2-1
BAB 2
GAMBARAN UMUM
DAN KONDISI WILAYAH
KOTA PEMATANGSIANTAR
2.1. Kondisi Umum
2.1.1 Profil Geografi
Kota Pematangsiantar secara geografis terletak di bagian tengah Sumatera Utara, terletak pada
garis 2° 53’ 20” Lintang Utara (LU) dan 99° 1’ 00” - 99° 6’ 35” Bujur Timur (BT) pada peta
bumi dan berada di tengah-tengah kabupaten Simalungun. Letak geografis Kota Pematangsiantar
ditunjukkan pada Gambar Peta 2.1.
Wilayah administrasi Kota Pematangsiantar terbagi menjadi 8 kecamatan. Luas wilayah
2-2 Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Pematangsiantar
2-4
2-5 Gambar 2.2 Batas Administrasi Kota Pematangsiantar
2-6 2.1.2 Profil Demografi
Penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 mencapai 234.698 jiwa yang tersebar pada 8
(delapan) kecamatan, dimana Kecamatan Siantar Utara merupakan kawasan yang memiliki
jumlah penduduk terbanyak dengan 46.423 jiwa, sementara Kecamatan Siantar Marimbun
merupakan kawasan dengan jumlah penduduk terkecil, yaitu 14.642 jiwa. Adapun kepadatan
penduduk tertinggi terjadi di Kecamatan Siantar Utara diikuti Siantar Barat dan Siantar Timur
yaitu masing-masing 12.719 jiwa/km2, 10.915 jiwa/km2 serta 8.508 jiwa/km2. Hal ini
mengindikasikan bahwa kegiatan perdagangan dan jasa terkonsentrasi di ketiga kecamatan
tersebut sedangkan di sisi lain kecamatan-kecamatan yang mengalami kepadatan penduduk
sedang dan rendah merupakan area yang didominasi oleh permukiman maupun pertanian. Dari
segi jenis kelamin, penduduk berjenis kelamin perempuan di Kota Pematangsiantar pada tahun
2010 berjumlah 120.137 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 114.561 jiwa (sex ratio sebesar
95,36).
A. Penggunaan Lahan
Dari hasil interpretasi foto satelit tersebut diperoleh informasi penggunaan lahan (land-use) Kota
Pematangsiantar yang meliputi peta penggunaan lahan dan tabel penggunaan lahan. Hasil
interpretasi menunjukkan bahwa terdapat 24 kategori pemanfaatan ruang di Kota
Pematangsiantar, yang dibagi dalam 3 kategori yaitu non-urban, urban dan utilitas. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan terbesar di Kota Pematangsiantar adalah sebagai
2-7 Gambar 2.3 Penggunaan Lahan di Kota Pematangsiantar
Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032
Dari angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan Kota Pematangsiantar
masih didominasi oleh kelompok non urban (pertanian) yang meliputi 63.88% dari total wilayah
kota, dimana sawah merupakan komponen terbesar. Sementara penggunaan lahan kelompok
urban hanya meliputi 32.36% dari total wilayah kota. Angka-angka tersebut juga menunjukkan
bahwa Kota Pematangsiantar tidak memiliki lahan/area dengan kategori ‘kawasan lindung’ yang
meliputi hutan primer, hutan sekunder, rawa dan sebagainya.
B. Laju Pertumbuhan Penduduk
- Populasi (2011) : 243,053 jiwa
- Populasi (2015) : 279,557 jiwa (proyeksi)
- Jumlah Kepadatan : 3,148 jiwa/km2
Jenis Kelamin
-Laki : 52,23%
-Perempuan : 54,90 %
-Usia Tengah (median) : 35 tahun
-Lulusan Perguruan Tinggi (S1-S3) : 2,37%
2-8 ,0 10000,0 20000,0 30000,0 40000,0
0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+
Lk
Pr
Gambar 2.4 Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032
Berdasarkan rumus proyeksi yang ada maka jumlah penduduk dan kepadatan penduduk (per
2-9 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tahun 2012-2017
Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032
C. Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Struktur pendidikan penduduk Kota Pematangsiantar dicirikan dengan besarnya proporsi
penduduk tamat SMTA (44,43%), diikuti oleh kelompok penduduk tamat SD (26,34%) dan
tamat SMTP (24,26%). Sementara kelompok tamat diploma/sarjana hanya sebesar 2,37% (Tabel
2-10 Tabel 2.3Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas Menurut Tingkat Pendidikan
No. Ijazah Tertinggi Jumlah (Jiwa) Persentase
1 Tidak/belum pernah sekolah 439 0.22
2 Tidak/belum tamat SD 4,751 2.38
3 Tamat SD 52,581 26.34
4 Tamat SMTP 48,429 24.26
5 Tamat SMTA Umum 88,694 44.43
6 Tamat Diploma/Sarjana 4,731 2.37
199,626 100.00
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Pematangsiantar, 2008.
Gambar 2.5 Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sumber : RTRW Kota Pematangsiantar Tahun 2012-2032
Berdasarkan angka tersebut, dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Pematangsiantar pada
umumnya memiliki kualitas SDM yang relatif baik, di mana hal ini berimplikasi dengan
berbagai hal. Pertama, kondisi ini menunjukkan tingginya kesempatan berkembang dan
mengembangkan kegiatan ekonomi baru di mana kedua hal tersebut menunjukkan tingginya
potensi pengembangan sektor-sektor perkotaan yang membutuhkan tenaga kerja terdidik. Tidak/belum pernah
sekolah
Tidak/belum tamat SD
Tamat SD
Tamat SMTP
Tamat SMTA Umum
Tamat
2-11 D. Struktur Penduduk Berdasarkan Tingkat Mata Pencarian
Pada Tahun 2008, struktur mata pencaharian Kota Pematangsiantar dicirikan dengan
dominannya sektor perdagangan dan jasa sebagai sumber mata pencaharian penduduk, yaitu
masing-masing 38,76% dan 24,14%. Sementara sektor lainnya masing-masing memiliki
proporsi yang relatif rendah, seperti industri (9,41%), pertanian (8,81%), konstruksi (7,97%),
angkutan (7,24%) dan keuangan (2,66%). Adapun sektor mata pencaharian terendah adalah
pertambangan dan penggalian (0,25%) (Tabel 2.4).
Tabel 2.4 Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang bekerja menurut Pekerjaan Utama
No. Lapangan Usaha Utama Jumlah (Jiwa) Persentase
1 Pertanian 17,587 8.81
2 Pertambangan dan Penggalian 499 0.25
3 Industri 18,785 9.41
4 Listrik, Gas dan Air 1,517 0.76
5 Konstruksi 15,910 7.97
6 Perdagangan 77,375 38.76
7 Angkutan dan Komunikasi 14,453 7.24
8 Keuangan 5,310 2.66
9 Jasa 48,190 24.14
10 Lainnya 0 0.00
Jumlah 199,626 100.00
Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Pematangsiantar, 2008.
Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersier sudah menjadi mata pencaharian sebagian
besar penduduk Kota Pematangsiantar (lebih dari 80% penduduk). Sementara sektor primer dan
sekunder bersama-sama hanya menyumbang 18% dari total lapangan kerja. Angka tersebut
mempertegas data PDRB di mana sektor tersier merupakan sektor terbesar dalam perekonomian
kota. Selanjutnya informasi ini juga menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan kota
di mana penyediaan ruang bagi pengembangan sektor-sektor tersier menjadi prioritas pemerintah
2-12 2.1.3 Profil Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Pematangsiantar atas dasar harga berlaku pada
tahun 2010 sebesar 4.163.437,74 juta rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan oleh sektor
perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 34,02%. Sedangkan sektor yang paling kecil
memberikan sumbangan terhadap PDRB adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu
sebesar 0,02%. PDRB Kota Pematangsiantar atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun
2010 sebesar 2.038.9241,45 juta rupiah atau naik sekitar 112.625,8 juta rupiah. Sedangkan
PDRB per kapita atas dasar harga berlaku penduduk Kota Pematangsiantar pada tahun 2010
sebesar 17.739.554 rupiah (meningkat sebesar 10,82% dari tahun 2009).
Pertanian : 2,72%
Listrik, Gas dan Air Bersih : 1,40%
Bangunan : 5,05%
Industri Pengolahan `
`
: 22,23%
Keuangan : 13,40%
Pengangkutan dan Komunikasi : 9,24%
Jasa-jasa : 11,91%
Perdagangan,hotel,dan restoran : 34,02%
2-13 a. Sektor Pertanian
Sektor pertanian Kota Pematangsiantar meliputi
sub sektor tanaman pangan, tanaman perkebunan,
peternakan dan perikanan. Komoditas yang
dihasilkan meliputi padi, biji sawit, yang
sebagian besar diolah dan dipasarkan melalui
sentra-sentra pemasaran di Kota Pematangsiantar.
Secara keseluruhan, sektor pertanian memberikan nilai output 103 miliar rupiah, atau
2,99% dari total PDRB Kota Pematangsiantar. Sektor ini juga menjadi lapangan
pekerjaan bagi penduduk sebanyak 17.587 jiwa (8,8% dari total angkatan kerja). Karena
itu pengembangan sektor ini cukup strategis baik bagi perekonomian kota maupun mata
pencaharian penduduk. Meskipun demikian, sektor pertanian Kota Pematangsiantar
memiliki arti penting lain yang membuatnya strategis bagi kebijakan pengembangan
Kota Pematangsiantar, yaitu: Sektor pertanian, khususnya sub sektor tanaman pangan,
memiliki nilai strategis secara nasional sehingga keberadaannya harus dipertahankan
(sesuai dengan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan) demi ketahanan pangan nasional.
Sebagian besar lahan pertanian di Kota Pematangsiantar merupakan sawah beririgasi
teknis, sehingga memang sudah diarahkan sebagai salah satu sentra pertanian oleh
pemerintah. Dengan demikian, alih fungsi lahan pertanian tersebut menyebabkan konflik
terhadap kebijakan pemerintah. Lahan pertanian di Kota Pematangsiantar mencakup area
yang luas, yaitu 4.308 Ha (Sumber: Kota Pematangsiantar Dalam Angka, 2009), tersebar
di beberapa kecamatan dan umumnya mengambil tempat di sekitar jalur sungai. Hal ini
membuat keberadaannya sangat berpotensi untuk sekaligus menjadi ruang terbuka hijau
2-14 b. Sektor Industri
Sektor industri merupakan sektor penting di Kota Pematangsiantar karena telah menjadi
salah satu sektor pendorong pada periode awal perkembangan kota. Secara historis,
industri Kota Pematangsiantar dikenal menghasilkan rokok putih dan tepung tapioka
yang dipasarkan hingga ke mancanegara. Dewasa ini, terdapat berbagai jenis industri
seperti industri makanan, industri tekstil, industri logam, serta meliputi industri
besar/sedang dan industri kecil.
Tabel 2.5 Jumlah Unit Industri Besar/Sedang dan Industri Kecil Tahun 2008
No. K e l o m p o k I n d u s t r i Jumlah Industri Besar Kecil
1 Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau 23 164
2 Industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit 10 42
3 Industri Kayu dan Barang-barang Dari Kayu 2 30
4 Industri Kertas Percetakan dan Penerbitan 2 54
5
Secara keseluruhan, sektor industri memberikan nilai output sebesar 882 miliar rupiah,
atau 25,5% dari total PDRB Kota Pematangsiantar. Sektor ini juga menjadi lapangan
pekerjaan bagi penduduk sebanyak 18.785 jiwa (9,41% dari total angkatan kerja).
Karena itu sektor industri memiliki arti penting bagi Kota Pematangsiantar sehingga
menjadi penyumbang PDRB kedua terbesar (setelah sektor perdagangan) di Kota
Pematangsiantar merupakan sektor basis sehingga keberadaannya merupakan penentu
bagi berbagai sektor/tenaga kerja non basis. Sektor industri Kota Pematangsiantar
merupakan bagian dari sistem agro bisnis Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi, di mana
2-15 merupakan sub sistem pengolahan. Sektor industri merupakan mata pencaharian
penduduk yang terdidik.
c. Sektor Perdagangan
Sektor perdagangan memegang peranan penting dan menjadi sektor dengan pertumbuhan
paling pesat selama satu dekade terakhir. Sektor ini pada awalnya digerakkan oleh
kegiatan perdagangan grosir maupun retail yang berlokasi di sekitar Pasar Horas dan
Pasar Parluasan, namun selanjutnya berkembang sehingga mencakup perdagangan
modern, seperti supermarket, rumah makan dengan merk nasional dan internasional.
Kegiatan perhotelan juga terlihat mengalami perkembangan dengan lokasi saling
berdekatan dengan perdagangan dan rumah makan. Saat ini kegiatan perdagangan,
rumah makan dan hotel tersebar di 4 kecamatan pusat kota; Siantar Utara, Siantar Timur,
Siantar Selatan dan Siantar Barat. Pada Tahun 2008, sektor perdagangan menghasilkan
nilai output sebesar 1,05 triliun rupiah, atau 30,33% dari total PDRB Kota
Pematangsiantar sehingga menjadi sektor penyumbang terbesar dalam pembentukan
PDRB kota. Sektor perdagangan memiliki arti penting bagi Kota Pematangsiantar yaitu:
Sektor ini menjadikan Kota Pematangsiantar sebagai pusat koleksi dan distribusi
komoditas pertanian dan industri bagi wilayah dataran tinggi Sumatera Utara terutama
Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Samosir, Humbang Hasundutan dan Tapanuli
Utara. Sektor ini menjadi mata pencaharian terbesar penduduk Kota Pematangsiantar.
Pada Tahun 2008, sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sebesar 77.375 jiwa atau
38,76% dari total tenaga kerja. Sektor perdagangan meliputi kegiatan perdagangan kaki
lima yang memiliki elastisitas penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
d. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Sektor keuangan menghasilkan nilai output sebesar 411,1 miliar rupiah, atau 11,89% dari
total PDRB Kota Pematangsiantar, sehingga menjadikannya sebagai sektor keempat
terbesar dalam pembentukan PDRB. Sektor keuangan merupakan salah satu sektor yang
mengalami pertumbuhan output paling signifikan disamping sektor perdagangan.
Perkembangan sektor keuangan merupakan dampak langsung dari pertumbuhan
2-16 e. Sektor Jasa-Jasa
Sektor jasa-jasa menghasilkan nilai output sebesar 418,6 miliar rupiah, atau 12% dari
total PDRB Kota Pematangsiantar, sehingga menjadikannya sebagai sektor ketiga
terbesar dalam pembentukan PDRB. Sektor jasa-jasa meliputi jasa pemerintahan dan jasa
kemasyarakatan (pendidikan, kesehatan, peribadatan dsb). Salah satu faktor yang
mendorong besarnya kontribusi sektor jasa-jasa dalam perekonomian Pematangsiantar
adalah karena banyaknya unit-unit kegiatan skala besar seperti perguruan tinggi (mis.
STT Nomensen, Universitas Simalungun), Rumah Sakit Umum dan pusat-pusat
peribadatan.
Faktor lainnya adalah banyaknya kantor pemerintahan di mana sebagian merupakan
perwakilan dari tingkat provinsi (balai/kanwil) maupun instansi Pemkab Simalungun. Di
sisi lain, berbagai fasilitas pendidikan, kesehatan dan peribadatan tersebut secara historis
memiliki peran dan kualitas yang menentukan dalam skala regional.
Sebagai contoh, STT Nomensen telah menjadi
salah satu sekolah tinggi agama paling
berpengaruh di Provinsi Sumatera Utara,
sementara SMUN 2 dan SMU Budi Mulia telah
menjadi unggulan dalam skala regional.
Demikian pula RSU Djasemen Saragih dan RSU
Horas Insani memiliki wilayah pelayanan skala
regional. Secara keseluruhan kondisi ini
menjadikan sektor jasa-jasa menghasilkan output
ekonomi dan lapangan kerja yang signifikan.
Dalam waktu mendatang, pengembangan sektor
tersebut perlu diakomodasi secara spasial dalam
2-17 f. Kondisi Keuangan Daerah
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Pematangsiantar atas dasar harga berlaku
pada tahun 2010 sebesar 4.163.437,74 juta rupiah dengan kontribusi terbesar diberikan
oleh sektor perdagangan, Hotel dan Restoran yaitu sebesar 34,02%. Sedangkan sektor
yang paling kecil memberikan sumbangan terhadap PDRB adalah sektor pertambangan
dan penggalian yaitu sebesar 0,02%. PDRB Kota Pematangsiantar atas dasar harga
konstan tahun 2000 pada tahun 2010 sebesar 2.038.9241,45 juta rupiah atau naik sekitar
112.625,8 juta rupiah. Sedangkan PDRB per kapita atas dasar harga berlaku penduduk
Kota Pematangsiantar pada tahun 2010 sebesar 17.739.554 rupiah (meningkat sebesar
10,82% dari tahun 2009).
Tabel 2.6
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Pematangsiantar Tahun 2010
NO PENDAPATAN JUMLAH (Rp)
1 Bagian Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu
2 Bagian Pendapatan Asli Daerah 24.087.112.660.000
3 Bagian Dana Perimbangan 367.202.506.300.000
4 Bagian Pinjaman Daerah
5 Lain-lain Penerimaan yang Sah 66.646.848.480.000
TOTAL 457.936.467.440.000
PENGELUARAN JUMLAH (Rp)
1 Belanja Rutin 334.914.333.000
2 Belanja Pembangunan 149.482.133.900.000
TOTAL 149.817.048.233.000
2-18 Profil Sosial Budaya
Pada tahun 1970-an Kota Pematangsiantar mendapat predikat sebagai kota pendidikan di
Propinsi Sumatera Utara. Dari tahun ke tahun jumlah sekolah semakin meningkat mulai
dari tingkat dasar hingga tingkat perguruan tinggi. Hal ini diharapkan mampu
meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM yang tersedia untuk memajukan Kota
Pematangsiantar ke arah yang lebih baik.
Pada tahun 2010 jumlah sarana pendidikan yang tersebar di 8 kecamatan untuk tingkat
TK sebanyak 24 unit dimana jumlah murid yang diajar oleh 164 guru sebanyak 2.779
orang. Sedangkan untuk tingkat SD dan MI jumlah sekolah sebanyak 168 unit dimana
sebanyak 30.781 orang murid diajar oleh 1.463 orang guru. Selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 2.9. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sarana pendidikan untuk tingkat
TK dan SD lebih terpusat di Kecamatan Siantar Barat.
Tabel 2.7 Jumlah Sekolah, Murid, Guru Tingkat TK dan SD Tahun 2010
No Kecamatan TK SD + MI
2-19 unit dengang jumlah murid sebanyak 13.116 orang dan guru tetap sebanyak 576 orang. Untuk
data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.10 berikut ini:
Tabel 2.8 Jumlah Sekolah, Murid, Guru Tingkat SMP, SMU dan SMK Tahun 2010
No Kecamatan SMP + MTs SMU + MA SMK
Sumber : Pematangsiantar dalam Angka, 2011
Rasio antara murid dan guru menunjukkan jumlah murid yang ditangani oleh setiap guru. Hal ini
secara umum juga dapat diartikan apakah jumlah guru yang ada sudah mencukupi atau belum.
Semakin tinggi nilai rasionya (diatas rasio wajar) maka kebutuhan akan guru sangat diperlukan
dan sebaliknya. Berdasarkan jenjang pendidikannya terlihat bahwa tingkat rasio tertinggi berada
2-20 Faktor pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat Kota Pematangsiantar
sehingga setiap orang tua mengharapkan anaknya untuk melanjutkan ke jenjang perguruan
tinggi. Selain ke Perguruan Tinggi di luar kota, minat untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi di
Pematangsiantar pun cukup tinggi. Hal ini terlihat dengan jumlah Perguruan Tinggi yang ada
semakin bertambah dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 terdapat 17 Perguruan Tinggi yang
terdiri dari 2 Universitas, 6 Sekolah Tinggi dan 9 Akademi, di mana jumlah mahasiswanya
secara keseluruhan sebanyak 15.379 orang dan Dosen yang mengajar sebanyak 740 orang.
Tabel 2.9 Jumlah Perguruan Tinggi (PT) Tahun 2010
Dari segi kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Kota Pematangsiantar pada tahun 2011
mencapai 29.850 jiwa atau sekitar 11,08 % dari jumlah penduduk yang ada atau setara dengan
7.148 Pra Keluarga Sejahtera 1. Dari tabel 2.12 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk miskin
tersebar di seluruh kecamatan dimana jumlah terbanyak terdapat di Kecamatan Siantar Timur
yaitu 5.863 jiwa, lalu diikuti Kecamatan Siantar Martoba sebesar 5.704 jiwa. Sedangkan
penduduk miskin yang terkecil terdapat di Kecamatan Siantar Marihat dengan jumlah 966 jiwa.
2-21 Tabel 2.10 Jumlah Penduduk Miskin dan KK per Kelurahan, Tahun 2011
2-22 Pembangunan sektor kesehatan di Kota Pematangsiantar telah berhasil menyediakan sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan masyarakat. Pada periode tahun 2010 ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan di Kota Pematangsiantar terdiri atas 7 (tujuh) buah rumah sakit dari
berbagai kategori dengan jumlah kapasitas keseluruhan 664 tempat tidur (TT). Salah satu yang
terbesar adalah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Djasamen Saragih, dengan kapasitas
220 TT, yang dilayani oleh 25 orang dokter umum, 9 orang dokter gigi dan 26 orang dokter
spesialis. Rumah sakit yang tersebar di berbagai kecamatan tersebut dibantu oleh Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Puskesmas Pembantu (Pustu), Balai Pengobatan Umum
(BPU) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Berikut tabel sarana dan prasarana kesehatan
yang tersedia di Kota Pematangsiantar:
Tabel 2.11 Sarana dan Prasarana Kesehatan, Tahun 2010
No Jenis Sarana dan Prasarana Kesehatan Jumlah (Unit)
1 Rumah Sakit Umum 1
2 Rumah Sakit Swasta 6
3 Puskesmas 17
4 Puskesmas Pembantu 10
5 BPU (Balai Pengobatan Umum) Swasta 19
6 Posyandu 241
7 Apotek 29
8 Klinik Keluarga Berencana 39
Sumber : Pematangsiantar dalam Angka, 2011
g. Potensi Bencana Alam
Pengenalan akan potensi/kerawanan kebencanaan merupakan faktor penting dalam perencanaan
tata ruang. Karena perencanaan tata ruang merupakan tindakan pengalokasian kegiatan
pemanfaatan ruang pada suatu ruang. Oleh karena itu, agar pemanfaatan ruang optimal (sesuai
dengan kebutuhan dan daya dukung lahan) maka hal pertama yang menjadi pertimbangan adalah
apakah lahan tersebut sangat kecil potensi terjadi bencananya. Semakin rawan besar potensi
bencananya maka semakin tidak diijinkan untuk kegiatan yang bersifat permukiman dan
2-23 Jika dilihat dari kondisi Kota Pematangsiantar, maka secara singkat dapat dilihat potensi
bencana ada yaitu bencana banjir, longsor dan gempa. Karena kondisi topografi dan morfologi
dari Kota Pematangsiantar adalah datar dan memiliki atau dilalui cukup banyak sungai dan anak
sungai sehingga ada kemungkinan terjadi banjir dan longsor pada curah hujan yang tinggi.
Bencana alam yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh adanya gerakan tanah dan adanya gunung
berapi yang mungkin menyebabkan gempa maupun letusan gunung berapi.
h. Potensi Bencana Longsor.
Bencana tanah longsor terjadi karena proses alamiah dalam perubahan struktur muka bumi, yang
dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab antara lain: fenomena alam, seperti curah hujan, tata
air tanah, struktur geologi, aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak. Sejalan
dengan proses pembangunan yang berkelanjutan, perlu diupayakan pengaturan dan pengarahan
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dengan prioritas utama untuk menciptakan kembali
keseimbangan ekologis lingkungan. Langkah yang diambil adalah melalui kegiatan penataan
ruang, dengan penekanan pada pengendalian pemanfaatan ruang.
Pada umumnya kawasan rawan longsor merupakan kawasan dengan tingkat curah hujan
rata-rata yang tinggi, atau kawasan rawan gempa, serta dicirikan dengan kondisi kemiringan lereng
lebih curam. Dalam kawasan ini sering dijumpai alur-alur dan mata air, yang pada umumnya
berada di lembah-lembah dekat sungai. Kawasan dengan kondisi seperti di atas, pada umumnya
merupakan kawasan yang subur, sehingga banyak dimanfaatkan untuk kawasan budidaya,
terutama pertanian dan permukiman. Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat terkait
dengan tingkat kerentanan kawasan terhadap longsoran, mengakibatkan masyarakat kurang siap
dalam mengantisipasi bencana, sehingga dampak yang ditimbulkan apabila terjadi bencana
longsor, akan menjadi lebih besar. Di samping kawasan dengan karakteristik tersebut di atas,
beberapa kawasan yang dikategorikan sebagai kawasan rawan longsor, meliputi Lereng-lereng
pada kelokan sungai, akibat proses erosi atau penggerusan oleh aliran sungai pada bagian kaki
lereng. Daerah tekuk lereng, yaitu peralihan antara lereng curam ke lereng landai, yang ada
permukimannya, karena berdasarkan penelitian pada kondisi hidrologi lereng, (Karnawati, 2000)
2-24 dari bagian lereng yang lebih curam. Akibatnya daerah tekuk lereng sangat sensitif mengalami
peningkatan tekanan air pori, yang akhirnya melemahkan ikatan antar butir-butir partikel tanah
dan memicu terjadinya longsoran. Daerah yang dilalui struktur patahan (sesar), yang menjadi
kawasan permukiman. Daerah ini dicirikan oleh adanya lembah/sungai dengan lereng curam
(>40) dan tersusun oleh batuan yang terkekarkan (retak-retak) secara intensif atau rapat, serta
ditandai dengan munculnya beberapa mata air pada sungai/lembah tersebut. Retakan-retakan
batuan tersebut dapat mengakibatkan lereng mudah terganggu kestabilannya, sehingga dapat
terjadi jatuhan atau luncuran batuan apabila air meresap dalam retakan saat hujan, atau apabila
terjadi getaran pada lereng. Di sisi lain terjadinya longsor dipengaruhi oleh gerakan tanah yang
terjadi. Berikut perkembangan gerakan tanah yang terjadi di Kota Pematangsiantar:
Tabel 2.12 Perkembangan Gerakan Tanah Yang Terjadi di Kota Pematangsiantar
No. Kecamatan POTENSI GERAKAN TANAH
Tahun 2008 Tahun 2009
1 Siantar Barat Menengah Rendah
2 Siantar Timur Menengah Rendah
3 Siantar Selatan Menengah Rendah
4 Siantar Martoba Menengah Rendah
5 Siantar Sitalasari Menengah Rendah
6 Siantar Marihat Menengah Rendah
7 Siantar Marimbun Menengah Rendah
Sumber:Homepage : http:/www.vsi.esdm.go.id - Pusat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi–Departemen EnergiDan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia
Keterangan :
Menengah : Daerah yang mempunyai potensi menengah untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona
ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, terutama pada daerah yang
berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan.
2-25 Jika dilihat dari tabel di atas terlihat terdapat beberapa kecamatan pada tahun 2008 memiliki
potensi gerakan tanah menengah, yang meliputi hampir seluruh Kota Pematangsiantar kecuali
Siantar Utara. Pada tahun 2009, tidak terdapat potensi gerakan tanah sama sekali di Kota
Pematangsiantar dan ini menunjukkan bahwa untuk bencana yang muncul dari adanya gerakan
tanah, seperti longsor, akan sangat kecil terjadi.
Dalam konteks potensi bencana longsor yang dapat terjadi di Kota Pematangsiantar, beberapa
indikasi faktor penyebabnya berdasarkan pemicunya adalah:
Kota Pematangsiantar memiliki 4 sungai yang melintas (lihat analisis hidrologi) yang cukup
besar dan dengan banyak kelokan sungai, Kota Pematangsiantar memiliki curah dan intensitas
hujan yang tidak begitu tinggi tetapi memiliki banyak aliran sungai, sehingga rentan akan
terjadinya longsor pada wilayah sekitar aliran sungai (DAS).
h. Potensi Bencana Banjir
Bencana banjir dapat dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dipicu
oleh beberapa faktor penyebab, antara lain: Fenomena alam, seperti tingginya curah hujan, iklim,
dan kondisi geomorfologi wilayah; Aktivitas manusia (Proses Man-Made) yang tidak terkendali
dalam mengeksploitasi alam, yang mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak.
Sejalan dengan proses pembangunan yang berkelanjutan, diperlukan upaya pengaturan dan
pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, dengan prioritas utama untuk
menciptakan kembali keseimbangan ekologis lingkungan. Sehubungan dengan masalah banjir,
langkah yang diambil adalah melalui kegiatan penataan ruang, dengan penekanan pada
pengendalian pemanfaatan ruang, serta kegiatan rekayasa teknis yang mendukung proses
2-26 Terkait dengan kawasan rawan bencana banjir, kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang
dilaksanakan melalui upaya penanggulangan untuk meminimalkan dampak akibat bencana yang
mungkin timbul. Kondisi ini tidak bisa dipisahkan dari pola pengendalian pemanfaatan ruang di
bagian hulu, dalam lingkup wilayah sungai (WS) dan dalam lingkup kecil pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS).
Permasalahan banjir yang terjadi selama ini, sangat terkait dengan adanya fenomena alam dan
perilaku manusia dalam penyelenggaraan/pengelolaan alam. Konsep dasar yang harus dipahami
dalam penyelenggaraan/pengelolaan banjir adalah: Perlu adanya pemahaman dasar terkait
dengan pengertian dan ruang lingkup keseimbangan ekosistem, yang mempunyai limitasi
pemanfaatan; Diperlukan pola pengelolaan ruang kawasan rawan bencana banjir, sebagai
langkah nyata dalam mendukung upaya pengendalian; Terjadinya penyimpangan terhadap
konsistensi, terkait dengan kesesuaian dan keselarasan, antara rencana tata ruang dengan
pemanfaatannya, baik pada kawasan hulu maupun hilir.
Permasalahan banjir hanya dapat direduksi, sehingga dampak yang ditimbulkan dapat ditekan
seminimal mungkin. Dengan demikian, secara prinsip masalah banjir tidak dapat dihilangkan
atau ditiadakan sama sekali, sehingga menjadi tanggung jawab kita bersama untuk melakukan
pemantauan dan penanganan melalui penyediaan sarana dan prasarana, sehingga dampak negatif
dapat direduksi semaksimal mungkin.
Dalam konteks potensi bencana banjir yang dapat terjadi di Kota Pematangsiantar, beberapa
indikasi faktor penyebabnya berdasarkan pemicunya adalah Kota Pematangsiantar memiliki 4
Sungai yang melintas (lihat analisis sumber daya air), yaitu Bah Bolon, Bah Kapul, Bah
Sigulang-gulang dan Bah Sibarang-barang.
Kota Pematangsiantar memiliki dataran rendah yang sangat luas sebesar >50% (lihat analisis
topografi dan kelerengan), atau dapat dikatakan seluruhnya datar, sehingga air sulit mengalir
2-27 i. Potensi Bencana Gempa Bumi
Potensi bencana gempa bumi dapat terjadi di wilayah rawan bencana gempa bumi, baik darat
maupun laut dan tidak dapat diprediksi pola dan keberadaannya, tetapi potensi yang
diakibatkannya pada tingkat yang rendah. Beberapa faktor yang memungkinkan untuk
menimbulkan potensi bencana gempa bumi adalah sebagai berikut:
Adanya gunung-gunung berapi di wilayah sekitar, baik yang berada langsung di wilayah
tersebut maupun yang berada di luar wilayah yang berdekatan.
Adanya wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi gempa bumi atau rentan dan memiliki
riwayat kejadian gempa bumi yang berada di wilayah sekitar.
Kondisi geologi atau batuan yang memang rentan akan terjadinya gempa bumi.
Gempa bumi merupakan bencana yang sampai saat ini belum terprediksi kapan terjadinya dan
seberapa besar potensi suatu wilayah akan terjadinya gempa, baik yang bersifat tektonik maupun
gempa vulkanik. Untuk wilayah Kota Pematangsiantar, juga demikian. Hal yang menimbulkan
adanya potensi gempa bumi di wilayah Kota Pematangsiantar adalah adanya gunung berapi di
beberapa wilayah di sekitarnya, seperti gunung berapi di Simalungun, Gunung Sibayak dan
Sinabung di Tanah Karo. Faktor lainnya adalah adanya riwayat gempa bumi di wilayah sekitar
seperti di wilayah Danau Toba, yang apabila terjadi juga akan terasa getaran dan dampaknya di
wilayah Kota Pematangsiantar.
2.2. Kondisi Prasarana Bidang Cipta Karya
2.2.1. Sub Bidang Air Minum
Cakupan pelayanan PDAM Tirta Uli tidak hanya dalam wilayah Kota Pematangsiantar, tetapi
juga mencakup wilayah Kabupaten Simalungun, yakni di wilayah Kecamatan Siantar. Pada
tahun 2007, cakupan pelayanan untuk wilayah Kota Pematangsiantar adalah sebesar 76% dari
jumlah penduduk, dan untuk wilayah Kabupaten Simalungun sebesar 35% dari jumlah penduduk
2-28
Sistem penyediaan air bersih di Kota Pematangsiantar mempergunakan sistem perpompaan, hal
ini disebabkan karena kondisi topografi yang berbukit-bukit dan juga dikarenakan sumber air
yang diambil sebagian besar berasal dari sungai bawah tanah. Berikut ini adalah instalasi air
minum yang dikelola oleh PDAM Tirta Uli berdasarkan lokasi dengan karakteristiknya
2-29 Tabel 2.14 Sumber Air Baku PDAM Tirta Uli
No Lokasi Sumber Air Tahun
11 Mata Air Simarimbun Dolok 1997 8,34 Perpompaan
12 Sumur Bor PT Anggi 1953 14,81 Perpompaan
13 Sumur Bor Jl Kertas 1986 11,25 Perpompaan
14 Sumur Bor Jalan Asahan 1983 10,14 Perpompaan
15 Sumur Bor Sabang 1940 10,86 Perpompaan
16 Sumur Bor Merauke 2002 1,38 Perpompaan
17 Sumur Bor Jalan Jambu 2004 5 Perpompaan
18 Sumur Bor Jalan Bakung 2004 6,57 Perpompaan
19 Sumur Bor Nommensen 2010 5,43 Perpompaan
20 Sumur Bor SMP I 2010 Perpompaan
21 Sumur Bor Puskesmas Bah Tongguran 2010 5 Perpompaan
22 Sumur Bor Jl Perwira - - Perpompaan
Total 782,62
Sumber : PDAM Tirta Uli Pematangsiantar
Sedangkan untuk tingkat penjualan air bersih dari PDAM Tirta Uli mengalami kenaikan setiap
tahunnya, sedangkan jumlah kehilangan air mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu
2-30 Tabel 2.15 Tingkat Penjualan dan Kehilangan Air
No Tahun
Sumber : PDAM Tirta Uli Pematangsiantar
Tabel 2.16 Data Pengelolaan Air Bersih
Data Umum
Jumlah Penduduk Administrasi (Jiwa) 249.985
Jumlah Penduduk Wilayah Pelayanan (Jiwa) - Cakupan Pelayanan Terhadap Penduduk Wilayah Pelayanan
(%) -
Cakupan Pelayanan Terhadap Penduduk Administrasi (%) 79,12
2-31
Total Kapasitas Termanfaatkan (l/dtk) 785
Jumlah Air Terdistribusi (m3/thn) 22.351.569
Jumlah Air Terjual (m3/thn) 15.329.839
Data Keuangan
Biaya Operasional (Rp./thn) (Sudah termasuk penyusutan &
bunga) 31.390.960.656
Total Penerimaan (Rp./thn) 27.747.588.260
Sumber : PDAM Tirta Uli Pematangsiantar
2.2.2. Sub Bidang Persampahan
Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang persampahan diatur dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, dan Di Kota Pematangsiantar
diatur dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Pematangsiantar Nomor 9 Tahun
1992 tentang Wajib Bersih Lingkungan, Keindahan dan Ketertiban Umum. Satuan kerja
2-32 Pematangsiantar yang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh seorang
Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota dalam
melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di
bidang kebersihan. Sesuai Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 3 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah. Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar
mempunyai susunan organisasi sebagai berikut:
1. Kepala Dinas
2. Sekretariat
3. Bidang Penyusunan Program dan Pelaporan
4. Bidang Kebersihan Permukiman
5. Bidang Angkutan Sampah
6. Bidang Pemeliharaan TPA dan TPSS
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah (UPTD)
2-33
Gambar 2.7 Peta Lokasi Infrastruktur Utama Pengelolaan Air Limbah Domestik
2-34 Dalam menyelenggarakan tugasnya, Dinas Kebersihan mempunyai fungsi sebagai berikut:
- perumusan kebijakan teknis dan penyusunan program kegiatan operasional pelaksanaan
pembangunan, pengelolaan, peningkatan sarana dan prasarana di bidang kebersihan;
- penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum sesuai dengan lingkup
tugasnya;
- pengelolaan rekomendasi perizinan di bidang kebersihan;
- pengelolaan administrasi umum yang meliputi pekerjaan ketatalaksanaan, keuangan,
kepegawaian dan perlengkapan/peralatan.
Tabel 2.17
Daftar Pemangku Kepentingan Yang Terlibat Dalam Pengelolaan Persampahan
No Fungsi Instansi
1 Regulator Pemerintah Kota dan DPRD
2 Operator Dinas Kebersihan
3 Koordinator Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdako
Pematangsiantar
4 Penegakan Hukum Satuan Polisi Pamong Praja
Sumber : Bagian Hukum Setdako, Kota Pematangsiantar
Tabel 2.18
Daftar Peraturan Perundang-Undangan Terkait Pengelolaan Persampahan
No Peraturan Tentang
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah
2 Undang-Undang No 18 Tahun 2008 Pengelolaan Sampah
3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Kesehatan
5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 21/PRT/2006
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
6
Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar Nomor 2 Tahun 2011
Perubahan Peraturan daerah Kota Pematangsiantar Nomor 3 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah
7 Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar
Nomor 5 Tahun 2011
Retribusi Daerah
8 Peraturan Walikota Pematangsiantar Nomor 28 Tahun 2011
Uraian Tugas dan Fungsi Dinas-Dinas Daerah Kota Pematangsiantar
2-35 Yang sangat perlu diparhatikan dalam pengelolaan sampah antara lain:
1. Sistem dan Cakupan Pelayanan
Secara umum pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah Kota Pematangsiantar
melalui 3 tahapan kegiatan, yaitu: pengumpulan, pengangkutan, dan pemrosesan
akhir/pengolahan. Pengumpulan sampah lingkungan/domestik, jalan, pasar dan institusi
dilakukan dengan cara pengumpulan dengan gerobak sampah yang kemudian
mengumpulkannya di TPSS serta penempatan beberapa bak Container di titik-titik
tertentu yang pengangkutannya ke TPA dengan menggunakan Dump Truck dan Armroll.
2. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPSS)
Salah satu pendukung utama dalam pengelolaan sampah adalah sarana dan prasarana
yang memadai yakni Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS). Berdasarkan data
dari Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar hingga saat ini memiliki 571 unit TPSS
yang tersebar di seluruh wilayah Kota Pematangsiantar, namun TPSS tersebut sudah
banyak yang mengalami kerusakan sehingga menyebabkan sampah berserakan,
menimbulkan bau yang tidak sedap, menjadi sumber penyakit dan menyumbat saluran
air.
3. Tempat Pemrosesan Akhir
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang dimiliki Pemerintah Kota Pematangsiantar adalah
seluas 2 Ha dan masih bersifat sewa di mana pada akhir tahun 2011 telah berakhir masa
sewanya. Sampah yang telah diangkut ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dapat
mengalami proses lanjutan. Teknologi yang digunakan dalam proses lanjutan yang umum
digunakan adalah:
Pengumpulan/pemilahan sampah organik dan anorganik
Pengolahan pupuk kompos
Pengolahan dengan sistem 3R (Reduce, Reuse dan Recycle)
Berdasarkan data Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar bahwa jumlah penduduk Kota
Pematangsiantar pada tahun 2010 mencapai 234.885 jiwa dengan luas daerah sekitar 79,971
km², sedangkan jumlah masyarakat yang terlayani hanya mencapai 164.420 jiwa atau sekitar
70% dengan luas daerah yang terlayani sekitar 55.980 km². Selain itu data Dinas Kebersihan
2-36 729,820 kg/hari dengan perhitungan timbulan sampah per jiwa rata-rata 2,5 kg per jiwa
yakni (2,5 x 234.885 jiwa = 587.213 kg/hari) dan timbulan sampah dari jalan, instansi dan
pasar mencapai 142,607 kg/hari, kemampuan pengangkutan sampah dari TPSS yang
tersedia menuju TPA hanya sekitar 510,874 kg/hari dengan jumlah sampah yang tersisa atau
tidak terangkut ke TPA mencapai 218,946 kg/hari sehingga jika ditotalkan dalam satu bulan
(30 hari) maka jumlah sampah yang berserakan dan tidak terangkut ke TPA mencapai
6.568.380 kg/bulan. Hal ini berarti bahwa sarana dan prasarana serta petugas yang ada
dalam pengelolaan persampahan tersebut belum mencukupi untuk kebutuhan daerah, di
mana Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar hanya memiliki petugas lapangan sebanyak
292 orang dengan armada angkutan 27 unit Dump Truk, 5 unit Truck Armroll serta 14 unit
Bak Container.
Tabel 2.19 Diagram Sistem Pengolahan Persampahan
Input User
Rumah Sakit Tong Sampah Rumah Sakit
3
2-37
1. Kesadaran Masyarakat dan PMJK
Untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan asri peran serta masyarakat
sangat dibutuhkan untuk menciptakan hal tersebut di atas, di mana pihak Pemerintahan
Kota Pematangsiantar membuat Program Jumat Bersih yakni dengan melaksanakan
gotong royong yang melibatkan pemerintah dan masyarakat pada setiap hari jumat tiap
bulannya. Dalam pengelolaan persampahan dapat dilihat peran serta masyarakat dengan
membayar retribusi sampah. Di samping itu peningkatan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah dilakukan dengan memberikan penyuluhan mengenai sanitasi dan
kesehatan. Ini dimaksudkan agar masyarakat tidak membuang sampah sembarangan
khususnya di sungai atau saluran air.
Tabel 2.20 Pengelolaan Persampahan di Tingkat Kelurahan/Kecamatan
Jenis Kegiatan
Dikelola oleh sektor formal
ditingkat Kelurahan/Kecamatan Ket L P
Pengangkutan sampah ke TPS 35 30 -
Pembabat rumput bahu jalan 27 - -
Para penyapu jalan 36 70 -
Penggali dan pembersihan parit 33 8 -
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar
2-38
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar
Pemetaan Media dalam meningkatkan pengelolaan persampahan di Kota Pematangsiantar tidak lepas dari partisipasi media yang
turut serta dalam mensosialisasikan kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan pengelolaan persampahan. No Sub sektor
Kondisi sarana saat ini Aspek PMJK
Fungsi Tidak
Persampahan Pengadaan truk armroll Badan
Lingkungan Hidup
2011 √
- - - - -
Persampahan Pengadaan TPSS Badan
lingkungan Hidup
2009 √
2-39
Tabel 2.23 Media Komunikasi dalam Pengelolaan Persampahan
No Nama Media Jenis Acara Isu yang Diangkat Pesan Kunci Pendapat Media
1 Metro Siantar Artikel Sistem pengolahan
sampah
Tabel 2.24 Kerjasama Terkait Sanitasi
No Nama Kegiatan Jenis Kegiatan Sanitasi Mitra Kerjasama Pendapat Media
2-40 1. Partisipasi Dunia Usaha
Pengelolaan Persampahan yang melibatkan dunia usaha di Kota Pematangsiantar
diwujudkan dengan adanya masyarakat pemulung dan usaha jual beli barang bekas.
Dimana sampah yang memiliki nilai jual dikumpulkan dan dipilah berdasarkan jenisnya
kemudian dijual ke pengumpul barang bekas.
Tabel 2.25 Penyedia Layanan Pengelolaan Persampahan
No Nama Provider Tahun Mulai Operasi
Dana yang dialokasikan pada Dinas Kebersihan untuk pengelolaan persampahan dibiayai
dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Kota Pematangsiantar dimana alokasi
penggunaannya tahun 2011 dan 2012 antara lain:
Tabel 2.26 Ringkasan Pendapatan dan Belanja dari Sub Sektor Persampahan
No Program/Kegiatan Sumber
a Program Pelayanan Administrasi perkantoran DAU 5.269.135.000,- 4.559.340.000,- Dinas
Kebersihan
B Program peningkatan sarana dan prasarana
aparatur, kegiatan pemeliharaan rutin/berkala
kenderaan dinas/operasional DAU 1.740.713.505,- 2.539.710.800,-
Dinas Kebersihan
C Program pengembangan kinerja pengelolaan
persampahan, kegiatan peningkatan operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan
DAU 527.115.463,- 641.198.000,- Dinas
Kebersihan
B Pendapatan/Retribusi
A Retribusi pelayanan persampahan - 961.082.500,- - Dinas
Kebersihan
B Pendapatan dari penjualan kelapa sawit - 5.000.000,- - Dinas
Kebersihan
C Pendapatan dari penjualan pupuk kompos - 1.500.000,- - Dinas
Kebersihan
2-41
3. Isu Strategis dan Permasalahan Mendesak
Sebagai kota yang sedang dengan luas daerah 79,971 Km2 dan jumlah penduduk 234.885 jiwa, maka Kota Pematangsiantar masih berpotensi menjadi kota yang bersih dan asri.
Pengoptimalan koordinasi dan kerja sama dengan instansi yang terkait serta kesadaran
masyarakat dapat menjadi titik tolok ukur untuk mempercepat proses dalam mencapai
maksud tersebut, namun hal ini belum terwujud karena masih banyak kendala-kendala
yang dihadapi.
4. Tarif Retribusi Pada Umumnya Masih Rendah
Masih rendahnya disiplin warga untuk membuang sampah pada waktu yang telah
ditentukan. Sedangkan kondisi truk sampah yang tidak layak untuk melayani
pengangkutan sampah, sehingga setiap harinya tidak semua bisa terangkut. Kondisi lahan
TPA yang dimiliki Kota Pematangsiantar saat ini yang masih bersifat sewa, di mana pada
akhir 2011 telah berakhir masa sewanya dan menjadi permasalahan yang sangat
mendesak. Minimnya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan/kebersihan yang
dimiliki oleh Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar, keterbatasan tenaga-tenaga
professional di bidang persampahan serta keterbatasan pendanaan dari APBD Kota
Pematangsiantar merupakan hal-hal yang menjadi masalah dalam penanganan sampah di
Kota Pematangsiantar.
2.2.3. Sub Bidang Air Limbah
PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) menjadi program rutin yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kota Pematangsiantar untuk menyadarkan masyarakat supaya memiliki perilaku
hidup yang bersih dan sehat serta untuk menumbuhkan pemberdayaan di masyarakat. Dengan
adanya paradigma baru dalam pelayanan kesehatan (paradigma sehat) yang lebih
menitikberatkan pada upaya peningkatan (promosi) kesehatan dan pencegahan penyakit,
2-42 PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) adalah upaya mewujudkan prilaku hidup bersih dan
sehat dalam tatanan keluarga/rumah tangga, sarana kesehatan, sekolah/institusi pendidikan,
institusi pemerintah dan tempat-tempat umum. Untuk menetapkan strata pelaksanaan PHBS,
dilakukan pengkajian PHBS sesuai dengan pedoman/petunjuk pembinaan program PHBS
(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ada
beberapa kriteria/indikator yang harus dipenuhi agar desa/institusi atau rumah tangga tersebut
dapat digolongkan sebagai rumah tangga sehat. Adapun program yang dilakukan adalah:
A. Penyuluhan PHBS(Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) Rumah Tangga di 16 Kelurahan:
1. Kecamatan Siantar Marimbun.
a. Kel. Pematang Marihat
b. Kel. Naga Huta Timur
2. Kecamatan Siantar Barat
2-43 8. Kecamatan Siantar Utara
a. Kel. Sukadame
b. Kel. Martoba
B. Pemutaran Film Kesehatan (Narkoba & HIV/AIDS, Demam Berdarah, Rabies) ke
wilayah kerja 27 Puskesmas/Pustu (Kelurahan dan Sekolah).
C. Tatanan Rumah Tangga
- Pemutaran Film Kesehatan
Pemutaran film Kesehatan dilakukan ke seluruh wilayah kerja Puskesmas/Puskesmas
Pembantu di Kota Pematangsiantar (Kelurahan dan Sekolah/SD/SLTP/SLTA). Kegiatan
PHBS berupa penyuluhan ataupun pemutaran Film dilakukan 1 kali di setiap tempat
pelaksanaan. Tujuan pemutaran film untuk menanamkan suatu Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) kepada setiap orang bukanlah hal yang mudah, akan tetapi memerlukan
proses yang panjang. Setiap orang hidup dalam tatanannya dan saling mempengaruhi serta
berinteraksi antar pribadi dalam tatanan tersebut. Memantau, menilai, dan mengukur tingkat
kemajuan tatanan adalah lebih mudah dibandingkan dengan perorangan. Oleh karena itu,
penyampaian PHBS dilakukan melalui pendekatan tatanan, yaitu tatanan rumah tangga
(masyarakat, dan sekolah (SD, SLTP, SLTA) yang dilakukan Dinas Kesehatan.
- Rencana Peningkatan Kampanye PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)
Upaya-upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sudah dilakukan dalam
rangka perubahan prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Adapun upaya-upaya
peningkatan kampanye PHBS direncanakan dengan membuat program:
1. Pemutaran Film Kesehatan di 26 Kelurahan
2. Penyuluhan PHBS Sekolah yakni ke Sekolah Dasar (SD)
2-44 - Tatanan Rumah Tangga
Kesehatan merupakan unsur yang sangat penting dan menentukan sebagai hak dasar
manusia, di samping pembangunan pendidikan dan keuangan ekonomi masyarakat. Salah
satu terobosan yang dapat dilaksanakan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan
masyarakat adalah pendekatan upaya Kesehatan Lingkungan. Upaya Kesehatan Lingkungan
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologis
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi
-tingginya.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 BAB XI “Tentang Kesehatan
Lingkungan,” Lingkungan Sehat mencakup: lingkungan pemukiman, tempat kerja, tempat
rekreasi serta tempat dan fasilitas umum, bebas dari unsur-unsur yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. Untuk mewujudkan lingkungan yang sehat Pemerintah Daerah Kota
Pematangsiantar telah mewujudkan upaya berupa Pembangunan Kota Sehat. Tujuan dari
Kota Sehat: yaitu tercapainya kondisi wilayah yang aman, nyaman, bersih dan sehat untuk
dihuni warganya dengan mengoptimalkan potensi masyarakat melalui pemberdayaan
kelompok kerja masyarakat difasilitasi oleh sektor terkait dengan perencanaan wilayah.
Sasaran dari kota sehat terbentuknya forum masyarakat di Kota Pematangsiantar yang
menjalin kerjasama antara masyarakat, pemerintah kota dan pihak swasta, serta dapat
menampung aspirasi masyarakat dan kebijakan pemerintah secara seimbang dan
berkelanjutan dalam mewujudkan sinergi pembangunan yang baik.
Berdasarkan data Kesehatan Lingkungan dari 51.322 KK yang ada, yang mempunyai
Jamban Keluarga: 34.884 (67,97%) KK, Leher Angsa: 32.083 (91,9%), Cemplung: 1.735
(4,9%), Plengsengan: 1.066 (3,1%). Sedangkan yang tidak memiliki jamban sebanyak
16.438 KK (32,03%) di mana yang tidak memiliki jamban umumnya buang air besar di
sungai. Yang menggunakan fasilitas PDAM sebagai sumber air bersih: 31.490 (61.37%)
KK, dan yang tidak memakai fasilitas PDAM ada memakai sumur bor dan umbul sedangkan
yang mempunyai tempat sampah: 22.191 (42,2%) KK dan yang mempunyai saluran air
limbah: 30.137 (58,72%) KK. Studi EHRA dilakukan untuk mendapatkan tingkat penilaian
2-45 Pengelolaan sampah Rumah Tangga, antara lain:
Cara pembuangan sampah
Cara pengelolaan sampah (3R)
2-46
Tabel 2.27 Rekapitulasi Kondisi Fasilitas Sanitasi di Sekolah/Pesantren
Jenis Sekolah
Punya SAB Jumlah Sekolah Mempunyai
Jumlah
2-47 A. Pengelolaan Air Limbah Domestik
Limbah merupakan bahan buangan yang berbentuk cair, gas dan padat yang mengandung
bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya sehingga air limbah tersebut harus
diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah
berasal dari suatu daerah/kawasan yang telah dipergunakan untuk berbagai keperluan dan
harus dikumpulkan dan dibuang untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik.
Berdasarkan karateristiknya, limbah dapat digolongkan menjadi 4 macam yaitu:
- Limbah cair: yaitu sisa dari suatu hasil usaha atau kegiatan yang berwujud cair.
- Limbah padat: berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah domestik umumnya
berbentuk limbah padat rumah tangga, kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan,
pertanian serta tempat-tempat umum. Contoh-contoh limbah padat diantaranya kertas,
kayu, kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri, kulit telur dll.
- Limbah gas dan partikel, berupa polusi udara akibat beberapa partikular zat (limbah)
yang mengandung partikel (asap dan jelaga), hidrokarbon, sulfur dioksida, nitrogen
oksida, ozon (asap kabut fotokimiawi), karbon monoksida dan timah.
- Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), mengandung bahn berbahaya atau
beracun yang sifat dan konsentrasinya baik langsung maupun tidak langsung dapat
merusak atau mencemarkan lingkungan hidu atau membahayakan kesehatan manusia.
Contoh limbah B3 diantaranya; bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak
digunakan lagi karena rusak, sisa kemasan, tumpahan, sisa proses dan oli bekas kapal
yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Karakteristik limbah B3
diantaranya mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan
infeksi, bersifat korosif dan lain-lain.
2-48 2. Limbah Non Domestik
Limbah non domestik sangat bervariasi, terlebih lebih untuk limbah industri. Limbah
pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang besifat organis, bahan
pemberantas hama dan penyakit (peptisida bahan pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor,
sulfur, mineral, dan sebagainya. Dalam air buangan terdapat zat organik yang terdiri dari
unsur karbon, hidrogen, dan oksigen dengan unsur tambahan yang lain seperti nitrogen,
belerang dan lain-lain yang cenderung menyerap oksigen. Dalam hal pengelolaan air limbah
industri dan rumah sakit wajib dilakukan oleh pemrakarsa kegiatan dan melaporkan hasil
pemantauan lingkungan ke Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Pematangsiantar secara
periodik. Selanjutnya dalam pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga terdapat 3 (tiga)
sistem:
a. Sistem Terpusat
Pengelolaan air limbah di Kota Pematangsiantar belum dapat dilakukan dengan sistem
terpusat.
b. Sistem Komunal
Pada pengelolaan air limbah sistem komunal, dua atau lebih rumah tangga terhubung pada
satu tanki septik. Limbah yang berasal dari kamar mandi dan cucian dibuang ke dalam
saluran drainase, sedangkan limbah dari WC terbuang ke dalam septic tank. Untuk Kota
Pematangsiantar pengelolaan air limbah secara komunal masih mengalami kendala
sehubungan dengan keterbatasan biaya dan tempat.
c. Sistem Setempat
Pengelolaan air limbah setempat atau individual dilakukan oleh rumah tangga memiliki
2-49
Gambar 2.8 Lokasi Infrastruktur Utama Pengelolaan Persampahan
2-50 Gambar 2.9 Saluran Standar Tanpa Perkerasan
2-51 Kecamatan Siantar Timur
Kelurahan Siopat Suhu, mulai dari depan Gereja GKPS Jalan Sang Nawaluh sampai
simpang Jalan Justin Sihombing (Simpang Sambu) Kelurahan Asahan, mulai dari depan
SPBU Jalan Ahmad Yani sampai depan STM HKBP
Kecamatan Siantar Martoba
Kelurahan Sumber Jaya, Simpang Kerang - Sungai Sigagal
Kelurahan Tambun Nabolon
2.2.4. Sub Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
Tujuan penataan ruang Kota Pematangsiantar mencerminkan arah spesifik yang akan dituju
dalam proses penataan ruang di masa mendatang. Tujuan penataan ruang tersebut juga
dirumuskan berdasarkan isu pokok kota sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
Dengan pertimbangan tersebut maka tujuan penataan ruang Kota Pematangsiantar adalah
Mewujudkan Kota Pematangsiantar sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa bagi wilayah tengah
Provinsi Sumatera Utara dengan dukungan sektor pendidikan, kesehatan, dan pariwisata dalam
ruang kota yang aman, nyaman dan produktif secara berkelanjutan.
Berdasarkan tujuan penataan ruang yang ingin dicapai di atas, maka kebijakan penataan ruang
Provinsi Sumatera Utara dirumuskan, sebagai berikut:
Pengembangan sistem pusat pelayanan kota yang memperkuat kegiatan perdagangan dan jasa
skala wilayah dan kota. Peningkatan aksesibilitas dan transportasi yang dapat mengarahkan
peningkatan fungsi dan keterkaitan antar pusat kegiatan dan keterkaitan dengan
2-52 Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan prasarana perkotaan. Peningkatan daya dukung
lingkungan melalui upaya mempertahankan kualitas lingkungan. Pengembangan kawasan
budidaya yang mendorong pemerataan pembangunan. Penetapan kawasan strategis dari sudut
kepentingan ekonomi dan sosial budaya.
Adapun strategi perwujudan kebijakan penataan ruang Kota Pematangsiantar tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
Strategi pengembangan sistem pusat pelayanan kota yang memperkuat kegiatan perdagangan
dan jasa skala wilayah dan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
Menetapkan hirarkhi pusat pelayanan kota
Mengarahkan kawasan pusat kota menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, fasilitas
kesehatan, fasilitas pendidikan dan pusat pemerintahan kota
Mendorong perkembangan kegiatan perekonomian baru, fasilitas olah raga dan
perumahan baru di kawasan sub pusat kota
Mengembangkan pusat pelayanan lingkungan
Strategi peningkatan aksesibilitas dan transportasi yang dapat mengarahkan peningkatan fungsi
dan keterkaitan antar pusat kegiatan dan keterkaitan dengan eksternal sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b meliputi:
Menciptakan pola pergerakan kendaraan yang efektif dan efisien di kawasan pusat kota; Memfasilitasi pergerakan regional melalui pembangunan jalan lingkar luar (outer ring
road)
Menata kembali sistem angkutan umum kota;
Meningkatkan efektivitas jaringan jalan kolektor dan lokal.
Mengembangkan sistem jaringan perkeretaapian
Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan prasarana perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi:
Mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi pada wilayah yang akan dikembangkan
Meningkatkan jangkauan pelayanan air minum
Mengembangkan jaringan energi/kelistrikan sampai secara menyeluruh
Meningkatkan kualitas sumber daya air kota
2-53 2.2.5. Sub Bidang Pengembangan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang memiliki
fungsi strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya dan peningkatan kualitas
generasi yang akan datang. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat dapat ditandai dengan
meningkatnya kualitas kehidupan yang layak, antara lain melalui pemenuhan perumahan.
Dengan demikian unpaya menempatkan bidang perumahan dan permukiman sebagai salah satu
prioritas dalam pembangunan di daerah adalah sangat strategis. Pertumbuhan penduduk telah
menimbulkan tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan permukiman.
Masih banyaknya masyarakat yang tinggal di permukiman yang kurang layak huni.
Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang bersifat multi sektor,
hasilnya langsung menyentuh kebutuhan masyarakat. Demikian pula Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa pembangunan perumahan dan
permukiman akan menjadi salah satu urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah. Demikian halnya dengan pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Pematang
Siantar, sesungguhnya tidak terlepas dari dinamika kehidupan masyarakat yang semakin
komplek sehingga perlu pengaturan dan penanganan yang lebih terintegrasi sebagai satu
kesatuan dengan sektor lainnya.
Tabel 2.28 Penetapan Kawasan Kumuh Kota Pematang Siantar
No. Lokasi Luas (Ha) Keterangan
1 Kecamatan Siantar Utara Kel. Martoba 32 10.089 Jiwa
2 Kecamatan Siantar Barat Kel. Banjar 36 6390 Jiwa
2-54 2.3. Isu - Isu Strategis
Isu pengembangan wilayah merupakan rangkuman dari berbagai potensi dan permasalahan, serta
mencerminkan berbagai fenomena yang muncul di wilayah Kota Pematangsiantar, yaitu:
Sebagai Kota Pusat Kegiatan Wilayah dan Kota Sekunder di Provinsi Sumatera Utara, menjadi
penyeimbang pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara yang memiliki hinterland
wilayah dataran tinggi Danau Toba;
Memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang dataran tinggi bukit barisan dalam wujud
kesamaan iklim, kondisi alam, kegiatan produktif, dan sosial budayanya yang berarti. Berbagai
potensi kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan serta dan pemerintahan dengan
pelayanan skala wilayah dan nasional sudah berlangsung sejak dahulu, yaitu kegiatan
perdagangan dan jasa (komersial) perbankan, supermarket, telekomunikasi, dan pelayanan
imigrasi yang memiliki jangkauan pelayanan regional ketersediaan kegiatan pendidikan
menengah dan tinggi dan dukungan fasilitas kesehatan yang berskala regional yang menciptakan
kualitas SDM yang dapat bersaing secara nasional dan internasional, kantor pusat 4 (empat)
gereja berskala nasional dan internasional memiliki sejarah yang panjang di kota ini. Bangunan
bersejarah budaya adat Simalungun, kegiatan industri pengolahan beberapa produk
pertanian/perkebunan yang sudah memiliki brand dan skala pemasaran nasional dan ekspor.
Fasilitas dan kegiatan pertahanan dan keamanan Kawasan Rindam yang sekaligus pusat
pelatihan militer.
Di samping sudah terbangun infrastruktur nasional dan wilayah, seperti: jalur Kereta Api dan
jalan nasional, sudah ada rencana pengembangan infrastruktur baru lainnya, yaitu: rencana
pembangunan jalur KA baru rute Merek - Pematang Siantar, pembangunan jalan bebas
hambatan Medan - Tebing Tinggi - Parapat yang menambah fungsi distribusi dan koleksi bagi
Kota terhadap wilayah hinterland berupa angkutan barang produk-produk pertanian dari Daerah
Tinggi Bukit Barisan dan transportasi transit menuju daerah tujuan wisata Danau Toba dan
sekitarnya. Pengembangan Kawasan Ekonomi Nasional Industri Hilir Produk Sawit berskala
internasional di Kawasan Sei Mangkei Kecamatan Perdagangan Kabupaten Simalungun yang
2-55 perekonomian kota melalui kegiatan jasa pendidikan, jasa konsumtif konsumsi, jasa
otomotif/transportasi dan industri turunannya, dan kegiatan lainnya.
Rencana pembangunan jalan lingkar luar kota sebelah Timur dan Barat, yang dapat dikaitkan
sebagai pendorong pengembangan wilayah pinggiran kota. Kemudian terdapat lahan ex HGU di
tepi kota (Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Siantar Martoba) menambah kawasan potensi
lahan pengembangan didominasi oleh lahan pertanian (perkebunan, lading dan sawah) yang
sebagian besar diantaranya dialiri oleh jaringan prasarana irigasi teknis.
Tantangan pengembangan Kota Pematangsiantar dalam waktu mendatang adalah mengendalikan
dan mengarahkan pertumbuhan fisik kota sehingga berlangsung pada lokasi yang direncanakan
dengan intensitas yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. Arahan pengembangan fisik
wilayah kota yang mempertimbangkan:
- perkembangan fisik di kawasan pusat kota berlangsung secara intensif dengan orientasi
pada sektor perdagangan dan jasa. Dengan demikian dituntut kebijakan yang dapat
mengakomodasi perkembangan tersebut sekaligus merevitalisasi kawasan pusat kota.
- perkembangan fisik di pinggiran berlangsung secara ekstensif dan sporadis. Dengan demikian dituntut kebijakan yang dapat mengarahkan perkembangan fisik secara optimal