• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM INTERVENSI DINI BAGI ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA DAN BAHASA UNTUK ANAK TUNARUNGU.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM INTERVENSI DINI BAGI ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA DAN BAHASA UNTUK ANAK TUNARUNGU."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari

Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

Oleh

PRINANDA GUSTARINA RIDWAN

1201110

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEBUTUHAN KHUSUS

SEKOLAH PASCA SARJANA

(2)

KEMAMPUAN BICARA DAN BAHASA

UNTUK ANAK TUNA RUNGU

Oleh

Prinanda Gustarina Ridwan

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus

© Prinanda Gustarina Ridwan 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

PROGRAM INTERVENSI DINI BAGI ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BICARA DAN BAHASA UNTUK ANAK TUNARUNGU

DISETUJUI dan DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Permanarian Somad, M.Pd. NIP. 19540408 198103 1 002

Pembimbing II

Dr. Hidayat, Dipl. S.Ed. M.Si. NIP. 19570711 198503 1 003

Mengetahui Ketua Program Studi Pendidikan Kebutuhan Khusus Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

Prinanda Gustarina Ridwan 2014

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

UCAPAN TERIMAKASIH ...iv

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR GRAFIK ...xii

DAFTARGAMBAR ...xiii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ...6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...7

1. Tujuan Penelitian ...7

2. Kegunaan Penelitian ...8

BAB II LANDASAN TEORI ...9

A. Deskripsi Teori ...9

1. Konsep Dasar Intervensi Dini ...9

2. Orangtua dan Intervensi Dini ...12

3. Konsep Ketunarunguan ...14

a. Pengertian Tunarungu ...14

b. Perkembangan Bicara dan Bahasa anak Tunarungu ...15

c. Pemerolehan Bahasa anak Tunarungu ...17

d. Bicara dan Bahasa Sebagai Dampak Ketunarunguan ...22

4. Konsep Usia Dini ...24

5. Konsep Berkaitan Dengan Program ...26

(5)

Prinanda Gustarina Ridwan 2014

9. Hipotesis Penelitian ...31

BAB III METODE PENELITIAN ...33

A. Pendekatan Penelitian ...33

B. Desain Penelitian ...33

C. Prosedur Penelitian ...36

1. Prosedur Tahap 1 ...36

a. Lokasi Penelitian ...36

b. Informan penelitian ...36

c. Proses Penelitian Tahap 1 ...39

d. Teknik Pengumpulan Data ...40

e. Teknik Analisis Data...42

2. Prosedur Tahap 2 ...43

a. Prosedur Pelaksanaan Tahap 2 ...46

1. Menentukan Baseline ...46

2. Menentukan Intervensi ...46

b. Teknik Pengumpulan Data ...47

c. Teknik Pengolahan Data ...48

D. Penjelasakan Istilah ...49

1. Definisi Konsep Variabel ...49

a. Variabel Bebas ...49

b. Variabel Terikat ...50

2. Definisi Operasional Variabel ...52

a. Variabel Bebas ...52

b. Variabel Terikat ...55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...57

(6)

Prinanda Gustarina Ridwan 2014

a. Deskripsi orangtua ...60

3. Upaya Yang Dilakukan Orangtua Dalam Mengembangkan Kemampuan Bicara Dan Bahasa Anak ...63

a. Pemahaman tentang kemampuan bicara dan bahasa ... ...66

b. Sikap dan perlakuan orangtua ... ... ...69

4. Pengembangan Kemampuan Bicara dan Bahasa di Sekolah ...74

B. Pembahasan ...76

1. Rumusan Program Pelatihan Orangtua ... 88

2. Rumusan Materi Program Pelatihan Orangtua Untuk Intervensi Dini Anak Tunarungu ... 90

3. Pelaksanaan Program Pelatihan ... 94

4. Pelatihan Teori ... 94

a. PelatihanPraktekIntervensi... 94

b. Refleksi ... 95

c. Evaluasi dan Tindak Lanjut ... 95

5. Hasil Program Pelatihan Orangtua... 96

a. Kemampuan Orangtua Dalam Pemahaman Ketunarunguan... 96

1) Hasil baseline 1 (A1) ... 96

2) Hasil intervensi (B) ... 99

3) Hasil baseline 2 (A2) ... 100

4) Perolehan data kemampuan orangtua ... 101

a) Analisis Data ... 102

(1) Analisis dalam kondisi ... 103

(2) Panjang kondisi ... 103

(3) Estimasi kecenderungan arah ... 103

(7)

Prinanda Gustarina Ridwan 2014

(7) Perubahan level ... 109

b) Analisis antar kondisi ... 112

(1) Jumlah variabel yang diubah ... 112

(2) Perubahan kecenderungan dan efeknya ... 112

(3) Perubahan kecenderungan stabilitas ... 113

(4) Perubahan level ... 114

(5) Presentasi data overlap ... 114

b. Kemampuan Orangtua Dalam Pengembangan Kemampuan Bicara dan bahasa ... 118

1) Hasil baseline 1 (A1) ... 118

2) Hasil intervensi (B) ... 119

3) Hasil baseline 2 (A2) ... 121

4) Perolehan data subjek ... 122

a) Analisis Data... 123

(1) Analisis dalam kondisi ... 123

(2) Panjang kondisi ... 123

(3) Estimasi kecenderungan arah ... 123

(4) Kecenderungan Stabilitas ... 125

(5) Jejak Data ... 129

(6) Level stabilitas dan rentang ... 130

(7) Perubahan level ... 130

b) Analisis antar kondisi ... 132

(1) Jumlah variabel yang diubah ... 133

(2) Perubahan kecenderungan dan efeknya... 133

(3) Perubahan kecenderungan stabilitas ... 134

(8)

Prinanda Gustarina Ridwan 2014

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 143

A. Kesimpulan ... 143

B. Rekomendasi ... 147

DAFTAR PUSTAKA ... 148

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 153

(9)

ABSTRAK

PROGRAM INTERVENSI DINI BAGI ORANGTUA DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BICARA DAN BAHASA UNTUK

ANAK TUNARUNGU

Prinanda Gustarina Ridwan/1201110

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu yang kurang baik dalam memahami dan mengungkapkan keinginan melalui bicara dan bahasa. Hal ini dikarenakan anak tunarungu tidak memiliki pengalaman dalam berbicara dan bahasa sehingga pemahaman anak tunarungu harus ditingkatkan agar dapat berkembang secara optimal.

Peran orangtua sangat penting dalam melakukan intervensi dini anaknya. Kebanyakan orangtua tidak paham, kurang pengetahuan yang cukup dalam mengintervensi dini anaknya, sehingga diperlukan suatu program pelatihan yang dapat dilakukan oleh orangtua agar dapat meningkatkan pemahaman, kemampuan orangtua dalam memberikan intervensi dini kepada anak tunarungu. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan sebuah program pelatihan orangtua untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam memberikan intervensi dini pada anak tunarungu.

Subjek penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak tunarungu usia 5-6 tahun, belum memiliki pengetahuan, pemahaman tentang ketunarunguan dan kemampuan intervensi bicara dan bahasa. Metode yang digunakan adalah mix methode dengan desain exploratory mixed methods research design menggunakan tahapan kualitatif, kuantitatif.

(10)

ABSTRACT

EARLY INTERVENTION PROGRAM TO INCREASE SPEECH

AND LANGUAGE SKILL OF HEARING IMPAIRMENT

CHILDREN

By : Prinanda Gustarina Ridwan (1201110)

The lack of Speech and language skill of hearing impairment children to get something and hard to express the desire, so it should be given intervention in speech

and language for an early age is the background of the research. It’s because the

hearing impairment children do not have experience in both of speech and language understanding that make increasing of it are needed to develop optimally. Why is it important and should be increased? Because speech and language closely related to language comprehension that becomes the basic for further mastering capabilities.

Parents are the main role for the successfull early intervention program of

their childs. Many of them don’t understand and lack of cognition to doing early

intervention for speech and language skill to their childs, so it takes such kind of training program for parents to help out them to understand and do the early intervention program for their hearing impairment children. This study aims to formulate a parent training program to increase the understanding and skill to providing intervention to hearing impairment children.

The subjects of the research is parents of aged five to six years old hearing

impairment children who haven’t had cognition and understanding of the child's hearing loss and intervention capabilities in terms of speech and language that need assistance in dealing with. The method used is a mix of methods to design exploratory mixed methods research design using qualitative stage, quantitative.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai sejak

pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup (Santrock, 2007 : 7).

Perkembangan adalah hal yang sangat penting yang dialami oleh setiap

individu. Namun, setiap individu memiliki perbedaan dalam proses

perkembangannya. Setiap individu berkembang berdasarkan tahapan

perkembangannya masing- masing. Salah satu perkembangan yang terjadi

pada setiap individu adalah perkembangan bicara dan bahasa.

Bagi seorang anak, belajar bicara dan bahasa merupakan tugas

perkembangan yang utama. Dalam kebanyakan permasalahan perkembangan

anak, terlambat dalam kemampuan bicara dan bahasa merupakan indikator

awal bahwa anak tersebut telah mengalami hambatan perkembangan pada

kemampuan akademik ataupun keterampilan sosial dalam kehidupan

selanjutnya.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan pendengaran

karena diakibatkan kerusakan pada organ pendengarannya. Sehingga anak

tunarungu kesulitan dalam berbahasa. Menurut Permanarian Somad (1996)

bahwa :

Anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari- hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks.

Berdasarkan pernyataan di atas bahwa anak tunarungu adalah anak

yang memiliki hambatan dalam pendengaran sehingga berdampak pada

(12)

dengan pendapat Friend, M dalam Rahardja (42: 2006) mengungkapkan

bahwa :

Tunarungu (hearing impairment) merupakan kelainan pada pendengaran, apakah menetap atau tidak tetap, yang secara merugikan berpengaruh terhadap kinerja pendidikan anak, dalam kasus yang paling rendah dikarenakan anak memiliki kelainan dalam melakukan proses informasi linguistik melalui pendengaran.

Berdasarkan pengertian dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu

adalah anak yang memiliki hambatan pendengaran yang mengakibatkan anak

tunarungu kesulitan dalam menerima informasi melalui bahasa yang

diperlukan dalam kehidupan sehari- hari.

Tahapan- tahapan perkembangan bahasa yang dilalui oleh anak

tunarungu sama dengan tahapan perkembangan bicara dan bahasa anak pada

umumnya. Hanya saja setelah fase meraban (babbling), anak tunarungu tidak mengalami perkembangan secara optimal. Sehingga proses penerimaan bicara

dan bahasa anak tunarungu terganggu karena tidak ada stimulus yang masuk

ke dalam area bahasa anak dan menyebabkan anak tunarungu tidak memiliki

pengalaman bahasa yang baik. Oleh karena itu anak tunarungu tidak mampu

berbicara dan berbahasa dengan baik.

Dampak yang ditimbulkan dari hambatan pendengaran pada anak

tunarungu mempengaruhi pada perkembangan kognitif, perkembangan bicara

dan bahasa, perkembangan sosial emosi, dan prestasi akademik. Dampak

yang ditimbulkan anak tunarungu dalam perkembangan bicara dan bahasa

adalah kesulitan berbicara, kesulitan berbahasa yang ditandai dengan

kesulitan dalam keterampilan menggunakan lambang, mengucapkan lambang

serta mengadakan penggabungan dari lambang- lambang tersebut, kesulitan

dalam mengungkapkan perasaan, ide, gagasan, kesulitan dalam

berkomunikasi dengan lawan bicara.

(13)

Pernyataan di atas menegaskan bahwa kemampuan intelegensi anak

tunarungu sama dengan kemampuan anak pada umumnya tetapi karena anak

tunarungu memiliki hambatan dalam kemampuan bicara dan bahasa

mengakibatkan anak tunarungu mengalami keterbatasan dalam memperoleh

informasi yang diterimanya. Sejalan dengan pendapat di atas bahwa

perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi oleh perkembangan

bicara dan bahasa. Dampak yang ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki

oleh anak tunarungu dalam perkembangan kognitif lebih kepada fungsi

perkembanga bahasa. Kesulitan lainnya yang muncul sebagai akibat dari

ketunarunguan adalah berhubungan dengan bicara, membaca, menulis, tetapi

tidak berhubungan dengan tingkat intelegensi (Rahardja, 2006).

Perkembangan sosial dan emosi akan sangat bergantung kepada

kemampuan bicara dan bahasa. Interaksi bahasa dan respon yang kurang

mengakibatkan anak tunarungu tidak mampu bersosialisasi dengan teman

lainnya. Hal lain akan berdampak pada segi emosinya. Kekurang pahaman

akan bahasa verbal maupun non verbal menyebabkan anak tunarungu

menafsirkan sesuatu secara negatif dan memicu pada tekanan emosi. Tekanan

emosi ini akan menghambat pada perkembangan pribadinya. Emosi anak

tunarungu dikarenakan kemiskinan bahasa, kesulitan mengungkapkan

keinginan melalui bicara dipengaruhi oleh sedikitnya stimulus lingkungan

yang diterima oleh anak tunarungu.

Dalam prestasi akademik, anak tunarungu mengalami kesulitan dalam

mengikuti pembelajaran bahasa lisan dan tulisan. Dalam bidang akademik,

membaca merupakan yang paling rendah prestasinya hal ini dikarenakan

melihat dampak dari ketunarunguan. Hilangnya pendengaran, apakah ringan

atau berat, menimbulkan dampak yang rendah bagi kemampuan bahasa anak

tunarungu yang paling jelas terlihat dalam pemaknaan bahasa yang

(14)

Anak tunarungu sangat perlu untuk mengembangkan kemampuan

bicara dan bahasa sejak dini.Kemampuan bicara dan bahasa yang minim

menyebabkan anak tunarungu terlihat seperti anak keterbelakangan. Dari

dampak yang ditimbulkan tersebut, menyebabkan anak tunarungumengalami

kesulitan- kesulitan secara komprehensif dan kompleks dalam kehidupan

anak tunarungu itu sendiri.

Dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari hambatan yang dimiliki

anak tunarungu diatas, sebenarnya anak tunarungu memiliki potensi dalam

kemampuan bicara dan bahasa. Tetapi karena hambatan yang muncul pada

anak tunarungu, mengakibatkan potensi yang seharusnya terlihat pada anak

tunarungu menjadi tidak nampak. Jika hambatan dapat diminimalisir sedini

mungkin, maka kemampuan pada anak tunarungu itu dapat berkembang

secara optimal.

Untuk itulah diperlukan suatu intervensi dini pada anak tunarungu

dalam bicara dan bahasa. Intervensi kepada anak tunarungu harus diberikan

sedini mungkin untuk menggali dan mengembangkan potensi yang ada pada

anak tunarungu dan meminimalisir hambatan yang dimilikinya. Hasil akan

tercapai dengan baik apabila anak tunarungu diberikan intervensi khususnya

bicara dan bahasa sedini mungkin.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orangtua yang

memiliki anak tunarungu, penanganan pertama yang dilakukan oleh orangtua

ketika mengetahui anaknya tunarungu adalah datang ke dokter lalu diadakan

pemeriksaan melalui medis saja. Setelah anaknya didiagnosa mengalami

ketunarunguan, orangtua tidak melakukan apa- apa agar anaknya mau

mengeluarkan suara (berbicara) dan berbahasa. Orangtua belum

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anaknya sejak didiagnosa

mengalami ketunarunguan. Anak tunarungu hanya diberikan obat- obatan

secara medis saja, melakukan berbagai tes dan tidak melakukan penanganan

kepada anaknya yang tunarungu agar mampu berbicara dan berbahasa.

(15)

anaknya hanya sebatas pada bahasa yang umum sehari- hari (seperti: makan,

minum yang diisyaratkan) selebihnya hanya mendiamkan anaknya saja (tidak

diberikan stimulus yang sering) tanpa diajak untuk berbicara dan berbahasa.

Pemahaman orangtua yang baik dalam pengetahuan, memahami,

memberdayakan, dan mengajarkan anak tunarungu dalam kemampuan bicara

dan bahasa secara benar akan membuat potensi yang dimiliki anak tunarungu

tidak hilang dan dapat berkembang dengan baik sesuai dengan tahapan

perkembangan yang seharusnya dilalui anak khususnya dalam perkembangan

bicara dan bahasa. Untuk mengakomodir pemahamanan terhadap anak

tunarungu, orangtua harus terlibat secara aktif dalam suatu pembelajaran yang

berkaitan dengan kemampuan bicara dan bahasa bagi anak tunarungu.

Intervensi dini dengan melibatkan orangtua sangat penting dilakukan

karena orangtua merupakan orang yang paling mengetahui anaknya secara

mendalam dan kesempatan anak dalam melakukan aktivitas/ pemberian

layanan di rumah lebih banyak dibanding di sekolah serta untuk mendapatkan

hasil perkembangan khususnya bicara dan bahasa secara maksimal. Betapa

pentingnya mendeteksi atau mengetahui adanya hambatan sedini mungkin

dan bahwa kemudian hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan program

intervensi dini guna mencegah terjadinya dampak yang kurang baik terhadap

seluruh perkembangan anak. Intervensi dini pada anak harus melibatkan

peran orangtua di dalam penanganannya. Peran orangtua sangat

mempengaruhi kemampuan anak dalam perkembangan selanjutnya. Pengaruh

timbal balik yang diberikan oleh orangtua dan anak melampaui interaksi

spesifik memiliki pengaruh yang cukup tinggi (Santrock, 2007: 158).

Orangtua merupakan faktor pendukung dan penentu dalam kemajuan

perkembangan anak. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama

dan utama yang diselenggarakan dan ditangani langsung oleh orangtua.

Keluarga, khususnya orangtua, sebagai pendidik harus memiliki pemahaman

(16)

Anak- anak memerlukan pembelajaran sedini mungkin dalam aspek

bicara dan bahasa karena bahasa merupakan aspek yang sangat penting dalam

berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa adanya bahasa, anak akan sulit

untuk bisa bertahan di lingkungan tempat dia berada. Pembelajaran yang

dilaksanakan di sekolah dalam bahasa bagi anak tunarungu adalah belajar

berbahasa saja. Pembelajaran yang dilakukan sekolah belum memberdayakan

orangtua dalam penanganannya. Orangtua tua hanya berperan sebagai

fasilitator (mengantarkan/ menjemput anak ke sekolah saja) tidak terlibat

dalam pembelajaran. Pembelajaran ini belum sepenuhnya dapat

mengakomodasi anak tunarungu dalam pembelajaran berbahasa. Di rumah

pun orangtua kurang bisa belajar bersama dengan anak karena orangtua yang

memiliki keterbatasan dalam memahami keinginan dan maksud yang

diutarakan oleh anak, keterbatasan dalam mengajarkan berbahasa kepada

anak, dan orangtua hanya puas dengan hasil yang diperoleh oleh anak padahal

potensi yang dimiliki anak lebih dari kemampuannya yang sekarang.

Berdasarkan pernyataan di atas, perlu adanya suatu program

intervensi dini yang sesuai dalam kemampuan bahasa anak tunarungu agar

orangtua dapat mengajarkannya sendiri dan dilakukan dengan mudah, murah,

tepat guna dan hasil akhirnya anak tunarungu memiliki kecakapan dan

kemampuan bahasa yang baik serta perkembangan yang optimal di masa

yang akan datang. Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba meneliti tentang

program intervensi dini bagi orangtua dalam mengembangkan kemampuan

bicara dan bahasa pada anak tunarungu. Diharapkan, penelitian ini dapat

memberikan pemahaman kepada orangtua tentang apa yang seharusnya

dilakukan orangtua dalam memberikan intervensi dini kepada anak

tunarungu, memberdayakan orangtua dalam melakukan intervensi dini

kepada anak tunarungu dan membantu anak tunarungu dalam

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa serta guru dapat

memberikan layanan/ program yang tepat bagi anak tunarungu sesuai dengan

(17)

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian

Fokus penelitian ini adalah program intervensi dini kepada orangtua

yang memiliki anak tunarungu dalam mengembangkan kemampuan bicara

dan bahasa. Dari uraian yang telah disebutkan bahwa intervensi dini yang

dilakukan saat ini belum memberdayakan dan melibatkan orangtua, sehingga

pembelajaran yang dilakukan belum sepenuhnya dapat mengakomodasi

kebutuhan anak dalam hal bicara dan bahasa. Penelitian ini ingin mencoba

merumuskan program intervensi dini orangtua yang memiliki anak tunarungu

dalam mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa. Pertanyaan yang

ingin dijawab dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu yang

dikuasai saat ini ?

2. Apa yang dilakukan orangtua dalam mengembangkan kemampuan

bicara dan bahasa anak nya saat ini di rumah ?

3. Apa yang dilakukan guru dalam mengembangkan kemampuan bicara

dan bahasa pada anak tunarungu saat ini di sekolah ?

4. Bagaimana rumusan program intervensi dini untuk mengembangkan

kemampuan bicara dan bahasa pada anak tunarungu yang akan

dijalankan oleh orangtua?

5. Apakah program intervensi dini dapat meningkatkan kemampuan

orangtua dalam pemahaman ketunarunguan dan mengembangkan

kemampuan bicara dan bahasa kepada anak tunarungu ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan program

intervensi dini untuk membantu orangtua yang memiliki anak

(18)

dikembangkan berdasarkan data empirik yang diperoleh dari studi

pendahuluan terhadap orangtua yang sudah berhasil dalam

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa kepada anak

tunarungu dan teori yang mendukung dalam pengembangan

intervensi dini tersebut. Jadi, hasil dari penelitian ini adalah sebuah

program intervensi dini orangtua yang memiliki anak tunarungu

dalam mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa.

b. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebuah program

pelatihan bagi orangtua dalam intervensi dini anak tunarungu

untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini antara lain :

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan terhadap disiplin ilmu pendidikan

kebutuhan khusus dan mendorong peneliti lainnya untuk

mengadakan dan mengembangkan penelitian lebih lanjut.

b. Secara Praktis

1). Bagi Orangtua

a) Melatih orangtua dalam menangani anak tunarungu

untuk mengembangkan kemampuan bicara dan

(19)

b) Memberikan pemahaman kepada orangtua tentang

ketunarunguan dan pengembangan kemampuan bicara

dan bahasa anak tunarungu.

c) Meningkatkan kemampuan orangtua dalam

memberikan intervensi anaknya

2) Bagi Guru

a) Sebagai bahan acuan dan motivasi dalam

pembelajaran bicara dan bahasa yang dilakukan di

sekolah.

b) Mengajarkan guru membuat program yang sesuai

dengan kebutuhan anak tunarungu dalam

(20)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian dilaksanakan menggunakan pendekatan Research And Development (R & D) dengan Exploratory Mixed Method Research Design. Penelitian ini harus menangani dua jenis data, yaitu data kualitatif dan data

kuantitatif, dan oleh karenanya desain penelitian yang hanya menggunakan

metode kualitatif saja atau metode kuantitatif saja untuk penelitian ini tidak

akan memadai; penelitian ini harus menggunakan desain yang

mengkombinasikan kedua metode tersebut – yang disebut mixed methods research design. Mixed methods research design adalah suatu prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan "mencampur" metode penelitian kuantitatif

dan kualitatif dalam satu kajian untuk memahami sebuah masalah penelitian

(Creswell, 2010).

Asumsi dasarnya adalah bahwa penggunaan metode kualitatif dan

metode kuantitatif, yang dikombinasikan, memberikan pemahaman yang lebih

baik tentang masalah penelitian dan pertanyaan penelitian daripada hanya

menggunakan salah satu metode saja.

B. Desain Penelitian

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka desain penelitian yang digunakan

oleh peneliti adalah exploratory mixed methods research design. Pada umumnya desain ini diaplikasikan untuk mengeksplorasi suatu fenomena,

mengidentifikasi tema-tema, merancang suatu instrumen, dan selanjutnya

(21)

3430

instrumen, variabel, dan alat ukur untuk populasi yang sedang dikajinya, atau

peneliti tidak mengetahui keberadaannya (Creswell, 2010).

Secara visual, bagan desain tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1

berikut ini :

Membangun

Gambar 3.1. Mixed Methods Research Design

(Diadaptasikan Dari Creswell, 2010)

Keterangan:

1. Tanda panah menunjukkan urutan pengumpulan data. Pengumpulan data

kuantitatif dilakukan setelah diperoleh data kualitatif.

2. Huruf kapital menunjukkan prioritas data. QUAL menunjukkan bahwa data

kualitatif lebih diprioritaskan daripada data kuantitatif (quan).

Seperti yang telah diuraikan diatas penelitian dilakukan dengan

melakukan dua tahap, dengan pola penelitian kualitatif yang dilanjutkan

dengan penelitian kuantitatif (Eksploratory Reseach Design).

Gambar 3.2 Desain Alur Penelitian

QUAL

(Data dan Hasil)

quan

(22)

3530

PROGRAM YANG SUDAH DI VALIDASI

PROGRAM INTERVENSI DINI ANAK TUNARUNGU USIA 5-6 TAHUN

DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUANBICARA DAN BAHASA

(23)

3630 C. Prosedur Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian ini menggunakan tahapan kualitatif

dan kunatitatif. Adapun prosedur pelaksanaan penelitian yang dilakukan,

peneliti membagi dalam dua tahap, yakni tahap satu (kualitatif) dan tahap dua

(kuantitatif).

1. Prosedur Penelitian Tahap 1

Dalam tahap satu, prosedur penelitian bersifat kualitatif yaitu

penyajian data berupa hasil narasi, deskripsi yang didapat dari hasil

asesmen, observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang dilakukan

berkenaan dengan kondisi objektif pada anak tunarungu dan orangtua

dalam kemampuan bicara dan bahasa, menggali informasi dan data dari

orangtua, anak, dan guru tentang kemampuan bicara dan bahasa anak

tunarungu, penyusunan program, analisis konsep dan studi literatur serta

validasi data.

a. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian tahap satu, lokasi penelitian ini

dilaksanakan di rumah daerah Lembang dan di SLB YPLAB jalan

Barulaksana no. 183 Lembang Kabupaten Bandung Barat.

b. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif, subjek dalam penelitian dinamakan

informan, partisipan atau sumber. Menurut Buhran Bungin,

informan penelitian adalah orang yang diperkirakan menguasai dan

memahami data, informasi ataupun fakta objek penelitian

(Sugiono, 2008:128). Dalam penelitian ini yang dijadikan informan

adalah sebagai berikut :

(24)

3730

Orangtua adalah orang yang terdekat dengan anak,

sehingga orangtua sangat mengetahui perkembangan anak

mulai dari lahir hingga saat ini serta memahami anaknya

dengan pasti. Oleh karena itu orangtua dijadikan informan

dalam penelitian ini. Adapun gambaran orangtua yang

menjadi subjek penelitian antara lain :

a). Keluarga yang kemampuan bicara dan bahasa anaknya

sudah baik :

Nama : Sf

Tempat tanggal lahir : Bandung, 8 Desember 2009

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat :Kampung Cibedug RT 03/ RW 02

Lembang

Karakteristik :

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti

melihat bahwa kemampuan bicara dan bahasa Sf sudah

baik dibandingkan dengan teman- teman lainnya yang

usianya sama. Sf sudah mampu berbahasa dengan baik.

Hal ini terlihat dari kemampuan pengenalan huruf

sampai kata sudah mampu. Sf sudah mmapu

mengekspresikan maksud yang diinginkannya kepada

orangtuanya dengan menggunakan isyarat, sudah

mampu berkomunikasi dan bisa dimengerti bahasanya.

Dilihat dari latar belakang keluarga, Sf merupakan

anak tunggal. Sf diketahui mengalami ketunarunguan

(25)

3830

tidak bereaksi, anteng lalu orangtua Sf langsung

memeriksakan anaknya ke dokter. Orangtua Sf sangat

ingin anaknya tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sehingga orangtuanya memberikan pembelajaran

bahasa dimulai dari Sf didiagnosa mengalami

ketunarunguan. Hal- hal yang dilakukan orangtua agar

Sf berbahasa adalah sering diajak ngobrol ketika

digendong, diberikan stimulus seperti digelitik- gelitik

supaya Sf dapat berekspresi, latihan bermain sambil

membubling dan sampai di sekolah Sf diajarkan bahasa

isyarat oleh guru dan sangat cepat dalam menangkap

pembelajaran yang baru dibanding dengan teman/ siswa

yang sudah lama di sekolah.

b). Orangtua yang kemampuan bicara dan bahasa anaknya

belum baik :

Nama : Nc

Tempat tanggal lahir : Bandung, 24 September 2009

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Cihideng RT 01/ RW 02 Lembang

Karakteristik :

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti

melihat bahwa kemampuan bicara dan bahasa masih

sangat kurang. Nc sudah mampu mengenal huruf. jika

ditanya kata, Nc akan kebingungan dalam

(26)

3930

Dilihat dari latar belakang, Nc merupakan anak

pertama. Nc diketahui mengalami ketunarunguan sejak

usia 20 bulan. Orangtua Nc melihat keganjilan anaknya

jika dipanggil diam saja (responnya lama). Kemudian

orangtua Nc memriksakan anaknya ke dokter dan dari

hasil pemeriksaan tersebut Nc mengalami

ketunarunguan. Yang pertama dilakukan oleh orangtua

ketika mengetahui anaknya mengalami ketunarunguan

dengan membiarkannya tumbuh dan berkembang apa

adanya saja, tanpa adanya stimulus bahasa yang

diberikan kepada anaknya. Nc hanya disuruh menonton

televisi tanpa diajak ngobrol, sehingga Nc memiliki

sedikit kosakata dan jika ingin memahami sesuatu

memerlukan waktu yang cukup lama. Pembelajaran di

sekolahpun masih sangat terbatas. Nc masih diberi

pembelajaran membaca (dan isyarat) huruf. Dalam

menangkap pelajaran, Nc masih sangat lama dan

memerlukan bimbingan yang khusus.

2) Guru

Guru mampu memberikan informasi seputar anak

tunarungu berkenaan dengan kemampuan bicara dan bahasa

anak saat ini di sekolah, pembelajaran yang dlakukan oleh

guru, metode yang diajarkan kepada anak tunarungu, dan lain-

lain.

(27)

4030 1) Studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk melihat kondisi

nyata di lapangan mendapatkan informasi tentang berbagai hal

terkait dengan kemampuan bicara dan bahasa, proses intervensi

dini yang dilakukan oleh orangtua dan guru baik di rumah

maupun di sekolah.

2) Observasi

Observasi dilakukan untuk melihat keseharian anak,

melihat sejauh mana kemampuan bicara dan bahasa anak, hal-

hal yang dilakukan oleh orangtuadan guru dalam memberikan

intervensi kepada anak.

3) Wawancara

Wawancara dilakukan kepada orangtua, guru dan

orang- orang yang terkait dengan anak dalam hal kemampuan

bicara dan bahasa anak tunarungu.

d. Teknik Pengumpulan Data

Penumpulan data kualitatif berupa data deskriptif tentang

kondisi objektif dalam pelaksanaan program intervensi dini yang

dilakukan oleh orangtua kepada anak tunarungu usia 5-6 tahun

dalam mengembangkan kemampuan bahasa, hal- hal apa saja yang

terkait dengan kemampuan bahasa anak tunarungu, hal- hal apa

saja yang dibutuhkan dalam program intervensi dini yang

dilakukan oleh orangtua kepada anak tunarungu usia 5-6 tahun

dalam kemampuan bahasa, analisis konsep rumusan program dan

validasi program.

(28)

4130

Pada penelitian metode campuran (mixs method) dengan model Exploratory Mixed Methods Research Design pada aspek kualitatif sebagai metode primer yang menjadi instrumen

adalah peneliti sendiri. Menurut Sugiyono (2008:306) bahwa

peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi

menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data,menafsirkan data dan membuat kesimpulan

atas temuannya.

Adapun yang menjadi acuan peneliti sebagai humant

instrumen terlebih dahulu membuat pedoman wawancara,

pedoman observasi, pedoman dokumentasi dan pedoman

validasi.

Pada aspek kuantitatif instrumen yang dipergunakan

adalah wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada

tahap uji coba hasil program melalui metode eksperimen pada

orangtua dengan mengacu pada pedoman uji coba yang telah

dibuat.

2) Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara dibuat sebagai panduan

pengumpulan data saat melakukan wawancara. Pedoman

wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan seputar

kemampuan bahasa anak tunarungu yang sudah dicapai saat

ini, sikap dan perlakuan orangtua dalam memahami hakekat

ketunarungua serta keterlibatan dan peran serta orangtua dalam

mengembangkan kemampuan bahasa anak tunarungu saat ini

(29)

4230

bahasa anak tunarungu di sekolah, dan upaya yang dilakukan

oleh dalam mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa.

Pertanyaan disusun serinci mungkin yang diawali dengan

pembuatan kisi-kisi, sehingga dapat menjawab pertanyaan

penelitian yang ada.

3) Pedoman Observasi

Sama halnya dengan pedoman wawancara, pedoman

observasi dibuat sebagai panduan saat melakukan observasi, di

dalamnya peneliti menyusun hal-hal apa saja yang akan

diobservasi. Dalam penelitian ini, hal- hal yang diobservasi

seputar kemampuan bicara dan bahasa anak di rumah, di

sekolah, orangtua mengembangkan kemampuan bicara dan

bahasa untuk anak tunarungu di rumah, guru mengembangkan

kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu di sekolah.

4) Pedoman Validasi

Untuk menghasilkan sebuah program yang bermutu dan

berguna, tentunya program tersebut harus divalidasi terlebih

dahulu dan cara yang akan dilakukan adalah melalui expert

judgment. Expert judgment terdiri dari dosen ahli yang berkompeten dalam bidang intervensi dini dan ahli dalam

bidang ketunarunguan dan guru yang mengajar anak

tunarungu. Proses validasi hasil program ini tentunya

memerlukan pedoman validasi yang akan berguna sebagai

guide dalam proses validasi tersebut untuk menghasilkan program yang baik.

(30)

4330

Proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini

mengacu pada proses analisis data yang disampaikan oleh Miles & Huberman dalam Sugiyono (2013:91) yaitu: ”aktivitas analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus

menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas

dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/ verifikasion. 1) Reduksi Data

Data yang diperoleh dari wawancara dan observasi

direduksi, yaitu dengan menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu isi dari data,

kemudian dilakukan pengkodean dengan menggunakan

analisis konten, dan diorganisasi sedemikian rupa dengan

menggunakan analisis domain berdasarkan kategori-kategori

yang ditemukan. Kemudian dilakukan analisis komparatif

dengan melakukan crosscheck atau cek silang di antara kedua

data tersebut. Setiap sumber data di crosscheck dengan sumber

data lainnya. Dengan demikian, validitas data yang ada dapat

dipertanggung jawabkan.

2) Penyajian Data

Berupa sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

3) Menarik kesimpulan dan verifikasi

Sejak awal pengumpulan data, peneliti mulai mencari

arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,

(31)

4430

proposisi. Setelah didapat kesimpulan-kesimpulan sementara,

kemudian menjadi lebih rinci dan menjadi kuat dengan adanya

bukti-bukti dari data. Kesimpulan diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data

diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni

sebagai validitas dari data itu sendiri.

2. Prosedur Tahap 2

Pada tahap dua, penyajian data yang disajikan dalam bentuk

statistika deskriptif. Dalam tahap ini orangtua melakukan pelatihan

menggunakan program yang telah dibuat. Program tersebut dihitung untuk

melihat peningkatan orangtuadalam pemahaman ketunarunguan dan

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa. Selanjutnya untuk

mengetahui peningkatan kemampuan orangtua dalam melakukan

intervensi dini kepada anak tunarungu, maka peneliti melakukan

pengujian menggunakan metode eksperimen dengan desain rancangan

SSR (Single Subject Research). “Penelitian eksperimen yang dilaksanakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari suatu perlakuan/ treatment

yang diberikan kepada subjek secara berulang- ulang dalam waktu tertentu ” (Sunanto, 2006). Adapun desain SSR yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu desain A-B-A yang terdiri dari tiga tahapan kondisi, yaitu: pada

kondisi baseline (A1) kemudian pada kondisi intervensi (B) dan

pengukuran kembali pada kondisi baseline (A2). Desain A-B-A ini dipilih

karena dapat menunjukan apakah terdapat hubungan antara variable

terikat dan variable bebas.

A-1 (baseline 1) merupakan suatu kondisi awal kemampuan

(32)

4530

pengembangan kemampuan bicara dan bahasa. Pada kondisi ini, untuk

mengetahui sejauh mana orangtua paham hakekat ketunarunguan dan

sejauh mana dapat melakukan pengembangan kemampuan bicara dan

bahasa anaknya yang tunarungu (orangtua mampu melatih anak dalam

memahami kata), sebelum dilakukan intervensi adalah memberikan 10

pertanyaan mengenai pengetahuan dan pemahaman orangtua tentang

ketunarunguan dan pengembangan kemampuan bicara dan bahasa anak

tunarungu. Kemudian dihitung menggunakan persentasi hasil, data skor

selanjutnya dimasukkan ke dalam pencatatan data.

B (intervensi) adalah untuk mengetahui data kemampuan orangtua

dalam melakukan intervensi dini kepada anak. Pada tahap ini subjek diberi

perlakuan dengan cara melakukan program pelatihan orangtua dalam

intervensi dini anaknya yaitu dengan memberikan pemahaman orangtua

tentang ketunarunguan dan pengembangan bicara dan bahasa. Pada tahap

intervensi, orangtua melakukan pelatihan berupa teori dengan materi

seputar pengetahuan orangtua tentang ketunarunguan, pemahaman

orangtua dalam menangani anak,pengembangan kemampuan bicara dan

bahasa ( kemampuan orangtua dalam melakukan intervensi dini dalam

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anak). Intervensi

diberikan empat kali hingga terjadi perubahan dalam pemahaman orangtua

tentang ketunarunguan, orangtua dalam menangani anak, dan

pengembangan kemampuan bicara dan bahasa (kemampuan orangtua

dalam melakukan intervensi dini kepada anak ). Proses intervensi setiap

sesi dilakukan seminggu dua kali dengan waktu dua jam pada setiap

sesinya.

A-2 (baseline 2) merupakan pengulangan kondisi baseline 1 sebagai

(33)

4630

tidak. Hasil evaluasi dapat menunjukan apakah intervensi yang diberikan

memberikan pengaruh positif pada subjek dengan membandingkan

kondisi subjek pada baseline-1 dan baseline-2.

Pelaksanaannya wawancara dengan orangtua seputar ketunarunguan

dan kemampuan orangtua dalam mengembangkan kemampuan bicara dan

bahasa anak tunarungu (kemampuan orangtua dalam melakukan intervensi

dini).

Secara visual desain A-B-A digambarkan dalam garafik sebagai

berikut :

Gambar 3.1. Desain A-B-A

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara

dan hasilnya dalam bentuk persentasi. Bentuk wawabcara berupa

pertanyaan- pertanyaan seputar pengetahuan orangtua tentang

ketunarunguan, pengembangan kemampuan bicara dan bahasa

(pemahaman orangtua dalam menangani anak, kemampuan orangtua

dalam melakukan intervensi dini kepada anak tunarungu). Kemudian

setelah data terkumpul akan dianalisis ke dalam statistik deskriptif. Single

(34)

4730

Subject Research (SSR) mengacu pada strategi penelitian yang dikembangkan untuk mendokumentasikan perubahan tentang tingkah

laku subjek secara individual.

a. Prosuder Pelaksanaan Tahap 2

1) Menentukan Baseline

Pada fase ini, orangtua diberikan pertanyaan seputar

pengetahuan tentang ketunarunguan dan pengembangan kemampuan

bicara dan bahasa (pemahaman dalam menangani anak dan

kemampuan dalam melakukan intervensi dini kepada anak tunarungu).

Untuk menentukan hasil dilihat dari orangtua mampu menjawab

pertanyaan yang diberikan. Kriteria penilaian menggunakan penskoran

secara persentasi. Besarnya persentasi dapat dihitung dengan menilai

jumlah jawaban benar dari setiap soal yang diberikan dikali penilaian

dibagi jumlah seluruh soal dikali 100.

2) Prosedur Intervensi

Pada fase ini orangtua mulai diberikan perlakuan yaitu dengan

program pelatihan seputar ketunarunguan, pengembangan kemampuan

bicara dan bahasa (pemahaman dalam menangani anak dan

kemampuan dalam melakukan intervensi dini kepada anak tunarungu)

melalui program pelatihan intervensi dini. Pembelajaran dimulai dari

memberikan pengetahuan tentang hakekat ketunarunguan dan

pengembangan kemampuan bicara dan bahasa (pemahaman dalam

menangani anak dan kemampuan dalam melakukan intervensi dini).

(35)

4830

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang dapat

memperlihatkan ada tidaknya peningkatan kemampuan orangtua dalam

pemahaman orangtua dalam menangani anak, kemampuan orangtua dalam

melakukan intervensi dini kepada anak tunarungu dalam mengembangkan

kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu. Dalam hal ini, peneliti

ingin mengetahui peningkatan orangtua dalam memahami hakekat

ketunarunguan dan pengembangan intervensi dini dalam kemampuan

bicara dan bahasa anak tunarungu. Pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan tes lisan dan tulisan.

Untuk mendapatkan data, maka dilakukan pengamatan pada

tahap baseline 1 (A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2) sebanyak 8

sesi. Penelitian ini dilakukan setiap hari. Pengumpulan data ini dilakukan

pada tanggal 16 Mei 2014 sampai dengan 13 Juni 2014. Adapun banyak

sesi dalam pengumpulan data sebagai berikut: tahap baseline 1 (A1) 2

sesi, tahap intervensi (B) sebanyak 4 sesi dan pada tahap baseline 2 (A2)

sebanyak 2 sesi. Dalam pengumpulan data tersebut, terdapat beberapa

langkah seperti menyiapkan kamera, pertanyaan seputar ketunarunguan

dengan rentang nilai dari 2 sampai dengan 0 dan instrumen pengembangan

kemampuan bicara dan bahasa dengan rentang nilai dari 2 sampai dengan

0 yang digunakan pada tahap baseline (A1), intervensi dan baseline (A2).

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang dapat

memperlihatkan ada tidaknya peningkatan pemahaman orangtua tentang

ketunarunguan dan pengembangan bicara dan bahasa sebelum dan setelah

intervensi menggunakan program pelatihan yang telah dibuat.

(36)

4930

Setelah semua data terkumpul melalui format pencatatan

kemudian data diolah dan dianalisis ke dalam statistik deskriptif dengan

tujuan memperoleh gambaran secara jelas mengenai hasil intervensi

dalam jangka waktu tertentu. Analisis data dilakukan dengan satu subjek.

Penggunaan analisis dengan grafik diharapkan akan lebih

memperjelas gambaran stabilitas perkembangan kemampuan memaknai

kata pada aspek mengucapkan kata dan menunjukan gambar

menggunakan teknik meraban dari pelaksanaan sebelum diberi perlakuan

maupun setelah diberi perlakuan.

Desain subjek tunggal ini menggunkan tipe garis yang sederhana

(type simple line graph). Menurut Sunanto (2006:30) komponen- komponen yang penting dalam membuat grafik diantaranya :

1) Absis , adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang

menunjukkan satuan untuk waktu (mis. Sesi, hari dan tanggal)

2) Ordinat, adalah sumbu Y yang merupakan sumbu vertikal yang

menunjukkan satuan untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (mis.

Persen, frekuensi, dan durasi)

3) Titik awal, merupakan pertemuan antara sumbu Xan sumbu Y sebagai

titik awal skala.

4) Skala, garis-garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang

menunjukkan ukuran

5) Tabel kondisi yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi

eksperimen, misalnya baseline atau intervensi.

6) Garis perubahan kondisi, yaitu garis vertikal yang menujukkan adanya

perubahan dari kondisi lainnya.

7) Judul grafik, judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera

(37)

5030

Adapun langkah- langkah yang dapat diambil dalam menganalisis

data ialah sebagai berikut :

1) Menskor hasil pengukuran baseline A-1 dari setiap subjek pada tiap

sesi.

2) Menskor hasil pengukuran pada fase intervensi dari subjek pada tiap

sesi.

3) Menskor hasil pengukuran pada fase baseline A-2 dari setiap subjek

pada setiap sesi.

4) Membuat tabel penelitian untuk skor yang telah diperoleh pada kondisi

baseline-1, kondisi intervensi dan baseline-2.

5) Membandingkan hasil skor pada kondisi baseline-1, skor intervensi

dan baseline-2.

6) Membuat analisis data bentuk grafik garis sehingga dapat dilihat

secara langsung perubahan yang terjadi dari ketiga fase.

7) Membuat analisis dalam kondisi dan antar kondisi.

D. Penjelasan Istilah

1. Definisi Konsep Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program intervensi

dini. Program adalah (1) rancangan mengenai asas- asas serta usaha-

usaha yang akan dijalankan, (2) penyusunan bahan berprogram yang

tersusun berupa keterangan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia : 1989).

Intervensi dini merupakan suatu kegiatan edukatif dengan

memberikan pengaruh dan layanan – layanan khusus (melibatkan

semua pihak) pada anak yang mengalami masalah, sesuai kebutuhan

(38)

5130

Intervensi dini adalah suatu proses memberikan intervensi dan

layanan pendukungan oleh seorang ahli kepada seseorang yang

membutuhkan yang memiliki masalah baik dalam tahap awal

perkembangan ataupun dalam kehidupannya.

(http://www.responseability.org).

Intervensi dini adalah suatu kegiatan mengobservasi,

mengamati perkembangan anak usia dini sehingga dapat

mengoptimalkan kemampuannya sesuai kebutuhannya. (Umar Djani :

tanpa tahun).

Greco&Leonard dalam Sunardi (2007) menyatakan bahwa

intervensi dini merupakan program yang sengaja didesain untuk

mengoptimalkan pengalaman belajar anak selama periode

perkembangan yang paling krusial, yaitu pada masa awal

perkembangan.

Intervensi dini adalah suatu pelayanan yang diberikan kepada

anak dengan sasaran anak balita, batita dan pra sekolah untuk

menangani hambatan yang dimiliki oleh anak sehingga perkembangan

anak menjadi optimal. (Rochyadi, E. 2013).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan program intervensi dini

adalah suatu rancangan yang dibuat sedemikian rupa dalam

memberikan layanan kepada anak- anak berusia dini (batita, balita dan

pra sekolah) untuk mengatasi masalah perkembangan yang

disesuaikan dengan kebutuhan anak dan disusun berdasarkan

kebutuhannya sehingga perkembangan anak menjadi optimal.

(39)

5230

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan bicara

dan bahasa. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989) kemampuan

berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup) melakukan

sesuatu. Kemampuan sendiri mempunyai arti kesanggupan,

kecakapan, kekuatan, kekayaan. Sedangkan kemampuan menurut

bahasa berarti kemampuan seseorang menggunakan bahasa yang

memadai dilihat dari sistem bahasa, antara lain mencakup sopan

santun, memahami giliran dalam bercakap-cakap.

Bicara yaitu bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau

sejumlah kata untuk menyampaikan maksud dan dilakukan secara

langsung berhadapan. (Hurlock: 1993). Bicara sebagai penghasil

ujaran atau bicara adalah bentuk ekspresi berbahasa yang

menggunakan artikulasi atau kata- kata yang digunakan untuk

menyampaikan isi hati atau maksud yang terkandung didalamnya

(Sadja`ah: 2005).

Menurut H. Douglas (Sadjaah : 2005) bahasa adalah

seperangkat lambang- lambang manasuka atau simbol- simbol yang

arbiter. Bahasa pada hakikatnya adalah ucapan pikiran dan perasan

manusia secara teratur, yang mempergunakan bunyi sebagai alatnya

(Depdiknas, 2005: 3). Sementara itu menurut Harun Rasyid, Mansyur

& Suratno (Wiguna, 2011) bahasa merupakan struktur dan makna

yang bebas dari penggunanya, sebagai tanda yang menyimpulkan

suatu tujuan. Sedangkan bahasa menurut kamus besar Bahasa

Indonesia (1989) bahasa berarti sistem lambang bunyi yang arbitrer,

yang digunakan oleh semua orang atau anggota masyarakat untuk

bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri dalam bentuk

(40)

5330

baik. Bahasa dapat diekspresikan melalui sistem tulisan, isyarat atau

tanda lain sebagai pemaknaan bahasa tulisan dari pengenalan dan

pemaknaan bunyi vokal (yang diujarkan) (Sadjaah: 2005).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan

bicara dan bahasa merupakan suatu kemampuan/ kesiapan seseorang

dalam menggunakan organ artikulasinya melalui kegiatan berbicara

sehingga dapat mengekspresikan ucapan, pikiran dan perasaan melalui

bunyi yang arbiter untuk menyampaikan makna kepada orang lain dan

diekspresikan melalui sistem tulisan, isyarat atau tanda lainnya sebagai

arti dari bahasa itu sendiri.

2. Definisi Operasional Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas, adalah “variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat” (Sugiyono,2008:39). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

bebas adalah program intervensi dini.

Program intervensi dini yang dimaksud dalam penelitian

ini adalah suatu program pelatihan yang ditujukan kepada orangtua

yang memiliki anak tunarungu dalam mengembangkankan

kemampuan bicara dan bahasa anaknya yang berusia 5-6 tahun.

Program intervensi dini dalam penelitian ini terdiri dari (1)

pemahaman orangtua tentang ketunarunguan dan (2)

pengembangan bicara dan bahasa anak tunarungu.

Intervensi dini yang dimaksud dalam program ini berupa

sebuah pelatihan kepada orangtua yang anaknya mengalami

(41)

5430

yang berkaitan dengan kemampuan bicara dan bahasa anak

tunarungu, antara lain :(1). Pengenalan suku kata, (3). Pengenalan

kata, dan (4). pemaknaan kata.

Adapun pelaksanaan program pelatihan intervensi dini bagi

orangtua adalah sebagai berikut :

1. Menjelaskan kepada orangtua tentang program yang akan

dilakukan bersama- sama dengan peneliti. Program pelatihan ini

dibagi menjadi dua tahap yaitu pelatihan teori dan pelatihan

praktek intervensi dini.

2. Setelah menjelaskan program pelatihan, orangtua bersama-

sama dengan peneliti melakukan pelatihan tahap awal yaitu

pelatihan teori.

Pelatihan teori bertujuan agar orangtua memahami dan memiliki

pengetahuan tentang perkembangan anak, hakekat

ketunarunguan dan dampak dari ketunarunguan.

3. Pelatihan teori ini berisi materi tentang hakekat ketunarunguan

yaitu mengenai perkembangan bicara dan bahasa, dampak dari

hambatan bicara dan bahasa, kemampuan bicara dan bahasa

Teknik pengajaran berupa ceramah, diskusi, sharing, tanya jawab seputar materi yang diberikan.

4. Setelah pelatihan teori seputar ketunarunguan selesai,

selanjutnya melakukan praktek intervensi dini. Pengembangan

kemampuan bicara dan bahasa, orangtua diberikan latihan-

latihan seputar intervensi dini anak. Selanjutnya orangtua

diberikan contoh teknik pengajaran berupa bermain peran,

(42)

5530

Praktek intervensi dini aplikasi dari pelatihan teori yang telah

disampaikan pada sesi sebelumnya. Secara teknis praktek

intervensi dini melakukan kegiatan dengan cara bermain peran

dan modelling. Orangtua dan peneliti berperan sebagai anak dan orangtua (bisa juga dipraktekkan langsung kepada anak),

bagaimana yang seharusnya dilakukan dalam memberikan

intervensi dini bicara dan bahasa kepada anak. Teknik yang

diberikan bermain peran, modelling agar dapat membantu dan mempermudah orangtua dalam melakukan praktek tersebut

sendiri di rumah.

5. Setelah sesi pelatihan teori dan praktek intervensi dini selesai.

Selanjutnya peneliti mengadakan refleksi dengan mencatat

kegiatan yang sudah dilakukan, mencatat kegiatan yang akan

dilakukan berikutnya, dan merencanakan jadwal kunjungan

berikutnya.

6. Setelah semua sesi diikuti oleh orangtua, selanjutnya peneliti

mengadakan evaluasi/ tindak lanjut. Evaluasi/ tindak lanjut ini

bertujuan apakah orangtua melakukan program pelatihan yang

telah diberikan selama ini (dengan membaca materi yang

diberikan, melakukan kegiatan intervensi dini kepada anaknya)

sehingga tujuan dari program akan tercapai. Evaluasi dilakukan

seminggu dua kali.

7. Penilaian dalam pelatihan teori yaitu orangtua dan peneliti

melakukan wawancara seputar teori ketunarunguan dan

intervensi dini (materi). Penilaian berupa sejauh mana orangtua

memahami isi materi, jawaban yang disampaikan sesuai dengan

(43)

5630

kriteria penilaian yaitu nilai 2 jika orangtua mampu menjawab

pertanyaan ( > 50% yang artinya orangtua sudah memahami isi

materi), nilai 1 jika orangtua mampu menjawab pertanyaan ( <

50% yang artinya orangtua masih ragu- ragu, belum jelas, belum

memahami isi materi), dan nilai 0 jika orangtua tidak mampu

menjawab pertanyaan (artinya orangtua belum memahami isi

materi dan memerlukan pelatihan ulang seputar materi yang

disampaikan).

8. Penilaian dalam praktek intervensi dini yaitu orangtua mampu

melakukan langkah- langkah mengembangkan kemampuan

bicara dan bahasa dimulai dari meraban sampai pembentukan

kata bermakna (dimulai dari suku kata – kata – makna kata –

frase yang diperluas). Penilaiannya nilai 2 jika mampu

melakukan pengembangan kemampuan bicara dan bahasa sesuai

dengan urutan langkah dan secara mandiri, nilai 1 jika mampu

melakukan pengembangan kemampuan bicara dan bahasa sesuai

dengan urutan langkah dan masih dibantu, dan nilai 0 jika tidak

mampu melakukan pengembangan kemampuan bicara dan

bahasa sesuai dengan urutan langkah.

Adapun langkah- langkah pengembangan program intervensi dini

terlampir (dalam lampiran instrumen program pelatihan untuk

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa).

b. Variabel Terikat

(44)

5730

2008 : 39). Dalam hal ini variabel terikat adalah kemampuan bicara

dan bahasa.

Kemampuan bicara dan bahasa dalam penelitian ini adalah

kemampuan orangtua untuk melatih anaknya yang tunarungu

mengucapkan kata sederhana, kemudian mengekspresikannya lalu

memaknai kata tersebut secara tepat. Kemampuan bicara dan

bahasa dimulai dari meraban (pengenaalan suku kata – makna kata).

Kemampuan bicara dan bahasa dalam penelitian ini lebih

ditekankan kepada kemampuan bahasa anak tunarungu saja tidak

kepada kemampuan bicaranya.

Jadi kemampuan bicara dan bahasa yang dimaksud adalam

penelitian ini adalah cara orangtua untuk melakukan intervensi dini

dalam hal kemampuan bicara dan bahasa dimulai dari meraban

(pengenalan suku kata – makna kata) agar anak tunarungu mampu

memahami kata dengan benar dan akhirnya anak tunarungu mampu

mengungkapkan keinginannya dengan baik. Kata- kata yang

dilatihkan dimulai dari kata benda, kata kerja dan kata sifat. Kata-

kata tersebut dibuat masing- masing 10 buah kata. Sebagai contoh : ketika haus, secara otomatis akan mengucapkan kata “mi- num” kemudian kata mi-num diekspresikan dengan cara memegang leher

atau mengambil gambar gelas, mengambil/ menunjuk gelas, dsb.

Untuk menentukan penilaian, terlebih dahulu harus

membuat kriteria penilaian. Kriteria penilaian disusun berdasarkan

program yang telah dibuat. Adapun kriteria penilaian dibagi

menjadi dua bagian. Yang pertama penilaian tentang pemahaman

orangtua tentang ketunarunguan. Penilaian yang dilakukan dengan

(45)

5830

diberi nilai 2 jika orangtua menjawab pertanyaan > 50% yang

artinya orangtua sudah memahami hakekat tunarungu, nilai 1 jika

orangtua menjawab pertanyaan < 50% yang artinya orangtua masih

ragu- ragu atau belum terlalu paham tentang hakekat

ketunarunguan, nilai 0 jika orangtua tidak menjawab pertanyaan

yang artinya orangtua belum memahami hakekat ketunarunguan.

Penilaian kedua yaitu pengembangan bicara dan bahasa.

Pengembangan bicara dan bahasa yaitu berupa praktek intervensi

dini. Penilaiannya orangtua mampu melakukan langkah- langkah

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa dimulai dari

meraban sampai pembentukan kata bermakna (dimulai dari suku

kata – kata – makna kata – frase yang diperluas). Penilaiannya nilai

2 jika mampu melakukan pengembangan kemampuan bicara dan

bahasa sesuai dengan urutan langkah dan secara mandiri, nilai 1 jika

mampu melakukan pengembangan kemampuan bicara dan bahasa

sesuai dengan urutan langkah dan masih dibantu, dan nilai 0 jika

tidak mampu melakukan pengembangan kemampuan bicara dan

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan bagian terakhir dari rangkaian dalam penulisan tesis.

Uraian yang akan dikemukakan pada bab ini meliputi dua bagian kesimpulan dan

rekomendasi.

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan keseluruhan analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa

kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu usia 5-6 tahun beragam ada

yang kemampuan bicara dan bahasanya baik dan kurang baik.

Kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu dikatakan baik terlihat dari

mampu memahami bahasa, perbendaharaan kata sudah banyak, bahasa

mudah dipahami, dapat berkomunikasi secara interaktif, mampu

memahami kata kata yang abstrak, sedangkan dikatakan anak tunarungu

memiliki kemampuan bicara dan bahasa yang kurang baik terlihat dari

kesulitan dalam memahami bahasa, perbendaharaan kata masih sedikit,

kesulitan ketika diajak berbicara, kesulitan dalam merangkai suku kata

menjadi kata yang bermakna. Dampak dari kemampuan bicara dan bahasa

yang baik adalah anak tunarungu mampu berkomunikasi dua arah,

komunikatif, dan muncul rasa percaya diri. Untuk anak tunarungu yang

kemampuan bicara dan bahasanya kurang baik akan mengakibatkan

kesulitan dalam memahami maksud dan akhirnya kesulitan dalam

melakukan komunikasi dengan orang lain dan tidak memiliki kepercayaan

(47)

144

2. Kemampuan orangtua mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa

anak tunarungu selanjutnya. Pemahaman orangrtua yang baik akan

mempengaruhi kemampuan bicara dan bahasa sehingga hasilnya

kemampuan anak tunarungu menjadi baik begitupun sebaliknya. Upaya

yang dilakukan orangtua dalam mengembangkan kemampuan bicara dan

bahasa anaknya yang tunarungu berbeda- beda sehingga hasil kemampuan

anaknyapun beragam. Adapun upaya yang dilakukan dalam

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa oleh orangtua yang

kemampuan bicara dan bahasa anaknya sudah baik adalah dengan

memberikan stimulasi sejak dini, memiliki pengetahuan dan pemahaman

tentang tahapan perkembangan anak dan cara untuk memberikan

intervensi, memberikan perlakuan, sikap dan kasih sayang yang baik

kepada anaknya. Berbeda dengan orangtua yang kemampuan bicara dan

bahasa anaknya yang kurang baik. upaya yang dilakukan oleh orangtua

belum maksimal. Orangtua hanya memberikan stimulasi yang seadanya

kepada anaknya yang tunarungu karena pemahaman yang kurang tentang

pentingnya memberikan intervensi sejak dini, pengetahuan yang kurang

tentang ketunarunguan dan sikap, perlakuan orangtua yang cenderung

cuek dengan kondisi anaknya sehingga hanya menerima kondisi anaknya

dengan pasrah dan tidak banyak upaya yang dilakukan oleh orangtua agar

kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu bisa berkembang baik.

Pemahaman orangtua mengenai hakekat ketunarunguan dan

pengembangan kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu akan

berdampak pada kemampuan orangtua melakukan intervensi dini kepada

anak. Pemahaman orangtua yang baik akan mengubah sikap, perlakuan

sehingga pola asuh dalam memberikan layanan kepada anak di rumah

(48)

145

bahasa dapat meningkatkan keterampilan orangtua dalam memberikan

intervensi sehingga berpengaruh besar terhadap hasil kemampuan bicara

dan bahasa anak tunarungu.

3. Pengembangan kemampuan bicara dan bahasa yang guru lakukan di

sekolah adalah dengan memberikan banyak metode yang dapat digunakan

dalam pembelajaran bahasa. Metode yang digunakan seperti

menggunakan bahasa isyarat, kartu kata, kartu gambar, buku cerita untuk

memudahkan anak belajar memahami bahasa. Sehingga anak tunarungu

cenderung akan mampu menyadari bunyi- bunyi yang ada di sekitar,

memahami kata- kata yang sulit dimengerti dan mampu berkomunikasi

dengan baik.

4. Program pelatihan intervensi dini ini dirumuskan berdasarkan dua kondisi

objektif anak dan orangtua yang memiliki kemampuan bicara dan bahasa

baik dan kurang baik. Kondisi objektif dilihat dari 1) kemampuan bicara

dan bahasa anak tunarungu, 2) kemampuan orangtua dalam

mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu, 3)

pengembangan kemampuan bicara dan bahasa yang dilakukan di sekolah

oleh guru. Kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu dan

kemampuan orangtua dalam melakukan intervensi dini dengan kriteria

baik dijadikan sebagai rujukan dalam perumusan program pelatihan

intervensi dini ini. Dengan mengikuti modeling dari orangtua yang

berhasil dalam meningkatkan kemampuan bahasa anaknya, orangtua

lainpun bisa meniru, mengaplikasikan kepada anaknya dan disesuaikan

(49)

146

maka hasil penelitian ini berupa sebuah program pelatihan intervensi dini

ditujukan bagi orangtua yang memiliki kemampuan dan pengetahuan yang

kurang dalam memberikan intervensi dini kepada anaknya dan

mengakibatkan anak tunarungu memiliki kemampuan bicara dan bahasa

yang kurang baik sehingga kemampuan orangtua dalam pengetahuan,

pemahaman dan cara memberikan intervensi dini kepada anak menjadi

baik. Oleh karena itu program pelatihan intervensi dini bagi orangtua

cocok digunakan untuk meningkatkan kemampuan orangtua dalam

mengintervensi dini anak sekaligus mampu meningkatkan kemampuan

bicara dan bahasa anak tunarungu. Semakin dini intervensi diberikan,

maka akan semakin baik pula kemampuan bicara dan bahasa anak

tunarungu karena program pelatihan (memahami hakekat ketunarunguan

dan pengembangan kemampuan bicara dan bahasa anak tunarungu) yang

telah dijalankan oleh orangtua. Sehingga dapat diasumsikan bahwa

orangtua yang memiliki pemahaman yang baik tentang ketunarunguan dan

mampu mengembangkan kemampuan bicara dan bahasa dapat

meningkatkan kemampuan anaknya dalam aspek bicara dan bahasa.

Adapun program terlampir.

5. Program pelatihan intervensi dini yang dijalankan oleh orangtua berupa

pemahaman tentang hakekat ketunarunguan dan pengembangan

kemampuan bicara dan bahasa mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dengan cara membandingkan kemampuan orangtua sebelum dan

setelah diberikan perlakuan menggunakan program pelatihan intervensi

dini ini. Hasilnya terlihat dari mean level persentase pada fase baseline 1

(A-1) sebesar 30 %, intervensi (B) sebesar 75 % dan fase baseline 2 (A-2)

Gambar

Gambar 3.1. Desain A-B-A

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kondisi kemampuan pemerolehan bahasa anak dipengaruhi oleh lingkungan micrositemnya (2) pemahaman orangtua terhadap kondisi anak

Untuk pembelajaran di rumah sebanyak 48% orangtua memberikan partisipasi yang kurang baik dalam pelaksanaan program Pendidikan Anak Usia Dini.. Dilihat dari

Salah satu akibat oleh kurang pendengaran adalah gangguan bicara dan bahasa. Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam

UPAYA TUTOR DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG PROGRAM MENU SEHAT DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN ANAK USIA DINI.. Universitas Pendidikan Indonesia

Dengan ini saya menyampaikan bahwa tesis dengan judul “ Program Pelatihan Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus Untuk Meningkatkan Penerimaan Dan Pengasuhan Anak Berkebutuhan

Penelitian ini menganalisis terkait penggunaan media flashcard berbasis digital pada tema binatang untuk meningkatkan kemampuan bahasa reseptif anak usia dini, khususnya pada anak

Harapannya, pelatihan ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi para guru RA anak usia dini di Kabupaten Pasuruan tentang pentingnya pembelajaran Bahasa Inggris pada usia dini, juga