MODUL BEST PRACTICE
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknis Substantif
Bidang Kerja Sama Hak Asasi Manusia
Ruth Marshinta Muh. Khamdan
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknis Substantif
Bidang Kerja Sama Hak Asasi Manusia
Kegiatan kerja sama HAM sesungguhnya suatu upaya untuk penyebar- luas an dan peningkatan partisipasi publik yang dilakukan dalam proses implementasi P-5 HAM. Maka kerja sama HAM tidak hanya memenuhi persyaratan formal prosedural, namun harus dilakukan secara benar, tepat sasaran, serta melibatkan pihak-pihak yang merepresentasikan dukungan dalam perwujudan tanggung jawab negara atas HAM.
Ketentuan mengenai tata cara kerja sama telah diatur dalam Permenkumham Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Penataan Kerja Sama Di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Mengenai tata cara pembuatan dan penyusunan perjanjian kerja sama, mengacu pada Permenkumham Nomor 15 Tahun 2016 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua regulasi tersebut sebagai acuan dalam membuat suatu perjanjian kerja sama pada umumnya, dan kerja sama di bidang HAM pada khususnya.
Upaya pemajuan dan perlindungan HAM merupakan mandat UUD 1945, yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. Diplomasi Indonesia di bidang HAM pada dunia internasional, harus didedikasikan sepenuhnya pada kepentingan nasional Indonesia. Diplomasi HAM mesti berdampak untuk membangun reputasi Indonesia sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM, serta memberikan sumbangan Indonesia dalam upaya global bagi pemajuan dan perlindungan HAM.
ISBN 978-623-6869-18-5
BPSDM KUMHAM Press
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknis Substantif
Bidang Kerja Sama Hak Asasi Manusia
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA
Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/
atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknis Substantif
Bidang Kerja Sama Hak Asasi Manusia
PENULIS:
Ruth Marshinta Muh. Khamdan
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
2020
MODUL BEST PRACTICE
MEMBANGUN KERJA SAMA HAM:
KEWAJIBAN NEGARA DALAM IMPLEMENTASI PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA
Teknis Substantif Bidang Kerja Sama Hak Asasi Manusia
Ruth Marshinta Muh. Khamdan
BPSDM KUMHAM Press
Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512
Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120 Laman : http://bpsdm.kemenkumham.go.id
Cetakan ke-1 : Oktober 2020 Perancang Sampul : M. Ari Penata Letak : M. Ari
Ilustrasi sampul : https://www.pikist.com/free-photo-ionpe x+50 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN: 978-623-6869-18-5
Hak cipta dilindungi Undang-Undang.
Dilarang mengutip dan memublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA isi di luar tanggung jawab percetakan
SAMBUTAN
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia- Nya Modul Best Practice berjudul “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran” telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Modul Best Practice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi bagian dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber- sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindahtempatkan atau replikasi guna peningkatan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan Modul Best Practice dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi pelatihan, dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karier.
Modul Best Practice pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
SAMBUTAN
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia- Nya Modul Best Practice berjudul “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran” telah terselesaikan. Modul ini disusun untuk membekali para pembaca agar mengetahui dan memahami salah satu tugas dan fungsi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Modul Best Practice merupakan strategi pendokumentasian pengetahuan tacit yang masih tersembunyi dan tersebar di banyak pihak, untuk menjadi bagian dari aset intelektual organisasi. Langkah ini dilakukan untuk memberikan sumber- sumber pengetahuan yang dapat disebarluaskan sekaligus dipindahtempatkan atau replikasi guna peningkatan kinerja individu maupun organisasi. Keberadaan Modul Best Practice dapat mendukung proses pembelajaran mandiri, pengayaan materi pelatihan, dan peningkatan kemampuan organisasi dalam konteks pengembangan kompetensi yang terintegrasi (Corporate University) dengan pengembangan karier.
Modul Best Practice pada artinya dapat menjadi sumber belajar guna memenuhi hak dan kewajiban pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam pelajaran (JP) bagi setiap pegawai. Hal ini sebagai implementasi amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Dalam kesempatan ini, kami atas nama Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan kontribusinya dalam penyelesaian modul ini. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga modul ini dapat berkontribusi positif bagi para pembacanya dan para pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Selamat Membaca.... Salam Pembelajar....
Jakarta, Agustus 2020
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia
Dr. Asep Kurnia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas kehendak dan perkenanan-Nya, kita masih diberi kesempatan dan kesehatan dalam rangka penyusunan Modul Best Practice berjudul “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran”.
Modul Best Practice “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran”
menjadi sumber pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap keberagaman bidang tugas dan fungsi serta kinerja organisasi Kemenkumham. Selain itu modul ini juga menjadi upaya untuk memperkuat dan mengoptimalkan kegiatan pengabadian aset intelektual dari pengetahuan tacit individu menjadi pengetahuan organisasi. Pengetahuan tacit yang berhasil didokumentasikan akan sangat membantu sebuah organisasi dalam merumuskan rencana strategis pengembangan kompetensi baik melalui pelatihan maupun belajar mandiri, serta implementasi Kemenkumham Corporate University (CorpU).
Demikian Modul Best Practice “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran” ini disusun, dengan harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi para pembaca khususnya pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Depok, 26 Oktober 2020
Kepala Pusat Pengembangan Diklat Teknis dan Kepemimpinan,
Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001
Selamat Membaca.... Salam Pembelajar....
Jakarta, Agustus 2020
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia
Dr. Asep Kurnia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, karena atas kehendak dan perkenanan-Nya, kita masih diberi kesempatan dan kesehatan dalam rangka penyusunan Modul Best Practice berjudul “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran”.
Modul Best Practice “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran”
menjadi sumber pembelajaran dalam meningkatkan pemahaman dan pengetahuan terhadap keberagaman bidang tugas dan fungsi serta kinerja organisasi Kemenkumham. Selain itu modul ini juga menjadi upaya untuk memperkuat dan mengoptimalkan kegiatan pengabadian aset intelektual dari pengetahuan tacit individu menjadi pengetahuan organisasi. Pengetahuan tacit yang berhasil didokumentasikan akan sangat membantu sebuah organisasi dalam merumuskan rencana strategis pengembangan kompetensi baik melalui pelatihan maupun belajar mandiri, serta implementasi Kemenkumham Corporate University (CorpU).
Demikian Modul Best Practice “Pewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan Campuran” ini disusun, dengan harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan kompetensi para pembaca khususnya pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Depok, 26 Oktober 2020
Kepala Pusat Pengembangan Diklat Teknis dan Kepemimpinan,
Hantor Situmorang
NIP 196703171992031001
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Deskripsi Singkat ... 2
C. Tujuan Pembelajaran ... 3
D. Materi Pokok ... 3
E. Petunjuk Belajar ... 3
BAB 2 KONSEP DASAR KERJA SAMA HAM ... 5
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri... 5
1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga ... 6
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah ... 8
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah ... 9
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri ... 10
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri ... 13
BAB 3 IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM DALAM NEGERI ... 14
A. Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi P-5 HAM ... 14
B. Kerja Sama Implementasi RANHAM ... 17
C. Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM (KKP HAM)... 26
BAB 4 IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM LUAR NEGERI ... 31
A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri... 31
B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB ... 32
C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC ... 33
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Deskripsi Singkat ... 2
C. Tujuan Pembelajaran ... 3
D. Materi Pokok ... 3
E. Petunjuk Belajar ... 3
BAB 2 KONSEP DASAR KERJA SAMA HAM ... 5
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri... 5
1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga ... 6
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah ... 8
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah ... 9
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri ... 10
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri ... 13
BAB 3 IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM DALAM NEGERI ... 14
A. Peran Direktorat Kerja Sama dalam Implementasi P-5 HAM ... 14
B. Kerja Sama Implementasi RANHAM ... 17
C. Kriteria Kabupaten/Kota Pedul HAM (KKP HAM)... 26
BAB 4 IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM LUAR NEGERI ... 31
A. Proses Pembentukan Kerja Sama Luar Negeri... 31
B. Kerja Sama Indonesia dalam Sidang Majelis Umum PBB ... 32
C. Kerja Sama Indonesia dalam Kerangka ECOSOC ... 33
D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM ... 34
E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN ... 35
F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI ... 37
BAB 5 KENDALA DAN SOLUSI PELAKSANAAN KERJA SAMA ... 39
A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama... 39
B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM ... 41
1. Sosialisasi Capaian Aksi HAM dan KKP HAM ... 41
2. FGD Aplikasi SIMASHAM ... 42
3. Seminar Internet Sehat ... 44
4. Study Visit Implementasi Bisnis dan HAM ... 44
C. Capaian Kerja Sama HAM ... 45
D. Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan ... 46
BAB 6 PENUTUP ... 47
A. Simpulan ... 47
B. Penutup ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat dan pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsi mengenai proses kerja sama hak asasi manusia (HAM). Proses kerja sama tersebut dalam rangka implementasi tanggung jawab negara berupa pemajuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
Upaya mendorong terwujudnya kerjasa dilakukan dengan membangun kemitraan di dalam negeri serta kemitraan luar negeri. Mitra kerja sama dalam negeri sebagaimana Lembaga Hak Asasi manusia Nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat, Korporasi, dan Lembaga Pendidikan. Untuk itu dibutuhkan beberapa tahapan guna mencapai output yang diinginkan. Untuk mitra kerja luar negeri, meliputi bentuk-bentuk kerja sama secara bilateral, kerja sama regional, kerja sama dengan Organisasi Internasional, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan organisasi Non-PBB.
Terdapat beberapa fokus kegiatan dengan mitra kerja baik dalam negeri maupun mitra kerja luar negeri. Pertama, implementasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang membutuhkan kesatuan sikap dan gerak langkah antara Kementerian, Lembaga Negara, dan Pemerintah Daerah. Kedua, implementasi Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM) berkaitan keberhasilan target indikator KKP HAM untuk mendukung P- 5 HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Pemajuan, dan Penegakan HAM). Ketiga, hubungan antara bisnis dan HAM. Keempat, kerja sama dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kelima, kerja sama untuk menjamin implementasi Anti penyiksaan. Keenam, kerja sama untuk mengikuti sidang HAM terkait isu-isu HAM Internasional dan penyampaian perkembangan pelaksanaan RANHAM di Indonesia.
D. Kerja Sama Indonesia dalam Dewan HAM ... 34
E. Kerja Sama Indonesia dalam ASEAN ... 35
F. Kerja Sama Indonesia dalam OKI ... 37
BAB 5 KENDALA DAN SOLUSI PELAKSANAAN KERJA SAMA ... 39
A. Strategi Praktis Pelaksanaan Kerja Sama... 39
B. Strategi Peningkatan Kerja Sama HAM ... 41
1. Sosialisasi Capaian Aksi HAM dan KKP HAM ... 41
2. FGD Aplikasi SIMASHAM ... 42
3. Seminar Internet Sehat ... 44
4. Study Visit Implementasi Bisnis dan HAM ... 44
C. Capaian Kerja Sama HAM ... 45
D. Tantangan Membangun Kerja Sama ke Depan ... 46
BAB 6 PENUTUP ... 47
A. Simpulan ... 47
B. Penutup ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modul ini disusun untuk memberikan pengetahuan praktis kepada masyarakat dan pegawai di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melaksanakan tugas dan fungsi mengenai proses kerja sama hak asasi manusia (HAM). Proses kerja sama tersebut dalam rangka implementasi tanggung jawab negara berupa pemajuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.
Upaya mendorong terwujudnya kerjasa dilakukan dengan membangun kemitraan di dalam negeri serta kemitraan luar negeri. Mitra kerja sama dalam negeri sebagaimana Lembaga Hak Asasi manusia Nasional, Lembaga Swadaya Masyarakat, Korporasi, dan Lembaga Pendidikan. Untuk itu dibutuhkan beberapa tahapan guna mencapai output yang diinginkan. Untuk mitra kerja luar negeri, meliputi bentuk-bentuk kerja sama secara bilateral, kerja sama regional, kerja sama dengan Organisasi Internasional, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), dan organisasi Non-PBB.
Terdapat beberapa fokus kegiatan dengan mitra kerja baik dalam negeri maupun mitra kerja luar negeri. Pertama, implementasi Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) yang membutuhkan kesatuan sikap dan gerak langkah antara Kementerian, Lembaga Negara, dan Pemerintah Daerah. Kedua, implementasi Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM) berkaitan keberhasilan target indikator KKP HAM untuk mendukung P- 5 HAM (Penghormatan, Perlindungan, Pemenuhan, Pemajuan, dan Penegakan HAM). Ketiga, hubungan antara bisnis dan HAM. Keempat, kerja sama dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kelima, kerja sama untuk menjamin implementasi Anti penyiksaan. Keenam, kerja sama untuk mengikuti sidang HAM terkait isu-isu HAM Internasional dan penyampaian perkembangan pelaksanaan RANHAM di Indonesia.
Beberapa mitra kerja sama yang sudah terjalin antara lain dengan UNDP, UNHCR, UNESCO, RWI, FNF, UN WOMEN, AICHR, ASEAN, Organisasi Internasional lainnya, serta kerja sama dengan beberapa negara terkait pelaksanaan Dialog HAM. Untuk mengawal perkembangan di dunia internasional, pertemuan kerja sama luar negeri memerlukan perjalanan dinas luar negeri. Pertemuan tersebut antara lain dilaksanakan di Swiss, Amerika Serikat, Thailand, Norwegia, Vietnam, Korea Selatan dan Belgia.
Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan kerja sama HAM merupakan hal yang sangat penting didorong untuk mencapai implementasi HAM yang optimal dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini berisi uraian tentang prinsip-prinsip dasar kerja sama HAM yang meliputi konsep-konsep tentang kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama HAM luar negeri serta hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri. Dengan memahami konsep tersebut, akan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep yang paling mendasar dari kerja sama HAM.
Kerja sama HAM penyelanggaraanya didasarkan pada konsep-konsep kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dalam negeri melibatkan Kementerian/Lembaga Negara, pemerintah daerah, dan kerja sama non pemerintah (LSM, Akademisi, Korporasi). Pada posisi lain, kerja sama HAM luar negeri sebagaimana kerja sama bilateral, regional, dan Badan Khusus PBB, serta Organisasi Internasional (OI) Non-PBB. Konsep- konsep ini demikian pentingnya dan merupakan elemen dasar dalam suatu kerja sama HAM. Untuk itu, bagi penyelenggara tugas-tugas kerja sama HAM seyogianya memahami secara mendalam konsep-konsep tersebut. Perlu untuk dipahami bahwa konsep tersebut menjadi landasan mekanisme dalam penyelenggaraan kerja sama dalam bidang HAM.
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, para pembelajar diharapkan memahami aspek-aspek yang mendasar dalam proses kerja sama HAM, yaitu:
1. Memahami kerja sama HAM dalam negeri 2. Memahami kerja sama HAM luar negeri
3. Mengimplementasikan hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Konsep Kerja sama Dalam Negeri
1.1. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 1.2. Pengertian dan Unsur Peraturan Perundang-undangan 1.3. Jenis dan Hierarkhi Peraturan Perundang-undangan 1.4. Kerangka Peraturan Perundang-undangan
2. Konsep Kerja sama Luar Negeri
2.1. Peran dan Fungsi Direktorat Jenderal
2.2. Peran Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan RUU, RPerppu, dan RPerpres
2.3. Kementerian Hukum dan HAM Sebagai Pemrakarsa 3. Implementasi Hubungan Kerja sama Dalam dan Luar Negeri
3.1. Prolegnas, Progsun PP, Progsun Perpres, dan Ijin Prakarsa 3.2. Penyusunan Rancangan Undang-Undang
3.3. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang
3.4. Penyusunan RPP/Rperpres
E. Petunjuk Belajar
Modul ini merupakan modul yang bersifat dasar-dasar teori yang memberikan bekal dalam proses membangun hubungan kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk menambah wawasan peserta di dalam mempelajari modul ini, peserta diharapkan juga menambah wawasan dengan mempelajari bahan-bahan lain yang terkait dengan substansi hak
Beberapa mitra kerja sama yang sudah terjalin antara lain dengan UNDP, UNHCR, UNESCO, RWI, FNF, UN WOMEN, AICHR, ASEAN, Organisasi Internasional lainnya, serta kerja sama dengan beberapa negara terkait pelaksanaan Dialog HAM. Untuk mengawal perkembangan di dunia internasional, pertemuan kerja sama luar negeri memerlukan perjalanan dinas luar negeri. Pertemuan tersebut antara lain dilaksanakan di Swiss, Amerika Serikat, Thailand, Norwegia, Vietnam, Korea Selatan dan Belgia.
Dengan demikian, pelaksanaan kegiatan kerja sama HAM merupakan hal yang sangat penting didorong untuk mencapai implementasi HAM yang optimal dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini berisi uraian tentang prinsip-prinsip dasar kerja sama HAM yang meliputi konsep-konsep tentang kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama HAM luar negeri serta hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri. Dengan memahami konsep tersebut, akan dapat menjelaskan tentang konsep-konsep yang paling mendasar dari kerja sama HAM.
Kerja sama HAM penyelanggaraanya didasarkan pada konsep-konsep kerja sama HAM dalam negeri dan kerja sama luar negeri. Kerja sama dalam negeri melibatkan Kementerian/Lembaga Negara, pemerintah daerah, dan kerja sama non pemerintah (LSM, Akademisi, Korporasi). Pada posisi lain, kerja sama HAM luar negeri sebagaimana kerja sama bilateral, regional, dan Badan Khusus PBB, serta Organisasi Internasional (OI) Non-PBB. Konsep- konsep ini demikian pentingnya dan merupakan elemen dasar dalam suatu kerja sama HAM. Untuk itu, bagi penyelenggara tugas-tugas kerja sama HAM seyogianya memahami secara mendalam konsep-konsep tersebut. Perlu untuk dipahami bahwa konsep tersebut menjadi landasan mekanisme dalam penyelenggaraan kerja sama dalam bidang HAM.
C. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, para pembelajar diharapkan memahami aspek-aspek yang mendasar dalam proses kerja sama HAM, yaitu:
1. Memahami kerja sama HAM dalam negeri 2. Memahami kerja sama HAM luar negeri
3. Mengimplementasikan hubungan kerja sama HAM dalam dan luar negeri
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Konsep Kerja sama Dalam Negeri
1.1. Dasar Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 1.2. Pengertian dan Unsur Peraturan Perundang-undangan 1.3. Jenis dan Hierarkhi Peraturan Perundang-undangan 1.4. Kerangka Peraturan Perundang-undangan
2. Konsep Kerja sama Luar Negeri
2.1. Peran dan Fungsi Direktorat Jenderal
2.2. Peran Direktorat Perancangan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan RUU, RPerppu, dan RPerpres
2.3. Kementerian Hukum dan HAM Sebagai Pemrakarsa 3. Implementasi Hubungan Kerja sama Dalam dan Luar Negeri
3.1. Prolegnas, Progsun PP, Progsun Perpres, dan Ijin Prakarsa 3.2. Penyusunan Rancangan Undang-Undang
3.3. Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang
3.4. Penyusunan RPP/Rperpres
E. Petunjuk Belajar
Modul ini merupakan modul yang bersifat dasar-dasar teori yang memberikan bekal dalam proses membangun hubungan kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk menambah wawasan peserta di dalam mempelajari modul ini, peserta diharapkan juga menambah wawasan dengan mempelajari bahan-bahan lain yang terkait dengan substansi hak
asasi manusia, komunikasi publik, serta membangun koordinasi dan kerja sama untuk melengkapi pengetahuan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Para Pembelajar diharapkan mempelajari dan memahami materi ini dengan:
1. mempelajari materi yang terdapat dalam modul secara urut;
2. memahami isi dari materi yang terdapat dalam modul;
3. melakukan diskusi dengan pihak yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri
4. mempraktekkan modul ini jika ditempatkan pada tugas dan fungsi di bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri.
BAB 2
KONSEP DASAR KERJA SAMA HAM
Salam Para Pembelajar.
Pembahasan pertama kita awali dengan pemahaman tentang dasar-dasar kerja sama HAM sebagai kerangka utama memahami bahasan pada bab-bab berikutnya.
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Kerja sama hak asasi manusia dalam negeri adalah suatu kesepakatan untuk menghormati, memenuhi, memajukan, dan melindungi HAM dengan mitra kerja sama dalam negeri. Kerja sama dalam negeri harus dilakukan formal institusional, yang dituangkan ke dalam dokumen bersifat kontraktual berupa Memorandum of Understanding (MoU) dan kontrak kerja sama.
Penandatanganan dilakukan oleh para pihak dan bersifat non-kontraktual yang dituangkan ke dalam surat kesepakatan para pihak. Proses penandatanganan dokumen kerja sama harus juga mempertimbangkan kesetaraan jabatan para pihak yang mengikat kerja sama.
Kerja sama juga dapat mendorong percepatan penyelesaian kasus HAM di kawasan, yang berdampak pada perlindungan warga negara Indonesia.
Forum dialog yang dilakukan terus menerus pada akhirnya mampu membangun kesamaan pemahaman dan kesamaan tujuan tentang P-5 HAM.
Berbagai isu HAM di dalam negeri seperti konflik kebebasan beragama, konflik pertanahan, konflik kemanusiaan, maupun akses informasi tentu membutuhkan peran kerja sama yang baik dari banyak pihak.
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan pengertian kerja sama HAM, bentuk-bentuk kerja sama HAM, serta hubungan kerja sama dalam negeri dan luar negeri
asasi manusia, komunikasi publik, serta membangun koordinasi dan kerja sama untuk melengkapi pengetahuan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Para Pembelajar diharapkan mempelajari dan memahami materi ini dengan:
1. mempelajari materi yang terdapat dalam modul secara urut;
2. memahami isi dari materi yang terdapat dalam modul;
3. melakukan diskusi dengan pihak yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri
4. mempraktekkan modul ini jika ditempatkan pada tugas dan fungsi di bidang kerja sama HAM di dalam negeri maupun di luar negeri.
BAB 2
KONSEP DASAR KERJA SAMA HAM
Salam Para Pembelajar.
Pembahasan pertama kita awali dengan pemahaman tentang dasar-dasar kerja sama HAM sebagai kerangka utama memahami bahasan pada bab-bab berikutnya.
A. Konsep Kerja Sama HAM Dalam Negeri
Kerja sama hak asasi manusia dalam negeri adalah suatu kesepakatan untuk menghormati, memenuhi, memajukan, dan melindungi HAM dengan mitra kerja sama dalam negeri. Kerja sama dalam negeri harus dilakukan formal institusional, yang dituangkan ke dalam dokumen bersifat kontraktual berupa Memorandum of Understanding (MoU) dan kontrak kerja sama.
Penandatanganan dilakukan oleh para pihak dan bersifat non-kontraktual yang dituangkan ke dalam surat kesepakatan para pihak. Proses penandatanganan dokumen kerja sama harus juga mempertimbangkan kesetaraan jabatan para pihak yang mengikat kerja sama.
Kerja sama juga dapat mendorong percepatan penyelesaian kasus HAM di kawasan, yang berdampak pada perlindungan warga negara Indonesia.
Forum dialog yang dilakukan terus menerus pada akhirnya mampu membangun kesamaan pemahaman dan kesamaan tujuan tentang P-5 HAM.
Berbagai isu HAM di dalam negeri seperti konflik kebebasan beragama, konflik pertanahan, konflik kemanusiaan, maupun akses informasi tentu membutuhkan peran kerja sama yang baik dari banyak pihak.
Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan pengertian kerja sama HAM, bentuk-bentuk kerja sama HAM, serta hubungan kerja sama dalam negeri dan luar negeri
1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara
Direktorat Jenderal HAM melalui Direktorat Kerja sama mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan kerja sama, baik antar Kementerian dan Lembaga Negara. Kerja sama dilakukan sesuai dengan kebutuhan antara kedua belah pihak. Dalam melakukan kerja sama dengan Kementerian dan Lembaga ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a. Menentukan topik yang akan menjadi bahan kerja sama b. Mencari mitra yang akan diajak untuk membuat kerja sama c. Mengadakan rapat pembahasan dengan K/L sebagai mitra d. Menyusun untuk merumuskan bahan kerja sama
e. Melaksanakan kerja sama dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing
f. Evaluasi dari kerja sama, dengan indikator apakah perlu diteruskan, perlu diperbaiki, perlu adanya usulan kerja sama baru atau kerja sama berakhir.
Kerja sama yang dilakukan dengan kementerian dan lembaga, di dalamnya harus terkait dengan pemajuan HAM serta pelaksanaan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM. Kerja sama antar kementerian terutama berkaitan dengan Aksi HAM Kementerian dan Lembaga melalui Sekretariat Bersama RANHAM, yang dapat mempertajam muatan aksi HAM.
1. Kerja Sama HAM Antar Kementerian dan Lembaga Negara
Direktorat Jenderal HAM melalui Direktorat Kerja sama mempunyai tugas dan fungsi untuk melakukan kerja sama, baik antar Kementerian dan Lembaga Negara. Kerja sama dilakukan sesuai dengan kebutuhan antara kedua belah pihak. Dalam melakukan kerja sama dengan Kementerian dan Lembaga ini ada beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a. Menentukan topik yang akan menjadi bahan kerja sama b. Mencari mitra yang akan diajak untuk membuat kerja sama c. Mengadakan rapat pembahasan dengan K/L sebagai mitra d. Menyusun untuk merumuskan bahan kerja sama
e. Melaksanakan kerja sama dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing
f. Evaluasi dari kerja sama, dengan indikator apakah perlu diteruskan, perlu diperbaiki, perlu adanya usulan kerja sama baru atau kerja sama berakhir.
Kerja sama yang dilakukan dengan kementerian dan lembaga, di dalamnya harus terkait dengan pemajuan HAM serta pelaksanaan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM. Kerja sama antar kementerian terutama berkaitan dengan Aksi HAM Kementerian dan Lembaga melalui Sekretariat Bersama RANHAM, yang dapat mempertajam muatan aksi HAM.
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah
Kerja sama antar pemerintah daerah (Pemda) merupakan suatu isu yang perlu diperhatikan pemerintah. Peran kerja sama dapat memengaruhi ketahanan negara, dan kemampuan untuk mengatasi banyak masalah serta memetakan kebutuhan masyarakat di daerah yang melewati batas-batas wilayah administratif.
Untuk menyukseskan kerja sama Pemda, maka diperlukan identifikasi isu-isu strategis, bentuk atau model kerja sama yang tepat, dan prinsip-prinsip yang menuntun keberhasilan kerja sama tersebut.
Peran strategis yang dimainkan Pemda dalam sistem negara kesatuan membutuhkan kemampuan sekaligus mekanisme kerja sama, dengan adanya penyesuaian struktur dan fungsi kelembagaan.
Bentuk program kerja sama dengan Pemda dapat dalam implementasi RANHAM maupun pencapaian Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM).
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah
Pemerintah perlu mencari solusi atas kendala dalam pemenuhan HAM dengan melibatkan berbagai stakeholder. Aktivitas pelibatan lembaga Non-pemerintah, baik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan korporasi, sangat terkait dalam pelaksanaan pembangunan.
Keterlibatan berbagai pihak ini memiliki peran penting untuk membantu pemerintah, mengingat tidak semua aktivitas pemenuhan HAM mampu dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam hal ketersediaan skill SDM dan finansial. Bentuk kerja sama yang melibatkan pihak swasta ini dikenal juga dengan istilah public private partnership (PPP).
Menurut William J. Parente dari lembaga USAID Environmental Services Program dengan pernyataan sebagai berikut:
PPP is an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which: (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party.
PPP ini merupakan hubungan kerja sama pemerintah dengan publik dalam pelaksanaan pembangunan dan pemenuhan ham melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaan tersebut. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat dalam pelaksanaan.
2. Kerja Sama HAM Pemerintah Daerah
Kerja sama antar pemerintah daerah (Pemda) merupakan suatu isu yang perlu diperhatikan pemerintah. Peran kerja sama dapat memengaruhi ketahanan negara, dan kemampuan untuk mengatasi banyak masalah serta memetakan kebutuhan masyarakat di daerah yang melewati batas-batas wilayah administratif.
Untuk menyukseskan kerja sama Pemda, maka diperlukan identifikasi isu-isu strategis, bentuk atau model kerja sama yang tepat, dan prinsip-prinsip yang menuntun keberhasilan kerja sama tersebut.
Peran strategis yang dimainkan Pemda dalam sistem negara kesatuan membutuhkan kemampuan sekaligus mekanisme kerja sama, dengan adanya penyesuaian struktur dan fungsi kelembagaan.
Bentuk program kerja sama dengan Pemda dapat dalam implementasi RANHAM maupun pencapaian Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM (KKP HAM).
3. Kerja Sama HAM Non-Pemerintah
Pemerintah perlu mencari solusi atas kendala dalam pemenuhan HAM dengan melibatkan berbagai stakeholder. Aktivitas pelibatan lembaga Non-pemerintah, baik dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan korporasi, sangat terkait dalam pelaksanaan pembangunan.
Keterlibatan berbagai pihak ini memiliki peran penting untuk membantu pemerintah, mengingat tidak semua aktivitas pemenuhan HAM mampu dikerjakan oleh pemerintah sendiri terutama dalam hal ketersediaan skill SDM dan finansial. Bentuk kerja sama yang melibatkan pihak swasta ini dikenal juga dengan istilah public private partnership (PPP).
Menurut William J. Parente dari lembaga USAID Environmental Services Program dengan pernyataan sebagai berikut:
PPP is an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which: (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party.
PPP ini merupakan hubungan kerja sama pemerintah dengan publik dalam pelaksanaan pembangunan dan pemenuhan ham melalui investasi dengan melibatkan pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan NGO. Masing-masing pihak memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaan tersebut. Peran dan fungsi permerintah sebagai suatu institusi resmi dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, responsif, efektif dan efisien dalam penciptaan good governance. Tentunya dalam hal ini tidak terlepas dari fungsi pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta yang terlibat dalam pelaksanaan.
Kiprah LSM di Indonesia yang selama ini sering melakukan program- program pendampingan masyarakat merupakan potensi besar bagi berkembangnya sinergi kerja sama HAM tersebut. LSM memiliki bekal kedekatan dengan masyarakat dan diharapkan dapat bergerak bersama pemerintah dan swasta untuk memunculkan daya ungkit kesejahteraan warga negara.
Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu alternatif kerja sama untuk berbagai program yang sejalan dengan agenda pembangunan nasional, termasuk pemajuan HAM. Peran para profesional yang bekerja di sejumlah LSM, diharapkan pengelolaan dana CSR tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sinergi kerja sama multipihak antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh LSM tentu akan mempercepat implementasi P-5 HAM.
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri
Kerja sama luar negeri adalah suatu kesepakatan untuk melakukan menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia dengan mitra kerja sama luar negeri melalui proses perbuatan atau hal yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses kerja sama luar negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja sama Luar Negeri.
Peraturan ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati, saling menguntungkan, dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing- masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerja sama luar negeri dimaksudkan untuk mewujudkan kerja sama dalam bidang hak asasi manusia yang selaras dengan prinsip-prinsip kerja sama luar negeri dan politik luar negeri Pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia. Sedangkan sasarannya adalah memaksimalkan kerja
sama Luar Negeri dalam bidang hak asasi manusia khususnya mendukung pelaksanaan RANHAM sebagai agenda nasional pemerintah.
Berdasarkan mitra kerjanya, terdapat 3 jenis kerja sama luar negeri di Direktorat Jenderal HAM yaitu:
1. Bilateral
Kerja sama bilateral merupakan kerja sama yang melibatkan Government to Government atau sesama pemerintah dua negara. Biasanya, kerja sama ini didahului dengan kesepakatan antara perwakilan kedua pejabat pemerintahan terkait misalnya antara kepala negara atau antara menteri.
Sebagai gambaran, kerja sama Indonesia dan Malaysia sebagai negeri serumpun Melayu dapat menjadi contoh bentuk kerja sama bilateral.
2. Regional
Kerja sama regional dilakukan kerja sama yang dilakukan dengan persatuan negara-negara yang berada di suatu kawasan tertentu yang biasanya berdekatan. Kerja sama regional seperti dengan ASEAN atau Uni Eropa. Kerja sama ini bisa melibatkan satu atau dua negara, namun pada intinya mengatasnamakan persatuan tersebut dibanding atasnama negara individu. Hal tersebut sebagaimana kerja sama dengan Spanyol dan Italia, namun tetap mengatas namakan Uni Eropa.
3. Badan Khusus PBB dan Organisasi Internasional (OI) Non-PBB
Kerja sama yang dilakukan meliputi kerja sama dengan organisasi internasional yang menjadi badan PBB, seperti WHO, UNESCO, UNICEF, dan UNDP. Kerja sama internasional yang melibatkan organisasi internasional bersifat non-governmental, misalnya USAID dari Amerika, JICA dari Jepang, dan FNF dari Jerman. Kerja sama yang dilakukan dengan organisasi internasional non-PBB, biasanya didahului dengan adanya kesepakatan kerja sama (MoU, Memorandum of Understanding). Ditjen HAM dalam mendukung implementasi UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bekerjasama dengan UNICEF dalam perumusan desain pelatihan, sekaligus melibatkan lintas instansi aparat penegak hukum dalam penyusunan kurikulum pelatihan.
Kiprah LSM di Indonesia yang selama ini sering melakukan program- program pendampingan masyarakat merupakan potensi besar bagi berkembangnya sinergi kerja sama HAM tersebut. LSM memiliki bekal kedekatan dengan masyarakat dan diharapkan dapat bergerak bersama pemerintah dan swasta untuk memunculkan daya ungkit kesejahteraan warga negara.
Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu alternatif kerja sama untuk berbagai program yang sejalan dengan agenda pembangunan nasional, termasuk pemajuan HAM. Peran para profesional yang bekerja di sejumlah LSM, diharapkan pengelolaan dana CSR tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sinergi kerja sama multipihak antara pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh LSM tentu akan mempercepat implementasi P-5 HAM.
B. Konsep Kerja Sama HAM Luar Negeri
Kerja sama luar negeri adalah suatu kesepakatan untuk melakukan menghormati, memenuhi, dan melindungi hak asasi manusia dengan mitra kerja sama luar negeri melalui proses perbuatan atau hal yang dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Proses kerja sama luar negeri harus memperhatikan prinsip-prinsip hubungan luar negeri yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Kerja sama Luar Negeri.
Peraturan ini menegaskan bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat, saling menghormati, saling menguntungkan, dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri masing- masing, seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kerja sama luar negeri dimaksudkan untuk mewujudkan kerja sama dalam bidang hak asasi manusia yang selaras dengan prinsip-prinsip kerja sama luar negeri dan politik luar negeri Pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia. Sedangkan sasarannya adalah memaksimalkan kerja
sama Luar Negeri dalam bidang hak asasi manusia khususnya mendukung pelaksanaan RANHAM sebagai agenda nasional pemerintah.
Berdasarkan mitra kerjanya, terdapat 3 jenis kerja sama luar negeri di Direktorat Jenderal HAM yaitu:
1. Bilateral
Kerja sama bilateral merupakan kerja sama yang melibatkan Government to Government atau sesama pemerintah dua negara. Biasanya, kerja sama ini didahului dengan kesepakatan antara perwakilan kedua pejabat pemerintahan terkait misalnya antara kepala negara atau antara menteri.
Sebagai gambaran, kerja sama Indonesia dan Malaysia sebagai negeri serumpun Melayu dapat menjadi contoh bentuk kerja sama bilateral.
2. Regional
Kerja sama regional dilakukan kerja sama yang dilakukan dengan persatuan negara-negara yang berada di suatu kawasan tertentu yang biasanya berdekatan. Kerja sama regional seperti dengan ASEAN atau Uni Eropa. Kerja sama ini bisa melibatkan satu atau dua negara, namun pada intinya mengatasnamakan persatuan tersebut dibanding atasnama negara individu. Hal tersebut sebagaimana kerja sama dengan Spanyol dan Italia, namun tetap mengatas namakan Uni Eropa.
3. Badan Khusus PBB dan Organisasi Internasional (OI) Non-PBB
Kerja sama yang dilakukan meliputi kerja sama dengan organisasi internasional yang menjadi badan PBB, seperti WHO, UNESCO, UNICEF, dan UNDP. Kerja sama internasional yang melibatkan organisasi internasional bersifat non-governmental, misalnya USAID dari Amerika, JICA dari Jepang, dan FNF dari Jerman. Kerja sama yang dilakukan dengan organisasi internasional non-PBB, biasanya didahului dengan adanya kesepakatan kerja sama (MoU, Memorandum of Understanding). Ditjen HAM dalam mendukung implementasi UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) bekerjasama dengan UNICEF dalam perumusan desain pelatihan, sekaligus melibatkan lintas instansi aparat penegak hukum dalam penyusunan kurikulum pelatihan.
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri
Dalam dunia yang semakin maju sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta meningkatnya interaksi dan interdependensi antarnegara dan antarbangsa, maka makin meningkat pula hubungan internasional yang diwarnai dengan kerja sama dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam pembangunan yang dicapai Indonesia di berbagai bidang telah menyebabkan meningkatnya kegiatan Indonesia di dunia internasional, baik pemerintah maupun swasta dan perseorangan. Hal demikian berimplikasi pada perlunya peningkatan perlindungan terhadap kepentingan negara dan warga negara Indonesia.
Kerja sama Indonesia di dalam negeri sesungguhnya mendukung posisi Indonesia di level internasional dalam aspek P-5 HAM. Indonesia yang telah meratifikasi sejumlah instrumen hukum HAM internasional, memiliki peranan penting dalam memformulasikan dan melaksanakan kebijakan HAM internasional di Indonesia. Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022 dapat dikatakan sebagai bukti kepercayaan internasional terhadap Indonesia, sebagai dampak atas rekam jejak dan kontribusi yang tinggi dalam pemajuan HAM melalui kerja sama internasional.
Bagi Indonesia, keanggotaan ini juga merupakan bentuk pemenuhan mandat konstitusi dan penegasan komitmen Indonesia dalam penerapan norma HAM global tidak hanya di tingkat global, melainkan juga di tingkat regional dan nasional.
Oleh karena itu, hubungan kerja sama dalam dan luar negeri di bidang HAM merupakan suatu langkah yang strategis bagi Direktorat Kerja Sama HAM yang memiliki tugas dan fungsi untuk memformulasikan kebijakan kerja sama hak asasi manusia di Indonesia. Meningkatnya kerja sama dalam dan luar negeri di bidang HAM dapat pula meningkatkan peran Indonesia dalam memajukan norma dan standar hak asasi manusia nasional dan internasional.
C. Hubungan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri
Dalam dunia yang semakin maju sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara global, serta meningkatnya interaksi dan interdependensi antarnegara dan antarbangsa, maka makin meningkat pula hubungan internasional yang diwarnai dengan kerja sama dalam berbagai bidang. Kemajuan dalam pembangunan yang dicapai Indonesia di berbagai bidang telah menyebabkan meningkatnya kegiatan Indonesia di dunia internasional, baik pemerintah maupun swasta dan perseorangan. Hal demikian berimplikasi pada perlunya peningkatan perlindungan terhadap kepentingan negara dan warga negara Indonesia.
Kerja sama Indonesia di dalam negeri sesungguhnya mendukung posisi Indonesia di level internasional dalam aspek P-5 HAM. Indonesia yang telah meratifikasi sejumlah instrumen hukum HAM internasional, memiliki peranan penting dalam memformulasikan dan melaksanakan kebijakan HAM internasional di Indonesia. Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022 dapat dikatakan sebagai bukti kepercayaan internasional terhadap Indonesia, sebagai dampak atas rekam jejak dan kontribusi yang tinggi dalam pemajuan HAM melalui kerja sama internasional.
Bagi Indonesia, keanggotaan ini juga merupakan bentuk pemenuhan mandat konstitusi dan penegasan komitmen Indonesia dalam penerapan norma HAM global tidak hanya di tingkat global, melainkan juga di tingkat regional dan nasional.
Oleh karena itu, hubungan kerja sama dalam dan luar negeri di bidang HAM merupakan suatu langkah yang strategis bagi Direktorat Kerja Sama HAM yang memiliki tugas dan fungsi untuk memformulasikan kebijakan kerja sama hak asasi manusia di Indonesia. Meningkatnya kerja sama dalam dan luar negeri di bidang HAM dapat pula meningkatkan peran Indonesia dalam memajukan norma dan standar hak asasi manusia nasional dan internasional.
BAB 3
IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM DALAM NEGERI
A. Peran Direktorat Kerja sama dalam Implementasi P-5 HAM
Kementerian Hukum dan HAM sebagai institusi negara, memiliki peran untuk turut serta melaksanakan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM sebagaimana dalam UUD NKRI Tahun 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Tiga Kewajiban tersebut berlaku secara internasional.
Kewajiban menghormati (To Respect), merupakan bentuk kewajiban yang menghindari tindakan-tindakan intervensi atau campur tangan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan hak individu untuk melaksanakan atau menikmati haknya. Contoh dari kewajiban ini adalah negara tidak ikut campur untuk mengatur pelaksanaan ibadah menurut agama tertentu, tidak melakukan penangkapan dan penahanan secara semena-mena, dan memberi kebebasan berkumpul dan berserikat (hak untuk berkumpul dan berserikat).
Kewajiban memenuhi (To Fullfil) memiliki maksud agar negara mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, peradilan, dan tindakan- tindakan yang diperlukan untuk merealisasikan secara penuh hak-hak asasi Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan substansi kerja sama dalam negeri berdasarkan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM, dan bentuk kerja sama lain menyangkut P-5 HAM di Indonesia.
manusia semua warganya. Sifat kewajiban ini membutuhkan keaktifan negara beserta aparaturnya, dengan membuat kebijakan yang menjamin setiap orang memperoleh haknya. Peran ini sebagaimana memenuhi sistem perawatan kesehatan dasar, memberikan jaminan pendidikan gratis ke seluruh warga negara, serta memberikan akses informasi ke semua warga.
Kewajiban melindungi (To Protect) ditujukan agar negara mengambil tindakan aktif dalam mencegah pelanggaran HAM bagi semua warganya. Hal ini menuntut negara dan seluruh institusi beserta aparaturnya untuk membuat kebijakan dan melindungi hak-hak individu maupun kelompok dari pelanggaran. Sebagai gambaran, negara menindak suatu kelompok atau sebagian anggota masyarakat yang menyerang kelompok lain atas dasar suku, etnis, agama, dan antar-golongan.
Ada tanggung jawab negara yang tidak tercantum dalam instrumen internasional HAM namun termaktub dalam instrumen nasional yaitu tanggung jawab menegakkan dan tanggung jawab memajukan hak asasi manusia.
- Kewajiban Menegakkan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan tindakan agar tidak tejadi pelanggaran HAM.
- Kewajiban Memajukan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan tindakan peningkatan secara terus menerus dalam hal penghormatan, pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM
Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara. Artinya, suatu negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi jika sebuah negara menimbulkan atau menyebabkan kerugian kepada negara lain atau korban pelanggaran HAM yang harus mendapatkan pemulihan, meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara.
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
BAB 3
IMPLEMENTASI KERJA SAMA HAM DALAM NEGERI
A. Peran Direktorat Kerja sama dalam Implementasi P-5 HAM
Kementerian Hukum dan HAM sebagai institusi negara, memiliki peran untuk turut serta melaksanakan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM sebagaimana dalam UUD NKRI Tahun 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Tiga Kewajiban tersebut berlaku secara internasional.
Kewajiban menghormati (To Respect), merupakan bentuk kewajiban yang menghindari tindakan-tindakan intervensi atau campur tangan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan hak individu untuk melaksanakan atau menikmati haknya. Contoh dari kewajiban ini adalah negara tidak ikut campur untuk mengatur pelaksanaan ibadah menurut agama tertentu, tidak melakukan penangkapan dan penahanan secara semena-mena, dan memberi kebebasan berkumpul dan berserikat (hak untuk berkumpul dan berserikat).
Kewajiban memenuhi (To Fullfil) memiliki maksud agar negara mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, peradilan, dan tindakan- tindakan yang diperlukan untuk merealisasikan secara penuh hak-hak asasi Setelah membaca bab ini, para pembelajar diharapkan dapat menjelaskan substansi kerja sama dalam negeri berdasarkan implementasi Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), Kriteria Kabupaten/Kota Peduli HAM, dan bentuk kerja sama lain menyangkut P-5 HAM di Indonesia.
manusia semua warganya. Sifat kewajiban ini membutuhkan keaktifan negara beserta aparaturnya, dengan membuat kebijakan yang menjamin setiap orang memperoleh haknya. Peran ini sebagaimana memenuhi sistem perawatan kesehatan dasar, memberikan jaminan pendidikan gratis ke seluruh warga negara, serta memberikan akses informasi ke semua warga.
Kewajiban melindungi (To Protect) ditujukan agar negara mengambil tindakan aktif dalam mencegah pelanggaran HAM bagi semua warganya. Hal ini menuntut negara dan seluruh institusi beserta aparaturnya untuk membuat kebijakan dan melindungi hak-hak individu maupun kelompok dari pelanggaran. Sebagai gambaran, negara menindak suatu kelompok atau sebagian anggota masyarakat yang menyerang kelompok lain atas dasar suku, etnis, agama, dan antar-golongan.
Ada tanggung jawab negara yang tidak tercantum dalam instrumen internasional HAM namun termaktub dalam instrumen nasional yaitu tanggung jawab menegakkan dan tanggung jawab memajukan hak asasi manusia.
- Kewajiban Menegakkan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan tindakan agar tidak tejadi pelanggaran HAM.
- Kewajiban Memajukan, menuntut negara mengeluarkan kebijakan dan tindakan peningkatan secara terus menerus dalam hal penghormatan, pemenuhan, perlindungan, dan penegakan HAM
Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara. Artinya, suatu negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi jika sebuah negara menimbulkan atau menyebabkan kerugian kepada negara lain atau korban pelanggaran HAM yang harus mendapatkan pemulihan, meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara.
Tujuan nasional dalam menegakkan HAM tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi, “Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial”. Dalam tujuan nasional tersebut terkandung misi dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang akan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya terjunjung tinggi, terpenuhi dan terlindungi.
Guna menjamin implementasi atas tanggung jawab negara terhadap HAM, pada tanggal 29 September 2015 diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, yang memandatkan Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dengan 6 (enam) Eselon II, yaitu:
- Sekretariat Ditjen HAM
- Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat - Direktorat Kerja Sama HAM
- Direktorat Diseminasi dan Penguatan HAM - Direktorat Instrumen HAM
- Direktorat Informasi HAM.
Dalam pelaksanaan tugas, Ditjen HAM mempunyai fungsi sesuai Permenkumham Nomor 29 tahun 2015 pasal 835, yaitu perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan dan pelaporan di bidang pemajuan HAM, pelayanan komunikasi masyarakat, kerja sama HAM, diseminasi HAM, dan informasi HAM. Termasuk pelaksanaan peran dan fungsi Ditjen HAM adalah koordinasi penyusunan koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia.
Kerja sama HAM sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu kerja sama dalam negeri terutama menyangkut pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) dan kerja sama luar negeri. Terkait luar negeri maka terbangun kerja sama bilateral, regional, dan kerja sama dengan badan-badan khusus PBB dan organisasi internasional no-PBB.
B. Kerja sama Implementasi RANHAM
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) adalah dokumen yang memuat sasaran, strategi dan fokus kegiatan prioritas Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia dalam pelaksanaan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM bagi masyarakat Indonesia. Panduan dan rencana umum serta arah bagi penyelenggara negara yang pelaksanaannya bersifat dinamis (living document) serta dapat diselaraskan dengan potensi dan permasalahan di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
keadilan sosial”. Dalam tujuan nasional tersebut terkandung misi dan visi bangsa Indonesia di bidang hak asasi manusia yang akan mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera, hak asasinya terjunjung tinggi, terpenuhi dan terlindungi.
Guna menjamin implementasi atas tanggung jawab negara terhadap HAM, pada tanggal 29 September 2015 diterbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, yang memandatkan Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dengan 6 (enam) Eselon II, yaitu:
- Sekretariat Ditjen HAM
- Direktorat Pelayanan Komunikasi Masyarakat - Direktorat Kerja Sama HAM
- Direktorat Diseminasi dan Penguatan HAM - Direktorat Instrumen HAM
- Direktorat Informasi HAM.
Dalam pelaksanaan tugas, Ditjen HAM mempunyai fungsi sesuai Permenkumham Nomor 29 tahun 2015 pasal 835, yaitu perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan dan pelaporan di bidang pemajuan HAM, pelayanan komunikasi masyarakat, kerja sama HAM, diseminasi HAM, dan informasi HAM. Termasuk pelaksanaan peran dan fungsi Ditjen HAM adalah koordinasi penyusunan koordinasi penyusunan indikator dan profil pembangunan hak asasi manusia.
Kerja sama HAM sendiri dibedakan menjadi 2 (dua) hal, yaitu kerja sama dalam negeri terutama menyangkut pelaksanaan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) dan kerja sama luar negeri. Terkait luar negeri maka terbangun kerja sama bilateral, regional, dan kerja sama dengan badan-badan khusus PBB dan organisasi internasional no-PBB.
B. Kerja sama Implementasi RANHAM
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) adalah dokumen yang memuat sasaran, strategi dan fokus kegiatan prioritas Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia dalam pelaksanaan penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM bagi masyarakat Indonesia. Panduan dan rencana umum serta arah bagi penyelenggara negara yang pelaksanaannya bersifat dinamis (living document) serta dapat diselaraskan dengan potensi dan permasalahan di setiap kementerian, lembaga dan pemerintah daerah.
Pelaksanaan RANHAM merupakan amanat dari sejumlah regulasi yang mengatur tentang HAM. Regulasi tersebut meliputi UUD 1945 Pasal 28 huruf a sampai j, Deklarasi Wina 1993, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan RANHAM semuanya mempunyai sasaran pada meningkatnya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM (P-5 HAM) bagi semua lapisan masyarakat Indonesia baik di pusat maupun daerah. Tentunya, peran pelaksanaan P-5 HAM tersebut berdasarkan pelaksanaan oleh negara melalui lembaga serta aparaturnya dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, moral, adat istiadat, budaya, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
RANHAM secara khusus mempunyai sasaran yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Meningkatnya pemahaman HAM bagi aparatur negara dan masyarakat;
b. Terlaksananya instrumen HAM dalam kebijakan pemerintah;
c. Percepatan penyelesaian hambatan-hambatan pemenuhan HAM pada 4 fokus kelompok sasaran (hak perempuan, anak, masyarakat hukum adat dan penyandang disabilitas sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2015 junto Perpres No. 33 Tahun 2018)
d. Meningkatnya partisipasi Indonesia dalam forum kerja sama penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM;
e. Meningkatnya penanganan pelanggaran HAM;
f. Meningkatnya aksesbilitas penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
Dalam perkembangannnya, penyusunan dan implementasi RANHAM tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi melibatkan peran Pemerintah Daerah. Pada masing-masing tingkatan, implementasi RANHAM dibentuk ikatan kerja sama lintas instansi dalam wadah Sekretariat Bersama RANHAM untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi Aksi HAM RI.
Sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi dan Program Aksi HAM Wina 1993/Vienna Declaration and Program of Action on Human Rights (VDPA), Pemerintah telah mengesahkan dan mengimplementasikan empat Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), yang kemudian identik dengan penyebutan 4 generasi RANHAM, yaitu:
1) RANHAM 1998 - 2003 dengan diterbitkan Kepres No.129 Tahun 1998 2) RANHAM 2004 - 2009 dengan diterbitkan Kepres No. 40 Tahun 2004 3) RANHAM 2011 - 2014 dengan diterbitkan Perpres No. 23 Tahun 2011 4) RANHAM 2015 - 2019 dengan diterbitkan Perpres No. 75 Tahun 2015 jo
Perpres No. 33 Tahun 2018
RANHAM generasi Kelima untuk Perpres serta Aksi HAM-nya masih dalam pembahasan. Dengan demikian, pelaksanaan aksi HAM tahun 2020 masih mengacu pada Perpres yang lama, yaitu Perpres No.75 Tahun 2015 jo Perpres No.33 Tahun 2018 atau masih dengan RANHAM generasi keempat.
Fokus RANHAM Generasi Keempat Fokus RANHAM
2015 2016 2017 2018/2019
Hak Penyandang Disabilitas
Lanjut Usia ODGJ Hak Anak Hak Perempuan Lingkungan Hidup
Toleransi Umat Beragama
Hak Anak Lingkungan Hidup
Bisnis dan HAM Hak Penyandang Disabilitas
Hak atas Pendidikan Hak atas Kesehatan Ketenagakerjaan Hak atas Pangan Lingkungan Hidup
Hak Penyandang Disabilitas
Pembangunan Desa
Toleransi
Hak Perempuan Hak Anak
Hak Penyandang Disabilitas
Hak Masyarakat Hukum Adat
Pelaksanaan RANHAM merupakan amanat dari sejumlah regulasi yang mengatur tentang HAM. Regulasi tersebut meliputi UUD 1945 Pasal 28 huruf a sampai j, Deklarasi Wina 1993, dan UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan RANHAM semuanya mempunyai sasaran pada meningkatnya penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM (P-5 HAM) bagi semua lapisan masyarakat Indonesia baik di pusat maupun daerah. Tentunya, peran pelaksanaan P-5 HAM tersebut berdasarkan pelaksanaan oleh negara melalui lembaga serta aparaturnya dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, moral, adat istiadat, budaya, keamanan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
RANHAM secara khusus mempunyai sasaran yang harus diperhatikan dalam pelaksanaannya, yaitu:
a. Meningkatnya pemahaman HAM bagi aparatur negara dan masyarakat;
b. Terlaksananya instrumen HAM dalam kebijakan pemerintah;
c. Percepatan penyelesaian hambatan-hambatan pemenuhan HAM pada 4 fokus kelompok sasaran (hak perempuan, anak, masyarakat hukum adat dan penyandang disabilitas sesuai Perpres Nomor 75 Tahun 2015 junto Perpres No. 33 Tahun 2018)
d. Meningkatnya partisipasi Indonesia dalam forum kerja sama penghormatan, perlindungan, pemenuhan, penegakan dan pemajuan HAM;
e. Meningkatnya penanganan pelanggaran HAM;
f. Meningkatnya aksesbilitas penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
Dalam perkembangannnya, penyusunan dan implementasi RANHAM tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, tetapi melibatkan peran Pemerintah Daerah. Pada masing-masing tingkatan, implementasi RANHAM dibentuk ikatan kerja sama lintas instansi dalam wadah Sekretariat Bersama RANHAM untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi Aksi HAM RI.
Sebagaimana dimandatkan dalam Deklarasi dan Program Aksi HAM Wina 1993/Vienna Declaration and Program of Action on Human Rights (VDPA), Pemerintah telah mengesahkan dan mengimplementasikan empat Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM), yang kemudian identik dengan penyebutan 4 generasi RANHAM, yaitu:
1) RANHAM 1998 - 2003 dengan diterbitkan Kepres No.129 Tahun 1998 2) RANHAM 2004 - 2009 dengan diterbitkan Kepres No. 40 Tahun 2004 3) RANHAM 2011 - 2014 dengan diterbitkan Perpres No. 23 Tahun 2011 4) RANHAM 2015 - 2019 dengan diterbitkan Perpres No. 75 Tahun 2015 jo
Perpres No. 33 Tahun 2018
RANHAM generasi Kelima untuk Perpres serta Aksi HAM-nya masih dalam pembahasan. Dengan demikian, pelaksanaan aksi HAM tahun 2020 masih mengacu pada Perpres yang lama, yaitu Perpres No.75 Tahun 2015 jo Perpres No.33 Tahun 2018 atau masih dengan RANHAM generasi keempat.
Fokus RANHAM Generasi Keempat Fokus RANHAM
2015 2016 2017 2018/2019
Hak Penyandang Disabilitas
Lanjut Usia ODGJ Hak Anak Hak Perempuan Lingkungan Hidup
Toleransi Umat Beragama
Hak Anak Lingkungan Hidup
Bisnis dan HAM Hak Penyandang Disabilitas
Hak atas Pendidikan Hak atas Kesehatan Ketenagakerjaan Hak atas Pangan Lingkungan Hidup
Hak Penyandang Disabilitas
Pembangunan Desa
Toleransi
Hak Perempuan Hak Anak
Hak Penyandang Disabilitas
Hak Masyarakat Hukum Adat
Dalam pelaksanaan RANHAM ini mencakup laporan aksi ham baik kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, dimana setiap kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah akan melakukan pelaporan aksi HAM di bulan keempat (B.04), bulan kedelapan (B.08), dan bulan kedua belas (B.12). Setiap kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah telah mempunyai aksinya masing-masing.
Adapun alur pelaporan aksi HAM, yaitu:
1. Menyusun dan melakukan penajaman aksi HAM;
2. Melakukan menginputan matrik ke dalam sistem pemantauan (serambi.ksp.go.id);
3. Kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah melakukan penginputan pelaporan aksi ham melalui sispan (serambi.ksp.go.id) sesuai dengan waktu yang diberikan;
4. Setelah kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah menginput pelaporan aksi hamnya selanjutnya tim verifikasi melakukan verifikasi terhadap data-data pelaporan yang telah diinput oleh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, setelah verifikasi selesai, tim merekap hasil verifikasi tersebut;
5. Hasil verifikasi yang sudah direkap tadi kemudian dijadikan bahan untuk melakukan pemantauan aksi ham masing-masing daerah;
6. Pemantauan aksi HAM ini selanjutnya akan dijadikan bahan laporan evaluasi terhadap pelaksanaan aksi HAM.
Alur Pelaksanaan Laporan Aksi HAM
Pelaporan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat kepada pemangku kepentingan sebagai bahan pengambilan keputusan sesuai dengan kondisi yang terjadi serta penentuan kebijakan yang relevan. Dalam konteks implementasi pemenuhan HAM, maka Pelaporan implementasi pemenuhan HAM merupakan realisasi kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah untuk memberikan informasi yang cepat, tepat, dan akurat tentang pelaksanaan atau implementasi pemenuhan HAM di kementerian atau lembaga maupun pemerintah daerah.
Dalam laporan disampaikan capaian yang dihasilkan. Dilanjutkan penjelasan tentang faktor-faktor yang menghambat program/pelaksanaan implementasi pemenuhan HAM belum tercapai sesuai dengan yang diinginkan/diprogramkan, kemudian dijelaskan pula langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh K/L/P dalam mengatasi faktor penghambat disertai dengan analisis. Umumnya, disertai dengan berbagai rekomendasi yang perlu dijalankan para pihak.
Biro Hukum Prov. dan Bag. Hukum Kab/Kota mengumpulkan data Lap. Aksi HAM dari OPD terkait sebelum
tgl 28 pada setiap periode pelaporan, dan menyerahkan
ke Bappeda Prov. dan Bappeda Kab/Kota
Bappeda Prov. dan Bappeda Kab/Kota memeriksa dan memasukkan data Lap Aksi
HAM pada setiap periode pelaporan ke Sistem Pemantauan Kantor Staf
Presiden (KSP)
Verifikator melakukan verifikasi dan penilaian hasil
capaian Aksi HAM (Warna: Merah, Kuning, Hijau oada B.03, B.06, B.09 dan Warna: Merah dan Hijau pada B.12) pada setiap periode pelaporan. Setber Ranham melalui
Verifikator, membuat Laporan Hasil Capaian Aksi HAM pada
setiap periode pelaporan.