randal
BAB 7
K E T E R P A D U A N S T R A T E G I S
P E N G E M B A N G A N K A B U P A T E N
Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur
Jangka Menengah (RPI2JM)
7.1 Arahan Rencana Tata Ruang Kabupaten Sinjai
Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang, maka disusun kebijakan penataan
ruang. Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Sinjai, meliputi :
a. peningkatan kinerja kawasan perkotaan sebagai pusat distribusi pelayanan terhadap kawasan sekitarnya melalui pengembangan fungsi yang berhirarki sesuai dengan skala pelayanan masing-masing kawasan perkotaan;
b. peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan askesibilitas terhadap seluruh kawasan;
c. peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi;
d. penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah, sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki;
f. pengembangan sektor-sektor unggulan dan optimalisasi potensi lokal guna menunjang keterpaduan pembangunan dan pengembangan agro-industri;
g. penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan
h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
Strategi penataan ruang wilayah kabupaten merupakan penjabaran kebijakan
penataan ruang wilayah kabupaten ke dalam langkah-langkah operasional untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun strategi penataan ruang wilayah
Kabupaten Sinjai sebagai berikut :
a. memantapkan fungsi kawasan-kawasan perkotaan (PKL, PPK dan PPL) sebagai pusat distribusi dan pelayanan yang merata;
b. membentuk sistem distribusi dan pemasaran yang berhirarki melalui interkoneksi antar pusat-pusat pelayanan;
c. meningkatkan keterhubungan antar kawasan, terutama terhadap kawasan terpencil, serta sentra-sentra produksi guna memacu pertumbuhan ekonomi wilayah; dan
d. mendorong pertumbuhan pada kawasan-kawasan yang berpotensi sebagai pusat pelayanan, melalui penyediaan dan peningkatan fungsi pelayanan pada kawasan-kawasan perkotaan.
(2) Strategi peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan aksesibilitas terhadap seluruh kawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. meningkatkan kualitas jaringan jalan, terutama pada jalan-jalan utama dan jaringan jalan yang menghubungkan ke sentra-sentra produksi;
b. meningkatkan aksesibilitas pada dan jalur penghubung antar kawasan dan kepulauan, untuk meningkatkan jalur angkutan barang dan penumpang;
c. mengembangkan sarana transportasi melalui pengembangan simpul transportasi dan peralihan moda angkutan (terminal dan pelabuhan) untuk memudahkan sistem koleksi dan distribusi angkutan barang dan penumpang; dan
d. membuka akses jalan baru (sistem jaringan primer dan sekunder) pada kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan terpencil dan sentra produksi guna pemerataan pelayanan dan pembangunan.
(3) Strategi peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c, terdiri atas:
a. meningkatkan sistem jaringan energi listrik melalui pengembangan dan penambahan daya dan sambungan listrik terutama pada kawasan perdesaan dan kawasan terpencil yang belum terjangkau dengan sistem interkoneksi kelistrikan PLTD baru serta PLTMH pada kawasan yang memungkinkan sistem aliran sungai deras;
c. melestarikan dan mengembangkan sumberdaya air baku, untuk menunjang pemenuhan kebutuhan air minum maupun untuk kebutuhan produksi sentra-sentra ekonomi masyarakat;
d. mengembangkan sistem jaringan prasarana air baku berupa irigasi, waduk, embung, dan bendungan guna menunjang peningkatan produksi sektor pertanian dan sektor unggulan lainnya;
e. meningkatkan pemenuhan kebutuhan akan pelayanan air minum, dan pengembangan sistem pengolahan dan sistem jaringan air minum melalui sistem perpipaan dan non perpipaan;
f. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem pengolahan persampahan dan limbah, terutama pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, perdagangan dan jasa, industri serta pelayanan umum dan pemerintahan; dan
g. mengoptimalkan dan mengembangkan sistem jaringan drainase terutama pada kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pengendali banjir perkotaan.
(4) Strategi penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d, terdiri atas:
a. menetapkan tapal batas kawasan hutan lindung, dan memberikan penegasan terhadap fungsi ruang pada kawasan hutan lindung;
b. menegaskan batas dan fungsi kawasan perlindungan terhadap kawasan bawahannya dan kawasan perlindungan setempat;
c. menegaskan fungsi ruang pada kawasan perlindungan setempat, melalui peraturan pemanfaatan ruang sesuai dengan kebutuhan dan manfaat ruang;
d. menetapkan kawasan lindung secara konsisten agar terjaga fungsinya untuk melindungi kawasan bawahannya, melindungi kawasan setempat, memberi perlindungan terhadap keanekaragaman flora dan fauna beserta ekosistemnya, serta melindungi kawasan rawan bencana;
e. melestarikan kawasan lindung terutama kawasan lindung yang mengalami penurunan kualitas lingkungan;
g. mengembalikan fungsi dan meremajakan kawasan lindung yang selama ini dibubidayakan oleh masyarakat;
h. mewujudkan ruang terbuka hijau pada kawasan terbangun terutama pada kawasan perkotaan; dan
i. melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan lindung sehingga dapat secara bersama menjaga kelestarian fungsi kawasan.
(5) Strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah, sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e, terdiri atas:
a. mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan, perdagangan dan jasa, industri, dan pariwisata guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah;
b. menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sektor pertanian, perkebunan dan perikanan untuk memacu pertumbuhan dan produktivitas sektor-sektor unggulan;
c. mengembangkan usaha industri, terutama industri pengolahan hasil-hasil pertanian guna menunjang Kabupaten Sinjai sebagai lumbung pangan regional;
d. mengembangkan objek-objek wisata alam, budaya, dan buatan yang dapat menarik minat wisatawan mancanegara dan nusantara;
e. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan kepariwisataan, serta melakukan promosi pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan;
f. mengendalikan dan pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya untuk menghindari konflik kepentingan antar sektor;
g. mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur kawasan perkotaan dan perdesaan; dan
h. merencanakan dan mengembangkan Desa Pusat Pertumbuhan (DPP), sebagai pusat pertumbuhan baru wilayah perdesaan.
(6) Strategi pengembangan sektor-sektor unggulan dan optimalisasi potensi lokal guna menunjang keterpaduan pembangunan dan pengembangan agro-industri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f, terdiri atas:
mendukung peningkatan produksi dan produktivitas hasil-hasil produksi dengan memperhatikan potensi lokal;
b. memperkuat sistem permodalan untuk membantu meningkatkan produktivitas usaha kecil dan nelayan, terutama pada sektor kegiatan perikanan dan kelautan;
c. meningkatkan sarana dan prasarana dasar sosial ekonomi perkotaan maupun perdesaan;
d. mengembangkan kegiatan usaha industri kecil yang berbasis pada pengolahan hasil-hasil pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, dan peternakan, guna meningkatkan taraf ekonomi masyarakat;
e. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembinaan, pelatihan dan penyuluhan tentang peningkatan komoditas pertanian, perkebunan dan perikanan yang berkualitas;
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, melalui pengembangan industri kecil/menengah dan rumah tangga yang dapat mengelola potensi daerah, dengan melakukan pembinaan komprehensif terhadap pelaku usaha kecil menengah; dan
g. peningkatan kapasitas SDM, kelembagaan, peralatan dan permodalan pelaku industri rumah tangga dengan pemberian pelatihan keterampilan, bantuan modal kerja dan peralatan, pembinaan manajemen dan pemasaran, serta pengembangan pola kemitraan.
(7) Strategi penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf g, terdiri atas:
a. mengembangkan kawasan yang mempunyai kegiatan sektor strategis yang potensial terutama dalam aspek ekonomi;
b. mendelineasi kawasan cagar alam dan pelestarian alam serta mencegah kegiatan budidaya pada daerah sekitarnya yang dapat mengancam kelestarian kawasan cagar alam;
c. menstimulasi kawasan-kawasan yang sulit berkembang melalui pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan atau pembukaan kegiatan usaha pertanian;
e. memberdayakan ekonomi rakyat dan mengembangkan usaha produksi masyarakat;
f. meningkatkan sarana dan prasarana dasar ekonomi;
g. memelihara dan melestarikan keberadaan cagar budaya, dan peninggalan sejarah;
h. melestarikan dan merevitalisasi kawasan-kawasan tradisional dan nilai-nilai budaya tinggi;
i. menanggulangi kawasan rawan bencana melalui konservasi lingkungan, pengembangan jalur hijau, mengurangi bahkan meniadakan kegiatan budidaya pada daerah rawan bencana;
j. melestarikan dan meremajakan kawasan hutan melalui kegiatan penghijauan; dan
k. mempertahankan fungsi kawasan lindung mangrove.
(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf h terdiri atas:
a. mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak
terbangun disekitar kawasan khusus pertahanan dan kemanan;
c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan
khusus pertahanan dan keamanan; dan
d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan
negara.
7.1.1 Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten Sinjai
7.1.1.1 Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Kabupaten Sinjai 1. Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan
a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
PKL sebagaimana dimaksud yaitu Kawasan Perkotaan Sinjai, yang meliputi seluruh wilayah administratif Kecamatan Sinjai Utara, dan sebagian wilayah administratif Kecamatan Sinjai Timur.
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
a. Kawasan Perkotaan Manipi di Kecamatan Sinjai Barat;
b. Kawasan Perkotaan Bikeru di Kecamatan Sinjai Selatan;
c. Kawasan Perkotaan Mannanti di Kecamatan Tellulimpoe; dan
d. Kawasan Perkotaan Lappadata di Kecamatan Sinjai Tengah.
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Rencana pengembangan sistem perkotaan yang ditetapkan sebagai PPL di Kabupaten Sinjai adalah
Kawasan Kambuno di Kecamatan Pulau Sembilan;
Kawasan Bulupoddo di Kecamatan Bulupoddo;
Kawasan Pasir Putih di Kecamatan Sinjai Borong.
2. Kriteria-kriteria Sistem Perkotaan a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
industri dan jasa yang melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan; dan/atau
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan;
Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.
b. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan
perdagangan dan jasa yang melayani skala kawasan yang meliputi beberapa kecamatan; dan/atau
Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kawasan yang meliputi beberapa kecamatan;
Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.
c. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL)
sosial yang melayani skala kecamatan dan/atau beberapa desa
Kawasan permukiman yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi
yang melayani skala kecamatan dan atau bebebrapa desa;
Diusulkan oleh pemerintah kabupaten.
7.2 Arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJMD)
Ditetapkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara sistematis, terarah, terpadu, dan tanggap terhadap perubahan (Pasal 2 Ayat 2), dengan jenjang perencanaan jangka panjang (25 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan jangka pendek atau tahunan (1 tahun). Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bab VII Pasal 150 bahwa daerah wajib memiliki dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dengan melihat perkembangan lingkungan strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka issu-issu yang sangat mendasar untuk dijadikan landasan dalam perumusan program untuk mendukung keberadaan agenda utama pembangunan lima tahun yang akan datang adalah :
- Program pembangunan jalan dan jembatan;
- Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
- Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
- Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
- Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
- Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
- Program normalisasi saluran;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran;
- Program pemberdayaan petani pemakai air;
- Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
- Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
- Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
- Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pengembangan sistem distribusi air minum;
- Program rehabilitasi sarana dan prasarana pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
- Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
- Program pengembangan perumahan;
- Program lingkungan sehat perumahan;
- Program pemberdayaan komunitas perumahan;
- Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah;
- Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH).
Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut :
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program kerjasama pemanfaatan ruang;
Pembangunan infrastruktur lebih difokuskan pada pembangunan dan peningkatan kualitas serta kuantitas infrastruktur jalan dan jembatan, perumahan dan pemukiman serta sumberdaya air.
Adapun program yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
- Program pembangunan jalan dan jembatan;
- Program pembangunan saluran drainase/plat duicker;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan;
- Program tanggap darurat jalan dan jembatan;
- Program pembangunan sistem informasi/data base jalan dan jembatan;
- Program peningkatan sarana dan prasarana kebinamargaan;
- Program perencanaan pembangunan jaringan irigasi dan pintu-pintu air;
- Program normalisasi saluran;
- Program rehabilitasi/pemeliharaan jaringan irigasi, pintu-pintu air dan normalisasi saluran;
- Program optimalisasi fungsi jaringan irigasi yang telah dibangun;
- Program pemberdyaan petani pemakai air;
- Program pembangunan prasarana pengambilan dan saluran pembuang;
- Program pembangunan sumur-sumur air tanah;
- Program peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air dan distribusi air baku;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah;
- Program penyediaan sarana dan prasarana air limbah;
- Program pengembangan teknologi pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pengembangan sistem distribusi air minum;
- Program pembangunan saluran drainase/gorong-gorong;
- Program pengembangan kinerja pengelolaan air minum dan air limbah;
- Program pembangunan infrastruktur pedesaan;
- Program pengembangan perumahan;
- Program lingkungan sehat perumahan;
- Program pemberdayaan komunitas perumahan;
- Program perbaikan perumahan akibat bencana alam/sosial;
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program peningkatan kinerja pengelolaan sampah;
- Program pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH).
Peningkatan kualitas pembangunan yang dilakukan berdasarkan rencana tata ruang agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi dan berkelanjutan dengan program-program sebagai berikut:
- Program perencanaan tata ruang;
- Program pemanfaatan ruang;
- Program pengendalian pemanfaatan ruang;
- Program kerjasama pemanfaatan ruang.
7.3 Arahan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung
Penyusunan Perda Bangunan Gedung diamanatkan pada PeraturanPemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 28tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang menyatakan bahwapengaturan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan penyusunanPeraturan Daerah tentang Bangunan Gedung berdasarkan padaperaturanperundang-undanganyanglebihtinggidenganmemperhatikan kondisi kabupaten/kota setempat serta penyebarluasanperaturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknisbangunan gedung dan operasionalisasinya di masyarakat.
keselamatan, kesehatan, kenyamanan dankemudahan.Persyaratan ini wajib dipenuhi untuk memberikanperlindungan rasa amanbagi pengguna bangunan gedung dalammelakukan aktifitas di dalamnya dan sebagai landasan operasionalisasipenyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Utamanya untuk daerahrawan bencana, Perda Bangunan Gedung sangat penting sebagaipayung hukum di daerah dalam menjamin keamanan dan keselamatanbagi pengguna.Ketersediaan Perda BG bagikabupaten/kotamerupakan salah satu prasyarat dalam prioritas pembangunan bidangCipta Karya di kabupaten/kota.
Pada Saat ini kabupaten Sinjai belum memilki Perda bangunan Gedung.
7.4 Arahan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM)Kabupaten Sinjai
Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi daerah dan dalam kaitan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pemerintah telah menerbitkan produk pengaturan setingkat peraturan pemerintah yang memberikan pedoman, baik kepada pemerintah kabupaten/kota dan pihak lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan air minum maupun kepada masyarakat sebagai pengguna layanan air minum, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Adapun wewenang dan tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan SPAM adalah meliputi: (i) menetapkan kebijakan dan strategi nasional; (ii) menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual (NSPM); (iii) memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku.
Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang hares dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang masih diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah.
minum yang berbeda dapat memberikan implikasi penyelenggaraan SPAM yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan suatu konsep dasar yang kuat guna menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat sesuai dengan tipologi dan kondisi di daerah tersebut. Rencana Induk Air Minum merupakan jawaban bagi dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan adanya Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan (sustainable) dan terarah.
Untuk Pengembangan Air Bersih di Kabupaten Sinjai masih sementara dilakukan penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM).
7.5 Arahan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Sinjai
Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup sehat, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan
sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan “sekunder”, sehingga sering terpinggirkan
dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan.
Di sisi lain, masih terdapat pelaksanaan pembangunan sanitasi yang berjalan secara
parsial dan belum terintegrasi dalam suatu “grand design” yang sifatnya integratif dan
memiliki sasaran secara menyeluruh serta jangka waktu yang lebih panjang. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek jenis kegiatannya maupun dari aspek kewilayahan. Untuk itu perlu disusun suatu perencanaan sanitasi secara lebih integratif, aspiratif, inovatif dan sesuai dengan kebutuhan real masyarakat.
Kegiatan Buku Putih Sanitasi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari semangat kegiatan nasional seiring saat sekarang bangsa Indonesia sedang berpacu dengan waktu untuk mencapai target yang disepakati bersama yaitu meratifikasi Milenium Development Goals (MDGs) yang dihasilkan pada Johanesburg Summit pada tahun 2002, dengan salah satu kesepakatannya adalah mengurangi separuh penduduk pada tahun 2015 yang tidak mendapatkan akses air minum yang sehat serta penanganan sanitasi dasar.
Ruang lingkup sanitasi dapat dilihat dalam beberapa tinjauan sebagai berikut :
Air limbah domestik, dibagi dalam 2 jenis :
Black water : air buangan jamban (urin, tinja, dan air gelontoran)
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan tinja (kotoran) manusia yang tediri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (jamban cemplung) yang dilengkapi dengan unti penompang kotoran dan air untuk membersihkannya. Kementerian kesehatan telah menetapkan syarat dalam bentuk jamban sehat, yaitu : Tidak mencemari air, tidak mencemari tanah permukaan, bebas dari serangga, tidak menimbulkan baud an nyaman digunakan, aman digunakan oleh pemakainya, mudah dibersihkan dan menimbulkan pandangan kurang sopan. Jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus dimiliki setiap masyarakat. Sebenarnya masyarakat sadar dan mengerti arti pentingnya mempunyai jamban, namun nilai kesadaran masih rendah dalam hal penerapan pola hidup sehat (PHBS).
Grey Water : air buangan mandi dan cuci
Jadi, cakupan air limbah domestik (rumah tangga) juga mencakup pembuangan air mandi dan cuci. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah volume limbah, kandungan bahan pencemar, dan frekuensi pembuangan limbah. Untuk mengatasi hal ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah menurut tingkat perlakuan dan karakteristik limbah.
Pengelolaan persampahan yaitu kegiatan sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Termasuk dalam sanitasi berupa sampah rumah tangga dan sampah
pewadahan sampah dan pengumpulan sampah. Pengumpulan dilakukan
dengan menggunakan gerobak atau truk sampah. Layanan sampah juga
harus dilengkapi dengan tempat pembuangan sementara (TPS), tempat
pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas pengolahan sampah lainnya.
Drainase lingkungan/tersier merupakan sistem saluran awal yang melayani
kawasan kota tertentu, seperti kompleks perumahan, area pasar,
arealindustry, dan perkantoran. Layanan drainase lingkungan adalah
penanganan limpasan air hujan menggunakan saluran drainase (selokan)
yang akan menampung limpasan air tersebut dan mengalirkannya ke
badan air penerima.
PHBS adalah aspek non-teknis dari sanitasi yang meliputi promosi
kesehatan, perubahan, perilaku, dan sanitasi rumah tangga. Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan
pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi
perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka
jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, melalui Pendampingan
(Advokasi), bina suasana (Social Support) dan pemberdayaan masyarakat
(Empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan
mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan masing-masing, dan
masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Sektor sanitasi merupakan salah satu pelayanan publik yang mempunyai
kaitan erat dengan kemiskinan. Pembangunan sektor sanitasi di beberapa daerah di
Indonesia, seringkali kurang menjadi prioritas dibanding sektor lainnya. Tidak
memadainya pembangunan sektor sanitasi akan berdampak pada penurunan
kualitas kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan pada umumnya.
Sanitasi di Indonesia didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair
domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik
di tingkat rumah tangga maupun di lingkungan perumahan (TTPS, 2010). Pengertian
yang lebih teknis dari sanitasi adalah upaya pencegahan terjangkitnya dan
air limbah rumah tangga (termasuk sistem jaringan perpipaan air limbah), drainase
dan sampah (Bappenas, 2003).
Wilayah kajian penyusunan buku putih (BPS) dan penyusunan Strategi Sanitasi
Kota (SSK) mencakup wilayah yang termasuk kategori kawasan perkotaan
berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Daerah (RTRW). Kebijakan ini telah
dicermati dan diskusikan dengan mensejajarkan sejumlah kebijakan daerah RPJPD,
RP4D, RPJMD, RTBL dan RPI2JM Bidang Keciptakaryaan Kabupaten Sinjai yang
memberi referensi kawasan resiko sanitasi sangat tinggi di Kabupaten Sinjai yaitu :
Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan Sinjai Tengah, Sinjai Utara dan Tellulimpoe.
Kabupaten Sinjai telah menyetujui program PPSP. Pemerintah kabupaten
Sinjai sebelumnya telah melakukan kegiatan untuk mempromosikan hidup sehat
dengan sanitasi yang baik.
7.6 Arahan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kabupaten Sinjai tertuju
pada Kawasan Perkotaan di Kecamatan Sinjai Utara dan Sinjai Timur yang disusun
dengan memperhatikan Pedoman Penataan Bangunan dan Lingkungan serta
berbagai Peraturan Pemerintah atau dokumen perencanaan lain yang relevan.
Sesuai dengan konsep dan proses penyusunan maka dokumen ini ditulis
berdasarkan pedoman penyusunan RTBL dan merupakan Laporan Antara. Secara
garis besar Buku Laporan ini berisi Antara, struktur dan sistematika dokumen,
kondisi wilayah perencanaan dan arsitektur kawasan, serta arahan pengembangan
menurut rencana tata ruang yang sudah ada. RTBL ini digunakan lebih lanjut
sebagai pedoman dalam penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Sinjai
sesuaikomitmendandukungan pemerintahdaerah.”
Dalam rangka perwujudan strategi tersebut, maka program kegiatan terkait
pembangunan kawasan dan permukiman yang dimaksud dapat diwujudkan melalui :
a. Pembangunan dan peningkatan jalan-jalan lokal dan lingkungan
permukiman
b. Pemasangan sheet pile dan bronjong pada kawasan tepian
d. Pembuatan ruang terbuka non-hijau dan elemen pelengkapnya
e. Pembangunan kawasan kuliner
Perkembangan ruang kota di Kota Sinjai tidak akan terlepas dari permasalahan
perkotaan pada umumnya. Berbagai permasalahan yang mungkin timbul perlu
diantisipasi dan ditata dalam sebuah Rencana Ketataruangan.
Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang telah
mengalami kemajuan yang pesat seiring dengan berkembangnya potensi-potensi
yang dimilikinya. Potensi sumber daya alam yang melimpah dan didukung oleh
posisi yang strategis mengakibatkan kegiatan perekonomian diprovinsi ini semakin
berkembang. Kondisi Provinsi Sulawesi Selatan yang berkembang pesat hendaknya
diimbangi dengan penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik, pelayanan
kepada masyarakat yang lebih profesional, dan pelaksanaan pembangunan yang
transparan dan merata dengan tujuan terciptanya kesejahteraan masyarakat yang
seutuhnya dan menyeluruh. Sehingga potensi-potensi daerah baik potensi
sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sebagainya, bisa lebih dioptimalkan
untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Kabupaten
Sinjai, memberi penjelasan bahwa secara geografis, Kabupaten Sinjai memang
sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi
ekonomi, Kabupaten Sinjai menjadi simpul jasa distribusi di daerah selatan yang
tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.
Berbagai permasalahan yang mungkin timbul perlu diantisipasi dan ditata
dalam sebuah Rencana Ketataruangan. Apabila berbagai kegiatan ini dibiarkan
tanpa kendali akan memberikan dampak pembangunan yang kurang terarah,
termasuk juga faktor kelestarian dan kenyamanan lingkungan. Kerangka
pengembangan (urban guidelines) amatlah diperlukan di Kota Sinjai untuk
mengantisipasi pembangunan yang kurang tertib, munculnya ketidakselarasan
lingkungan, serta perangkat pengendali perkembangan kota. Diharapkan melalui
melalui upaya penataan dengan disiapkannya kerangka pengembangan dalam
bentuk dokumen Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dapat mencapai
lahan sesuai Tata Ruang yang berlaku. RTBL tersebut juga merupakan arahan
arsitektur lingkungan setempat yang melengkapi peraturan bangunan yang ada.
Mengingat potensi serta kecenderungan pertumbuhan fisik secara cepat
sering terjadi diruang yang dialokasikan sebagai kawasan pengembangan
pembangunan, maka prioritas penanganan penataan terutama dilakukan pada
kawasan yang padat, kawasan tumbuh cepat, daerah pusat perdagangan, kawasan
dengan fungsi campuran, atau pada kawasan dengan kondisi geografis memerlukan
perhatian khusus atas pertimbangan keamanan serta keserasian terhadap lokasi
setempat misal daerah tepian air atau waterfront, perbukitan dan sebagainya.
Gagasan ideal ruang perkotaan merupakan satu kesatuan sistem organisasi
yang mampu mengakomodasi kegiatan sosial ekonomi, budaya, memiliki citra fisik
maupun non fisik yang kuat, keindahan visual serta terencana dan terancang secara
terpadu seimbang dengan upaya pelestarian lingkungan. Untuk meningkatkan
pemanfaatan ruang kota disatu sisi dan sekaligus sebagai pengendalian, tata ruang
kota harus dilengkapi dengan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Hal
tersebut sebagai bagian dari pemenuhan terhadap persyaratan Tata Bangunan
seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
06/PRT/N/2007.
Dalam peraturan tersebut tercantum pengertian RTBL yaitu panduan rancang
bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan untuk mengendalikan
pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi
pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana dan pedoman
pengendalian pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan.
RTBL diperlukan sebagai kerangka pengendali pertumbuhan serta memberi
panduan terhadap wujud bangunan dan lingkungan pada suatu kawasan. RTBL
disusun setelah suatu produk perencanaan tata ruang kota di sah kan oleh
Pemerintah Daerah setempat sebagai Peraturan Daerah (Perda). Dalam lingkup
kawasan yang lebih terinci Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan merupakan
hasil dari proses identifikasi, perencanaan dan perancangan suatu
lingkungan, program peran masyarakat dan pengelolaan serta pemanfaatan aset
properti kawasan.
Dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Kota yang berlaku, selanjutnya
disusun RTBL yang memberikan arahan pengendalian pemanfaatan ruang dan
menindaklanjuti Rencana Detil atau Rencana Rinci Tata Ruang, serta sebagai
panduan rancangan kawasan dalam rangka perwujudan kualitas bangunan gedung
dan lingkungannya. Dengan demikian RTBL akan memberikan arahan terhadap
wujud pemanfaatan lahan, langgam arsitektural pada bangunanbangunan sebagai
hasil rencana teknis rancang bangunan (buildingdesign), terutama pada kawasan
tertentu yang memiliki karater khas seperti dimaksud di atas.
Dengan arahan tersebut, perencana kawasan dan bangunan yaitu urban
designer dan arsitek akan mempunyai kejelasan menyangkut kebijaksanaan
pembangunan fisik dari Pemerintah Daerah setempat, termasuk di dalamnya yang
menyangkut kepentingan umum, citra, dan jati diri lokasi yang perlu dikemukakan.
Pada gilirannya seluruh tatanan bangunan dan lingkungan yang dirancang akan
memberikan kontribusi positif terhadap kawasan.
Di dalam proses penyusunan RTBL harus memperhatikan dan memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Kepentingan umum atau aspirasi masyarakat
2. Pemanfaatan sumber daya setempat
3. Kemampuan daya dukung lahan yang optimal
Memperhatikan kriteria diatas, maka RTBL harus memuat hal sebagai berikut:
1. Pedoman Rencana Teknik dalam bentuk arahan desain tiga dimensional
2. Program Tata Bangunan dan Lingkungan
3. Pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunan
(Urban/environmelital building design and development guidelines)
Sebagai arahan rinci maka RTBL dilengkapi dengan paket investasi yang
menunjukkan prioritas pengembangan kawasan, fungsi kawasan serta perkiraan
investasi untuk menata kawasan tersebut sesuai dengan arahan pengembangan.
Maksud penyusunan RTBL Kawasan sebagai wilayah perencanaan pada
yang menyeluruh dan memiliki kepastian hukum tentang perencanaan tata
bangunan dan lingkungan di kecamatan tersebut sesuai dengan arahan
pengembangan dan fungsi kawasan yang diemban.
Tujuan dari kegiatan Penyusunan RTBL Kawasan Sinjai di dalam Kota Sinjai
adalah untuk memberikan :
a. Pengendalian dalam penyelenggaraan penataan bangunan dan
lingkungan untuk suatu lingkungan atau kawasan agar memenuhi kriteria
perencanaan tata bangunan dan lingkungan yang berkelanjutan;
b. Kriteria pemenuhan bagi persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
c. Arahan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di dalam Kawasan
Desa Baruga melalui perbaikan kualitas lingkungan dan ruang publik;
d. Perwujudan perlindungan terhadap lingkungan hidup;
e. Peningkatan vitalitas ekonomi lingkungan.
Sasaran dari kegiatan Penyusunan RTBL Kawasan Sinjai,Kota Sinjai,
Kabupaten Sinjai adalah :
1. Tersusunnya Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan untuk mengarahkan
jalannya pembangunan sejak dini di kawasan tersebut;
2. Mewujudkan pemanfaatan ruang secara efektif, tepat guna, spesifik
setempat dan konkret sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;
3. Melengkapi peraturan daerah tentang bangunan gedung;
4. Mewujudkan kesatuan karakter dan meningkatkan kualitas bangunan
gedung dan lingkungan/kawasan;
5. Mengendalikan pertumbuhan fisik lingkungan/kawasan;
6. Menjamin implementasi pembangunan agar sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat dalam pengembangan lingkungan/kawasan yang
berkelanjutan;
7. Menjamin terpeliharanya hasil pembangunan karena dukungan dan rasa
memiliki dari masyarakat sebagai efek positif pelibatan masyarakat dalam
proses penyusunan RTBL.
Sehingga diharapkan Kegiatan Kawasan Sinjai, dapat meningkatkan
1. Perwujudan kualitas lingkungan yang layak huni (liveable); sangat berkaitan
dengan kualitas ruang-ruang fungsional (functional quality).
2. Perwujudan kualitas lingkungan yang berjatidiri (imageable); sangat
berkaitan dengan kualitas visual dari suatu ruang (visual quality).
3. Perwujudan kualitas lingkungan yang produktif (enduring); sangat berkaitan
terutama dengan kualitas lingkungan dari suatu ruang (environmental
quality).Sesuai dengan kandungan materinya maka kedudukan RTBL bisa
diwujudkan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut:
1. Rencana kegiatan komunitas atau community action plan.
2. Rencana penataan lingkungan atau neighbourhood development plan.
3. Panduan rancangan kota atau urban design guidelines.
Seluruh rencana, rancangan, aturan, dan mekanisme dalam penyusunan dokumen
RTBL harus merujuk pada pranata pembangunan yang lebih tinggi, baik pada
lingkup kawasan, kota, maupun wilayah. Kedudukan RTBL dalam pengendalian
bangunan gedung dan lingkungan sebagaimana digambarkan dalam gambar
berikut.
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 20
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung pasal 27 ayat (2), struktur dan sistematika
dokumen RTBL sebagaimana dijelaskan dalam bagian berikut ini.
Secara umum Dokumen RTBL berisi Program Bangunan dan Lingkungan.
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari
perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu
tertentu. Program tersebut memuat jenis, jumlah, besaran dan luasan bangunan
gedung, serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial,
prasarana aksesibilitas, sarana pencahayaan, dan sarana penyehatan lingkungan,
baik berupa penataan prasarana dan sarana yang sudah ada maupun yang baru.
Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis kawasan
dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak lingkungan,
dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran masyarakat, yang
menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan lingkungan. Secara
konseptual disajikan dalam gambar berikut ini.
Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses
mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasikan
kontekslingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya.
Manfaat analisis kawasan dan wilayah perencanaan adalah:
1. Mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan lingkungan serta
kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang tengah berlangsung.
2. Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang memuat rencana
pengembangan program bangunan dan lingkungan, serta dapat mengangkat nilai
kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan konteks kawasan
perencanaan.
Analisis secara sistematis meninjau aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan Sosial-Kependudukan. Merupakan gambaran kegiatan sosial kependudukan dengan memahami beberapa aspek antara lain: tingkat
pertumbuhan penduduk, Jumlah keluarga, Kegiatan sosial penduduk,
Tradisi-budaya lokal, dan perkembangan yang ditentukan secara kultur-tradisional.
2. Prospek Pertumbuhan Ekonomi. Merupakan gambaran sektor pendorong perkembangan ekonomi, kegiatan usaha, prospek investasi pembangunan dan
perkembangan penggunaan tanah, produktivitas kawasan, dan kemampuan
pendanaan pemerintah daerah.
3. Daya Dukung Fisik dan Lingkungan. Merupakan analisis kemampuan fisik, lingkungan dan lahan potensial bagi pengembangan kawasan selanjutnya.
Beberapa aspek yang harus dipahami antara lain: kondisi tata guna lahan, kondisi
bentang alam kawasan, lokasi geografis, sumberdaya air, status-nilai tanah, ijin
lokasi, dan kerawanan kawasan terhadap bencana alam.
4. Aspek LegalKonsolidasi Lahan Perencanaan. Menunjukkan kesiapan administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi legalitas hukum.
5. Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan. Menganalisis kemampuan pelayanan infrastruktur, jenis infrastruktur, jangkauan pelayanan, jumlah
6. Kajian Aspek Signifikansi Historis Kawasan. Berkaitan dengan kedudukan nilai historis kawasan pada konteks yang lebih besar, misalnya sebagai aset
pelestarian pada skala regional bahkan skala Nasional.
Prinsip analisis kawasan dan wilayah perencanaan salah satunya dengan
metode SWOT, dijelaskan sebagai berikut:
1. Kekuatan atau Potensi (Strength) yang dimiliki wilayah perencanaan, yang selama ini tidak atau belum diolah secara maksimal, atau pun terabaikan
keberadaannya.
2. Kelemahan atau Permasalahan (Weakness) internal yang selama ini dihadapi dalam kawasan perencanaan.
3. Prospek atau Kesempatan (Opportunity) pengembangan yang lebih luas (pada skala perkotaan atau perdesaan pada masa mendatang.
4. Kendala atau Hambatan (Threat) yang dihadapi wilayah perencanaan, terutama yang berasal dari faktor eksternal.
Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program
bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada kawasan perencanaan,
termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi kegiatan
pembangunan kawasan atau lingkungan yang memiliki dampak besar dan penting
serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain hal tersebut, Pembangunan berbasis peran masyarakat c
ommunity-based development) adalah pembangunan dengan orientasi yang optimal pada
pendayagunaan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung,
masyarakat diberikan kesempatan aktif beraspirasi dan berkontribusi untuk
merumuskan program bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tingkat
kebutuhan.
Manfaat analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai berikut:
1. Memupuk pemahaman dan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban dan
peranannya di dalam proses pembangunan, sehingga tumbuh rasa memiliki dan
2. Meminimalkan konflik, sehingga mempercepat proses kegiatan secara
keseluruhan, serta terbangunnya suatu ikatan di masyarakat.
3. Efisiensi dan efektivitas. Keputusan yang diambil akan bersifat efisien dan efektif
jika sesuai dengan kondisi yang ada, baik kebutuhan, keinginan, maupun
sumberdaya di masyarakat.
4. Memberdayakan masyarakat setempat, terutama dalam hal membentuk dan
membangun kepercayaan diri, kemampuan bermasyarakat dan bekerjasama.
Prinsip utama analisis pembangunan berbasis peran masyarakat sebagai
berikut:
1. Berdasarkan kesepakatan dan hasil kerjasama. Kesepakatan yang dicapai adalah hasil dialog dan negosiasi berbagai pihak yang terlibat atau pun pihak
yang terkena dampak perencanaan.
2. Sesuai dengan aspirasi publik. Perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan dan kondisi yang ada di masyarakat.
3. Kejelasan Tanggungjawab. Adanya sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan yang transparan dan terbuka bagi publik. Terbuka kemungkinan untuk
mengajukan keberatan dan gugatan melalui instansi yang berwenang menangani
gugatan kepada pemilik, pengelola, dan atau pengguna atas penyelenggaraan
bangunan gedung dan lingkungannya.
4. Kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pembangunan. Setiap
anggota masyarakat atau pemangku kepentingan (stakeholders), terutama yang
akan terkena dampak langsung dari suatu kegiatan pembangunan, memiliki akses
dan kesempatan yang sama untuk berkiprah.
Dalam Tahapan Perencanaan Partisipatif, Peran serta dan keterlibatan
masyarakat dalam penyusunan rencana dilaksanakan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Persiapan. Berisi pengenalan program yang akan dilakukan kepada masyarakat, pembentukan kelompok, pendefinisian pihak terkait, penentuan pendekatan pihak
2. Identifikasi aspirasi dan analisis permasalahan. Berisi penyusunan tujuan, kebutuhan, dan kepentingan semua pihak, pelibatan seluruh pemangku
kepentingan (stakeholders), penciptaan dan sosialisasi mekanisme, serta analisis
kebutuhan dan sumberdaya pengembangan kawasan.
3. Analisis perilaku lingkungan. Terutama berisi interaksi kawasan perkotaan yang sudah memiliki struktur kota yang solid pada kawasan perencanaan.
4. Rencana pengembangan. Pedoman utama, arahan pengembangan, kepentingan prioritas, identifikasi hambatan, identifikasi sumberdaya, dan visi
pengembangan kawasan.
5. Strategi pengembangan dan publikasi. Berisi perencanaan tahapan, monitoring dan evaluasi, persetujuan legal, strategi kerjasama dengan wakil komunitas,
penyebaran informasi dan publikasi program.
6. Penerapan rencana. Berisi publikasi rencana pelaksanaan, adaptasi perubahan,
peninjauan dan kaji ulang (review) berkala bersama dengan komunitas dan
seluruh masyarakat.
Rencana umum dan panduan rancangan merupakan ketentuan tata bangunan
dan lingkungan pada suatu lingkungan atau kawasan yang memuat rencana
peruntukan lahan makro dan mikro, rencana perpetakan, rencana tapak, rencana
sistem pergerakan, rencana aksesibilitas lingkungan, rencana prasarana dan sarana
lingkungan, rencana wujud visual bangunan dan ruang terbuka hijau. Panduan
rancangan bersifat melengkapi dan menjelaskan secara lebih rinci tentang rencana
umum yang telah ditetapkan sebelumnya, meliputi ketntuan dasar implementasi
rancangan dan prinsip-prinsip pengembangan rancangan kawasan.
Rencana umum merupakan ketentuan rancangan tata bangunan dan
lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan lingkungan atau kawasan
perencanaan yang layak huni, berjatidiri, produktif dan berkelanjutan. Manfaat
Rencana Umum adalah sebagai berikut:
1. Memberi arahan lugas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar dari
2. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan atau tiga dimensional
sebagai model penerapan seluruh arahan materi pokok rencana tata bangunan
dan lingkungan.
3. Memudahkan pengembangan desain sesuai dengan visi dan arahan karakter
lingkungan yang telah ditetapkan.
4. Memudahkan pengelolaan, pengendalian pelaksanaan dan pengoperasian
kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah
ditetapkan.
5. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak baik, terarah dan terukur
pada suatu kawasan yang direncanakan.
6. Mencapai integrasi elemen desain yang berpengaruh pada perancangan
kawasan.
Materi rencana umum mempertimbangkan potensi serta mengakomodasi
komponen rancangan kawasan sebagai berikut: 1) Struktur Peruntukan Lahan; 2)
Intensitas Pemanfaatan Lahan; 3) Tata Bangunan; 4) Sistem Sirkulasi dan Jalur
Penghubung; 5) Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau; 6) Tata Kualitas
Lingkungan; dan 7) Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan.
Struktur Peruntukan Lahan adalah komponen rancang kawasan yang berperan
penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan atau tata guna lahan
yang telah ditetapkan dalam kawasan perencanaan tertentu berdasarkan ketentuan
dalam rencana tata ruang wilayah. Komponen Struktur Peruntukan Lahan terdiri dari
beberapa hal sebagai berikut:
a. Peruntukan Lahan Makro. Merupakan rencana alokasi penggunaan dan
pemanfaatan lahan pada suatu wilayah. Peruntukan lahan makro disebut juga
dengan tata guna lahan. Peruntukan ini bersifat mutlak karena telah diatur pada
ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
b. Peruntukan Lahan Mikro. Merupakan peruntukan lahan yang ditetapkan pada
skala keruangan yang lebih rinci termasuk secara vertikal berdasarkan prinsip
keragaman yang seimbang dan saling menentukan. Hal yang diatur adalah
peruntukan lantai dasar, lantai atas, maupun lantai basement serta peruntukan
Peruntukan lahan tertentu berkaitan dengan konteks lahan
perkotaan-perdesaan, konteks bentang alam atau lingkungan konservasi, ataupun konteks
tematikal pengaturan pada spot ruang bertema tertentu. Dalam penetapan
peruntukan lahan mikro masih terbuka kemungkinan untuk melibatkan berbagai
masukan desain hasil interaksi berbagai pihak seperti perancang atau penata kota,
pihak pemilik lahan, ataupun pihak pemakai atau pengguna atau masyarakat untuk
melahirkan lingkungan dengan ruang yang berkarakter sesuai dengan konsep
struktur perancangan kawasan. Penetapan ini tidak berarti mengubah alokasi tata
guna lahan pada aturan rencana tata ruang wilayah yang ada, namun berupa tata
guna yang diterapkan dengan skala keruangan yang lebih rinci.
Dalam penataan struktur peruntukan lahan, prinsip penataan strukturnya
adalah sebagai berikut:
1. Secara fungsional meliputi:
a. Keragaman tata guna yang seimbang saling menunjang (compatible) dan
terintegrasi;
b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi aktivitas;
c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan;
d. Pengaturan kepadatan pengembangan kawasan dengan pertimbangan daya
dukung dan karakter kawasan serta variasi atau pencampuran peruntukan.
2. Secara fisik meliputi:
a. Estetika , karakter, dan citra kawasan;
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki serta aktivitas
yang diwadahi;
c. Dari sisi lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan dengan
sekitarnya, keseimbangan peruntukan lahan dengan daya dukung lingkungan,
serta kelestarian ekologis kawasan.
Tata Bangunan adalah produk dari penyelenggaraan bangunan gedung
beserta lingkungannya sebagai wujud pemanfaatan ruang, meliputi berbagai aspek
termasuk pembentukan citra atau karakter fisik lingkungan, besaran, dan konfigurasi
lantai bangunan. Elemen tersebut ditata untuk menciptakan dan mendefinisikan
berbagai kualitas ruang kota yang akomodatif terhadap keragaman kegiatan yang
ada, terutama yang berlangsung dalam ruang publik.
Tata bangunan juga merupakan sistem perencanaan bagian dari
penyelenggaraan bangunan gedung beserta lingkungannya termasuk sarana
prasarana pada suatu lingkungan binaan sesuai dengan peruntukan lahan yang
diatur dengan aturan tata ruang yang berlaku dalam RTRW Kabupaten / Kota dan
rencana detilnya.
Komponen Tata Bangunan yaitu:
1. Pengaturan Blok Lingkungan yaitu perencanaan pembagian lahan dalam kawasan menjadi blok dan jalan, dimana blok terdiri atas petak lahan atau
kaveling dengan konfigurasi tertentu.
2. Pengaturan Kaveling atau Petak Lahan yaitu perencanaan pembagian lahan dalam blok menjadi sejumlah kaveling atau petak lahan dengan ukuran, bentuk,
pengelompokan dan konfigurasi tertentu. Pengaturan ini terdiri atas: a) bentuk
dan ukuran kaveling, b) pengelompokan dan konfigurasi kaveling; dan c) ruang
terbuka dan tata hijau.
3. Pengaturan Bangunan, yaitu perencanaan pengaturan massa bangunan dalam blok atau kaveling. Pengaturan ini terdiri atas: a) pengelompokna bangunan; b)
letak dan orientasi bangunan; c) sosok massa bangunan; dan d) ekspresi
arsitektur bangunan.
4. Pengaturan Ketinggian dan Elevasi Lantai Bangunan yaitu perencanaan pengaturan ketinggian dan elevasi bangunan baik pada skala bangunan tunggal
maupun kelompok bangunan pada lingkungan yang lebih makro (blok atau
kawasan). Pengaturan ini terdiri atas: a) ketinggian bangunan; b) komposisi garis
langit bangunan; dan c) ketinggian lantai bangunan.
Prinsip pengendalian tata bangunan adalah sebagai berikut:
1. Secara fungsional meliputi optimalisasi dan efisiensi, kejelasan pendefinisian
ruang yang diciptakan, keragaman fungsi dan aktivitas yang diwadahi, skala dan
atau konektivitas, kejelasan orientasi dan kontinuitas, kemudahan layanan dan
menghindari eksklusivitas.
2. Secara fisik dan non-fisik meliputi pola, dimensi dan standar umum; estetika,
karakter dan citra kawasan; kualitas fisik; dan ekspresi bangunan dan lingkungan.
3. Dari Sisi Lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan dengan
sekitar, keseimbangan dengan daya dukung lingkungan, kelestarian ekologis
kawasan, dan pemberdayaan kawasan.
Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau merupakan komponen rancang
kawasan,yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan ataupun elemen
sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan
sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. Penataan sistem
ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter
lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis
bagi lingkungan sekitarnya, dan memiliki karakter terbuka sehingga mudah diakses
sebesar-besarnya oleh publik.
Komponen penataan sistemRuang Terbuka dan Tata Hijau adalah sebagai
berikut:
1. Sistem ruang terbuka umum (kepemilikan publik aksesibilitas publik);
2. Sistem ruang terbuka pribadi (kepemilikan pribadi aksesibilitas pribadi);
3. Sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses oleh umum (kepemilikan pribadi
aksesibilitas publik);
4. Sistem pepohonan dan tata hijau;
5. Bentang alam meliputi pantai dan laut, sungai, lereng dan perbukitan, puncak
bukit dan pegunungan;
6. Area jalur hijau meliputi kawasan sepanjang sisi dalam daerah milik jalan,
sepanjang bantaran sungai, sisi kiri kanan jalur kereta, sepanjang area dibawah
jaringan listrik tegangan tinggi, jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman
kota.
1. Secara fungsional meliputi: pelestarian ruang terbuka kawasan; aksesibilitas
publik; keragaman fungsi dan aktivitas; skala dan proporsi ruang yang manusiawi
dan berorientasi bagi pejalan kaki; sebagai pengikat lingkungan atau bangunan;
sebagai pelindung, pengaman dan pembatas lingkungan atau bangunan bagi
pejalan kaki.
2. Secara Fisik dan Non-Fisik meliputi: peningkatan estetika, karakter dan citra
kawasan; kualitas fisik; kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan.
3. Dari sisi lingkungan meliputi: keseimbangan kawasan perencanaan dengan
sekitar; keseimbangan dengan daya dukung lingkungan; kelestarian ekologis
kawasan; dan pemberdayaan kawasan.
Tata Kualitas Lingkungan merujuk pada upaya rekayasa elemen kawasan yang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu kawasan atau sub-area dengan sistem
lingkungan yang informatif, berkarakter khas, dan memiliki orientasi tertentu.
Komponen penataan kualitas lingkungan terdiri dari:
1. Konsep identitas lingkungan, yaitu perancangan karakter lingkungan yang dapat
diwujudkan melalui pengaturan dan perancangan elemen fisik dan non-fisik
lingkungan atau subarea tertentu. Pengaturan ini terdiri dari: tata karakter
bangunan atau lingkungan; tata penanda identitas bangunan atau lingkungan;
dan tata kegiatan pendukung secara formal dan informal (supporting activities).
2. Konsep orientasi lingkungan, yaitu perancangan elemen fisik dan non-fisik guna
membentuk lingkungan yang informatif sehingga memudahkan pemakai untuk
berorientasi dan bersirkulasi. Pengaturan ini terdiri atas: sistem tata informasi
(directory signage system) dan sistem tata rambu pengarah (directional signage
system).
3. Wajah Jalan yaitu perancangan elemen fisik dan non-fisik guna membentuk
lingkungan berskala manusia pemakainya pada suatu ruang publik berupa ruas
jalan yang akan memperkuat karakter suatu blok perancangan yang lebih besar.
Pengaturan ini terdiri atas: wajah penampang jalan dan bangunan; perabot jalan
(street furniture); jalur dan ruang bagi pejalan kaki (pedestrian); tata hijau pada
penampang jalan; elemen tata informasi dan rambu pengarah pada penampang
Prinsip penataan tata kualitas lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Secara Fungsional meliputi informatif dan kemudahan orientasi; kejelasan
identitas; iIntegrasi pengembangan skala mikro terhadap makro; keterpaduan
atau integrasi desain untuk efisiensi; konsistensi; mewadahi fungsi dan aktivitas
formal maupun informal yang beragam; skala dan proporsi pembentukan ruang
yang berorientasi pada pejalan kaki; dan perencanaan tepat bagi pemakai yang
tepat.
2. Secara fisik dan non-fisik meliputi: penempatan pengelolaan dan pembatasan
yang tepat dan cermat; pola, dimensi dan standar umum; peningkatan estetika,
karakter dan citra kawasan; kontekstual dengan elemen penatan lain; kualitas fisik
menyangkut kenyamanan pejalan kaki, kenyamanan sirkualsi udara, sinar
matahari dan klimatologi; dan kelengkapan fasilitas penunjang lingkungan seperti
street furniture berupa kios, tempat duduk, lampu, material, perkerasan dan
sebagainya.
3. Secara lingkungan meliputi: keseimbangan kawasan perencanaan dengan
sekitar; pemberdayaan berbagai kegiatan pendukung informal.
4. Dari sisi pemangku kepentingan meliputi: kepentingan bersama antar pelaku kota
dan berorientasi pada kepentingan publik.
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik
suatu lingkungan yang pengadaannya memungkinkan suatu lingkungan dapat
beroperasi dan berfungsi sebagaimana mestinya. Sistem prasarana dan utilitas
lingkungan mencakup jaringan air bersih dan air limbah, jaringan drainase, jaringan
persampahan, jaringan listrik, jaringan telepon, sistem pengamanan kebakaran dan
sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi.
Komponen Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan antara lain mencakup
sektor berikut ini:
1. Sistem jaringan air bersih yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan air agi penduduk suatu lingkungan, yang memenuhi persyaratan bagi
operasionalisasi bangunan atau lingkungan, dan terintegrasi dengan jaringan air
2. Sistem jaringan air limbah dan air kotor yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan air buangan rumah tangga, lingkungan
komersial, perkantoran, dan bangunan umum lainnya yang berasal dari manusia,
binatang atau tumbuh-tumbuhan untuk diolah dan kemudian dibuang dengan cara
sedemikian rupa sehingga aman bagi lingkungan, termasuk didalamnya buangan
industri dan buangan kimia.
3. Sistem jaringan drainase yaitu sistem jaringan dan distribusi drainase suatu lingkungan yang berfungsi sebagai pematus bagi lingkungan yang terintegrasi
dengan sistem jaringan drainase makro dari wilayah regional yang lebih luas.
4. Sistem jaringan persampahan yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan pembuangan atau pengolahan sampah rumah tangga, lingkungan komersial,
perkantoran dan bangunan umum lainnya, yang terintegrasi dengan sistem
jaringan pembuangan sampah makro dari wilayah regional yang lebih luas.
5. Sistem jaringan listrik yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan daya listrik dan jaringan sambungan listrik bagi penduduk yang memenuhi
persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau lingkungan dan terintegrasi
dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah regional yang lebih luas.
6. Sistem jaringan telepon yaitu sistem jaringan dan distribusi pelayanan penyediaan kebutuhan sambungan dan jaringan telepon bagi penduduk suatu
lingkungan yang memenuhi persyaratan bagi operasionalisasi bangunan atau
lingkungan yang terintegrasi dengan jaringan instalasi listrik makro dari wilayah
regional yang lebih luas.
7. Sistem jaringan pengamanan kebakaran yaitu sistem jaringan pengamanan lingkungan atau kawasan untuk memperingatkan penduduk terhadap keadaan
darurat, penyediaan tempat penyelamatan, membatasi penyebaran kebakaran
dan atau pemadaman kebakaran.
8. Sistem jaringan jalur penyelamatan atau evakuasi yaitu jalur perjalanan yang menerus termasuk jalan keluar atau koridor atau selasar umum dan sejenis dari
setiap bagian bangunan gedung termasuk di dalam unit hunian tunggal ke tempat
aman yang disediakan bagi suatu lingkungan atau kawasan sebagai tempat
Prinsip Penataan Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan.
1. Secara Fungsional meliputi strategi penetapan sistem yang tepat, kualitas dan
taraf hidup pengguna, dan integrasi.
2. Secara Fisik meliputi aspek estetika, karakter dan citra kawasan; dan efisiensi
sistem jaringan dan operasi pemeliharaan.
3. Secara Lingkungan meliputi lingkungan yang berkelanjutan; keseimbangan jangka
waktu pembangunan; dan keseimbangan daya dukung lingkungan.
4. Dari sisi pemangku kepentingan meliputi penetapan sistem yang dikelola
berdasarkan kesepakatan dari, oleh dan untuk masyarakat; dan penetapan
kewenangan yang jelas pada saat penyediaan, pengelolaan dan perawatan yang
terkait dengan peraturan daerah dan instansi atau pun pemangku kepentingan
terkait.
Panduan Rancangan merupakan penjelasan lebih rinci atas Rencana Umum
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam bentuk penjabaran materi utama melalui
pengembangan komponen rancangan kawasan pada bangunan, kelompok
bangunan, elemen prasarana kawasan, kaveling dan blok, termasuk panduan
ketentuan detail visual kulitas minimal tata bangunan dan lingkungan.
Panduan Rancangan memuat ketentuan implementasi rancangan terhadap
kawasan perencanaan berupa ketentuan tata bangunan dan lingkungan yang
bersifat lebih detail, memudahkan dan memandu penerapan dan pengembangan
rencana umum, baik pada bangunan, kelompok bangunan, elemen prasarana
kawasan, kaveling, maupun blok.
Dari analisis perkembangan wilayah Kabupaten Sinjai, dapat dikategorikan ke
dalam 3 (tiga) kategori perkembangan yaitu cepat, sedang dan lambat. Trend
perkembangan ini membentuk pola memanjang di sepanjang depan jalan Propinsi
dan sekitarnya yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang cepat
mengenai ruang Urban kawasan perkotaan, pertumbuhan Kawasan Sinjai
merupakan bentuk ruang ”streets” yang berorientasi dinamis yang meliputi jalan dan
sejalur dan biasanya bersifat linear, dan berorientasi kedua ujungnya.
1. Berdasar bentuk ruang, ruang terbuka dapat dibagi atas "squares" dan "streets".
Square berkonotasi pada ruang terbuka yang bersifat "statis" (yang merupakan
ruang-ruang yang terpumpun pada suatu pusat aktivitas tertentu, dan biasanya
bersifat memusat, berorientasi ke dalam) sementara "streets" berkonotasi pada
ruang yang bersifat "dinamis" (yang merupakan ruang-ruang sirkulasi : jalan dan
jejalur, dan biasanya bersifat linear, berorientasi ke kedua ujungnya).
2. Berdasar karakter pelingkupnya, dapat dibagi atas ruang dengan pembatas
bidang lunak (soft edges) ataupun bidang keras (hard edges). Soft edges maupun
hard edges ini dapat membentuk ruang positif ataupun ruang negatif, berdasar
sifat pelingkupannya. Pada umumnya ruang yang dibatasi oleh pembatas lunak
lebih berkarakter informal dan human, sementara yang berpelingkup keras lebih
bersifat formal dan mengarahkan.
3. Berdasar orientasi ruang, dapat dibagi atas ruang yang berorientasi ke dalam,
ruang yang tidak memiliki orientasi, dan ruang yang berorientasi keluar. Ruang
yang berorientasi ke dalam lazimnya memiliki sesuatu yang dapat dinikmati
secara visual atupun melalui kegiatan di dalam ruang tersebut, atau karena ruang
itu memiliki pelingkup yang sangat kuat (dengan sedikit pelubangan, misalnya).
Ruang yang berorientasi ke luar pada umumnya merupakan ruang yang lebih
banyak digunakan untuk kegiatan yang lebih pasif dibandingkan kegiatan yang
ada di luar.
4. Berdasar penggunaannya, ruang terbuka dapat dibagi dalam ruang aktif, ruang
yang setengah aktif, dan ruang yang pasif. Ruang yang aktif adalah ruang yang
banyak digunakan untuk kegiatan, dan lazimnya kegiatan itu bersifat temporer,
namun bergantian waktunya. Ruang yang setengah aktif adalah ruang yang
intensitas penggunaannya tidak setinggi ruang aktif. Ruang-ruang ini lazimnya
hanya digunakan pada suatu perioda waktu tertentu. Ruang pasif adalah ruang
yang intensitas penggunaannya sangat kurang, atau bahkan hampir tidak ada.
5. Berdasar kepemilikannya, ruang terbuka dapat dibagi dalam ruang privat, ruang
semi-publik, dan ruang publik. Ruang privat merupakan ruang yang dimiliki oleh
perseorangan atau lembaga tertentu, dan memiliki eksklusivitas penggunaan
yang cukup tinggi, atau paling tidak dapat dikontrol penggunaannya jika