commit to user
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN
ACCELERATION SPRINT
DAN
REPETITION SPRINT
TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER
PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25
SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh :
PEDUT HANANTA PUTRA
NIM. K 5604058
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN
ACCELERATION SPRINT
DAN
REPETITION SPRINT
TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER
PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25
SURAKARTA TAHUN
PELAJARAN 2010/2011
Oleh :
PEDUT HANANTA PUTRA
NIM. K 5604058
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
iii
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari
: Selasa
Tanggal
: 01 Februari 2011
Tim Penguji Skripsi
(Nama Terang)
(Tanda Tangan)
Ketua
: Drs. H. Agustiyanto, M.Pd
____________
Sekretaris
: Slamet Riyadi, S.Pd, M.Or
____________
Anggota I
: Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes
____________
Anggota II : Slamet Widodo, S.Pd, M.Or
____________
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan
commit to user
v
ABSTRAK
Pedut
Hananta
Putra
.
PERBEDAAN
PENGARUH
LATIHAN
ACCELERATION SPRINT
DAN
REPETITION SPRINT
TERHADAP
KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP
NEGERI 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011
.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh latihan
acceleration sprint dan
repetition sprint
terhadap kecepatan lari 100 meter pada
siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. (2)
Pengaruh latihan yang lebih baik antara latihan acceleration sprint dan repetition
sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri
25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan
pretest-postest designs. Subyek penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri
25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 orang diambil dari
25% dari 7 kelas yang berjumlah keseluruhan 133 orang, dengan teknik
pengambilan sampel menggunakan
Proporsional Random Sampling. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan tes lari 100 meter. Teknik analisis data
dengan uji t-test dengan taraf signifikansi 5%.
Penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: (1) Ada perbedaan
pengaruh latihan acceleration sprint
dan
repetition sprint terhadap kecepatan lari
100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran
2010/2011 dengan t
hitungyang diperoleh = 2,430 > t
tabel= 2,120. (2) Latihan
repetition sprint
lebih baik pengaruhnya daripada latihan
acceleration sprint
terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25
Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 dengan presentase peningkatan kelompok 2
(repetition sprint) sebesar 6,129% lebih besar daripada kelompok I (acceleration
commit to user
vi
MOTTO
Kegagalan merupakan awal dari suatu keberhasilan yang tertunda. (Penulis)
Barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang lain yang sedang
mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan kepadanya dunia dan
akhirat (HR. Ibnu dari Abu Hurairah)
Jika kamu mendapat nasehat atau masukan dari orang lain, janganlah kamu
memandang siapa orang yang memberi masukan kepada kamu, tetapi
ambillah ilmu itu sebagai pelajaran yang berharga. (Penulis)
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
1.
Bapak dan Ibu yang tercinta.
2.
Kakak
dan
adikku
yang
tersayang.
3.
Keponakanku yang tersayang.
4.
Sahabatku yang selalu memberi
semangat dan dukungan moril.
5.
Rekan-rekan angkatan 2004.
commit to user
viii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan.
Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan,
namun berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu skripsi
ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih
kepada yang terhormat :
1.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2.
Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan
ijin untuk mengadakan penelitian.
3.
Ketua Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
4.
Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5.
Slamet Widodo, S.Pd, M.Or sebagai Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6.
Siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 yang
telah bersedia menjadi subyek penelitian ini.
7.
Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang
Maha Esa. Namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ...
i
PENGAJUAN ...
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ...
iv
ABSTRAK ...
v
MOTTO ...
vi
PERSEMBAHAN ...
vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ...
ix
DAFTAR GAMBAR ...
xi
DAFTAR TABEL ...
xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I
PENDAHULUAN ...
1
A.
Latar Belakang Masalah ...
1
B.
Identifikasi Masalah ...
4
C.
Pembatasan Masalah ...
5
D.
Perumusan Masalah ...
5
E.
Tujuan Penelitian ...
5
F.
Manfaat Penelitian ...
6
BAB II LANDASAN TEORI ...
7
A.
Tinjauan Pustaka ...
7
1.
Lari 100 Meter ...
7
a.
Teknik Lari 100 Meter ...
7
b.
Kecepatan Lari ...
13
c.
Sistem Energi untuk Lari 100 Meter ...
14
2.
Latihan...
16
a.
Pengertian Latihan ...
16
b.
Tujuan Latihan ...
17
c.
Aspek-aspek Latihan ...
18
commit to user
x
e.
Komponen-komponen Latihan ... 25
3.
Latihan Acceleration Sprint ...
27
a.
Pelaksanaan Acceleration Sprint ...
27
b.
Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint 28
4.
Latihan Repetition Sprint ...
29
a.
Pelaksanaan Repetition Sprint ...
29
b.
Kelebihan dan Kelemahan Latihan Repetition Sprint .
30
B.
Kerangka Pemikiran ...
31
C.
Perumusan Hipotesis ...
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...
35
A.
Tempat dan Waktu Penelitian ...
35
1.
Tempat Penelitian ...
35
2.
Waktu Penelitian ...
35
B.
Metode Penelitan ...
35
C.
Variabel Penelitian ...
37
D.
Subjek Penelitian ...
37
E.
Teknik Pengumpulan Data ...
38
F.
Teknik Analisis Data ...
38
BAB IV HASIL PENELITIAN ...
41
A.
Deskripsi Data ...
41
B.
Uji Prasyarat Analisis Data ...
43
C.
Hasil Analisis Data ...
45
D.
Pembahasan Hasil Analisis Data ...
48
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ...
50
A.
Simpulan ...
50
B.
Implikasi ...
50
C.
Saran ...
51
DAFTAR PUSTAKA ...
52
commit to user
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Teknik Start Jongkok ...
9
Gambar 2. Teknik Start pada Tahap Pelaksanaan ...
9
Gambar 3. Teknik Gerakan Lari Sprint ...
11
Gambar 4. Teknik-Teknik Memasuki Garis Finish ...
12
Gambar 5. Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang
Latihan ...
22
Gambar 6. Rangkaian Penelitian ...
36
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi ...
14
Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi ...
15
Tabel 3. Pengambilan Sampel ...
38
Tabel 4. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter ...
41
Tabel 5. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter ...
42
Tabel 6. Derajat Reliabilitas ...
42
Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Tes ...
43
Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ...
44
Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ...
44
Tabel 10. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal Kelompok 1 dan
Kelompok 2 ...
45
Tabel 11. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir
Kelompok 1 ...
46
Tabel 12. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir
Kelompok 2 ...
46
Tabel 13. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Akhir Antar Kelompok ....
47
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Petunjuk Pelaksanaan Tes ...
54
Lampiran 2. Program Latihan ...
56
Lampiran 3. Data Penelitian ...
62
Lampiran 4. Rangking ...
64
Lampiran 5. Pembagian Kelompok Penelitian ...
66
Lampiran 6. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir
Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 ...
67
Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir
Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 2 ...
68
Lampiran 8. Uji Reliabilitas ...
69
Lampiran 9. Uji Normalitas Data dengan Lilliefors ...
75
Lampiran 10. Uji Homogenitas ...
77
Lampiran 11. Uji Perbedaan Tes Awal Kelompok 1 dan Kelompok 2 ..
79
Lampiran 12. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 1 ...
81
Lampiran 13. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada
Kelompok 2 ...
83
Lampiran 14. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Akhir Antara Kelompok
1 dan Kelompok 2 ...
85
Lampiran 15. Presentase Pengaruh Latihan ...
87
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Atletik merupakan cabang olahraga yang mempunyai peran penting untuk
menunjang perkembangan gerak dasar anak dalam olahraga. Atletik merupakan
salah satu cabang olahraga yang diajarkan disekolah-sekolah. Pelajaran atletik
disekolah-sekolah dapat dikuasai oleh seorang siswa karena gerakan-gerakan
dalam atletik sangat erat dengan aktivitas sehari-hari, misalnya: lari, melompat,
melempar.
Perkembangan olahraga terus meningkat dengan bertambahnya ilmu
pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia yang semakin maju.
Dengan keadaan itu manusia menciptakan fasilitas olahraga yang semakin
bervariasi untuk mendukung prestasi olahraga. Selain dukungan fasilitas,
diperlukan juga perhatian yang serius dari para pelatih dan atlit untuk
meningkatkan prestasi. Olahraga dapat menjadikan manusia yang utuh, disiplin,
sportif, kerjasama, sehat jasmani dan rohani yang dapat membentuk sumber daya
manusia yang baik untuk membangun bangsa dan negara. Tujuan pembinaan
olahraga adalah untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani serta sebagai
sarana untuk miningkatkan prestasi dibidabg olahraga. Pencapaian prestasi yang
tinggi dalam olahraga merupakan salah satu usaha untuk mengharumkan nama
bangsa dan negara. Prestasi yang tinggi dalam olahraga tidak dapat dicapai
dengan mudah, sebab banyak faktor yang turut serta berpengaruh terhadap
pencapaian prestasi olahraga yang maksimal.
commit to user
Ada banyak cabang olahraga, atletik merupakan cabang unggulan yang
diperbandingkan pada multi event olahraga, karena didalamnya terdaapat
nomor-nomor lari, jalan, lompat, dan lempar. Diantara nomor-nomor-nomor-nomor yang ada dalam
atletik, nomor lari 100 meter merupakan nomor bergengsi di antara nomor yang
lain, karena lari 100 meter dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan
penuh, sehingga membutuhkan atlet yang mempunyai kecepatan reaksi dan
kecepatan berlari yang baik.
Untuk meningkatkan prestasi cabang olahraga atletik, termasuk lari 100
meter, diperlukan perhitungan yang jelas serta analisis gerakan yang kompleks
baik dari pengetahuan, tujuan latihan dan penetapan prosedur latihan, kerena
banyak faktor yang menentukan tercapainya prestasi lari 100 meter
Menurut M. Sajoto (1995:50) bahwa,
“
Prestasi olahraga ditentukan oleh
banyak faktor diantaranya adalah faktor biologis, faktor psikologis, faktor
lingkungan, dan faktor penunjang
”
. Menurut Mulyono Biyakto Atmojo (1998:
53-54) Faktor biologis atau faktor fisik merupakan faktor penentu prestasi yang
terdiri dari beberapa komponen dasar, yaitu kekuatan (strenght), daya tahan
(endurance), daya ledak otot (muscular power), Kecepatan (speed), kelentukan
(flexibility), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), dan koordinasi
(coordination). Dari beberapa komponen kondisi fisik tersebut, komponen
kecepatan (Speed) dan kekuatan (Strenght) merupakan salah satu faktor penting
untuk nomor lari 100 meter. Menurut Suharno HP (1985:21) bahwa,
“
Faktor
penentu dalam lari jarak pendek adalah kekuatan, kecepatan, dan akselerasi
”
.
Pembinaan olahraga dari cabang atletik, harus dimulai penerapannya pada
anak
–
anak usia muda, yang bertujuan untuk mengadakan pembibitan atlit
berbakat. Menurut Harre, Ed. (1982:21) bahwa,
“
Proses pembinaan memerlukan
waktu yang lama, yakni mulai dari masa kanak
–
kanak atau usia dini hingga anak
mencapai tingkat efisiensi kompetisi yang tertinggi
”
. Oleh karena itu, latihan
–
latihan pembentukan kondisi fisik seperti power, kecepatan, daya tahan,
kelentukan, koordinasi, kelincahan harus sudah diberikan agar kelak mereka dapat
commit to user
Untuk meletakkan dasar
–
dasar perkembangan motorik yang baik pada
anak
–
anak tingkat pemula atau usia dini, maka pelajaran jasmani dijenjang SMP
harus sudah diberikan dengan baik. Kerena itu pula, para pembina (guru
–
guru)
pendidikan jasmani SMP haruslah guru
–
guru yang berkualitas dan mempunyai
wewenang untuk mengajar pendidikan jasmani. Bagi siswa usia SMP, mereka
sedang dalam keadaan tumbuh dan berkembang, sehingga dalam pembinaan
olahraga untuk mencapai puncak prestasi mereka harus terus dibina.
Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan meningkatan beban latihan secara bertahap yang dilakukan secara teratur
dan terpogram untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Ada berbagai
macam bentuk dan metode latihan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
kecepatan lari 100 meter. Metode untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter
diantaranya adalah
acceleration sprint dan repetititon sprint. Dalam pelaksanaan
latihan lari cepat 100 meter harus diterapkan latihan yang baik dan tepat. Latihan
acceleration sprint dan
repetition sprint merupakan bentuk latihan yang
menekankan pada pengulangan gerak.
Acceleration sprint merupakan bentuk
latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari
secepatnya yang pelaksaannya diselinggi dengan istirahat diantara waktu latihan.
Repetition Sprint merupakan program latihan yang dilakukan dengan intensitas
atau kecepatan penuh yang diselingi waktu istirahat pada setiap sesi latihannya.
Dari kedua latihan
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga
kemungkinan akan memiliki pengaruh yang berbeda pula dalam meningkat
kemampuan lari 100 meter. Disamping itu juga kecepatan lari seseorang tidak
hanya dipengaruhi metode latihan dan program latihan yang diterapkan dalam
pelatihan. Tetapi faktor interen atau kemampuan yang dimiliki siswa sangat
berpengaruh dalam melakukan gerakan yaitu salah satunya kemampuan kondisi
fisik.
Untuk melatih kecepatan harus dilakukan melalui latihan yang terprogram
secara sistematis. Selain itu agar program latihan dapat berjalan sesuai dengan
harapan, maka perlu dipilih metode latihan yang paling besar memberikan
commit to user
sistem energi paling dominan dalam lari 100 meter. Untuk lari 100 meter yang
harus mengeluarkan tenaga dalam waktu kurang dari 30 detik, sistem energi yang
diperlukan adalah ATP-PC.
Ada beberapa latihan yang mengembangkan sistem latihan ATP
–
PC
untuk meningkatkan prestasi lari 100 meter, diantaranya adalah latihan akselerasi
(accelaration Sprint), latihan hollow (hollow sprint), latihan lari cepat (sprint
training)dan latihan interval (interval training). Dalam berbagai gerakan olahraga
yang mulai dari nol, faktor yang sangat penting adalah memperoleh kecepatan
maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin, seperti halnya dalam lari cepat
100 meter. Menurut Josef Nosseck (1982:64) bahwa,
“
Lari jarak pendek dapat
dianalisis dari aspek
–
aspek kualitas kecepatan berbeda melalui empat fase, yaitu
waktu reaksi dan kecepatan reaksi, akselerasi, kecepatan dasar dan lari cepat, dan
daya tahan kecepatan
”
.
Dari beberapa metode berdasarkan analisis kualitas kecepatan di atas,
metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint adalah metode yang tepat
untuk melatih kecepatan lari dan kecepatan reaksi, tetapi pelatih kurang
memperhatikan perbedaan latihan tersebut. Siswa ekstrakurikuler SMP Negeri 25
Surakarta tahun 2010 adalah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Guna meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa secara optimal
perlu latihan yang tepat, karena latihan selama ini belum menunjukkan hasil yang
maksimal. Kondisi semacam ini perlu di telusuri faktor penyebabnya dari semua
aspek baik siswa, pelatih maupun latihan yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka
penelitian ini
mengambil judul “Perbedaan P
engaruh Latihan Acceleration Sprint
dan Repetition Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas
VIII SMP N 25 Surakarta Tahun pelajaran 2010/2011
”.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang
commit to user
1.
Pelatih / guru belum memperhatikan pola latihan menggunakan metode
acceleration sprint dan repetition sprint.
2.
Pengaruh tingkat usia terhadap pemilihan metode latihan belum diketahui.
3.
Pengaruh Latihan
Acceleration Sprint
dan
Repetition Sprint Terhadap
Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas VIII SMP N 25 Surakarta
Tahun pelajaran 2010/2011.
4.
Kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25
Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 masih rendah.
C.
Pembatasan Masalah
Untuk menghindari agar tidak terjadi penafsiran yang salah dalam
penelitian ini, masalah penelitian akan dibatasi sebagai berikut :
1.
Latihan acceleration sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.
2.
Latihan repetition sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.
3.
Upaya meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII
SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan
masalah yang telah dikemukakan, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1.
Adakah perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint
terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri
25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 ?
2.
Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara
acceleration sprint dan
repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas
commit to user
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui :
1.
Perbedaan pengaruh latihan
acceleration sprint dan
repetition sprint
terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri
25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.
2.
Latihan yang lebih baik pengaruhnya antara
acceleration sprint dan
repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas
VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pejaran 2010/2011.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain:
1.
Menambah khasanah pengetahuan olahraga secara umum dan pengetahuan
cabang olahraga atletik nomor lari cepat 100 meter pada khususnya.
2.
Dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan bagi guru penjas di SMP Negeri
25 Surakarta dalam melatih dan meningkatkan kecepatan lari 100 meter
secara intensif.
3.
Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, untuk
meningkatkan pembinaan dan pelatihan lebih maksimal agar mencapai
commit to user
7BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lari 100 Meter
Menurut Aip Syarifuddin (1992: 41) lari adalah gerakan perpindahan
tempat dengan maju ke depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Berjalan,
salah satu kakinya selalu kontak dengan tanah, sedangkan lari ada saatnya kedua
kaki lepas dari tanah, sehingga ada saatnya badan melayang di udara.
Lari jarak pendek sering disebut sebagai lari cepat atau sprint. Menurut
A. Hamidsyah Noer (2000: 49) Sprint adalah suatu aktivitas atau gerakan lari
yang dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan penuh. Dengan
demikian lari 100 meter adalah gerakan lari secepat-cepatnya dalam waktu
sesingkat - singkatnya dengan kecepatan penuh.
Josef NossecN PHQJHPXNDNDQ EDKZD ³.RPSRQHQ GDVDU
untuk lari sprint meliputi akselerasi (Acceleration), kecepatan absolute (Absolute
Speed), dan daya tahan kecepatan (Speed Endurance´
Dengan demikian, untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, seorang
sprinter harus mempunyai kecepatan dan kecepatan akselerasi yang baik,
kemampuan berlari yang baik, dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal.
a. Teknik Lari 100 Meter
Dalam semua perlombaan lari jarak pendek, masing - masing peserta
harus lari pada lintasan terpisah. Lintasan ini lebarnya minimal 1,22 meter, yang
dibatasi dengan garis putih selebar 5 cm, peserta yang mendorong, mendesak,
menubruk, dan memotong atau menghalangi pelari lain, sehingga mengganggu
lajunya lari, dapat dinyatakan diskualifikasi.
Untuk mencapai prestasi maksimal pada lari 100 meter perlu diperhatikan
commit to user
1) StartStart adalah awalan atau permulaan seorang pelari akan melakukan lari.
Kemampuan start yang baik sangat diperlukan karena start merupakan kecepatan
awal yang mempengerahui kecepatan selanjutnya. Keterlambatan melakukan start
sangat merugikan pelari, hal ini disebabkan pelari tersebut akan tertinggal dengan
pelari lainnya.
Start dalam lari jarak pendek harus menggunakan start jongkok, yaitu
start yang dilakukan dengan permulaan sikap jongkok di belakang garis start. Aba
- aba untuk start ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, "Bersedia", "Siap", dan
"Ya" atau menggunakan pistol. Bila atlit mendengar aba - aba "Bersedia", harus
mempersiapkan diri menuju start blok yang berada di belakang garis start. Mulai
membungkukkan badannya dengan kedua kaki bertumpu pada balok start dan
lutut kaki diletakan di tanah. Pada saat yang sama, tangan diletakan segera di
belakang garis start, kira - kira selebar bahu, dengan ujung jari menyentuh tanah,
badan dibuat seimbang, dan kepala relaks.
Pada aba - aba "Siap", lutut diangkat dari tanah sedemikian rupa sehingga
kedua kaki sama - sama sedikit bengkok (Kaki depan 900 dan kaki belakang
membentuk 1300) dan kedua kaki tersebut menekan pada balok start. Pinggul
menjadi naik sedemikian rupa, sehingga lebih tinggi dari bahu yang letaknya
berada diatas tangan. Lengan dipertahankan lurus dengan berat badan dibebankan
merata pada semua titik tumpu dan pandangan mata tetap rendah.
Pada aba - aba "Ya" atau pada saat pistol berbunyi, si atlit dengan gerak
reflek bertolak dari balok start, pada saat yang sama mengangkat kedua tangannya
dari tanah, yang mengakibatkan ketidak seimbangan badan sebagai tahap awal
dari gerakan start. Kaki belakang dalam keadaan bengkok bergerak maju, kaki
yang lain diluruskan dengan kuat untuk memberi daya dorong ke depan, kedua
lengan memberi imbangan gerak terhadap kedua kaki dan membantu
menimbulkan daya selama gerakan lari. Selama langkah pertama, tubuh bergerak
ke depan dengan langkah pendek, cepat dan rendah, dengan gerak kaki yang
commit to user
tubuh akan tegak, sedang langkah kaki menjadi lebih panjang sampai posisi yang
wajar tercapai.
Posisi balok start, berbeda - beda sesuai dan tergantung pada anatomi
atlit. Sudut kemiringan balok sebaiknya sesuai dengan arah dorongan langkah
yang pertama, permukaannya tidak terlalu curam seperti pada balok yang di
belakang.
Gambar 1 : Teknik Start Jongkok (Hamidsyah Noer : 2000 : 51)
commit to user
2) Teknik LariSetelah melakukan start dengan langkah ² langkah peralihan yang
meningkat semakin panjang dan condong badan yang berangsur berkurang, maka
selanjutnya dilakukan lari secepat mungkin sampai garis finish. Lari adalah
lompatan yang berturut ² turut, di dalamnya terdapat fase dimana ke dua kaki
tidak menginjak atau menumpu pada tanah. Jadi lari ini berbeda dengan berjalan.
Gerak lari secara keseluruhan dimulai dari kaki mulai menyentuh tanah lagi.
Teknik lari terdiri atas tiga tahap, yaitu :
a) Tahap melangkah
Mata kaki dan lutut yang melangkah diluruskan pada saat titik berat
badan bergerak di depan kaki yang menumpu dan mendorong pinggul ke depan.
Pada saat bersamaan kaki yang lain, yang disebut sebagai kaki bebas,
ditekuk, dan bergerak kearah depan dan ke atas memberikan kekuatan ganda.
Perpanjangan melangkah bersamaan dengan mengangkat paha kaki bebas. Kaki
langkah meninggalkan tanah dengan mengangkat tumit dan menekan tanah
dengan ujung jari. Kedua tangan mengayun mengimbangi gerak kedua kaki.
Kekuatan terbesar dari langkah ini, bersamaan dengan dorongan akhir ketika siku
berada jauh di belakang dan lutut kaki yang berlawanan mencapai ketinggian
tertinggi di depan. Lengan berayun sedikit menyilang dada dan membentuk sudut
900. Kekuatan gerakan tangan dan kaki langsung mengimbangi kecepatan lari dan
gerak posisi tubuh hampir tegak, tanpa membungkuk ke depan atau ke belakang.
b) Tahap pemulihan kembali
Sesaat setelah melangkah, hubungan dengan tanah putus dan titik berat
badan mengikuti arah parabola. Pada tahap ini kecepatan menghilang. Kaki yang
melangkah bergerak ke belakang dan kaki yang lain ke depan membuat tarikan
aktif ketika menyentuh tanah. Selama kaki belakang melakukan gerakan ke atas
berulang - ulang, lengan berayun dengan langkah berlawanan. Keseluruhan
gerakan ini, dapat disebut gerak relaks pada saat melayang atau tahap pemulihan.
c) Tahap sprint
Setelah melakukan gerakan start dengan langkah - langkah peralihan
commit to user
maka kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan sprint. Pada tahap ini,
kaki bertolak kuat - kuat sampai terkadang lurus, lutut diangkat tinggi - tinggi
setinggi panggul, tungkai bawah mengayun ke depan untuk mencapai langkah
lebar. Usahakan agar badan tetap relaks, badan condong ke depan dengan sudut
250 sampai 300. Lengan bergantung di camping tubuh secara wajar, siku ditekuk
kira - kira 900, tangan menggenggam kendor, ayunan lengan ke muka dan ke
belakang harus secara wajar. Punggung lurus dan segaris dengan kepala,
pandangan lurus ke depan. Pelari harus menggerakan kaki dengan frekuensi yang
setinggi - tingginya dan langkah selebar mungkin.
Gerakan sprint itu walaupun dilakukan dengan seluruh tenaga, tetapi
gerakan harus tetap relaks. Lari cepat menggunakan ujung - ujung kaki untuk
menapak. Tumit hanya sedikit saja menyentuh tanah pada pemulaan tolakan kaki,
dan berat badan harus selalu berada sedikit di depan kaki pads waktu menapak.
Gambar 3 : Teknik Gerakan Lari Sprint (Hamidsyah Noer : 2000 : 53)
3) Teknik Melewati Garis Finish
Seorang pelari dianggap sudah finish ditentukan dengan bagian - bagian
tubuhnya dalam mencapai bidang vertikal dari sisi terdekat garis finish sesuai
yang telah ditentukan dalam peraturan. Yang dimaksud dengan bagian
tubuh adalah kepala, leher, lengan, dan kaki. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan pelari pada waktu melewati garis finish, yaitu :
a) Lari terus tanpa mengubah sikap lari.
commit to user
bawah belakang.c) Dada diputar dengan diayunkan tangan ke depan - atas sehingga
bahu sebelah maju ke depan.
Menurut A. Hamidsyah Noer (2000 ³0HQMHODQJ JDULV ILQLVK SHUOX
diperhatikan percepatan dan lebar langkah tetapi harus tetap rileks, pusatkan
pikiran untuk mencapai finish, jangan melakukan gerakan secara bernafsu
sehingga menimbulkan ketegangan, jangan menengok lawan, jangan melompat,
dan jangan memperlambat langkah (Lari) sebelum nencapaLJDULVILQLVK´
Ada beberapa hal yang harus dihindari dalam lari jarak pendek, antara
lain:
1. Dorongan ke depan tidak cukup dan kurang tinggi mengangkat lutut.
2. Menjejakkan kaki keras ± keras di tanah dan mendaratkannya
dengan tumit.
3. Tubuh condong sekali ke depan atau lengkung kebelakang.
4. Memutar kepala dan nenggerakkan baku secara berlebihan.
5. Lengan diayun ke atas dan ayunannya terlalu jauh menyilang dada.
6. Meluruskan kaki yang akan dilangkahkan kurang sempurna.
7. Berlari zig ± zag dengan gerakan ke kiri dan ke kanan.
8. Pada aba ± DED ³VLDS´ NHSDOD GLDQJNDW GDJX WHUODOX WLQJJL DWDX
terlalu rendah. Langkah kurang sempurna dan mencondongkan
badan ke depan secara tiba- tiba.
commit to user
b. Kecepatan Lari
Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik
yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam lari jarak pendek.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan lari jarak pendek idealnya
pelari akan berlari dengan kecepatan maksimal dari start sampai finish.
Menurut Harsono (1988:216), Kecepatan adalah kemampuan melakukan
gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut - turut dalam waktu sesingkat -
singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat
- singkatnya.
Menurut Bompa (1982:249), Kecepatan dibagi menjadi tiga, yaitu
kecepatan reaksi, kecepatan gerakan siklis (Berulang - ulang), dan kecepatan
gerakan asiklis (Kecepatan aksi).
Menurut Josef Nosseck (1982:277), menyatakan bahwa, Terdapat empat macam kecepatan, yaitu :
a. Kecepatan sprint, kemampuan organisme untuk bergerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal. Kekuatan sprint ditentukan oleh otot dan persendian kaki.
b. Kecepatan reaksi, kemampuan organisme untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin. Kecepatan reaksi ditentukan oleh iritabilitas susunan syaraf, daya orientasi situasi, dan ketajaman panca indera.
c. Kecepatan gerak, kemampuan organisme untuk bergerak secepat mungkin dalam gerak yang utuh. Kecepatan gerakan ditentukan oleh kecepatan otot, daya ledak, daya koordinasi gerakan, kelincahan, dan keseimbangan.
d. Daya tahan kecepatan, daya kemampuan seseorang pelari mempertahankan kecepatan maksimal. Bila daya tahan kecepatan menurun, maka kecepatan maksimalnya akan menurun.
Dari ketiga pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
sama-sama dapat meningkatkan kecepatan reaksi otot yang ditandai dengan
pertukaran antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam
berlari. Dengan demikian kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik
yang sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet kecepatan sangat diperlukan
commit to user
c. Sistem Energi Untuk Lari 100 Meter
Suatu program latihan harus disusun untuk mengkembangkan
kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk penampilan ketrampilan
olahraga. Tujuan latihan harus didasarkan pada suatu pemahaman sistem energi
manusia dan kebutuhan energi tertentu dalam aktivitas olahraga. Pemahaman
sistem energi sangat penting karena digunakan untuk pedoman dalam memberikan
program latihan kepada atlit. Kesalahan pemberian program latihan dapat
menyebabkan prestasi yang dicapai kurang optimal.
Menurut Fox (1984:22), "Sumber energi yang diperlukan dengan mudah
dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan
olahraga yang dilakukan, yaitu :
Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi
Bidang Waktu Penampilan
Sistem Energi Utama
yang Terlibat Contoh Jenis Aktivitas 1.
2.
3.
4.
Kurang dari 30
detik
30 detik ± 1,5
menit
1,5 menit ± 3
menit
Lebih dari 3
menit
ATP-PC
ATP-PC dan Asam
Laktat
Asam laktat dan
Oksigen
Oksigen
- Lari 100 meter, tolak
peluru, pukulan dalam
tenis dan golf.
- Lari cepat 200-400
meter, renang 100
meter.
- Lari 800 meter, nomor
senam, tinju (1 ronde 3
menit), gulat (periode 2
menit).
- Sepak bola, lari
marathon, joging.
Adapun karakteristik umum dari sistem energi tersebut di atas menurut
commit to user
Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem EnergiSistem ATP-PC Sistem Asam Laktat Sistem Oksigen
- Anaerobik (tanpa
oksigen)
- Sangat cepat
- Anaerobik
- Cepat
- Aerobik (oksigen)
- Lambat
- Bahan bakar kimia PC
- Produksi ATP sangat
terbatas
- Bahan bakar
makanan: glikogen
- Produksi ATP
terbatas
- Bahan bakar makanan
glikogen dan protein
- Produksi ATP tidak
terbatas
- Penyimpanan atau
penimbunan di otot
terbatas
- Menggunakan
aktivitas lari cepat atau
berbagai power yang
tinggi, lama aktivitas
pendek. - Dengan memproduksi asam laktat menyebabkan kelelahan otot - Menggunakan aktivitas dengan
lama (durasi) antara
1-3 menit
- Dengan produksi,
tidak melelahkan
- Menggunakan daya
tahan atau aktivitas
atau durasi panjang
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan
dalam lari 100 meter adalah sistem ATP-PC karena dalam melakukan lari tanpa
menggunakan oksigen (anaerob) dan jumlah ATP yang diproduksi terbatas hal ini
tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. Menurut Fox (1984: 22-23)
´3HUEHGDDQ XWDPa antara penyediaan energi anaerobik dan aerobik adalah jika
dilakukan pembentukan jumlah glikogen yang sama, maka dengan cara aerobik
lebih banyak 13 kali ATP yang dikembangkan dari pada dengan proses anaerobik.
Ini berarti cara penyediaan energi aerobik lebih ekonomis dan tentu saja otot dapat
commit to user
4. Latihana. Pengertian Latihan
Untuk menjelaskan apa sebenarnya latihan itu, akan dikemukakan
beberapa definisi latihan 0HQXUXW +DUVRQR ´ODWLKDQ DGDODK SURVHV
yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang,
GHQJDQ NLDQ KDUL NLDQ PHQDPEDK MXPODK ODWLKDQ DWDX SHNHUMDDQQ\D´ 0HQXUXW 6XKDUQR +3 ³/DWLKDQ DGDODK VXDWX SURVHV SHQ\HPSXUQDDQ DWOHW VHFDUD
sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik,
teknik, taktik, dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan
berulang-XODQJ ZDNWXQ\D´ 'DUL EDWDVDQ \DQJ GLNHPXNDNDQ GLDWDV GDSDW
dirumuskan bahwa latihan olahraga adalah suatu aktivitas olahraga yang
dilakukan secara berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban
latihan secara periodik dan berkelanjutan dan dilakukan berdasar jadwal, pola dan
sistem serta metodik tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi
olahraga.
Penambahan beban harus secara teratur dan terus menerus dikontrol.
Dengan cara ini, atlit tersebut mendapatkan informasi obyektif tentang
kemajuannya, dan pelatih mempunyai umpan balik tentang efisiensi langkah -
langkah latihan.
Josef Nosseck (1982:3), mengemukakan pengaturan latihan dilaksanakan
dalam lima langkah, yaitu :
1) Penentuan (diagnosis) tentang tingkat kondisi awal dan aktual, dengan menggunakan berbagai jenis tes.
2) Persiapan program latihan, yang mempertimbangkan titik ± titik kelemahan dan kekuatan atau kelebihan.
3) Pelaksanaan program latihan untuk periode tertentu yang telah direncanakan.
4) Pengecekan peningkatan kondisi fisik tersebut dengan metode observasi, penilaian dan tes ± tes kondisi yang khusus atau kompetisi.
5) Perbandingan standar kondisi awal dengan kondisi sekarang, evaluasi dan penyimpulan.
Dengan memperhatikan pengaturan langkah di atas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa latihan yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian
commit to user
untuk tujuan yang ingin dicapai. Dengan latihan yang teratur dan kontinyu, akan
terjadi adaptasi yang baik oleh tubuh terhadap situasi latihan yang dilakukan,
maka kemampuan tubuh akan meningkat sesuai dengan rangsangan yang
diterima.
b. Tujuan Latihan
Tujuan latihan dapat dicapai secara optimal jika berpedoman pada prinsip
latihan yang benar. Prinsp-prinsip latihan tersebut harus dipahami dan
dilaksanakan dengan baik dalam latihan. Latihan tanpa berpedoman pada
prinsip-prinsip latihan yang tidak benar, tujuan latihan tidak akan tercapai. Menurut Fox
(1984:47-51) ³NHEHUKDVLODQ GDODP SHQDPSLODQ RODKUDJD WLGDN KDQ\D GLWHQWXNDQ
oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh
pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan efektiI´ .HHPSDW
domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan
latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus.
Tujuan umum latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan
ketrampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin. Untuk dapat
mencapai tujuan utama dari latihan, yaitu taraf ketrampilan atau prestasi dari para
atlit, maka tujuan umum dari latihan harus dicapai. Maksud tujuan umum latihan
menurut Bompa (1990:4) adalah :
1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multilateral.
2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.
3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya.
4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan.
5) Untuk mengelola kualitas kemauan.
6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.
7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 8) Untuk pencegahan cedera.
9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori.
Dari pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa latihan dapat
commit to user
asalkan latihan tersebut dilakukan dengan benar dan baik. Dari pelaksanaan
latihan akan mudah efeknya ini terlihat dari struktur akademis dan fisiologisnya.
Kunci dari latihan itu sebenarnya terletak pada program latihan yang disusun
sehingga apabila program tersebut disusun secara baik dan benar maka akan
memberikan peningkatan prestasi dalam berolahraga.
.
c. Aspek - Aspek Latihan
Menurut Harsono (1998:100), Untuk mencapai tujuan latihan, ada empat
aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan
teknik, latihan taktik, dan latihan mental.
Keempat aspek latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian
maksimal hasil latihan, karena merupakan hal yang mendasar bagi atlit maupun
tim dalam pertandingan atau perlombaan. Keempat latihan diuraikan sebagai
berikut
1) Latihan Fisik
Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok
dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi
fisik harus dilakukan dan dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olahraga
yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara
teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga meningkatkan kemampuan di
dalam melakukan kerja.
Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting dan pertama - tama
harus dilakukan secara intensif, karena dengan terbentuknya dan dimilikinya
kondisi fisik akan sangat memudahkan untuk pembinaan selanjutnya. Baik usaha
untuk pembinaan teknik, taktik, maupun untuk meningkatkan ketrampilan dan
penampilan lainnya.
Beberapa komponen fisik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan
adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, kelentukan, daya tahan, ketepatan, dan
keseimbangan.
2) Latihan Teknik
commit to user
dan mengembangkan kebiasaan - kebiasaan motorik dan neuromuscular menuju
gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan
menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu, teknik dasar
yang diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih secara baik.
Untuk mendukung tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis
gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika. Hasil analisis yang tepat
dipakai sebagai patokan pembinaan, sehingga hanya gerakan - gerakan yang tepat
dan benar serta berfungsi saja yang dipilih untuk latihan kecakapan teknik untuk
menghasilkan prestasi tinggi.
Melalui analisa dan penilaian yang seksama dapat diketahui elemen
-elemen yang penting, yang berfungsi dengan baik dalam usaha pembentukan
kecakapan teknik.
3) Latihan Taktik
Latihan taktik dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan
perkembangan daya tafsir pada atlit, pola - pola permainan, strategi, atau siasat
yang digunakan untuk memperoleh kemenangan. Menurut H. M. Yusuf
Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:118) bahwa, ³Taktik adalah kecakapan
rohaniah atau kecakapan berpikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk
mencapai kemenangan´. Teknik - teknik yang telah dikuasai dengan baik, harus
terus dilatih dan dikembangkan. Selain itu harus dianalisis kelebihan dan
kekurangan dari teknik -teknik tersebut sehingga dapat dikembangkan taktik -
taktik untuk mengalahkan lawan.
4) Latihan Mental
Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan ketiga
faktor tersebut di atas. Meski bagaimanapun sempurnanya perkembangan fisik,
teknik, dan taktik seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin dapat tercapai
apabila mental tidak berkembang. Sebab setiap pertandingan bukan hanya
merupakan pertandingan atau perlombaan fisik, akan tetapi juga pertandingan atau
perlombaan mental, bahkan 70% adalah komponen mental dan hanya 30%
komponen lainnya.
commit to user
serta perkembangan emosional implusif, misalnya semangat bertanding, sikap
pantang menyerah, percaya diri, sportifitas, kematangan juara, dan keseimbangan
emosi meskipun berada dalam situasi stress dan tertekan.
d. Prinsip - Prinsip Latihan
Pada prinsipnya pengaruh yang ditimbulkan dari latihan akan bersifat
khusus sesuai dengan latihan yang dilakukan atau karakteristik gerakan
keterampilan yang dipelajari atau unsur kondisi fisik dan sistem energi yang
digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik
tertentu atau teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar
terhadap komponen kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Menurut
6XKDUQR +3 ³/DWLKDQ KDUXV PHPLOLNL FLUL GDQ EHQWXN \DQJ NKDV GDQ
sesuai dengan cabang olahraga yang ditangani. Hal tersebut sesuai dengan sifat
dan tuntutan tiap-tiap cabang olahraga yang selalu berbeda-EHGD´
Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang
dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tuntutan cabang olahraga
yang dipelajari. Kekhususan tersebut disesuaikan dengan pola gerakan
(keterampilan) cabang olahraga yang dipelajari.
Dalam mencapai tujuan latihan haruslah menggunakan prinsip ± prinsip
latihan tertentu. Dengan mengetahui prinsip ± prinsip latihan tersebut diharapkan
prestasi seorang atlit akan cepat meningkat.
Menurut Bompa (1990:29), ³Seluruh program latihan menerapkan
beberapa prinsip latihan yaitu prinsip beban ± lebih, prinsip perkembangan
multilateral, prinsip identitas latihan, prinsip kualitas latihan, prinsip berpikir
positif, prinsip variasi dalam latihan, prinsip individualisasi, penerapan sasaran,
dan prinsip perbaikan kesalahan´.
Prinsip ±prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut :
1) Prinsip Beban Lebih
Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada
pembebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit.
commit to user
dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang
rangsang. Kalau beban terlalu ringan walaupun latihan sampai lelah berulang -
ulang dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai.
Latihan beban lebih ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu
terhadap latihan teknik, taktik, fisik, maupun mental. Meskipun beban latihan itu
harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas - batas kemampuan
atlit untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembanganpun
tidak akan mungkin tercapai, karena tubuh tidak akan memberi reaksi terhadap
beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal itu juga bisa mengakibatkan cedera.
2) Prinsip Perkembangan Multilateral
Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan
pada atlit - atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam
beragam kegiatan agar mereka memiliki dasar ² dasar yang lebih kokoh untuk
menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori
tersebut pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit pada program
latihan yang menjurus pada perkembangan spesialisasi yang terlalu sempit pada
masa usia dini. Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa
selalu ada saling ketergantungan antara semua organ dan sistem tubuh manusia,
antara komponen ± komponen biomotorik, dan komponen ± komponen
psikologis.
3) Prinsip Intensitas Latihan
Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila
atlit dilatih atau berlatih melalui program latihan yang intensif, dimana pelatih
secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta
kadar intensitas dari repetisi tersebut.
Untuk memperoleh kemajuan atau perkembangan yang mernuaskan,
frekuensi latihan sebaiknya perminggu tidak kurang dari 3 kali. Kurang dari itu
memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk
menghasilkan prestasi yang optimal. Atlit ± atlit yang secara alamih kuat
sekalipun, dan yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan beban latihan yang
commit to user
mereka harus berlatih lebih intensif.Menurut Katch dan McArdle (1993) dikutip M. Yusuf Hadisasmita dan Aip
Syarifuddin (1996:35), Dalam menentukan kadar intensitas latihan adalah sebagai
berikut :
a) Mula ± mula dihitung dengan denyut nadi maksimal (DNM) dengan
rumus Denyut Nadi Maksimal (DNM) =220 ± umur
b) Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80% - 90%
dari DNM (Untuk olahraga kesehatan cukup antara 70% - 35% dari
DNM). Jadi seorang atlit berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif
kalau nadinya berdenyut antara 80% - 90% x (220 ± 20) =160 ± 180 d. n
per menit.
Ini menandakan bahwa berlatih dalam training zonenya (Ambang
rangsang)
c) Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif
tidaknya latihan.
(1) Untuk atlit : 45 ± 120 menit
[image:35.612.153.510.171.641.2](2) Untuk olahraga kesehatan : 20 ±PHQLW´
commit to user
4) Prinsip Kualitas LatihanBerlatih secara intensif saja belum cukup apabila latihan itu tidak
berbobot, bermutu, dan berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis
nafasnya dan tenaga, tetapi apabila latihan tidak efektif maka hasil yang diperoleh
tidak bisa maksimal. Maksud dari latihan yang berkualitas adalah :
a) Apabila latihan dan drill - drill yang diberikan memang benar - benar
bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit.
b) Apabila koreksi - koreksi yang tepat dan kontruktif sering diberikan.
c) Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan dan
setiap kesalahan segera diperbaiki.
d) Apabila prinsip - prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun
mental.
Kekeliruan banyak pelatih atau atlit biasanya mereka lebih menekankan
pada lamanya latihan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya.
Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan
yang bermanfaat. Jika latihan berlangsung lama dan melelahkan, maka atlit akan
memandang setiap latihan sebagai siksaan dan malas berlatih esok harinya.
5) Prinsip Berpikir Positif
Banyak atlit yang tidak berani melakukan latihan yang berat yang
melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk
memikul beban yang berat dari pada yang diperkirakan.
Pada atlit biasanya terletak pada kata hatinya. Kalau kata hatinya negatif
maka hasilnya juga negatif, tetapi kalau kata hatinya positif, maka hasilnya akan
positif karena atlit akan merasa mampu untuk mencapai hasil yang maksimal.
Kalau mau berprestasi, atlit harus berani berusaha untuk mau merasa
sakit dalam latihan. Pelatih harus mengerti kata hati para atlit, dan mempengaruhi
kata hati atlit agar selalu berpikir positif dan optimis.
6) Variasi Dalam Latihan
Latihan yang dilakukan biasanya menuntut banyak waktu, pikiran, dan
tenaga. Karena itu, bukan tidak mungkin kalau latihan intensif dan terus menerus
commit to user
maka gairah dan motivasinya untuk berlatih juga menurun. Hal ini akan
menyebabkan turunnya prestasi.
Karena itu perlu direncanakannya suatu usaha untuk mencegah timbulnya
kebosanan berlatih dengan variasi ² variasi latihan yang menyenangkan tetapi
tetap melibatkan unsur fisik yang dibutuhkan atlit.
7) Prinsip Individualisasi
Anak adalah suatu pribadi yang unik, artinya mempunyai karakter yang
berbeda satu sama lain. Begitu juga pada atlit, tidak ada dua atlit yang secara
fisiologis dan psikologis sama persis. Demikian pula setiap atlit berbeda dalam
kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik.
Oleh karena setiap individu berbeda dari segi fisik maupun mental, maka
setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda ² beds terhadap suatu
beban latihannya yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasa terlalu berat
bebannya, ada yang merasa terlalu ringan, dan ada Pula yang merasa bebannya
sudah cukup. Oleh karena itu, latihan akan selalu menjadi persoalan pribadi bagi
atlit dan tidak bisa disamakan porsi latihannya antara atlit satu dengan yang lain
agar mendapatkan prestasi yang paling baik bagi setiap individu.
8) Penerapan Sasaran
Kadang suatu tim atau atlit tidak berlatih dengan sungguh ² sungguh,
atau kurang motivasi untuk berlatih. Hal ini disebabkan karena tidak ada tujuan
atau sasaran yang jelas untuk apa tim itu berlatih.
Menurut H. M Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996:139)
menyatakan bahwa, Beberapa alasan penetapan sasaran sangat penting bagi atlit
adalah :
a) Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber kegiatan untuk turut serta
dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih.
b) Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi,
dan semangat berlatih.
c) Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha - usaha untuk
mencapai sasaran tersebut.
commit to user
e) Mendidik sifat positif.f) Merupakan umpan balik bagi atlit maupun pelatih.
g) Kalau sasaran berhasil dicapai, atlit akan memperoleh suatu kebanggaan
tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mencapai
VDVDUDQ\DQJOHELKWLQJJL´
9) Prinsip Perbaikan Kesalahan
Kalau atlet sering melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu
memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab
terjadinya kesalahan. Pelatih harus selalu berusaha untuk selalu cermat mencari
dan menemukan sebab - sebab timbulnya kesalahan. Karena prinsip perbaikan
kesalahan adalah latihlah sebab - sebab terjadinya kesalahan bukan gejalanya.
e. Komponen-Komponen Latihan
Setiap pelatihan olahraga akan mengarah kepada sejumlah perubahan
yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, kejiwaan dan keterampilan. Efisiensi
dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang
ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas,
serat frekuensi penampilan (densitas).
Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model yang
sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga
yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan
secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai
tujuan penampilannya yang telah direncanakn. Cabang olahraga yang banyak
menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka
kompleksitas merupakan hal yang sangat diutamakan. Menurut Andi Suhendro
(1999:3-17 ) komponen-komponen penting yang harus diperhatikan dalam suatu
ODWLKDQ PHOLSXWL ³ YROXPH ODWLKDQ LQWHQVLWDV ODWLKDQ density atau
kekerapan latihan dan, (4) kompleksitas latihan³
Keempat komponen latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian
commit to user
1) Volume Latihan
Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas
derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri
atau set, dan panjang jarak yang ditempuh. Sebagian komponen utama dalam
latihan, volume latihan merupakan prasyarat utama yang vital untuk teknik, taktik
dan khususnya prestasi penampilan fisik prima.
Volume latihan kadang-kadang disebut sebagaimana lama latihan, terdiri
dari 3 bagian integral : (a) waktu atau lama latihan, (b) jarak atau daya angkat
setiap unit per waktu, (c) jumlah ulangan latihan atau penampilan elemen teknik
yang diberikan setiap waktu sehingga volume latihan merupakan penerapan
jumlah total dari aktivitas penampilan selama mengikuti latihan. Volume juga
mengacu kepada keseluruhan penampilan kerja selama melakukan latihan khusus.
2) Intensitas Latihan
Dua komponen penting yang harus ada berkaitan dengan intensitas latihan
adalah volume latihan dan density. Menurut Harsono (1988) banyak pelatih yang
gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada atletnya dan juga banyak atlet
yang enggan melakukan latihan berat yang melebihi ambang rangsangnya. Hal
tersebut kemungkinan disebabkan karena (a) kekuatan bahwa latihan yang berat
akan menimbulkan atau mengakibatkan kondisi fisiologis yang abnormal, (b)
kurangnya motivasi, (c) karena tidak tahu prinsip-prinsip latihan yang sebenarnya.
Atau ada kemungkinan pelatih kurang berani bertindak tegas sesuai dengan
program yang telah disusun kepada atletnya.
Tingkat intensitas latihan dapat diukur berdasarkan tipe latihan. Menurut
Harsono (1988) mengemukakan, pengukuran intensitas latihan untuk olahraga
prestasi dan olahraga kesehatan dilakukan secara berbeda, perbedaan tersebut
disebabkan karena kondisi dan tujuan antara atlet yang terlatih dan orang yang
ingin menjaga kesehatannya berbeda.
3) Density atau Kekerapan Latihan
Frekuensi yang ditampilkan atlet pada setiap seri latihan dari stimulus per
commit to user
kepada hubungan antara waktu kerja dan istirahat yang digunakan atlet selama
mengikuti tahap-tahap latihan.
Menurut Sukardiyanto (1995) dikutip Andi Suhendro (1999) density
merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang
dilakukan. Densitas berhubungan dengan waktu recovery, makin lama waktu
recovery yang dibutuhkan dalam setiap latihan, maka densitasnya makin kecil.
Sebaliknya makin cepat waktu recovery yang dibutuhkan maka makin tinggi
densitasnya.
4) Kompleksitas Latihan
Kompleksitas latihan dapat dilihat dari dua hal: (a) kompleksitas
komponen-komponen penting yang menunjang pencapaian prestasi atlet, dan (b)
kompleksitas gerakan ketrampilan yang harus dikuasai seorang atlet.
Kompleksitas keterampilan ini salah satunya ditentukan oleh tingkat pengalaman
atlet dalam menjalani suatu latihan. Koordinasi merupakan komponen penting
untuk dapat meningkatkan intensitas latihan.
Komponen-komponen latihan tersebut sangat penting dalam latihan
olahraga prestasi. Komponen-komponen latihan tersebut saling berkaitan satu
dengan lainya. Oleh karena itu, komponen-komponen latihan tersebut harus
diterapkan dengan baik dan benar agar tujuan latihan dapat tercapai.
3. Latihan Acceleration Sprint
a. Pelaksanaan Latihan Acceleration Sprint
Metodeacceleration sprint merupakan suatu bentuk latihan yang dimulai
dari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya. Untuk mencapai kecepatan
maksimum seorang pelari harus mampu mengembangkan kecepatan startnya
secepat mungkin. Akselerasi mempertahankan kecepatan maksimum dan
deselerasi (perlambatan) untuk setiap pelari berbeda-beda. Menurut Fox
(1984:208) EDKZD ³$NVHOHUDVL DGDODK SHUWDPEDKDQ VHFDUD JUDGXDO GDODP
kecepatan lari, mulai dari pelan-pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya dalam
commit to user
maksimum lebih cepat mempertahankan kecepatan maksimum pada jarak yang
lebih panjang dan kecepatan maksimum menurun lebih lambat dari pada rata-rata
pelari cepat yang lain atau pelari cepat yang tidak terkondisi atau tidak terlatih.
Dalam kecepatan maksimum ini terjadi proses akselerasi pik up (pik up
ecceleration) yaitu jarak yang diperlukan pelari sesudah tahap akselerasi start
untuk mencapai kecepatan maksimal.
Latihan acceleration sprint sebenarnya cocok diberikan pada atlet pemula
karena ada penyesuaian lari dari jogging, langkah panjang sampai ke lari cepat
disamping menghindari terjadinya cidera, latihan juga merupakan cara yang
paling baik untuk meningkatkan kecepatan. Pada periode latihan acceleration
sprint pelaksanaannya dapat dikontrol dengan waktu atau jarak. Dianjurkan agar
atlet sedikit demi sedikit meningkatkan percepatannya sampai mencapai
kecepatan penuh. Kecepatan harus dipertahankan selama 5 sampai 15 detik atau
kalau jarak yang dikontrol kira-kira 50 sampai 100 meter. Kemudian
berangsur-angsur mengurangi kecepatannya sampai menjadi langkah yang ringan. Pada
periode pemulihan harus dilakukan dengan cukup, namun dapat dilakukan dengan
pemulihan aktif (jalan). Seperti yang dianjurkan, bahwa pada periode pemulihan
harus terdiri dari jalan sepanjang 50 sampai 110 meter.
Metode acceleration sprint dilakukan secara berurutan. Membutuhkan
peningkatan sedikit demi sedikit dari lari pelan (jogging) ke langkah panjang
(striding) dan akhirnya lari cepat (sprint). Dengan demikian cara ini akan
mengurangi kemungkinan cedera otot. Acceleration sprint sangat diperlukan
untuk peningkatkan sprint dan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan
mendadak seperti sepak bola, hoki, bola basket dan lain-lain.
b. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint
Metode acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang
pelaksanaannya dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya yang
pelaksaannya diselinggi dengan istirahat diantara waktu latihan. Waktu istirahat
sangat penting diantara waktu latihan. Waktu istirahat memberikan kesempatan
commit to user
Ditinjau dari pelaksanaan latihan acceleration sprint dapat
diidentifikasikan kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan latihan dengan metode
acceleration sprint antara lain : (1). Waktu latihan lebih efisien, karena latihan
acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set. (2). Penguasaan
teknik lebih cepat tercapai, karena dalam latihan acceleration sprint terdapat
session latihan dengan intensitas rendah yang mungkin untuk memperbaik teknik
yang salah. Sesuai pendapat Frank S.Pyke(1EDKZD³SHQLQJNDWDQWHNQLN
terjadi pada kecepatan rendah dengan memperbaiki kesalahan yang memerlukan
SHUKDWLDQ´
Disamping kelebihan diatas latihan acceleration sprint juga memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan latihan acceleration sprint diantarannya:
Kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam
pelaksanaan hanya sekitar sepertiga dari jarak yang ditempuh yang merupakan
kecepatan denagn intensitas maksimal.
Latihan acceleration sprint jika dilakukan secara berulang ulang dapat
meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Perkembangan kondisi fisik latihan
acceleration sprint juga berpengaruh terhadap sistem energi. Menurut Mulyono
B(1998:4) adalah ATP-PC bila 98% dan LA-O2 sebesar 2%, hal ini menandakan
bahwa system energi yang baik pada lari 100 meter adalah ATP-PC LA atau
DQDHURE´
.
4. Latihan Repetition Sprint
a. Pelaksanaan Latihan Repetition Sprint
Repetition Sprint merupakan program latihan yang dilakukan dengan
intensitas atau kecepatan penuh yang diselingi waktu istirahat pada setiap sesi
latihannya. Menurut Mulyono B (1998:8EDKZD³Repetition Sprint adalah suatu
aktifitas yang dilakukan berulang-ulang dan setiap kali diselingi dengan aktifitas
yang lebih ringaQ´%HQWXNODWLKDQGDODPrepetition sprint dapat berupa lari cepat
atau ringan dengan bentuk latihan lari cepat, yang dilakukan dengan lari
commit to user
Istirahat tersebut dilakukan dengan jogging atau jalan-jalan saja. Seperti
dikatakan Harsono (1988 ´MRJJLQJ VHFDUD ULOHNV DGDODK FDUD \DQJ SDOLQJ
EDLN XQWXN SHPXOLKDQ DWDX UHFRYHU\ \DQJ FHSDW GDQ HIHNWLI´ Jogging ini akan
memasase darah kita lebih cepat ke jantung daripada istirahat yang pasif atau
passive rest. Yang dimaksud dengan istirahat pasif adalah misalnya duduk-duduk
atau tiduran di lapangan. Passive rest setelah setiap repetisi adalah rest yang
paling kurang efektif.
Metode latihan repetition sprint biasanya digunakan untuk
mengembangkan sistem ATP-PC. Menurut Sharkey (1986) dikutip Andi
Suhendro dkk (2004: 27) menyatakan bahwa metode latihan lari cepat melibatkan
periode maksimal dan periode istirahat. Hal ini dimaksudkan agar dapat
meningkatkan tingkat ATP-PC. Pelaksanaan repetition sprint dilakukan dengan
berulang-ulang pada kecepatan maksimal, dan periode pemulihan dilakukan
secara sempurna, agar pelaksanaan periode latihan berikutnya dapat dilakukan
dengan baik, dan bukan pada kondisi yang lelah.
Pelari harus berlari pada kecepatan maksimal, waktu yang diperlukan
untuk lari percepatan pada kecepatan maksimal sepanjang 60 meter kira-kira 6,7
detik. Sedangkan pada periode pemulihan harus dilakukan dengan istirahat
sempurna. Untuk mengetahui seorang pelari sudah mencapai istirahat sempurna,
dapat dilihat dari denyut nadi istirahat, kira-kira 70-80 kali per menit.
Menurut Smith (1983) dikutip Andi Suhendro (2004: 27) latihan repetition
sprint adalah lari cepat berulang-ulang menempuh jarak 50-60 meter dengan
kecepatan maksimal diselingi dengan istirahat sempurna diantara ulang