TESIS. Oleh ZULAIDAH MAISYARO LUBIS /IKM
Teks penuh
(2) 12. PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KESEHATAN SEKSUAL PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI UNIT PELAYANAN TEKNIS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014. TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Megister Kesehatan (M.Kes) dalam Progam Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Oleh ZULAIDAH MAISYARO LUBIS 127032140/IKM. PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014. Universitas Sumatera Utara.
(3) 13. Judul Tesis. : PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KESEHATAN SEKSUAL PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI UNIT PELAYANAN TEKNIS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014 Nama Mahasiswa : Zulaidah Maisyaro Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 127032140 Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi. Menyetujui Komisi Pembimbing. (Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) Ketua. (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes) Anggota. Dekan. (Dr. Drs. Surya Utama, M.S). Tanggal Lulus : 7 Juli 2014. Universitas Sumatera Utara.
(4) 14. Telah Diuji pada Tanggal : 7 Juli 2014. PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota. : Dr.Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. dr. Yusniwarti Yusad, M.Kes 3. Asfriyati, S.K.M, M.Kes. Universitas Sumatera Utara.
(5) 15. PERNYATAAN. PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KESEHATAN SEKSUAL PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI UNIT PELAYANAN TEKNIS SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2014. TESIS. Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.. Medan,. Juli 2014. Zulaidah Maisyaro Lubis 127032140/IKM. Universitas Sumatera Utara.
(6) 16. ABSTRAK. Tunagrahita adalah kemampuan fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yaitu IQ < 84 berdasarkan test IQ yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaftif. Namun dalam memberikan informasi kesehatan seksual orang tua maupun guru harus dengan cara yang sederhana dan berulang-ulang, karena anak tunagrahita mempunyai kemampuan lemah dalam menerima pelajaran yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskripif dengan menggunakan analisis isi (content analysis) dengan langkah fenomologi. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak tunagrahita ringan dengan IQ 60-70 dan guru yang mengajar kelas tunagrahita ringan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara. Jumlah Informan penelitian ini adalah orang tua sebanyak 7 orang dan guru sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran orang tua dalam membimbing anak tunagrahita masih kecil, dari 7 informan hanya 3 orang yang memberikan informasi kesehatan seksual pada anaknya sejak kecil. Sementara 4 orang lainnya tidak melakukan, karena menganggap anak akan mendapatkan hal itu dari lingkungan sekitarnya. Orang tua berpendapat bila anak diajarakan akan membuat anak ingin melakukannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendidikan si ibu, pada ibu yang memiliki pengetahuan baik dan pendidikan sarjana mereka memberikan bimbingan dan pengawasan dari sejak dini kepada anaknya. Sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang dan pendidikan SMA mereka tidak memberikan informasi kesehatan seksual sejak dini, informasi kesehtan seksual hanya dilakukan apabila anak melakukan perilaku seksual yang salah. Peran guru juga sangat kecil mereka hanya memberikan informasi kesehatan seksual apabila ada kejadian perilaku seksual salah yang dilakukan anak di sekolah. Diharapkan orang tua memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita sedini mungkin. Pihak sekolah diharapkan memiliki pedoman pendidikan kesehatan reproduksi yang menjadi kurilkulum untuk anak tunagrahita. Kolaborasi yang baik antara orang tua dan guru dalam mengatasi masalah perilaku seksual anak tunagrahita akan mendapatkan hasil yang lebih baik.. Kata Kunci :Tunagrahita, Peran Orang Tua, Peran Guru`, Kesehatan Seksual. i Universitas Sumatera Utara.
(7) 17. ABSTRACT. Mentally disabled: is the under-averaged ability of general intellectual function with the IQ < 84, based on the IQ test conducted before a teenager is 16 years old; it indicates a handicap in an adaptive behavior. Therefore, in giving information about sex, parents and teachers should use simple method and give it frequently since mentally disabled children have frail ability in receiving new lessons. The objective of the research was to find out the image of the role of parents and teachers in giving information about sex to their mentally disabled children in the Technical Service Unit of SLB Negeri Pembina, North Sumatera Province, in 2014. The research used qualitative method by conducting in-depth interviews. The data were analyzed descriptively by using content analysis with phenomenological steps. The informants of the research were parents (7 informants) who had mild mentally disabled children with the IQ of 60-70 and teachers (5 informants) who taught in the classes of mild mentally disabled children at the Technical Service Unit of SLB Negeri Pembina, North Sumatera Province. The result of the research showed that the role of parents in guiding their mentally disabled children was relatively small Of the 7 informants, only three of them had given information about sex to their mentally disabled children since the latter were still little children, while four of them did not do it because they thought that their children would get the information from the environment. It also depended on mothers' knowledge and education; mothers who had good knowledge and graduated from graduate schools would guide and supervise their children early. Meanwhile, those who had bad knowledge and graduated from High Schools did not give information about sex early to their children; the information was only given when their children did wrong sexual behavior. The role of teachers was also small since they only gave information about sex when their students did wrong sexual behavior at schools. It is recommended that parents give information about sex as early as possible, and school management should have the guidance of reproduction health education as the curriculum for mentally disabled children. Good collaboration between parents and teachers in handling the problems of sexual behavior of mentally disabled children will get good result.. Keywords: Mentally Disabled, Parents' Role, Teachers' Role, Sexual Health. ii Universitas Sumatera Utara.
(8) 18. KATA PENGANTAR. Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas berkat-NYA maka tesis ini bisa selesai tepat waktunya, adapun judul tesis ini “Peran Orang Tua dan Guru dalam Memberikan Informasi Kesehatan Seksual pada Anak Tunagrahita Ringan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014”. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik untuk melakukan tahap awal dalam pelaksanaan penelitian dalam rangka pembuatan tesis pada program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini, saya mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.. Prof Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.. 2.. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitaa Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan pada program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. 3.. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.. iii Universitas Sumatera Utara.
(9) 19. 4.. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan waktu, pikiran, dalam membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan dan pembuatan tesis ini dengan kesabaran.. 5.. Drs Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, pikiran, dalam membimbing serta mengarahkan saya dalam penyusunan dan pembuatan tesis ini dengan kesabaran.. 6.. Dr.Yusniwarti Yusad, M.Si selaku penguji I yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan tesis ini.. 7.. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku penguji II yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan tesis ini dengan penuh kebaikan dan kesabaran.. 8.. Kepala Sekolah Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 9.. Suami ku tercinta M. Syawaluddin Lubis, S.Sos, M.A.P dan anak-anakku tercinta Fawwaz Anwar Habibi Lubis dan Nur Safa Ratifah Lubis terima kasih atas dukungan dan semangatnya sehingga Bunda dapat menyelesaikan pendidikan ini.. 10. Orang tua dan Mertua Tersayang Ibunda Hj. Zaidah Nasution, dan Ayahanda Rizal Lubis, Amang boru H. Abdul Muthalib, SH, M.A.P dan Hj. Ramlah Batu bara dan adik saya Sri Fauziah Lubis, SE yang telah memberikan doa dan dukungan moril dan materil selama menjalani pendidikan ini. iv Universitas Sumatera Utara.
(10) 20. 11. Seluruh informan saya yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai sehingga berjalannya penelitian ini dengan baik. 12. Seluruh rekan satu angkatan terkhusus minat studi kesehatan reproduksi yang telah memberikan doa dan semangat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan saya ini dengan semangat. Saya menyadari bahwa penulisan ini mempunyai kekurangan, untuk itu saya menerima kritik dan saran guna penyempurnaan tesis ini. Untuk semua saran dan kritik yang di sampaikan demi perbaikan tesis ini saya ucapkan terima kasih. Akhirnya saya mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika ditemui kekurangan selama saya mengikut pendidikan dan penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT yang membalas semua kebaikan yang diberikan kepada saya dengan pahala yang berlipat ganda. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.. Medan, Juli 2014 Penulis,. Zulaidah Maisyaro Lubis 127032140/IKM. v Universitas Sumatera Utara.
(11) 21. RIWAYAT HIDUP. Zulaidah Maisyaro Lubis, lahir di Tebing Tinggi tanggal 23 Agustus 1983, beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ibunda Hj. Zaidah Nasution dan ayahanda Rizal Lubis. Penulis menikah dengan M. Syawaluddin Lubis, S.Sos, M.A.P dan mempunyai anak 2 orang anak bernama Fawwaz Anwar Habibi Lubis dan Nur Safa Ratifah Lubis. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri No 102088 Kedai Damar tamat tahun 1995, Sekolah Menengah Pertama di Tsanawiyah Al washliyah Tebing Tinggi tamat tahun 1998, Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Tebing Tinggi tamat tahun 2001. Akademi Kebidanan Politeknik Kesehatan Medan Tamat tahun 2004, S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tamat tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2012. Pada tahun 2005-2011 penulis bekerja sebagai bidan di Puskesnas Pantai Cermin. Tahun 2011 sampai sekarang bekerja di UPT Kesehatan Indera Masyarakat Provinsi Sumatera Utara.. vi Universitas Sumatera Utara.
(12) 22. DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK ............................................................................................................. i ABSTRACT ............................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ vi DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xii BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Permasalahan..................................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 10 1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 10 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2.1 Tunagrahita ....................................................................................... 2.1.1 Definisi Tunagrahita ................................................................ 2.1.2 Klasifikasi Tunagrahita ........................................................... 2.1.3 Penyebab terjadinya Tunagrahita ............................................ 2.1.4 Kebutuhan Anak Tunagrahita Ringan ..................................... 2.2 Remaja .............................................................................................. 2.2.1 Pubertas ................................................................................... 2.3 Kesehatan Reproduksi ..................................................................... 2.3.1 Pengertian .............................................................................. 2.3.2 Hak-hak Reproduksi ............................................................... 2.4 Seksualitas ....................................................................................... 2.4.1 Pengertian ............................................................................... 2.4.2 Tujuan Seksualitas .................................................................. 2.4.3 Dimensi Seksualitas ................................................................ 2.4.4 Perkembangan Seksualitas Remaja......................................... 2.4.5 Tugas Perkembagan Seksualitas Remaja ................................ 2.4.6 Perilaku Seksual Remaja......................................................... 2.4.7 Pacaran .................................................................................... 2.4.8 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja ....................................................................... 2.4.9 Perilaku Seks Menyimpang .................................................... 2.5 Informasi ........................................................................................... 2.5.1 Definisi Informasi ................................................................... 11 11 11 12 13 15 16 16 18 18 18 19 19 20 20 21 25 26 28 29 30 32 32. vii Universitas Sumatera Utara.
(13) 23. 2.5.2 Sumber Informasi Remaja dalam Kesehatan Reproduksi ...... Pendidikan Seks ................................................................................ Peran Orang Tua ............................................................................... Peran Guru ........................................................................................ Kerangka Pikir ................................................................................ 33 35 39 41 42. BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................... 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 3.2.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian ...................................................................... 3.3 Informan .......................................................................................... 3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 3.4.1 Wawancara ............................................................................... 3.4.2 Dokumen ................................................................................. 3.5 Metode Analisa Data .......................................................................... 43 43 43 43 43 43 44 44 45 45. BAB 4. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ……………………………………. ..... 4.2 Deskripsi Informan …………………………………………….. ..... 4.3 Peran Orang Tua ................................................................................ 4.3.1 Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Seksual ............... 4.3.2 Materi Kesehatan Seksual pada Anak Tunagrahita Ringan yang Diajarkan Orang Tua ....................................................... 4.3.3 Mimpi Basah ............................................................................ 4.3.4 Menstruasi ............................................................................... 4.3.5 Perilaku Seksual pada Remaja Tunagrahita Ringan di Rumah .................................................................................. 4.3.6 Perubahan Fisik dan Psikologis pada Anak Tunagrahita Ringan ................................................................. 4.4 Peran Guru ........................................................................................ 4.4.1 Kurikulum Kesehatan Reproduksi ............................................ 4.4.2 Pengetahuan Guru tentang Kesehatan Seksual ......................... 4.4.3 Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah .......... 4.4.4 Materi Kesehatan Seksual pada Anak Tunagrahita Ringan yang Diajarkan Guru .............................................................. 4.4.5 Kegiatan di UPT. SLB Negeri Pembina untuk Tunagrahita Rinagan ................................................................. 48 48 48 52 52. 2.6 2.7 2.8 2.9. 54 58 61 62 65 67 69 70 71 73 76. BAB 5. PEMBAHASAN ...................................................................................... 78 5.1 Peran Orang Tua ............................................................................... 78 5.1.1 Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Ringan ............................ 78 5.1.2 Perkembangan Fisik dan Psikologis pada. viii Universitas Sumatera Utara.
(14) 24. Anak Tunagrahita Ringan ....................................................... 5.1.3 Kebersihan Organ Genetalia Anak Tunagrahita Ringan Ketika Menstruasi……………………………………….. ...... 5.1.4 Pengetahuan Orang Tua tentang Kesehatan Seksual ............... 5.1.5 Pengawasan Orang Tua terhadap Anak Tunagrahita Ringan .................................................................. 5.1.6 Kontrol Diri pada Anak Tunagrahita Ringan .......................... 5.1.7 Peran Orang Tua ..................................................................... 5.2 Peran Guru ........................................................................................ 5.2.1 Kurikulum Kesehatan Reproduksi ............................................ 5.2.2 Pengetahuan Guru tentang Kesehatan Seksual ........................ 5.2.3 Perilaku Seksual Anak Tunagrahita Ringan di Sekolah .......... 5.2.4 Teknik dalam Memberikan informasi Kesehatan Seksual pada Anak Tunagrahita Ringan ............................................... 81 83 84 86 87 89 92 94 95 96 96. BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 100 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 100 6.2 Saran .................................................................................................. 101 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 102 LAMPIRAN. ix Universitas Sumatera Utara.
(15) 25. DAFTAR TABEL. No. Judul. Halaman. 2.1. Pembagian Reterdasi Mental Berdasarkan IQ .......................................... 12. 3.1. Deskripsi Informan pada Orang Tua ......................................................... 44. 3.2. Deskripsi Informan pada Guru .................................................................. 44. x Universitas Sumatera Utara.
(16) 26. DAFTAR GAMBAR. No. Judul. Halaman. 2.1. Kerangka Pikir ……………………………………………………….. 42. xi Universitas Sumatera Utara.
(17) 27. DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul. Halaman. 1. Kuesioner Penelitian ………………………………………………. ................ 104 2. Surat Izin Penelitian ……………………………………………….. ................ 107 3. Surat Balasan Izin Melakukan Penelitian …………………………. ................ 108 4. Surat Selesai Melakukan Penelitian ……………………………….. ................ 109. xii Universitas Sumatera Utara.
(18) 16. ABSTRAK. Tunagrahita adalah kemampuan fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yaitu IQ < 84 berdasarkan test IQ yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaftif. Namun dalam memberikan informasi kesehatan seksual orang tua maupun guru harus dengan cara yang sederhana dan berulang-ulang, karena anak tunagrahita mempunyai kemampuan lemah dalam menerima pelajaran yang baru. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam. Analisis data dilakukan secara deskripif dengan menggunakan analisis isi (content analysis) dengan langkah fenomologi. Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak tunagrahita ringan dengan IQ 60-70 dan guru yang mengajar kelas tunagrahita ringan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara. Jumlah Informan penelitian ini adalah orang tua sebanyak 7 orang dan guru sebanyak 5 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran orang tua dalam membimbing anak tunagrahita masih kecil, dari 7 informan hanya 3 orang yang memberikan informasi kesehatan seksual pada anaknya sejak kecil. Sementara 4 orang lainnya tidak melakukan, karena menganggap anak akan mendapatkan hal itu dari lingkungan sekitarnya. Orang tua berpendapat bila anak diajarakan akan membuat anak ingin melakukannya. Hal ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan dan pendidikan si ibu, pada ibu yang memiliki pengetahuan baik dan pendidikan sarjana mereka memberikan bimbingan dan pengawasan dari sejak dini kepada anaknya. Sedangkan yang memiliki pengetahuan kurang dan pendidikan SMA mereka tidak memberikan informasi kesehatan seksual sejak dini, informasi kesehtan seksual hanya dilakukan apabila anak melakukan perilaku seksual yang salah. Peran guru juga sangat kecil mereka hanya memberikan informasi kesehatan seksual apabila ada kejadian perilaku seksual salah yang dilakukan anak di sekolah. Diharapkan orang tua memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita sedini mungkin. Pihak sekolah diharapkan memiliki pedoman pendidikan kesehatan reproduksi yang menjadi kurilkulum untuk anak tunagrahita. Kolaborasi yang baik antara orang tua dan guru dalam mengatasi masalah perilaku seksual anak tunagrahita akan mendapatkan hasil yang lebih baik.. Kata Kunci :Tunagrahita, Peran Orang Tua, Peran Guru`, Kesehatan Seksual. i Universitas Sumatera Utara.
(19) 17. ABSTRACT. Mentally disabled: is the under-averaged ability of general intellectual function with the IQ < 84, based on the IQ test conducted before a teenager is 16 years old; it indicates a handicap in an adaptive behavior. Therefore, in giving information about sex, parents and teachers should use simple method and give it frequently since mentally disabled children have frail ability in receiving new lessons. The objective of the research was to find out the image of the role of parents and teachers in giving information about sex to their mentally disabled children in the Technical Service Unit of SLB Negeri Pembina, North Sumatera Province, in 2014. The research used qualitative method by conducting in-depth interviews. The data were analyzed descriptively by using content analysis with phenomenological steps. The informants of the research were parents (7 informants) who had mild mentally disabled children with the IQ of 60-70 and teachers (5 informants) who taught in the classes of mild mentally disabled children at the Technical Service Unit of SLB Negeri Pembina, North Sumatera Province. The result of the research showed that the role of parents in guiding their mentally disabled children was relatively small Of the 7 informants, only three of them had given information about sex to their mentally disabled children since the latter were still little children, while four of them did not do it because they thought that their children would get the information from the environment. It also depended on mothers' knowledge and education; mothers who had good knowledge and graduated from graduate schools would guide and supervise their children early. Meanwhile, those who had bad knowledge and graduated from High Schools did not give information about sex early to their children; the information was only given when their children did wrong sexual behavior. The role of teachers was also small since they only gave information about sex when their students did wrong sexual behavior at schools. It is recommended that parents give information about sex as early as possible, and school management should have the guidance of reproduction health education as the curriculum for mentally disabled children. Good collaboration between parents and teachers in handling the problems of sexual behavior of mentally disabled children will get good result.. Keywords: Mentally Disabled, Parents' Role, Teachers' Role, Sexual Health. ii Universitas Sumatera Utara.
(20) 11. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tunagrahita 2.1.1. Definisi Tunagrahita Tuna berarti merugi dan grahita adalah pikiran, tunagrahita merupakan kata. lain dari retardasi mental (intellectual disability), yang dapat diartikan lemah mental, lemah otak, lemah pikiran, difisit mental atau terbelakang mental (Anes, 2010). Menurut American Association on mental deficiency dalam B3PTKSM meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yaitu IQ < 84 berdasarkan test IQ yang muncul sebelum usia 16 tahun dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaftif. Sedangkan menurut Japan Leangue for mentally retarded (1999) adalah fungsi intelektual anak lamban dengan IQ < 70 berdasarkan test, kekurangan dalam perilaku adaptif yang terjadi dalam masa perkembangan (antara masa konsepsi sampai usia 18 tahun (Direktorat Pembinaan PK-LK). Menurut WHO Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan gejalanya timbul pada masa perkembangan (Soetjiningsih, 1995). 2.1.2. Klasifikasi Tunagrahita Pada anak Tunagrahita ini memiliki klasifikasi untuk menentukan. tingkatannya. Hal ini dilihat dari fungsi intelektual yang dimilki oleh anak tersebut,. 11. Universitas Sumatera Utara.
(21) 12. biasanya anak tunagrahita memiliki IQ 84 kebawah berdasakan tes kemampuan dan muncul sebelum usia 16 tahun dengan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Dibawah ini beberapa klasifikasi tunagrahita menurut Soetomenggolo (1999) sebagai berikut : Tabel 2.1 Pembagian Retardasi Mental menurut IQ IQ 85-115. Pendidikan. Keterangan. Borderline. 70-85 slow learner. Jumlah mungkin sangat besar. Retardasi Mental Ringan. 55-70 Educable. Dapat mengikuti pelajaran disekolah biasa, tetapi agak sulit dan memerlukan waktu belajar yang lebih lama Tidak dapat berkompetisi di sekolah formal, tetapi dapat mencapai tujuan khusus bagi dirinya. Dapat mandiri, terutama di bidang pekerjaan yang tidak memerlukan abstraksi. Retardasi Mental Sedang. 40-55 Trainable. Retardasi Mental Berat. 25-40 Nontrainable. Retardasi sangat berat. < 25. Normal. Merupakan 85-90% diantara kasus Retardasi Mental penyebab sebagian besar tidakdiketahui, Kebanyakan ditemukan saat usia sekolah karena angka yang buruk. Dapat mandiri, Bekerja di Merupakan 5-10% di perusahan khusus (sheltered antara Retardasi Mental, workshop) sebagian menunujukkan kelainan saraf lain Respon terhadap lingkungan Hanya sebanyak 5% sangat sedikit, tergantung diantara Retardasi kepada orang lain seumur Mental, sebahagian hidupnya besar diidentifikasi pada masa bayi karena adanya cacat berganda yang berat. Universitas Sumatera Utara.
(22) 13. Dari klasifikasi diatas maka dapat kita definisikan bahwa tunagrahita ringan adalah anak tidak dapat berkompetisi di sekolah formal, tetapi dapat mencapai tujuan khusus bagi dirinya. Anak dapat mandiri, terutama dibidang pekerjaan yang tidak memerlukan abstraksi dan memiliki intelektual umum rata-rata yaitu IQ 55-70 berdasarkan test IQ. 2.1.3. Penyebab terjadinya Tunagrahita. 1. Selama Kehamilan a. Kelainan bawaan : 1) Kelainan kromosom seperti down syndrome, defisiensi kromosom (hilangnya sebagian kromosom) 2) Kelainan Genetik (Single gene and polygenis) seperti Tubero-skeloris, penyakit-penyakit metabolik, fragile-x syndrome. b. Didapat 1) Gangguan pertumbuhan janin di dalam kandungan, yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti diabetes mellitus, PKU (phenyl Keton Uria) atau ibu malnutrisi. 2) Obat-obatan dan bahan toksik lain yang bisa menyebabkan kerusakan SSP (sistem saraf pusat). Alkohol termasuk teratogen yang penting karena bisa menimbulkan FAS (fetal alcohol syndrome) berupa abnormalitas bentuk (dysmorphic features), retardasi pertumbuhan prenatal dan postnatal, termasuk mikrosefal, serta disfungsi SSP (sistem saraf pusat) yang mencakup. Universitas Sumatera Utara.
(23) 14. retardasi mental ringan sampai sedang, keterlambatan perkembangan, hiperaktifitas dan deficit atensi. 3) Infeksi. janin,. seperti. infeksi. TORCH. (toksoplasmosis,. rubella,. Cytomegalovirus dan herpes simplex virus) 4) Insufisiensi plasenta atau toksemia kehamilan 2. Perinatal a. Prematuritas b. Infeksi perinatal c. Masalah pada waktu persalinan, seperti asfiksia, hipoksik-iskemik ensefalopati. d. Trauma lahir e. Kelainan metabolik seperti hipoglikemia 3. Selama Persalinan a. Kuning (hiperbilirubinemia) b. Infeksi c. Trauma berat pada kepala atau susunan saraf pusat d. Neuro toksin, seperti tembaga (lead poisoning) e. CVA (Cerebrovascular accident) f. Anoksia serebri, misal karena tenggelam g. Keganasan sistem saraf pusat h. Metabolik seperti gizi buruk, kelainan kromosom seperti hipotiroid, aminoaciduria seperti PKU (phenyl Keton Uria), kelainan metabolism. Universitas Sumatera Utara.
(24) 15. karbohidrat sepertoi galaktosemia. Polisakaridosis misalnya sindrome hurler, cerebral lipidosis (Tay Sachs) serta berbagai penyakit metabolik lainnya. 4. Faktor Lingkungan 5. Masalah psikososial seperti penyakit kejiwaan atau penyakit kronis lain pada ibu, kemiskinan, malnutrisi, penyiksaan (abuse), dan penelantaran.l 6. Interaksi berbagai faktor bawaan, didapat dan lingkungan Kebanyakan anak tunagrahita berasal dari golongan sosial ekonomi rendah, akibat kurangnya stimulasi dari lingkungannya, sehingga secara bertahap menurunkan IQ yang bersamaan dengan terjadinya maturasi. Keadaan sosial ekonomi yang rendah juga berperan dalam adanya penyebab organik tunagrahita, seperti kurang gizi, keracunan logam berat dan infeksi sitomegalovirus yang ternyata lebih banyak ditemukan pada golongan ini (IDAI, 2011). 2.1.4. Kebutuhan Anak Tunagrahita Ringan Kebutuhan-kebutuhan anak tunagrahita menurut Mumpuniarti (2000) dibagi. menjadi tiga yaitu: a. Kebutuhan fisik tidak berbeda dengan anak normal seperti; makan, minum, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan; sarana untuk bergerak, bermain, olahraga, rekreasi, penampilan diri secara rapi, bersih dan menarik. Kebutuhan tersebut untuk anak tunagrahita ringan perlu adanya latihan-latihan, pengarahan secara khusus dan diulang-ulang. b. Kebutuhan psikologis meliputi penghargaan, rasa harga diri, rasa aman, kepercayaan diri, motivasi, realisasi diri dan penerimaan lingkungan. Anak. Universitas Sumatera Utara.
(25) 16. tunagrahita ringan juga ingin diperhatikan, dipuji, dihargai, disapa dengan baik dan diperlakukan dengan elusan kemanjaan. c. Kebutuhan sosial meliputi keinginan berkomunikasi dan berkelompok, ingin mengungkapkan diri, memiliki perasaan, keinginan-keinginan, ide dan gagasan walau kurang berarti, ingin pengakuan sebagai anggota keluarga, dapat pengakuan.. 2.5 Remaja Menurut WHO remaja adalah individu yang sedang mengalami masa peralihan yang dari segi kematangan biologis seksual sedang berangsur-angsur mempertunjukkan karakteristik seks yang sekunder sampai mencapai kematangan seks yang dari segi perkembangan kejiwaan, jiwanya sedang berkembang dari sifat kekanak-kanakan menjadi dewasa, yang dari segi sosial ekonomi ia adalah individu yang beralih dari ketergantungan menjadi relatif bebas. 2.5.1. Pubertas Masa Pubertas tidak dapat dipastikan kapan dimulainya dan kapan. berakhirnya. Beberapa sarjana memperkirakan dimulai pada usia 14 tahun dan berakhir pada 17 tahun. Proses organis yang paling penting pada masa ini adalah kematangan seksual. Pada saat pertumbuhan ini anak muda mengalami satu bentuk krisis kehilangan keseimbangan jasmani dan rohani. Kadang-kadang harmoni dan fungsi-fungsi motorik juga terganggu.. Universitas Sumatera Utara.
(26) 17. Kematangan seksual itu sekalipun bersifat biologis namun menentukan sikap, yaitu faktor psikis anak terhadap diri sendiri dan konstitusi tubuhnya. Anak mulai menaruh minat besar terhadap keadaan dirinya, misalnya dengan berdandan. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan harga diri dan eksistensi dirinya selaku wanita. Selanjutnya juga timbul minat dan emosi heteroseksual, yakni ada hubungan antara diri sendiri, objek cinta kasih dengan wanita, objek cinta dengan seorang pemuda (Suryani, Widyasih, 2010). Perubahan tubuh pada anak perempuan yang terlihat jelas pada saat memasuki masa pubertas yang pertama adalah pertumbuhan payudara. Sejalan dengan pertumbuhan payudara, bagian pinggul dan paha akan semakin berisi, diikuti dengan melebarnya bagian tubuh disekitar pinggul, sebagai jalan kelahiran bayi. Setelah itu, tumbuh rambut disebagian tubuh, seperti pada ketiak dan disekitar vagina. Tahap terakhir sebagai pelengkap semuanya, pada masa pubertas seorang perempuan akan mengalami menstruasi hingga masa menopause nanti. Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan ini adalah bertambahnya jumlah hormon estrogen yang memproduksi sel lemak dalam tubuh, seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, hormon ini dapat merangsang pertumbuhan organ reproduksi sehingga berfungsi sesuai dengan tugas masing-masing. Hormon inilah yang membedakan jenis kelamin laki-laki dan perempuan (Dianawati, 2006).. Universitas Sumatera Utara.
(27) 18. 2.6 Kesehatan Reproduksi 2.6.1. Pengertian Menurut ICPD (1994) Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,. mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan. Implikasi definisi kesehatan reproduksi berarti setiap orang mampu memiliki kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu menurunkan serta memenuhi keinginannya tanpa ada hambatan apapun, kapanpun dan seberapa sering untuk memiliki keturunan. Hak-hak reproduksi merupakan hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai. 2.6.2 Hak-hak Reproduksi Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama dan lain-lain. Adapun hak-hak reproduksi seseorang meliputi : 1. Hak untuk hidup. 2. Hak atas kemerdekaan dan keamanan. 3. Hak atas kesetaraan dan kebebasan dari segala bentuk diskriminasi. 4. Hak atas kerahasianan pribadi. 5. Hak atas kebebasan berfikir. 6. Hak mendapat informasi dan pendidikan. 7. Hak untuk menikah atau tidak, serta membentuk dan merencanakan keluarga.. Universitas Sumatera Utara.
(28) 19. 8. Hak untuk memutuskan mempunyai atau tidak dan kapan waktu memiliki anak. 9. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan. 10. Hak untuk mendapat manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan. 11. Hak kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik. 12. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk. Dalam kesehatan reproduksi ada yang disebut dengan perawatan kesehatan reproduksi yaitu metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan reproduksi dan kesejahteraan melalui pencegahan dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi mencakup perawatan kesehatan seksual yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan hubungan antar pribadi. Pelayanan kesehatan reproduksi di Indonesia mencakup pada pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja, pelayanan yang dapat kita berikan berupa bimbingan dan konseling tentang seksualitas sesuai umur, termasuk pengetahuan kesehatan seksual bagi remaja agar menjadi orang yang bertanggung jawab.. 2.7 Seksualitas 2.7.1. Pengertian Seks berarti jenis kelamin yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan. jenis kelamin disebut dengan seksualitas. Menurut Johnson dan Kolodny (1992) seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, diantaranya dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultural.. Universitas Sumatera Utara.
(29) 20. 2.7.2. Tujuan Seksualitas. 1.. Tujuan umum untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan manusia. 2.. Tujuan khusus yaitu (a) Prokreasi (menciptakan atau meneruskan keturunan), (b) rekreasi (memperoleh kenikmatan biologis/seksual). 2.7.3. Dimensi Seksualitas Menurut Hidayat (1997), ruang lingkup seksualitas terbagi atas berikut ini:. 1.. Seksual Biologis Komponen yang mengandung beberapa ciri dasar seks yang terlihat pada individu yang bersangkutan (kromosom, hormon, serta ciri seks primer dan sekunder). Ciri seks primer timbul sejak lahir yaitu alat kelamin keluar (genitalia eksterna) dan alat kelamin dalam (genitalia dalam). Ciri seks sekunder timbul saat seseorang meningkat dewasa, misalnya timbul bulu-bulu badan di tempat tertentu (ketiak, dada, pubis), berkembangnya payudara perempuan dan perubahan suara laki-laki.. 2.. Identitas Seksual Identitas seksual adalah konsep diri pada individu yang menyatakan dirinya lakilaki atau perempuan. Identitas seksual dalam bentuknya banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan tokoh yang sangat penting adalah orang tua.. 3.. Identitas Gender Identitas gender adalah penghayatan perasaan kelaki-lakian atau keperempuanan yang dinyatakan dalam bentuk perilaku sebagai laki-laki atau perempuan dalam lingkungan budayanya. Identitas budaya merupakan interaksi antara faktor faktor. Universitas Sumatera Utara.
(30) 21. fisik dan psikoseksual. Interaksi yang harmonis diantara kedua faktor ini akan menunjang perkembangan norma seorang perempuan atau laki-laki. 4.. Perilaku Seksual Perilaku seksual yaitu Orientasi seksual dari seseorang individu, yaitu merupakan interaksi antara kedua unsur yang sulit dipisahkan, yaitu tingkah laku seksual dan tingkah laku gender. Tingkah laku seksual didasari oleh dorongan seksual untuk mencari dan memperoleh kepuasan seksual, yaitu orgasmus. Tingkah laku gender adalah tingkah laku dengan konotasi maskulin atau feminism diluar tingkah laku seksual. Perilaku seksual itu mulai tampak setelah anak menjadi remaja.. 2.7.4. Perkembangan Seksualitas Remaja Sejak masa remaja pada diri seseorang anak terlihat adanya perubahan-. perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan fungsi. Pematangan kelenjar pituitary berpengaruh pada proses pertumbuhan tubuh sehingga remaja mendapat ciri-cirinya sebagai perempuan dewasa atau laki-laki dewasa. Masa remaja diawali oleh masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karekteristik seksual primer dan karekteristik seksual sekunder.. Universitas Sumatera Utara.
(31) 22. Kematangan seksual pada remaja ini menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan remaja tentang seksual. Menurut Tanner (1990) minat seksual remaja antara lain sebagai berikut: 1.. Minat dalam permasalahan yang menyangkut kehidupan seksual Remaja mulai ingin tahu tentang kehidupan seksual manusia, untuk itu. mereka mencari informasi mengenai seks, baik melalui buku, film atau gambar lain yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini dilakukan remaja karena kurang terjalinnya komunikasi yang bersifat dialogis antara remaja dengan orang dewasa, baik orang tua maupun guru, mengenai masalah seksual, dimana kebanyakan masyarakat masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah seksual dalam kehidupan sehari-hari. 2.. Keterlibatan aspek emosi dan sosial pada saat berkencan Perubahan fisk dan fungsi fisiologis pada remaja, menyebabkan daya tarik. terhadap lawan jenis yang merupakan akibat timbulnya dorongan-dorongan seksual. Misalnya pada anak laki-laki dorongan yang ada pada dirinya terealisasi dengan aktivitas mendekati teman perempuannya, hingga terjalin hubungan. Dalam berkencan, biasanya para remaja melibatkan aspek emosi yang diekspresikan dengan berbagai cara, seperti bergandengan tangan, berciuman, memberikan tanda mata, bunga, kepercayaan dan sebagainya. 3.. Minat dalam keintiman secara fisik Perkembangan minat seksual ini menyebabkan masa remaja disebut juga. dengan masa keaktifan seksual tinggi yang merupakan masa ketika masalah seksual. Universitas Sumatera Utara.
(32) 23. dan lawan jenis menjadi bahan pembicaraan yang menarik dan dipenuhi dengan rasa ingin tahu tentang masalah seksual. Dengan meningkatnya dorongan seksual, remaja akan mudah sekali terangsang secara seksual. Membaca bacaan yang romantis, melihat gambar romantis, melihat alat kelamin lawan jenis, atau menyentuh alat kelaminnya akan dapat menimbulkan rangsangan seksual. Ketika pubertas, laki-laki dan perempuan mulai memiliki pikiran dan khayalan tentang seksual. Pada perempuan, jika mengalami keterbangkitan seksual ditunjukkan oleh reaksi vagina menjadi basah, karena keterbangkitan dorongan seksual secara alamiah merangsang vagina mengeluarkan cairan pelicin, sedangkan laki-laki mengalami ereksi penegangan penis apabila ia berfantasi atau merangsang dirinya. Perkembangan seksualitas remaja meliputi : 1.. Perubahan Fisik. a.. Perempuan a). Ditandai dengan berkembangnya payudara, bisa di mulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.. b). Meningkatnya kadar estrogen memengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar, vagina memanjang, mulai tumbunya rambut pubis dan aksila, dan lubikan vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.. c). Menarche sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama.. Universitas Sumatera Utara.
(33) 24. b.. Laki-laki a). Meningkatnya kadar testosterone ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat dan vesikula seminalis, tumbuhnya rambut di pubis, wajah dan dada.. b). Walaupun mereka orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matang sekitar usia 12-14 tahun.. c). Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nocturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan.. d). Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur.. 2.. Perubahan Psikologi/Emosi a.. Periode ini ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi penghargaan masyarakat.. b.. Remaja dihadapkan pada pengambilan sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.. c.. Pengetahuan yang didapatkan tidak terintegrasi dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun. Universitas Sumatera Utara.
(34) 25. kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa hati-hati. d.. Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka. Sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.. 2.7.5. Tugas Perkembagan Seksualitas Remaja Secara psikologis, pada fase remaja ini dua aspek yang penting yang harus. dipersiapan yaitu sebagai berikut : 1. Orientasi Seksual Heteroseksualitas rasa tertarik terhadap lawan jenis timbul dan sejalan dengan berkembangnya minat terhadap aktivitas yang berhubungan dengan seks. Keadaan ini ditandai oleh rasa ingin tahu yang kuat dan kehausan akan informasi yang selanjutnya dapat berkembang kearah tingkah laku seksual yang sesungguhnya. Relasi heteroseksual manusia umumnya mengikuti pola tertentu, yaitu pengidolaan (terhadap figure tertentu), cinta monyet (perasaan ketertarikan seksual terhadap lawan jenis yang masih berpindah-pindah), pacaran (menjalin komitmen), bertunangan (going steady) dan menikah.. Universitas Sumatera Utara.
(35) 26. 2. Peran Seks Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Bagi remaja laki-laki, hal itu mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Perubahan-perubahan nilai dan norma tentang seks yang terjadi saat ini dapat menimbulkan berbagai persoalan bagi remaja seperti (pelacuran, Penyakit Menular Seksual, penyimpangan seksual, kehamilan diluar nikah).. 2.7.6. Perilaku Seksual Remaja Perubahan dan perkembangan perilaku seksual yang terjadi pada masa remaja. dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual. Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis, contohnya mulai dari berdandan, mejeng, mengerlingkan mata, merayu, menggoda atau bersiul. Sementara aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku. Contoh perilakunya adalah berfantasi, masturbasi, cium pipi, cium bibir, petting, berhubungan intim (intercourse). Fedyani (2006) mengutip pendapat Kinsey mengenai perilaku seksual yang meliputi 4 tahap yaitu: 1. Bersentuhan (touching), mulai dari berpegangan tangan sampai berpelukan 2. Berciuman (kissing) mulai dari ciuman singkat hingga berciuman bibir dengan mempermainkan lidah (deep kissing). Universitas Sumatera Utara.
(36) 27. 3. Bercumbu (petting) menyentuh bagian sensitif dari tubuh pasangan dan mengarah pada pembangkitan gairah seks. 4. Hubungan Kelamin (sex intercouse) Perilaku-perilaku seksual tersebut merupakan perilaku seksual beresiko yang akan menimbulkan dampak buruk jika dilakukan oleh para remaja sebelum menikah. Cara-cara yang biasa dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksual yaitu bergaul dengan lawan jenis, berdandan agar menarik perhatian lawan jenis, berkhayal atau berfantasi tentang seksual, mengobrol tentang seks, menonton film pornografi, melakukan hubungan seks non penetrasi (berpegangan tangan, berpelukan, berciuman pipi/bibir), cara-cara tersebut ada yang sehat dan ada juga yang menimbulkan berbagai resiko secara fisik, psikologis dan sosial (Astuti, 2009). Sedangkan menurut Kusmiran (2011) ada berbagai cara yang biasa dilakukan oleh remaja untuk menyalurkan dorongan seksualnya adalah: 1. Menahan diri dengan berbagai cara 2. Menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas 3. Menghabiskan tenaga dengan berolahraga 4. Memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada tuhan 5. Menyalurkannya melalui mimpi erotis (mimpi basah) 6. Berkhayal atau berfantasi tentang seksual 7. Masturbasi/onani 8. Pacaran dengan berbagai perilaku seksual yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.. Universitas Sumatera Utara.
(37) 28. 9. Melakukan aktivitas seksual penetrasi 2.4.7. Pacaran Pacaran atau dating adalah interaksi heteroseksual yang didasari rasa cinta,. kasih sayang serta saling memberi dan melengkapi pasangannya. Budaya pacaran sudah menjadi kecendrungan pergaulan remaja yang juga mendominasi perilaku seksual remaja saat ini. Pacaran dianggap sebagai jati diri pergaulan dan identitas kedewasaan, meskipun pada kenyataannya banyak aktivitas yang menjurus pada perilaku seks tidak aman. Pacaran biasanya terjadinya diawal pubertas, perubahan hormon dan fisik membuat seseorang mulai tertarik pada lawan jenis. Proses sayangsayangan dua manusia lawan jenis tersebut merupakan proses mengenal dan memahami lawan jenisnya dan belajar membina hubungan dengan lawan jenis sebagai persiapan sebelum menikah untuk menghindari ketidakcocokan dan permasalahan pada saat sudah menikah (Narendra, 2008) Berdasarkan SDKI (2012) terdapat 28% remaja pria dan 27 % remaja wanita menyatakan bahwa mereka memulai berpacaran sebelum berumur 15 tahun, sedangkan menurut SKRRI tahun 2007 hanya 19 % remaja pria dan 24% remaja wanita. Pada tahun 2012, sejumlah 25% remaja pria dan 26% remaja wanita memulai berpacaran pada berumur 12 sampai dengan 14 tahun, sementara pada tahun 2007, 15% remaja pria dan 20% remaja wanita memulai berpacaran pada umur yang sama. Hal ini menegaskan bahwa remaja mulai berpacaran pada umur yang lebih muda. Aktivitas remaja dalam berpacaran menunjukkan berpegangan tangan adalah hal yang paling banyak mereka lakukan (72% remaja wanita dan 80% remaja pria).. Universitas Sumatera Utara.
(38) 29. Remaja pria cenderung lebih banyak melaporkan perilaku berciuman (48%) dibandingkan dengan remaja wanita (30%) dan meraba/merangsang bagian tubuh yang sensitif (sejumlah 30% remaja pria dan 6% remaja wanita). Pacaran merupakan kenangan yang sangat mengesankan bagi remaja pada kehidupan yang mendatang. Dalam masyarakat kita, pacaran memberikan kesempatan bagi remaja untuk meningkatkan kemampuan sosial dan interpersonal mereka. Pacaran juga mempersiapkan remaja untuk memilih pasangan hidup. Pada beberapa remaja pacaran juga dimanfaatkan untuk melakukan percobaan aktivitas seksual. Pacaran ini melebihi hubungan sekedar teman, atau teman dekat, namun ini adalah teman paling dekat (Saumiman, 2005). 2.4.8 1.. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja. Perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas dan pengaktifan hormonal dapat menimbulkan perilaku seksual. 2.. Kurangnya pengaruh orang tua melalui komunikasi antara orang tua dan remaja seputar masalah seksual dapat memperkuat munculnya penyimpangan perilaku seksual.. 3.. Pengaruh teman sebaya sangat kuat sehingga munculnya penyimpangan perilaku seksual dikaitkan dengan norma kelompok sebaya. 4.. Remaja dengan prestasi rendah dan tahap aspirasi yang rendah cenderung lebih sering memunculkan aktivitas seksual dibandingkan remaja dengan prestasi yang baik di sekolah (perspektif akademik).. 5.. Perpektif sosial kognitif diasosiasikan dengan pengambilan keputusan.. Universitas Sumatera Utara.
(39) 30. 2.4.9 1.. Perilaku Seks Menyimpang. Pengertian Perilaku seksual yang tidak seperti umumnya atau biasanya. Proses. perkembangan dan pertumbuhan seseorang individu sejak bayi hingga dewasa mencakup aspek biologis dan aspek psikologis, yaitu kepribadian. Kepribadian dalam perkembangannya dapat dihasilkan perilaku yang normal, deviasi (menyimpang) dan abnormal. Jadi perilaku menyimpang atau deviasi yang jauh menyimpang atau berbeda dengan harapan, tuntutan dan norma-norma masyarakat, misalnya melakukan hubungan seksual dimuka umum. 2.. Jenis-jenis Gangguan Seksual. a.. Homoseksual Homoseksual adalah sebutan bagi orang-orang yang menyukai sesama jenis. Ada dua penyebutan untuk homoseksual ini, jika pelakunya laki-laki disebut gay sedangkan perempuan disebut lesbian.. b.. Biseksual Biseksual atau seksualitas ganda adalah sebutan untuk orang-orang yang tidak hanya menyukai lawan jenis, tetapi juga menyukai sesama jenis.. c.. Anal Seks (Sodomi) Anal seks adalah memasukkan alat kelamin ke dalam anus, anal seks bukan hanya dilakukan oleh kaum homoseksual tetapi juga pasangan lawan jenis.. Universitas Sumatera Utara.
(40) 31. d.. Masturbasi (Onani) Masturbasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari manus (tangan) dan. stuprate (penyalahgunaan). Jika digabungkan artinya menjadi penyalahgunaan dengan tangan. Hampir semua remaja laki-laki dan perempuan pernah melakukan masturbasi. Masturbasi adalah perbuatan pemuasan seksual dengan merangsang alat kelamin dengan tangan atau alat bantu lainnya. Masturbasi/onani adalah kegiatan menyentuh bagian tubuh dengan tujuan merangsang diri sendiri. Kebiasaan ini dapat terjadi baik laki-laki maupun perempuan, keinginan ini alamiah dan tidak beresiko selama dilakukan sendiri dalam batasan yang tidak berlebihan. Remaja yang suka melakukan masturbasi biasanya akan ketagihan. Dari segi medis tidak benar bahwa masturbasi dapat menimbulkan kebutaan, kemandulan atau gangguan saraf. Namun dari segi psikologis, bisa menimbulkan rasa tertekan dan bersalah. Masturbasi yang dilakukan secara berlebihan atau menggunakan alat-alat tertentu bisa berakibat lecet yang kemudian dapat menyebabkan infeksi atau juga keadaan infertil sementara (dimana produksi sperma semakin lama makin berkurang karena di paksa terus-menerus dikeluarkan) (Kusmiran, 2011). Masturbasi ini banyak negatifnya, mulai dari faktor psikologis sampai faktor agama. Biasanya orang yang melakukan masturbasi akan merasa bersalah atau berdosa, krisis percaya diri, takut gagal berhubungan dengan pasangan sah, adanya perasaan takut akan dirinya tidak perawan lagi sehingga merasa takut dan kreativitas menurun.. Universitas Sumatera Utara.
(41) 32. e.. Eksibisionis Eksibisionis adalah mencari kepuasan seks dengan memperlihatkan alat. kelaminnya kepada perempuan-perempuan yang enggak ingin melihatnya dan si pelaku akan merasa sangat puas jika perempuan itu menjerit dan ketakutan. f.. Voyeuris Kepuasan seks yang didapat dari melihat lawan jenisnya, baik sedang. telanjang maupun tidak. Biasanya pelaku suka mengintip lawan jenisnya mandi atau ganti baju. g.. Zoofilia Mendapatkan kepuasan seks dengan mengelus-elus binatang, melihat aktivitas. seksual dari binatang atau fetisisme terhadap kulit binatang. h.. Bestialiti Bestialiti adalah bentuk kelainan dimana seseorang mendapat kepuasan seks. dari hubungan dengan binatang (Kusmiran, 2011).. 2.6 Informasi 2.6.1. Definisi Informasi Untuk lebih memahami apakah ‘informasi’ itu, maka alangkah lebih baiknya. jika kita mengulas tentang pengertian informasi dari berbagai sisi yaitu dilihat dari segi bahasa serta dilihat dari segi istilah (pendapat para ahli). Kata informasi berasal dari bahasa Perancis kuno “informationem” yang berarti garis besar konsep, ide.. Universitas Sumatera Utara.
(42) 33. Informasi merupkan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam pengetahuan yang dikomunikasikan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia informasi artinya penerangan, pemberitahuan kabar atau berita tertentu keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlihat dimakna yang menunjang amanat yang terlihat dibagian-bagian amanat itu. Sedangkan pengertian informasi menurut para ahli diantaranya adalah Raymond Mc Leod yang mengatakan data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas seseorang, menurut notoatmodjo (2008) bahwa semakin banyak informasi dapat memengaruhi atau menambah pengetahuan seseorang dan dengan pengetahuan menimbulkan kesadaran yang akhirnya seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Informasi ini juga memiliki fungsi sebagai berikut 1.. Meningkatkan pengetahuan atau kemampuan pengguna informasi. 2.. Mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan. 3.. Mengembangkan keadaan sesuatu hal atau peristiwa yang terjadi.. 2.5.2 1.. Sumber Informasi Remaja dalam Kesehatan Reproduksi. Orang Tua Idealnya pendidikan seks merupakan bagian proses belajar keseluruhan, orang. tua sebaiknya tidak menjelaskan seks sebagai topik formal yang dibahas saat seorang anak menginjak usia tertentu, tetapi sebaiknya menjadi bagian keseharian. Pertanyaan yang mereka ajukan sebaiknya dijawab, dan orang tua juga memberikan informasi. Universitas Sumatera Utara.
(43) 34. yang diberikan akan berkembang seiring tumbuh-kembang dan tingkat kedewasaan anak. 2.. Teman-teman Remaja mengetahui seks pada umumnya dari teman-temannya dan banyak. remaja ini meminta saran dari teman-teman mereka meski mereka menyadari bahwa teman-teman. mereka. mungkin. tidak. memiliki. informasi. yang. memadai.. Kemungkinan yang terbaik apabila saran ini informatif, membantu, suportif, dan aman, tetapi kemungkinan yang paling buruk, saran tersebut menjadi rumor atau desas-desus yang tidak jelas. Saran yang buruk ini akan mengakibatkan penafsiran yang salah seputar seks sehingga dapat membahayakan remaja tersebut. 3.. Media Berbagai buku, Koran, dan majalah, secara rutin menyajikan referensi dalam. bentuk kata atau gambar yang menjelaskan seks dan seksualitas. Referensi-referensi ini mendorong dan membentuk perilaku stereotip dan prasangka. Beberapa majalah menyajikan halaman konsultasi. Halaman bermanfaat ini sering kali memberi saran yang langsung dan faktual tentang situasi para remaja perempuan yang sering sekali malu bertanya kepada orang tua atau teman mereka. 4.. Sekolah Kebanyakan sekolah pendidikan seks diberikan oleh guru, biasanya dibawah. pertanggungjawaban guru biologi yang tertarik memberikannya. Biasanya yang diberikan hanya aspek biologis murninya saja sementara hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas kurang mendapat perhatian. Pendidikan seks dan topik terkait. Universitas Sumatera Utara.
(44) 35. bukan bagian dalam program pelatihan guru. Akibatnya banyak guru yang merasa kurang mampu mengemban mata pelajaran kesehatan reproduksi (Andrews, 2009).. 2.7 Pendidikan Seks 2.6.1. Pengertian Pendidikan seks adalah penyampaian informasi mengenai pengenalan (nama. dan fungsi) anggota tubuh, pemahaman perbedaan jenis kelamin, penjabaran perilaku (hubungan dan keintiman) seksual, serta pengetahuan tentang nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan dengan gender. Pendidikan seks juga mengajarkan cara membangun sikap (Nawita, 2013). 2.6.2. Tujuan Pendidikan Seks Pendidikan seks tidak selalu berbicara tentang alat vital atau hubungan badan.. Zainun Mutadin dalam Nawita, 2013 menjelaskan bahwa selain menerangkan tentang aspek-aspek anatomis dan biologis, pendidikan seksual juga menerangkan tentang aspek-aspek psikologis dan moral. Pendidikan seksual yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak asasi manusia serta nilai-nilai kultur dan agama. Dengan demikian, pendidikan seksual dapat juga dikatakan sebagai pendidikan akhlak dan moral. Pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan harus membuat orangtua bertanggung jawab. Senada dengan Kartono, Tirto Husodo mengatakan bahwa pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia, baik dalam hubungan keluarga, maupun didalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan. Universitas Sumatera Utara.
(45) 36. seksual bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja. Akan tetapi, lebih ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu, pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan. Manurut Zainun Mutadin, tujuan pendidikan seksual dijabarkan kedalam delapan poin yaitu sebagai berikut a.. Memberikan pengertian yang memadai mengenai perubahan fisik, mental, dan proses kematangan emosional yang berkaitan dengan masalah seksual pada remaja.. b.. Mengurangi ketakutan dan kecemasan sehubungan dengan perkembangan dan penyesuaian seksual (peran, tuntutan dan tanggung jawab). c.. Membentuk sikap dan memberikan pengertian terhadap seks dalam semua manifestasi yang bervariasi. d.. Memberikan pengertian bahwa hubungan antara manusia dapat membawa kepuasan pada kedua individu dan kehidupan keluarga. e.. Memberikan pengertian mengenai kebutuhan nilai moral yang esensial untuk memberikan dasar yang rasional dalam membuat keputusan yang berhubungan dengan perilaku seksual. Universitas Sumatera Utara.
(46) 37. f.. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan mentalnya. g.. Untuk mengurangi prostitusi, ketakutan terhadap seksual yang tidak rasional, dan eksplorasi seks yang berlebihan. h.. Memberikan pengertian dan kondisi yang dapat membuat individu melakukan aktivitas seksual secara efektif dan kreatif dalam berbagai peran, misalnya sebagai istri atau suami, orang tua, anggota masyarakat. Jadi, tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap. emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu hal yang menjijikkan dan kotor. Akan tetapi, lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugerah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan yang baik dan pada waktu tertentu. 2.6.3. Manfaat Pendidikan Seks Manfaat-manfaat yang bisa dirasakan anak/remaja berkenaan dengan. pemberian pendidikan seks yang benar : a. Anak mengerti dan paham akan peran jenis kelaminnya. Universitas Sumatera Utara.
(47) 38. Dengan diberikannya pendidikan seksualitas pada anak, seorang anak laki-laki dan perempuan diharapkan tumbuh dan berkembang menjadi seorang laki-laki dan seorang perempuan seutuhnya sehingga tidak ada lagi yang merasa tidak nyaman dengan peran jenis kelamin yang dimilikinya. b. Menerima setiap perubahan fisik yang dialami dengan wajar dan apa adanya. Saat mulai memasuki masa pubertas, dimana perubahan fisik dan psikis mengalami tahap paling cepat dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya. Diberikannya pendidikan seks ini agar anak mengerti dan paham tentang bagaimana menyikapi perubahan-perubahan tersebut, sehingga mereka tidak akan merasa asing, kaget, bingung dan takut saat menghadapinya. c. Menghapus rasa ingin tahu yang tidak sehat. Sebaiknya, orang-orang terdekat seperti orangtua dan guru bisa menjadi sosok yang menyenangkan bagi anak untuk bisa memenuhi rasa ingin tahunya yang menggebu tentang banyak hal, termasuk tentang seksualitas. Ini dimaksudkan agar anak tidak memutuskan untuk mencari tahu jawaban akan pertanyaan-pertanyaannya melalui teman, komik, VCD/DVD ataupun media lainnya yang tidak menjamin anak mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya. d. Memperkuat rasa percaya diri dan bertanggung jawab pada dirinya. Percaya diri akan timbul jika seorang anak sudah merasa nyaman dengan dirinya. Anak akan merasa nyaman pada dirinya jika telah mengetahui setiap bagian dari dirinya, juga fungsi dari bagian-bagian tersebut. Dengan demikian, anak akan. Universitas Sumatera Utara.
(48) 39. mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Pada akhirnya, anak akan mulai belajar untuk bertanggung jawab atas dirinya sendiri. e. Mengerti dan memahami betapa besarnya kuasa Sang Pencipta Pemahaman tentang bagian-bagian dan fungsi-fungsi yang ada pada tubuhnya akan membuat anak semakin mengerti dan memahami betapa luar biasanya ciptaan Tuhan YME (Nawita, 2013). 2.7 Peran Orang Tua Keluarga merupakan sumber daya penting dalam pemberian pelayanan kesehatan, dimana keluarga mempunyai peran yang penting dalam setiap aspek pelayanan kesehatan anggota keluarga, mulai dari tahap promosi kesehatan sampai tahap rehabilitasi. Tahap tersebut disebut juga sebagai tahap sehat atau sakit dan interaksi keluarga yaitu a) Tahap upaya keluarga dalam Perawatan, b) Tahap penilaian keluarga terhadap gejala, c) Tahap mencari perawatan, d) Tahap merujuk dan mendapatkan perawatan, e) Tahap respon akut klien dan keluarga terhadap penyakit, f) Tahap adaptasi terhadap penyakit dan pemulihan (Doherty, 1992, dalam friedman, 2003) Depkes (2006) menyatakan terdapat lima kemampuan tugas keluarga di bidang kesehatan yaitu kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan. Notoatmojo 2010 juga menyatakan bahwa keluarga atau orang tua mempunyai peran dalam promosi kesehatan di sekolah,. Universitas Sumatera Utara.
(49) 40. dalam hal ini meyangkut penyelenggaraan promosi dan mendorong anak untuk mempraktikkan kebiasaan hidup sehat serta berusaha untuk mengetahui dan mempelajari hasil yang diperoleh anak di sekolah. Fungsi keluarga meliputi fungsi keagamaan, sosial budaya dan cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi, pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan. Dalam pelaksanaan fungsi keluarga dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan terjalinnya norma-norma kehidupan. Orang tua memegang peranan penting dalam memberikan informasi, bimbingan dan pendidikan diluar sekolah terutama jika terjadi sesuatu pada anaknya. Orang tua dianggap anaknya sebagai orang yang paling dipercaya dalam memberi informasi. Informasi yang diberikan orang tua pastilah yang benar dan terbaik buat anaknya. Terutama pada anak yang mengalami tunagrahita, orang tua yang paling mereka percaya dan paling bisa menerima keadaan mereka. Orang tua dapat memberikan rasa nyaman, menyembuhkan ketika sakit dan menenangkan ketika marah. Sejak bayi dirasakan orang tua (terutama ibu) dapat diandalkan, setiap anak membutuhkan sesuatu dan ini membentuk Basic trust yaitu awal dari kapasitas anak untuk mempercayai sesuatu kepada orang lain untuk kepentingan dirinya (Notoatmodjo, 2005) Perilaku berisiko tinggi yang dilakukan remaja perlu dicermati dengan bijaksana karena disatu pihak dapat merupakan perilaku sementara tapi juga dapat pula merupakan pola perilaku yang terus-menerus yang dapat membahayakan dirinya, orang lain maupun lingkungan sekitar. Untuk itu diperlukan suatu cara pendekatan yang komprehensif dari semua pihak baik orang tua, guru maupun. Universitas Sumatera Utara.
(50) 41. masyarakat sekitar agar memahami perkembangan jiwa remaja dengan harapan masalah remaja dapat tertanggulangi. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan dalam upaya untuk mencegah semakin meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja antara lain menjalankan peran orang tua dalam hal : a.. Menanamkan pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita. b.. Membekali anak dengan dasar moral dan agama. c.. Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orang tua dan anak. d.. Menjalin kerjasama yang baik dengan guru. e.. Menjadi tokoh panutan dalam perilaku. f.. Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak (Satgas Renaja IDAI, 2011). 2.8 Peran Guru Peran guru dalam pengertian pendidikan yang luas adalah sebagai: a) konservator yaitu pemeliharaan dalam sebuah sistem nilai, b) innovator yaitu sebagai pengembangan sistem nilai ilmu pengetahuan, c) transmitor yaitu penerus sistemsistem nilai tersebut kepada peserta didik, d) transformator adalah penterjemah sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik, e) organisator adalah penyelenggara terciptanya proses edukatif yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan menugaskannya) maupun secara moral kepada. Universitas Sumatera Utara.
(51) 42. sasaran didik, serta Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakannya (Syamsuddin, 2003). Guru merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah. Hal-hal yang tepat dilakukan guru berhubungan dengan promosi kesehatan antara lain: a) melaksanakan pendidikan kesehatan kepada siswa-siswa, baik melalui mata ajar yang disesuaikan dengan kurikulum maupun dirancang khusus untuk penyuluhan kesehatan, b) memonitor pertumbuhan dan perkembangan siswa melalui penimbangan berat badan secara berkala ataupun rutin setiap bulan, c) mengawasi adanya kelainan fisik atau non fisik yang mungkin terdapat pada siswa (Notoatmojo, 2010).. 2.9 Kerangka Pikir ORANG TUA • • •. Tingkat Pengetahuan Teknik Pemberian Informasi Pengawasan. GURU • • •. Pengetahuan Teknik Pemberian Informasi Interaksi antara subjek. KESEHATAN SEKSUALITAS • • •. Pengenalan Organ Genitalia Kebersihan Organ Genitalia - Menstruasi - Mimpi Basah Perilaku Seksual - Masturbasi - Pergaulan dengan lawan jenis. Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian. Universitas Sumatera Utara.
(52) 43. BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.5 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. dilakukan dengan wawancara mendalam untuk memperoleh informasi dan menggali realita tentang gambaran peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita ringan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.. 3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.6.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas. Pendidikan Provinsi Sumatera Utara yaitu Sekolah Luar Biasa bagian C (tunagarahita ringan) Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara, dimana sekolah ini miliki siswa tunagrahita ringan yang lebih beragam dari segi pendidikan dan sosial ekonomi keluarga. 3.6.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Maret sampai Mei tahun 2014. 3.7 Informan Informan dalam penelitian ini adalah orang tua yang memiliki anak tunagrahita ringan dengan IQ antara 60-70, guru yang mengajar anak tunagrahita ringan dan guru. 43. Universitas Sumatera Utara.
(53) 44. kesiswaan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Provinsi Sumatera Utara. Dibawah ini data informan penelitian: Tabel 3.1 Deskripsi Informan pada Orang Tua INFORMAN ORANG TUA. 1 2 3 4 5. Inisial Ibu/ Pddk umur MM/45 SMEA R/40 SLTA M/35 D-IV Y/40 D-III R/45 SMEA. 6. UK/60. 7. G/47. No. Pkrj. IRT IRT PNS IRT IRT Pensiun S1 PNS SMA Pedagang. Inisial Pddk ayah M R M Y R U G. S1 SLTA S1 S1 SMEA. ANAK Inisial/ JK Umur. Pkj. Jurnalis Karyawan Pegawai Pengusaha Wiraswasta Pensiun S1 PNS SMA Wiraswasta. Kelas. GA/19 D/ 12 R/11 I/16 B/16. LK LK LK PR LK. VIII I I VIII VIII. A/14. PR. V. GM/16 PR. VII. Tabel 3.2 Deskripsi Informan pada Guru NO 1 2 3 4 5. Inisial SN IS NS EP WA. INFORMAN GURU Pendidikan Pengajar S1 Kesiswaan S1 Bina Diri S1 Bimbingan Konseling S1 Tematik S1 Agama. 3.8 Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Wawancara Metode pengumpulan data menggunakan pedoman wawancara mendalam.. Wawancara ini dilakukan langsung dengan orang tua dari anak tunagrahita ringan dan guru yang mengajar pada anak tunagrahita ringan.. Universitas Sumatera Utara.
(54) 45. Sebelum melakukan wawancara langsung pada informan penelitian melakukan kunjungan beberapa kali untuk melakukan observasi lapangan dan membina hubungan yang baik dan hangat kepada informan. Sehingga ada sikap keterbukaan untuk memberi keyakinan, kepercayaan diri dan informan penelitian merasa terlindungi. Wawancara juga dilakukan dengan menggunakan alat bantu tape recorder. 3.4.2. Dokumen Sebelum melakukan penelitian, saya mendapatkan biodata informan saya dari. bagian tata usaha. Daftar nama guru yang mengajar pada kelas tunagrahita ringan dan biodata orang tua dari anak tunagrahita ringan di Unit Pelayanan Teknis Sekolah Luar Biasa tersebut.. 3.6 Metode Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan analisis isi (content analysis) terhadap seluruh informasi yang di peroleh dari analisa seluruh variabel yang diukur dengan menggunakan pedoman interview mendalam. Analisa data dilakukan setelah penulis turun kelapangan dengan cara Fenomenologi. Langkah-langkah analisa data dalam penelitian ini sebagai berikut : 1.. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran yang diperoleh dari informasi tata usaha dalam menentukan informan penelitian.. Universitas Sumatera Utara.
(55) 46. 2.. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting yaitu informasi yang diperoleh dari tata usaha anak mana saja yang pernah terjadi perilaku seksual yang salah dan guru yang berperan dalam memberikan informasi kesehatan seksual.. 3.. Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh informan dari setiap pernyataan pada awalnya diperlukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik pertanyaan yang diberikan atau pernyataan yang berulang-ulang sehingga tumpang tindih akan di hilangkan. Sehingga yang tersisa hanya pernyataan yang sesuai dengan topik dan menggambarkan kejadian yang sebenarnya terjadi pada informan.. 4.. Pernyataan dari setiap informan kemudian di satukan dalam setiap item pertanyaan, untuk melihat gambaran tentang bagaimana pengalaman informan dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita ringan tersebut.. 5.. Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari kejadian dari setiap pertanyaan tersebut sehingga menemukan esensi dari gambaran peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual tersebut.. 6.. Peneliti kemudian memberikan penjelasan dalam pembahasan secara narasi mengenai esensi dari kejadian yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman informan mengenai peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita ringan.. Universitas Sumatera Utara.
(56) 47. 7.. Menggabungkan pengalaman setiap informan, dan membuat kesimpulan terhadap gambaran peran orang tua dan guru dalam memberikan informasi kesehatan seksual pada anak tunagrahita.. Universitas Sumatera Utara.
Dokumen terkait
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja tenaga kerja wanita di PT Karwikarya Wisman Graha
FORMAT PENULISAN TESIS MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL
Kabupaten /Kota Provinsi Sumatera Utara” Tesis S-2, belum diterbitkan, Medan: Pascasarjana Universitas Sumatera
Buku ini merupakan pedoman bagi mahasiswa peserta Tesis Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dalam menyusun laporan Tesis
“ Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “ Strategi Preventif Perilaku Seksual oleh Orangtua pada Anak Tunagrahita Ringan Usia Dini ”. ini beserta seluruh
Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan di saat penulis melakukan penelitian
Distribusi Frekuensi Jawaban Butir Soal Pengetahuan Sub PPKBD (Kader) tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Sesudah KIE Melalui Ceramah Powerpoint di Kota Binjai Provinsi Sumatera