda menurut beberapa ahli,
tetapi definisi yang dikemukakan memiliki inti tujuan yang sama. Pengertian
pajak menurut beberapa ahli diantaranya:
1) Menurut Mardiasmo (2011:1), pajak adalah iuran yang dikeluarkan oleh
masyarakat kepada pemerintah yang berdasarkan undang-undang
penetapan pajak yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk
membayar pengeluaran dalam pemerintahan.
2) Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU dengan tidak
mendapat balas jasa secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya
15
3) Menurut Trywilda (2012), Pajak adalah iuran Negara yang dapat
dipaksakan yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut
peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran dalam menjalankan pemerintahan.
4) Menurut Nariana (2012), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran wajib pada negara dari rakyat yang diatur dalam undang-undang, sehingga
dapat dipaksakan, yang tidak mendapat balas jasa secara langsung dimana
pungutan atas pajak tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah
dan pembangunan negara. Unsur -unsur yang terdapat pada pengertian pajak
antara lain adalah sebagai berikut :
1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dalam undang-undang."
2) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar
pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya
16
3) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.
4) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib
pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi
sesuai peraturan perundang-undangan.
5) Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
2.1.3 Fungsi Pajak
Fungsi pajak adalah sebagai berikut (Sambodo, 2015:7):
1) Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran atau
penerimaan (budgetair) yaitu pajak merupakan salah satu sumber dana yang digunakan pemerintah dan bermanfaat untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran. Penerimaan negara dari sektor perpajakan
dimasukkan ke dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
2) Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur (regulerend) yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contohnya adalah
pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman
17
3) Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas yaitu pajak
sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya adalah kebijakan-kebijakan stabilitas harga dengan
tujuan untuk menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di
masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang lebih efisien
dan efektif.
4) Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi pendapatan yaitu
penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
5) Fungsi pajak kelima adalah demokrasi yang merupakan wujud sistem
gotong royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Apabila
pajak telah dilaksanakan dengan baik maka timbal baliknya adalah
pemerintah harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.
2.1.4 Pengelompokan Pajak
Pajak dikelompokkan menjadi 3 yaitu (Mardiasmo, 2011:5):
1) Menurut golongannya
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
18
2) Menurut sifatnya
a) Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
b) Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3) Menurut lembaga pemungutannya
a) Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b) Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
2.1.5 Syarat Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak harus memenuhi beberapa syarat agar pemungutannya
tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan. Syarat yang harus dipenuhi
sebagai berikut (Mardiasmo, 2011:2):
1) Syarat Keadilan (pemungutan pajak harus adil)
Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, undang-undang dan
pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatam, penundaan
19
2) Syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang)
Pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan
jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3) Syarat Ekonomis (tidak mengganggu perekonomian)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi
maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
4) Syarat Finansiil (pemungutan pajak harus efisien)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan
sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi
oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 yaitu (Mardiasmo, 2011:7):
1) Official Assessment System
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
20
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang pajak kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib
Pajak sendiri.
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib
Pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada
pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
2.1.7 Pajak Daerah
Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah yang
selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
21
untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berikut
adalah pengertian pajak daerah menurut beberapa ahli :
1) Menurut Mardiasmo (2011:12), Pajak Daerah adalah iuran yang
dikeluarkan oleh masyarakat pribadi atau badan yang sifatnya memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung yang akan dipergunakan untuk keperluan Daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar
2) Menurut Trywilda (2012), Pajak Daerah yaitu kewajiban penduduk
masyarakat menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada daerah
disebabkan suatu keadaan, kejadian atau perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai suatu sanksi atau hukum.
3) Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2.1.8 Jenis Pajak Daerah
Pajak daerah di Indonesia dapat digolongkan berdasarkan tingkatan
Pemerintah Daerah, yaitu pajak daerah tingkat provinsi dan pajak daerah tingkat
kabupaten/kota. Selanjutnya Pajak Daerah saat ini yang hak kewenangan
22
Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah adalah sebagai berikut :
1) Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Provinsi adalah
sebagai berikut :
(1) Pajak Kendaraan Bermotor.
(2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
(3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
(4) Pajak Air Permukaan.
(5) Pajak Rokok.
2) Jenis Pajak Daerah yang dapat dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
adalah sebagai berikut :
(1) Pajak Hotel.
(2) Pajak Restoran.
(3) Pajak Hiburan.
(4) Pajak Reklame.
(5) Pajak Penerangan Jalan.
(6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
(7) Pajak Parkir.
(8) Pajak Air Tanah.
(9) Pajak Sarang Burung Walet.
(10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
23 2.1.9 Pajak Restoran
Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009, restoran adalah fasilitas
penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup
juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa
boga/katering. Pajak restoran yang selanjutnya disebut pajak, adalah pajak atas
pelayanan yang disediakan oleh restoran. Pajak Restoran menurut Perda No. 3
Tahun 2011, merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, sehingga perlu pengaturan berdasarkan prinsip demokrasi,
pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan
memperhatikan potensi daerah.
2.1.10 Obyek Pajak Restoran
Obyek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Menurut Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2011, Objek
Pajak Restoran berupa pelayanan yang disediakan oleh restoran.
1) Pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi pelayanan penjualan
makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik
24
2) Pelayanan yang disediakan oleh restoran dengan nilai penjualan sebesar
Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah) dikecualikan sebagai objek Pajak.
2.1.11 Subjek dan Wajib Pajak Restoran
Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan subjek pajak dan wajib pajak
adalah:
1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak
daerah.
2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah.
Jadi, wajib pajak dapat menjadi subjek pajak yang dikenakan kewajiban
untuk membayar pajak. Subjek Pajak Restoran menurut Peraturan Daerah Kota
Denpasar nomor 3 tahun 2011 pada pasal 4 adalah orang pribadi atau badan yang
membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Wajib Pajak merupakan orang
pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.
Menurut Tahwin (2013), subjek pajak restoran yaitu konsumen restoran.
Sebagian besar konsumen restoran adalah masyarakat berpendapatan menengah
keatas yang potensinya dapat dilihat dari pendapatan perkapita. Jadi secara
spesifik faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak restoran adalah pendapatan
25 2.1.12 Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran dalam hal perpajakan adalah keadaan untuk mengetahui atau
mengerti mengenai perpajakan (Jotopurnomo, 2013). Kesadaran juga dapat
diartikan semua ide, perasaan, pendapat yang dimiliki seseorang atau sekelompok
orag (Ajzen, 1991). Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak, maka
pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan (Muliari dan Ery, 2011). Menurut Manik Asri (2009),
wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran apabila sesuai dengan hal-hal berikut:
1) Mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan.
2) Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara.
3) Memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
4) Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan daerah.
5) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela.
6) Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.
2.1.13 Kualitas Pelayanan
Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara
tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta
kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003:60). Kualitas adalah suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya (Supadmi,
2009). Kualitas pelayanan adalah suatu sikap atau pertimbangan global tentang
26
kualitas pelayanan adalah perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh
pelanggan dengan penilaian mereka terhadap kinerja aktual dari suatu penyediaan
layanan. Kualitas pelayanan menurut Chen dan Tan (2004) dalam
Usshawanichakit (2008) merupakan perbandingan antara apa yang diharapkan
oleh pelanggan dengan apa yang diperoleh. Pelayanan pajak termasuk dalam
pelayanan publik karena dijalankan oleh instansi pemerintah, bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
undang-undang dan tidak berorientasi pada profit atau laba (Fuadi dan Yenni, 2013).
Menurut Parasuraman dkk (1985), untuk mengukur kualitas layanan dapat
dilakukan melalui Indikator-indikator kualitas layanan sebagai berikut:
1) Tangibles (bukti langsung)
Pelanggan dapat melihat secara langsung tentang keadaan fisik
fasilitas yang mendukung kinerja perpajakan seperti perlengkapan pegawai dan
sarana komunikasi.
2) Reliability (keandalan)
Pelanggan dapat merasakan kemampuan dalam memberikan pelayanan
yang sesuai dengan yang diharapkan. Keinginan pelanggan yang bersifat
dinamis yang berhubungan langsung dengan produk, jasa, manusia, proses
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
3) Responsivenees (ketanggapan )
Pelanggan merasakan adanya kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan keinginan dan harapannya, sikap yang simpatik dan dengan
27
4) Assurance (jaminan kepastian)
Mencakup pengetahuan, keahlian/kemampuan untuk memberikan rasa
percaya, keramahan, dan kesopanan terhadap janji yang telah dikemukakan
kepada nasabah, sehingga menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan.
5) Emphaty (empati )
Memberikan perhatian yang tulus meliputi kesediaan karyawan dan
pengusaha untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada
nasabah dengan berupaya memahami keinginan pelanggan
2.1.14 Pemeriksaan Pajak
Konsep pemeriksaan pajak menurut Undang-Undang pajak merupakan
salah satu hak yang dimiliki fiskus dengan tujuan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban pembayaran pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan perundang-undangan pajak (Wirawan dan Richard,
2013:170).
Menurut Suandy (2011:101), pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan
untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan prundang-undangan perpajakan.
Menurut Suandy (2011:102), tujuan pemeriksaan pajak yaitu sebagai
28
1) Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak
dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:
a) Surat pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak,
termasuk yang telah diberikan pengambilan pendahuluan kelebihan
pajak.
b) Surat Pemberitahuan Tahunan PPh menunjukan rugi.
c) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada
waktu yang telah ditetapkan.
d) Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan
oleh Direktorat Jendral Pajak.
e) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada
huruf c tidak dipenuhi.
2) Untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan yang
dilakukan dalam rangka:
a) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan.
b) Penghapusan NPWP.
c) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(PKP).
d) Wajib Pajak mengajukan keberatan.
e) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan
29
f) Pencocokan data atau keterangan.
g) Penentuan wajib pajak berlokasi di daerah terpencil.
h) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN).
i) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
untuk tujuan lain selain huruf a sampai dengan huruf h.
Untuk mengukur variabel pemeriksaan digunakan indikator-indikator
sebagai berikut (Suandy, 2011:114):
1) Melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2) Pemeriksaan pajak dilakukan lebih dari satu orang.
3) Petugas memiliki tanda pengenal dan surat perintah pemeriksaan.
4) Pemeriksaan pajak dilakukan dalam jangka waktu dua tahun.
5) Petugas pajak menyampaikan alsan dan tujuan pemeriksaan kepada wajib
pajak.
2.1.15 Sanksi Perpajakan
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan akan ditaati atau dipatuhi, dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar
norma perpajakan (Suandy, 2011:165). Dalam undang-undang perpajakan
terdapat dua jenis sanksi, berupa sanksi pidana dan administrasi. Sanksi pidana
merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar
norma perpajakan dipatuhi. Sedangkan sanksi administrasi adalah pembayaran
30
2011:165). Sanksi perpajakan dikenakan kepada wajib pajak yang tidak patuh
dalam memenuhi perpajakannya.
Menurut Peraturan Daerah No.3 Tahun 2011 Tentang Pajak Restoran
sanksi yang ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Kota Denpasar adalah:
1) Jika jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB kurang atau
terlambat dibayar maka akan dikenakan sanski administrasi berupa bunga
2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat
dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak
terutangnya pajak.
2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT akan dikenakan
sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratur persen) dari
jumlah kekurangan pajak tersebut.
3) Kenaikan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan jika
wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
4) Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB dimana kewajiban mengisi
SPTPD tidak dipenuhi akan dikenakan sanksi administratif berupa
kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah
sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat
terhutangnya pajak.
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator
31
1) Sanksi administrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sudah
sesuai.
2) Sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat.
3) Pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana untuk
mendidik wajib pajak.
4) Sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi.
5) Pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
2.1.16 Kepatuhan Perpajakan
Menurut James dan Alley (2002), definisi kepatuhan pajak secara
sederhana adalah pembayaran pajak oleh wajib pajak yang disesuaikan dengan
hukum perpajakan yang berlaku. Safri Nurmantu mengatakan bahwa kepatuhan
perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak
memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan semua hak
perpajakannya (Rahayu, 2010:139). Kepatuhan dalam hukum pajak memiliki arti
umum sebagai melaporkan secara benar dasar pajak, memperhitungkan secara
benar kewajiban, tepat waktu dalam pengembalian, dan tepat waktu membayar
jumlah dihitung (Fronzoni, 1999). Wajib pajak patuh akan kewajibannya karena
menganggap kepatuhan terhadap pajak adalah suatu norma (Laderman, 2003).
Indriyani (2013) menyatakan, kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan tercermin dalam situasi berikut, dimana:
1) Wajib pajak mengisi formulir pajak dengan benar.
2) Wajib pajak melakukan perhitungan jumlah pajak terutang dengan
32
3) Wajib pajak melakukan pelaporan pajak tepat waktu.
4) Wajib pajak tidak pernah menerima surat teguran.
Ada dua macam kepatuhan (Puspitasari dan Supriyati, 2015) yaitu sebagai
berikut:
1) Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
kewajiban perpajakannya secara formal sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang Perpajakan.
2) Kepatuhan material, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi
semua ketentuan material perpajakan sesuai dengan isi dan jiwa
Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan
formal.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak
Membayar Pajak Restoran
Teori legitimasi jika dikaitkan dengan kesadaran, teori legitimasi sangat
berpengaruh terhadap kesadaran wajib pajak. Kesadaran akan kewajibannya
dalam hal perpajakan merupakan faktor penting dalam melaksanakan self
assessment. Seorang wajib pajak harus sadar dalam memahami, mentaati dan
memiliki kesungguhan hati untuk memenuhi kewajiban ketentuan perpajakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Semakin tinggi tingkat kesadaran
wajib pajak maka dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam
33
Jotopurnomo (2013) meneliti pengaruh kesadaran wajib pajak, kualitas
pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, lingkungan wajib pajak berada terhadap
kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Surabaya dengan menggunakan teknik
analisis linier berganda dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran
wajib pajak, kualitas pelayanan fiskus, sanksi perpajakan, dan lingkungan
wajib pajak berada berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
orang pribadi di Surabaya. Tryana (2013) meneliti kesadaran perpajakan, sanksi
pajak, sikap fiskus terhadap kepatuhan WPOP di Kabupaten Minahasa Selatan
dengan menggunakan teknik analisis linier berganda dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesadaran perpajakan dan sanksi pajak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kapatuhan wajib pajak orang pribadi di
Kabupaten Minahasa Selatan. Berdasarkan hal tersebut maka, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
membayar pajak restoran.
2.2.2 Pengaruh Kualitas Pelayanan pada Kepatuhan Wajib Pajak Membayar
Pajak Restoran
Teori legitimasi jika dikaitkan dengan kualitas pelayanan, pelayanan yang
baik adalah pelayanan yang dapat memberikan rasa puas bagi pelanggan yang
dalam hal ini adalah wajib pajak restoran. Sehingga dengan diberikannya
pelayanan yang baik kepada pelanggan dapat meningkatkan kepatuhan wajib
34
Kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan melalui kualitas pelayanan.
Prabawa dan Naniek (2012) meneliti pengaruh kualitas pelayanan dan sikap
terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di KPP Badung Utara
dengan menggunakan teknik analisis linier berganda dengan hasil penelitian
diketahui bahwa kualitas pelayanan dan sikap wajib pajak secara simultan
maupun parsial berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pelaporan wajib
pajak orang pribadi. Rustiyaningsih (2011) meneliti faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dengan hasil penelitian bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya yaitu pemahaman terhadap self assessment system, kualitas pelayanan, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, dan persepsi wajib pajak
terhadap sanksi perpajakan. Berdasarkan hal tersebut maka, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
membayar pajak restoran.
2.2.3 Pengaruh Pemeriksaan Pajak pada Kepatuhan Wajib Pajak
Membayar Pajak Restoran
Teori legitimasi jika dikaitkan dengan pemeriksaan pajak, teori legitimasi
sangat berpengaruh terhadap pemeriksaan pajak. Wajib pajak harus mengikuti
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemeriksaan dilakukan untuk
membuat wajib pajak yang ditemukan melakukan penyimpangan dalam
35
kewajibannya. Semakin sering wajib pajak diperiksa maka akan semakin patuh
dalam melaksanakan kewajibannya.
Rahayu (2012) meneliti analisis pengaruh pemeriksaan pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan pajak pratama Semarang Selatan
menggunakan teknik analisis pengujian McNemmar dan Wilcoxon dengan hasil
penelitian pemeriksaan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak pada
kantor pelayanan pajak pratama Semarang Selatan. Cahaya dan Supadmi (2014)
meneliti pengaruh pemeriksaan pajak, kesadaran, kualitas pelayanan pada tingkat
kepatuhan wajib pajak badan menggunakan teknik analisis linier berganda dengan
hasil penelitian bahwa pemeriksaan pajak, kesadaran, kualitas pelayanan
berpengaruh positif pada tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Berdasarkan hal
tersebut maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H3 : Pemeriksaan pajak berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak
membayar pajak restoran.
2.2.4 Pengaruh Sanksi Perpajakan pada Kepatuhan Wajib Pajak
Membayar Pajak Restoran
Sanksi perpajakan jika dikaitkan dengan teori legitimasi tidak lepas
dengan undang-undang perpajakan dan peraturan pelaksanaannya. Wajib pajak
tetap harus melaksanakan kewajibannya dengan tepat waktu walaupun
kepatuhannya tersebut tidak diberikan penghargaan. Wajib pajak yang dengan
36
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/dipatuhi
(Mardiasmo, 2011:59). Muliari (2011) meneliti pengaruh persepsi tentang sanksi
perpajakan dan kesadaran wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak
orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur menggunakan
teknik analisis linier berganda dengan hasil analisis persepsi wajib pajak tentang
sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh positif
dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. Fuadi dan Yeni (2013) meneliti
pengaruh kualitas pelayanan petugas pajak, sanksi perpajakan dan biaya
kepatuhan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM menggunakan teknik
analisis linier berganda dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas
pelayanan dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak UMKM. Berdasarkan hal tersebut maka, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4 : Sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak