LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
PENERAPAN IPTEKS
PADA PENGELOLAAN UPACARA NGABEN MASSAL
UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN EFISIENSI KERJA
PANITIA PELAKSANA DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR BALI
Oleh:
Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. (NIP. 196812171993031003)
Prof. Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. (NIP. 195001041980032001)
Ida Ayu Putu Suryanti, S.Si., M.Si. (NIP. 198212052014042001)
Dibiayai dari:
Dana DIPA BLU
Universitas Pendidikan Ganesha
Nomor SP DIPA/042.01.2.400987/ 2017 tanggal 7 Desember 2016
Sesuai dengan Kontrak Pengabdian Kepada Masyarakat
Nomor: 794/UN48.15/PM/2017
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka Laporan Akhir Pengabdian pada Masyarakat yang berjudul: ”Penerapan IPTEKS pada Pengelolaan Upacara Ngaben Massal untuk
Meningkatkan Pengetahuan dan Efisiensi Kerja Panitia Pelaksana di Desa Peliatan Ubud Gianyar Bali” dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam penulisan laporan pengabdian
ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan laporan pengabdian tersebut.
Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan isi laporan pengabdian ini, sehingga dengan kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan laporan pengabdian tersebut. Sebagai akhir kata kami berharap agar laporan pengabdian ini bermanfaat terutama bagi mereka yang tertarik dengan masalah-masalah ergonomi di bidang upacara ngaben massal, khususnya yang berkaitan dengan mekanisme pengelolaannya.
Singaraja, 24 Oktober 2017
ABSTRAK
PENERAPAN IPTEKS
PADA PENGELOLAAN UPACARA NGABEN MASSAL
UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN EFISIENSI KERJA PANITIA PELAKSANA DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR BALI
Oleh:
I Made Sutajaya*), Ni Putu Ristiati **), dan Ida Ayu Putu Suryanti ***) *)**)***) Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA,
Universitas Pendidikan Ganesha Email: [email protected]
Tujuan pengabdian masyarakat adalah memberdayakan masyarakat melalui pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi untuk meningkatkan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana. Pengabdian masyarakat ini menggunakan pendekatan partisipatori berbasis ergonomi. Pelatihan pengelolaan upacara ngaben berorientasi ergonomi yang dilakukan dalam pengabdian masyarakat ini, diawali dengan identifikasi masalah, kemudian dibuat prioritas masalah dan selanjutnya dibuat rencana tindak (action plan). Rencana tindak ini digunakan sebagai intervensi terhadap panitia pelaksana yang merupakan salah satu penerapan IPTEKS di sektor informal. Pengabdian masyarakat berupa pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi dilakukan untuk mengenalkan prinsip-prinsip ergonomi yang dipadukan dengan kearifan lokal setempat yang dapat diimplementasikan dalam mempersiapkan sarana dan prasarana upacara ngaben serta proses pelaksanaan upacara tersebut. Pengabdian masyarakat ini melibatkan 22 orang panitia pelaksana sebagai subjek. Keberhasilan pengabdian masyarakat ini dievaluasi dari peningkatan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana upacara ngaben massal antara sebelum dan sesudah pelatihan. Pengetahuan panitia pelaksanan upacara ngaben massal didata dengan tes pengetahuan kognitif yang berkaitan dengan sarana dan prasarana upacara dan efisiensi kerja didata dengan teknik time and motion study, dengan panduan rubrik penilaian. Hasilya dianalisis dengan uji t paired pada taraf signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh adalah: (a) terjadi peningkatan pengetahuan panitia pengelola upacara ngaben massal sebesar 21,44% yang diiringi dengan efisensi kerja dari 17 hari menjadi 11 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan dan efisiensi kerja ini dinilai akan berdampak langsung terhadap biaya yang dikeluarkan yang tentunya akan semakin ringan.
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF SCIENCE AND TECHNOLOGY AT THE MANAGEMENT OF MASSAL NGABEN CEREMONY
TO INCREASE KNOWLEDGE AND WORK EFFICIENCY COMMITTEE PERIODS IN VILLAGE PELIATAN GIANYAR BALI I Made Sutajaya*), Ni Putu Ristiati **), dan Ida Ayu Putu Suryanti ***)
*)**)***) Department of Biology Education
Faculty of Mathematics and Natural Sciences UNDIKSHA Email: [email protected]
The purpose of community service is to empower the community through training the management of Ngaben ceremony with ergonomic oriented to improve the knowledge and efficiency of the organizing committee. This community service uses an ergonomic-based participatory approach. Training management of Ngaben ceremony with ergonomics oriented conducted in this community service, beginning with problem identification, then prioritizing the problem and then creating an action plan. This action plan is used as an intervention to the implementing committee which is one of the implementation of science and technology in the informal sector. Devotion in the form of training of Ngaben ceremony with ergonomics oriented conducted to introduce ergonomic principles combined with local wisdom that can be implemented in preparing the facilities and infrastructure of Ngaben ceremony and the process of the ceremony. This devotion involves 22 committee implementers as the subject. The success of this dedication is evaluated from the increased knowledge and efficiency of the committee between before and after training. The knowledge of the organizing committee recorded with the cognitive knowledge test related to ceremonial facilities and the efficiency of the work is recorded using time and motion study techniques, guided by the assessment rubric. The result is analyzed by paired t test at 5% significance level. The results obtained are: (a) there is an increase in knowledge management committee of Ngaben ceremony of 21.44% accompanied with work efficiency from 17 days to 11 days. Thus it can be concluded that the increase of knowledge and work efficiency is assessed will have a direct impact on the costs incurred which would be increasingly light.
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul... i
Halaman Pengesahan... ii
Kata Pengantar... iii
Abstrak... iv
Abstract... v
Daftar Isi... vi
Daftar Tabel... vii
Daftar Lampiran... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah... 3
1.3 Tujuan Kegiatan... 5
1.4 Manfaat Kegiatan... 5
BAB II METODE PELAKSANAAN 2.1 Kerangka Pemecahan Masalah... 6
2.2 Khalayak Sasaran... 7
2.3 Keterkaitan... . 8
2.4 Metode Kegiatan... 8
2.5 Rancangan Evaluasi... 10
2.6 Materi Kegiatan... 10
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Penerapan IPTEKS pada Pengelolaan Upacara Ngaben Massal... 22
3.2 Pembahasan... 46 BAB IV PENUTUP 4.1 Simpulan... 50 4.2 Saran... 50 DAFTAR PUSTAKA... 51 LAMPIRAN... 53
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS... 7
Tabel 3.1 Rincian Upakara Ngaben Massal... 22
Tabel 3.2 Rincian Ngerotok... 27
Tabel 3.3 Rincian Kekaryan Krama Lanang... 30
Tabel 3.4 Rincian Kakaryan Krama Istri... 31
Tabel 3.5 Rincian Eteh-eteh Banten... 33
Tabel 3.6. Hasil Analisis Data Pengetahuan Panitia Pelaksana Upacara Ngaben Massal di Desa Peliatan (n = 22)... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tabulasi Data ... 53
Lampiran 2. Hasil Analisis Data ……….. 54
Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan... 55
Lampiran 4. Peta Lokasi Daerah Sasaran... 56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi
Upacara ngaben massal atau dikenal dengan istilah ngaben ngerit saat ini menjadi upacara yang dinilai sangat membantu masyarakat yang kurang paham untuk mengelolanya. Akan tetapi dilihat dari pengetahuan masyarakat tentang sarana dan prasarana yang diperlukan kian hari kian menurun sebagai akibat dari kurang berminatnya masyarakat untuk mempelajarinya karena dinilai sangat rumit dan melelahkan. Kondisi seperti ini tentu akan berimbas terhadap efisiensi kerja selama proses persiapan dan pelaksanaan upacara ngaben massal.
Kondisi ekonomi masyarakat Desa Peliatan mulai tahun 2002 tampaknya mengalami penurunan. Itu terjadi sebagai akibat terpuruknya usaha dalam bidang pariwisata sebagai dampak dari Bom Bali pada saat itu. Itu terjadi karena masyarakat di Desa Peliatan lebih dominan menggantungkan nasibnya di bidang pariwisata (RPJM, 2011). Kondisi tersebut semakin diperparah oleh melambungnya harga sembako di pasaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perekonomian di Desa Peliatan mengalami goncangan yang sangat serius dan memerlukan penanggulangan sesegera mungkin agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin. Kondisi ini akan semakin menggiring masyarakat untuk lebih memilih melaksanakan upacara ngaben secara massal dengan harapan agar biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dan ketika mengalami kesulitan dalam proses persiapan tentu ada banyak orang yang akan membantu dan diajak berdiskusi.
Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial (Muchtar, 2007). Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi sesunguhnya sangat diperlukan oleh masyarakat di Desa Peliatan, akan tetapi karena belum diketahui strategi pengelolaan dengan cara tersebut, mengakibatkan masyarakat mengelolanya secara tradisional yang lebih dominan hanya menghandalkan kemampuan mengingat saja tanpa adanya mekanisme pencatatan. Kondisi seperti ini tentu akan sangat
berisiko saat upacara berlangsung, karena ada beberapa piranti upacara yang tidak boleh dibuat lebih dari peruntukannya.
Karena hanya menghandalkan daya ingat saja tentu akan berpeluang besar terjadi kesalahan. Jika saat upacara baru diketahui ada piranti upacara yang tidak lengkap akan menimbulkan keresahan bagi pelaku upacara dan bahkan sering menimbulkan pertengkaran. Ini tentu tidak baik bagi suatu upacara yang semestinya dilakukan dengan khidmat, akan tetapi karena manajemennya kurang memadai maka upacara tersebut akan ternoda oleh berbagai masalah. Permasalahan mendasar inilah yang tampaknya dapat ditanggulangi melalui pemberdayaan masyarakat dengan pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi sebagai salah satu penerapan IPTEKS di masyarakat. Dalam pelatihan tersebut ditekankan bahwa prinsip-prinsip ergonomi yang lebih menekankan kepada efisiensi dan keefektivan kerja selalu dijadikan acuan di dalam memperbaiki mekanisme kerja pada proses persiapan dan pelaksanaan upacara ngaben massal. Hal itu dilakukan demi terwujudnya upacara ngaben yang khidmat, lancar, dan tanpa halangan yang berarti.
Perlunya dilakukan pengabdian masyarakat berupa pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi, karena dari hasil analisis situasi, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan upacara ngaben yaitu: (a) biaya yang diperlukan relatif tinggi; (b) kurangnya mekanisme pencatatan terhadap berbagai keperluan upacara dengan jumlahnya masing-masing; (c) kurangnya pengetahuan dan pengalaman masyarakat dalam mengelola upacara ngaben massal; (d) pengelolaan upacara ngaben dinilai sangat rumit dan membingungkan; (e) manajemen pengelolaan upacara sering dimonopoli oleh satu orang saja; (e) sulit mengingat jenis-jenis piranti upacara yang jumlahnya sangat banyak; dan (f) minimnya fasilitator yang dapat membantu masyarakat untuk memfasilitasi proses pengelolaan yang mengacu kepada penerapan IPTEKS. Hal ini mengakibatkan biaya yang dikeluarkan lebih boros dan waktu yang diperlukan untuk proses persiapan menjadi lebih lama.
Dari hasil wawancara dengan panitia upacara ngaben massal yang telah melaksanakan tugaskan pada tahun 2014 dan akan kembali bertugas pada tahun 2017, diketahui bahwa ada beberapa kendala yang dijumpai terkait dengan proses persiapan dan pelaksanaan upacara tersebut, antara lain adalah: (a) kesulitan di dalam menghitung jumlah pawedal (pengeluaran) baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang; (b) kesulitan dalam menghitung jumlah
piranti upacara yang jenisnya sangat banyak dan tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih dari peruntukannya; (c) kesulitan dalam menentukan jumlah komponen-komponen banten yang harus disiapkan oleh warga yang akan membantu proses persiapan upacara; (d) kesulitan dalam menentukan pengeluaran uang dan pedagingan atau piranti-piranti upacara bagi peserta ngaben yang memiliki lebih dari satu sawa (mayat); (e) kesulitan dalam pembagian banten atau upakara saat pelaksanaan upacara, karena di samping jenisnya sangat banyak juga tidak diketahui nama banten atau piranti upakara tersebut; dan (f) kesulitan dalam mengganti banten yang sudah digunakan sebelumnya (banten lungsuran), karena bentuk, jenis, dan tempatnya sama untuk hari yang berbeda. Permasalahan ini akan semakin berlarut-larut jika tidak ditangani segera dengan cara menerapkan manajemen yang lebih baik, mengingat kepedulian masyarakat terhadap pengetahuan dan pemahaman mengenai upacara ngaben semakin menurun. Dengan demikian perlu diterapkan IPTEKS yang diusung oleh para akademisi yang siap membantu masyarakat untuk memecahkan masalah tersebut.
Dilihat dari aspek ergonomi, ternyata para panitia pelaksana upacara ngaben massal belum mempertimbangkan efisiensi dan keefektivan kerja dalam menjalankan proses persiapan dan pelaksanaan upacara. Misalnya: (a) ketika para tukang banten (serati dan tapini) meminta kepada panitia untuk dibuatkan tabel pembuatan jajan suci (jaja kerotok), para panitia sering kelabakan karena tidak tahu cara menghitung jumlah jajan suci yang diperlukan; (b) ketika para tukang petulangan meminta gambaran tentang jumlah bahan yang harus dibeli sesuai dengan jumlah petulangan yang akan dibuat, panitia tidak punya teknik perhitungan yang akurat; (c) ketika para tukang sate meminta kepada panitia mengenai jumlah banten atau upakara yang memerlukan ulam atau sate tersebut, sering tidak bisa memberikan jawaban yang tepat; dan (d) ketidakberanian para panitia untuk membuat keputusan yang pasti, karena segala sesuatu yang akan dikerjakan masih dalam batas perkiraan saja dan tidak ada acuan yang pasti dan akurat. Berdasarkan kenyataan tersebut, dinilai sangat perlu untuk menerapkan manajemen yang lebih baik melalui penerapan IPTEKS dalam pengelolaan upacara ngaben massal dengan harapan agar efisiensi dan keefektivan kerja dapat dicapai.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Bertolak dari analisis situasi yang telah diungkapkan di atas dan hasil diskusi dengan panitia ngaben massal yang telah melaksanakan tugasnya tahun 2014 dan akan kembali
bertugas tahun 2017 serta observasi terhadap situasi dan kondisinya teridentifikasi permasalahan sebagai berikut.
1. Panitia pelaksana ngaben massal belum memiliki kemampuan yang memadai dalam mengelola upacara secara lebih sistematis.
2. Panitia pelaksana ngaben massal belum memiliki kemampuan komputasi yang memadai dalam membuat berbagai perhitungan yang lebih tepat dan lebih akurat, misalnya program excel sangat diperlukan di dalam menghitung jumlah piranti upakara dan komponen-komponen banten yang jumlah dan jenisnya sangat banyak. 3. Upaya pengelolaan upacara yang sifatnya lebih akuntabel belum dilaksanakan secara
maksimal mengingat para panitia lebih bersifat sosial dan didasarkan atas keikhlasan untuk ngayah (mengabdi) sehingga relatif sulit diarahkan untuk melakukan hal-hal yang lebih inovatif.
4. Minimnya para akademisi yang mau, mampu, dan berani untuk mengabdikan dirinya di dalam kegiatan sosial dalam bentuk pengelolaan upacara ngaben massal, karena pengelolaan upacara ini dinilai sangat rumit dan memerlukan kemampuan khusus jika ingin berkontribusi di dalamnya.
5. Para generasi muda saat ini sangat awam dengan mekanisme pengelolaan upacara ngaben massal sehingga keterlibatan mereka dalam setiap upacara ngaben massal dinilai sangat rendah, karena mereka lebih sering hanya terlibat saat menggotong wadah ke setra (kuburan)
Bertolak dari identifikasi permasalahan di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut.
1. Perlu disosialisasikan konsep-konsep ergonomi yang relevan sebagai salah satu cara penerapan IPTEKS di dalam mengatasi permasalahan pengelolaan upacara ngaben massal yang dilaksanakan di Desa Peliatan.
2. Perlu pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi melalui pendekatan partisipatori untuk meningkatkan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
3. Perlu penanganan segera terhadap permasalahan pengelolaan upacara ngaben massal yang selama ini menyertai para pelaku dan pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
1.3 Tujuan Kegiatan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal adalah sebagai berikut.
1. Memahami konsep-konsep ergonomi yang relevan, sebagai salah satu cara penerapan IPTEKS di dalam mengatasi permasalahan pengelolaan upacara ngaben massal yang dilaksanakan di Desa Peliatan.
2. Mengetahui keefektivan pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi melalui pendekatan partisipatori dalam meningkatkan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
3. Mengetahui strategi yang tepat di dalam penanganan terhadap permasalahan pengelolaan upacara ngaben massal yang selama ini menyertai para pelaku dan pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
1.4 Manfaat Kegiatan
Manfaat dari hasil kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut
1. Dapat dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan di dalam pengelolaan upacara ngaben massal sehingga tidak berdampak buruk terhadap keberlanjutan upacara tersebut di Desa Peliatan.
2. Dapat dimanfaatkan sebagai sumbangan pemikiran bagi panitia pelaksana upacara ngaben massal dan instansi terkait berkenaan dengan upaya mengatasi masalah sosial yang dapat dipecahkan melalui implementasi konsep-konsep ergonomi khususnya cultural ergonomic yang relevan.
3. Dapat dimanfaatkan sebagai suatu alternatif solusi yang efektif dan efisien di dalam mengatasi rendahnya pengetahuan tentang upacara ngaben dan kurangnya efisiensi kerja yang dialami oleh panitia pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
BAB II
METODE PELAKSANAAN
2.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Kerangka pemecahan masalah yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat adalah sebagai berikut.
1. Melalui implementasi Teknologi Tepat Guna yang menekankan pada upaya perbaikan mekanisme pengelolaan upacara ngaben massal yaitu: (1) secara teknis perbaikan tersebut dapat dilakukan; (b) secara ekonomis dapat dibiayai; (3) secara kesehatan dapat dipertanggung-jawabkan; (4) secara sosial budaya tidak bertentangan; (5) hemat energi; dan (6) tidak merusak lingkungan (Manuaba, 2008) 2. Melalui implementasi pendekatan ergonomik partisipatori dapat dijelaskan bahwa
semua orang yang terlibat dalam pemecahan masalah harus dilibatkan sejak awal secara maksimal agar dapat diwujudkan mekanisme kerja yang efisien dan kondusif serta diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman (Manuaba, 2008)
3. Melalui model Entrepreneurship Capacity Building (ECP) yang diterapkan melalui awareness program sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan panitia pelaksana upacara ngaben massal tentang sinergitas ergonomi dengan kewirausahaan serta cara memonitoring dan mengevaluasi perkembangan pengelolaan upacara.
4. Melalui kerjasama antara akademisi dengan panitia pelaksana upacara ngaben massal akan terbangun suatu budaya yang sifatnya saling membantu di dalam memecahkan masalahnya masing-masing dimana para akademisi akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuannya dan masyarakat akan memperoleh pencerahan mengenai mekanisme pengelolaan upacara ngaben massal berbasis IPTEKS.
Secara rinci kerangka pemecahan masalah melalui penerapan IPTEKS dapat dicermati pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS
NO KEGIATAN PENERAPAN IPTEKS
1 Identifikasi dan Pemecahan Masalah Pengelolaan Upacara Ngaben Massal a) Kondisi kerja secara
umum
Melalui kajian cultural ergonomic ditelusuri kondisi kerja yang berpotensi memunculkan ketidakharmonisan di dalam persiapan dan pelaksanaan upacara ngaben massal b) Kondisi pelaku dan
pelaksana upacara ngaben massal
Disosialisasikan tentang prinsip-prinsip kerja yang ergonomis (aman, nyaman, dan sehat) serta cara mengaplikasikan ergonomi dalam mengatasi kondisi kerja yang berisiko memunculkan kelelahan dan penyakit akibat kerja dan berdampak kepada keberlanjutan pengelolaan upacara
c) Organisasi kerja Disosialisasikan tentang penerapan organisasi kerja yang mengacu kepada pendekatan ergonomik partisipatori. 2 Diskusi interaktif dalam
menelusuri kendala yang dijumpai dan alternatif solusinya terkait dengan aplikasi cultural ergonomic
Secara partisipatori semua stakeholders yang terkait diajak berdiskusi, sehingga kendala yang ada betul-betul merupakan kendala bersama dan alternatif solusi yang ditawarkan merupakan hasil pemikiran bersama
3 Pelatihan singkat penyusunan action plan (rencana tindak)
Setelah dipilah dan dipilih permasalahan yang teridentifikasi dan berorientasi kepada kendala yang ada, dilakukan pelatihan membuat rumusan action plan yang mengacu kepada unsur 5 W, 2 H, dan 1 R (what: apa yang akan dikerjakan); why: mengapa itu yang dikerjakan; when: kapan
dikerjakan; who: siapa yang mengerjakan: where: dimana dikerjakan; How: bagaimana caranya; How much: berapa biayanya; dan Regulation: apa dasar hukum atau peraturan yang digunakan
4 Kerjasama dengan pihak terkait
Difasilitasi kerjasama dengan pihak terkait yang berkompeten untuk memberikan pemahaman tentang pengelolaan upacara ngaben massal
5 Pemantauan keberlanjutan pelaksanaan upacara ngaben massal
Selalu diupayakan kerjasama mutualisme antara akademisi, masyarakat pelaksana upacara, dan pelaku upacara ngaben massal, serta pihak-pihak terkait yang dapat berkontribusi dalam pengelolaan upacara ngaben massal tersebut
2.2 Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai berikut.
1. Panitia pelaksana upacara ngaben massal di Desa Peliatan, Ubud, Gianyar yang saat ini mengalami permasalahan dalam proses persiapan dan pelaksanaan upacara tersebut.
2. Para generasi muda di Desa Peliatan, Ubud, Gianyar yang tertarik untuk menekuni mekanisme pengelolaan upacara ngaben massal yang berorientasi ergonomi, khususnya cultural ergonomic.
3. Para tukang banten (serati atau tapini), tukang sate, dan tukang petulangan yang tertarik untuk mempelajari dan memahami mekanisme pengelolaan upacara ngaben massal yang berorientasi ergonomi.
2.3 Keterkaitan
Lembaga terkait yang dilibatkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut.
1. UNDIKSHA dengan Pemda Kabupaten Gianyar yang bisa secara kolaboratif dapat membantu panitia pelaksana upacara ngaben massal dalam mengatasi masalah pengelolaan upacara baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan. 2. Pemerintahan Desa Peliatan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
dapat merintis kerjasama dengan pihak UNDIKSHA khususnya dalam hal pemecahan masalah pengelolaan upacara ngaben massal.
2.4 Metode Kegiatan
Metode kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut.
a. Tahap persiapan
Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan sebagai berikut.
1. Sosialisasi program pengabdian masyarakat kepada mitra.
2. Penyusunan indikator dan instrumen program pengabdian masyarakat yang berkaitan dengan upaya pemecahan masalah pengelolaan upacara ngaben massal yang dihadapi oleh panitia pelaksana upacara (mitra)
3. Penetapan tim pelaksana program pengabdian masyarakat sesuai dengan kepakarannya masing-masing
4. Pelatihan terhadap tim pelaksana tentang konsep-konsep ergonomi dan manajemen yang dapat diaplikasikan dalam pengelolaan upacara ngaben massal.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan program dilakukan kegiatan sebagai berikut.
1. Pendataan masalah-masalah pengelolaan upacara ngaben massal yang menyertai panitia pelaksana upacara di Desa Peliatan selama ini.
2. Dilakukan ceramah dan diskusi (tanya-jawab) mengenai dampak negatif yang diakibatkan oleh kondisi kerja yang tidak ergonomis dalam pengelolaan upacara ngaben massal dan ketidakefisienan mekanisme kerja yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pelaksanaan upacara ngaben massal di Desa Peliatan.
3. Mensosialisasikan cara-cara mengaplikasikan prinsip-prinsip ergonomi dan manajemen dalam mengatasi masalah pengelolaan upacara ngaben massal.
4. Menyampaikan kepada panitia pelaksana upacara ngaben massal (mitra) tentang prinsip-prinsip ergonomi dan manajemen yang layak dan tepat diterapkan di tempat mereka.
5. Melalui diskusi interaktif, ditelususi kendala yang mungkin terjadi terkait dengan aplikasi cultural ergonomic dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh panitia pelaksana ngaben massal.
6. Memfasilitasi kerjasama antara akademisi, tukang banten, tukang sate, dan tukang petulangan agar terjalin komunikasi yang intensif.
c. Tahap Pemantauan
Pada tahap pemantauan terhadap program pengabdian masyarakat dilakukan kegiatan sebagai berikut.
1. Pemantauan terhadap hasil pendataan masalah pengelolaan upacara ngaben massal yang dihadapi oleh panitia pelaksana upacara.
2. Pemantauan terhadap hasil pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi terhadap peningkatan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana upacara.
3. Pemantauan terhadap kesadaran panitia pelaksana upacara ngaben massal dalam mengaplikasikan prinsip ergonomi dan manajemen untuk menunjang keberlanjutan pelaksanaan upacara ngaben massal.
4. Pemantauan terhadap kerjasama akademisi, tukang banten, tukang sate, dan tukang petulangan yang lebih difokuskan kepada terbangunnya komunikasi yang intensif.
2.5 Rancangan Evaluasi
Rancangan evaluasi yang akan dilakukan dalam menilai keberhasilan kegiatan pengabdian masyarrakat adalah sebagai berikut.
1. Evaluasi terhadap peningkatan pengetahuan dan efisiensi kerja panitia pelaksana upacara ngaben massal setelah diberikan pelatihan pengelolaan upacara ngaben massal berorientasi ergonomi.
2. Evaluasi terhadap hasil implementasi prinsip-prinsip ergonomi dan manajemen dalam mengatasi permasalahan dalam pengelolaan upacara ngaben massal dilihat dari indikator berupa pengetahuan dan efisiensi kerja.
3. Evaluasi terhadap keberlanjutan pelaksanaan upacara ngaben massal pada tahun-tahun berikutnya setelah dipahami mekanisme pengelolaan berorientasi ergonomi yang dapat diaplikasikan dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh panitia pelaksana upacara ngaben massal.
4. Evaluasi terhadap keberhasilan kerjasama antara akademisi, tukang banten, tukang sate, dan tukang petulangan.
2.6 Materi Kegiatan
2.6.1 Ergonommi dalam Pemberdayaan Masyarakat
Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). Definisi ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2008). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan tugas.
Kemampuan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor profil, kapasitas fisiologi, kapasitas psikologi dan kapasitas biomekanik, sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh karakteristik dari materi pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan
dimana pekerjaan itu dilakukan (Manuaba, 2008). Dengan ergonomi dapat ditekan dampak negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan ergonomi berbagai penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2008). Dalam hal ini ergo-entrepreneurship dimaknai sebagai konsep-konsep ergonomi yang dapat diimplementasikan di dalam pengembangan pengetahuan dan sikap kewirausahaan seseorang sehingga mereka mampu bersaing di era global.
Sumber kerja diartikan sebagai aspek-aspek fisik, social atau organisasional dari pekerjaan yang dapat: (a) menurunkan tuntutan pekerjaan dan biaya yang berkaitan dengan faktor fisiologis dan psikologis; (b) berfungsi dalam pencapaian tujuan kerja; (c) menstimulasi pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan individu. Sumber kerja merupakan predictor terpenting dari engagement, karena mampu memprediksi komitmen suatu organisasi. Sumber kerja berperan dalam pembentukan proses motivasi karena karyawan mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan ekonomi, kompetensi, dan berhubungan dengan orang lain. Penelitian terkini menyatakan bahwa suber kerja termasuk pada level tugas sebagai umpan balik kinerja, level interpersonal sebagai dukungan dari rekan kerja, dan level organisasi sebagai pembinaan supervisor (Bakker & Leiter, 2010: .Bakker, 2010; Bakker, et al, 2011 ; Bakker, et al, 2008; Shimazu, et al, 2010)
Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk membuat produk tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (users friendly), memuaskan, nyaman dan aman (Manuaba 2008; Fam, et al, 2007; Limerick, et al, 2007). Untuk memudahkan dan mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul, penerapan ergonomi hendaknya menggunakan bahasa yang sederhana, bahasa perusahaan atau bahasa masyarakat. Pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) hendaknya selalu dimanfaatkan dalam setiap pemecahan masalah atau merencanakan sesuatu sehingga tidak ada lagi masalah yang tertinggal atau muncul di kemudian hari (Manuaba, 2008; Azadeh, et al, 2007). Di samping itu pendekatan SHIP hendaknya diterapkan dalam pemilihan dan alih teknologi sehingga menjadi tepat guna, dengan persyaratan: (a) secara teknik hasilnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih menguntungkan; (c) secara sosial budaya dapat diterima; (d) kesehatan dapat dijamin dan dipertanggungjawabkan; (e) hemat dalam pemakaian energi; dan (f) tidak merusak lingkungan (Manuaba, 2008; Munaf, et al., 2008). Dari beberapa perbaikan ergonomi terbukti bahwa
dengan penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kerja. Malah telah sampai pada simpulan good ergonomi is good economic yang merupakan acuan utama konsep ergo-entrepreneurship (Sutjana, et al., 2008).
Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud self-organizing dari masyarakat namun juga perlu memberikan perhatian pada faktor eksternalnya (Anonim, 2012). Cook (1994) dalam Anonim (2012) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif.
Giarci (2001) (dalam Anonim, 2012) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Itu berarti pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan ergonomi sesungguhnya mengupayakan agar masyarakat menyadari betapa pentingnya kesehatan dan kebugaran dalam bekerja. Di sisi lain melalui pelatihan ergonomi dapat diwujudkan pembangunan berkelanjutan, karena akan tercipta pekerja-pekerja yang tangguh tanpa terpapar oleh kondisi kerja yang tidak aman, tidak sehat, dan tidak nyaman. Pada akhirnya akan diperoleh mekanisme kerja yang efektif, efisien, dan produktif.
2.6.2 Pertimbangan Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan Masyarakat
Kearifan lokal adalah unsur kebudayaan tradisional yang telah memiliki sejarah yang panjang dan hidup dalam kesadaran kesadaran kolektif manusia dan masyarakat sejagat, terkait dengan sumber daya alam, sumber daya kebudayaan, sumber daya manusia, ekonomi, hokum dan keamanan (Geriya, 2007). Secara konseptual kearrifan lokal merupakan bagian dari sistem pengetahuan sederhana (Sarna, 2008). Di antara keanekaragaman jenis kearifan
lokal, ditemukan beberapa kearifan lokal yang memiliki kualitas dan keunggulan dengan kandungan nilai-nilai universal seperti historis, religius, etika, estetika, sains dan teknologi yang disebut lokal genius.
Tri Hita Karana sebagai warisan budaya Bali ternyata memiliki banyak keterkaitan dengan ergonomi karena kaya dengan filosofi, nilai, etika lokal, dan dengan focus berupa konfigurasi nilai harmoni. Dalam hal ini prinsip ergonomi yang mengutamakan unsur kenyamanan, kesehatan, keamanan, efisiensi, dan efektivitas serta produktivitas kerja amat terkait dengan konsep Tri Hita Karana yang sangat mempengaruhi perilaku orang Bali dalam beraktivitas. Di samping itu warisan leluhur tentang konsep keseimbangan yang dikenal dengan istilah Tri Hita Karana tersebut selalu menjadi inspirasi bagi pengelolaan sumber daya alam di Bali. Dalam hal ini penerapan ergonomi di industri kecil yang berbasis kearifan lokal sesungguhnya adalah beruasaha agar terjadi keseimbangan antara aktivitas manusia dengan daya dukung alam di sekitarnya. Penanganan limbah perusahaan dan pembatasan waktu kerja merupakan upaya ergonomi untuk menserasikan antara tuntutan tugas dengan kemampuan manusia dan faktor lingkungan yang menyertai para pekerja saat beraktivitas.
Budaya Bali sangat menekankan keseimbangan dari pola relasi hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. Kedinamisan keseimbangan pola relasi ini sangat terkait dengan dinamika perjalanan waktu dan keadaan yang terjadi (desa, kala, patra). Konsep desa kala patra juga menjadi acuan dalam perbaikan stasiun dan proses kerja di industri kecil, karena konsep ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi ergonomi di suatu daerah (Sutajaya & Ristiati, 2011).
Ajaran Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama, Moksa) diarahkan untuk mencapai tujuan kebebasan yang abadi dan kesejahteraan seantero alam semesta dengan istilah mokshartam jagadhita. Tujuan untuk mencapainya adalah dengan Catur Marga (Karma, Bhakti, Jnana, Raja). Konsep ini amat terkait dengan prinsip ergonomi yang menekankan kepada upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam mencapai kesejahteraan hidup dan tetap terjaganya kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
2.6.3 Pertimbangan Faktor Sosial Budaya dalam Pemberdayaan Masyarakat
Geriya (2007) menyatakan bahwa kristalisasi nilai-nilai budaya yang digali dari bumi Indonesia adalah: (a) unsur ke-Tuhanan yang diungkapkan dengan bhinneka tunggal ika tan
hana dharma mangrua yang artinya berbeda-beda tetapi satu dan tidak ada agama yang memiliki tujuan berbeda dimana unsur kerukunan dan toleransi agama menjadi bingkai pemersatu; (b) unsur kemanusiaan yang egaliter dapat dijumpai pada tata kehidupan bermasyarakat yakni menghargai sesama umat dan saling membantu jika tertimpa musiba;, (c) unsur persatuan yang terihat jelas dengan adanya kebersamaan (collectives), kekeluargaan, persatuan dan kesatuan serta kegotong-royongan; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi terlihat dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui jalan musyawarah mufakat; dan (e) unsur keadilan tercermin dalam kehidupan hukum adat sebagai salah satu aspek budaya yang mengatur secara adil dan merupakan kewajiban warga masyarakat setempat. Pendapat ini sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ergonomi khususnya di Bali yaitu: (a) bekerja diyakini sebagai suatu darma seseorang dan hasilnya akan dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) melalui pelaksanaan karma marga sebagai wujud bakti kepadaNya; (b) melalui penerapan ergonomi sejak dini diharapkan dicapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan tidak memaksa seseorang untuk bekerja di luar batasan, kemampuan dan kebolehannya; (c) suatu pekerjaan akan bisa dilakukan secara efektif dan efisien dengan hasil maksimal jika dikerjakan secara bersama-sama melalui tim kerja yang kondusif; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi sangat kentara di dalam suatu organisasi kerja yang menerapkan pendekatan SHIP (sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori) karena pendekatan tersebut memberi peluang kepada setiap orang untuk berkontribusi sama dalam setiap mengambil keputusan dan mereka yang ingin menang sendiri dan otoriter akan tereliminasi; dan (e) unsur keadilan dapat dilihat pada sistem pengupahan di mana prinsip ergonomi selalu menekankan kepada sistem pengupahan yang proporsional sesuai dengan beban kerja atau risiko yang dihadapi pekerja.
Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur tubuh manusia yaitu: bayu (kekuatan), sabda (suara) dan idep (pikiran) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009).
1. Dalam menentukan permasalahan di tempat kerja hendaknya memperhatikan status nutrisi atau energi dan pemanfaatan tenaga otot (bayu) terkait dengan subjek yang akan dilibatkan dan intervensi ergonomi yang dikenakan terhadap subjek penelitian.
2. Dalam membuat protokol penelitian unsur sabda atau pendapat (suara) subjek perlu diperhatikan, karena apa yang diinginkan peneliti belum tentu sesuai dengan keinginan subjek.
3. Saat memperbaiki kondisi kerjanya diharuskan untuk mengajak subjek secara partisipatori turut berpikir atau memanfaatkan idep mereka demi tercapainya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur sarana berlogika yaitu desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kebiasaan) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009).
1. Pada proses penelitian karateristik lokasi (tempat) penelitian sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian karena terkait dengan cara pemilihan sampel, rancangan yang digunakan, dan strategi pendataan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik suatu wilayah yang akan dijadikan objek penelitian sehingga penelitian dapat berlangsung lancar dengan hasil yang maksimal.
2. Waktu penelitian juga sangat menentukan validitas dan reliabilitas data yang diperoleh karena jika salah menentukan alokasi waktu penelitian bisa berakibat fatal atau penelitian mengalami kegagalan, misalnya: penelitian dilakukan saat ada upacara agama, ini tentu akan mempengaruhi kondisi subjek.
3. Kebiasaan setempat perlu dipertimbangkan agar diperoleh data yang akurat karena kebiasaan seseorang yang mungkin sudah dilakukan selama bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad lamanya tidak bertindak sebagai variabel pengganggu atau menjadi masking effect dalam analisis data.
Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur peradilan yaitu bukti, saksi dan ilikita (logika) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009).
1. Bukti keberhasilan intervensi ergonomi sering digunakan sebagai acuan di dalam melaksanakan intervensi berikutnya, karena bukti yang bisa dilihat dan dirasakan oleh pekerja dapat bertindak sebagai pemicu motivasi pihak terkait untuk memperbaiki kondisi kerjanya.
2. Saksi juga diperlukan untuk mempromosikan keberhasilan intervensi ergonomi karena apa yang dikatakan atau dilaporkan oleh saksi yang dalam hal ini adalah
subjek dan peneliti dapat mempengaruhi minat pekerja atau orang lain yang tertarik dengan intervensi tersebut untuk diterapkan di tempat mereka.
3. Ilikita atau logika sangat berpengaruh dalam mengambil suatu keputusan terkait dengan upaya perbaikan yang akan dilakukan, karena dalam penerapan ergonomi diawali dengan perbaikan yang sifatnya mudah dikerjakan, murah biayanya dan masuk akal. Itu berarti secara logis apa yang diterapkan dalam penelitian ergonomi hendaknya masuk akal dan bisa berlanjut atau tidak hanya terbatas sebagai penelitian saja.
2.6.4 Sinergitas Ergonomi dan Kewirausahaan dalam Manajemen Sosial
Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan (Amperaningrum & Ichyaudin, 2009).
Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreativitas, yaitu pola pikir tentang sesuatu yang baru dan inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru. Dalam hal ini ergonomi mengingatkan agar para wirausahawan selalu mencermati dirinya sebagai manusia yang mempunyai keterbatasan, kemampuan, dan kebolehannya yang
dijadikan sebagai tolok ukur di dalam bekerja atau beraktivitas sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada tubuh mereka.
Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawan pun dimiliki oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009).
Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009). Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009 ). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Menurut Zimmerer (1996) dalam Amperaningrum & Ichyaudin (2009), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui: (a) pengembangan teknologi baru (developing new technology); (b) penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge); (c) perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services); dan (d) penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources)
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya. Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya kewirausahaan dengan penjelasan sebagai berikut (Amperaningrum & Ichyaudin, 2009).
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)
2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)
3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)
5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha adalah: (a) percaya diri; (b) berorientasikan tugas dan hasil; (c) pengambil risiko; (d) kepemimpinan; (d) keorisinilan; (e) berorientasi ke masa depan; dan (f) jujur dan tekun (Wikipedia, 2012)
Sifat-sifat seorang wirausaha adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2012). 1. Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.
2. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik ddan memiliki inisiatif.
3. Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.
4. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka terhadap saran dan kritik yang membangun.
5. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan bisnis yang luas.
7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.
Bertolak dari ciri dan sifat watak seorang wirausahawan dapat diidentifikasi sikap seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut (Wikipedia, 2012)
1. Disiplin
Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan yang tinggi. Arti dari kata disiplin adalah ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan terhadap waktu, dapat dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Sifat sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah kendala yang dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan. Kedisiplinan terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai jika wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan. Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja.
2. Komitmen Tinggi
Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat progresif (berorientasi pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita, harapan dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen wirausahawan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen, dan sebagainya.Seorang wirausahawan yang teguh menjaga komitmennya terhadapkonsumen, akan memiliki nama baik di mata konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari
konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan.
3. Jujur
Kejujuran merupakan landasan moral yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang wirausahawan Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks Kejujuran mengenai karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan olehwirausahawan.
4. Kreatif dan Inovatif
Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi. Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu Justru seringkali ide-ide jenius yangmemberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil
5. Mandiri
Seseorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalammengambil keputusan atau bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan pihak lain Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam memenuhi kegiatan usahanya.
6. Realistis
Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan/ perbuatannya. ]Banyak seorang calon wirausahawan yang berpotensi tinggi, namun
pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena wirausahawan tersebut tidak realistis, obyektif dan rasional dalam pengambilan keputusan bisnisnya. Karena itu dibutuhkan kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap masukan-masukan/ sumbang saran yang ada keterkaitan erat dengan tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penerapan IPTEKS pada Pengelolaan Upacara Ngaben Massal
Penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal menghasilkan rincian upakara seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rincian Upakara Ngaben Massal
NO BANTEN KATUR RING JUMLAH
1 TUMPENG SOLAS ATIWA-TIWA
a. Banten Ring Tengah Pura Dalem Puri 1
Pura Prajapati Dalem Puri 1
Pura Dalem Gede 2
Prajapati Dalem Gede 1
Pemlaspas Bendusa, Pemaung, Pering 2
Pengaskaran ring Petak 1
Pengadang-adang ageng 4
Pamlaspas Kajang (5 Peguruan) 5
Pemlaspas Petulangan 1
Bale Selunglung 1
Jumlah 19
b. Banten soang Pemilet Pemeras-merasan 23
Runtutan Darpana (3xsawa, Ngwangun, Ngembang, Pengiriman)
90
Runtutan Pengadang-adang (1xsawa) 30 Jumlah 143 2 TUMPENG SOLAS
NGLUNGAH
Runtutan Darpana (1 x 11 Jml Nglungah) 11 Jumlah 11 3 TUMPENG SOLAS NGASTI LAN MENDAK NUNTUN Ring sangge 1 Ring puspa 33 Metatah (Ngekeb) 1 Pemlaspas Puspa 1
Segara Gua Lawah 4
Pura Gua Lawah 4
Pura Dalem Gede (Mendak Nuntun) 2
Jumlah 46 JUMLAH TUMPENG SOLAS SAMI 220
4 BEBANGKIT Ngewangun 1
Upadesa 2
Pengiriman 1
Ngasti 1
Jumlah Bebangkit 5
5 PEREMAN Maangge Rikala Matatah 1
6 CATUR Ring Puspa 33
Ring Sangge 1
Ring Surya 1
Ring Pawedan 2
Jumlah Catur 37
7 BANGUN URIP Upadesa (Selam) 2
Ngasti (Selam) 2
Ngewangun (Selam) 2
Darpana Atiwa-tiwa (Bawi) (3xsawa) 90
Pengadang-adang (Bawi)(jml sawa+banten tengah 2)
32
Darpana Nglungah (Bawi)(1x 11 Nglungah) 11
Bebangkit (Bawi) 5
Jumlah Bangun Urip 144
8 SUCI NGERO Banten ring tengah 78
Ngasti (1 x jumlah Puspa ) (1 x 33) 33
Ring Sangge 1
Katur ke Pemilet (@5 suci) 115
Tambahan sane katunas pemilet 48
Serep 5
Jumlah Suci Ngero 280
9 SUCI NGUPAK Banten ring Tengah 151
Sawa Niri (20 x 23 sawa) 460
Nglungah (3 x 11 jml nglungah) 33
Matatah (Kah. Tiga 4 + Prajapati 2+P.Madya 1+Pereman 1)
8
Maange rikala mendak nuntun 34
Ring Tukon (2 x jml Sawa) 60
Katur ke Pemilet (@ 5 suci) 115
Tambahan sane katunas pemilet 54
Serep 50
Jumlah Suci Ngupak 1.049
10 SUCI SIBAKAN Banten ring Tengah 128
Ring Pisang Jati (1 x jml sawa) 30
Katur ring Sawa (6 x Jumlah Sawa) 180 Jumlah Suci Sibakan 338
11 SESUKLAN PEBERSIHAN
Saji Ngasti (Jml Puspa + Sangge) 34
Teteg (Jml Bebangkit) 5
Suci Ngero 280
Suci Ngupak 1.049
Suci Sibakan 338
Lis (4xsawa+1xPebasmian+ 3banten tengah) 146 Jumlah Sesuklan Pebersihan 1.852
12 SESUKLAN PEBERSIHAN + DUMA
Suci Ngero 280
Suci Ngupak 1.049
Jumlah Sesuklan Pebersihan + Duma 1.329
13 SAJI Saji Ngaben (5xsawa + 20 banten tengah) 170
Saji Ngasti (Puspa+Sangge+ 6 banten tengah) 40 Jumlah Saji 210
14 DAKSINA + BUNGKAK
Suci Ngero 280
Suci Ngupak 1.049
Jumlah Daksina +Bungkak 1.329
15 JAPIT Ring sawa (6 x sawa) 180
Ring Puspa (1 x Puspa) 33
Ring Sangge 1
Serep 5 Jumlah Japit 233
16 PAJEG Ring puspa (1 x puspa) 33
Ring Sangge 1
Ring Surya 4
Bebangkit 5
Serep 5
Jumlah Pajeg 48
17 PIRATE RARE 4 X Jml Sawa (Ngwangun, Ngembang, Upadesa, Ngirim)
120
18 TERANG KASTURI
a. Atiwa-tiwa Ring peturon (4 x Jml Sawa) 120
Nglungah 11 Prajapati 2 Damar Kurung 30 Surya 2 b. Ngasti Puspa 33 Sangge 1 Surya 2 Damar Kurung 33
Jumlah Terang Kasturi 234
19 PENGADANG-ADANG 1x Jml Sawa + 4 Pengadang-adang ageng 34
20 PENGULAPAN Ring sawa (4 x sawa) 120
Bale pebasmian 23 Banten tengah 3 Jumlah Pengulapan 146 21 SARASWATI ONGKARA Suci Ngero 280 Saji Ngasti 40 Serep 10
Jumlah Saraswati Ongkara 330
22 PANJANG JAMPEL LEBENG
Ring pengadang-adang (2 x sawa) 60
Banten tengah 2
23 PANJANG JAMPEL MATAH
Ring pengadang-adang (2 x sawa) 60
Banten tengah 2
Jumlah panjang jampel matah 62
24 PANJANG GEBLAG Manut jumlah Bale Pebasmian 23
25 PEMEEG Maangge ring ngaben (jml sawa + 1 prajapati) 31
Maangge ring ngasti (jml puspa + 1 sangge) 34 Jumlah Pemeeg 65
26 LIWET Ring puspa (2 x puspa) 66
Ring Sangge 2
Ring Surya 2
Jumlah Liwet 70
27 TEBOG Ring Puspa (2 x puspa) 66
Ring Sangge 2
Ring Surya 2
Jumlah Tebog 70
28 PENERUS Ring Puspa (2 x puspa) 66
Ring Sangge 2
Ring Surya 2
Jumlah Penerus 70
29 PERAS JALAN Manut jumlah Bale Pebasmian 23
30 PERAS PENGLAMUK Manut jumlah Bale Pebasmian 23
31 PERAS TLAJAKAN Manut jumlah puspa + Sangge 34
32 TETEH TABUNAN Manut jumlah sawa 30
33 DIUS KUMALIGI Manut jumlah sawa (2 x jml sawa) 60
34 PENGIDERGITAN Manut jumlah pemilet 23
35 BANTEN PLANGKAN Manut jumlah Bale Pebasmian 23
36 PERING Makarya kakalih (apasang) 2
37 GEBLAG Manut jumlah Bale Pebasmian 23
38 PEMERAS-MERASAN Manut jumlah pemilet 23
39 TETEG Manut jumlah bebangkit (5) + pereman (1) 6
40 SAYUT PEGOYAN Manut jumlah bebangkit (5) + pereman (1) 6
41 PENYEMEK Manut jumlah bebangkit (5) + pereman (1) 6
42 PENGANGKAT Manut upakara ring tengah 9
43 SAMUH NGELE Pengadang-adang (34 x (Sawa + Ageng 4) 34 x (30 + 4)
Pirata Rare 9x(4 x sawa) 9 x (4x 30) 1.080
Panjang ilang (5 x sawa) 5 x 30 150
Geblag (1 x Pebasmian) 1 x 23 23
Banten plangkan (5 x plangkan) 5 x 23 115
Nglungah (9 x jml nglungah) 9 x 11 99
Banten Caru Ekasata 1 x Jumlah Caru Ekasata (1 x 42)
42 Jumlah Samuh Ngele 2.665
44 PRASANTUN Manut jumlah tetegep upakara (68 x pemilet) 1.564
45 SANTUN GEDE Manut jumlah tetegep upakara 100
46 CARU EKASATA Manut keperluan macaru 42
47 DAPETAN Manut jumlah maturan 10
48 PEKLIYANGAN Manut keperluan mekliyang 8
49 SEGEH AGUNG Manut keperluan mesegeh agung 2
50 JERIMPEN Manut keperluan banten tengah 32
51 TEBASAN SIDAKARYA
Manut jumlah tukang -
Penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal menghasilkan rincian ngerotok seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Rincian Ngerotok
NO SANE KEKARYANIN RINCIAN JML.
1 SARASWATI Suci Ngero 269
Suci Ngupak 1.016 Suci Sibakan 331 Saji Ngaben 165 Saji Ngasti 39 Teteg 6 Pulagembal 5 Samuh Ngele 2.566 Jumlah saraswati 4.397
Suci ngupak x 5 (1016 x 5) 5.080 Suci sibakan x 1 (331 x 1) 331 Saji ngaben x 2 (165 x 2) 330 Saji ngasti x 4 (39 x 4) 156 Samuh ngele x 1 (2.566x1) 2.566 Teteg x 3 (6 x 3) 18 Sayut pegoyan x 3 (6x 3) 18 Jml. sanganan ngerotok 11.189 3 SANGANAN KEROTOK 1 Getah Sigapo 11.189 2 Bucu telu 11.189 3 Kelongkang 11.189 4 Bungan temu 11.189 5 Kekuluban 11.189 6 Kebeber 11.189 7 Padma 11.189 8 Kekupa 11.189 9 Penangkeb kesimbar 11.189 10 Mati putih 11.189 11 Mati kuning 11.189 12 Pengada 11.189 13 Kepuan udang 11.189 14 Kembang kerang 11.189 15 Panji masimbangan 11.189 16 Canigara 11.189 17 Cili mentik 11.189
1 Kebeber sari 2.690 2 Kaliadem 2.690 3 Gelang-gelang 2.690 4 Ratu magelung 2.690 5 Kembang duren 2.690 6 Batum cluki 2.690 7 Jaja gurita 2.690
5 SELANDAR SAJI Saji ngaben x 2 (165 x 2) 330 Saji ngasti x 4 (39 x 4) 156 Suci ngero x 10 (269 x 10) 2.690
Teteg x 2 (6 x 2) 12
Jumlah selandar saji 3.188
6 SANGANAN JAPIT & PAJEG Japit 226
Pajeg x 2 (47 x2) 94
Jumlah sanganan japit & pajeg 320 7 SANGANAN JERIMPEN Banten tengah (5 x jml jerimpen) 160
8 PULA GEMBAL Banten tengah 5
9 SANGANAN
BEBANGKIT+PEREMAN
Banten tengah 6
10 SARASWATI ONGKARA Suci ngero 269
Saji ngasti 39
Jumlah saraswati ongkara 308 11 SELANDAR NGERO + SAJI Penambah ngero 2.690
Selandar saji 3.188
Jml landar ngero + saji 5.878 12 LIKAS SIGAPO NGERO + SAJI Penambah ngero 2.690
Selandar saji 3.188
Penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal menghasilkan rincian kekaryan krama lanang (pekerjaan warga pria) seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Rincian Kekaryan Krama Lanang
NO SANE KEKARYANIN Jumlah
1 PETAK 22 2 PETURON 22 3 BALE PAWEDAN 2 4 SURYA 3 5 GENAH TIRTA 1 6 DAMAR KURUNG 61
7 SANGGAH DAMAR KURUNG 2
8 SANGGAH BALANG TAMAK 1
9 SANGGAH SAWANGAN TAN ANA 1
10 PENJOR 2
11 SANGGAH PENJOR 2
12 PLANGKAN 22
13 BALE PEBASMIAN 22
14 PENYIRAMAN (Ageng 6, Alit 16) 22
15 PEPAGA 51 16 BALE BANDUNG 22 17 PENYEKEHAN(Dempet 6, Niri 16) 22 18 PLENGKUNGAN 22 19 PENGASKARAN 22 20 PETULANGAN 22 21 DEDAMPA 22 22 TUMPANG SALU 22 23 BENDUSA 5 24 PEMAUNG 24 25 ANTE 29 26 SUAH 29 27 PETAT 29 28 GALENG 29 29 TOPONG-TOPONGAN 62
30 BAJU-BAJUAN 62 31 PAYUNG KECER 58 32 SOK PONJEN 29 33 SOK AMBU 29 34 KLUKUH 29 35 PANJANG ILANG 142 36 ANGKLUNG-ANGKLUNGAN 33 37 JUKUNG-JUKUNGAN 22 38 CORONG 22 39 SANGSANGAN 44 40 BEBANGKIT GROMBONG 6 41 KERANJANG JERIMPEN 32 42 SEPIT 71 43 ILIH 245 44 SANGGAH CUCUK 42 45 PANAH 2
46 WAKUL SEKAR URA 22
47 PAJENG KERTAS 22
48 BALE SELUNGLUNG 1
Penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal menghasilkan rincian kekaryan krama istri (pekerjaan warga wanita) seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Rincian Kakaryan Krama Istri
NO BANTEN Jumlah
1 TUMPENG SOLAS ATIWA-TIWA 162
2 TUMPENG SOLAS NGLUNGAH 11
3 TUMPENG SOLAS NGASTI LAN MENDAK NUNTUN
47 Jumlah sami 220 4 BEBANGKIT 5 5 PEREMAN 1 6 CATUR 37 7 BANGUN URIP 144 8 SUCI NGERO 280
9 SUCI NGUPAK 1.049
10 SUCI SIBAKAN 338
11 SESUKLAN PEBERSIHAN 1.852
12 SUKLAN PEBERSIHAN + DUMA 1.329
13 SAJI NGABEN 170 SAJI NGASTI 40 14 DAKSINA + BUNGKAK 1.329 15 JAPIT 233 16 PAJEG 48 17 PIRATE RARE 120 18 TERANG KASTURI 234 19 PENGADANG-ADANG 34 20 PENGULAPAN 146 21 SARASWATI ONGKARA 330
22 PANJANG JAMPEL LEBENG 62
23 PANJANG JAMPEL MATAH 62
24 PANJANG GEBLAG 23 25 PEMEEG 65 26 LIWET 70 27 TEBOG 70 28 PENERUS 70 29 PERAS JALAN 23 30 PERAS PENGLAMUK 23 31 PERAS TLAJAKAN 34 32 TETEH TABUNAN 30 33 DIUS KUMALIGI 60 34 PENGIDERGITAN 23 35 BANTEN PLANGKAN 23 36 PERING 2 37 GEBLAG 23 38 PEMERAS-MERASAN 23 39 TETEG 6 40 SAYUT PEGOYAN 6 41 PENYEMEK 6 42 PENGANGKAT 9
43 SAMUH NGELE 2.665 44 PRASANTUN 1.564 45 SANTUN GEDE 100 46 CARU EKASATA 42 47 DAPETAN 10 48 PEKLIYANGAN 8 49 SEGEH AGUNG 2 50 JERIMPEN 32
Penerapan IPTEKS pada pengelolaan upacara ngaben massal menghasilkan rincian eteh-eteh banten seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Rincian Eteh-eteh Banten
NO ETEH-ETEH PEMARGIN ETEH-ETEH JUMLAH
1 PERANGKAT PEMADE 1 Bebangkit upadesa 1 2 Bebangkit pengiriman 1 Jumlah 2 2 PERANGKAT NYOMAN
1 Darpana Atiwa-tiwa (3 x sawa) 84
2 Pengadang-adang (1 x sawa) + pengadang Ageng 1
29
3 Darpana Nglungah (1 x nglungah) 6
4 Tumpeng solas P. Dalem Puri 1
5 Tumpeng solas P. Dalem Gede 2
6 Tumpeng solas P. Prajapati 1
7 Tumpeng solas soang peguruan (5) 5
8 Tumpeng solas pemeras-merasan 22
9 Tumpeng solas pemlaspas benusa + pemaung 2 10 Damar kurung (Atiwa-tiwa 28 + Ngasti 32) 60
11 Sanggah balang tamak 1
12 Serep 3
Jumlah 216 3 KETENGAN
SOLAS
1 Darpana Atiwa-tiwa (3 x Sawa) 84
2 Pengadang-adang (1 x sawa) + pengadang Ageng 1