BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mengajar adalah bukan suatu kegiatan yang statis, tetapi merupakan interaksi
dinamis antara kondisi sosial, tujuan pengembangan berpikir, teori-teori belajar, dan
teknologi pendukung terutama dengan aspek personal dan intelektual siswa. Guru
harus bisa mengintegrasikan semua faktor tersebut sehingga diperoleh hasil
pembelajaran sebaik mungkin, artinya bahwa metode pembelajaran yang diterapkan
oleh guru dapat memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan intelektualnya dan bermakna bagi diri siswa.
Cara mengajar atau lebih dikenal dengan metode pembelajaran menyangkut
pada permasalahan kegiatan fisik apa yang harus diberikan kepada siswa sehingga
kemampuan intelektualnya dapat berkembang, dan belajar dapat berjalan secara
efisien serta bermakna (Mulyati Arifin, 2000: 118).
Sebagaimana banyak anggapan bahwa materi pelajaran eksak dalam hal ini
IPA memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan materi
pelajaran non eksak. Anggapan seperti ini tentu saja perlu disikapi oleh tenaga
pendidik sebagai upaya peningkatan penguasaan peserta didik dalam memahami
materi IPA yang disampaikan.
Proses pembelajaran IPA adalah proses yang kompleks dan saling
berhubungan antara materi satu dengan yang lainnya. Konsep awal yang diterima
siswa menjadi syarat untuk penguasaan konsep berikutnya. Pengetahuan awal siswa
pada setiap pengalaman belajarnya akan berpengaruh terhadap bagaimana mereka
kan belajar dan apa yang akan mereka pelajari selanjutnya (Haryanto, 2000 : 24).
Kenyataan menunjukkan bahwa metode pembelajaran konvensional masih
mendominasi dalam proses belajar mengajar IPA. Pembelajaran konvensional yang
umum dilakukan adalah dalam bentuk ceramah, yaitu metode penyampaian informasi
oleh guru sebagai pembicara kepada siswa sebagai sekelompok pendengar. Dalam
situasi yang kurang menyenangkan, metode pembelajaran konvensional dapat
menyebabkan minat belajar siswa menjadi rendah, karena metode ini kurang menarik,
menghalangi respon siswa, dan membatasi daya ingat siswa. Oleh karena itu,
dibutuhkan suata metode pembelajaran yang menarik, inovatif, serta memberikan
iklim kondusif dalam perkembangan daya nalar dan kreatifitas siswa.
Materi pelajaran yang berbeda-beda menuntut adanya variasi pembelajaran.
Metode pembelajaran yang baik akan menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan
dan sebaliknya metode pembelajaran yag kurang tepat akan membuat siswa kurang
termotivasi dan dampak selanjutnya bagi siswa adalah menurunnya prestasi belajar.
Salah satu alternatif metode yang dapat diterapkan dalam proses belajar
mengajar IPA adalah metode pembelajaran Probex (
Predict
-
Observe-Explain)
Metode pembelajaran Probex didasarkan atas teori pembelajaran konstruktivisme
yang memberi kesempatan siswa untuk menyadari apa yang telah menjadi
pengetahuan awal mereka. Mereka berinteraksi dengan alat bahan, membuat prediksi
(
predict
), menguji prediksi melalui pengamatan (
observe
), dan kemudian
mengemukakan penjelasan mengenai fenomena yang mereka hadapi (
explain
).
Setelah itu, mereka menguji dan menyempurnakan penjelasan itu, atau bahkan
memodifikasinya (Haryanto, 2000: 24).
Metode pembelajaran Probex memungkinkan siswa untuk memformulasikan
pengetahuan baru dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Strategi ini
juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan kembali dan
mengubah miskonsepsi mereka terhadap suatu masalah. Probex menantang siswa
untuk berpikir dan memberikan kepuasan tertentu apabila prediksi siswa ternyata
sesuai dengan hasil pengamatan (Tuwuh Rustanto, 2001 : 3).
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mencoba
menerapkan metode Probex dalam pembelajaran IPA melalui penelitian tindakan
kelas yang berjudul : “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Perubahan Zat
Ada beberapa alasan, mengapa peneliti memandang perlu dilaksanakannya
penelitian tindakan kelas ini, yaitu: (1) Metode pembelajaran Probex merupakan
metode yang baru dalam pembelajaran, sehingga perlu dikaji keefektifannya; (2)
Mata Pelajaran IPA, khususnya Konsep Perubahan Zat sangat dekat dengan
kehidupan sehari-hari siswa, sehingga metode pembelajaran Probex sesuai untuk
diterapkan dalam pembelajaran; (3) Ketuntasan hasil belajar siswa kelas VII SMP
Negeri 1 Pringapus secara klasikal pada mata pelajaran IPA untuk konsep Perubahan
Zat masih kurang dari 75%; dan (4) Metode pembelajaran Probex dapat membantu
siswa membentuk ide baru berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya, dan (5) Metode pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran IPA untuk konsep Perubahan Zat selama ini masih menggunakan
metode konvensional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut.
Apakah dengan metode pembelajaran Probex (
Predict-Observe-Explain
) dapat
meningkatkan pemahaman siswa kelas VII SMP Negeri 1 Pringapus Kabupaten
Keadaan Sekarang
Alternatif Tindakan
Hasil yang diharapkan
Pembelajaran IPA kurang bervariasi, masih konvensional (ceramah).
Siswa sulit memahami konsep Perubahan Zat.
Siswa belajar secara individual.
Siswa kurang aktif dalam pembelajaran.
Ketuntasan hasil belajar secara klasikal kurang dari 75%.
Menambah variasi metode pembelajaran.
Menerapkan metode pembelajaran Probex (Predict-Observe-Explain).
Mengembangkan daya nalar dan kreatifitas siswa.
Mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
Kualitas proses pembelajaran IPA untuk konsep Perubahan Zat meningkat, dengan ditunjukkan oleh keaktifan dan peningkatan hasil belajar siswa.
Evaluasi Awal
Evaluasi Proses
Evaluasi Akhir
C. Cara Pemecahan Masalah
Sebagai upaya meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep Perubahan
Zat pada pembelajaran IPA, maka dilakukan penelitian tindakan kelas dengan
memberikan tindakan pada siswa kelas VII SMPN 1 Pringapus Kabupaten Semarang
semester 2 tahun pembelajaran 2008/2009. Tindakan yang dilakukan adalah dengan
mengajarkan konsep Perubahan Zat menggunakan metode Probex (
Predict-Observe-Explain
) melalui serangkaian prosedur dalam penelitian tindakan kelas.
Kerangka pola pemecahan masalah dalam penelitian ini secara singkat dapat
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembelajaran Probex dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Guru memberikan penjelasan singkat mengenai konsep Perubahan Zat, atau
meminta siswa membaca buku IPA pada materi Perubahan Zat.
2. Guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan terkait perubahan zat, dengan
terlebih dahulu siswa diminta memprediksikan hasil percobaan yang akan
dilakukan (
predict
).
3. Siswa melakukan pengamatan terhadap hasil percobaan yang dilakukan (
observe
).
4. Siswa diminta membandingkan dan menjelaskan hasil prediksinya dengan hasil
pengamatan dari percobaan (
explain
). Selanjutnya guru memberikan penguatan
untuk menyamakan pemahaman siswa terhadap konsep Perubahan Zat dari
percobaan yang telah dilakukan. Keberhasilan pembelajaran ditunjukkan oleh
ketuntasan belajar, serta meningkatnya keaktifan dan keterlibatan siswa dalam
pembelajaran.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.
1. Sebagai upaya meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep Perubahan Zat
pada mata pelajaran IPA yang diajarkan menggunakan metode Probex (
Predict-Observe-Explain
).
2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA, yang ditandai
E. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi dunia
pendidikan untuk mengembangkan strategi pembelajaran IPA, sehingga kualitas
pembelajaran dapat ditingkatkan.
Sedangkan dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada pihak-pihak berikut.
1. Bagi guru
a. Guru dapat mengenalkan metode pembelajaran yang tepat dalam rangka
memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran IPA.
b. Meningkatkan profesionalisme guru di bidang pendidikan.
2. Bagi siswa.
a. Siswa dapat meningkatkan prestasi belajar IPA, baik dari segi kualitatif
maupun kuantitatif melalui metode pembelajaran Probex (
Predict-Observe-Explain)
b. Meningkatkan sikap ilmiah siswa.
3. Bagi sekolah
Sebagai sumbangan yang baik dalam rangka perbaikan pembelajaran IPA.
F. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah
penafsiran terhadap judul penelitian dan memberikan gambaran yang lebih jelas
kepada para pembaca. Istilah-istilah yang perlu dijelaskan dalam judul penelitian ini
1. Pemahaman konsep IPA
Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan (Tim
Penyusun Kamus, 1993 : 636). Konsep merupakan gambaran mental dari objek
(Tim Penyusun Kamus, 1993 : 456). Jadi pemahaman konsep IPA adalah proses
memahami gambaran mental dari IPA sebagai objeknya. Dalam penelitian ini,
konsep IPA yang diajarkan adalah Perubahan Zat untuk siswa kelas VII Sekolah
Menengah Pertama.
2. Pokok bahasan Perubahan Zat
Pokok bahasan Perubahan Zat adalah salah satu materi dalam Kurikulum Satuan
Tingkat Pendidikan SMP kelas VII dengan standar kompetensinya, yaitu
memahami berbagi sifat dalam perubahan fisika dan kimia. Pokok bahasan ini
terdiri dari empat kompetensi dasar, yaitu: (a) Materi dan Perubahannya; (b)
Perubahan fisika dan Perubahan Kimia; (c) Ciri-ciri Reaksi Kimia, dan (d)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kimia.
3. Pembelajaran Probex (
Predict-Observe-Explain
)
Pembelajaran Probex adalah metode pembelajaran yang membantu siswa untuk
membentuk ide baru berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dimiliki sebelumnya. Metode ini melalui tiga tahap pembelajaran, yaitu membuat
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Pembelajaran
Sesuai dengan pengertian belajar secara umum, bahwa belajar merupakan suatu
kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku, maka pengertian
pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru sedemikian
rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik (Max Darsono
dkk, 2000 : 2).
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang kompleks, membutuhkan banyak
keterampilan untuk membimbing anak didik dalam memperkembangkan diri sesuai
dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Mengajar bukan lagi suatu penyampaian
atau penerusan pengetahuan belaka. Namun lebih luas lagi bahwa mengajar adalah
suatu aktifitas perbuatan dalam rangka membimbing anak didik menuju perubahan
tingkah laku sesuai kebutuhan individu atau kebutuhannya sebagai anggota
masyarakat.
Pembelajaran secara umum adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa
agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Guru berfungsi
sebagi fasilitator yaitu orang yang menyediakan fasilitas dan menciptakan situasi
yang mendukung, agar siswa dapat mewujudkan kemampuan belajarnya. Sedangkan
pengertian pembelajaran secara khusus, menurut Max Darsono dkk. (2000: 53), dapat
dilihat dari berbagai aliran pendidikan. Aliran
Behaviouristik
menjelaskan bahwa
pembelajaran adalah usaha guru untuk membentuk tingkah laku yang diinginkan
dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi stimulus dan respon
(tingkah laku yang diinginkan) maka diperlukan latihan dan setiap latihan yang
berhasil harus diberi latihan dan penguatan. Aliran
Kognitif
mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir
agar dapat mengenal dan mempelajari apa yang sedang dipelajari. Aliran
Gestalt
mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha guru untuk memberikan materi
pembelajaran sedemikian rupa, sehingga siswa lebih mudah mengorganisasirnya
menjadi suatu gestalt (pola bermakna). Bantuan guru diperlukan untuk
mengaktualkan potensi mengorganisir yang terdapat dalam diri siswa. Sedangkan
menurut aliran Humanistik menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Ciri-ciri pembelajaran adalah perubahan khas yang tidak dimiliki oleh perilaku
lain dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pengertian pembelajaran yang telah
dikemukakan, maka menurut Max Darsono dkk. (2000: 56), dapat diidentifikasikan
beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut: (1) Pembelajaran dilakukan secara sadar
dan direncanakan secara sistematis; (2) Pembelajaran dapat menumbuhkan motivasi
dan perhatian siswa dalam belajar; (3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan
pelajaran yang menarik dan menantang bagi siswa; (4) Pembelajaran dapat
menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik; (5) Pembelajaran dapat
menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa; dan (6)
Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik
maupun psikologis.
B. Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang
dalam menyelesaikan sesuatu hal. Hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai
seseorang setelah melakukan proses untuk mendapatkan perubahan tingkah laku
kognitif, afektif, serta psikomotorik (Tim MKDK, 1990: 29).
Tingkah laku disebut sebagai hasil belajar jika memenuhi syarat-syarat bahwa
belajar merupakan :
1. pencapaian tujuan belajar;
2. hasil dari proses yang disadari;
3. tindak-tanduk yang berfungsi efektif dalam kurun waktu tertentu;
4. fungsi operasional yaitu merupakan tindak-tanduk itu sendiri dan orang lainnya.
(Tim MKDK, 1990: 30).
Secara garis besar, faktor-faktor mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai
berikut.
1. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar,
meliputi:
a. kondisi fisiologis, meliputi tinggi dan berat badan siswa;
b. kondisi psikologis, yang meliputi kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi,
dan kemampuan kognitif.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang dapat
a. faktor lingkungan alam dan lingkungan sosial;
b. faktor instrumental, seperti kurikulum, sarana, dan prasarana, program
pendidikan dan pengajaran di sekolah, metode pembelajaran, serta tenaga
pengajar.
Faktor-faktor internal dan eksternal tersebut akan mempengaruhi keberhasilan
anak dalam belajar. Agar prestasi belajar dapat berhasil dengan baik, maka harus
diupayakan secara optimal faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.
C. Metode Pembelajaran
Berhasilnya proses pembelajaran ditentukan oleh perencanaannya. Semakin
baik perencanaannya, maka semakin baik proses pembelajaran yang akan dihasilkan.
Kemudian, dalam perencanaan pembelajaran perlu diperhatikan segi kebutuhan siswa
terhadap materi pelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, waktu
kebutuhan materi keterampilan proses yang akan ditimbulkan pada siswa, serta
penilaian pembelajaran. Cara mengajar atau lebih dikenal dengan metode
pembelajaran menyangkut permasalahan fisik apa yang harus diberikan kepada siswa
sehingga kemampuan intelektualnya dapat berkembang dan belajar dapat berjalan
secara efisien dan bermakna bagi siswa (Mulyati Arifin, 2000: 118).
Menurut pendapat W.S. Winkel (1989: 178), metode pembelajaran atau
prosedur didaktik adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pengajar
selama proses belajar mengajar berlangsung, agar siswa mencapai tujuan intruksional
Jelaslah bahwa metode pembelajaran merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Semakin tepat memilih metode, diharapkan makin efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Sehingga perlu diperhatikan bagi seorang guru atau calon guru dalam
memilih metode pembelajaran agar tidak keliru dalam menentukan metode
pembelajaran yang berakibat kurang efektifnya pengajaran di sekolah.
D. Metode Pembelajaran Probex (
Predict-Observe-Explain
)
Metode pembelajaran Probex didasarkan atas teori pembelajaran
konstruktivisme yang memberi kesempatan siswa untuk menyadari apa yang telah
menjadi pengetahuan awal mereka, mereka berinteraksi dengan alat dan bahan,
membuat prediksi, menguji prediksi, dan kemudian mengemukakan penjelasan
mengenai fenomena yang mereka hadapi. Setelah itu mereka menguji dan
menyempurnakan penjelasan itu atau bahkan memodifikasinya (Haryanto, 2000: 24).
Metode pembelajaran Probex adalah metode pembelajaran yang lebih
memungkinkan siswa untuk merumuskan pengetahuan barunya berdasarkan pada
pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka miliki sebelumnya. Kelebihan dari
metode pembelajaran Probex ini adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir kembali terhadap suatu masalah dan mengubah miskonsepsi mereka
(Haryanto, 2000: 25).
Probex juga membantu mengembangkan keterampilan proses yang lain bagi
siswa, seperti kemampuan untuk menyusun hipotesis, melakukan eksperimen,
suatu masalah. Probex menantang siswa untuk berpikir dan memberikan kepuasan
dalam taraf tertentu apabila prediksi siswa sesuai dengan hasil yang diharapkan
(Tuwuh Rustanto, 2001: 3).
Secara ringkas, metode pembelajaran Probex dilaksanakan melalui tiga tahap
sebagai berikut.
1. Membuat Prediksi (
Predict)
Dalam kegiatan Probex, siswa diharapkan pada suatu situasi dan diminta untuk
memprediksi apa yang akan terjadi jika dilakukan perubahan terhadap situasi
tersebut. Siswa hendaknya merasa mampu dan didorong untuk mengambil resiko
dalam membuat prediksinya serta membicarakan alasan-alasannya. Ketika siswa
membuat prediksi dapat ditulis di papan tulis atau lembar kerja yang sudah
disediakan.
2. Melakukan Pengamatan (
Observe
)
Saat siswa melakukan prediksi, kemudian dilakukan perubahan terhadap situasi
itu. Saat perubahan berlangsung, siswa diminta untuk mengamati secara seksama
proses dan hasil perubahan itu. Kegiatan pengamatan dapat dilakukan terhadap
kegiatan demonstrasi guru atau berupa kegiatan siswa (eksperimen). Hasil
pengamatan kemudian ditulis di papan tulis atau lembar kerja yang sudah
disediakan.
3. Membuat Penjelasan (
Explain
)
Pada tahap ini siswa merundingkan prediksi dan pengamatan mereka. Siswa
Prediksi (Predict)
Diskusi
Observasi (Observe)
Percobaan, pengamatan
Penjelasan (Explain)
Pemecahan Masalah
Aplikasi
Diskusi Lanjut
yang mereka harapkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Tugas guru
selanjutnya adalah memberikan komitmen untuk menyamakan pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep sains yang mungkin berbeda dengan yang mereka
prediksikan.
Struktur pembelajaran Probex dapat dijelaskan sebagai berikut.
E. Tinjauan tentang Konsep IPA
IPA adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses mengamati kejadian, mencoba apa yang diamati, menggunakan
pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, serta menguji kebenaran
hipotesis tersebut. Tujuan utama pembelajaran IPA adalah agar siswa memahami
konsep-konsep IPA secara sederhana dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan
Fakta dalam IPA merupakan pernyataan-pernyataan tentang benda-benda yang
sesungguhnyadan atau peristiwa-peristiwa yang benar-benar terjadi dan sudah
dikonfirmasikan secara objektif (Iskandar, 1997: 3). Suatu ide yang mempersatukan
fakta-fakta IPA tersebut, selanjutnya disebut dengan konsep IPA. Penguasaan konsep
dalam pembelajaran IPA diperlukan untuk mencegah diajarkannya fakta-fakta yang
terlepas sehingga menjadi kurang bermakna.
Menurut Herlen (1987: 86), ada sembilan aspek ilmiah yang perlu
dikembangkan oleh guru dalam melakukan pembelajaran IPA, yaitu: (1) sikap ingin
tahu (
curiousity
), (2) sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (
originality
), (3)
sikap kerja sama (
cooperation
), (4) sikap tidak putus asa (
perseverance
), (5) sikap
tidak berprasangka (
open mindedness
), (6) sikap mawas diri (
self criticism
), (7) sikap
bertanggung jawab (
responsibility
), (8) sikap berpikir bebas (
independence in
thinking
), dan (9) sikap kedisiplinan diri (
self discipline
). Sembilan aspek ilmiah
tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Sikap ingin tahu
Sikap ingin tahu adalah suatusikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang
benar dari suatu objek yang diamati. Kata benar di sini artinya rasional, masuk
akal, dan objektif, atau sesuai dengan kenyataan. A.T. Bawden dalam Hendro dan
Kaligis (1992: 45), memberikan gambaran bahwa orang
curiousity
adalah orang
yang selalu mencari kebenaran atas dasar sebab dan akibat. Anak usia sekolah
akan mengungkapkan rasa ingin tahunya dengan jalan bertanya pada guru, teman,
atau dirinya sendiri. Tugas guru adalah memberikan kemudahan jawaban atas
2. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru
Orang yang mempunyai sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru adalah orang
yang ingin menguak “tembok ketidaktahuannya” itu untuk memperoleh sesuatu
yang original meskipun dia tahu akan sampai ke tembok ketidaktahuan
berikutnya. Sikap tersebut, untuk anak sekolah menengah pertama (SMP), dapat
ditanamkan dengan cara mengajak siswa melakkukan suatu eksperimen dan
pengamatan langsung pada hasil eksperimen. Data yang peroleh akan dapat
memberikan sesuatu yang baru bagi dirinya tentang objek yang diamati tersebut.
3. Sikap kerja sama
Seseorang yang bersikap kooperatif menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki
orang lain adalah mungkin lebih banyak dan llebih sempurna daripada apa yang
dia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuannya dia merasa
membutuhkan kerja sama dengan orang lain. Anak usia sekolah perlu dipupuk
sikapnya untuk dapat bekerja sama satu dengan yang lain. Kerja sama itu dapat
berbentuk kerja kelompok, pengumpulan data, maupun diskusi untuk menarik
simpulan dari suatu observasi.
4. Sikap tidak putus asa
Seseorang yang tidak putus asa, dia akan tetap yakin bahwa kegagalan yang
dialami setidaknya memberikan petunjuk yang berguna bagi orang lain untuk
tidak mengambil jalan yang serupa. Tugas guru adalah memberikan motivasi bagi
5. Sikap tidak berprasangka
Sejak awalnya, IPA mengajarkan untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua
kriteria, yatu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya factor objektivitas dalam
menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi berprasangka. Sikap tidak
berprasangka dapat dikembangkan secara dini pada anak usia SMP dengan jalan
melakukan observasi dan eksperimen untuk mendapatkan ilmu.
6. Sikap mawas diri
Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar diri seseorang, tetapi juga terhadap
dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak
usia SMP harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada diri sendiri, menjunjung
tinggi kebenaran, dan berani melakukan koreksi terhadap dirinya sendiri.
7. Sikap bertanggung jawab
Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuat merupakan sikap
mulia. Sikap ini bukan monopoli ilmuwan dalam mencari kebenaran, namun tidak
ada seorang pun yang tidak setuju bahwa anak didik perlu dibina menjadi
manusia yang bersikap tanggung jawab. Sikap bertanggung jawab harus
dikembangkan sedini mungkin, misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil
pengamatan kepada teman sejawat, guru, atau orang lain dengan sejujur-jujurnya.
8. Sikap berpikir bebas
mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks. Mencatat atau merekam
hasil sesuai fakta dan membuat simpulan dengan hasil kerja mereka sendiri
merupakan saat penting bagi anak untuk mengembangkan sikap berpikir bebas.
9. Sikap kedisiplinan diri
Kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat
mengontrol atau pun mengatur dirinya sendiri menuju tingkah laku yang
dikehendaki dan dapt diterima oleh masyarakat (Wingo dalam Hendro dan
Kaligis, 1992: 10). Tugas guru untuk dapat mengatur kapan dia harus melakukan
pengontrolan secara bertahap dan tepat guna yang kesemuanya ditujukan kepada
terbentuknya kedisiplinan diri pada anak didik.
IPA dipandang suatu produk karena berisi prinsip-prinsip, teori, hokum, konsep
maupun fakta yang kesemuanya ditujukan untuk menjelaskan tentang berbagai gejala
alam. Tetapi yang lebih penting dalam pembelajaran IPA adalah siswa mampu
menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah yang
dihadapi dengan lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Pencipta alam semesta
(Hadiat, 1996: 2). Melalui sikap dan proses tersebut, maka produk IPA akan
terbentuk.
Beberapa keterampilan dalam sebuah penelitian, menurut Hendro dan Kaligis
(1992: 13) meliputi: (1) keterampilan mengobservasi, merupakan keterampilan
menggunakan semua pancaindera untuk memperoleh data atau informasi; (2)
keterampilan mengklasifikasi, adalah keterampilan untuk menggolongkan objek
pengamatan berdasarkan perbedaan dan persamaan sifat yang dimiliki; (3)
keterampilan menginterpretasi, adalah keterampilan untuk menafsirkan data apabila
data sudah ditata dan diklasifikasi secara teratur; (4) keterampilan memprediksi,
adalah keterampilan untuk memperkirakan atau meramalkan yang akan terjadi
berdasarkan kecenderungan pola hubungan yang terdapat dalam data; (5)
keterampilan membuat hipotesis, adalah keterampilan membuat dugaan tentang
kejadian alam melalui serangkaian proses pemikiran; (6) keterampilan mengandalkan
variable, yaitu kemampuan untuk mengendalikan factor-faktor yang berpengaruh; (7)
keterampilan menyimpulkan (inferensi), adalah kemampuan untuk menarik
kesimpulan dari data yang sudah terkumpul berdasarkan hasil pemikiran deduktif; (8)
keterampilan mengaplikasikan, adalah keterampilan menerapkan konsep atau
pengetahuan yang dimiliki siswa ke dalam situasi yang baru; (9) keterampilan
mengkomunikasikan, merupakan keterampilan untuk menyampaikan apa yang ada
dalam pikiran dan perasaan kepada orang lain, baik secara lisan maupun secara
F. Tinjauan tentang Konsep Perubahan Zat
Perubahan Zat adalah salah satu materi IPA dalam Kurikulum Satuan Tingkat
Pendidikan SMP kelas VII semester 2. Standar kompetensi dari konsep perubahan zat
adalah memahami berbagi sifat dalam perubahan fisika dan kimia, dengan empat
kompetensi dasar yang ingin dicapai, yaitu: (1) Membandingkan sifat fisika dan sifat
kimia zat; (2) Melakukan pemisahan campuran berdasarkan sifat fisika dan sifat
kimia; (3) Menyimpulkan perubahan fisika da perubahan kimia berdasarkan hasil
percobaan sederhan, dan (4) Mengidentifikasi terjadinya reaksi kimia melalui
percobaan sederhan Tujuan dari konsep Perubahan Zat adalah setelah
mempelajarinya, diharapkan siswa dapat: (1) membandingkan sifat fisika dan sifat
kimia zat; (2) menyimpulkan terjadinya perubahan fisika dan perubahan kimia
melalui percobaan sederhana; (3) memisahkan campuran dengan berbagai cara
berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia zat; (4) mengidentifikasi terjadinya reaksi
kimia melalui percobaan sederhana; dan (5) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan reaksi kimia melalui percobaan sederhana. Alokasi waktu
yang disediakan dalam pembelajaran konsep Perubahan Zat adalah 3 x 40 menit atau
tiga kali pertemuan (Tim IPA Terpadu SMP Kelas VII, 2007: 4).
G. Hipotesis Tindakan
Sesuai dengan tinjauan pustaka yang sudah diuraikan, maka hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pringapus
kecamatan Pringapus kabupaten Semarang pada siswa kelas VII B tahun
pembelajaran 2008/2009. Peneliti memilih SMP Negeri 1 Pringapus sebagai lokasi
penelitian dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut merupakan tempat peneliti
mengajar, sehingga peneliti dapat terlibat secara langsung dalam penelitian.
Penelitian dilaksanakan secara kolaborasi dengan melibatkan kepala SMP Negeri 1
Pringapus (Drs. Lilik Kusmedi, M.Pd.) dan seorang rekan guru (Agus Riyanto,
S.Pd.). Tim kolaborasi tersebut berfungsi sebagai observer selama peneliti
melaksanakan penelitian. Selain melaksanakan pengamatan terhadap pembelajaran
IPA dengan menggunakan metode pembelajaran Probex, tim kolaborasi juga
melakukan analisis dan refleksi, untuk menganalisa kekurangan dan kelebihan pada
setiap tindakan.
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMPN 1 Pringapus
kecamatan Pringapus kabupaten Semarang tahun pembelajaran 2008/2009, dengan
jumlah 38 siswa, yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan.
Pertimbangan peneliti memilih siswa kelas VII B sebagai subjek penelitian karena
nilai rata-rata ulangan IPA untuk konsep Perubahan Zat pada kelas tersebut lebih
rendah dibanding lima kelas VII yang lain .
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Suharsimi Arikunto, 1990 : 3). Terdapat empat variabel dalam penelitian
ini sebagai berikut.
1. Pengembangan kegiatan pembelajaran IPA pada konsep Perubahan Zat dengan
menggunakan metode Probex (Predict-Observe-Explain), meliputi persiapan,
pelaksanaan pengajaran, dan evaluasi yang dilakukan oleh guru. Aspek yang
diamati adalah kemampuan guru dalam menyusun rencana pembelajaran, dan
kemampuan guru mengelola kegiatan belajar mengajar. Pengamatan dilakukan
oleh observer dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir.
2. Sikap ilmiah dan keterampilan proses siswa dalam pembelajaran IPA Terpada
pada konsep Perubahan Zat melalui metode Probex. Sikap ilmiah dan
keterampilan proses siswa diamati oleh observer dalam lembar pengamatan.
3. Respon siswa dan observer setelah dilaksanakn pembelajaran IPA pada konsep
Perubahan Zat dengan menggunakan metode pembelajaran Probex.
4. Pemahaman siswa terhadap konsep Perubahan Zat yang diajarkan dengan metode
pembelajaran Probex, yang ditunjukkan oleh hasil tes evaluasi dan hasil
Refleksi
Rencana
Tindakan
Observasi Siklus 3 Refleksi
Rencana
Tindakan
Observasi Siklus 2 Refleksi
Rencana
Tindakan
Observasi Siklus 1
D. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah berjenis penelitian tindakan kelas (
classroom action
research
). Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru di kelas atau sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran (Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah, 1993: 3). PTK dilaksanakn dengan tujuan untuk
memperbaiki dan/atau meningkatkan praktek pembelajaran secara berkesinambungan
yang pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi professional pendidikan yang
diemban oleh guru. Prinsip pelaksanaan PTK, menurut Kurt Lewin dalam Kasihani
Kasbolah E.S. (1999), meliputi empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi
dan refleksi. Visualisasi gambar proses penelitian tindakan kelas ini tampak sebagai
berikut.
E. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dinyatakan kualitatif karena
berupaya untuk menghasilkan deskripsi dalam hal pemahaman konsep Perubahan Zat
pada siswa kelas VII B SMP Negeri 1 Pringapus. Data kualitatif digunakan untuk
menggambarkan proses dan hasil pembelajaran IPA dengan menggunakan metode
Probex. Pengumpulan data bersigat terbuka, dengan menampung data secara rinci dan
bermakna, dimulai dari data yang paling sederhana sampai dengan data yang
kompleks. Penelitian ini juga bersifat kuantitatif karena berupaya untuk mencari data
tingkat prestasi siswa dalam hal pemahaman konsep Perubahan Zat, ditandai dengan
kemampuan siswa dalam mengerjakan soal tes yang diberikan setelah akhir
pembelajaran pada setiap siklusnya.
Penelitian tindakan kelas ini dirancang untuk dilaksanakan dalam dua siklus.
Setiap silkus ada empat tahap, yakni tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap
pengamatan, dan tahap analisis dan refleksi.
1. Tahap Perencanaan
Berdasarkan temuan permasalahan, maka guru (peneliti) kemudian menyusun
rencana pembelajaran IPA Terpada dengan metode Probex untuk konsep Perubahan
Zat. Rencana pembelajaran disusun dengan memperhatikan : (a) Standar kompetensi
dan kompetensi dasar; (b) Indikator pembelajaran; (3) Kegiatan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran (skenario pembelajaran); (4) Materi, media, dan sumber
pembelajaran, (5) Evaluasi proses dan hasil pembelajaran, dan (6) Lembar
2. Tahap Pelaksanaan dan Pengamatan Tindakan
Pada tahap ini, guru (peneliti) melaksanakan pembelajaran IPA dengan metode
Probex, berdasarkan perencanaan tindakan yang telah disusun. Tindakan
pembelajaran terbagi atas dua siklus, dengan masing-masing siklus terdiri dari satu
kali pertemuan dan satu kali tindakan.
a. Siklus I : Pertemuan pertama (2 x 40 menit)
Siklus I dilaksanakan pada hari Senin tanggal 19 Januari 2009. Fokus
pembelajaran adalah sub konsep perubahan fisika dan perubahan kimia.
Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1) Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, memotivasi minat siswa dengan
memberikan contoh-contoh perubahan fisika dan perubahan kimia yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
2) Guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan pembakaran lilin, kertas, korek
api, dan kawat, dengan terlebih dulu siswa diminta membuat prediksi tentang
hasil percobaan yang akan dilakukan pada lembar prediksi yang sudah disiapkan.
3) Siswa diminta membandingkan dan menjelaskan hasil prediksinya dengan hasil
percobaan.
4) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes pada akhir
b. Siklus II : Pertemuan kedua (2 x 40 menit)
Siklus kedua dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 21 Januari 2009. Fokus
pembelajaran pada sub konsep Ciri-ciri Reaksi Kimia. Langkah-langkah
pembelajarannya adalah sebagai berikut.
1) Guru mengemukakan tujuan pembelajaran, memotivasi minat siswa dengan
memberikan contoh-contoh reaksi kimia sederhana yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
2) Guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan reaksi kimia sederhana dengan
bahan batu kapur dan air dalam gelas. Sebelum melakukan percobaan, siswa
terlebih dulu siswa diminta membuat prediksi tentang hasil percobaan yang akan
dilakukan pada lembar prediksi yang sudah disiapkan.
5) Siswa membandingkan dan menjelaskan hasil prediksinya dengan hasil
percobaan.
6) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes pada akhir
pembelajaran.
c. Siklus III : Pertemuan ketiga (2 x 40 menit)
Siklus kedua dilaksanakan pada hari Senin tanggal 26 Januari 2009. Fokus
pembelajaran pada sub konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kimia.
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi minat siswa dengan
memberikan contoh-contoh reaksi kimia sederhana yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari siswa.
2) Guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan reaksi kimia sederhana untuk
mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia
dengan bahan pasir, tanah, gula, air, dan gelas. Sebelum melakukan percobaan,
siswa terlebih dulu siswa diminta membuat prediksi tentang hasil percobaan yang
akan dilakukan pada lembar prediksi yang sudah disiapkan.
7) Siswa membandingkan dan menjelaskan hasil prediksinya dengan hasil
percobaan.
8) Guru mengevaluasi tingkat pemahaman siswa melalui pemberian tes pada akhir
[image:29.612.117.528.477.605.2]pembelajaran.
Tabel 1. Rancangan Pelaksanaan Tindakan
No. Hari/Tanggal Subjek Penelitian Alokasi waktu Materi 1 Senin,
19 Januari 2009
Kelas VII B SMP 1 Pringapus Kab. Semarang Tahun Pembelajaran 2008/2009
2 x 40 Menit Perubahan Kimia dan perubahan Fisika
2 Rabu,
21 Januari 2009
Kelas VII B SMP 1 Pringapus Kab. Semarang Tahun Pembelajaran 2008/2009
2 x 40 Menit Ciri-ciri Reaksi Kimia
3 Senin,
26 Januari 2009 Kelas VII B SMP 1 Pringapus Kab. Semarang Tahun Pembelajaran 2008/2009
2 x 40 Menit Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Kimia
3. Tahap Analisis dan Refleksi
Setelah tahap pembelajaran selesai dilakukan, guru bersama observer
pun faktor-faktor lain yang menyebabkan kesulitan siswa dan guru di siklus I
diperbaiki pada siklus II dan selanjutnya kekurangan pada siklus II akan
disempurnakan oleh guru di siklus III.
F. Sumber Data dan Pengumpulannya
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Negeri 1
Pringapus Kabupaten Semarang tahun pembelajaran 2008/2009. Sedangkan data yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data
kualitatif terdiri dari: (1) data dokumentasi; (2) lembar observasi sikap ilmiah siswa;
(3) lembar observasi keterampilan siswa; dan (4) hasil wawancara guru dengan siswa
dan observer. Data kuantitatif adalah hasil belajar siswa berupa tes akhir dan hasil
LKS.
G. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi,
wawancara, dokumentasi, dan tes.
1. Teknik Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara melakukan
pengamatan terhadap subjek penelitian (Mulyono Seputra, 1994: 440). Observasi
dalam penelitian ini dilakukan secara langsung oleh dua orang observer saat
pembelajaran IPA dengan metode Probex. Observer adalah rekan sejawat dan tim
kolaborasi (Agus Riyanto, S.Pd. dan Drs. Lilik Kusmedi, M.Pd.). Kegiatan yang
2. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki adanya
komunikasi langsung antara peneliti dengan responden dan dilakukan secara
sistematis sesuai tujuan penelitian (Mulyono Seputro, 1994: 423). Wawancara
dalam penelian ini dilakukan untuk mengetahui respon guru (observer) dan siswa
terhadap proses pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Probex.
3. Metode Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara-cara mengumpulkan data dengan mencatat
data-data yang sudah ada (Prijono, 2000: 83). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini
dilakukan untuk mendapatkan data tentang nama-nama subjek penelitian, hasil
belajar siswa, situasi dan kondisi siswa saat pembelajaran IPA dengan metode
Probex.
4. Metode Tes
Tes adalah serangkaian latihan yang digunakan untuk mengukut keterampilan,
pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan, dan bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok (Mulyono Seputra, 1994: 413). Tes dilaksanakan pada
saat proses pembelajaran (LKS) dan setiap akhir pembelajaran (
post test
) untuk
mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA dengan
H. Analisa Data
Analisa data adalah suatu cara menganalisa data yang diperoleh selama
penelitian sehingga diketahui kebenaran dari suatu permasalahan. Analisa data dalam
penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisa data untuk data berjenis kuantitatif,
berupa angka hasil tes siswa dan hasil LKS, dan analisa data untuk data kualitatif,
berupa kalimat yang menggambarkan hasil pengamatan observer terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan.
Data hasil belajar siswa dianalisis dengan melakukan tes pada setiap akhir
pertemuan pembelajaran (
post test
). Hasil tes akhir dinilai dengan angka antara 10
sampai dengan 100. Hasil LKS juga dinilai seperti hasil tes, yaitu berupa angka 10
sampai dengan 100. Hasil tes siswa dan hasil LKS siswa kemudian diolah sebagai
hasil belajar dengan rumus sebagai berikut.
Siswa dikatakan mencapai atau melampaui hasil belajar jika nilai siswa menunjukkan
sama atau lebih besar dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan,
yaitu 5,7. Jika nilai siswa kurang dari KKM, maka dikatakan belum tercapai.
Berdasarkan hasil belajar siswa secara individu, dapat diperoleh pencapaian
belajar secara klasikal (kelas) dengan rumus sebagai berikut.
(
2
x hasil tes
) + (1
x hasil LKS
)
3
Jumlah siswa yang tercapai hasil belajarnya
Jumlah seluruh siswa
Seluruh siswa dikatakan tercapai hasil belajarnya jika target nilai rata-rata sama
dengan atau melebihi KKM dengan jumlah siswa yang tercapai hasil belajarnya
sebesar 75%.
Hasil pengamatan observer terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran
dinilai sesuai dengan skor indikator yang tampak, dihitung prosentasenya dengan
rumus sebagai berikut.
Kriteria penilaian tercapai jika prosentase hasil berada pada kategori baik atau
sangat baik. Kriteria penilaian pengisian lembar observasi adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Prosentase Pengolahan Nilai Lembar Observasi
No
Interval
Kategori
1.
85 – 100
Sangat Baik (SB)
2.
70 – 84
Baik (B)
3.
55 – 69
Cukup (C)
4.
40 – 54
Kurang (K)
5.
00 - 39
Sangat Kurang (SK)
Berdasarkan hasil analisa data kualitatif dan data kuantitatif, maka dapat
dilihat peningkatan nilai dan prosentase dalam tiap siklusnya. Peningkatan nilai dan
prosentase terus dilakukan sampai memenuhi target sesuai indicator kinerja yang
telah ditentukan.
Skor yang diperoleh
Jumlah skor maksimal
I. Indikator Kinerja
Keabsahan data dalam penelitian ini berkaitan dengan hasil simpulan yang
diperolah dari hasil observasi rekan sejawat, hasil wawancara dengan siswa, hasil
pengerjaan LKS, dan hasil tes siswa. Tolok ukur keberhasilan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut.
1. Guru (peneliti) terampil menerapkan metode Probex dalam pembelajaran IPA
konsep Perubahan Zat.
2. Sekurang-kurangnya 75% dari jumlah seluruh siswa di kelas memenuhi target
pencapaian hasil belajar IPA konsep Perubahan Zat.
3. Meningkatnya keaktifan dan partisipasi siswa secara menyeluruh dalam
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Penilaian Proses
a. Sikap Ilmiah Siswa
Aspek-aspek yang diamati dalam penilaian sikap ilmiah siswa adalah: (1)
Sikap ingin tahu; (2) Sikap mendapatkan sesuatu yang baru; (3) Sikap kerjasama; (4)
Sikap tidak putus asa; (5) Sikap tidak berprasangka; (6) Sikap mawas diri; (7) Sikap
bertanggung jawab; (8) Sikap berpikir bebas; dan (9) Sikap disiplin diri. Hasil
[image:35.612.117.532.415.630.2]penilaian sikap ilmiah siswa dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Rerata Penilaian Sikap Ilmiah Siswa
No
Aspek yang Diamati
Siklus I
Siklus II
Siklus III
Rerata
1
Sikap ingin tahu
80
82
83
81.67
2
Sikap mendapatkan sesuatu yang
baru
79
80
82
80.33
3
Sikap kerjasama
78
79
82
79.67
4
Sikap tidak putus asa
79
82
82
81.00
5
Sikap tidak berprasangka
80
80
82
80.67
6
Sikap mawas diri
78
80
82
80.00
7
Sikap bertanggung jawab
79
79
82
80.00
8
Sikap berpikir bebas
78
80
80
79.33
9
Sikap kedisiplinan diri
80
80
82
80.67
Rerata
78.88
80.00
81.75
80.21
Berdasarkan Tabel 3 tersebut, dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan
sikap ilmiah siswa dalam pembelajaran. Rerata hasil pengamatan pada siklus I hanya
sebesar 78,88. Pada siklus II rerata hasil pengamatan meningkat menjadi 80,00,
sedangkan di siklus III, peningkatan rerata hasil pengamatan menjadi sebesar 81,75.
Rerata keseluruhan hasil pengamatan observer terhadap sikap ilmiah siswa adalah
sebesar 80,21, sehingga dapat dikategorikan baik.
b. Keterampilan Proses Siswa
[image:36.612.115.529.420.611.2]Aspek-aspek yang diamati dalam penilaian keterampilan proses siswa adalah:
(1) Keterampilan mengamati; (2) Keterampilan mengklasifikasi; (3) Keterampilan
menafsirkan; (4) Keterampilan memprediksi; (5) Keterampilan membuat hipotesis;
(6) Keterampilan melakukan eksperimen; (7) Keterampilan mengkomunikasikan; dan
(8) Keterampilan mengaplikasikan. Hasil dari penilaian keterampilan proses siswa
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Rerata Penilaian Keterampilan Proses Siswa
No
Aspek yang Diamati
Siklus
I
Siklus II
Siklus
III
Rerata
1
Keterampilan mengamati
80
82
83
81.67
2
Keterampilan mengklasifikasi
78
82
84
81.33
3
Keterampilan menafsirkan
76
78
80
78.00
4
Keterampilan memprediksi
79
80
82
80.33
5
Keterampilan membuat hipotesa
80
82
82
81.33
6
Keterampilan melaksanakan
eksperimen
78
84
85
82.33
7
Keterampilan mengkomunikasikan
76
80
81
79.00
8
Keterampilan mengaplikasikan
75
76
78
76.33
Tabel 4 tersebut menjelaskan bahwa terjadi peningkatan keterampilan proses
siswa. Siklus I, rerata hasil pengamatan hanya sebesar 77,75. Pada siklus II rerata
hasil pengamatan meningkat menjadi 80,50, sedangkan di siklus III, peningkatan
rerata hasil pengamatan menjadi sebesar 81,88. Rerata keseluruhan hasil pengamatan
observer terhadap keterampilan proses siswa adalah sebesar 80,04, sehingga dapat
dikategorikan baik.
c. Penilaian Lembar Kerja Siswa
Lembar kerja siswa yang dibuat dilengkapi dengan tujuan, pengantar materi,
alat dan bahan, cara kerja, kolom prediksi, kolom observasi, dan kolom penjelasan.
Lembar kerja didesain sesuai langkah-langkah metode Probex agar siswa lebih
mudah mempelajari konsep yang diajarkan Penilaian dilakukan terhadap
masing-masing kelompok yang seluruhnya berjumlah 6 (enam) kelompok. Hasil dari
[image:37.612.114.536.506.641.2]penilaian lembar kerja siswa dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Hasil Lembar Kerja Siswa
No
Kelompok
Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
Kelompok 1
70
75
80
2.
Kelompok 2
70
80
85
3.
Kelompok 3
75
80
85
4.
Kelompok 4
80
80
80
5.
Kelompok 5
70
75
90
6.
Kelompok 6
75
80
85
Jumlah
440
470
505
Berdasarkan Tabel 5 tersebut, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan
kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS di tiap siklus. Siklus I, rerata pengerjaan
LKS hanya sebesar 73,33. Pada siklus II rerata hasil pengerjaan LKS meningkat
menjadi 78,33, sedangkan di siklus III, peningkatan rerata pengerjaan LKS menjadi
sebesar 84,17.
2. Hasil Penilaian Produk
Peneliti mengadakan evaluasi sebagai bentuk penialain produk dengan tujuan
untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami konsep Perubahan Zat yang
telah diajarkan melalui metode Probex. Evaluasi dilaksanakan pada akhir
pembelajaran di tiap siklus, sehingga terdapat tiga kali evaluasi dalam penelitian ini.
Sebagai pembanding, digunakan hasil belajar siswa sebelum pembelajaran dengan
metode Probex. Rerata hasil belajar IPA siswa setelah menggunakan metode Probex
[image:38.612.113.534.506.587.2]dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Hasil Penilaian Lembar Evaluasi
No
Pelaksanaan
Rerata Nilai
Prosentase Ketercapaian (%)
1.
Siklus I
64.44
78.95
2.
Siklus II
68.42
86.84
3.
Siklus III
71.58
92.11
Rerata Total
68.14
Berdasarkan Tabel 6 tersebut, maka dapat dibandingkan hasil belajar IPA
konsep Perubahan Zat sebelum menggunakan metode Probex (56,82) dan sesudah
siklus I hasil belajar siswa meningkat menjadi 64.44, siklus II meningkat menjadi
68,41, dan di siklus III meningkat lagi menjadi 71,58.
Secara garis besar, hasil penelitian yang telah dilakukan pada setiap
pertemuan di siklus I, II, dan III memiliki beberapa kekuatan dan juga kelemahan
sebagai berikut.
a. Kekuatan
1) Siswa lebih semangat belajar dan sangat merespon penjelasan guru,
ditunjukkan dengan keaktifan siswa dalam memprediksi, melakukan
percobaan, memberikan penjelasan, mengemukakan pendapat, dan melakukan
tanya jawab dengan guru.
2) Suasana kelas menjadi lebih kondusif dan tertib setelah dilakukan
pembelajaran IPA dengan metode Probex.
3) Guru lebih mudah memonitor kegiatan pembelajaran secara individu maupun
kelompok.
4) Pembelajaran IPA dengan metode Probex cukup efektif untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap konsep Perubahan Zat.
b. Kelemahan
1) Siswa yang memiliki kemampuan lamban dan semangat belajar kurang,
tampak lebih aktif saat dilaksanakan pembelajaran IPA dengan metode
2) Pengawasan guru terhadap siswa yang sedang belajar masih belum optimal,
karena jumlah siswa yang cukup banyak.
B. Pembahasan
Pada bab 1 telah dijelaskan bahwa pembelajaran IPA adalah proses yang
kompleks dan saling berhubungan antara materi satu dengan yang lainnya. Konsep
awal yang diterima siswa menjadi syarat untuk penguasaan konsep berikutnya.
Pembelajaran IPA yang dilakukan selama ini masih sekedar memberikan
konsep-konsep sains, tanpa menggali pengetahuan awal siswa. Metode konvensional juga
masih mendominasi dalam pembelajaran IPA. Guru selalu berperan sebagai sumber
informasi utama, dan siswa sebagai sekelompok pendengar, tidak ada variasi
pembelajaran bahkan pembelajaran cenderung monoton.
Peneliti mencoba menerapkan strategi pembelajaran yang cukup menarik
dalam pembelajaran IPA di SMP, yaitu metode Probex (
Predict-Observe-Explain
).
Metode pembelajaran Probex yang diterapkan dalam penelitian ini, memungkinkan
siswa untuk memformulasikan pengetahuan baru dan pengalaman yang telah dimiliki
sebelumnya. Metode Probex juga memberikan kesempatan siswa untuk memikirkan
kembali dan mengubah miskonsepsi mereka terhadap suatu fenomena.
Setelah guru menerapkan metode Probex dalam pembelajaran IPA, maka
keaktifan siswa mulai tampak. Keaktifan siswa tersebut ditunjukkan dari beberapa
prediksi, melakukan eksperimen, melakukan diskusi, memberikan penjelasan,
melakukan tanya jawab, dan berpendapat.
Pembelajaran dilakukan dalam tiga kali pertemuan (3 x 40 menit) atau melalui
tiga siklus. Pada siklus I, guru melaksanakan pembelajaran IPA konsep perubahan zat
untuk sub konsep perubahan fisika dan perubahan kimia menggunakan metode
Probex. Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar siswa dapat mengidentifikasi
perubahan fisika dan perubahan kimia melalui percobaan sederhana. Siklus II, guru
melakukan pembelajaran IPA konsep perubahan zat untuk sub konsep ciri-ciri reaksi
kimia menggunakan metode Probex. Tujuan dari pembelajaran pada siklus ini adalah
agar siswa mengetahui ciri-ciri reaksi kimia dengan melaksanakan percobaan
sederhana. Sedangkan di siklus III, difokuskan pada pembelajaran IPA konsep
perubahan zat sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia.
Tujuan pembelajaran di siklus ini adalah melalui percobaan sederhana, siswa dapat
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia.
Berdasarkan data hasil penelitian, maka dapat disimpulkan telah terjadi
peningkatan rerata hasil belajar IPA konsep Perubahan Zat pada siswa kelas VII B
SMP Negeri 1 Pringapus (dari 56,82, sebelum diberi tindakan menjadi 68,25, setelah
siswa diberi pembelajaran IPA dengan metode Probex). Hal tersebut menunjukkan
bahwa metode Probex cukup efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap
konsep IPA yang diajarkan.
Sesuai dengan hasil observasi yang telah dilakukan, maka dapat diketahui
sadari karena metode Probex adalah baru untuk siswa, sehingga harus diadaptasikan
dan guru sepenuhnya membimbing siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran di siklus
II dan siklus III sudah cukup baik, karena siswa aktif dalam pembelajaran dan guru
tidak sepenuhnya memberikan bimbingan.
Pada setiap siklus, guru selalu mencoba mengajak siswa untuk
memprediksikan perubahan yang terjadi jika disajikan suatu fenomena yang
berbeda-beda, sesuai dengan ciri pembelajaran Probex. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan awal dan pengetahuan yang diperoleh siswa sebelumnya. Guru juga
mengajak siswa menciptakan pola pikir dalam memadukan konsep awal siswa dan
tujuan pembelajaran melalui pemberian kesempatan untuk membandingkan hasil
prediksi dengan hasil percobaan yang telah dilakukan. Siswa diminta memberikan
penjelasan mengapa terjadi perbedaan hasil prediksinya dengan hasil percobaan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memantapkan konsep awal siswa jika sudah
sesuai dengan teori dan mengubah miskonsepsi siswa yang selama ini dianggap
benar. Berdasarkan hasil prediksi siswa dalam LKS, dapat diketahui bahwa
kemampuan siswa dalam memprediksi baik, dibuktikan dengan cukup banyaknya
prediksi siswa yang sesuai dengan hasil percobaan di setiap siklus. Proses tanya
jawab dan diskusi sebagai variasi pembelajaran ikut mendukung terciptanya
keefektifan belajar, karena memudahkan guru dalam menerapkan langkah-langkah
metode Probex.
Sikap ilmiah yang menunjukkan nilai tertinggi (81,67) adalah pada sikap
mengikuti pembelajaran IPA dengan metode Probex. Sedangkan sikap berpikir bebas
dalam penilaian sikap ilmiah memiliki nilai terendah (79,33). Hal ini dimungkinkan
karena siswa belum terbiasa berpikir bebas dalam pembelajaran IPA, apalagi dengan
metode atau pendekatan yang baru.
Penilaian keterampilan proses siswa, nilai tertinggi adalah pada keterampilan
melaksanakan eksperimen (82,33). Hal ini disebabkan dalam eksperimen, hanya
menekankan pada kemampuan panca indera. Sedangkan jenis keterampilan proses
terendah adalah pada keterampilan mengaplikasi (76,33). Hal tersebut dikarenakan
bahwa hasil pembelajaran yang telah dilakukan belum dapat secara langsung
diaplikasikan dalam kehidupan siswa.
Sebelum menggunakan metode Probex dalam pembelajaran IPA, rerata nilai
hasil belajar siswa hanya sebesar 56,82. Setelah guru menerapkan metode Probex
dalam pembelajaran IPA, nilai belajar siswa menjadi meningkat. Hal tersebut
dibuktikan pada siklus I, rerata nilai belajar siswa sebesar 64,74, siklus II sebesar
68,42, dan siklus III sebesar 71,58. Terjadinya peningkatan rerata nilai ini dapat
dijelaskan karena sebelum menerapkan metode Probex, guru lebih dominan
menggunakan metode klasikal, yaitu ceramah atau tanya jawab saja. Ternyata,
pembelajaran yang monoton tersebut menyebabkan respon siswa menjadi rendah dan
keaktifan siswa dalam pembelajaran belum tampak. Setelah menerapkan metode
Probex dalam pembelajaran IPA, keaktifan siswa terlihat. Dengan melibatkan siswa
secara langsung dalam pembelajaran, misalnya pada saat percobaan dan diskusi,
Hasil wawancara dengan siswa setelah penerapan metode Probex dapat
disimpulkan bahwa mereka menyenangi pembelajaran IPA dengan metode tersebut.
Wawancara dilakukan secara spontan kepada seluruh siswa, setelah selesai evaluasi
pada siklus III. Semua siswa mengacungkan jari saat guru menanyakan: “Siapa yang
senang pelajaran IPA seperti yang telah kita lakukan tadi?” Mereka mengharapkan
guru untuk dapat menerapkannya. Semua siswa menjawab ya, ketika guru
menanyakan: “Apakah kalian suka, jika melakukan pembelajaran seperti tadi pada
lain waktu?”
Sedangkan hasil wawancara dengan observer dilakukan di ruang guru, setelah
metode Probex selesai diterapkan kepada siswa. Dari hasil wawancara, peneliti
memperoleh beberapa informasi yang sangat berarti bagi peneliti sehubungan dengan
penelitian yang telah dilakukan. Saat peneliti bertanya, apakah metode Probex efektif
untuk pembelajaran IPA, observer berpendapat bahwa metode ini cukup efektif dan
efisien. Observer I beralasan bahwa pendekatan ini efektif karena lebih banyak
mengaktifkan siswa. Sedangkan observer II berpendapat bahwa pendekatan ini
mampu mengintegrasikan konsep dan penanaman sikap ilmiah siswa. Pertanyaan
selanjutnya kepada observer adalah apakah metode Probex perlu dikembangkan pada
kajian lain, observer menjawab perlu, namun dalam bentuk dan format yang
disesuaikan. Pertimbangan lain untuk menerapkan pendekatan ini, menurut mereka,
adalah penentuan tujuan pembelajaran dan pemilihan media atau alat peraga yang
akan digunakan. Selanjutnya saran dan kritik mereka terhadap pendekatan ini adalah
pembelelajaran IPA, tetapi juga mata pelajaran lain dengan pengembangan
pembelajaran lebih lanjut.
Tujuan serangkaian prroses pembelajaran yang telah dilakukan adalah agar
siswa memiliki bekal pemahaman konsep IPA yang benar, yang selanjutnya dapat
mereka aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Indikator keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran dengan metode Probex ini tentunya tidak dapat diamati secara langsung
pada saat pembelajaran. Tetapi, dengan sering mengaitkan pengetahuan awal siswa
dengan konsep yang baru, mengajak siswa untuk memprediksi dan mengemukakan
hipotesa, serta melakukan eksperimen untuk pembuktian penafsiran disetiap
pembelajaran IPA, maka nilai-nilai dan sikap ilmiah dapat ditumbuhkan pada diri
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas pada pembelajaran IPA dengan
metode Probex (
Predict-Observe-Explain
) yang sudah peneliti laksanakan pada siswa
kelas VII B SMP Negeri 1 Pringapus kabupaten Semarang semester 2 tahun
pembelajaran 2008/2009, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Metode Probex telah mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam
pembelajaran IPA konsep perubahan zat. Hasil belajar IPA siswa meningkat dari
56,82 (sebelum menggunakan metode Probex) menjadi 64,74 pada siklus I, siklus
II sebesar 68,42, dan siklus III sebesar 71,58 (setelah menggunakan metode
Probex). Ketuntasan belajar siswa tercapai di siklus II, karena lebih dari 75%
rerata penilaian siswa berada di atas kriteria ketuntasan minimal (5,7).
2.
Metode Probex dalam pembelajaran IPA mampu meningkatkan aktivitas siswa
dalam kegiatan belajar mengajar. Hasil penilaian observer terhadap sikap ilmiah
siswa: (a) siklus I, rerata penilaian sebesar 78,88, dalam kategori baik; (b) siklus
II, rerata penilaian sebesar 80,00, dalam kategori baik; dan (c) siklus III, rerata
penilaian 80,21, dalam kategori baik. Sedangkan hasil penilaian keterampilan
proses siswa: (a) siklus I, rerata penilaian sebesar 77,75, dalam kategori baik; (b)
siklus II, rerata penilaian sebesar 80,50, dalam kategori baik; dan (c) siklus III,
B. Saran
Saran yang dapat peneliti kemukakan sehubungan dengan penelitian yang
sudah dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Sebagai salah satu prosedur didaktik yang cukup baru, maka metode Probex ini
dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran IPA maupun mata pelajaran lain
dengan pengembangan lebih lanjut.
2. Penelitian IPA khususnya yang bersifat konstruktivisme diharapkan dapat terus
dikembangkan oleh guru atau pengembang pendidikan lainnya, sehingga
teknik-teknik pembelajaran IPA menjadi lebih menarik dan inovatif, dengan harapan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Mulyati. 2000.
Metode Pembelajaran.
Jakarta Balai Pustaka.
Arikunto, Suharsimi. 1990.
Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta:
Rhineka Cipta.
Depdikbud. 1996.
Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Darliana. 1997.
Alam Sekitar Kita 3.
Jakarta: Depdikbud.
E.R. Jenny Kaligis dan Darmojo. 1991.