TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK
TOBA:
ANALISIS SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR MUSIK
T E S I S Oleh
ROY J M HUTAGALUNG NIM. 117037003
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK
TOBA:
ANALISIS SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR MUSIK
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.)
dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROY J.M HUTAGALUNG NIM. 117037003
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
Judul Tesis : TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA: ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK
Nama : Roy J M Hutagalung Nomor Pokok : 117037003
Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Drs.Setia Dermawan Purba, M.Si NIP. 19560828 198601 1 001
Ketua
Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D NIP. 19651221 199103 1 001
Anggota
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua,
Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001
Fakultas Ilmu Budaya Dekan,
Telah diuji pada Tanggal
PANITIA PENGUJI UJIAN SEMINAR TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (………..)
Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu., M.Hum. (..…..………..)
Anggota I : Drs.Setia Dermawan Purba, M.Si (….… ………)
Anggota II : Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D (.………)
ABSTRACT
In this research, I focuse to analyze three aspects of trio in the Batak Toba popular music: (a) historical, (b) functional, and (c) the structure of vocal music. For historical aspect, researcher use continuitis and change theory. Then, to analyzing the functional of trio in Batak Toba popular music I use uses and function theory from Merriam (1964). Beside that, to analyze structure of trio vocal music I use weighted scale theory from Malm (1977) plus harmony theory.
The result of this research shows that trio in Batak Toba popular music which also born in the Batak Toba society, changed continuously in every life such as in technology, politic, economy, education and specially changing in religion, also in social sector that pushed the changing in Batak Toba cultural product. Until now trio in Batak Toba society still stick and get along with their life activities no matter where they live.
The functions of trio music in Batak Toba popular music were as: entertainment, communication, economy, expression of cultural indetity, symbolic representation, continuity of culture. These functions fill the social and cultural systems of Toba Batak society.
Trio in Batak Toba popular music is three people who present vocal instrument that consists of only male or only female members or the mix of male and female members the revearse it’s performance, each one of the member has certain kind of voice. That three kind of voices emphasize the harmonic combination, between each voices when the singers sing together and also emphasize the harmonic balance between each category or singer voice type (marsada means the first voice or sopran, “mardua” means the second voice or
alto, “martolu” means the third voice or tenor, marlima means the fifth voices or
high alto/octave. Trio also has the habit to sing all of those voices together in one
time, that’s why people recognized trio as the group who composed four different kind of voices become only three voice.
Assesment results of the text and musical structure shows the using of diatonic scale is more dominant in the musical analytic structure of Batak Toba trio, and it also had the harmonic and tonality arrangement, influenced by the church music and how trio contectualized the outsider culture such as the
appereance of “Parlima/Marlima”voice in Batak Toba trio.
ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan kajian pada tiga aspek di dalam musik trio pada musik populer Batak Toba, yang mencakup aspek: (a) sejarah, (b), fungsi, dan (c) struktur musik vokalnya. Untuk mengkaji aspek sejarah penulis menggunakan teori kontinuitas dan perubahan. Kemudian untuk mengkaji fungsi musik trio di dalam musik populer pada kebudayaan Batak Toba ini penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi yang ditawarkan oleh Merriam (1964). Di sisi lain, untuk mengkaji struktur musik vokal trio ini penulis menggunakan teori bobot tangga nada yang ditawarkan Malm (1977) dan teori harmoni.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trio pada musik populer Batak Toba lahir pada masyarakat Batak Toba secara berkelanjutan mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan, perubahan di sektor teknologi, politik, ekonomi, pendidikan dan khususnya perubahan di sektor agama, perubahan sosial mendorong perubahan produk kebudayaannya.Trio bagi masyarakat Batak Toba hingga sekarang tetap melekat dalam aktivitas kehidupannya di manapun mereka berada.
Adapun fungsi-fungsi musik trio pada musik populer Batak Toba di
antaranya adalah sebagai berikut: sebagai sarana hiburan, komunikasi, ekonomi, ekspresi identitas kebudayaan, representasi simbolis, dan kontinuitas kebudayaan. Fungsi-fungsi ini adalah untuk memenuhi sistem sosial dan budaya yang terdapat di dalam kebudayaan Batak Toba.
Trio pada musik populer Batak Toba adalah tiga orang penyaji instrumen vokal yang beranggotakan hanya laki-laki atau hanya perempuan atau penggabungan (campuran) laki-laki dan perempuan atau sebaliknya, yang dalam penyajiannya masing-masing mempunyai suara tertentu yang membawakan tiga jenis suara yang menekankan perpaduan harmonis, baik antara suara masing-masing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi
antara masing-masing kategori/tipe suara penyanyi (marsada untuk menyebut
suara satu atau sopran, mardua untuk menyebut alto atau suara dua, martolu
untuk menyebut tenor atau suara tiga, marlima untuk menyebut alto tingi/oktaf
atau suara lima) dan mempunyai kebiasaan bernyanyi bersama-sama sehingga di kenal orang kelompoknya itu dengan lagu musik yang di gubah dengan tiga suara. Hasil pengkajian teks dan struktur musik trio pada musik populer Batak Toba menunjukkan bahwa penggunaan tangga nada diatonik lebih dominan dalam Analisis struktur musik trio pada musik populer Batak Toba, yang juga sudah mempunyai susunan harmoni dan tonalitas yang jelas, hal ini disebabkan
pengaruh dari musik gereja dan bagaimana trio pada musik populer Batak Toba
mengkontekstualisasikan budaya yang datang dari luar budayanya, seperti
munculnya suara Parlima/Marlima.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian
Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak M. Hutagalung dan Ibu
saya H.br Pasaribu, nasehatmu ibu senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku berada. Segala yang Bapak berikan (doa dan nasehat) membawaku mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, saya tidak mampu membalasnya dengan
apapun.
Kepada istri saya tercinta, Lastarida br Simatupang,S.Pd, yang tidak
pernah lelah mendukung dan memotivasi saya dengan moril maupun materil dalam perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini. Tidak lupa trimakasihku kepada anakku yang sangat kucinta dan kusayangi, Juan Samuel Diangelo
Hutagalung dan Matheus Namora Hutagalung. Hanya tesis ini yang dapat saya persembahkan sebagai tanda terima kasih atas cinta dan kasih sayang kalian
Tidak lupa saya berterima kasih kepada abang dan kakak ipar saya, (Pak Joy) Hendrik Hutagalung, SE/Dermawan br Sihombing, (Pak Loemongga) Andi
Parlindungan Hutagalung SH/Emy br Tarigan Amd, S.sos, kakak Sally Natalia Magdalena br Hutagalung S.Pt dan adik saya, Leo Donald Richardo Hutagalung, motivasi dan doa kalian mendukung terselesaikannya pembuatan tesis ini. Semoga
kalian selalu diberkati Tuhan Yesus Kristus Juru Selamat kita.
Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar
bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A. dan Sekretaris, Bapak
Drs. Torang Naiborhu, M.Hum atas bimbingan akademis dan arahan yang diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Muhammad Takari, M.Hum P.hd sebagai Dosen Pembimbing II atas semua
Dosen Penguji Drs. Kumalo Tarigan, M.A., yang memberikan koreksi dan kritikan demi perbaikan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, antara lain: Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Dra. Rithaony, M.A., Drs. Bebas Sembiring, M.Si., atas ilmu
yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi, terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Dan tidak
lupa juga ucapan terima kasih kepada Ibu Corry Aritonang atas segala informasinya. Tidak lupa juga untuk B.Tobing, Dakka Hutagalung, Hilman Padang, Ricky Siregar, Asito Situmeang dan teman-teman pasca sarjana atas
informasinya. Penulis berharap kiranya tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Selain itu juga dapat menjadi sumbangan dalam ilmu pengetahuan, khususnya
dalam bidang Penciptaan dan Pengkajian Seni, serta Etnomusikologi.
Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua pihak, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
pada tesis ini.
Medan, July 2013 Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
1. Nama : Roy J M Hutagalung
2. Tempat/Tgl. Lahir : Tarutung, 23 Mei 1982
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Agama : Kristen Protestan
5. Kewarganegaraan : Indonesia
6. Nomor Telepon : 085372124822
7. Alamat : Jln. D.I Panjaitan no.63 Tarutung.
Kab. Taput
8. Pekerjaan : Dosen STAKPN Tarutung
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Santa Maria lulus tahun 1994
3. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas PGRI 16 Tarutung lulus tahun 2000
4. Sarjana Pendidikan Musik Fakultas Sastra Universitas Negeri Medan lulus
tahun 2007.
5. Mahasiswa Program Studi Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni di
Fakultas Budaya Universitas Sumatera Utara
PENGALAMAN KERJA
1. Tahun 2007-2008
Guru di SMK Parsaoran Hutatinggi
2. Tahun 2009-sekarang
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, July 2013
DAFTAR ISI
1.5.1.3.4 Fenomena trio pada masyarakat Batak Toba……….. 50
BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT DAN KESENIAN BATAK TOBA ... 70
2.1 Geografi Batak Toba ... 70
2.2 Asal-Usul Masyarakat Batak Toba ... 73
2.2.2 Sejarah Batak ... 75
3.3.3.2 Sejarah Perkembangan Trio Pada Musik Populer Batak Toba……… 153
BAB IV FUNGSI DAN ANALISIS STRUKTUR MUSIK TRIO PADA MASYARAKAT BATAK TOBA ... 190
4.1 Fungsi Trio Pada Masyarakat Batak Toba ... 190
4.2 Teks ... 199
4.2.1 Teks Lagu Trio Pada Musik Pada Musik Populer Batak Toba ... 199
4.3 Analisis Struktur Musik ... 214
4.3.2 Bulu Sihabuluan……….. 231
4.3.3 Tapasada Marohanta……… 239
BAB V PENUTUP ... 259
5.1 Kesimpulan ... 259
5.2 Saran ... 260
DAFTAR PUSTAKA ... 261
LAMPIRAN: PARTITUR LAGU TRIO ... 268
GLOSSARIUM ... 278
DAFTAR INFORMAN ………..… 281
ABSTRACT
In this research, I focuse to analyze three aspects of trio in the Batak Toba popular music: (a) historical, (b) functional, and (c) the structure of vocal music. For historical aspect, researcher use continuitis and change theory. Then, to analyzing the functional of trio in Batak Toba popular music I use uses and function theory from Merriam (1964). Beside that, to analyze structure of trio vocal music I use weighted scale theory from Malm (1977) plus harmony theory.
The result of this research shows that trio in Batak Toba popular music which also born in the Batak Toba society, changed continuously in every life such as in technology, politic, economy, education and specially changing in religion, also in social sector that pushed the changing in Batak Toba cultural product. Until now trio in Batak Toba society still stick and get along with their life activities no matter where they live.
The functions of trio music in Batak Toba popular music were as: entertainment, communication, economy, expression of cultural indetity, symbolic representation, continuity of culture. These functions fill the social and cultural systems of Toba Batak society.
Trio in Batak Toba popular music is three people who present vocal instrument that consists of only male or only female members or the mix of male and female members the revearse it’s performance, each one of the member has certain kind of voice. That three kind of voices emphasize the harmonic combination, between each voices when the singers sing together and also emphasize the harmonic balance between each category or singer voice type (marsada means the first voice or sopran, “mardua” means the second voice or
alto, “martolu” means the third voice or tenor, marlima means the fifth voices or
high alto/octave. Trio also has the habit to sing all of those voices together in one
time, that’s why people recognized trio as the group who composed four different kind of voices become only three voice.
Assesment results of the text and musical structure shows the using of diatonic scale is more dominant in the musical analytic structure of Batak Toba trio, and it also had the harmonic and tonality arrangement, influenced by the church music and how trio contectualized the outsider culture such as the
appereance of “Parlima/Marlima”voice in Batak Toba trio.
ABSTRAK
Dalam penelitian ini penulis memfokuskan kajian pada tiga aspek di dalam musik trio pada musik populer Batak Toba, yang mencakup aspek: (a) sejarah, (b), fungsi, dan (c) struktur musik vokalnya. Untuk mengkaji aspek sejarah penulis menggunakan teori kontinuitas dan perubahan. Kemudian untuk mengkaji fungsi musik trio di dalam musik populer pada kebudayaan Batak Toba ini penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi yang ditawarkan oleh Merriam (1964). Di sisi lain, untuk mengkaji struktur musik vokal trio ini penulis menggunakan teori bobot tangga nada yang ditawarkan Malm (1977) dan teori harmoni.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa trio pada musik populer Batak Toba lahir pada masyarakat Batak Toba secara berkelanjutan mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan, perubahan di sektor teknologi, politik, ekonomi, pendidikan dan khususnya perubahan di sektor agama, perubahan sosial mendorong perubahan produk kebudayaannya.Trio bagi masyarakat Batak Toba hingga sekarang tetap melekat dalam aktivitas kehidupannya di manapun mereka berada.
Adapun fungsi-fungsi musik trio pada musik populer Batak Toba di
antaranya adalah sebagai berikut: sebagai sarana hiburan, komunikasi, ekonomi, ekspresi identitas kebudayaan, representasi simbolis, dan kontinuitas kebudayaan. Fungsi-fungsi ini adalah untuk memenuhi sistem sosial dan budaya yang terdapat di dalam kebudayaan Batak Toba.
Trio pada musik populer Batak Toba adalah tiga orang penyaji instrumen vokal yang beranggotakan hanya laki-laki atau hanya perempuan atau penggabungan (campuran) laki-laki dan perempuan atau sebaliknya, yang dalam penyajiannya masing-masing mempunyai suara tertentu yang membawakan tiga jenis suara yang menekankan perpaduan harmonis, baik antara suara masing-masing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi
antara masing-masing kategori/tipe suara penyanyi (marsada untuk menyebut
suara satu atau sopran, mardua untuk menyebut alto atau suara dua, martolu
untuk menyebut tenor atau suara tiga, marlima untuk menyebut alto tingi/oktaf
atau suara lima) dan mempunyai kebiasaan bernyanyi bersama-sama sehingga di kenal orang kelompoknya itu dengan lagu musik yang di gubah dengan tiga suara. Hasil pengkajian teks dan struktur musik trio pada musik populer Batak Toba menunjukkan bahwa penggunaan tangga nada diatonik lebih dominan dalam Analisis struktur musik trio pada musik populer Batak Toba, yang juga sudah mempunyai susunan harmoni dan tonalitas yang jelas, hal ini disebabkan
pengaruh dari musik gereja dan bagaimana trio pada musik populer Batak Toba
mengkontekstualisasikan budaya yang datang dari luar budayanya, seperti
munculnya suara Parlima/Marlima.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyanyi berformat trio sangat banyak dijumpai di Tanah Batak Toba,
yang merupakan salah sat
adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik, yang dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama ialah etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik, yaitu:
Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola,
Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang.1
Etnik Batak Toba memiliki berbagai kesenian, seperti alat musik perkusi
(gondang), sastra (umpasa, tonggo-tonggo, umpama) dan rupa (gorga), tari (tortor), dan lain-lain. Masyarakat Batak Toba ini sejak abad ke-19 telah berinteraksi dengan peradaban Eropa dan agama Kristen Protetan, khususnya dari
organisasi Reinische Mission Gesselschaft (RMG) yang kemudian berubah
menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM). Pada awalnya agama Kristen
Kelompok kedua, adalah etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh Rayeuk, Alas, Gayo, Minangkabau, Banjar, Jawa, Sunda, Bugis, dan lainnya. Kelompok ketiga adalah etnik pendatang Dunia seperti: Tamil, Punjabi, Hokkian, Hakka, Khek,
Kwong Fu, Arab, dan lainnya.
1
Protestan ini berkembang karena usaha gigih seorang misionaris Jerman yaitu Ingwer Ludwig Nommensen. Beliau dalam mengajarkan tata acara peribadatan
gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) memasukkan berbagai gaya musik Eropa. Di antaranya adalah penggunaan gaya homofoni dalam komposisi empat
suara, yaitu sopran, alto, tenor, dan bas (SATB).
Kemudian sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi, budaya musik populer Barat juga masuk ke Indonesia, termasuk ke dalam kebudayaan
etnik Batak Toba. Masyarakat Batak Toba dengan didasari oleh pengalaman kultural sebelumnya, dan antusias mencipta musik populer Batak Toba, mereka melakukan berbagai kreativitas dan akulturasinya dengan budaya Barat, yang
dapat kita lihat pada kutipan di bawah ini.
… Keberhasilan Pekabaran Injil (PI) di Tano Batak yang dimulai tahun 1861 tidak dapat dipisahkan dari kehadiran Word, Burton, Munson dan Lyman. Kedatangan para ilmuan Franz Jung Hun dan Van der Tuuk yang sebelumnya meneliti budaya, bahasa dan Tano Batak… Jika menurut perhitungan 25-30 tahun satu generasi, jadi sudah sekitar 4-5 generasi lamanya sejak tahun 1864, terjadi perubahan besar di Tano Batak, antara lain: Tano Batak terbuka
terhadap dunia luar.2
Musik dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu: (a) musik vokal dan (b) musik instrumental. Menurut Soeharto, trio adalah komposisi musik untuk tiga penyaji, baik vokal
maupun instrumental. Pada instrumental, misalnya untuk piano, biola, dan cello3
2
PWT. Simanjuntak, 2011. “Berkat Sekolah Zending, Tano Batak Maju” Horas, Edisi 135. 5-20 Maret, h. 13.
. Istilah trio pada musik populer Batak Toba adalah tiga orang penyaji vokal, yang
dalam pengelompokannya termasuk dalam musik vokal.
3
Kekompakan bernyanyi sangat penting bagi penyanyi Batak Toba di dalam tradisinya. Masyarakat Batak Toba mempunyai kebiasaan bernyanyi
berkelompok dengan menggunakan harmonisasi. Dapat kita lihat pada kutipan berikut: “Di Indonesia orang-orang Batak termasuk puak (suku bangsa) yang
kebetulan memiliki kebiasaan menyanyi dalam istiadatnya. Ketika Indonesia Raya
masih umum dinyanyikan satu suara, orang-orang Batak telah menyanyikan
secara SATB.”4
Karena orang Batak mempunyai kebiasaan bernyanyi, maka terjadi
kecenderungan orang Batak memiliki kelebihan
Menurut penulis lagu Indonesia Raya seharusnya dinyanyikan
satu suara, jika di ijinkan masyarakat Batak Toba mungkin akan mencoba menyanyikan dengan secara SATB.
5
Dalam penyajiannya, trio di Batak Toba tidak berbeda dengan trio yang ada di luar masyarakat Batak Toba. Contoh trio yang terkenal dalam musik atau piawai dalam bernyanyi. Dalam hal ini untuk menyanyikan suatu lagu dalam 4 suara dibutuhkan
pengetahuan dan latihan yang menjadi rutinitas atau kebiasaan. Sama halnya dengan bernyanyi di trio, pada tingkat kesulitannya bagaimana menjaga keharmonisannya yang tinggi.
4
Remy Sylado, 1983. Musik Pop Indonesia: Suatu Kekebalan Sang Mengapa. Jakarta: Bunga rampai, Gramedia. Dalam Edy Sedyawati (ed), Seni Dalam Masyarakat Indonesia.
5
dr.Sugit Nugroho dalam acara Tau Gak Sih di Trans7 mengatakan “Dari segi medis, bentuk wajah orang Batak, wajahnya sedikit melebar, merupakan salah satu factor juga, karena factor suara dipengaruhi oleh beberapa factor, dari bentuk rahangnya, dan semuanya itu merupakan suatu kesatuan yang aktif mengahadirkan suatu suara…Ada sebuah penelitian sederhana yang menyimpulkan orang Batak pintar bernyanyi karena mereka memiliki rongga
sinuses wajah yang lebih besar. Sinuses adalah rongga yang berisi udara yang letaknya dalam rongga kepala disekitar hidung. Ada 3 pasang rongga sinuses di wajah kita, sinuses frontal di bagian dahi, sinuses maxillary di bagian pipi dan sinuses admoid di bagian hidung, salah satu
populer dalam peringkat nasional, adalah Lex trio, trio Libels, dan lainnya. Dari segi penyajian vokal untuk trio yang umum kita dengar adalah (SATB)
disesuaikan penggunaan jenis suara, seperti: “suara satu” untuk menyebut jenis
suara sopran, “suara dua” untuk menyebut jenis suara alto, dan “suara tiga” untuk
menyebut suara tenor, dan untuk “suara empat” untuk menyebut suara
bas/bariton. Mungkin yang membuat trio di Batak Toba sedikit berbeda adalah
dalam penyajian vokalnya, dan juga yang menjadi ciri kas adalah suara alto yang
sering dinyanyikan 1 oktaf lebih tinggi atau sering disebut parlima6
Aktivitas bernyanyi trio sering juga kita jumpai pada tata acara
peribadahan, acara perkawinan, acara hiburan, festival dan di lapo
dalam bahasa
Batak Toba (penyanyi yang menyanyikan jenis suara alto tinggi). Istilah parlima
muncul untuk menjaga harmonisasi, karena harmonisasi merupakan hal yang
sangat penting pada format bernyanyi trio atau bagaimana para personil trio
menemukan suatu cara/langkah/solusi untuk menjaga harmonisasi dalam format
trio tetap terjaga, struktur musik seperti ini terdapat di Batak Toba. Dalam komposisi musik Barat tidak ada sebutan untuk istilah untuk komposisi suara (parlima) akan tetapi jika dikaji dari struktur musik dapat dikatakan dengan alto
tinggi (alto dinaikkan satu oktaf) yang aransemennya jarang ditemukan. Padahal
istilah-istilah seperti trio, sopran, alto, tenor, bas/bariton yang dalam
aransemennya sangat mudah di jumpai pada musik Barat.
7
6
Seperti pada lagu Bulu–Sihabuluan, Raphon ilu-ilu ki ma ito, yang dibawakan trio Lasidos. Trio ini beranggotakan: Bunthora Situmorang, Jack Marpaung, dan Hilman Padang.
atau kedai
7
“Lapo artinya warung. Lapo di Tapanuli Utara, selain tempat untuk menjual makanan dan minuman, juga memiliki fungsi sosial. Lapo dijadikan tempat berkumpul warga. Warga
tuak. Pada tata acara peribadahan sering kita jumpai penyanyi biduan (berformat trio)8
Guna musik trio ini dalam kebudayaan Batak Toba, adalah seperti pada acara hiburan, menghibur pada acara ulang tahun (misalnya ulang tahun Tapanuli Utara atau ulang tahun pribadi), perayaan Natal, dan menghibur masyarakat
secara langsung (live) melalui kegiatan seperti pagelaran. Pertunjukan langsung
atau tidak langsung, yang biasanya berhubungan dengan hakekat orientasinya
yaitu bisnis serta hasil komersial sebagai tujuan produknya. Di dalam bentuk
festival dapat kita lihat dari maraknya pengadaan acara ini, baik di café atau
festival trio se-kabupaten, dan kegiatan bernyanyi yang paling sering kita lihat dan
dilakukan untuk kesenangan yaitu di lapo atau kedai tuak. Biasanya lagu-lagu
yang dibawakan adalah lagu-lagu trio yang populer. Ada juga beberapa trio atau
penyanyi trio di musik pesta yang latihannya di lapo
yang fungsinya untuk memandu para jemaat bernyanyi. Pada acara
perkawinan, penyanyi trio yang fungsinya untuk mengisi acara hiburan, diiringi
instrumen keyboard. Biasanya yang punya pesta memesan kepada ketua
kelompok pemusik, untuk menyediakan partrio (penyanyi trio). Hampir di setiap
acara perkawinan (yang diselenggarakan oleh kelompok ekonomi menengah ke atas) akan mengundang penyanyi yang berformat trio, dari ketua kelompok musik.
9
televisi”. Dikutip dari Edward Siahaan. 2003. “Tapanuli Utara The Beautiful Land.” Seni (Jurnal Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara), h. 82.
8
Yang dimaksud dengan berformat trio/penyanyi trio/partrio adalah beranggotakan tiga orang penyanyi.
9
Kompas, 3 Februari 2013, h. 13, “Monang Sianipar, pengusaha Batak, yang menjadikan
laponya sebagai tempat nongkrong dan latihan para seniman Batak.”
Menurut Simanjuntak10
Dari pernyataan di atas dan juga penulis sebagai seorang suku Batak Toba
kawasan Silindung, tepatnya di Tarutung, dari masa anak-anak sampai dewasa dan
hingga sekarang masih tetap berdomisili di Batak Toba, penulis berasumsi bahwa
fungsi lapo atau kedai tuak selain untuk menjual makanan
kedai tuak sebagai salah satu tempat orang-orang
berkumpul khususnya orang Batak, dapat juga berfungsi sebagai tempat hiburan.
Hal ini dapat dilihat pada waktu orang-orang bekerja keras seharian untuk mencari
nafkah kemudian datang beramai-ramai ke kedai tuak untuk melepas lelah sambil
menghibur diri dengan diselingi gelak tawa.
11
a. Ende Mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk
menidurkan anak (lullaby),
dan minuman, juga untuk dijadikan sebagai tempat berkumpul warga khususnya orang Batak Toba
yang ingin menghibur dirinya dengan menghabiskan waktunya setelah selesai bekerja dengan cara bermain catur, nonton televisi, ngobrol-ngobrol, untuk
membuka wawasan diri, dan bernyanyi bersama-sama, baik bernyanyi solo atau
trio yang diiringi gitarsambil minum tuak atau kopi panas.
Keberadaan nyanyian, berformat trio, tempat latihan dan sosialisasi di
lapo, tidak dapat dilepaskan dari nyanyian tradisi Batak Toba, sebelum munculnya gaya trio. Menurut Ben.M. Pasaribu, pembagian musik vokal Batak Toba, adalah
sebagai berikut.
10
B.A.Simanjuntak, 1986. Pemikiran Tentang Batak. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nommensen.
11
b. Ende Sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Dinyanyikan pada saat
senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.
c. Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan
“solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu
senggang, biasanya malam hari.
d. Ende Tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai
pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari
dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak
melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman
(halaman kampung) pada malam terang bulan.
e. Ende Sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang
berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat sepi.
f. Ende Pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan
pemberkatan, berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada
keturunannya.
g. Ende Hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem
dan disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa
rangkaian pantun dengan bentuk pola irama AABB yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dinyanyikan oleh seorang yang
h. Ende Andung, adalah merupakan musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikan pada
saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung, melodinya
datang secara spontan sehingga penyanyinya, haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa
motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.12
Untuk melihat faktor-faktor bagaimana penyanyi yang berformat trio di
Batak Toba hingga lahirnya istilah trio yang begitu fenomenal jika dibandingkan dengan daerah di luar Batak Toba, jika dilihat atau dibandingkan dengan keberadaan trio di luar Batak Toba, maka menurut asumsi penulis penyebaran
agama bukanlah faktor satu-satunya, misalnya masyarakat Karo yang juga mayoritas Kristen. Akan tetapi penyanyi yang berformat trio di masyarakat Karo
atau di daerah lain tidak sebanyak di Batak Toba.
Menurut Djohan13 secara psikologis penentuan aktivitas musik termasuk
persepsi dan kognisi ditanggapi secara apriori walaupun perilaku musikal juga
merupakan salah satu aspek penting dari perilaku manusia. Sejauh ini penelitian atas perilaku musikal selalu dihubungkan dengan proses kognitif dan persepsi.
Neisser14 mengatakan bahwa psikologi kognitif dan disiplin terkait menjadi
penting dan secara ekologis merupakan penemuan yang absah dalam proses
penggabungan antara disiplin psikologis dan musik. Gaston15
12
Ben M. Pasaribu,1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan.” Medan: Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusan Etnomusikologi.
13
Djohan, 2003, Psikologi Musik, Yogyakarta: Buku Baik, h. 4.
14
Ibid.,h. 4, dikutip dari Neisser (1997, p.24).
15
E.T. Gaston, 1957. Music Therapy: Factors Contributing to Responses to Music.
KS:The Allen Press, Lawrence, h. 23–30.
mengingatkan bahwa perilaku musikal seharusnya dipelajari melalui psikologi, antropologi, dan sosiologi.
Tidak satu pun masyarakat atau budaya yang tidak memiliki musik, atau setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan
universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik16
Menurut Abler
dan
setiap anggota masyarakatnya adalah musikal. 17
musik memiliki semua karakter penting dari sistem
kimia, genetika, dan bahasa manusia. Kemudian Sloboda18
Dalam interaksi antar manusia terjadi proses saling meningkatkan pemahaman sebagai suatu budaya yang memainkan peran signifikan dalam
mematangkan persepsi dan kognisi. Perkembangan perilaku musik dalam kenyataannya semakin jelas kuat dipengaruhi oleh proses evolusi dalam pikiran.
Musik bukan hanya memberikan anak media interaksi sosial, ruang bebas
resiko untuk mengeksplorasi perilaku sosial tetapi juga memungkinkan akibat secara tegas mengatakan bahwa perasaan manusia terikat dengan bentuk musik karena terdapat konsistensi dalam respon musik yang secara relatif memberikan lingkungan yang
sama. Dikatakannya bahwa secara mendasar terdapat alasan yang kuat untuk
menggunakan pendekatan kognitif dalam mengalami stimuli musik. Interaksi
antara musik dan psikologi tidak dapat dihindarkan karena selain psikolog tertarik dengan interpretasi perilaku manusia juga karena musik sebagai bagian dari seni adalah bentuk perilaku manusia yang unik dan memiliki pengaruh yang kuat.
16
Blacking, J, “Music, Culture and Experience”, University of Chicago Press, London, 1995.
17
Djohan, 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik, h. 7,dikutip dari Abler.
18
sebaliknya berupa potensi aksi dan transaksi yang pada kenyataannya musik secara signifikan dapat merubah sebuah situasi. Dari perspektif kognitif, musik
adalah produk konvensi budaya dan fakta perwujudannya secara seketika dalam
kognisi anggota budaya tersebut.19
Budaya adalah sekelompok orang yang menanggung kebutuhan bersama,
lingkungan, perhatian dan nilai, teridentifikasi serta terpilih secara teratur oleh dunia suara, sensitivitas manusia terhadap suara, produksi suara saat ini, masa lalu
serta yang telah termodifikasi. Kluckohn mengatakan kebudayaan sering diartikan sebagai keseluruhan cara hidup manusia, yaitu warisan sosial yang diperoleh seseorang dari kelompoknya atau kebudayaan dapat dianggap sebagai bagian
lingkungan yang diciptakan manusia.
20
Musik sangat penting bagi aktivitas masyarakat Batak Toba, bernyanyi
bersama-sama dapat dilihat dari pembagian musik vokal Batak Toba,21
19
Djohan, op. cit., h. 13.
20
Clyde Kluckohn, “Cermin Bagi Manusia”, dalam Manusia Kebudayaan dan Lingkungannya, (ed. Parsudi Suparlan), tanpa tahun.
21
Ben M. Pasaribu, 1986. “Taganing Batak Toba: Suatau Kajian Konteks Sabangunan” Skripsi Sarjana USU Fakultas Sastra Jurusna Etnomusikologi, Medan, tentang pembagian musik vokal Batak Toba. Ende Pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “ solo-chorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda dalam waktu senggang, biasanya malam hari. Ende Tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.
khususnya
pada Ende Pargaulan dan Ende Tumba, bagaimana orang Batak menggambarkan
suasana hatinya dan menuangkannya lewat tarian dan nyanyian. Dari beberapa
penelitian tentang apakah musik benar-benar dapat mempengaruhi suasana hati, seperti penelitian yang dilakukan oleh Chastain dkk, yang menemukan bahwa
sehingga subjek dapat lebih memberi perhatian pada kata-kata yang cocok dengan suasana musiknya. Pengaruh musik terhadap perhatian ini dapat menjelaskan
mengapa kata-kata yang tepat lebih mudah diingat. Menurut Lewis dkk, musik dengan kategori positif menghasilkan peningkatan suasana hati yang positif demikian pula musik yang sedih juga menghasilkan peningkatan suasana hati
negatif. Maka disimpulkan bahwa sebuah musik cenderung menimbulkan suasana hati yang sama dalam diri pendengarnya.
Sloboda mengatakan, faktor umum pada semua sampel adalah bahwa musik tidak berperan menghasilkan emosi tetapi lebih menyediakan akses bagi seseorang untuk mengalami emosi yang sudah “ter-agenda”. Pencarian tentang
pemahaman persepsi dalam analisis musik dengan pengertian persepsi pada psikologi kognitif masih terus dilakukan, karena pandangan mengenai persepsi
sebagai suatu proses yang tidak disengaja dan disadari sebenarnya merupakan
domain psikologi, maka pandangan tentang persepsi dalam analisis musik akan gagal bila dihubungkan dengan persepsi dari perspektif kognitif. Menurut
Bruner22
22
J. Bruner. 1990. Acts of Meaning. London: Harvard University Press.
“psikologi kerakyatan” adalah “serangkaian deskripsi normatif mengenai bagaimana seseorang ‘menandakan’, seperti apa pikiran kita, aksi apa yang dapat
diperkirakan, kemungkinan gaya hidup seperti apa, atau bagaimana seseorang melakukan sesuatu”. Analisis musik dalam pandangan “psikologi kerakyatan” merupakan suatu persepsi dari subjek dengan maksud mengintervensi dan
Bruner menyatakan bahwa “belajar psikologi kerakyatan seperti halnya belajar menggunakan bahasa adalah sama seperti kalau kita belajar melaksanakan
transaksi interpersonal dalam kehidupan sehari-hari”. Sementara ini “psikologi kerakyatan” banyak di gunakan dalam menganalisis fenomena musik yang kompleks, walau kenyataannya fenomena tersebut tidak sama bagi pendengar
yang hanya ingin menikmati musik.
Hubungan langsung antara kejadian musik23 atau keterlibatan masyarakat
Batak Toba dengan kegiatan bernyanyi berkelompok atau bagaimana musik itu dipelihara dalam masyarakat dapat dilihat dari keberadaan penyanyi trio di Batak
Toba saat ini. Karl Edmund24 mengatakan bahwa lagu Batak atau Flores sangat
kuat untuk dinyanyikan bersama, didukung juga oleh trio yang merupakan gambaran suatu tradisi budaya yang masih bertahan dan dinikmati masyarakat
Batak Toba, dapat dibayangkan pengalaman seseorang ketika kepuasan emosi seseorang berhasil dengan musik, bebas dari rasa bosan, secara langsung akan mempengaruhi produktivitas serta menghadirkan kegembiraan. Pengalaman
seseorang dalam merespon secara positif menunjukkan bahwa secara umum
mereka merasa nyaman.25
Hal di atas sedikit banyak menerangkan bagaimana sifat orang Batak yang sering berkumpul sehingga memungkinkan adanya kerjasama yang tentunya dalam hal bernyanyi, dan bagaimana masyarakat Batak Toba di dalam kehidupan
23
Shin Nakagawa, op. cit., h. 6, “Untuk menjelaskan musik tersebut kita harus menyadari bahwa musik itu hidup dalam masyarakat; musik dianggap sebagai cerminan system sosial atau sebaliknya”.
24
Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.
25
anggota masyarakat secara individu maupun secara kolektif sering terlibat dalam musik, khususnya musik vokal.
Masyarakat Batak Toba tidak terpisahkan dari kegiatan bernyanyi, baik bernyanyi vokal solo atau berkelompok (pada umumnya trio) baik secara langsung maupun tidak langsung sejak kecil hingga masa tuanya sering terlibat
dalam musik, khususnya musik vokal, sehingga trio berkembang begitu pesat dan menjadi faktor kenapa trio di Batak relatif kuat. Hal ini menggambarkan
bagaimana sifat alami masyarakat Batak Toba dalam mengisi aktifitas masyarakatnya.
Seni suara yang berarti keindahan suara yang di sampaikan kepada orang
lain, misalnya suara manusia yaitu dengan praktek bernyanyi, tentu dengan penampilan suara melalui nyanyian berupa vokal solo, trio, paduan suara dan juga
jenis vokal yang lainnya. Untuk menyatukan perbedaan warna suara (timbre)
bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan, dibutuhkan suatu proses belajar, latihan (kebiasaan) dan pengetahuan tentang musik.
Munculnya budaya trio pada musik populer Batak Toba ini sangat erat kaitannya dengan aspek sejarah, yaitu berinteraksinya musik tradisional Batak
Toba dengan musik Barat, yang salah satu caranya adalah masuk melalui lembaga gereja. Perkembangan musik pada masyarakat Batak Toba khususnya vokal (trio) tidak terlepas dari sejarah perkembangan penginjilan di Tanah Batak pada paruh
misionaris26 nyanyian-nyanyian dan musik gerejani merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para misionaris. Ada tiga cara yang diterapkan oleh
para misionaris pada saat melakukan tugasnya yaitu: berkhotbah, mengajar, dan menyanyi. Sedangkan salah satu ciri khas pengajaran para misionaris adalah lebih menekankan pendidikan melalui musik karena mereka menganggap orang Batak
terkenal suka nyanyian.27
Disekitar tahun 1920-an muncul suatu tradisi hiburan panggung yakni
“opera Batak” yang lebih merupakan bentuk fenomena kesenian urban. Munculnya opera Batak disebabkan karena kebutuhan dari masyarakat urban Batak Toba terhadap satu bentuk seni pertunjukan yang mencirikan budaya Batak
Toba sebagai respon (local counter part) terhadap bentuk pertunjukan opera
bangsawan dari etnis Melayu yang sangat popular pada masa itu. Perkembangan
wilayah nada pada musik masyarakat Batak Toba dapat dilihat dari lagu-lagu karya Tilhang Gultom, antara lain: Sinanggar Tullo, dan juga musik Barat telah Dapat dikatakan istilah trio dikenalkan oleh para misionaris, karena para misionaris yang membawa atau mengenalkan pendidikan
musik Barat di Batak Toba atau istilah trio dulunya ada di Barat dan secara struktural musik populer Batak Toba pada masa sekarang ini cenderung menggunakan tangga-tangga nada diatonik Barat, dengan teks Batak Toba, serta
ensambel campuran antara musik tradisi dan musik Barat.
26
Dasarnya dari latar belakang agama, dengan datangnya nomensen, di sini nomensen mengenalkan tangga nada diatonis, bukan pentatonis, yang pada tata acara peribadahan ada
koornya maka ada pembagian suara SATB, jadi orang Batak pada masa tahun 1961 sudah mengenal tangga nada diatonis.
27
memberi warna tersendiri bagi musik tradisional Batak Toba yang dapat dilihat
dengan pemunculan nada-nada yang diatonis di dalam ensembel Gondang
Hasapi. Opera Batak telah mempengaruhi status serta keterlibatan perempuan
dalam seni pertunjukan di masyarakat Batak Toba yang diikuti dengan munculnya
trio Sitompul Sister pada tahun 1965, trio yang beranggotakan perempuan.
Setelah opera Tilhang Gultom mati suri dan juga faktor larangan upacara bius dan musik gondang atas permintaan Nommensen pada pemerintah kolonial
Belanda pada rentang waktu antara 1898-1938, mengakibatkan banyak interaksi dengan agama Kristen Protestan atau pada masa larangan ini mengakibatkan banyak sekali pengaruh nilai-nilai Barat menggoncangkan kebudayaan tradisi
Batak Toba sampai ke akarnya.
Pertunjukan pada beberapa alat instrumen musik hampir seluruhnya atau
sudah mendekati ketidak berfungsian lagi, karena adanya jenis-jenis pertunjukan lain yang telah muncul dan berkembang. Minat orang Batak Toba pada pertunjukan Barat dan musik pop, baik yang dibawakan oleh orang Batak Toba,
begitu juga dengan grup-grup Indonesia lainnya mengindikasikan kecendrungan
ke arah transethnic dan uniformistic pertunjukan budaya Indonesia.28
28
Artur Simon,1984. “Functional Changes In Batak Traditional Music and Its Role In Modern Indonesia Society”. Monash University Library:Asian Music, Journal Of The Society For Asian Music, Volume XV-2, h. 65.
Kemudian
muncul istilah vokal grup pada masyarakat Batak Toba, lebih melekat kepada penyanyi hotel dan penyanyi penghibur di istana Negara dan juga sebagai media tour seni budaya pemerintah keberbagai Negara, walaupun penyanyi berformat
trio pada musik populer Batak Toba sudah muncul sebelumnya, yaitu trio Marihot
Istilah trio tidak asing lagi bagi orang Batak Toba, dapat kita lihat dari banyaknya trio yang eksis dan masih bertahan dipapan atas musik pop Batak, dan
hampir di setiap pemilik café dan musik dapat kita jumpai penyanyi trio, dan juga
di festival seperti festival yang digelar oleh Palm Garden Cafe29 sehingga banyak
argumen tentang kenapa istilah trio begitu dekat dengan aktivitas masyarakat
Batak Toba. Hal ini di mulai sejak abad 20 yakni sekitar tahun 1900-an. Seni vokal telah mengalami kemajuan di tanah Batak, terutama di lingkungan
penduduk yang beragama Kristen. Pada masa tersebut mulai muncul lagu-lagu
seriosa dalam bahasa Batak, di samping itu juga timbul lagu-lagu populer Batak.30
Karl Edmund31
Perubahan pada masa kolonialis yang behubungan dengan kedatangan misionaris yang menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya
Batak, dan perkembangan jaman mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang terkikis
mengatakan bahwa dalam suku Batak Toba umumnya
musik tradisional berhubungan dengan gondang, yang artinya merupakan iringan
tari (Tortor). Sedangkan lagu daerah Toba sudah sedikit menjauh dari pola ini dan
berbau Barat.
32
29
Sebanyak 38 trio bertarung memperebutkan hadiah total Rp 50 juta dalam enam kategori juara pada festival yang digelar oleh Palm Garden Café pada 22 Pebruari-April 2010. “Palm Garden Gelar Festival”. Horas, Edisi 121. 10-31 Maret, h.58.
30
Siahaan. N, 1964. Sejarah Kebudayaan Batak. Medan: CV.Napitupulu dan sons, h.126-127.
31
Karl Edmund, 1999. Inkulturasi Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. bahkan terlupakan. Dapat kita lihat dari perkembangan, seperti radio,
Mark Kenyton(Penulis adalah
televisi, dan beberapa jenis media elektronik33 lainnya seperti video, kaset, laser disc, tape reel yang dapat dijadikan acuan menjadi sumber perkembangan musik
populer.34
Bahkan karena ketidakkenalan siswa pada genre musik tersebut,
sebagian besar siswa mengidentifikasikan musik vokal tradisional dengan musik pop daerah, yaitu ragam musik pop Indonesia yang berbahasa daerah. Survei juga menunjukkan persentase siswa yang mendengar musik pop daerah dan pop Indonesia tiga kali lebih besar dari persentase siswa yang mendengar musik vokal
tradisional. Sehingga anak-anak bangsa ini lebih ‘familiar’ dengan
musik pop atau R&B dari pada musiknya sendiri. Kondisi ini logis, karena invasi musik popular-pop daerah, pop Indonesia dan pop Barat-telah merambat kemana-mana tidak terkecuali ke desa yang terisolir sekali pun, tentunya lewat berbagai media elektronik.
Kenyataan tersebut dapat kita lihat dari kutipan berikut.
35
Banyak terdapat perubahan pada musik rakyat Batak Toba, baik musik
vokal atau instrumental, dan juga dalam hal penyajiannya, dapat kita lihat dari
keberadaan musik tiup (brass band), opera Batak, musik populer di Batak Toba,
dan istilah trio yang merupakan salah satu bentuk penyajian instrumental dan
puluh Nommensen minta pemerintah kolonial Belanda untuk melarang upacara bius dan musik gondang. Larangan ini bertahan hampir empat puluh tahun sampai pada tahun 1938. Itu merupakan suatu pukulan utama untuk agama tradisi Batak Toba dan musik gondang yang sangat terkait dengan agama tersebut.”
33
Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, h. 2. “… Media elektronik adalah salah satu konteks musik populer yang paling dominan, sulit mencari radio dan televisi yang tidak menyiarkan musik, diantara berbagai ragam musik yang disiarkan media elektronik, musik populer paling dominan ”.
34
Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung: Arti h. 2, “… Pada abad ke-20 muncul sesuatu yang sangat baru lagi, yaitu musik populer (bukan musik rakyat!) yang disebarluaskan melalui media massa. Musik populer ini tidak dapat disamakan dengan musik rakyat, seperti misalnya dalam tradisi etnik-etnik di Indonesia sebab musik populer baru ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan komersial, di mana teknologi reproduksi memungkinkannya”.
35
instrumen vokal, sebagai bagian dari tradisi mereka atau kebudayaan bangsa Barat.36
… Musik tradisional di Indonesia umumnya menganut system oral (lisan). Ini artinya semua teorinya di transmisikan secara oral. Teori mencakup semua aspek tentang musik tersebut, dari aspek belajar mengajar, estetika, pembuatan alat musik sampai pada teknik atau norma-norma pertunjukannya. Dalam konteks belajar-mengajar teori-teori yang sifatnya praktis itu berlangsung secara ‘face to face’. Yang belajar harus mendengar, menyebutkan dan menghafalkannya. Orang yang ingin belajar harus mencari guru; guru dalam hal ini adalah para seniman musik tradisi itu.
Dari sekian banyaknya trio yang pernah eksis dan masih eksis, timbul pertanyaan di benak penulis, bagaimana mereka melatih kemampuan bersolmisasi? Apakah setiap trio mempunyai latar belakang pendidikan musik?
atau hanya faktor kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi, mengingat masyarakat Batak Toba mempunyai tradisi oral.
37
Mengingat hal di atas, maka menimbulkan beberapa pertanyaan dalam benak penulis: Bagaimana munculnya istilah trio dan musik populer Batak Toba,
Apa itu musik populer, bagaimana perkembangan musik populer pada awalnya, kapan masyarakat Batak Toba mengenal istilah trio dan musik populer, apa yang Pernyataan di atas menunjukkan bahwa kebiasaan masyarakat di Sumatera Utara khususnya di Batak Toba bernyanyi dilakukan secara lisan, yaitu lewat kegiatan mendengar, menirukan, dan menghafal.
36
Shin Nakagawa, 2000. Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, h. 5. “… Yang dimaksud musik internasional adalah musik yang tidak mempunyai latar belakang suatu etnis, yaitu etnis internasional. Musik ini muncul sebagai akibat pengaruh teknologi, misalnya musik populer. Musik ini menggunakan instrument hasil teknologi modern, akan tetapi musik ini sebetulnya juga masih berhubungan dengan suatu etnis (etnis Barat), karena teknologi adalah kebudayaan bangsa Barat”.
37
melatar belakangi terbentuknya penyanyi trio, kenapa harus trio, apa peran dan fungsi trio pada musik populer Batak Toba?
Hubungan-hubungan antarbudaya serta proses saling mempengaruhi merupakan suatu hal yang alamiah, terlepas dari cara serta dampak proses tersebut, dan juga karena kesenian sebagai medan ekspresi dan kesadaran yang
paling inti dari salah satu budaya.
Menurut asumsi penulis, penyanyi-penyanyi trio pada musik populer
Batak Toba muncul karena banyaknya talenta-talenta dikarenakan kebiasaan orang Batak Toba bernyanyi dan juga karena perkembangan musik Batak Toba
sudah banyak mengalami perubahan pada masa kolonialis,38 kedatangan
misionaris,39 dan perkembangan jaman,40
Penulis melihat pertanyaan-pertanyaan dan asumsi di atas dapat menjadi salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul “TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA:
ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK.”
sehingga menimbulkan kontak tradisi antara budaya Barat dan budaya Batak Toba.
38
Franki Raden, 1994. “Musik Kontemporer Indonesia: Dinamika Pertemuan Antara Dua Tradisi”, KALAM, edisi 2, h. 12, dalam Dieter Mack, 2004. Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural. Bandung: Arti. “… Suatu saat atau masa dalam perkembangan musik Barat yang telah menyerbu Indonesia melalui jalur kolonialisme… Jika demikian, kenyataan itu mesti dipermasalahkan terlebih dahulu, daripada memuji suatu proses (yang sebenarnya hanya hasil jaman penjajahan), atau dalam istilah Franki Raden “… mencari pertemuan yang ideal antara tradisi budaya musik Indonesia dan Barat…”.
39
Ibid., h. 22, “… tetapi lingkungan kehidupan musik mereka di Tapanuli adalah musik gereja yang merupakan bagian integral dari kebudayaan Barat yang masuk kesana melalui para misionaris Jerman…Pada masa itu hanya pada masyarakat Bataklah manifestasi budaya musik klasik Barat… musik atau lagu-lagu sederhana untuk melibatkan rakyat dalam jaringan keagamaan melalui praktek musik yang mudah dikuasai oleh orang awam…”.
40
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, agar pembahasan lebih terarah
maka yang menjadi titik perhatian penelitian bagi penulis adalah analisis sejarah, fungsi, dan struktur musik trio pada musik populer Batak Toba.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis sejarah Trio pada musik populer Batak Toba.
2. Menganalisis fungsi Trio pada musik populer Batak Toba.
3. Menganalisis struktur musik dari lagu-lagu Trio pada Musik Populer
Batak Toba.
1.3.1 Manfaat Penelitian
Dalam penulisan karya ilmiah ini di harapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca khususnya suku Batak Toba.
Adapun manfaat penulisan ini adalah:
1. Menambah referensi tentang kesenian.
2. Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang penyanyi Trio pada
musik populer Batak Toba.
3. Memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang penyanyi Trio pada
musik populer Batak Toba.
4. Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya dalam hal menganalisis
5. Untuk memperoleh Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
1.4 Tinjauan Pustaka
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan
studi kepustakaan, yakni mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan
dasar-dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan trio pada musik populer Batak Toba secara khusus. Tujuan yang kedua adalah untuk
menghindari penelitian yang tumpang tindih.
Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang
dilakukan menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang mendalam mengenai penyanyi trio pada musik populer Batak Toba terlebih yang menguraikan tentang analisis struktur musik dan syair.
Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan.
Buku-buku acuan tersebut antara lain:
Buku yang ditulis Mawene41 Berjudul Gereja Yang Bernyanyi buku ini
membantu penulis untuk memberikan gambaran tentang sejarah trio dan
klasifikasinya dalam ilmu musik. Buku yang ditulis Djohaan42
41
Mawene M. Th, 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: PBMR ANDI, Yogyakarta.
42
Djohan, 2003. Psikologi Musik. Yogyakarta: Buku Baik.
yang berjudul
musik, perilaku musikal, perilaku manusia dalam mengungkap bagaimana orang Batak Toba suka bernyanyi berkelompok yang tentunya dalam hal ini untuk
mengungkap fenomena trio. Skripsi yang ditulis Ivo Panggabean yang berjudul
“Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Diskografis”,43 Skripsi
Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen, skripsi ini
berisi mengenai Musik Populer, Perkembangan Musik Populer, Musik Populer Dalam Persepsi Batak Toba, Kesejarahan dan Perkembangan Musik Populer
Batak Toba. Buku yang ditulis Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, yang berjudul “Musik Populer”,44 buku ini berisi tentang Musik Populer, Musik Populer di Indonesia, Musik Populer di Indonesia sebelum 1960, Beberapa Jenis Musik
Populer di Indonesia saat ini, Musik Populer Manca Negara dan Pengaruhnya Pada Perkembangan Musik Populer di Indonesia, Tinjauan Ragam Teks Musik
Populer, Konteks dan Fungsi Sosial Musik Populer. Buku yang ditulis Dieter
Mack, yang berjudul Sejarah Musik Jilid 445 buku ini berisi tentang Musik di
Indonesia Setelah Tahun 1945, Musik Populer yang berakar dari suatu proses
campuran antara berbagai sumber, Musik Populer yang berkiblat ke Musik Populer, Manusia Empiris dan Holistik melawan mitos kesenian
Transenden-Pengaruh Barat-Unsur “Populer” Melawan Unsur “Seni”, Seni Populer. Buku
yang ditulis William P Malm yang berjudul Music Cultures of the Pacific,46
43
Ivo Panggabean, 1994. “Musik Populer Batak-Toba Suatu Observasi Musikologi-Diskografis”, Medan: Skripsi Fakultas Kesenian, Perpustakaan Universitas HKBP Nommenssen.
44
Mauly Purba dan Ben M Pasaribu, 2006. Musik Populer. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara.
45
Dieter Mack, 2002. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, h.495-591.
46
William P Malm, 1977. Music Cultures of the Pacific: The Near East and Asia. New Jersey: Englewood Diffs.
unsur-unsur yang perlu di deskripsikan dalam melihat suatu melodi, Buku yang ditulis
Dieter Mack yang berjudul Ilmu Melodi,47
Pendekatan sejarah melalui perspektif seni yang di kaji dengan kajian
metodologi penelitian seni atau yang biasa disebut metode lintas disiplin hampir di sepanjang sejarah, di dalam metodologi penelitian seni tidak cukup belajar buku ini membahas tentang beberapa
contoh gaya melodi dari jaman ke jaman yang di analisa untuk menciptakan bagaimana membuat melodi yang baik.
1.5 Konsep Dan Landasan Teori
Pada sub bab di bawahini akan dijelaskan tentang konsep dan landasan
teori yang berlaku umum yang dijadikan acuan ataupun kerangka kerja untuk membahas seluruh masalah dalam tesis ini. Trio pada musik populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, dan Struktur Musik. Dengan demikian, dalam penelitian
ini, penulis memfokuskan permasalahan kajian kepada tiga aspek utama, yaitu: (1) sejarah, (2) fungsi, dan (3) struktur musik. Ketiga hal ini memiliki kaitan yang
erat dalam konteks mengkaji musik populer Batak Toba.
1.5.1 Konsep
Kajian sejarah dalam hal ini adalah menekankan kepada aspek ruang dan waktu yang dilalui oleh trio pada musik populer Batak Toba, mencakup seniman,
masyarakat pendukung, dari masa ke masa. Untuk mengkaji masa ini
dipergunakan pula pembabakan (periodisasi).
47
produknya saja tetapi juga belajar manusianya, seni mempunyai beberapa dimensi yang di antaranya adalah dimensi sejarah, contoh: keberadaan trio pada musik
populer Batak Toba.
Untuk memandu dalam pendekatan sejarah, penulis mengacu pada Panggabean (1994:30-39) musik Batak Toba dapat dibuat penggolongannya
kepada empat masa, yaitu: (a) tradisi, (b) transisi, (c) modernisasi, dan (d) konstilasi. Masa tradisi dan transisi perlu penulis paparkan terlebih dahulu untuk
melihat periodisasi perkembangan sebelum munculnya trio pada musik populer Batak Toba, mengingat trio pada musik populer Batak Toba muncul pada masa modernisasi.
Menurut penulis, sebelum masuk pada masa modern yang merupakan masa munculnya trio, masa tradisi dan transisi perlu dipaparkan terlebih dahulu
untuk menjembatani ke masa modern, ciri-ciri ke-arah masa modern sudah dimulai pada masa tradisi dan transisi. Penyajian vokal pada masa tradisi sifatnya masih homofoni atau istilah trio belum muncul pada masa tradisi, kemudian masa
transisi penyajian vokalnya sudah berkembang menjadi polifoni dengan masuknya pengaruh musik gereja, peristilahan musik Barat yang dikenalkan misionaris
memungkinkan istilah trio yang merupakan istilah Barat sudah dikenal pada masa ini akan tetapi untuk penyanyi trio belum muncul pada masa transisi.
Masa tradisi merupakan masa awal keberadaan musik suku Batak Toba
atau masa masih original musik pendukungnya, kemudian pada masa transisi
merupakan masa pada masyarakat Batak Toba yang secara berkelanjutan
Toba, pemaparan masa ini untuk melihat masa sebelum munculnya gaya trio. Periodisasi ini diharapkan dapat menuntun untuk melihat perkembangan hingga
munculnya trio pada musik populer Batak Toba pada masa modern.
Setiap masyarakat/budaya memiliki musik atau dapat dikatakan setiap orang memerlukan musik. Musik adalah perilaku sosial yang kompleks dan
universal. Setiap masyarakat memiliki apa yang disebut dengan musik48
Penyajian atau pertunjukan trio pada musik populer Batak Toba dilakukan sangatlah bervariasi dan tujuannya ada yang disajikan untuk hiburan pribadi
semata dan juga yang dipertunjukkan untuk kepentingan umum, pertunjukan bersifat komersial (misalnya dengan menjual karcis masuk) maupun pertunjukan
bersifat gratis. Sebagian dilakukan sebagai hiburan dalam suatu perayaan/upacara, dan setiap anggota masyarakatnya adalah musikal akan tetapi musik bukanlah genre
seni dan unsur kebudayaan yang berdiri sendiri.
Musik memiliki pengaruh yang kuat atau musik merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dengan budaya. Musik merupakan suatu budaya yang
mencerminkan aspek sosial kemasyarakatan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang, musik secara signifikan dapat merubah sebuah situasi, karena
musik mampu mengekspresikan berbagai hal yang terjadi dalam sistem sosial sehingga musik mempunyai fungsi yang sangat luas, misalnya musik diadakan untuk menghibur penguasa di istana, untuk upacara yang bersifat ritual, hiburan,
untuk upacara pernikahan dan lain-lain, tergantung kepada konteks penyajian dan
jenis musik yang dibutuhkan.
48
demi kepentingan masyarakat atau keluarga, misalnya perkawinan, kematian, dan lain-lain. Sebagian lagi disajikan untuk kepentingan politik atau propaganda. Ada
yang dilakukan tanpa mengharapkan pamrih (amatiran), namun adapula untuk tujuan mencari nafkah (profesional). Pertunjukan dapat juga dilakukan di tempat tertutup atau dilapangan terbuka. Di samping itu, banyak pertunjukan trio pada
musik populer Batak Toba yang dilakukan untuk kepentingan bisnis/industry musik, termasuk konser, festival dan lain-lain.
Fungsi di dalam penelitian ini adalah fungsi sosiobudaya, yaitu bagaimana sebuah institusi sosial sebagaimana halnya trio pada musik populer Batak Toba dapat menyumbangkan berbagai fungsi dalam masyarakat atau bagaimana trio
pada musik populer Batak Toba bisa memenuhi kebutuhan dan melayani keinginan masyarakat penggunanya, serta bagaimana trio pada musik populer
Batak Toba tersebut berperan dalam kehidupan masyarakat, misalnya hiburan, integrasi sosial, identitas budaya, dan lain-lain.
Suatu proses kehidupan sosial atau aktivitas suatu masyarakat (comunity)
dapat dikatakan tidak fungsional apabila aktivitas tersebut tidak mampu lagi memberikan sumbangan bagi sistem sosialnya. Sebaliknya, fungsi menunjukkan
proses kehidupan sosial atau aktivitas komunikasi bagi kelangsungan hidup struktur sosial yang mewadahinya dalam sebuah sistem. Dalam keadaan ini, kesenian dalam kehidupan sosial, dalam penelitian ini trio pada musik populer
Batak Toba dapat dipandang sebagai bagian dari proses kehidupan sosial yang berperan bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat Batak Toba di
Untuk mengamati suatu genre seni tentu saja tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat pendukungnya. Dalam hal ini Malinowski, seorang tokoh
antropologi dalam bidang fungsionalisme, menyatakan bahwa fungsi bukan hanya sekedar hubungan praktis tetapi juga bersifat integratif, dalam arti mempunyai fungsi hubungan dengan lingkungan alam yang berkaitan dengan kompleksitasnya
(Malinowski 1987:165-171).
Menurut Merriam musik dipergunakan dalam situasi tertentu yang menjadi
bagian darinya, fungsi ini dapat atau tidak dapat menjadi fungsi yang lebih dalam, contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu dapat dianalisis sebagai kontinuitas dan kesinambungan
kelompok biologis (keturunan). Mekanismenya adalah seperti penari, pembaca doa, ritual yang diorganisasikan, dan kegiatan-kegiatan seremonial,
“penggunaan” menunjukkan situasi musik dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” memperhatikan pada sebab yang ditimbulkan oleh pemakaiannya, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari apa yang
dilayaninya.
Fungsi trio pada musik populer Batak Toba yang penulis maksud di sini
adalah fungsi yang dihasilkan oleh musik dari trio dan sekaligus trio itu juga ada fungsinya, dan kedua hal ini akan dikaji kemudian membedakan dan mengaitkan atau menghubungkan antara makna guna dengan makna fungsi.
Dalam analisis struktur musik penulis menfokuskan pada struktur musik vokalnya, ada tiga lagu trio yang akan penulis analisis antara lain: lagu trio
Bulu Sihabuluan, lagu trio Lamtama yang berjudul Tapasadama Rohanta. Pemilihan judul ini berdasarkan pertimbangan untuk melihat keunikan/ciri khas
gaya bernyanyi trio pada musik populer Batak Toba.
Struktural adalah suatu kegiatan sosiobudaya pada prinsipnya memiliki pola-pola tertentu. Misalnya trio pada musik populer Batak Toba dibentuk oleh
unsur-unsur melodi dan teks. Melodi sendiri memiliki bidang-bidang seperti tangga nada, wilayah nada, kontur, dan sejenisnya. Teks terdiri dari: baris, rima
(persamaan bunyi), maksud atau isi, makna konotatif, gaya bahasa, diksi, dan lain-lain.
Dieter Mack (2001) mengatakan: “Seandainya kita lihat situasi dalam
bidang musik, kiranya tidak terdapat seorangpun di seluruh dunia yang berpendapat bahwa dia selesai dengan proses belajar tentang musik, sebab
pengetahuan tentang semua jenis musik merupakan suatu yang mustahil”.49
Namun demikian perlu disadari bahwa tidak ada metode analisis yang berlaku secara umum (untuk seluruh musik), karena setiap masyarakat mempunyai latar belakang berbeda-beda… Selain itu, musik juga berkembang dalam masyarakat yang selalu berubah; kita harus dapat menemukan metode analisis yang cocok untuk masing-masing musik tersebut”.
Dan di dukung oleh pernyataan Shin Nakagawa:
50
Banyak Pendapat mengenai musik, dan pada umumnya akan di sesuaikan
dengan tujuan dan kebutuhan yang ingin di capai, salah satu faktornya adalah karena dari sekian banyak konsep musik, akan tetapi tidak ada satu konsep musik
49
Dieter Mack, 2001. Pendidikan Musik: Antara Harapan dan Realitas. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia-Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
50
yang dapat dijadikan sebagai defenisi untuk mewakili seluruh keberadaan musik secara representatif.
Dalam rangka tujuan penelitian ini, akan dikemukakan satu rumusan yang dipilih khusus. Musik adalah peristiwa getaran, merupakan hasil interaksi getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber getar dengan penggabungan
beberapa unsur dan teratur untuk mengungkapkan ide. Di dalam bunyi sudah
terkandung jenis atau warna (timbre) dan waktu (durasi) yaitu interaksi dari nilai
waktu yang terkandung oleh bunyi maupun bukan bunyi, yang sering di sebut ritme.
Bunyi bisa dari berbagai organ atau instrument, waktu tidak dibahas dalam
bentuk yang terpola saja. Suatu bunyi di katakan musik tergantung pada pendekatan kata yang pasti bahwa bunyi datang dari dalam maupun dari luar diri
kelompok.51
Dapat dikatakan musik absolut adalah musik yang semata-mata
merupakan keindahan dari elemen-elemen musikal yang ada, ide tersebut terstimulasi pada komponis untuk meramu bunyi. Ide progmatik datang dari satu inspirasi diluar bunyi, sehingga bunyi tersebut dapat menggambarkan atau
menceritakan tentang ide tersebut. Sebagai contoh, seorang komponis
Ide bisa berbentuk ide progmatik (Programunatic music) atau ide
absolut (absolute music). Ide absolute biasanya muncul pada saat seorang
komponis berkarya. Ide tersebut datang karena terinspirasi atau terangsang oleh
interaksi bunyi yang dibuat.
51
menggambarkan kicau burung, gemercik air, suara angin, biasanya komponis mendiskripsikan dulu isi cerita karyanya.
Dalam proses penciptaan musik pada komunitas rubiah kontemplatif Gdono ada kemungkinan ide progmatik menjadi inspirasi musik mereka keberadaan ide akan membantu melihat bentuk fisik atau bentuk luar dari musik
(form of music) dapat dilihat dalam wujud partitur. Serta sangat mungkin
menentukan kesatuan bentuk psikis atau ekspresi jiwa dari musik tersebut (form in
music) yang ditangkap oleh pendengaran.
1.5.1.1 Batak toba
Suku Batak sendiri terdiri dari lima sub-suku, antara lain: Karo,
Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola (lihat Takari dkk, 2008).
Suku Batak ini pun bermukim di daerah pegunungan, wilayah darat, dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, dan sebahagian besar dari ke-lima sub-suku
ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di perbatasan Sumatera Barat. Dari ke-lima sub-suku ini, Batak Toba merupakan suku yang paling banyak jumlahnya.
Dari berbagai studi kita dapat menemukan bahwa Suku Batak terdiri dari lima sub-etnis bahkan ada beberapa penulis yang menambahkan bahwa orang