• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyanyi berformat trio sangat banyak dijumpai di Tanah Batak Toba, yang merupakan salah sat adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik, yang dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama ialah etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik, yaitu: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang.1

Etnik Batak Toba memiliki berbagai kesenian, seperti alat musik perkusi (gondang), sastra (umpasa, tonggo-tonggo, umpama) dan rupa (gorga), tari (tortor), dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah berinteraksi dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan, khususnya dari organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian berubah menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM). Pada awalnya agama Kristen Kelompok kedua, adalah etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh Rayeuk, Alas, Gayo, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, Bugis, dan lainnya. Kelompok ketiga adalah etnik pendatang Dunia seperti: Tamil, Punjabi, Hokkian, Hakka, Khek, Kwong Fu, Arab, dan lainnya.

1

(2)

Protestan ini berkembang karena usaha gigih seorang misionaris Jerman yaitu Ingwer Ludwig Nommensen. Beliau dalam mengajarkan tata acara peribadatan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) memasukkan berbagai gaya musik Eropa. Di antaranya adalah penggunaan gaya homofoni dalam komposisi empat suara, yaitu sopran, alto, tenor, dan bas (SATB).

Kemudian sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi, budaya musik populer Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke dalam kebudayaan etnik Batak Toba. Masyarakat Batak Toba dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya, dan antusias mencipta musik populer Batak Toba, mereka melakukan berbagai kreativitas dan akulturasinya dengan budaya Barat, yang dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.

… Keberhasilan Pekabaran Injil (PI) di Tano Batak yang dimulai tahun 1861 tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Word, Burton, Munson dan Lyman. Kedatangan para ilmuan Franz Jung Hun dan Van der Tuuk yang sebelumnya meneliti budaya, bahasa dan Tano Batak… Jika menurut perhitungan 25-30 tahun satu generasi, jadi sudah sekitar 4-5 generasi lamanya sejak tahun 1864, terjadi perubahan besar di Tano Batak, antara lain: Tano Batak terbuka terhadap dunia luar.2

Musik dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu: (a) musik vokal dan (b) musik instrumental. Menurut Soeharto, trio adalah komposisi musik untuk tiga penyaji, baik vokal maupun instrumental. Pada instrumental, misalnya untuk piano, biola, dan cello3

2

PWT. Simanjuntak, 2011. “Berkat Sekolah Zending, Tano Batak Maju” Horas, Edisi 135. 5-20 Maret, h. 13.

. Istilah trio pada musik populer Batak Toba adalah tiga orang penyaji vokal, yang dalam pengelompokannya termasuk dalam musik vokal.

3

(3)

Kekompakan bernyanyi sangat penting bagi penyanyi Batak Toba di dalam tradisinya. Masyarakat Batak Toba mempunyai kebiasaan bernyanyi berkelompok dengan menggunakan harmonisasi. Dapat kita lihat pada kutipan berikut: “Di Indonesia orang-orang Batak termasuk puak (suku bangsa) yang kebetulan memiliki kebiasaan menyanyi dalam istiadatnya. Ketika Indonesia Raya

masih umum dinyanyikan satu suara, orang-orang Batak telah menyanyikan secara SATB.”4

Karena orang Batak mempunyai kebiasaan bernyanyi, maka terjadi kecenderungan orang Batak memiliki kelebihan

Menurut penulis lagu Indonesia Raya seharusnya dinyanyikan satu suara, jika di ijinkan masyarakat Batak Toba mungkin akan mencoba menyanyikan dengan secara SATB.

5

Dalam penyajiannya, trio di Batak Toba tidak berbeda dengan trio yang ada di luar masyarakat Batak Toba. Contoh trio yang terkenal dalam musik atau piawai dalam bernyanyi. Dalam hal ini untuk menyanyikan suatu lagu dalam 4 suara dibutuhkan pengetahuan dan latihan yang menjadi rutinitas atau kebiasaan. Sama halnya dengan bernyanyi di trio, pada tingkat kesulitannya bagaimana menjaga keharmonisannya yang tinggi.

4

Remy Sylado, 1983. Musik Pop Indonesia: Suatu Kekebalan Sang Mengapa. Jakarta: Bunga rampai, Gramedia. Dalam Edy Sedyawati (ed), Seni Dalam Masyarakat Indonesia.

5

dr.Sugit Nugroho dalam acara Tau Gak Sih di Trans7 mengatakan “Dari segi medis, bentuk wajah orang Batak, wajahnya sedikit melebar, merupakan salah satu factor juga, karena factor suara dipengaruhi oleh beberapa factor, dari bentuk rahangnya, dan semuanya itu merupakan suatu kesatuan yang aktif mengahadirkan suatu suara…Ada sebuah penelitian sederhana yang menyimpulkan orang Batak pintar bernyanyi karena mereka memiliki rongga

sinuses wajah yang lebih besar. Sinuses adalah rongga yang berisi udara yang letaknya dalam rongga kepala disekitar hidung. Ada 3 pasang rongga sinuses di wajah kita, sinuses frontal di bagian dahi, sinuses maxillary di bagian pipi dan sinuses admoid di bagian hidung, salah satu

(4)

populer dalam peringkat nasional, adalah Lex trio, trio Libels, dan lainnya. Dari segi penyajian vokal untuk trio yang umum kita dengar adalah (SATB) disesuaikan penggunaan jenis suara, seperti: “suara satu” untuk menyebut jenis suara sopran, “suara dua” untuk menyebut jenis suara alto, dan “suara tiga” untuk menyebut suara tenor, dan untuk “suara empat” untuk menyebut suara bas/bariton. Mungkin yang membuat trio di Batak Toba sedikit berbeda adalah dalam penyajian vokalnya, dan juga yang menjadi ciri kas adalah suara alto yang sering dinyanyikan 1 oktaf lebih tinggi atau sering disebut parlima6

Aktivitas bernyanyi trio sering juga kita jumpai pada tata acara peribadahan, acara perkawinan, acara hiburan, festival dan di lapo

dalam bahasa Batak Toba (penyanyi yang menyanyikan jenis suara alto tinggi). Istilah parlima

muncul untuk menjaga harmonisasi, karena harmonisasi merupakan hal yang sangat penting pada format bernyanyi trio atau bagaimana para personil trio menemukan suatu cara/langkah/solusi untuk menjaga harmonisasi dalam format trio tetap terjaga, struktur musik seperti ini terdapat di Batak Toba. Dalam komposisi musik Barat tidak ada sebutan untuk istilah untuk komposisi suara (parlima) akan tetapi jika dikaji dari struktur musik dapat dikatakan dengan alto

tinggi (alto dinaikkan satu oktaf) yang aransemennya jarang ditemukan. Padahal istilah-istilah seperti trio, sopran, alto, tenor, bas/bariton yang dalam aransemennya sangat mudah di jumpai pada musik Barat.

7

6

Seperti pada lagu Bulu–Sihabuluan, Raphon ilu-ilu ki ma ito, yang dibawakan trio Lasidos. Trio ini beranggotakan: Bunthora Situmorang, Jack Marpaung, dan Hilman Padang.

atau kedai

7

Lapo artinya warung. Lapo di Tapanuli Utara, selain tempat untuk menjual makanan dan minuman, juga memiliki fungsi sosial. Lapo dijadikan tempat berkumpul warga. Warga

(5)

tuak. Pada tata acara peribadahan sering kita jumpai penyanyi biduan (berformat trio)8

Guna musik trio ini dalam kebudayaan Batak Toba, adalah seperti pada acara hiburan, menghibur pada acara ulang tahun (misalnya ulang tahun Tapanuli Utara atau ulang tahun pribadi), perayaan Natal, dan menghibur masyarakat secara langsung (live) melalui kegiatan seperti pagelaran. Pertunjukan langsung atau tidak langsung, yang biasanya berhubungan dengan hakekat orientasinya yaitu bisnis serta hasil komersial sebagai tujuan produknya. Di dalam bentuk festival dapat kita lihat dari maraknya pengadaan acara ini, baik di café atau festival trio se-kabupaten, dan kegiatan bernyanyi yang paling sering kita lihat dan dilakukan untuk kesenangan yaitu di lapo atau kedai tuak. Biasanya lagu-lagu yang dibawakan adalah lagu-lagu trio yang populer. Ada juga beberapa trio atau penyanyi trio di musik pesta yang latihannya di lapo

yang fungsinya untuk memandu para jemaat bernyanyi. Pada acara perkawinan, penyanyi trio yang fungsinya untuk mengisi acara hiburan, diiringi instrumen keyboard. Biasanya yang punya pesta memesan kepada ketua kelompok pemusik, untuk menyediakan partrio (penyanyi trio). Hampir di setiap acara perkawinan (yang diselenggarakan oleh kelompok ekonomi menengah ke atas) akan mengundang penyanyi yang berformat trio, dari ketua kelompok musik.

9

televisi”. Dikutip dari Edward Siahaan. 2003. “Tapanuli Utara The Beautiful Land.” Seni (Jurnal Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara), h. 82.

8

Yang dimaksud dengan berformat trio/penyanyi trio/partrio adalah beranggotakan tiga orang penyanyi.

9Kompas

, 3 Februari 2013, h. 13, “Monang Sianipar, pengusaha Batak, yang menjadikan

laponya sebagai tempat nongkrong dan latihan para seniman Batak.”

(6)

Menurut Simanjuntak10

Dari pernyataan di atas dan juga penulis sebagai seorang suku Batak Toba kawasan Silindung, tepatnya di Tarutung, dari masa anak-anak sampai dewasa dan hingga sekarang masih tetap berdomisili di Batak Toba, penulis berasumsi bahwa fungsi lapo atau kedai tuak selain untuk menjual makanan

kedai tuak sebagai salah satu tempat orang-orang berkumpul khususnya orang Batak, dapat juga berfungsi sebagai tempat hiburan. Hal ini dapat dilihat pada waktu orang-orang bekerja keras seharian untuk mencari nafkah kemudian datang beramai-ramai ke kedai tuak untuk melepas lelah sambil menghibur diri dengan diselingi gelak tawa.

11

a. Ende Mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby),

dan minuman, juga untuk dijadikan sebagai tempat berkumpul warga khususnya orang Batak Toba yang ingin menghibur dirinya dengan menghabiskan waktunya setelah selesai bekerja dengan cara bermain catur, nonton televisi, ngobrol-ngobrol, untuk membuka wawasan diri, dan bernyanyi bersama-sama, baik bernyanyi solo atau trio yang diiringi gitarsambil minum tuak atau kopi panas.

Keberadaan nyanyian, berformat trio, tempat latihan dan sosialisasi di lapo, tidak dapat dilepaskan dari nyanyian tradisi Batak Toba, sebelum munculnya gaya trio. Menurut Ben.M. Pasaribu, pembagian musik vokal Batak Toba, adalah sebagai berikut.

10

B.A.Simanjuntak, 1986. Pemikiran Tentang Batak. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nommensen.

11

(7)

b. Ende Sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

c. Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu senggang, biasanya malam hari.

d. Ende Tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman

(halaman kampung) pada malam terang bulan.

e. Ende Sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat sepi.

f. Ende Pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan, berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

(8)

h. Ende Andung, adalah merupakan musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung, melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya, haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.12

Untuk melihat faktor-faktor bagaimana penyanyi yang berformat trio di Batak Toba hingga lahirnya istilah trio yang begitu fenomenal jika dibandingkan dengan daerah di luar Batak Toba, jika dilihat atau dibandingkan dengan keberadaan trio di luar Batak Toba, maka menurut asumsi penulis penyebaran agama bukanlah faktor satu-satunya, misalnya masyarakat Karo yang juga mayoritas Kristen. Akan tetapi penyanyi yang berformat trio di masyarakat Karo atau di daerah lain tidak sebanyak di Batak Toba.

Menurut Djohan13 secara psikologis penentuan aktivitas musik termasuk persepsi dan kognisi ditanggapi secara apriori walaupun perilaku musikal juga merupakan salah satu aspek penting dari perilaku manusia. Sejauh ini penelitian atas perilaku musikal selalu dihubungkan dengan proses kognitif dan persepsi. Neisser14 mengatakan bahwa psikologi kognitif dan disiplin terkait menjadi penting dan secara ekologis merupakan penemuan yang absah dalam proses penggabungan antara disiplin psikologis dan musik. Gaston15

12

Ben M. Pasaribu,1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan.” Medan: Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi.

13

Djohan, 2003, Psikologi Musik, Yogyakarta: Buku Baik, h. 4.

14

Ibid.,h. 4, dikutip dari Neisser (1997, p.24).

15

E.T. Gaston, 1957. Music Therapy: Factors Contributing to Responses to Music.

KS:The Allen Press, Lawrence, h. 23–30.

(9)

mengingatkan bahwa perilaku musikal seharusnya dipelajari melalui psikologi, antropologi, dan sosiologi.

Tidak satu pun masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik, atau setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik16

Menurut Abler

dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal.

17

musik memiliki semua karakter penting dari sistem kimia, genetika, dan bahasa manusia. Kemudian Sloboda18

Dalam interaksi antar manusia terjadi proses saling meningkatkan pemahaman sebagai suatu budaya yang memainkan peran signifikan dalam mematangkan persepsi dan kognisi. Perkembangan perilaku musik dalam kenyataannya semakin jelas kuat dipengaruhi oleh proses evolusi dalam pikiran.

Musik bukan hanya memberikan anak media interaksi sosial, ruang bebas resiko untuk mengeksplorasi perilaku sosial tetapi juga memungkinkan akibat secara tegas mengatakan bahwa perasaan manusia terikat dengan bentuk musik karena terdapat konsistensi dalam respon musik yang secara relatif memberikan lingkungan yang sama. Dikatakannya bahwa secara mendasar terdapat alasan yang kuat untuk menggunakan pendekatan kognitif dalam mengalami stimuli musik. Interaksi antara musik dan psikologi tidak dapat dihindarkan karena selain psikolog tertarik dengan interpretasi perilaku manusia juga karena musik sebagai bagian dari seni adalah bentuk perilaku manusia yang unik dan memiliki pengaruh yang kuat.

16

Blacking, J, “Music, Culture and Experience”, University of Chicago Press, London, 1995.

17

Djohan, 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, h. 7,dikutip dari Abler.

18Ibid.,

(10)

sebaliknya berupa potensi aksi dan transaksi yang pada kenyataannya musik secara signifikan dapat merubah sebuah situasi. Dari perspektif kognitif, musik adalah produk konvensi budaya dan fakta perwujudannya secara seketika dalam kognisi anggota budaya tersebut.19

Budaya adalah sekelompok orang yang menanggung kebutuhan bersama, lingkungan, perhatian dan nilai, teridentifikasi serta terpilih secara teratur oleh dunia suara, sensitivitas manusia terhadap suara, produksi suara saat ini, masa lalu serta yang telah termodifikasi. Kluckohn mengatakan kebudayaan sering diartikan sebagai keseluruhan cara hidup manusia, yaitu warisan sosial yang diperoleh seseorang dari kelompoknya atau kebudayaan dapat dianggap sebagai bagian lingkungan yang diciptakan manusia.

20

Musik sangat penting bagi aktivitas masyarakat Batak Toba, bernyanyi bersama-sama dapat dilihat dari pembagian musik vokal Batak Toba,21

19

Djohan, op. cit., h. 13.

20

Clyde Kluckohn, “Cermin Bagi Manusia”, dalam Manusia Kebudayaan dan Lingkungannya, (ed. Parsudi Suparlan), tanpa tahun.

21

Ben M. Pasaribu, 1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan” Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusna Etnomusikologi, Medan, tentang pembagian musik vokal Batak Toba. Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “ solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu senggang, biasanya malam hari. Ende Tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

(11)

sehingga subjek dapat lebih memberi perhatian pada kata-kata yang cocok dengan suasana musiknya. Pengaruh musik terhadap perhatian ini dapat menjelaskan mengapa kata-kata yang tepat lebih mudah diingat. Menurut Lewis dkk, musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana hati yang positif demikian pula musik yang sedih juga menghasilkan peningkatan suasana hati negatif. Maka disimpulkan bahwa sebuah musik cenderung menimbulkan suasana hati yang sama dalam diri pendengarnya.

Sloboda mengatakan, faktor umum pada semua sampel adalah bahwa musik tidak berperan menghasilkan emosi tetapi lebih menyediakan akses bagi seseorang untuk mengalami emosi yang sudah “ter-agenda”. Pencarian tentang pemahaman persepsi dalam analisis musik dengan pengertian persepsi pada psikologi kognitif masih terus dilakukan, karena pandangan mengenai persepsi sebagai suatu proses yang tidak disengaja dan disadari sebenarnya merupakan

domain psikologi, maka pandangan tentang persepsi dalam analisis musik akan gagal bila dihubungkan dengan persepsi dari perspektif kognitif. Menurut Bruner22

22

J. Bruner. 1990. Acts of Meaning. London: Harvard University Press.

(12)

Bruner menyatakan bahwa “belajar psikologi kerakyatan seperti halnya belajar menggunakan bahasa adalah sama seperti kalau kita belajar melaksanakan transaksi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara ini “psikologi kerakyatan” banyak di gunakan dalam menganalisis fenomena musik yang kompleks, walau kenyataannya fenomena tersebut tidak sama bagi pendengar yang hanya ingin menikmati musik.

Hubungan langsung antara kejadian musik23 atau keterlibatan masyarakat Batak Toba dengan kegiatan bernyanyi berkelompok atau bagaimana musik itu dipelihara dalam masyarakat dapat dilihat dari keberadaan penyanyi trio di Batak Toba saat ini. Karl Edmund24 mengatakan bahwa lagu Batak atau Flores sangat kuat untuk dinyanyikan bersama, didukung juga oleh trio yang merupakan gambaran suatu tradisi budaya yang masih bertahan dan dinikmati masyarakat Batak Toba, dapat dibayangkan pengalaman seseorang ketika kepuasan emosi seseorang berhasil dengan musik, bebas dari rasa bosan, secara langsung akan mempengaruhi produktivitas serta menghadirkan kegembiraan. Pengalaman seseorang dalam merespon secara positif menunjukkan bahwa secara umum mereka merasa nyaman.25

Hal di atas sedikit banyak menerangkan bagaimana sifat orang Batak yang sering berkumpul sehingga memungkinkan adanya kerjasama yang tentunya dalam hal bernyanyi, dan bagaimana masyarakat Batak Toba di dalam kehidupan

23

Shin Nakagawa, op. cit., h. 6, “Untuk menjelaskan musik tersebut kita harus menyadari bahwa musik itu hidup dalam masyarakat; musik dianggap sebagai cerminan system sosial atau sebaliknya”.

24

Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

25

(13)

anggota masyarakat secara individu maupun secara kolektif sering terlibat dalam musik, khususnya musik vokal.

Masyarakat Batak Toba tidak terpisahkan dari kegiatan bernyanyi, baik bernyanyi vokal solo atau berkelompok (pada umumnya trio) baik secara langsung maupun tidak langsung sejak kecil hingga masa tuanya sering terlibat dalam musik, khususnya musik vokal, sehingga trio berkembang begitu pesat dan menjadi faktor kenapa trio di Batak relatif kuat. Hal ini menggambarkan bagaimana sifat alami masyarakat Batak Toba dalam mengisi aktifitas masyarakatnya.

Seni suara yang berarti keindahan suara yang di sampaikan kepada orang lain, misalnya suara manusia yaitu dengan praktek bernyanyi, tentu dengan penampilan suara melalui nyanyian berupa vokal solo, trio, paduan suara dan juga jenis vokal yang lainnya. Untuk menyatukan perbedaan warna suara (timbre) bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan, dibutuhkan suatu proses belajar, latihan (kebiasaan) dan pengetahuan tentang musik.

(14)

misionaris26 nyanyian-nyanyian dan musik gerejani merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para misionaris. Ada tiga cara yang diterapkan oleh para misionaris pada saat melakukan tugasnya yaitu: berkhotbah, mengajar, dan menyanyi. Sedangkan salah satu ciri khas pengajaran para misionaris adalah lebih menekankan pendidikan melalui musik karena mereka menganggap orang Batak terkenal suka nyanyian.27

Disekitar tahun 1920-an muncul suatu tradisi hiburan panggung yakni “opera Batak” yang lebih merupakan bentuk fenomena kesenian urban. Munculnya opera Batak disebabkan karena kebutuhan dari masyarakat urban Batak Toba terhadap satu bentuk seni pertunjukan yang mencirikan budaya Batak Toba sebagai respon (local counter part) terhadap bentuk pertunjukan opera bangsawan dari etnis Melayu yang sangat popular pada masa itu. Perkembangan wilayah nada pada musik masyarakat Batak Toba dapat dilihat dari lagu-lagu karya Tilhang Gultom, antara lain: Sinanggar Tullo, dan juga musik Barat telah Dapat dikatakan istilah trio dikenalkan oleh para misionaris, karena para misionaris yang membawa atau mengenalkan pendidikan musik Barat di Batak Toba atau istilah trio dulunya ada di Barat dan secara struktural musik populer Batak Toba pada masa sekarang ini cenderung menggunakan tangga-tangga nada diatonik Barat, dengan teks Batak Toba, serta ensambel campuran antara musik tradisi dan musik Barat.

26

Dasarnya dari latar belakang agama, dengan datangnya nomensen, di sini nomensen mengenalkan tangga nada diatonis, bukan pentatonis, yang pada tata acara peribadahan ada

koornya maka ada pembagian suara SATB, jadi orang Batak pada masa tahun 1961 sudah mengenal tangga nada diatonis.

27

(15)

memberi warna tersendiri bagi musik tradisional Batak Toba yang dapat dilihat dengan pemunculan nada-nada yang diatonis di dalam ensembel Gondang Hasapi. Opera Batak telah mempengaruhi status serta keterlibatan perempuan dalam seni pertunjukan di masyarakat Batak Toba yang diikuti dengan munculnya trio Sitompul Sister pada tahun 1965, trio yang beranggotakan perempuan.

Setelah opera Tilhang Gultom mati suri dan juga faktor larangan upacara bius dan musik gondang atas permintaan Nommensen pada pemerintah kolonial Belanda pada rentang waktu antara 1898-1938, mengakibatkan banyak interaksi dengan agama Kristen Protestan atau pada masa larangan ini mengakibatkan banyak sekali pengaruh nilai-nilai Barat menggoncangkan kebudayaan tradisi Batak Toba sampai ke akarnya.

Pertunjukan pada beberapa alat instrumen musik hampir seluruhnya atau sudah mendekati ketidak berfungsian lagi, karena adanya jenis-jenis pertunjukan lain yang telah muncul dan berkembang. Minat orang Batak Toba pada pertunjukan Barat dan musik pop, baik yang dibawakan oleh orang Batak Toba, begitu juga dengan grup-grup Indonesia lainnya mengindikasikan kecendrungan ke arah transethnic dan uniformistic pertunjukan budaya Indonesia.28

28

Artur Simon,1984. “Functional Changes In Batak Traditional Music and Its Role In Modern Indonesia Society”. Monash University Library:Asian Music, Journal Of The Society For Asian Music, Volume XV-2, h. 65.

Kemudian muncul istilah vokal grup pada masyarakat Batak Toba, lebih melekat kepada penyanyi hotel dan penyanyi penghibur di istana Negara dan juga sebagai media tour seni budaya pemerintah keberbagai Negara, walaupun penyanyi berformat trio pada musik populer Batak Toba sudah muncul sebelumnya, yaitu trio Marihot

(16)

Istilah trio tidak asing lagi bagi orang Batak Toba, dapat kita lihat dari banyaknya trio yang eksis dan masih bertahan dipapan atas musik pop Batak, dan hampir di setiap pemilik café dan musik dapat kita jumpai penyanyi trio, dan juga di festival seperti festival yang digelar oleh Palm Garden Cafe29 sehingga banyak argumen tentang kenapa istilah trio begitu dekat dengan aktivitas masyarakat Batak Toba. Hal ini di mulai sejak abad 20 yakni sekitar tahun 1900-an. Seni vokal telah mengalami kemajuan di tanah Batak, terutama di lingkungan penduduk yang beragama Kristen. Pada masa tersebut mulai muncul lagu-lagu seriosa dalam bahasa Batak, di samping itu juga timbul lagu-lagu populer Batak.30

Karl Edmund31

Perubahan pada masa kolonialis yang behubungan dengan kedatangan misionaris yang menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak, dan perkembangan jaman mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang terkikis

mengatakan bahwa dalam suku Batak Toba umumnya musik tradisional berhubungan dengan gondang, yang artinya merupakan iringan tari (Tortor). Sedangkan lagu daerah Toba sudah sedikit menjauh dari pola ini dan berbau Barat.

32

29

Sebanyak 38 trio bertarung memperebutkan hadiah total Rp 50 juta dalam enam kategori juara pada festival yang digelar oleh Palm Garden Café pada 22 Pebruari-April 2010. “Palm Garden Gelar Festival”. Horas, Edisi 121. 10-31 Maret, h.58.

30

Siahaan. N, 1964. Sejarah Kebudayaan Batak. Medan: CV.Napitupulu dan sons, h.126-127.

31

Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. bahkan terlupakan. Dapat kita lihat dari perkembangan, seperti radio,

Mark Kenyton(Penulis adalah

(17)

televisi, dan beberapa jenis media elektronik33 lainnya seperti video, kaset, laser disc, tape reel yang dapat dijadikan acuan menjadi sumber perkembangan musik populer.34

Bahkan karena ketidakkenalan siswa pada genre musik tersebut, sebagian besar siswa mengidentifikasikan musik vokal tradisional dengan musik pop daerah, yaitu ragam musik pop Indonesia yang berbahasa daerah. Survei juga menunjukkan persentase siswa yang mendengar musik pop daerah dan pop Indonesia tiga kali lebih besar dari persentase siswa yang mendengar musik vokal tradisional. Sehingga anak-anak bangsa ini lebih ‘familiar’ dengan musik pop atau R&B dari pada musiknya sendiri. Kondisi ini logis, karena invasi musik popular-pop daerah, pop Indonesia dan pop Barat-telah merambat kemana-mana tidak terkecuali ke desa yang terisolir sekali pun, tentunya lewat berbagai media elektronik.

Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari kutipan berikut.

35

Banyak terdapat perubahan pada musik rakyat Batak Toba, baik musik vokal atau instrumental, dan juga dalam hal penyajiannya, dapat kita lihat dari keberadaan musik tiup (brass band), opera Batak, musik populer di Batak Toba, dan istilah trio yang merupakan salah satu bentuk penyajian instrumental dan

puluh Nommensen minta pemerintah kolonial Belanda untuk melarang upacara bius dan musik gondang. Larangan ini bertahan hampir empat puluh tahun sampai pada tahun 1938. Itu merupakan suatu pukulan utama untuk agama tradisi Batak Toba dan musik gondang yang sangat terkait dengan agama tersebut.”

33

Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, h. 2. “… Media elektronik adalah salah satu konteks musik populer yang paling dominan, sulit mencari radio dan televisi yang tidak menyiarkan musik, diantara berbagai ragam musik yang disiarkan media elektronik, musik populer paling dominan ”.

34

Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung: Arti h. 2, “… Pada abad ke-20 muncul sesuatu yang sangat baru lagi, yaitu musik populer (bukan musik rakyat!) yang disebarluaskan melalui media massa. Musik populer ini tidak dapat disamakan dengan musik rakyat, seperti misalnya dalam tradisi etnik-etnik di Indonesia sebab musik populer baru ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan komersial, di mana teknologi reproduksi memungkinkannya”.

35

(18)

instrumen vokal, sebagai bagian dari tradisi mereka atau kebudayaan bangsa Barat.36

… Musik tradisional di Indonesia umumnya menganut system oral (lisan). Ini artinya semua teorinya di transmisikan secara oral. Teori mencakup semua aspek tentang musik tersebut, dari aspek belajar mengajar, estetika, pembuatan alat musik sampai pada teknik atau norma-norma pertunjukannya. Dalam konteks belajar-mengajar teori-teori yang sifatnya praktis itu berlangsung secara ‘face to face’. Yang belajar harus mendengar, menyebutkan dan menghafalkannya. Orang yang ingin belajar harus mencari guru; guru dalam hal ini adalah para seniman musik tradisi itu.

Dari sekian banyaknya trio yang pernah eksis dan masih eksis, timbul pertanyaan di benak penulis, bagaimana mereka melatih kemampuan bersolmisasi? Apakah setiap trio mempunyai latar belakang pendidikan musik? atau hanya faktor kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi, mengingat masyarakat Batak Toba mempunyai tradisi oral.

37

Mengingat hal di atas, maka menimbulkan beberapa pertanyaan dalam benak penulis: Bagaimana munculnya istilah trio dan musik populer Batak Toba, Apa itu musik populer, bagaimana perkembangan musik populer pada awalnya, kapan masyarakat Batak Toba mengenal istilah trio dan musik populer, apa yang Pernyataan di atas menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat di Sumatera Utara khususnya di Batak Toba bernyanyi dilakukan secara lisan, yaitu lewat kegiatan mendengar, menirukan, dan menghafal.

36

Shin Nakagawa, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, h. 5. “… Yang dimaksud musik internasional adalah musik yang tidak mempunyai latar belakang suatu etnis, yaitu etnis internasional. Musik ini muncul sebagai akibat pengaruh teknologi, misalnya musik populer. Musik ini menggunakan instrument hasil teknologi modern, akan tetapi musik ini sebetulnya juga masih berhubungan dengan suatu etnis (etnis Barat), karena teknologi adalah kebudayaan bangsa Barat”.

37Ibid

(19)

melatar belakangi terbentuknya penyanyi trio, kenapa harus trio, apa peran dan fungsi trio pada musik populer Batak Toba?

Hubungan-hubungan antarbudaya serta proses saling mempengaruhi merupakan suatu hal yang alamiah, terlepas dari cara serta dampak proses tersebut, dan juga karena kesenian sebagai medan ekspresi dan kesadaran yang paling inti dari salah satu budaya.

Menurut asumsi penulis, penyanyi-penyanyi trio pada musik populer Batak Toba muncul karena banyaknya talenta-talenta dikarenakan kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi dan juga karena perkembangan musik Batak Toba sudah banyak mengalami perubahan pada masa kolonialis,38 kedatangan misionaris,39 dan perkembangan jaman,40

Penulis melihat pertanyaan-pertanyaan dan asumsi di atas dapat menjadi salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul “TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA: ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK.”

sehingga menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak Toba.

38

Franki Raden, 1994. “Musik Kontemporer Indonesia: Dinamika Pertemuan Antara Dua Tradisi”, KALAM, edisi 2, h. 12, dalam Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung: Arti. “… Suatu saat atau masa dalam perkembangan musik Barat yang telah menyerbu Indonesia melalui jalur kolonialisme… Jika demikian, kenyataan itu mesti dipermasalahkan terlebih dahulu, daripada memuji suatu proses (yang sebenarnya hanya hasil jaman penjajahan), atau dalam istilah Franki Raden “… mencari pertemuan yang ideal antara tradisi budaya musik Indonesia dan Barat…”.

39Ibid

., h. 22, “… tetapi lingkungan kehidupan musik mereka di Tapanuli adalah musik gereja yang merupakan bagian integral dari kebudayaan Barat yang masuk kesana melalui para misionaris Jerman…Pada masa itu hanya pada masyarakat Bataklah manifestasi budaya musik klasik Barat… musik atau lagu-lagu sederhana untuk melibatkan rakyat dalam jaringan keagamaan melalui praktek musik yang mudah dikuasai oleh orang awam…”.

40 Ibid

(20)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, agar pembahasan lebih terarah maka yang menjadi titik perhatian penelitian bagi penulis adalah analisis sejarah, fungsi, dan struktur musik trio pada musik populer Batak Toba.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis sejarah Trio pada musik populer Batak Toba. 2. Menganalisis fungsi Trio pada musik populer Batak Toba.

3. Menganalisis struktur musik dari lagu-lagu Trio pada Musik Populer Batak Toba.

1.3.1 Manfaat Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini di harapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca khususnya suku Batak Toba.

Adapun manfaat penulisan ini adalah:

1. Menambah referensi tentang kesenian.

2. Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang penyanyi Trio pada musik populer Batak Toba.

3. Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang penyanyi Trio pada musik populer Batak Toba.

(21)

5. Untuk memperoleh Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

1.4 Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yakni mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan trio pada musik populer Batak Toba secara khusus. Tujuan yang kedua adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.

Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang mendalam mengenai penyanyi trio pada musik populer Batak Toba terlebih yang menguraikan tentang analisis struktur musik dan syair.

Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan. Buku-buku acuan tersebut antara lain:

Buku yang ditulis Mawene41 Berjudul Gereja Yang Bernyanyi buku ini membantu penulis untuk memberikan gambaran tentang sejarah trio dan klasifikasinya dalam ilmu musik. Buku yang ditulis Djohaan42

41

Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, Yogyakarta.

42

Djohan, 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik.

yang berjudul

(22)

musik, perilaku musikal, perilaku manusia dalam mengungkap bagaimana orang Batak Toba suka bernyanyi berkelompok yang tentunya dalam hal ini untuk mengungkap fenomena trio. Skripsi yang ditulis Ivo Panggabean yang berjudul “Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Diskografis”,43 Skripsi Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen, skripsi ini berisi mengenai Musik Populer, Perkembangan Musik Populer, Musik Populer Dalam Persepsi Batak Toba, Kesejarahan dan Perkembangan Musik Populer Batak Toba. Buku yang ditulis Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, yang berjudul “Musik Populer”,44 buku ini berisi tentang Musik Populer, Musik Populer di Indonesia, Musik Populer di Indonesia sebelum 1960, Beberapa Jenis Musik Populer di Indonesia saat ini, Musik Populer Manca Negara dan Pengaruhnya Pada Perkembangan Musik Populer di Indonesia, Tinjauan Ragam Teks Musik Populer, Konteks dan Fungsi Sosial Musik Populer. Buku yang ditulis Dieter Mack, yang berjudul Sejarah Musik Jilid 445 buku ini berisi tentang Musik di Indonesia Setelah Tahun 1945, Musik Populer yang berakar dari suatu proses campuran antara berbagai sumber, Musik Populer yang berkiblat ke Musik Populer, Manusia Empiris dan Holistik melawan mitos kesenian Transenden-Pengaruh Barat-Unsur “Populer” Melawan Unsur “Seni”, Seni Populer. Buku yang ditulis William P Malm yang berjudul Music Cultures of the Pacific,46

43

Ivo Panggabean, 1994. “Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Diskografis”, Medan: Skripsi Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommenssen.

44

Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.

45

Dieter Mack, 2002. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, h.495-591.

46

William P Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific: The Near East and Asia. New Jersey: Englewood Diffs.

(23)

unsur-unsur yang perlu di deskripsikan dalam melihat suatu melodi, Buku yang ditulis Dieter Mack yang berjudul Ilmu Melodi,47

Pendekatan sejarah melalui perspektif seni yang di kaji dengan kajian metodologi penelitian seni atau yang biasa disebut metode lintas disiplin hampir di sepanjang sejarah, di dalam metodologi penelitian seni tidak cukup belajar buku ini membahas tentang beberapa contoh gaya melodi dari jaman ke jaman yang di analisa untuk menciptakan bagaimana membuat melodi yang baik.

1.5 Konsep Dan Landasan Teori

Pada sub bab di bawahini akan dijelaskan tentang konsep dan landasan teori yang berlaku umum yang dijadikan acuan ataupun kerangka kerja untuk membahas seluruh masalah dalam tesis ini. Trio pada musik populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, dan Struktur Musik. Dengan demikian, dalam penelitian ini, penulis memfokuskan permasalahan kajian kepada tiga aspek utama, yaitu: (1) sejarah, (2) fungsi, dan (3) struktur musik. Ketiga hal ini memiliki kaitan yang erat dalam konteks mengkaji musik populer Batak Toba.

1.5.1 Konsep

Kajian sejarah dalam hal ini adalah menekankan kepada aspek ruang dan waktu yang dilalui oleh trio pada musik populer Batak Toba, mencakup seniman, masyarakat pendukung, dari masa ke masa. Untuk mengkaji masa ini dipergunakan pula pembabakan (periodisasi).

47

(24)

produknya saja tetapi juga belajar manusianya, seni mempunyai beberapa dimensi yang di antaranya adalah dimensi sejarah, contoh: keberadaan trio pada musik populer Batak Toba.

Untuk memandu dalam pendekatan sejarah, penulis mengacu pada Panggabean (1994:30-39) musik Batak Toba dapat dibuat penggolongannya kepada empat masa, yaitu: (a) tradisi, (b) transisi, (c) modernisasi, dan (d) konstilasi. Masa tradisi dan transisi perlu penulis paparkan terlebih dahulu untuk melihat periodisasi perkembangan sebelum munculnya trio pada musik populer Batak Toba, mengingat trio pada musik populer Batak Toba muncul pada masa modernisasi.

Menurut penulis, sebelum masuk pada masa modern yang merupakan masa munculnya trio, masa tradisi dan transisi perlu dipaparkan terlebih dahulu untuk menjembatani ke masa modern, ciri-ciri ke-arah masa modern sudah dimulai pada masa tradisi dan transisi. Penyajian vokal pada masa tradisi sifatnya masih homofoni atau istilah trio belum muncul pada masa tradisi, kemudian masa transisi penyajian vokalnya sudah berkembang menjadi polifoni dengan masuknya pengaruh musik gereja, peristilahan musik Barat yang dikenalkan misionaris memungkinkan istilah trio yang merupakan istilah Barat sudah dikenal pada masa ini akan tetapi untuk penyanyi trio belum muncul pada masa transisi.

(25)

Toba, pemaparan masa ini untuk melihat masa sebelum munculnya gaya trio. Periodisasi ini diharapkan dapat menuntun untuk melihat perkembangan hingga munculnya trio pada musik populer Batak Toba pada masa modern.

Setiap masyarakat/budaya memiliki musik atau dapat dikatakan setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik48

Penyajian atau pertunjukan trio pada musik populer Batak Toba dilakukan sangatlah bervariasi dan tujuannya ada yang disajikan untuk hiburan pribadi semata dan juga yang dipertunjukkan untuk kepentingan umum, pertunjukan bersifat komersial (misalnya dengan menjual karcis masuk) maupun pertunjukan bersifat gratis. Sebagian dilakukan sebagai hiburan dalam suatu perayaan/upacara, dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal akan tetapi musik bukanlah genre seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri.

Musik memiliki pengaruh yang kuat atau musik merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dengan budaya. Musik merupakan suatu budaya yang mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang, musik secara signifikan dapat merubah sebuah situasi, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam sistem sosial sehingga musik mempunyai fungsi yang sangat luas, misalnya musik diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan, untuk upacara pernikahan dan lain-lain, tergantung kepada konteks penyajian dan jenis musik yang dibutuhkan.

48

(26)

demi kepentingan masyarakat atau keluarga, misalnya perkawinan, kematian, dan lain-lain. Sebagian lagi disajikan untuk kepentingan politik atau propaganda. Ada yang dilakukan tanpa mengharapkan pamrih (amatiran), namun adapula untuk tujuan mencari nafkah (profesional). Pertunjukan dapat juga dilakukan di tempat tertutup atau dilapangan terbuka. Di samping itu, banyak pertunjukan trio pada musik populer Batak Toba yang dilakukan untuk kepentingan bisnis/industry musik, termasuk konser, festival dan lain-lain.

Fungsi di dalam penelitian ini adalah fungsi sosiobudaya, yaitu bagaimana sebuah institusi sosial sebagaimana halnya trio pada musik populer Batak Toba dapat menyumbangkan berbagai fungsi dalam masyarakat atau bagaimana trio pada musik populer Batak Toba bisa memenuhi kebutuhan dan melayani keinginan masyarakat penggunanya, serta bagaimana trio pada musik populer Batak Toba tersebut berperan dalam kehidupan masyarakat, misalnya hiburan, integrasi sosial, identitas budaya, dan lain-lain.

(27)

Untuk mengamati suatu genre seni tentu saja tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini Malinowski, seorang tokoh antropologi dalam bidang fungsionalisme, menyatakan bahwa fungsi bukan hanya sekedar hubungan praktis tetapi juga bersifat integratif, dalam arti mempunyai fungsi hubungan dengan lingkungan alam yang berkaitan dengan kompleksitasnya (Malinowski 1987:165-171).

Menurut Merriam musik dipergunakan dalam situasi tertentu yang menjadi bagian darinya, fungsi ini dapat atau tidak dapat menjadi fungsi yang lebih dalam, contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan kelompok biologis (keturunan). Mekanismenya adalah seperti penari, pembaca doa, ritual yang diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial, “penggunaan” menunjukkan situasi musik dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” memperhatikan pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari apa yang dilayaninya.

Fungsi trio pada musik populer Batak Toba yang penulis maksud di sini adalah fungsi yang dihasilkan oleh musik dari trio dan sekaligus trio itu juga ada fungsinya, dan kedua hal ini akan dikaji kemudian membedakan dan mengaitkan atau menghubungkan antara makna guna dengan makna fungsi.

Dalam analisis struktur musik penulis menfokuskan pada struktur musik vokalnya, ada tiga lagu trio yang akan penulis analisis antara lain: lagu trio

(28)

Bulu Sihabuluan, lagu trio Lamtama yang berjudul Tapasadama Rohanta. Pemilihan judul ini berdasarkan pertimbangan untuk melihat keunikan/ciri khas gaya bernyanyi trio pada musik populer Batak Toba.

Struktural adalah suatu kegiatan sosiobudaya pada prinsipnya memiliki pola-pola tertentu. Misalnya trio pada musik populer Batak Toba dibentuk oleh unsur-unsur melodi dan teks. Melodi sendiri memiliki bidang-bidang seperti tangga nada, wilayah nada, kontur, dan sejenisnya. Teks terdiri dari: baris, rima (persamaan bunyi), maksud atau isi, makna konotatif, gaya bahasa, diksi, dan lain-lain.

Dieter Mack (2001) mengatakan: “Seandainya kita lihat situasi dalam bidang musik, kiranya tidak terdapat seorangpun di seluruh dunia yang berpendapat bahwa dia selesai dengan proses belajar tentang musik, sebab pengetahuan tentang semua jenis musik merupakan suatu yang mustahil”.49

Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada metode analisis yang berlaku secara umum (untuk seluruh musik), karena setiap masyarakat mempunyai latar belakang berbeda-beda… Selain itu, musik juga berkembang dalam masyarakat yang selalu berubah; kita harus dapat menemukan metode analisis yang cocok untuk masing-masing musik tersebut”.

Dan di dukung oleh pernyataan Shin Nakagawa:

50

Banyak Pendapat mengenai musik, dan pada umumnya akan di sesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan yang ingin di capai, salah satu faktornya adalah karena dari sekian banyak konsep musik, akan tetapi tidak ada satu konsep musik

49

Dieter Mack, 2001. Pendidikan Musik: Antara Harapan dan Realitas. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

50

(29)

yang dapat dijadikan sebagai defenisi untuk mewakili seluruh keberadaan musik secara representatif.

Dalam rangka tujuan penelitian ini, akan dikemukakan satu rumusan yang dipilih khusus. Musik adalah peristiwa getaran, merupakan hasil interaksi getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber getar dengan penggabungan beberapa unsur dan teratur untuk mengungkapkan ide. Di dalam bunyi sudah terkandung jenis atau warna (timbre) dan waktu (durasi) yaitu interaksi dari nilai waktu yang terkandung oleh bunyi maupun bukan bunyi, yang sering di sebut ritme.

Bunyi bisa dari berbagai organ atau instrument, waktu tidak dibahas dalam bentuk yang terpola saja. Suatu bunyi di katakan musik tergantung pada pendekatan kata yang pasti bahwa bunyi datang dari dalam maupun dari luar diri kelompok.51

Dapat dikatakan musik absolut adalah musik yang semata-mata merupakan keindahan dari elemen-elemen musikal yang ada, ide tersebut terstimulasi pada komponis untuk meramu bunyi. Ide progmatik datang dari satu inspirasi diluar bunyi, sehingga bunyi tersebut dapat menggambarkan atau menceritakan tentang ide tersebut. Sebagai contoh, seorang komponis

Ide bisa berbentuk ide progmatik (Programunatic music) atau ide absolut (absolute music). Ide absolute biasanya muncul pada saat seorang komponis berkarya. Ide tersebut datang karena terinspirasi atau terangsang oleh interaksi bunyi yang dibuat.

51

(30)

menggambarkan kicau burung, gemercik air, suara angin, biasanya komponis mendiskripsikan dulu isi cerita karyanya.

Dalam proses penciptaan musik pada komunitas rubiah kontemplatif Gdono ada kemungkinan ide progmatik menjadi inspirasi musik mereka keberadaan ide akan membantu melihat bentuk fisik atau bentuk luar dari musik (form of music) dapat dilihat dalam wujud partitur. Serta sangat mungkin menentukan kesatuan bentuk psikis atau ekspresi jiwa dari musik tersebut (form in music) yang ditangkap oleh pendengaran.

1.5.1.1 Batak toba

Suku Batak sendiri terdiri dari lima sub-suku, antara lain: Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola (lihat Takari dkk, 2008). Suku Batak ini pun bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, dan sebahagian besar dari ke-lima sub-suku ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di perbatasan Sumatera Barat. Dari ke-lima sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya.

(31)

tetapi dalam kehidupan keseharian kata “Batak” itu sendiri lebih diartikan kepada suku Batak Toba.52

Kurang dapat diketahui sejak kapan Silindung, Samosir, dan Humbang

dinyatakan sebagai

dikatakan telah menjadi wilayah yang berbeda sejak jaman pembagian distrik pada

Secara geografis-kultural, masyarakat Batak Toba terbagi dalam empat wilayah yaitu, (1) Silindung, meliputi daerah Sipoholon, Tarutung, Huta Barat, Pahae, Pansur Batu, dan Adian Koting, Muara. (2) Humbang meliputi daerah dataran tinggi Siborong-borong, Sipahutar, Pangaribuan, Dolok Sanggul, dan Tele. (3) Samosir meliputi daerah yang ada di Pulau Samosir yaitu, Tomok, Ambarita, Harian Boho, Simanindo, Pangururan, dan Nainggolan. (4) Toba meliputi daerah-daerah di tepian danau Toba seperti Lumban Julu, Porsea, Balige, dan Bakkara.

Keempat wilayah ini di kalangan masyarakat Batak Toba disebut sebagai

bonapasogit (kampung asal atau kampung halaman). Dari bonapasogit inilah komunitas Batak Toba berimigrasi ke berbagai daerah di Indonesia. Banyak hal yang mendasari atau mempengaruhi migrasi tersebut yakni untuk melanjutkan

52

(32)

sekolah, berdagang, bekerja di luar sektor pertanian atau sengaja merantau untuk mencari lahan pertanian baru (manombang).

Etnik Batak Toba pada masa sekarang ini daerah budayanya meliputi empat Kabupaten di Sumatera Utara, yaitu Kabupaten: (a) Tapanuli Utara, (b) Toba Samosir, (c) Samosir, dan (d) Humbang Hasundutan. Masyarakat Batak Toba tidak hanya yang berdomisili diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba, karena orang Batak Tobapun banyak yang bermigrasi kedaerah-daerah yang lebih menjanjikan penghidupan yang lebih baik. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang merupakan salah-seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba.

Batak Toba yang penulis maksud di sini adalah asal-muasal marga53

Musik merupakan bagian dari kebudayaan atau setiap kebudayaan memiliki musik, musik adalah bagian dari kebudayaan yang dapat mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan karena musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan daerah budayanya meliputi Kabupaten: (a) Tapanuli Utara, (b) Toba Samosir, (c) Samosir, dan (d) Humbang Hasundutan. Dan kata Batak dapat diartikan kepada suku Batak Toba.

1.5.1.2 Defenisi musik populer

(33)

dan universal. Dapat dikatakan seperti itu, karena musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam sistem sosial dan mempunyai fungsi yang sangat luas, contohnya musik yang diadakan untuk menghibur masyarakat seperti di festival, konser atau pagelaran, untuk upacara pernikahan, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan dan lain-lain tergantung kepada konteks penyajian dan jenis musik yang disajikan atau dibutuhkan.

Seiring dengan perkembangan musik saat ini, jenis musik yang paling pesat berkembang adalah jenis musik populer. Menurut Sitompul (1996:1) musik populer dapat berkembang dengan pesat karena diminati dan dimengerti oleh masyarakat dari berbagai tingkatan sosial misalnya dari kalangan bawah sampai kalangan atas khususnya generasi muda. Selain diminati dan dimengerti, segala sesuatu yang berhubungan dengan musik populer dapat dengan cepat menyebar luas di tengah-tengah masyarakat di mana penyebarluasannya melalui media seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya.

Istilah populer dari segi arti kata serta kaitannya dengan istilah folklor

dapat kita lihat dari kutipan berikut:

… Dilihat dari segi arti kata, istilah populer/hiburan harus diartikan dengan musik rakyat, atau musik yang dibuat dan dimiliki rakyat. Defenisi singkat ini langsung menuju pada suatu istilah lain, yaitu “folklor", dimana unsur etnis lebih menonjol. Salah satu kriteria

folklor adalah kenyataan bahwa musik itu biasanya bersifat anonim dan bertradisi secara lisan, sehingga kemungkinan besar senantiasa merubah tanpa dirasakan oleh “folk” (masyarakat) yang memilikinya.54

Istilah populer berhubungan dengan musik rakyat, folklor atau lagu rakyat yang dinyanyikan, diterima oleh sekelompok masyarakat dan merupakan

54

(34)

nyanyian yang disukai oleh masyarakat tersebut. Lagu pop, jenis lagu yang sedang dan paling populer di masyarakat pada suatu periode waktu tertentu. Biasanya akrab dengan dunia remaja dan cepat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.55

Mungkin dari segi ke-etnisan “musik populer” masa kini yaitu musik pop/rock tidak bisa disebut folklor,

56

Perubahan pada perkembangan jaman merupakan bagian dari sejarah munculnya budaya musik populer Batak Toba, dengan berinteraksinya musik tradisional Batak Toba dengan musik Barat, berinteraksi melalui masuknya lembaga gereja. Munculnya budaya musik populer Batak Toba mempunyai berbagai fungsi seperti hiburan, enkulturasi budaya, ekonomi, estetika dan lain-lainnya.

karena musik populer merupakan karya musik yang diciptakan oleh seorang atau sekelompok orang yang kemudian karya musik tersebut dikenal masyarakat melalui media massa, baik itu media cetak atau media elektronik secara tidak terbatas pada satu kelompok masyarakat. Budaya massa atau budaya populer adalah kebudayaan yang didukung oleh masyarakatnya secara umum, dan biasanya berkaitan erat dengan teknologi dan waktu kontemporer, yang termasuk salah satu budaya populer adalah musik etnik atau musik daerah, yang dalam kasus kajian ini adalah budaya musik populer Batak Toba.

55

Soeharto M, op. cit., h. 100.

56

Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Arti, h. “3

(35)

Pada masa sekarang ini struktural musik populer Batak Toba cenderung menggunakan tangga-tangga nada diatonik Barat, dengan menggunakan lirik lagu atau syair dalam bahasa daerah Batak Toba, perpaduan dua ensambel antara musik tradisi Batak Toba dan musik Barat. Pengaruh musik Barat yang di adopsi sedikit-banyak mempengaruhi musik Batak Toba, sehingga menimbulkan istilah-istilah atau identitas sendiri pada musik populer Batak Toba, khusunya per-istilahan di trio pada musik populer Batak Toba, perbedaan setelah proses adaptasi trio pada musik populer Batak Toba yang mempunyai identitas sendiri atau mempunyai istilah sendiri, dalam bahasa Batak Toba dapat kita lihat pada istilah

marlima untuk menyebut alto tinggi/oktaf (jenis suara tinggi/falseto laki-laki) yang menjadi identitas di trio pada musik populer Batak Toba.

Salah satu jenis musik populer daerah (secara umum) di sebut “pop daerah”. Musik ini merupakan versi daerah (regional) dari musik pop Indonesia. Musik pop daerah dekat (dan kadang-kadang sama) dengan pop Indonesia dari segi melodi, harmoni, instrumentasi dasar, ritem, dan sebagainya. Disebut sebagai musik “pop daerah” yang berasal dari daerah tertentu-bukan disebut “pop Indonesia” justru karena musiknya menggunakan bahasa lokal dan kadang-kadang menggunakan instrumen atau timbre yang dianggap khas daerah tersebut.57

Dari beberapa penjelasan di atas yang penulis maksud dengan musik populer Batak Toba adalah musik yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat Batak Toba, dimana lirik lagunya menggunakan bahasa Batak Toba dan perpaduan dua ensambel antara musik tradisi Batak Toba dan musik Barat

57

(36)

atau mencakup musik tradisional dan musik populer yang dalam perkembangannya dibantu oleh berbagai media massa.

1.5.1.3 Defenisi trio

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia58

Dalam musik, trio adalah metode instrumentasi atau vokalisasi oleh tiga suara yang berbeda atau suara untuk membuat musik atau lagu yang merdu. Trio adalah posisi menengah antara duo dan kuartet. Jadi dalam hal ini ada tiga orang penyaji instrument vokal, yang diperkuat oleh pernyataan (Soeharto M, 1992, h. 137),

pengertian trio ada 3 yaitu: 1) tiga serangkai (penyanyi, pemain musik, dsb), 2) tiga sekawan yang selalu bersama-sama sehingga di kenal orang kelompoknya itu, 3) lagu musik yang di gubah dengan tiga suara.

59

Ada beberapa perbedaan dan tambahan yang harus dijelaskan tentang pengertian trio pada musik populer Batak Toba diantaranya adalah mengenai penyebutan per-istilahannya, sopran/mezzo sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi perempuan, alto (jenis suara yang rendah/berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari laki-laki) dan bas/baritone (jenis suara yang rendah/berat dari laki-laki) adalah istilah di musik Barat, berbeda dengan per-istilahan di trio pada musik populer Batak Toba, perbedaan setelah pengertian istilah trio adalah komposisi musik untuk tiga penyaji, baik vokal maupun instrumental. Pada instrumental, misalnya untuk piano, biola dan

cello.

58

Badudu-Zain, 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

59

(37)

proses adaptasi trio pada musik populer Batak Toba yang mempunyai identitas sendiri atau mempunyai istilah sendiri, dalam bahasa Batak Toba dapat kita lihat pada istilah marsada60

Dari beberapa penjelasan di atas trio pada musik populer Batak Toba yang penulis maksud adalah tiga orang penyaji instrumen vokal yang beranggotakan hanya laki-laki atau hanya perempuan atau penggabungan (campuran) laki-laki dan perempuan atau sebaliknya, yang dalam penyajiannya masing-masing mempunyai suara tertentu yang membawakan tiga jenis suara yang menekankan perpaduan harmonis, baik antara suara masing-masing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi antara masing-masing kategori /tipe suara penyanyi (marsada untuk menyebut suara satu atau sopran, mardua

untuk menyebut alto atau suara dua, martolu untuk menyebut tenor atau suara untuk menyebut sopran (suara satu, jenis suara tinggi/rendah laki-laki atau perempuan), mardua untuk menyebut alto (jenis suara rendah/berat laki-laki atau perempuan), martolu untuk menyebut tenor (jenis suara tinggi laki-laki atau perempuan), marlima untuk menyebut alto tinggi/oktaf

(jenis suara tinggi/falseto laki-laki) yang merupakan tambahan, mengingat istilah dan komposisi ini adanya di trio pada musik populer Batak Toba.

Dari segi jumlah penyaji tentu terdapat perbedaan antara bernyanyi dengan format trio dengan duet atau kwartet, trio dengan jumlah tiga penyaji instrumen vokal, sedangkan duet dengan jumlah dua penyaji instrumen vokal dan kwartet

dengan jumlah empat penyaji instrumen vokal.

60

(38)

tiga, marlima untuk menyebut alto tingi/oktaf atau suara lima) dan mempunyai kebiasaan bernyanyi bersama-sama sehingga di kenal orang kelompoknya itu dengan lagu musik yang di gubah dengan tiga suara.

Istilah trio yang dalam hal ini kelompok penyaji instrument vokal, berdasarkan klasifikasi dari ilmu musik dapat diurutkan mulai dari musik, musik vokal, nyanyian orang banyak, nyanyian para biduan, trio. (Mawene, 2004, h. 95)61 klasifikasinya dalam ilmu musik pada bagan di bawah ini:

Paduan Suara Gereja

Gambar Klasifikasi Dari Ilmu Musik

Dengan perkembangan ini maka mulai tumbuh jenis-jenis vokal dan memperoleh bentuk dan peranannya sebagai mana yang ada sekarang ini. Ada 8 jenis penyajian, baik vokal maupun instrumental: 1) Solo, Komposisi musik untuk satu penyaji, baik vokal maupun instrumental. 2) Duet, Komposisi musik untuk dua penyaji, baik vokal maupun instrumental. 3) Trio, Komposisi musik untuk tiga penyaji, baik vokal maupun instrumental. 4) Kwartet, Komposisi musik untuk empat penyaji, baik vokal maupun instrumental. 5) Kwintet, Komposisi musik untuk lima penyaji, baik vokal maupun instrumental. 6) Sektet, Komposisi

61

Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, h.95.

(39)

musik untuk enam penyaji, baik vokal maupun instrumental. 7) Septet, Komposisi musik untuk tujuh penyaji, baik vokal maupun instrumental. 8) Oktet, Komposisi musik untuk delapan penyaji, baik vokal maupun instrumental. Untuk penyajian instrumen vokal dalam jumlah yang lebih besar lagi disebut koor atau paduan suara, ada perbedaan dengan vokal grup atau bernyanyi berkelompok yang dalam penyajiannya biasanya penyanyinya disamping bernyanyi juga bisa memainkan alat musik seperti gitar.

Paduan Suara dan trio merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan, karena merupakan bagian dari nyanyian para biduan seperti yang sudah di jelaskan di atas. Binsar Sitompul,62

Di Batak Toba istilah trio mengacu pada 2 pengertian yaitu trio sebagai tiga orang penyaji instrumen vokal, dan trio sebagai musik vokal. Pengertian trio sebagai tiga orang penyaji instrumen vokal, dapat dilihat dari kutipan wawancara

salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya. Jenis suara yang ia maksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum laki-laki) dan

bas/baritone (jenis suara yang rendah/berat dari laki-laki)

63

62

Binsar Sitompul, 1986. Paduan Suara dan Pemimpinnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, h. 21.

63

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Roganda Simamora (Tarutung 7 January 2013), Pakpahan (Tarutung 12 January 2013).

(40)

“… trio aha do na jadi di undang di pesta i? namarlapatan ma i patuduhon goar ni par trio i, asing ni trio ni par musik, adong do rencana ni hasuhuton mangundang trio Santana, trio Lamtama

dohot trio Marsada di pesta i… ” Artinya:

“… trio apa yang akan di undang? Itu berarti menunjuk pada nama kelompok trio nya, selain trio yang di sediakan pemusik, yang empunya pesta berencana mengundang trio Santana, trio Lamtama

dan juga trio Marsada”.

Kutipan di atas menegaskan pengertian trio sebagai sebutan yang menunjuk pada tiga orang penyaji instrumen vokal

Pengertian trio sebagai trio musik vokal dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut:

“… anggo kekompakan suara do dangadong dope natolap tu trio

Lasidos i, jala dang adong dope natolap pasadahon trio Lasidos asa marsada muse mambahen album baru…”

Artinya:

“… berbicara tentang kekompakan suara, belum ada tandingan trio

Lasidos, dan juga belum ada yang mampu menyatukan trio Lasidos

untuk eksis mengeluarkan album baru… ”

Kutipan di atas menegaskan pengertian trio sebagai sebutan yang menunjuk pada trio sebagai suguhan musik ataupun sebagai musik vokal.

(41)

Di bawah ini penulis mencoba mengurutkan secara ringkas latar belakang sejarah munculnya istilah trio di Batak Toba, menurut penulis ini penting karena mengingat akar musik tradisi, pembagian musik vokal Batak Toba,

1.5.1.3.1 Peran misionaris

64

… Permulaan dan perkembangan polifoni (susunan musik dalam dua suara atau lebih, yang berjalan sekaligus secara berbaris dan setelah abad ke-12 secara independen) muncul sementara

repertoar Cantus Planus Gregorian (musik monofonik) sedang berkembang di seluruh Eropa Barat. Belum ada penjelasan yang pasti mengenai proses bagaimana, mengapa, dan dimana percobaan-percobaan ini terjadi. Ada suatu kelangkaan dalam sumber-sumber informasi tentang ini.

yaitu: lihat ( Ben M Pasaribu 1986), kita tidak pernah jumpai istilah trio dalam hal ini komposisi musik untuk tiga penyaji instrumen vokal yang kita kenal sekarang ini.

Sebelum abad ke 12 lagu-lagu yang dinyanyikan masih satu suara (unisono), paduan suara unisono merupakan tipe perpaduan suara tertua karena pada masa-masa awal perkembangannya, kelompok biduan bernyanyi hanya dengan satu suara (belum di kenal kategori SATB ), namun perkembangan ilmu di Eropa mencapai puncaknya pada abad ke-12 dan ke-13.

65

Polifoni terjadi karena perbedaan-perbedaan jenis suara yang dimiliki manusia, misalnya suara tenor dan bas. Mungkin sekelompok penyanyi membawa suatu cantus menurut bagian suara mereka yang paling enak dan menghasilkan suatu progresi

Tidak ada sumber yang jelas mengenai permulaan dan perkembangan

polifoni. Dari beberapa teori yang di ajukan oleh pakar musik abad pertengahan, penulis mengambil salah satu teori yang menurut penulis paling mendekati.

64

Ben M Pasaribu loc. cit. 65

(42)

interval yang sejajar. (Kadang-kadang hal seperti ini didengar diantara penyanyi-penyanyi awam pada waktu mereka menyanyikan satu kuart atau satu kuin di bawahpola titi-nada yang seharusnya, secara otomatis)”.66

Musik Polifon mencapai jaman keemasannya dalam abad XVI, khususnya antara tahun 1550-1600. Seiring dengan itu, Paduan Suara Gerejawi pun ikut mengalami jaman keemasan tersebut. Akibatnya musik gereja menjadi semakin semarak, dan hal ini mempengaruhi suasana peribadahan.

67

Sekalipun bersikap kritis terhadap penggunaan musik polifon di dalam ibadah gereja, Luther maupun Calvin sebenarnya menyukai jenis musik ini dan peran Paduan Suara Gerejawi yang mengembangkannya, sejauh hal itu membantu kelancaran dan kekhidmatan ibadah.68

Perkembangan paduan suara gerejawi yang pesat di dalam gereja-gereja di Eropa Barat dan Amerika itu pada akhirnya merambat pula ke berbagai benua melalui pekabaran injil yang menumbuhkan gereja-gereja baru. Dengan demikian, paduan suara gerejawi akhirnya dikenal pula di dalam kehidupan gereja-gereja di Indonesia, yang bertumbuh sebagai hasil pekabaran injil gereja-gereja di Eropa dan Amerika itu.

69

Pekabaran injil di Tano Batak yang bertumbuh sebagai hasil pekabaran injil gereja-gereja di Eropa dan Amerika, akhirnya sampai juga di Tano Batak pada tahun 1824, setelah kedatangan Pekabar injil Ward dan Burton, akan tetapi mereka di tolak orang Batak. Kemudian pada tangal 31 Maret 1861, Pdt Van

66Ibid.,

hal. 27.

67

Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, h. 98.

68Ibid.,

h. 27, 28-30.

69

(43)

Asselt yang dilanjutkan Nommensen, akhirnya pekabaran injil berhasil di Tano Batak.

… Keberhasilan Pekabaran Injil (PI) di Tano Batak yang dimulai tahun 1861 tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Word, Burton, Munson dan Lyman. Kedatangan para ilmuan Franz Jung Hun dan Vander Tuuk yang sebelumnya meneliti budaya, bahasa dan Tano Batak… Jika menurut perhitungan 25-30 tahun satu generasi, jadi sudah sekitar 4-5 generasi lamanya sejak tahun 1864, terjadi perubahan besar di Tano Batak, antara lain: Tano Batak terbuka terhadap dunia luar.70

Banyak terdapat perubahan, mulai dari agama, pendidikan dan juga pada musik rakyat Batak, baik musik vokal atau instrumental. Sejak abad 20, yakni sekitar tahun 1900-an. Seni Vokal telah mengalami kemajuan di tanah Batak, terutama di lingkungan penduduk yang beragama Kristen. Pada masa tersebut mulai muncul lagu-lagu seriosa dalam bahasa Batak, di samping itu juga timbul lagu-lagu populer Batak.71

Secara historis, perkembangan musik Batak Toba sudah banyak mengalami perubahan pada masa kolonialis, kedatangan misionaris, perkembangan jaman sehingga menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak Toba, dapat kita lihat dari keberadaan musik tiup (brass band), opera Batak, musik populer, khususnya kedatangan misionaris, karena kehidupan jemaat dan gereja tidak lepas dari hal bernyanyi. Jemaat itulah jemaat yang bernyanyi.72

70

PWT. Simanjuntak, 2011. “Berkat Sekolah Zending, Tano Batak Maju” Horas, Edisi 135. 5-20 Maret, h. 13.

71

Siahaan. N. loc. cit. 72

Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, dikutip dari Jenbise,L. “Djoema’at Itoelah Djoema’at Jang Menjanji”. Skripsi Sarjana pada STT Intim, Ujung Pandang, 1982, h. 1-2.

(44)

PSG mempunyai kedudukan dan peranan di dalam peribadahan dan kehidupan gereja.

PSG dapat berfungsi sebagai berikut.73 Menjadi sekolah musik/menyanyi

bagi para anggota jemaat. Hal ini berarti PSG dapat berperan untuk mengajar dan melatih jemaat bernyanyi dengan baik dan menjadi tempat di mana para anggota jemaat dapat mengembangkan talentanya di bidang seni suara. Hal ini sangat penting mengingat masyarakat Batak Toba yang gemar bernyanyi adalah masyarakat yang mayoritas menganut agama Kristen. Nyanyian para biduan dapat dibagi kedalam tiga bagian, yakni nyanyian solo, nyanyian kelompok vokal atau yang lazimnya dikenal dengan istilah vokal group, dan nyanyian paduan suara.74

Dari penjelasan di atas dan mengingat PSG dinyanyikan dengan empat suara (SATB) dan juga dari pernyataan (Sylado Remy, 1983) … Ketika ‘Indonesia Raya’ masih umum dinyanyikan satu suara, orang-orang Batak telah menyanyikan secara SATB,75 penulis berasumsi istilah-istilah vokal grup dan trio yang dipakai untuk menyebutkan identitas kelompok penyaji vokal di Batak Toba merupakan pengaruh dari kegiatan PSG, yang kebetulan masyarakat Batak Toba mayoritas memeluk agama Kristen.

Budaya atau sifat alami orang Batak Toba dan diperkuat oleh hubungannya dengan falsafah masyarakat Batak Toba yang di sebut dengan

1.5.1.3.2 Sifat alami orang batak toba

73

Ibid., hal. 8.

74Ibid

.,

75

(45)

Dalihan Natolu selalu diartikan atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Tiga Tungku Sejerangan atau Tungku Nan Tiga.

Tungku yang berkaki tiga sangat membutuhkan keseimbangan yang mutlak. Jika satu dari ketiga kaki tersebut rusak, maka tungku tidak dapat digunakan, berbeda dengan kaki lima, jika satu kaki rusak masih dapat digunakan dengan sedikit penyesuaian meletakkan beban, begitu juga dengan tungku berkaki empat. Tetapi untuk tungku berkaki tiga, itu tidak mungkin terjadi, inilah yang dipilih antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula,

pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu. Dalihan Na Tolu

dianalogikan dengan tiga tungku masak di dapur tempat menjerangkan periuk. Maka adat Batak mempunyai tiga tiang penopang dalam kehidupan, yaitu: (1) pihak semarga (in group); (2) pihak yang menerima istri (wife receiving party); (3) pihak yang memberi istri (giving party).76

76

N.Siahaan, 1982. Adat Dalihan Natolu Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakarta: Penerbit Grafindo, h. 35.

Gambar

Gambar Klasifikasi Dari Ilmu Musik

Referensi

Dokumen terkait

Tesis magister seni ini bertajuk “Tiga Lagu Populer Batak Toba dengan Melodi yang Diadopsi dari Musik Barat: Kajian Komparatif Melodi, Makna Teks, dan Respons Pendengar.”

Tinjauan Antropologis Terhadap Perubahan Fungsi Musik Tiup Pada Etnik Batak Toba Di Kota Medan.. lchwan

“ Bentuk Dan Fungsi Musik Gondang Sabangunan Batak Toba Pada Grup Horas Rapolo Musik Di Semarang ” saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

Interelasi Budaya Musik Batak dan Melayu di Sumatera Utara dalam Pluralitas Musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun..

Purba , Mauly dan Pasaribu, Ben dalam buku “ musik populer” pada buku pelajaran kesenian.. nusantara, Universitas

Dari pemaparan diatas, baik melalui elemen-elemen musikal maupun kajian instrumen musik, dapat ditarik kesimpulan bahwa musik tradisional Batak Toba yaitu gondang

meneliti keberadaan orang Batak Toba yang tinggal di Desa Simanduma dengan judul. tulisan yaitu “Orang Batak Toba Di Desa Simanduma

Mengacu pada dasar klasifikasi instrumen maka pada etnik Batak Toba dapat dibuat pengklasifikasian instrumen dari jenis alat-alat musik yang dimainkan dalam bentuk