• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahaya Kilah.doc 35KB Jun 13 2011 06:28:05 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahaya Kilah.doc 35KB Jun 13 2011 06:28:05 AM"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

Bahaya Kilah

Oleh Yusuf A. Hasan

Dalam khazana fiqih terdapat istilah khilah, atau helah menurut lidah timur. Khilah

adalah upaya yang umumnya dilakukan secara terselubung atau tersamar agar terhindar dari suatu kewajiban. Bahkan sangat mungkin seseorang melakukan khilah dalam rangka mengubah sesuatu yang sebenarnya wajib agar menjadi tidak wajib; atau sesuatu yang sebenarnya haram menjadi halal.

Masyarakat kita juga mengenal istilah kilah, yang memang serapan langsung dari kata khilah tadi. Kilah (bhs. Indonesia) identik dengan tipu daya, tipu muslihat, cara untuk mencari-cari alasan dan berusaha memutarbalikkan kebenaran. Mengilah-ngilah berarti memutar-mutar perkataan, memutarbalikkan fakta, menggunakan alasan atau tipu muslihat untuk kepentingan pribadi. Tidak mengherankan jika akhirnya istilah

khilah, helah atau kilah lebih berkonotasi negatif daripada positif.

Secara teori, khilah bisa digolongkan ke dalam dua kategori : haram dan terpuji. Dari riwayat Nabi Yusuf contoh kedua macam khilah ini dapat dijumpai dengan mudah. Upaya terselubung yang dilakukan oleh isteri Al-Azis untuk menjebak Nabi Yusuf agar berbuat mesum dengannya, dan usahanya menutup-nutupi fakta bahwa dialah sebenarnya yang bersalah, tetapi Nabi Yusuflah yang telah berbuat kurang ajar kepadanya adalah, adalah contoh dari khilah yang jelas-jelas haram. Demikian pula tipu-daya saudara-saudara Nabi Yusuf yang membuangnya ke sumur, dan muslihat para musafir yang semula mengentaskannya dari sumur tapi kemudian menjualnya sebagai budak, dapat digolongkan sebagai khilah haram.

Itu berbeda dengan khilah yang dilakukan Nabi Yusuf setelah menjadi pejabat tinggi kerajaan. Seperti diketahui dengan sengaja dan dengan rekayasa tertentu Nabi Yusuf menahan Bunyamin, adiknya. Muslihat itu dilakukan Nabi Yusuf agar ia dapat berkumpul kembali dengan seluruh keluarganya yang telah lama berpisah. Dalam hal ini para ulama bersepakat khilah atau upaya terselubung Nabi Yusuf dan khilah yang lahan subur dan tak sepi dari rekayasa kotor yang bersifat kilah-mengilah ini. Konflik antarelit, antarkelompok masyarakat, bahkan perlombaan memberikan komentar dan analisis oleh para pengamat, sering menjadi bagian konflik yang penuh dengan bunga-bunga kilah. Termasuk ketika sebagian masyarakat menjadi sengsara akibat musibah banjir, banyak pihak yang sibuk berkilah, sembari saling tuding, saling salah-menyalahkan.

(2)

larangan-larangan Allah. Atas dasar itu Ibnu Qayyim Al-Jauziyah memberikan penilaian, bahwa kilah dikategorikan sejenis pemikiran batil yang dicela oleh para ulama salaf.

Selanjutnya Ibnu Qayyim mengingatkan kita bahwa dengan kilah itulah setan memperoleh akses bebas merasuki jiwa manusia. Kepandaian tukang kecap, menyebabkan banyak calon pembeli jatuh ke dalam perangkap tipunya. Kepandaian tukang kilah, bisa-bisa mendorong jiwa kita terperosok ke dalam pengetahuan dan keyakinan sesat. Jiwa sekuat apa pun dengan mudah tertipu oleh kepiawaian tukang kecap atau ahli kilah.

Sejalan dengan Ibnu Qayyim, Ibnu Taimiyah dengan tegas mengharamkan kilah jenis ini. Beliau beralasan bahwa kilah, khilah atau helah hanya pantas dilakukan oleh orang-orang munafik. Pada Al-Baqarah ayat 9 dengan tegas Allah menyatakan : “Mereka (orang-orang munafik) hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri, sedang mereka tidak sadar”.

Pada ayat itu dan ayat-ayat lain seperti pada An-Nisa’ ayat 142 dan Al-Anfal ayat 62 Allah menggunakan kata yakhda’un, yakhdi’un atau yakhda’uka untuk menegaskan kegemaran orang-orang munafik dalam soal mukhada’ah. Istilah terakhir ini merujuk pada kebiasaaan si munafik yang gemar akan tipu-menipu dan berkilah dengan menampakkan kebaikan dan menyembunyikan kejelekan dirinya demi maksud buruk tertentu.

Dari turunan kata ini pula orang Arab menamai biawak (sejenis hewan serupa kadal besar) dengan sebutan khadi’ atau tukang tipu. Disebut demikian karena hewan satu ini memiliki lidah yang bercabang. Jika peribahasa Melayu mengatakan “janganlah engkau memelihara biawak”, maka ungkapan ini sesungguhnya mengandung makna

majaziy. Maksudnya tiada lain agar kita jangan menyerupai biawak, ke mana pun pergi selalu membawa-bawa lidahnya yang bercabang. Bahkan, sewaktu kenyang atau pun lapar, si biawak sama saja : tetap menjulur-julurkan lidahnya yang bercabang.

Referensi

Dokumen terkait

Tidak berapa lama kemudian Bendahara lama itu meninggal dunia, lalu Raja Mesir itu menikahkan Yusuf dengan jandanya yang tidak lain adalah Zulaikha, perempuan yang dahulu

Melihat tidak ada seorang pun yang mampu menakwilkan mimpi Raja, salah seorang pemuda sahabat Yusuf dalam penjara, yang dulu bermimpi memeras anggur, serta merta teringat

Kehadiran bulan Ramadhan tahun ini, mari kita gunakan untuk banyak bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.. Dengannya semoga diri dan keluarga kita menjadi

Pertama sekali, pada ayat 11 (yang sudah dikutip di atas) Allah SWT menghibur keluarga Nabi yang menjadi sasaran tuduhan keji, bahwa kejadian itu jangan dianggap sebagai bencana bagi

Bacaan doa ini bersumber dari hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih al-Bukhariy, Kitab al-Tibb, no, 5302.. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa Nabi ketika membaca

Apakah Islam Liberal yang kemudian menghasilkan para selebritis pemikiran sesungguhnya tidak dibeutuhkan sebagai agenda pokok dan mendesak, tetapi karena salah kedaden mirip

Pandangan kedua menyatakan, struktur kepemimpinan atau pengelolaan di lingkungan Persyarikatan maupun amal usahanya tidak harus dari AMM atau yang pernah

Dengan demikian, menurut hemat penulis, hadis Abdullah ibn Zaid yang rajih adalah versi ketiga, yaitu membasuh kepala dari permulaan kepala dengan menjalankan kedua tangan