PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Pendidikan Sains
Minat Utama Pendidikan IPA
Oleh
Anggraeni Mashinta Sulistyani
S831302006
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
HALAMAN PENGESAHAN
PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT
TESIS Oleh
Anggraeni Mashinta Sulistyani S831302006
Tim Penguji:
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Prof. Dr. Ashadi ……… ……….
NIP 195101021975011001
Sekretaris Dr. Sri Dwiastuti, M.Si. ……… ……….
NIP 195406261981032001
Anggota Penguji Dr. M. Masykuri, M.Si. ……… ………. NIP 196811241994031001
Dr. Sarwanto, M.Si. ……… ……….
NIP 196909011994031002
Telah dipertahankan di depan penguji Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal ……… 2014 Mengetahui:
Dekan FKIP UNS, Ketua Program Studi
Magister Pendidikan Sains
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP 196007271987021001 NIP 196811241994031001
HALAMAN PERSETUJUAN
PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT
TESIS
Oleh
Anggraeni Mashinta Sulistyani S831302006
Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. M. Masykuri, M.Si. ……… ……….
NIP 196811241994031001
Pembimbing II Dr. Sarwanto, M.Si. ……… ……….
NIP 196909011994031002
Telah dinyatakan memenuhi syarat
Pada tanggal ……… 2014
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Sains
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS,
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP 196811241994031001
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
1. Tesis yang berjudul : PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING TEMA AIR SEHATini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan
sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta
daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya
ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan (Permendiknas Nomor 17 tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan FKIP
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Magister Pendidikan
Sains FKIP UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Magister Pendidikan Sains FKIP UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku
Surakarta, Agustus 2014
Mahasiswa,
Anggraeni Mashinta Sulistyani
NIM S831302006
MOTTO
1. Menjaga lingkungan alam berarti menjaga diri kita sendiri.
2. Lingkungan alam yang sehat mendorong kehidupan yang sejahtera.
3. Islam itu agama yang bersih, maka jagalah kebersihan. Sesungguhnya
tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih. (H.R. BAIHAQI)
4. Kebersihan dan kesehatan lingkungan merupakan faktor kenyamanan bagi
hidup kita.
5. Lingkungan alam bukan warisan nenek moyang kita namun titipan anak
cucu kita.
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk :
“ Mutiara-mutiara Hidupku”
(Ayah, Ibu, Adik, dan Sahabatku)
Terimakasih untuk semua cinta, kasih sayang, doa, semangat, dukungan dan
kedamaian yang tak tergantikan.
Pembimbing I: Dr. M. Masykuri, M.Si., II: Dr. Sarwanto, M.Si. Program Studi Magister Pendidikan Sains Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat, (2) kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan, (3) efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang dikembangkan.
Penelitian ini merupakan penelitian dan pengembangan dengan model 4-D. Rancangan modul dikembangkan menjadi draft I. Draft I divalidasi oleh validator ahli materi, media, bahasa, praktisi dan peer review kemudian direvisi menjadi draft II. Draft II kemudian diuji coba kecil pada 10 orang siswa kelas 7A SMP Negeri 4 Pracimantoro. Setelah direvisi menjadi draft III, yang diuji coba luas pada siswa kelas 7B SMP Negeri 4 Pracimantoro. Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-posttest design. Keefektifan modul terhadap hasil belajar siswa dianalisis menggunakan gain score untuk pretest-posttest
aspek pengetahuan, observasi aspek sikap dan keterampilan. Perbedaan hasil belajar menggunakanpaired sample t-test, ujiKruskal Wallis (parametrik), dan uji
One Way Anova (non-parametrik). Disseminasi dilakukan kepada 5 guru IPA untuk mendapatkan umpan balik.
Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat menggunakan model 4D. Prosedur pelaksanaan meliputi: tahap tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design), tahap pengembangan
(develop), dan tahap penyebaran (disseminate). Validasi ahli pada tahap perencanaan dilakukan 2 kali agar hasil yang diperoleh lebih baik. Tahap penyebaran dilakukan pada guru IPA di 5 sekolah untuk dinilai kelayakannya, sedangkan penyebarluasan dan penggunaan dalam pembelajaran belum dilaksanakan karena keterbatasan penelitian. (2) kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat yang dikembangkan termasuk dalam kategori sangat layak, yaitu dari skor uji validasi sebesar 47,20 dengan kriteria sangat layak. Skor tahap uji coba kecil, uji coba luas, dan penyebaran masing-masing yaitu 66,20 dengan kriteria layak; 89,90 dengan kriteria sangat layak; dan 96,00 dengan kriteria sangat layak. (3) modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based Learning tema Air Sehat efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan hasil gain score aspek pengetahuan 0,54 menunjukkan kategori sedang; aspek sikap 0,76 menunjukkan kategori tinggi; dan aspek keterampilan 0,58 menunjukkan kategori sedang.
Kata Kunci: modul, IPA terpadu, PBL, air sehat
Theme. THESIS. Advisor I: Dr. M. Masykuri, M.Si., Advisor II: Dr. Sarwanto, M.Si. Master of Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University of Surakarta.
ABSTRACT
This research aims to analyze: (1) development procedure of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme, (2) properness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme, (3) effectiveness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme.
This research method was research and developed (R&D) that using Four-D models. Module design developed into draft I. It was validated by the experts of material, media and language, practitioners and peer review; the first draft was then revised into draft II. The second draft was used in preliminary field test on 10 students of class 7A SMP N 4 Pracimantoro. The next step was revising the module into draft III; it was then used in operational field test on class 7B SMP N 4 Pracimantoro. This research used one-group pretest-posttest design. Effectiveness of the module towards students’ learning achievement was analyzed using gain score for pre-test and post-test of knowledge aspect, as well as observation of attitude and skill aspects. Improvement of students’ learning achievement was analyzed using paired sample t-test, Kruskal Wallis test (non-parametric), and One Way Anova test (parametric). Dissemination was conducted to five Science teachers to get feedback.
The research findings are: (1) development procedure of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme was Four-D models. It includes define, design, develop and disseminate. Validation expert at this stage of development is done two times in order to obtain better results. Deployment phase is only performed on five science theachers in schools to assess its feasibility, while the dissemination and use in learning has not been implemented due to the limitations of the study; (2) effectiveness of integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme is Excellent; it is proved by score of validity test which was 47.20 (Excellent). Score of small test phase, extensive testing, and deployment of each of the 66.20 (Good), 89.90 (Excellent), and 96.00 (Excellent); (3) integrated science module SMP/MTs using Problem Based Learning model in Healthy Water theme was effective in improving students’ learning achievement proved by the gain score of knowledge aspect which was 0.54 (Medium), attitude aspect was 0.76 (High) and skill aspect was 0.58 (Medium).
Keywords:module, integrated science, problem based learning, healthy water
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul
“PENGEMBANGAN MODUL IPA TERPADU SMP/MTs DENGAN MODEL
PROBLEM BASED LEARNINGTEMA AIR SEHAT”
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh derajat
Magister Pendidikan Sains Program Studi Magister Pendidikan Sains di
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dari awal pelaksanaannya
hingga tersusunnya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada
kesempatan yang baik ini peneliti megucapkan terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon H., M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kebijakan-kebijakan
yang telah diberikan.
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta atas izin yang
diberikan untuk penelitian.
3. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Pendidikan
Sains, sebagai Penasehat Akademik, dan sebagai Pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan, saran, dan kritik dalam
penyusunan tesis ini.
4. Dr. Sarwanto, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan
bimbingan, bantuan, dorongan, saran, dan kritik dalam penyusunan tesis ini.
5. Segenap dosen Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
bekal ilmu dan pengalaman yang sangat berguna bagi masa depan penulis.
6. Wiyono, S.Pd., selaku kepala SMP Negeri 4 Pracimantoro yang telah
memberikan izin untuk penelitian.
7. Endah Setyorini, S.Pd., selaku guru IPA SMP Negeri 4 Pracimantoro yang
telah memberikan jam pelajaran untuk penelitian.
8. Segenap siswa kelas 7 SMP Negeri 4 Pracimantoro atas kerjasama yang
diberikan selama pelaksanaan penelitian.
9. Kedua orang tua yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan tesis
ini.
10. Mahasiswa Magister Pendidikan Sains, selaku teman sejawat yang telah
memberikan bantuan dan kerjasama dalam menyelesaikan tesis ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam melaksanakan
penelitian ini.
Demikian tulisan ini dapat diselesaikan. Semoga semua bantuan yang
diberikan selama penelitian hingga terselesaikannya tesis ini mendapatkan balasan
yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh
dari sempurna. Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata semoga penelitian ini
dapat membawa manfaat yang berarti bagi pembaca.
Surakarta, Agustus 2014
Penulis,
ix
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
ABSTRAK ... xvii
ABSTRACT ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah... 9
C. Batasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Spesifikasi Modul yang Diharapkan ... 11
G. Manfaat Penelitian... 13
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17
A. Kajian Teori ... 17
1. Karakteristik IPA ... 17
2. Pembelajaran IPA Terpadu ... 19
3. Pembelajaran IPA Terpadu Model Integrated ... 26
4. Model Pembelajaran ... 27
5. Problem Based Learning (PBL)... 29
6. Modul Pembelajaran ... 34
7. Hasil Belajar ... 44
8. Materi Ajar Tema Air Sehat ... 48
B. Penelitian yang Relevan ... 58
C. Kerangka Berpikir ... 63
BAB III METODE PENELITIAN ... 66
A. Desain Penelitian... 66
B. Teknik Pengumpulan Data ... 68
C. Instrumen Pengumpulan Data ... 79
D. Teknik Analisis Data ... 80
E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 85
F. Subjek Penelitian ... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 86
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 86
xi
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 143
A. Simpulan ... 143
B. Implikasi ... 144
C. Saran ... 145
DAFTAR PUSTAKA ... 146
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Fase PBL dalam Kegiatan Pembelajaran... 34
Tabel 2.2 Sifat-sifat Air ... 49
Tabel 2.3 Sifat Asam dan Basa ... 50
Tabel 3.1 Kriteria Skor Rata-Rata Menjadi Nilai dengan Kriteria ... 80
Tabel 4.1 Hasil Analisis Kebutuhan Siswa ... 87
Tabel 4.2 Hasil Analisis Kebutuhan guru ... 88
Tabel 4.3 Peta Kompetensi Tema Air Sehat ... 91
Tabel 4.4 Komponen Sampul Depan Modul ... 93
Tabel 4.5 Komponen Sampul Samping Modul ... 94
Tabel 4.6 Komponen Sampul Belakang Modul ... 94
Tabel 4.7 IconSintaks PBL dalam Kegiatan Belajar ... 99
Tabel 4.8 Ringkasan Hasil Validasi (Sebelum Revisi) ... 101
Tabel 4.9 Analisis Hasil Validasi ... 102
Tabel 4.10 Ringkasan Hasil Validasi (Sesudah Revisi) ... 104
Tabel 4.11 Masukan Siswa Terhadap Modul ... 105
Tabel 4.12 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Uji Coba Kecil ... 109
Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Uji Coba Luas ... 111
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Respon Siswa pada Tahap Penyebaran ... 113
Tabel 4.15 Gain ScoreAspek Kognitif ... 116
Tabel 4.16 Penilaian Indikator Aspek Afektif ... 117
Tabel 4.17Gain ScoreAspek Afektif ... 118
Tabel 4.18 Penilaian Indikator Aspek Keterampilan ... 119
Tabel 4.19 Penilaian Indikator Aspek Portofolio ... 119
Tabel 4.20Gain ScoreAspek Psikomotor ... 120
Tabel 4.21 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Kognitif ... 121
Tabel 4.22 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Sikap Sosial ... 122
Tabel 4.23 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Keterampilan ... 122
Tabel 4.24 Ringkasan Hasil Analisis Aspek Portofolio ... 123
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Alur Model Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu... 23
Gambar 2.2 Diagram Peta Integrated ... 26
Gambar 2.3 Tahapan PBL ... 33
Gambar 2.4 Rangkaian Alat Penjernihan Air Sederhana ... 57
Gambar 2.5 Diagram Kerangka Berpikir ... 63
Gambar 3.1 Diagram Pengembangan Model 4-D ... 66
Gambar 3.2 Diagram Peta Konsep IPA Terpadu Tema Air Sehat ... 70
Gambar 4.1 CoverModul IPA Terpadu Model PBL Tema Air Sehat ... 95
Gambar 4.2 Grafik Persentase Respon Siswa terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 110
Gambar 4.3 Grafik Persentase Respon Siswa terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 112
Gambar 4.4 Grafik Persentase Respon Guru terhadap Modul pada Aspek Tampilan, Penyajian Materi, dan Manfaat ... 114
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Peta Kompetensi IPA Terpadu ... 152
Lampiran 2 Peta Kedudukan Modul ... 153
Lampiran 3 Kerangka Modul IPA Terpadu ... 154
Lampiran 4 Angket Kebutuhan Guru ... 156
Lampiran 5 Analisis Hasil Angket Kebutuhan Guru ... 160
Lampiran 6 Contoh Isian Angket Kebutuhan Guru ... 170
Lampiran 7 Angket Kebutuhan Siswa... 173
Lampiran 8 Analisis Hasil Angket Kebutuhan Siswa ... 177
Lampiran 9 Contoh Isian Angket Kebutuhan Siswa ... 184
Lampiran 10 Lembar Validasi RPP... 187
Lampiran 11 Contoh Isian Lembar Validasi RPP ... 191
Lampiran 12 Lembar Validasi Butir Soal ... 195
Lampiran 13 Contoh Isian Lembar Validasi Butir Soal ... 208
Lampiran 14 Lembar Validasi Modul ... 221
Lampiran 15 Cintoh Isian Lembar Validasi Modul ... 235
Lampiran 16 Angket Respon Siswa terhadap Modul ... 247
Lampiran 17 Contoh Isian Angket Respon Siswa terhadap Modul (Uji Coba Kecil dan Uji Coba Luas) ... 351
Lampiran 18 Analisis Validasi Modul ... 259
Lampiran 19 Hasil Analisis Validasi Modul ... 267
Lampiran 20 Hasil Analisis Uji Coba Kecil dan Uji Coba Luas ... 278
Lampiran 21 Pedoman Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 281
Lampiran 22 Contoh Isian Pedoman Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran ... 283
Lampiran 23 Silabus dan RPP ... 289
Lampiran 24 Analisis Reliabilitas dan Validitas Butir Soal ... 325
Lampiran 25 Analisis Butir Soal ... 333
Lampiran 26 Analisis Nilai Uji Coba Luas ... 334
Lampiran 27 Angket Disseminate ... 375
Lampiran 28 Contoh Isian Angket Disseminate ... 379
Lampiran 29 Analisis Angket Disseminate ... 383
Lampiran 30 Dokumentasi ... 384
Lampiran 31 Gambar Isian Modul Tahap Uji Coba... 389
Lampiran 32 Gambar Revisi Modul Tahap Uji Coba Kecil ... 413
Lampiran 33 Gambar Revisi Modul Tahap Uji Coba ... 415
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara umum dalam pembelajaran IPA SMP sebagian besar masih
dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian
masing-masing yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Guru yang mengampu
mata pelajaran IPA berlatar belakang disiplin ilmu tertentu, sehingga
mengalami kesulitan jika mengadakan pembelajaran yang bukan sesuai
dengan latar belakang keilmuannya. Pembelajaran terpadu dapat
dilaksanakan secara team teaching namun pada pelaksanaannya kurang
adanya koordinasi antara guru tim yang menyebabkan tidak akan
terpenuhinya Kompetensi Dasar yang akan dicapai. Guru pun menganggap
untuk melaksanakan model IPA terpadu sulit, sehingga guru takut untuk
melaksanakannya. Padahal jumlah Kompetensi Dasar yang banyak namun
waktu atau jumlah jam pelajaran IPA yang terbatas akan mengatasi
permasalahan ini.
Salah satu kendala lainnya adalah masih terbatasnya buku panduan
atau buku pegangan guru maupun siswa dalam bentuk IPA Terpadu. Buku
yang ada sampai saat ini masih menampilkan materi terpisah-pisah
berdasarkan kelompok Fisika, Kimia maupun Biologi. Bahan ajar adalah
salah satu hal yang diperlukan dalam pembelajaran IPA. Modul
merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang diperlukan dalam proses
pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA terpadu juga memerlukan modul
IPA yang terpadu. Pembelajaran IPA pada kurikulum 2013 berupa
pembelajaran IPA terpadu, sehingga kebutuhan akan modul IPA terpadu
merupakan hal penting untuk dapat disediakan di sekolah agar dapat
memudahkan pembelajaran IPA terpadu.
Pedoman Pengembangan Kurikulum 2013 menyebutkan bahwa
pembelajaran IPA di tingkat SMP dilaksanakan dengan berbasis
keterpaduan. Pembelajaran IPA SMP dikembangkan sebagai mata
pelajaran integrative science bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu.
Pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berpikir,
kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan
bertanggung jawab terhadap lingkungan alam dan sosial. Integrative
science mempunyai makna memadukan berbagai aspek yaitu domain
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Secara substansi, IPA dapat
digunakan sebagai tools atau alat untuk mengembangkan domain sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (Kemendikbud, 2013: 167).
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Pembelajaran terdiri dari kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan
metode atau model pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode atau model
pembelajaran ini didasarkan pada kondisi pembelajaran yang ada.
Dalam hal ini istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan atau
perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan (Hamzah Uno, 2008: 3).
Tujuan dari pembelajaran tersebut yaitu berupa perubahan ke arah yang
lebih baik setelah mengikuti pembelajaran. Perubahan inilah yang menjadi
tolak ukur proses pembelajaran yang dilakukan. Keberhasilan proses
pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa.
Kualitas pendidikan Indonesia semakin menurun dari tahun ke
tahun. Hal ini diperlihatkan pada hasil penelitian TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science) dan PISA (Programme for
International Student Assessment) yang berstandar internasional. Pada
surveyTIMSS tahun 1999 di bidang sains, Indonesia menduduki peringkat
32 dari 38 negara peserta, kemudian tahun 2003 menduduki peringkat 37
dari 46 negara peserta, tahun 2007 menduduki peringkat 35 dari 49 negara
peserta, tahun 2011 menduduki peringkat 41 dari 43 negara peserta.
Survey PISA dalam kurun waktu tiga tahun, tahun 2003 bidang sains,
Indonesia menduduki peringkat 36 dari 40 negara dengan skor 395, tahun
2006 menduduki peringkat 54 dari 57 negara dengan skor 393, dan tahun
2009 menduduki peringkat 60 dari 65 negara dengan skor 383.
Berdasarkan data hasil studi TIMSS (2011) dan PISA menunjukkan bahwa
soal berbasis masalah dan berkaitan dengan kemampuan analisis rendah,
sehingga konsekuensinya dibutuhkan pembelajaran atau bahan ajar yang
Modul memiliki peranan di dalam menciptakan pembelajaran yang
inovatif dan kreatif. Pembelajaran menggunakan modul yang dapat
dilakukan untuk memecahkan permasalahan adalah dengan menerapkan
modul yang memberikan pengalaman secara langsung, menantang dan
menyenangkan bagi siswa. Dengan modul tersebut, siswa menjadi aktif di
dalam proses pembelajaran dan juga lebih bersemangat dalam belajar.
Keadaan seperti inilah yang akan memengaruhi peningkatan hasil belajar
siswa.
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMP Negeri 4
Pracimantoro pada mata pelajaran IPA, menunjukkan bahwa belum
tersedianya modul IPA terpadu, pembelajaran secara konvensional dan
masih rendahnya hasil belajar siswa. Sehingga pemberian modul IPA
terpadu dengan model PBL dirasa menjadi penting untuk meningkatkan
hasil belajar siswa. Hal ini didasarkan dari hasil wawancara dengan
beberapa siswa yang mengatakan mereka tidak begitu menyukai mata
pelajaran IPA dengan alasan IPA itu sulit dan membosankan untuk
dipelajari. Terlihat bahwa sikap siswa selama mengikuti pembelajaran IPA
menunjukkan adanya kebosanan ketika guru menjelaskan suatu konsep
IPA dan kurang antusias ketika mengerjakan tugas/latihan soal yang
diberikan guru.
Keberhasilan suatu pembelajaran tidak hanya dilihat dari sikap
siswa dalam mengikuti pembelajaran saja, tetapi juga dapat dilihat dari
merupakan suatu masalah yang diakibatkan dari kurang maksimalnya
pembelajaran yang dilakukan oleh guru IPA. Model pembelajaran yang
digunakan oleh guru pun, belum mengacu pada suatu proses pembelajaran
aktif dan menyenangkan. Banyaknya materi IPA dan tuntutan kurikulum
yang dipenuhi menyebabkan guru lebih sering menggunakan metode
ceramah, tanya jawab, dan penugasan dalam pembelajarannya. Siswa
hanya duduk diam, mendengar dan mencatat informasi yang diberikan
guru. Proses pembelajaran yang berlangsungpun pada akhirnya masih
didominasi pada teacher centered dan transfer knowledge. Guru hanya
menyampaikan IPA sebagai produk dan siswa hanya menghafal informasi
aktual, sehingga kurangnya keaktifan siswa dalam menemukan konsep
dengan sendirinya. Hal inilah yang menyebabkan masih rendahnya hasil
belajar siswa.
Upaya untuk mengatasi permasalahan di atas adalah perlu
dilaksanakannya pembelajaran IPA secara terpadu. Berdasarkan
Kurikulum 2013, bahwa pembelajaran IPA yang diaplikasikan di
SMP/MTs berdasarkan pendekatan scientific dan dilaksanakan dengan
model pembelajaran terpadu. Melalui pembelajaran IPA terpadu, siswa
dapat memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang
telah dipelajari secara menyeluruh, bermakna, autentik dan aktif (Trianto,
2010: 6). Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru
Pembelajaran IPA Terpadu dikemas dengan tema kontekstual, yang dekat
dengan kehidupan manusia. Materi yang diajarkan dikaitkan dengan
situasi dunia nyata, sehingga dapat menciptakan kondisi pembelajaran
yang menyenangkan, menantang, dan menerapkan proses pembelajaran
yang lebih bervariasi bagi siswa. Proses pembelajaran yang demikian,
dapat menimbulkan dampak pada hasil belajar yang diperoleh siswa.
Menurut Permendiknas No. 24 tahun 2007, salah satu sumber
belajar siswa adalah buku teks. Hakikat pembelajaran IPA terpadu adalah
berfokus pada siswa (student centered) yang menekankan keaktifan siswa
dan menuntut siswa belajar mandiri. Modul dapat berperan sebagai sumber
belajar siswa secara mandiri, sehingga siswa tidak bergantung pada guru.
Oleh karena itu modul untuk pembelajaran IPA terpadu menyajikan materi
IPA secara terpadu dan mampu mendorong siswa untuk belajar mandiri.
Menurut Purwanto, dkk (2007: 9) menyatakan bahwa modul adalah bahan
belajar yang dirancang secara sistematik berdasarkan kurikulum tertentu
dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan
memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu.
Ketersediaan bahan ajar IPA terpadu di SMP Negeri 4
Pracimantoro masih dirasakan kurang dalam jumlah yaitu baru tersedia
buku IPA terpadu yang diterapkan di kelas 7, namun baru tersedia di
perpustakaan sehingga tidak seimbang dengan jumlah kelas dan jumlah
siswa di sekolah. Buku IPA terpadu hanya ada di perpustakaan, sedangkan
Sujanem, I Nyoman Putu Suwindra, I ketut Tika (2009) menjelaskan
bahwa hasil penelitian menunjukkan modul sebaiknya dikembangkan
secara eksplisit memuat materi pembelajaran yang kontekstual.
Pembelajaran IPA sebaiknya dilakukan dengan model pembelajaran
berbasis masalah yang merupakan salah satu strategi pendekatan
kontekstual. Prastowo (2012: 14) mengemukakan bahwa guru belum
mengembangkan kreativitas untuk menyiapkan dan membuat bahan ajar
secara mandiri dan memilih bahan ajar yang siap pakai karena
beranggapan bahwa membuat bahan ajar merupakan pekerjaan yang sulit
dan membutuhkan waktu yang lama.
Proses pembelajaran memerlukan suatu model pembelajaran yang
dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Salah satu model pembelajaran
yang dikembangkan dan mengacu pada suatu proses pembelajaran aktif
dan menyenangkan adalah model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL).Berbeda dengan model-model lain yang penekanannya adalah pada
mempresentasikan ide-ide dan mendemonstrasikan keterampilan, dalam
Problem Based Learning (PBL), maka guru menyodorkan situasi-situasi
bermasalah kepada siswa dan memerintahkan mereka untuk menyelidiki
dan menemukan sendiri solusinya (Arends, 2008: 41). Model PBL dapat
diterapkan manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar
dapat mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami
secara penuh serta mampu menyelesaikan masalah. Pembelajaran di kelas
menumbuhkan pengalaman belajar yang lebih menantang dan
menyenangkan bagi siswa. Dengan begitu pembelajaran ini dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Suatu proses yang terdapat pada sintaks PBL ini dapat memotivasi
siswa dalam belajar IPA sekaligus dapat membantu pemahaman konsep
IPA. Melalui pembelajaran PBL, siswa akan diberikan permasalahan
dalam menemukan konsep-konsep IPA. Penemuan konsep-konsep yang
dilakukan, dapat menjadikan kebermaknaan bagi siswa dalam
pembelajaran berlangsung. Guna terlaksananya pembelajaran IPA secara
terpadu, maka diperlukan modul IPA terpadu yang berfungsi sebagai
bahan ajar dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, dan sebagai fasilitas
untuk dilaksanakannya pembelajaran tersebut.
Pembelajaran terpadu dalam IPA dikembangkan berdasarkan
persoalan atau dapat dikemas secara tematik dari berbagai sudut pandang
atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami dan dikenal siswa dalam
bidang kajian IPA. Tema yang diambil adalah tema yang dekat dengan
kehidupan siswa. Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang
memiliki hubungan sangat dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari.
Dalam jenjang SMP, IPA terpadu sudah mampu menjelaskan secara
khusus tema tersebut dengan beberapa keterpaduan materi dalam materi
IPA. Akan tetapi, pada realitanya masih banyak SMP yang belum mampu
memberikan pemikiran baru bagi siswa untuk memahami keterpaduan
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang
pengembangan modul dengan judul “Pengembangan Modul IPA terpadu
SMP/MTs dengan ModelProblem Based LearningTema Air Sehat”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Amanat Kurikulum untuk menerapkan proses pembelajaran IPA secara
terpadu belum secara utuh terlaksana, dan masih dilaksanakan secara
terpisah sesuai dengan keilmuannya.
2. Masih terbatasnya bahan ajar IPA Terpadu. Dikarenakan penyusunan
bahan ajar masih terpisah-pisah yaitu Fisika, Kimia dan Biologi.
3. Proses pembelajaran masih didominasi pada teacher centered dan
transfer knowledgemengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa.
4. Pembelajaran IPA hanya diberikan secara esensial mengakibatkan
ketidakbermaknaan konsep IPA yang didapat, sehingga hasil belajar
siswa cenderung kurang.
5. Banyaknya materi IPA (KD) dan keterbatasan waktu menyebabkan
kurangnya implementasi model pembelajaran yang lebih inovatif dan
bervariasi.
6. Banyaknya materi IPA (KD) dan keterbatasan waktu mendorong
perlunya bahan ajar yang efektif, efisien serta mendorong siswa untuk
7. Pembelajaran IPA di dalam kelas cenderung monoton berupa ceramah,
sehingga belum mengacu pada pembelajaran aktif dan menyenangkan.
8. Implementasi model pembelajaran PBL dalam pembelajaran IPA
dipercaya dapat memberikan pengalaman langsung sehingga siswa
menjadi antusias dalam belajar, mampu memecahkan masalah dan
mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
9. Belum dikembangkannya modul IPA terpadu SMP/MTs. Untuk itu,
diperlukan pengembangan modul yang dapat menunjang terlaksananya
pembelajaran tersebut.
C. Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang ada maka penelitian ini
hanya akan membahas tentang:
1. Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs berbasis model
Problem Based Learning.
2. Pola integrasi yang digunakan adalah model integrated.
3. Hasil belajar untuk aspek pengetahuan yaitu C1 (pengetahuan), C2
(pemahaman), C3 (aplikasi), dan C4 (analisis); aspek sikap (sikap
sosial); dan aspek keterampilan.
4. Modul yang dikembangkan tersebut diterapkan untuk mata pelajaran
IPA pada tema “Air Sehat”.
5. Modul yang dikembangkan tersebut diimplementasikan di kelas VII
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs
dengan modelProblem Based Learning tema Air Sehat?
2. Bagaimana kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model
Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan?
3. Bagaimana efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model
Problem Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai berdasarkan dari
rumusan masalah adalah untuk menganalisis:
1. Prosedur pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model
Problem Based Learning tema Air Sehat.
2. Kelayakan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem
Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan.
3. Efektivitas modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem
Based Learning tema Air Sehat yang telah dikembangkan.
F. Spesifikasi Modul yang diharapkan
Modul yang diharapkan dalam penelitian ini berupa Modul IPA
untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMP. Produk Modul IPA terpadu
mempunyai spesifikasi sebagai berikut:
1. Materi dikemas dengan tema “Air Sehat” berdasarkan Kurikulum
2013. Tema “Air Sehat” merupakan hasil keterpaduan antara pokok
bahasan Asam, Basa, Garam; Karakteristik Zat dan Pencemaran
Lingkungan.
2. Modul yang disusun adalah modul IPA terpadu SMP/MTs dengan
model Problem Based Learning, karena tema yang dibahas dalam
modul ini berkaitan langsung dengan kehidupan siswa sehari-hari dan
dapat digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Modul IPA terpadu implementasinya menggunakan model Problem
Based Learning dengan sintaks persoalan real yang diungkapkan,
analisis masalah dan isu belajar, pembagian kelompok kecil,
pemecahan masalah, menampilkan/mempresentasikan solusi, dan
evaluasi.
4. Tema pembahasan pada modul adalah Air Sehat pada mata pelajaran
IPA kelas VII SMP semester genap.
5. Bagian-bagian modul yang dikembangkan terdiri dari cover, halaman
depan, halaman francis, kata pengantar, daftar isi, peta kedudukan
modul, peta kompetensi, tujuan pembelajaran, petunjuk penggunaan
modul, isi pembelajaran (materi), rangkuman, uji kompetensi, kunci
6. Covermodul terdiri dari unsur modul IPA terpadu, tema modul, kelas,
gambar yang sesuai dengan tema, basis pembelajaran, nama
pengarang, penerbit, dan warna yang menarik.
7. Disajikan dalam bentuk buku/modul berukuran A4.
8. Sasaran produk adalah guru dan siswa SMP/MTs.
G. Manfaat Pengembangan 1. Bagi Guru
Dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam melaksanakan proses
pembelajaran dan dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun
modul pada tema yang lain.
2. Bagi Siswa
Adanya modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based
Learning, hasil belajar siswa dapat meningkat.
3. Bagi Peneliti
Memberikan pengetahuan dalam mengembangkan modul IPA terpadu
SMP/MTs dengan model Problem Based Learning. Penelitian ini
dapat dijadikan sebagai acuan bila ingin mengadakan penelitian lebih
lanjut tentang modul dengan mengimplementasikan nilai positif
H. Asumsi dan Keterbatasan
Perlu dikemukakan beberapa asumsi dan keterbatasan pengembangan
dalam uraian ini. Adapun asumsi dan keterbatasan pengembangan adalah
sebagai berikut:
1. Asumsi
Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem
Based Learning tema Air Sehat disusun dengan beberapa asumsi
sebagai berikut:
a. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan modul IPA terpadu
SMP/MTs dengan modelProblem Based Learningtema Air Sehat.
b. Modul IPA terpadu SMP/MTs dengan model Problem Based
Learning tema Air Sehat disusun secara tematik sehingga siswa
lebih tertarik untuk belajar.
c. Pembelajaran dengan tema Air Sehat berkaitan erat dengan
kehidupan siswa sehari-hari.
d. Pembelajaran dengan tema Air Sehat mempunyai manfaat
langsung maupun tidak langsung bagi siswa.
2. Keterbatasan Pengembangan
Pengembangan modul IPA terpadu SMP/MTs dengan modelProblem
Based Learningtema Air Sehat disusun dengan berbagai keterbatasan
yaitu:
b. Modul hanya ditinjau oleh dosen pembimbing untuk memberikan
masukan.
c. Kelayakan modul dinilai oleh validator (ahli materi, bahasa, dan
media), praktisi (guru IPA), teman sejawat (peer review), dan
siswa sebagai subjek penelitian.
d. Pemilihan persoalan real yang diungkapkan pada modul lebih
merujuk kepada persoalan/masalah konkrit yang cenderung pada
inkuiri. Sedangkan masalah pada PBL merupakan masalah
kontekstual yang dimodifikasi.
I. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Kompetensi Kurikulum IPA
Kegiatan awal dalam pengembangan modul adalah dengan membuat
Analisis Kompetensi Kurikulum IPA. Analisis Kompetensi Kurikulum
IPA dibuat untuk mempermudah dalam melakukan pengembangan
modul selanjutnya. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam Analisis
Kompetensi Kurikulum IPA adalah tema-tema yang diangkat dengan
kajian IPA yang terdiri Kimia, Biologi, Fisika, Kompetensi Inti, dan
Kompetensi Dasar.
2. Modul
Modul digunakan sebagai panduan dalam pembelajaran. Modul
Modul yang dikembangkan didesain dengan pembelajaran terpadu
model integrated.
3. Pembelajaran IPA Terpadu merupakan pembelajaran bermakna bagi
siswa dengan tujuan supaya bahan ajar yang disampaikan tidak
terpisah-pisah tetapi merupakan kesatuan yang utuh. Pembelajaran IPA
Terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik yang dibahas dari
berbagai bidang kajian supaya lebih efektif dalam penggunaan waktu
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
4. Pembelajaran terpadu integrated (keterhubungan) dilandasi bahwa
butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata pelajaran
tertentu. Pembelajaran terpadu model integrated merupakan model
integrasi antar bidang studi dengan mengorganisasikan atau
mengintegrasikan suatu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang
di tumbuh kembangkan dalam satu bidang studi.
5. Model PBL merupakan model pembelajaran dengan mengajak siswa
untuk memperoleh pengalaman belajarnya secara langsung. Adanya
suatu kerjasama, saling membantu dan tanggung jawab siswa antar
kelompok, serta adanya pemecahan masalah adalah ciri sintaks
pembelajaran PBL. Suatu proses yang terdapat pada sintaks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Karakteristik IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah. IPA adalah suatu bangunan ilmu pengetahuan
teoritis yang diperoleh melalui metode ilmiah dan alam sebagai objek
kajiannya. Selama ini pembelajaran IPA di SMP disampaikan secara terpisah
berdasarkan disiplin ilmunya yaitu Fisika, Kimia, dan Biologi. Pelaksanaan
pembelajaran IPA secara terpisah menyebabkan kurang berkembangnya siswa
dan membuat kesulitan bagi siswa. Selain itu penggunaan waktu kurang
efisien dan efektif. IPA secara terpadu bertujuan meningkatkan efisiensi dan
efektifitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi siswa, dan
beberapa KD dapat dicapai sekaligus.
Kata science berasal dari Bahasa Latin ‘scire’, yang bermakna
“mengetahui”. Science merupakan lebih dari observasi (Hurd, 1993: 6). Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains
yang semula berasal dari bahasa Inggris ‘science’. Kata ‘science’berasal dari
Bahasa Latin ‘scientia’ yang berarti saya tahu. Wahyana cit Trianto (2011:
136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun
secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya
kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Trianto (2011: 151) mendefinisikan bahwa:
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui
pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk
menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.
Ada tiga kemampuan dalam IPA, yaitu (1) kemampuan untuk mengetahui hal
yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi hal yang belum diamati,
dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, serta (3)
dikembangkannya sikap ilmiah.
Laksmi Prihartono cit Trianto (2011: 137) mengatakan bahwa IPA
hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk,
IPA merupakan sekumpulan pengetahuan, sekumpulan konsep, dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang digunakan untuk
mempelajari objek pembelajaran, menemukan dan mengembangkan produk
sains, dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang
dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Pusat kurikulum (2006: 4)
menjelaskan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam
secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan
langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil
eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus
disempurnakan. Penyempurnaan tersebut akan terus-menerus dilakukan
hingga memperoleh sebuah teori.
2. Pembelajaran IPA Terpadu
a. Hakikat Pembelajaran IPA Terpadu
Setiap guru selalu berusaha melakukan kegiatan pembelajaran secara
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran secara efektif disini dimaksudkan agar pembelajaran tersebut
dapat membawa hasil, dan kegiatan pembelajaran secara efisien
dimaksudkan agar pembelajaran tersebut dapat tepat di lingkungan sekolah
maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Sugihartono, dkk. (2007: 74) mengatakan bahwa belajar merupakan
suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Santrock
dan Yussen cit Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar sebagai
perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman. Reber cit
Sugihartono (2007: 74) mendefinisikan belajar dalam dua pengertian.
Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan kedua,
belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif langgeng
sebagai hasil latihan yang diperkuat. Thorndike citSugihartono (2007: 91)
asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan
respon (R). Dimyanti dan Mudjiono (2009: 7) mengemukakan bahwa
belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses
pembelajaran. Proses pembelajaran terjadi karena siswa memperoleh
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang dipelajari
oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan,
manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar
tentang suatu hal tersebut sebagai perilaku belajar yang tampak dari luar.
Hamalik (2003: 27) berpendapat bahwa belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan. Adapun menurut Anthony Robbins cit Trianto (2010: 15)
mendefinisikan belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara
sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan)
yang baru.
Sudjana cit Deni Kurniawan (2011: 7) membedakan menjadi teori
belajar eksternal (behavioristik) dan teori belajar internal (kognitivistikdan
konstruktivistik). Dalam pandangan para kognitivistik belajar dipandang
sebagai proses aktif individu dalam memproses informasi, Bruer; O’Neil
merupakan proses pengetahuan yang mendapat dukungan dari fungsi
ranah keterampilan.
Sugihartono, dkk (2007: 73) menjelaskan bahwa pembelajaran
sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan
suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Undang-undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, dalam
Pasal 1 butir 20 (Udin S. Winataputra, 2007: 5) pembelajaran diartikan
sebagai “… proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Fontana citUdin S. Winataputra (2007: 8),
mengartikan belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap
dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Trianto (2010: 17)
berpendapat bahwa pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari
seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi
siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan.
Pembelajaran IPA terpadu menjadi salah satu ciri khas penerapan
kurikulum 2013 di SMP. Pada pelaksanaan kurikulum 2006 keterpaduan
dapat diasosiasikan dengan sebuah gelas berisi beberapa butir kelereng.
Tiap butir diisikan secara terpisah, namun dimasukan dalam satu wadah.
Dalam kurikulum 2013 keterpaduan itu perlu dimaknai terintegrasi.
Adapun teknik mengintegrasikannya dengan memahami konsep berikut
Memadukan materi mata pelajaran Biologi, Kimia, Fisika sehingga
dengan keterpaduannya memungkinkan siswa secara individual maupun
kelompok aktif mengeksplorasi, mengelaborasi, mengkonfirmasi, dan
mengomunikasikan hasilnya, dan akan membuat siswa aktif mencari tahu.
Keterpaduan berarti merajut keterkaitan antara berbagai aspek dan materi
yang tertuang dalam Kompetensi Dasar IPA untuk melahirkan satu atau
beberapa tema pembelajaran. Pembelajaran terpadu juga dapat dikatakan
pembelajaran yang memadukan materi dalam satu tema atau tematik.
Menurut Trianto (2010: 160) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA
secara terpadu diawali dengan penentuan tema, karena penentuan tema
akan membantu siswa dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1) Siswa yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih
bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri.
2) Siswa menjadi lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajari.
3) Siswa lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka
‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’
kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya.
4) Memperkuat berbahasa siswa.
5) Belajar akan lebih baik jika siswa terlibat secara aktif melalui tugas
proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru dan dunia
Pemilihan tema tersebut dimulai dengan memperhatikan Kompetensi
Inti dan Kompetensi Dasar yang akan dipadukan sehingga keterpaduan
yang dibuat tidak terlalu panjang dan terlalu lebar. Apabila keterpaduan
yang dibuat tersebut terlalu panjang dan lebar maka akan menyulitkan
siswa untuk dapat menyerap materi yang diberikan. Menurut Trianto
(2010: 160) alur model pengembangan pembelajaran IPA Terpadu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Alur Model Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu
Merujuk pada hakikat IPA sebagaimana dijelaskan di atas, maka
nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematik menurut
langkah-langkah metode ilmiah.
2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan,
mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan
(Prihantro LaksmicitTrianto, 2010: 142).
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses
perubahan dalam tingkah laku, perubahan yang terjadi melalui latihan dan
pengalaman, perubahan yang terjadi menyangkut beberapa aspek
kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, penguasaan konsep ataupun sikap. Dan hanya dapat dirasakan
oleh subyek belajar itu sendiri. Belajar dan pembelajaran merupakan dua
hal berbeda namun memiliki keterkaitan, pembelajaran merupakan upaya
yang dilakukan oleh pendidik untuk menciptakan kondisi lingkungan yang
kondusif untuk proses pembelajaran dalam diri siswa.
b. Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
Hakikatnya tujuan pembelajaran IPA Terpadu sebagai suatu
kerangka model dalam proses pembelajaran, mempunyai tujuan pokok
yang hampir sama dengan tujuan pembelajaran terpadu itu sendiri (Pusat
1) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Pembelajaran IPA yang secara disiplin keilmuan membutuhkan waktu
dan energi lebih banyak serta membosankan bagi siswa, karena dapat
terjadi kemungkinan adanya tumpang tindih dan pengulangan materi.
2) Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk
mengembangkan situasi pembelajaran yang utuh, menyeluruh,
dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan. Dalam hal ini,
pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan.
Pembelajaran IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi
siswa untuk mengenal, menerima, menyerap, dan memahami
keterkaitan antara konsep pengetahuan dan nilai atau tindakan yang
termuat dalam isu tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu
dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, siswa digiring untuk berpikir
luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan
konseptual yang disajikan guru. Siswa akan lebih termotivasi dalam
belajar.
3) Beberapa Kompetensi Dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA Terpadu dapat menghemat waktu, tenaga,
dan sarana, serta biaya karena beberapa KD dapat diajarkan sekaligus.
Di samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan
keterpaduan dan penyatuan sejumlah Kompetensi Dasar, dan langkah
pembelajaran yang dipandang memilki kesamaan dan keterkaitan.
3. Pembelajaran IPA Terpadu Model Integrated
Menurut Fogarty (1991: 75-78) menjelaskan bahwa model integrated
adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar
bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi
dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan,
konsep, dan sikap yang saling tumpang tindih. Untuk membuat tema, guru
menyeleksi terlebih dahulu konsep dari beberapa mata pelajaran, selanjutnya
dikaitkan dalam satu tema untuk memayungi beberapa bidang studi.
Gambar 2.2 Diagram peta integrated
Keunggulan model ini adalah siswa merasa senang dengan adanya
keterkaitan dan hubungan timbal balik antar berbagai bidang studi,
memperluas wawasan dan apresiasi guru, jika dapat diterapkan dengan baik
maka dapat dijadikan model pembelajaran yang ideal di lingkungan
sekolah“integrated day”. Kelemahan model ini adalah sulit mencari
keterkaitan aspek keterampilan yang terkait. Dibutuhkan banyak waktu pada
beberapa bidang studi untuk didiskusikan guna mencari keterkaitan dan
mencari tema. Menurut Kemendikbud (2013: 175) menjelaskan bahwa pada
model integrated, materi pembelajaran dikemas dari konsep-konsep dalam
KD yang sepenuhnya beririsan.
4. Model Pembelajaran
Model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan
untuk mempresentasikan sesuatu hal. Dorin, dkk. citElla Yulaelawati (2004:
50) menjelaskan bahwa model merupakan gambaran mental yang membantu
guru untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang
tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung. Adapun menurut
Ahmad Abu Hamid (2009: 34) berpendapat bahwa model diartikan sebagai
benda tiruan dari benda aslinya atau sesungguhnya. Sedangkan model
belajar-mengajar (pembelajaran) diartikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan serta berfungsi
sebagai pedoman guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas
belajar-mengajar (pembelajaran).
Joyce cit Trianto (2010: 22) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum,
dan lain-lain. Sedangkan Arends cit Trianto (2010: 25), menyeleksi enam
model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar,
yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran
kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas.
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
strategi, metode atau prosedur. Rusman (2011: 144-145) berpendapat model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain. Model pembelajaran memiliki ciri-ciri :
1. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
2. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di
kelas.
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan : (a) urutan
langkah-langkah pembelajaran (syntax); (b) adanya prinsip-prinsip reaksi; (c)
sistem sosial; dan (d) sistem pendukung.
5. Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
6. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa model
merencanakan pembelajaran di kelas guna membentuk kurikulum, merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau
yang lain.
5. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)
Model Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain
menyelesaikan masalah yang disajikan. Arends (2008: 41) mendefinisikan
bahwa PBL menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan.
Trianto (2010: 90) berpendapat bahwa model pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang
didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan
penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan
penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Rhem (1998) cit
Suparno (2013: 108) mengemukakan Problem Based Learning (PBL)
adalah strategi pembelajaran dengan siswa ditatapkan pada persoalan yang
real, kontekstual, yang tidak terstruktur ketat dan mereka berusaha untuk
menemukan pemecahan yang berarti. Dalam beberapa studi lapangan
ditemukan bahwa siswa lebih menguasai isi pelajaran, lebih luas dan
semakin senang belajar dan semakin mau kerjasama dengan teman-teman
mereka.
Sehingga diharapkan PBL dapat memudahkan siswa dalam
menghadapi dan memecahkan masalah yang terjadi di lingkungan
sebenarnya dan siswa memperoleh pengalaman tentang penyelesaian
masalah sehingga dapat diterapkan di kehidupan nyata. Model ini
menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-relasi
diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci
pembuka masalahnya. Wina Sanjaya (2011: 214) mengemukakan bahwa
ciri utama strategi pembelajaran berdasarkan masalah yang pertama
adalah SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya siswa
tidak hanya mendengarkan ceramah dan menghafal namun dititik beratkan
pada kegiatan siswa dalam berpikir, berkomunikasi, mengolah data, dan
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran perlu adanya masalah
yang diteliti. Ketiga, pemecahan masalah dilakukan menggunakan
pendekatan berpikir secara ilmiah. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris. Tan (2003: 31) mengemukakan tujuan dari PBL
adalah pembelajaran konten, penguasaan keterampilan proses dan
pengembangan keterampilan pemecahan masalah, dan pembelajaran yang
b. KarakteristikProblem Based Learning (PBL)
Arends (2008: 42) menjelaskan bahwa model pembelajaran
berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah
mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial yang penting
bagi siswa. Mereka menghadapi situasi kehidupan nyata, menghindari
jawaban sederhana, dan memungkinkan munculnya berbagai solusi
untuk menyelesaikan permasalahan.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran
berdasarkan masalah berpusat pada pelajaran tertentu (IPA, Matematika,
Sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-benar nyata untuk
dipecahkan. Siswa meninjau permasalahan itu dari berbagai mata
pelajaran. Sebagai contoh, masalah polusi di Teluk Chesapeake
menyangkut dari berbagai mata pelajaran dan terapan seperti Biologi,
Ekonomi, Sosiologi, Pariwisata, dan Pemerintahan.
3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah
mengharuskan siswa untuk melakukan penyelidikan autentik untuk
menemukan solusi nyata untuk masalah nyata. Siswa harus menganalisis
dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan hipotesis dan
membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi,
melaksanakan percobaan (bila diperlukan), dan menarik kesimpulan.
4) Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran berdasarkan
bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili penyelesaian
masalah yang mereka temukan.
5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh siswa yang
saling bekerja sama, paling sering membentuk pasangan dalam
kelompok-kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk
secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih kompleks dan
meningkatkan pengembangan ketrampilan sosial.
c. Manfaat Problem Based Learning (PBL)
Trianto (2010: 96) mengemukakan bahwa kelebihan PBL sebagai
suatu model pembelajaran adalah:
1) Realistik dengan kehidupan siswa
2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa
3) Memupuk sifat inkuiri siswa
4) Retensi konsep jadi kuat
5) Memupuk kemampuan problem solving
d. Sintaks Problem Based Learning (PBL)
Rusman (2011: 233) berpendapat tentang langkah-langkah PBM,
yaitu analisis inisial, mengangkat isu-isu belajar, interaksi kemandirian
dan kolaborasi pemecahan masalah, integrasi pengetahuan baru, penyajian
solusi dan evaluasi. Adapun alur Problem Based Learning (PBL)yaitu:
1) Menentukan masalah
2) Analisis masalah dan isu belajar
4) Penyajian solusi dan refleksi
5) Kesimpulan, integrasi, dan evaluasi
Menurut Suparno (2013: 108) mengemukakan langkah pembelajaran
PBL dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Persoalan real diungkapkan
2) Pembagian kelompok kecil
3) Kelompok aktif mencari pemecahan
4) Diskusi dalam kelompok kecil
5) Menuliskan temuan
6) Presentasi hasil temuan
7) Assesmen
Kerangka pembelajaran berbasis masalah biasanya melibatkan
pergeseran dalam tiga tahap cakupan pendidikan, yaitu cakupan
keterlibatan isi masalah, peran mengajar menjadi peran pembinaan, dan
siswa sebagai siswa pasif menjadi siswa aktif pemecah masalah. Gambar
di bawah ini menggambarkan komponen kunci dalam pendekatan PBL
(Tan, 2003: 20)
Gambar 2.3 Tahapan PBL Menampilkan Masalah
Masalah Mencetuskan Penyelidikan
Tahap PBL : Analisis awal
Menghasilkan isu pembelajaran
Pembaharuan pemecahan masalah independen dan kolaborasi
Menampilkan Solusi dan
Berdasarkan beberapa teori tentang sintaks PBL di atas, maka dapat
disimpulkan sintaks PBL yang dikehendaki dan sesuai dengan siswa,
lingkungan dan tema pembelajaran IPA terpadu disajikan pada tabel 2.1:
Tabel 2.1 Fase PBL dalam Kegiatan Pembelajaran
Fase PBL Kegiatan Pembelajaran
1) Persoalan real diungkapkan Mengungkapkan pengetahuan awal siswa mengenai pencemaran air 2) Analisis masalah dan isu belajar Mengerjakan LKS di dalam modul
yang mengarah ke keterampilan memecahkan masalah yang meliputi mengidentifikasi masalah, menegaskan masalah, memilih strategi dan mengevaluasi hasil. 3) Pembagian kelompok kecil Berkelompok sesuai perintah guru 4) Pemecahan masalah Berkelompok dan berdiskusi secara
kelompok untuk mengidentifikasi permasalahan pencemaran air yang ada dilingkungan, mencari penyebab dan dampak serta solusi terhadap masalah tersebut
5) Menampilkan/mempresentasikan solusi
Memberikan solusi dan refleksi terhadap masalah yang dihadapi
6)Evaluasi Membuat kesimpulan dari kegiatan
yang telah dilakukan
6. Modul Pembelajaran a. Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat
digunakan untuk menunjang dalam kegiatan belajar mengajar. Media
merupakan kata medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’
atau ‘pengantar’. Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan,
perubahan-perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena interaksi antara
pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialaminya (Arsyad,
Menurut Purwanto, dkk (2007: 9) berpendapat bahwa modul adalah
bahan belajar yang dirancang secara sistematik berdasarkan kurikulum
tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan
memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu.
Depdiknas (2008: 3) menjelaskan bahwa modul merupakan bahan ajar
cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta
pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di
dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Depdiknas
(2008: 4) menjelaskan bahwa modul merupakan salah satu bentuk bahan
ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat
seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk
membantu siswa menguasai tujuan belajar yang spesifik.
b. Karakteristik Modul
Depdiknas (2008: 4) menjelaskan bahwa untuk menghasilkan modul yang
mampu meningkatkan motivasi belajar, pengembangan modul harus
memperhatikan karakteristik yang diperlukan, yaitu:
1) Belajar Mandiri(Self Instruction)
Dengan karakter ini memungkinkan seseorang belajar secara mandiri
dan tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self
instruction, maka modul harus:
a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat
menggambarkan pencapaian Kompetensi Inti dan Kompetensi