Daftar isi v
Kata Pengantar vii
Bagian I 1
Ringkasan Perkembangan Terkini dan Prospek Ekonomi Daerah
Bagian II 13
Perekonomian Sumatera
Boks 1 30
Peran Pariwisata dan Industri Kreatif dalam Mendukung Penguatan Neraca Jasa
Bagian III 35
Perekonomian Jawa
Boks 2 56
Strategi Pengembangan Industri Petrokimia dalam rangka Memperbaiki Current Account Deficit
Bagian IV 61
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
Boks 3 88
Hilirisasi Industri Berbasis Ekspor
Bagian V 93
Isu Strategis: Mendorong Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Berorientasi Ekspor dan Substitusi Impor untuk Mengatasi Defisit Neraca Transaksi Berjalan dan Memperkuat Ekonomi Nasional
Boks 4 110
Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Masa Depan Ketahanan Energi Nasional
Lampiran 115
erbagai aspek terkait perkembangan dan dinamika perekonomian serta isu terkini dalam perspektif kewilayahan merupakan faktor yang penting dipertimbangkan oleh Bank Indonesia dalam perumusan kebijakan.
Pembahasan menyeluruh terkait perkembangan perekonomian terkini dan berbagai isu strategis yang mengemuka di daerah dilakukan secara periodik antara Dewan Gubernur dengan Kepala Departemen Regional yang mewakili seluruh wilayah di Indonesia yaitu wilayah Sumatera, wilayah Jawa dan wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hasil dari pembahasan tersebut menjadi bagian penting dalam melengkapi pemahaman Bank Indonesia terhadap kondisi makroekonomi dengan berbagai aspek risiko yang berkembang.
Perekonomian nasional pada triwulan III 2017 tumbuh 5,06%; membaik dibanding triwulan lalu yang tumbuh 5,01%. Perbaikan pertumbuhan ekonomi terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali Maluku-Papua (Mapua), yang didorong investasi, konsumsi pemerintah, dan ekspor. Meski tumbuh lebih rendah, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan di semua wilayah. Untuk pertama kalinya sejak awal 2014, seluruh provinsi mencatatkan pertumbuhan positif. Sebanyak 23 dari 34 provinsi di Indonesia tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu dan sebagian besar daerah dapat tumbuh diatas pertumbuhan ekonomi nasional.
Asesmen terhadap sejumlah indikator ekonomi terkini di berbagai daerah mengindikasikan perekonomian pada triwulan IV 2017 akan tumbuh lebih baik, ditopang Jawa dan Sumatera.
Membaiknya perekonomian kedua wilayah tersebut didorong meningkatnya konsumsi rumah tangga menjelang Natal dan libur akhir tahun. Konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh meningkat di Jawa seiring realisasi belanja di akhir tahun. Investasi swasta di Sumatera cenderung terbatas, sementara di Jawa masih tumbuh kuat. Ekspor di kedua wilayah masih tumbuh meski tertahan penurunan harga komoditas utama dan meningkatnya kompetisi ekspor dengan negara peer. Di sisi lain, ekonomi berbagai wilayah di KTI terindikasi akan tumbuh lebih rendah. Perlambatan pertumbuhan KTI diprakirakan terjadi di Kalimantan dan Balinusra karena tertahannya ekspor batubara dan mineral.
Sementara, wilayah Sulawesi dan Mapua diprakirakan tumbuh membaik didorong konsumsi dan investasi.
Sepanjang 2017, ekonomi berbagai wilayah secara agregat diprakirakan tumbuh di batas bawah kisaran 5,0%-5,4%; namun tetap lebih tinggi dibandingkan 2016 yang tumbuh 5,02%.
Ekonomi Sumatera diprakirakan tumbuh membaik terbatas, Jawa tumbuh sedikit melambat, sementara ekonomi berbagai wilayah di KTI tumbuh membaik. Membaiknya ekonomi Sumatera diprakirakan didorong konsumsi pemerintah dan ekspor. Sementara perlambatan Jawa terutama terjadi akibat konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat, walaupun berbagai komponen lain tetap diprakirakan tumbuh membaik. Sementara lebih tingginya pertumbuhan ekonomi KTI lebih ditopang oleh Kalimantan, di tengah Sulawesi, Balinusra, dan Mapua yang tumbuh melambat.
Perkembangan inflasi di berbagai daerah secara agregat pada triwulan III 2017 tercatat
B
semua wilayah diperkirakan berada di batas bawah kisaran target 4±1%. Hal ini dipengaruhi inflasi volatile foods yang semakin rendah di semua daerah di tengah terjaganya inflasi inti dan administered prices.
Perekonomian daerah pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh melambat, baik di Jawa, Sumatera maupun KTI. Lebih rendahnya ekonomi daerah secara terutama dipengaruhi terbatasnya perbaikan konsumsi rumah tangga seiring kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan tahun baru serta melambatnya konsumsi pemerintah sesuai pola siklikalnya di awal tahun. Selain itu, investasi diperkirakan melambat di sebagian besar wilayah seiring tertahannya investasi swasta sejalan dengan kecenderungan wait and see para pelaku usaha menjelang pelaksanaan Pilgub dan Pilkada pada tahun 2018.
Sedangkan ekspor diprakirakan tumbuh melambat terutama di Jawa dan Sumatera seiring terbatasnya perbaikan harga komoditas.
Secara keseluruhan tahun 2018, perekonomian daerah diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2017 yaitu pada kisaran 5,0%-5,4%. Menguatnya permintaan domestik yang ditopang pemulihan kondisi eksternal diperkirakan mendorong ekonomi 2018 untuk tumbuh lebih tinggi. Perbaikan ekonomi diperkirakan terjadi di semua wilayah dan di sebagian besar provinsi, terutama di Jawa dan Balinusra. Sementara itu, inflasi di 2018 diperkirakan berada dalam kisaran sasaran inflasi nasional 3,5%±1%.
Pada edisi kali ini, Laporan Nusantara mengangkat isu khusus terkait “Mendorong Pengembangan Sektor Ekonomi Potensial Berorientasi Ekspor dan Substitusi Impor untuk Mengatasi Defisit Neraca Transaksi Berjalan dan Memperkuat Ekonomi Nasional”. Isu ini diangkat mengingat defisit neraca transaksi berjalan yang terjadi secara berkelanjutan dapat mempengaruhi berbagai variabel ekonomi makro. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) terindikasi semakin membaik yang menunjukkan ketahanan eksternal ekonomi Indonesia yang semakin kuat, meski mengalami defisit selama lima tahun terakhir, terutama pasca berakhirnya masa commodity boom. Defisit transaksi berjalan tersebut terutama bersumber dari defisit pada transaksi jasa dan pendapatan primer, selain defisit perdagangan minyak bumi. Meski dalam tren yang membaik, namun defisit itu perlu diperbaiki agar struktur perekonomian Indonesia menjadi semakin kuat. Jelas, perbaikan defisit transaksi berjalan membutuhkan dukungan kebijakan struktural maupun sisi sektoral.
Dalam isu kali ini, berbagai potensi dan tantangan perbaikan defisit transaksi berjalan tersebut akan diulas secara lebih mendalam.
Penyusunan buku Laporan Nusantara ini dilakukan secara bersama antara Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM) serta Departemen Regional I, II, dan III yang masing-masing membawahi regional Sumatera, Jawa, dan Kawasan Timur Indonesia. Akhir kata, kami berharap buku Laporan Nusantara ini dapat bermanfaat dan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati ekonomi daerah, serta menjadi salah satu kontribusi Bank Indonesia dalam pembangunan ekonomi daerah.
Jakarta, 24 November 2017
Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter
Perkembangan Terkini Perekonomian Daerah
Perekonomian nasional pada triwulan III 2017 tumbuh membaik dibanding triwulan lalu.
Ekonomi nasional tumbuh 5,06%; lebih tinggi dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh 5,01%.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi terjadi di hampir seluruh wilayah, kecuali Maluku-Papua (Mapua). Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi di Sulawesi (6,69%), sementara yang terendah dialami Mapua (3,98%).
Untuk pertama kalinya sejak awal 2014, seluruh provinsi mencatatkan pertumbuhan positif.
Nusa Tenggara Barat yang pada dua triwulan terakhir tumbuh negatif, mulai tercatat tumbuh positif (4,09%). Sebanyak 23 dari 34 provinsi di Indonesia tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu. Sebagian besar daerah juga tumbuh diatas pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Maluku Utara (7,78%), sementara terendah di Kepulauan Riau (2,41%).
Ekonomi Jawa tumbuh kuat didorong investasi, konsumsi pemerintah, dan ekspor; di tengah konsumsi rumah tangga yang melambat.
Perekonomian Jawa tumbuh meningkat dari 5,43% pada triwulan II 2017 menjadi 5,51% di triwulan laporan. Seluruh provinsi di Jawa masih mencatatkan pertumbuhan diatas 5% sejak awal 2017, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di DKI Jakarta (6,29%). Dibanding triwulan II 2017, berbagai provinsi di Jawa tumbuh meningkat kecuali Jawa Barat dan Jawa Tengah. Investasi menjadi pendorong utama lebih tingginya pertumbuhan Jawa sejalan dengan berlanjutnya pembangunan infrastruktur strategis serta perbaikan iklim investasi yang mendorong minat investasi swasta. Adanya pencairan gaji ke-13 untuk pegawai negeri sipil (PNS) di awal triwulan III 2017 mendorong naiknya konsumsi
pemerintah di seluruh daerah, termasuk di Jawa.
Selain itu, pencairan dana bantuan sosial yang sempat tertunda di triwulan lalu, serta realisasi belanja barang dan jasa pemerintah turut mendorong konsumsi pemerintah untuk tumbuh lebih tinggi.
Ekspor Jawa tumbuh tinggi. Meningkatnya ekspor didukung ekspansi ekspor ke beberapa negara, antara lain Filipina dan Saudi Arabia. Selain itu, tingginya ekspor dipengaruhi dampak carry over realisasi ekspor pada triwulan lalu ke triwulan III akibat tutupnya operasionalisasi beberapa pelabuhan seiring libur panjang Lebaran. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Jawa, tetap tumbuh, meksipun sedikit mengalami perlambatan. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kembali normalnya konsumsi masyarakat pasca berakhirnya musim Ramadhan, Idul Fitri, liburan sekolah, serta tahun ajaran baru.
Dari sisi lapangan usaha (LU), peningkatan ekonomi Jawa didorong LU konstruksi, perdagangan, dan industri pengolahan. Kenaikan LU konstruksi di Jawa didukung akselerasi pembangunan 55 proyek pemerintah serta pembangunan properti oleh swasta. Di tengah melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga, perdagangan di Jawa tumbuh lebih tinggi seiring kinerja ekspor yang meningkat secara signifikan. Industri pengolahan juga meningkat dipengaruhi oleh kembali normalnya periode produksi (hari kerja efektif) dan carry over realisasi penjualan pasca-Ramadhan & Idul Fitri.
Sejalan dengan Jawa, pertumbuhan ekonomi Sumatera juga meningkat didorong ekspor, investasi, dan konsumsi pemerintah. Ekonomi Sumatera tumbuh 4,43%; lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang tumbuh 4,11%. Hampir seluruh provinsi di Sumatera mencatatkan peningkatan
pertumbuhan, kecuali Kepulauan Bangka Belitung dan Bengkulu. Ekspor Sumatera yang berbasis komoditas berhasil tumbuh meningkat karena membaiknya permintaan CPO serta meningkatnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO, karet, batubara dan timah. Investasi tumbuh meningkat didorong investasi bangunan terkait pembangunan infrastruktur strategis dan proyek listrik antara lain di Sumatera Utara dan Sumatera Barat, serta persiapan Asian Games 2018 di Sumatera Selatan. Sedangkan belanja pemerintah meningkat karena gaji ke-13 dan pencairan dana desa tahap kedua. Di sisi lain, sebagaimana Jawa, konsumsi rumah tangga juga tumbuh melambat sehingga menahan Sumatera untuk tumbuh lebih tinggi. Selain karena pola musiman permintaan yang kembali turun pasca Lebaran, peningkatan preferensi menabung masyarakat di tengah kenaikan pendapatan masyarakat terkait ekspor komoditas membuat konsumsi rumah tangga tumbuh lebih rendah.
Dari sisi LU utama, meningkatnya kinerja Sumatera didorong LU konstruksi dan industri pengolahan. Sejalan dengan peningkatan investasi bangunan, LU konstruksi Sumatera tumbuh lebih tinggi karena pembangunan berbagai proyek strategis nasional. Proyek dimaksud antara lain Tol Trans Sumatera, LRT Sumatera Selatan, terminal Kuala Tanjung, serta revitalisasi Pelabuhan Belawan. Selain itu, membaiknya perekonomian negara mitra ekspor turut berkontribusi positif terhadap kinerja industri pengolahan khususnya CPO serta barang elektronika. Di sisi lain, melambatnya perdagangan dan pertanian, terkait permintaan yang kembali normal pasca Lebaran, serta terjadinya gangguan produksi karena curah hujan tinggi, menahan ekonomi Sumatera untuk tumbuh lebih tinggi.
Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan III 2017 (% yoy)
Di tengah terbatasnya perbaikan konsumsi rumah tangga, perekonomian berbagai wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) secara agregat tumbuh cukup signifikan. Ekonomi KTI tumbuh dari 4,88% menjadi 5,27% pada triwulan III 2017.
Lebih dari separuh provinsi di KTI tumbuh meningkat. Sebagian besar provinsi juga tumbuh diatas pertumbuhan nasional, terutama berbagai provinsi di Sulawesi. Peningkatan pertumbuhan
di hampir seluruh daerah bersumber dari meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah, setelah pada triwulan II sempat mencatatkan pertumbuhan negatif di lebih dari separuh provinsi di KTI. Membaiknya konsumsi pemerintah didorong pencairan gaji ke-13, meningkatnya realisasi APBD baik yang rutin maupun untuk pembangunan, dan pencairan dana desa yang sesuai dengan target realisasi.
Secara wilayah, meningkatnya ekonomi KTI didorong perbaikan ekonomi Kalimantan, Sulawesi, dan Balinusra. Ekonomi ketiga wilayah yang memiliki pangsa 87% ekonomi KTI tersebut dapat tumbuh lebih tinggi dibanding triwulan lalu. Konsumsi pemerintah dan ekspor menjadi pendorong utama pertumbuhan di ketiga wilayah. Peningkatan permintaan LNG dan batubara dari ASEAN dan Korea Selatan serta harga batubara yang cukup tinggi membuat ekspor Kalimantan tumbuh membaik. Sementara di Sulawesi, relaksasi ekspor nikel low grade dan masih kuatnya permintaan feronikel dan LNG menopang tumbuhnya ekspor. Di Balinusra, optimalisasi kuota ekspor mineral tembaga dan faktor base effect rendahnya ekspor tahun lalu serta ekspor jasa pariwisata yang masih tinggi mampu mendorong ekspor tumbuh membaik.
Selain ekspor, investasi juga turut mendorong pertumbuhan di Sulawesi dan Balinusra khususnya untuk investasi bangunan terkait proyek infrastruktur pemerintah dan investasi swasta. Di sisi lain, investasi di Kalimantan justru agak tertahan karena berbagai kendala terkait pembangunan proyek pemerintah daerah.
Pertumbuhan ekonomi Mapua melambat.
Perlambatan ini dipengaruhi tertahannya kinerja ekspor tambang. Review izin ekspor yang dilakukan lebih sering (3 bulan sekali) menimbulkan kendala teknis pada ekspor luar negeri. Meski demikian, membaiknya semua komponen permintaan lainnya yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi menahan perlambatan ekonomi Mapua lebih dalam.
Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan IV 2017*
* Tendensi arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)
Keterangan : hijau (berkontribusi positif terhadap PDRB), merah (berkontribusi negatif terhadap PDRB)
Di sisi LU, lebih tingginya pertumbuhan berbagai wilayah di KTI secara agregat didorong pertambangan dan industri pengolahan.
Optimalisasi kuota ekspor tembaga di Balinusra serta relaksasi ekspor nikel low grade yang meningkatkan produksi nikel mendorong pertumbuhan pertambangan KTI keatas.
Akselerasi industri pengolahan didukung meningkatnya produksi LNG, CPO dan karet olahan di Kalimantan seiring naiknya permintaan.
Selain itu, peningkatan produksi smelter baru feronikel dan stainless steel di Sulawesi serta perbaikan produksi LNG di Mapua turut menyumbang perbaikan industri pengolahan KTI.
Di sisi lain, pertumbuhan pertanian yang
Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen Tendensi Asesmen
Pertumbuhan Ekonomi
Meningkatnya konsumsi rumah tangga ditengah terbatasnya konsumsi pemerintah, investasi
& ekspor.
Peningkatan kinerja konsumsi di tengah tertahannya investasi &
ekspor
Konsumsi domestik & investasi diperkirakan menguat, meski tertahan penurunan kinerja ekspor luar negeri.
Konsumsi RT
Meningkatnya ekspektasi konsumsi jelang Natal dan libur akhir tahun
Didorong natal & tahun baru.
Penundaan kenaikan TDL non subsidi & elpiji subsidi 3 kg menjaga daya beli.
Meningkatnya permintaan masyarakat untuk merayakan Natal dan tahun baru.
Konsumsi Pemerintah
Beberapa proyek pemerintah telah selesai, sehingga realisasi tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Realisasi anggaran di akhir tahun sesuai pola siklikalnya.
Realisasi anggaran di akhir tahun sesuai pola siklikalnya.
Investasi (PMTB)
Terbatasnya investasi swasta akibat perbaikan daya beli yang terbatas serta kendala pengurusan lahan.
Masih tumbuh tinggi seiring berjalannya 57 proyek pemerintah, pembangunan pabrik baru serta perluasan kawasan industri.
Percepatan proyek infrastruktur pemerintah, pembangunan pabrik baru serta peningkatan kapasitas produksi swasta.
Ekspor LN
Harga komoditas ekspor mulai menurun kecuali karet.
Penurunan permintaan ekspor CPO India.
IHEX (kecuali coal dan CPO) dalam tren menurun. Peningkatan kompetisi negara pesaing a.l.
Bangladesh, Vietnam, & Pakistan.
Perlambatan harga komoditas ekspor utama. Permintaan negara mitra dagang melemah. Sisa kuota ekspor mineral terbatas.
Impor LN
Kebutuhan akan bahan baku industri menurun sejalan dengan melambatnya ekspor.
Kinerja impor melambat, sejalan dengan permintaan ekspor yang melambat.
Terutama didorong impor barang modal seiring meningkatnya investasi.
PDRB AGREGASI SUMATERA JAWA KAWASAN TIMUR INDONESIA
melambat terutama disebabkan oleh faktor cuaca buruk bagi tanaman pangan serta baru masuknya masa tanam perkebunan di wilayah Sulawesi dan Balinusra. Hal itu menahan ekonomi KTI untuk dapat tumbuh lebih tinggi.
Perekonomian nasional pada triwulan IV 2017 terindikasi membaik, ditopang Jawa dan Sumatera. Perekonomian kedua wilayah diprakirakan membaik didorong konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi karena peningkatan ekspektasi konsumsi sesuai pola siklikalnya menjelang Natal dan libur akhir tahun. Selain itu, penundaan kenaikan TDL nonsubsidi dan elpiji subsidi 3 kilogram mendorong konsumsi masyarakat terhadap kebutuhan lainnya.
Konsumsi pemerintah diprakirakan tumbuh meningkat di Jawa sejalan dengan pola musiman peningkatan realisasi belanja di akhir tahun.
Sementara di Sumatera, konsumsi pemerintah tetap tumbuh, meskipun tidak sekuat triwulan sebelumnya karena telah selesainya beberapa proyek infrastruktur pemerintah. Investasi di Sumatera cenderung terbatas khususnya dari sektor swasta, sementara di Jawa masih tumbuh kuat, baik investasi pemerintah maupun swasta.
Di sisi ekspor, penurunan harga komoditas utama dan permintaan CPO dari India membuat pertumbuhan ekspor Sumatera melambat. Di Jawa, ekspor diperkirakan juga tumbuh terbatas didorong oleh penurunan IHEX dan meningkatnya kompetisi dari negara pesaing seperti Bangladesh, Vietnam, dan Pakistan.
Di KTI, ekonomi terindikasi tumbuh lebih rendah pada triwulan IV 2017. Perlambatan pertumbuhan KTI diprakirakan terjadi di Kalimantan dan Balinusra, sementara Sulawesi dan Mapua tumbuh membaik. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat di seluruh wilayah terkait natal dan tahun baru. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat di hampir seluruh wilayah di KTI karena realisasi belanja akhir tahun, kecuali Kalimantan karena penurunan APBD Kalimantan Timur terkait belum optimalnya dana bagi hasil (DBH). Investasi diperkirakan meningkat di seluruh wilayah seiring
percepatan proyek infrastruktur pemerintah, pembangunan pabrik baru serta peningkatan kapasitas produksi swasta. Ekspor terindikasi tumbuh lebih rendah karena perlambatan harga komoditas ekspor utama serta permintaan negara mitra dagang melemah. Khusus di Balinusra, ekspor melemah cukup dalam karena terbatasnya sisa kuota ekspor mineral di NTB hingga akhir tahun dan melemahnya kinerja pariwisata karena masuknya low season yang berdampak pada perlambatan ekspor jasa.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Jawa dan Sumatera pada triwulan III 2017 masih akan ditopang oleh LU utamanya. Pertumbuhan ekonomi Jawa ditopang oleh meningkatnya kinerja pertanian dan industri pengolahan. Hal tersebut terkait dengan berlangsungnya musim kemarau basah yang mendukung produk pertanian hortikultura dan tingginya ekspektasi konsumsi di akhir tahun sebagai faktor yang mendorong produksi. Sementara itu, ekonomi Sumatera pada triwulan IV akan tumbuh didorong pertanian dan perkebunan seiring berlanjutnya panen sawit dan percepatan intensifikasi lahan kopi. Selain itu, ekonomi Sumatera diperkirakan tumbuh didorong perdagangan seiring menguatnya konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, LU konstruksi, meski diprakirakan masih tetap tumbuh diatas 7%, namun sedikit lebih rendah dibanding triwulan lalu seiring telah selesainya beberapa proyek pemerintah baik di Sumatera maupun Jawa. Hal ini turut menahan prakiraan pertumbuhan kedua wilayah untuk tumbuh lebih tinggi.
Sementara itu, ekonomi berbagai wilayah di KTI menunjukkan arah pertumbuhan yang sejalan dengan perkembangan pertanian, pertambangan dan industri pengolahan.
Pertumbuhan ketiga sektor diatas diprakirakan melambat terutama di Kalimantan dan Balinusra, serta mengalami akselerasi di Sulawesi dan Mapua. Prakiraan melambatnya ekonomi Kalimantan dipengaruhi awal musim tanam dan berkurangnya luasan tanam tabama, curah hujan tinggi yang menurunkan produktivitas kelapa
sawit dan batubara, serta turunnya permintaan dari industri lanjutan di tengah harga komoditas yang mulai menurun. Prakiraan melambatnya ekonomi Balinusra juga dipengaruhi dampak cuaca terhadap produktivitas tabama serta penurunan kuota izin ekspor mineral yang menekan produksi pertambangan.
Di sisi lain, meningkatnya ekonomi Sulawesi diprakirakan didorong panen jagung, hortikultura dan upaya pencapaian target produksi ikan.
Permintaan industri nikel lokal masih menguat serta relaksasi ekspor nikel kadar rendah akan turut mendorong produksi. Industri makanan olahan, kayu, pakaian, feronikel, dan amonia juga diprakirakan meningkat. Sejalan dengan hal tersebut, meningkatnya ekonomi Mapua diperkirakan didorong adanya panen hortikultura di berbagai daerah serta meningkatnya produksi ikan. Selain itu, perbaikan produksi gas dan pemanfaatan perolehan izin ekspor terbatas untuk konsentrat nikel diperkirakan mendorong LU pertambangan di Mapua. Di sisi industri pengolahan, upaya mencapai target produksi LNG, meningkatnya permintaan industri makanan dan produksi smelter nikel mendorong naiknya LU industri pengolahan di Mapua.
Secara keseluruhan tahun 2017, ekonomi berbagai wilayah secara agregat diprakirakan tumbuh di batas bawah kisaran 5,0%-5,4%.
Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibanding ekonomi nasional yang pada 2016 tumbuh 5,02%.
Ekonomi Sumatera diprakirakan membaik terbatas, Jawa tumbuh sedikit melambat, sementara ekonomi berbagai wilayah di KTI tumbuh membaik. Membaiknya ekonomi Sumatera diprakirakan didorong konsumsi pemerintah dan ekspor, meski tertahan melambatnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga yang tumbuh melambat menjadi faktor utama Jawa tumbuh lebih rendah, di tengah berbagai komponen lain yang diprakirakan tumbuh membaik. Sementara lebih tingginya pertumbuhan ekonomi KTI ditopang oleh Kalimantan, sedangkan Sulawesi, Balinusra, dan Mapua tumbuh melambat. Membaiknya
Kalimantan terutama ditopang ekonomi Kalimantan Timur terkait perbaikan pertambangan batubara. Sejalan dengan Jawa, ekonomi KTI didorong ekspor, konsumsi pemerintah, dan investasi di tengah terbatasnya perbaikan konsumsi rumah tangga.
Stabilitas Keuangan Daerah
Kinerja korporasi daerah secara agregat meningkat terbatas yang tercermin dari kinerja kredit korporasi 1 pada triwulan III 2017.
Penyaluran kredit ke sektor usaha pada triwulan laporan tumbuh 7,26% (yoy), sedikit lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang tumbuh 7,03% (yoy).
Peningkatan kredit korporasi terjadi di Jawa, terutama disumbang kredit ke LU industri pengolahan dan pertanian sejalan dengan akselerasi kedua LU tersebut dalam PDRB Jawa di triwulan III 2017. Di sisi lain, kredit korporasi ke Sumatera cenderung melambat terutama di LU perdagangan sejalan dengan kembali normalnya permintaan masyarakat pasca Lebaran. Hal yang sama juga terjadi di berbagai wilayah di KTI yang tumbuh lebih rendah terutama disumbang melambatnya kredit ke LU pertanian-perkebunan dan industri pengolahan.
Pertumbuhan kredit korporasi didukung tingkat nonperforming loan (NPL) yang cenderung menurun di semua wilayah, kecuali di Sumatera.
NPL kredit korporasi di Sumatera lebih tinggi dari wilayah lainnya didorong naiknya NPL perdagangan dan industri pengolahan. NPL kredit korporasi berbagai wilayah juga masih di bawah batas aman 5%, kecuali Kalimantan dan Mapua.
Meskipun NPL di kedua wilayah tersebut cenderung membaik, namun masih sedikit di atas 5% yaitu masing-masing 5,08% dan 5,57% pada triwulan III 2017. Hal itu terutama disebabkan oleh masih tingginya NPL pertambangan di Kalimantan serta konstruksi di Mapua.
Kinerja keuangan sektor rumah tangga cukup stabil, meski sedikit tertahan dibanding triwulan
1 Kredit korporasi disini merupakan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha
lalu. Hal ini tercermin dari penyaluran kredit rumah tangga2 yang tumbuh 10,0%; sedikit lebih rendah dibanding triwulan II 2017 yang tumbuh 10,3%. Sejalan dengan terbatasnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam PDRB, kredit rumah tangga mengalami perlambatan di berbagai wilayah, kecuali Kalimantan dan Balinusra. Perlambatan terdalam terjadi di Jawa, yang tumbuh 10,60% turun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,10%.
Perlambatan terutama terjadi untuk kredit kendaraan bermotor dan kredit pembelian elektronik dan peralatan rumah tangga. NPL kredit rumah tangga tercatat 1,77%, sedikit meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 1,72%, namun masih jauh dibawah ambang batas 5%.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Aktivitas transaksi keuangan pada triwulan III 2017 tumbuh sejalan dengan pertumbuhan perekonomian, baik melalui RTGS maupun Kliring. Nilai transaksi keuangan melalui sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) sepanjang triwulan III 2017 tumbuh 12,47% (yoy) atau senilai Rp30.283 triliun, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh hanya 0,69%.
Dari sisi volume, transaksi RTGS pada triwulan laporan mampu tumbuh 84,82% atau sebesar 2,63 juta transaksi; jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 55,20%.
Pertumbuhan nominal RTGS meningkat di berbagai wilayah, dengan peningkatan tertinggi terjadi di Jawa, dari 19,9% menjadi 24,0%.
Sejalan dengan itu, perputaran kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan III 2017 jauh meningkat. Nilai transaksi perputaran kliring tumbuh 40,87% (yoy) atau sebesar Rp861,3 triliun, jauh lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang tumbuh negatif 17,07%. Di sisi volume, transaksi kliring juga tumbuh jauh meningkat dari negatif 25,46%
2 Kredit rumah tangga adalah kredit kepada bukan lapangan usaha untuk penggunaan konsumsi
menjadi positif 56,09% atau sekitar 32,1 juta transaksi. Nilai transaksi perputaran kliring tumbuh membaik di semua wilayah.
Sedikit berbeda dengan transaksi nontunai, peredaran uang kartal sedikit tertahan. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang melambat di triwulan laporan.
Kondisi tersebut tercermin dari outflow uang kartal dari Bank Indonesia sepanjang triwulan III 2017 yang tumbuh negatif 3,61% (yoy), menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 8,18%. Penurunan pertumbuhan tersebut terjadi di semua wilayah, dengan penurunan terdalam di Balinusra, yang tumbuh negatif 17,4% menurun dari sebelumnya 18,2%.
Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Oktober 2017 (yoy)
Perkembangan Inflasi
Tekanan inflasi daerah secara agregat pada triwulan III 2017 mengalami penurunan.
Penurunan inflasi terjadi di semua wilayah.
Tingkat inflasi secara berurutan dari yang terendah adalah Mapua (2,31%), Balinusra (3,02%), Sumatera (3,63%), Jawa (3,80%), Kalimantan (3,96%), dan Sulawesi (4,01%).
Seluruh provinsi di keenam wilayah tersebut mencatatkan angka inflasi di kisaran target 4,0%±1%, kecuali Riau (5,08%).
Penurunan inflasi triwulan III 2017 didukung terkendalinya inflasi inti, serta menurunnya tekanan volatile foods dan administered prices.
Dari sisi domestik, terjaganya inflasi inti karena permintaan rumah tangga yang tumbuh terbatas.
Dari sisi eksternal, terkendalinya inflasi inti didukung oleh nilai tukar yang terjaga sehingga membuat harga barang impor (imported inflation) relatif stabil. Menurunnya tekanan volatile foods didorong oleh deflasi yang cukup besar dari berbagai komoditas terutama bawang putih, bawang merah, cabai rawit dan daging ayam ras. Selain karena kembali normalnya permintaan pasca Ramadhan dan Lebaran di triwulan sebelumnya, penurunan harga berbagai komoditas di atas juga didorong adanya panen komoditas cabai rawit dan bawang merah. Di samping itu, pasokan bawang putih, yang 95%
diimpor dari China, kembali membaik setelah
pada triwulan lalu mengalami keterbatasan pasokan akibat terjadinya gangguan panen di China. Inflasi administered prices juga cenderung turun terutama tarif angkutan udara karena kembali normalnya permintaan masyarakat.
Memasuki triwulan IV 2017, tekanan inflasi diperkirakan semakin menurun di seluruh wilayah. Berdasarkan rilis inflasi Oktober 2017, tekanan inflasi tahunan (yoy) wilayah secara berurut dari yang terendah adalah Mapua (2,05%), Balinusra (2,93%), Sumatera (3,35%), Sulawesi (3,65%), dan Kalimantan (3,90%).
Seluruh provinsi mencatatkan inflasi dalam rentang sasaran inflasi 4%±1% dengan kecenderungan inflasi yang lebih rendah dibandingkan akhir triwulan III 2017.
Terjaganya inflasi pada awal triwulan IV 2017 masih disumbang deflasi volatile foods dan administered prices. Secara berurutan, penyumbang deflasi pada Oktober 2017 adalah daging ayam ras, bawang merah, bawang putih, dan angkutan udara. Harga daging ayam ras, khususnya di Jawa, cenderung turun seiring permintaan unggas yang rendah di tengah kondisi pasokan berlebih. Adapun upaya untuk menahan penurunan harga ayam melalui aturan afkir dini masih belum dapat dilaksanakan sesuai target.
Pasokan bawang merah dan bawang putih masih terjaga, karena adanya panen di sentra bawang merah di Jawa dan impor bawang putih dari
China. Tarif angkutan udara kembali turun sesuai siklusnya karena memasuki low season di Oktober.
Perlu diwaspadai kenaikan harga cabai merah dan beras. Kenaikan harga kedua komoditas terjadi di hampir seluruh daerah. Naiknya harga cabai merah disebabkan intensitas hujan yang tinggi sehingga membuat pasokan cabai merah cepat membusuk. Selain itu, distribusi pangan juga mengalami gangguan terutama di beberapa daerah di Kalimantan dan Sulawesi akibat intensitas hujan yang meningkat. Adapun peningkatan harga beras didorong terbatasnya pasokan akibat serangan hama wereng di sejumlah sentra produksi beras di Jawa. Selain itu, terbatasnya pasokan beras juga disebabkan oleh belum berlangsungnya musim panen. Panen di sebagian daerah diperkirakan baru akan dimulai pada Desember 2017. Permendag 57/2017 tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras untuk kualitas medium dan premium yang dibagi per wilayah juga diperkirakan belum cukup efektif menggiring harga beras menuju HET karena persoalan pasokan beras yang masih terbatas.
Hingga akhir tahun 2017, inflasi di semua wilayah diperkirakan berada di batas bawah kisaran target 4±1%. Hal ini dipengaruhi inflasi volatile foods yang semakin rendah di semua daerah mendekati penghujung 2017. Bahkan, inflasi volatile foods di beberapa daerah per Oktober 2017 mencatatkan deflasi antara lain di Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Maluku Utara, dan Papua.
Inflasi inti diperkirakan masih terjaga. Sementara itu, rencana Pemerintah untuk menaikkan batas bawah tarif angkutan udara dari 30% menjadi 40% dari batas atas berisiko sedikit menaikkan inflasi administered prices.
Prospek dan Tantangan Ekonomi Daerah
Perekonomian daerah pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh melambat, baik di Jawa, Sumatera maupun agregat KTI. Sebagian besar
provinsi diperkirakan tumbuh melambat, terutama di Jawa. Lebih rendahnya ekonomi daerah secara agregat dipengaruhi terbatasnya perbaikan konsumsi rumah tangga dan melambatnya konsumsi pemerintah sesuai pola siklikalnya, serta melambatnya investasi dan ekspor.
Konsumsi rumah tangga di Sumatera dan berbagai wilayah di KTI cenderung melambat.
Hal ini sesuai pola musimannya terkait kembali normalnya permintaan masyarakat pasca perayaan Natal dan tahun baru. Selain itu, rata- rata kenaikan UMP di berbagai daerah yang cenderung terbatas dibanding tahun 2017 juga turut mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, konsumsi rumah tangga Jawa justru meningkat. Hal ini didorong hilangnya pengaruh base effect kenaikan TTL dan STNK yang terjadi pada triwulan I 2017 selain tidak adanya kenaikan tarif yang terjadi pada triwulan I 2018.
Sesuai pola seasonal awal tahun, konsumsi pemerintah diperkirakan melambat di semua wilayah. Lebih rendahnya belanja pemerintah di awal tahun berkaitan dengan proses pengadaan yang pada umumnya baru memasuki tahap lelang proyek. Selain itu, penyaluran bantuan sosial dan dana desa di awal tahun diperkirakan relatif terbatas.
Investasi diperkirakan melambat di sebagian besar wilayah. Perlambatan terjadi di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Balinusra seiring tertahannya investasi swasta kecenderungan wait and see pelaku usaha menjelang pelaksanaan Pilgub dan Pilkada pada tahun 2018.
Namun, investasi di Kalimantan dan Mapua diperkirakan membaik terbatas didorong investasi bangunan terkait berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah.
Kinerja ekspor diperkirakan tumbuh melambat terutama di Jawa dan Sumatera. Perbaikan harga komoditas yang cenderung terbatas membuat kinerja ekspor tidak sebaik triwulan IV 2017. Di sisi lain, ekspor berbagai wilayah di KTI,
kecuali Kalimantan, diperkirakan membaik terbatas. Hal ini tidak terlepas dari optimisme eksportir tembaga terkait penerbitan izin ekspor secara periodik serta meningkatnya permintaan sejalan dengan membaiknya perekonomian negara tujuan utama ekspor KTI seperti Tiongkok dan Jepang.
Terbatasnya pertumbuhan ekonomi berbagai wilayah pada triwulan I 2018 dipengaruhi sejumlah kinerja lapangan usaha utamanya.
Secara umum, LU perdagangan tumbuh melambat di hampir seluruh wilayah seiring kembali normalnya permintaan pasca natal dan tahun baru. Di Jawa dan Sumatera, industri pengolahan dan konstruksi diperkirakan melambat seiring permintaan yang menurun pasca periode peak season di triwulan IV 2017 serta kecenderungan wait and see para pelaku usaha. Namun, panen tabama tengah perkiraan cuaca yang kondusif justru mendorong penguatan pertumbuhan di pertanian. Hal senada juga terjadi di sebagian besar wilayah di KTI dimana perdagangan, industri pengolahan, dan konstruksi tumbuh melambat sementara pertanian menguat. Perbaikan kinerja pertanian terutama terjadi di Sulawesi dan Balinusra seiring meningkatnya produktivitas tabama, masa panen hortikultura dan palawija serta dukungan cuaca yang kondusif bagi produksi perikanan tangkap.
Secara agregat, hingga akhir tahun 2018, perekonomian daerah diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2017. Ekonomi secara agregat diperkirakan akan tumbuh di kisaran 5,0%-5,4%. Menguatnya permintaan domestik yang ditopang pemulihan kondisi eksternal diperkirakan mendorong ekonomi 2018 tumbuh lebih tinggi. Perbaikan ekonomi diperkirakan terjadi di semua wilayah, kecuali Kalimantan. Perkiraan membaiknya perekonomian terjadi di sebagian besar provinsi, terutama di Jawa dan Balinusra.
Ekonomi Jawa diperkirakan tumbuh meningkat di kisaran 5,5%-5,9%. Peningkatan tersebut diprakirakan berasal dari perbaikan konsumsi
rumah tangga, investasi dan ekspor luar negeri.
Beberapa faktor pendorong ekonomi Jawa diantaranya berlanjutnya perbaikan ekonomi global yang mendorong permintaan ekspor Jawa, berlanjutnya pembangunan sejumlah proyek infrastruktur strategis Pemerintah yang bersifat multiyears maupun proyek yang konstruksinya dimulai tahun 2018, penyelenggaraan Asian Games 2018 di DKI Jakarta dan sejumlah cabang olahraga di Jawa Barat, serta penyelenggaraan Pilgub di 3 Provinsi dan Pilkada di 14 kota dan 31 kabupaten di Jawa pada Juni 2018. Sepanjang 2018, peningkatan pertumbuhan LU industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian akan menopang akselerasi ekonomi Jawa.
Ekonomi Sumatera diperkirakan tumbuh lebih tinggi di kisaran 4,1%-4,6%. Peningkatan pertumbuhan akan didorong membaiknya konsumsi swasta yang didukung dengan terjaganya investasi. Penyelenggaraan Asian Games 2018 di Sumatera Selatan, kebijakan pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM, TTL, dan LPG pada tahun 2018; serta adanya pilkada 4 provinsi, 14 kota, dan 21 kabupaten di wilayah Sumatera mendorong tumbuhnya konsumsi swasta dan LU perdagangan. Masih berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah serta proyek yang baru dimulai di 2018 akan menopang investasi. Namun, investasi swasta cenderung wait and see menjelang pilkada.
Prediksi melemahnya harga komoditas ekspor utama seperti CPO, karet dan batu bara menahan kinerja ekspor luar negeri dan LU industri pengolahan komoditas yang berorientasi ekspor.
Cuaca yang kondusif akan mendorong LU pertanian tumbuh keatas. Namun, LU pertambangan diperkirakan terkontraksi lebih dalam karena kinerja lifting minyak yang menurun dipengaruhi oleh kondisi mayoritas kilang minyak yang sudah tua.
Ekonomi berbagai wilayah di KTI secara agregat diperkirakan tumbuh di kisaran 5,2%-5,6%. Lebih tingginya ekonomi KTI didorong membaiknya konsumsi dan investasi serta menguatnya kinerja ekspor. Akselerasi ekonomi KTI ditopang
perbaikan ekonomi di seluruh wilayah KTI, kecuali Kalimantan. Di Sulawesi, dukungan program Pemda pada produksi tabama menjadi faktor utama penguatan LU pertanian yang kemudian menopang akselerasi pertumbuhan. Di Mapua, akselerasi didukung oleh membaiknya produksi mineral tembaga seiring dikeluarkannya perpanjangan izin ekspor secara periodik. Selain itu, kinerja LU konstruksi diperkirakan tumbuh akseleratif dengan terus berlanjutnya proyek konektivitas strategis di Papua serta pembangunan infrastruktur yang mendukung pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020. Di Balinusra, peningkatan kinerja LU pertambangan, serta tingginya optimisme peningkatan wisman dan MICE menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, ekonomi di Kalimantan diperkirakan sedikit melemah terutama akibat prospek harga batubara sebagai komoditas ekspor utama Kalimantan yang belum tumbuh cukup kuat.
Perkiraan pertumbuhan ekonomi berbagai wilayah masih dibayangi berbagai risiko, baik eksternal maupun domestik. Dari sisi eksternal, potensi risiko pelemahan nilai rupiah sebagai kemungkinan dampak capital outflow terkait kenaikan Federal Fund Rate di tahun 2018 masih terbuka. Hal ini membuat tekanan impor berpotensi menguat. Harga komoditas ekspor utama berpotensi melemah sehingga berpotensi menekan ekspor berbagai daerah. Selain itu, agresifnya kebijakan switching sumber energi Tiongkok diperkirakan dapat menekan kinerja ekspor bahan mineral khususnya batubara. Dari sisi domestik, masih terbukanya risiko shortfall pajak seiring dengan masifnya pembangunan infrastruktur perlu diwaspadai dampaknya terhadap peluang penghematan belanja Pemerintah. Pelaksanaan pilkada 2018 di berbagai daerah juga berpotensi memunculkan risiko terhadap kurang optimalnya pengelolaan fiskal daerah. Selain itu, terdapat pula risiko proses administrasi alih usaha pertambangan, gangguan hama dan cuaca yang dapat mempengaruhi kinerja LU pertanian.
Meski demikian, terdapat berbagai potensi yang dapat meningkatkan perekonomian berbagai daerah lebih tinggi. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi dunia serta perekonomian berbagai negara tujuan ekspor diperkirakan tumbuh meningkat. Momentum perbaikan ekonomi global tersebut berpotensi meningkatkan permintaan negara mitra dagang selain kerjasama bilateral perdagangan yang terus diupayakan oleh pemerintah. Selain itu, percepatan proyek infrastruktur dan strategis nasional terutama di berbagai wilayah di KTI dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi 2018 ke arah yang lebih tinggi.
Inflasi berbagai daerah secara agregat pada triwulan I 2018 diperkirakan lebih rendah dibanding prakiraan inflasi di akhir tahun 2017.
Inflasi di semua wilayah diperkirakan dalam rentang sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5%±1%.
Lebih rendahnya inflasi didukung nilai tukar rupiah yang stabil, belum adanya rencana penyesuaian tarif oleh Pemerintah, serta komitmen menjaga pasokan pangan oleh TPID di berbagai daerah.
Terdapat beberapa risiko inflasi di triwulan I 2018. Di beberapa daerah di Sumatera, rendahnya harga produk pertanian membuat petani mulai meninggalkan lahan pertaniannya, yang berpotensi mengganggu pasokan. Selain itu, risiko juga berasal dari rencana kenaikan batas bawah tarif angkutan udara. Meski demikian, dengan adanya kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada bahan pangan pokok (beras, gula pasir, minyak goreng) diharapkan mampu menahan tekanan inflasi lebih tinggi.
Hingga akhir tahun 2018, inflasi diperkirakan lebih rendah dibanding inflasi 2017. Lebih rendahnya inflasi terutama bersumber dari kelompok administered price seiring telah selesainya dampak penyesuaian tarif listrik daya 900 VA non subsidi. Sementara itu, inflasi inti dan volatile foods diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Asumsi harga minyak yang diperkirakan meningkat, nilai tukar yang
berpotensi melemah, serta menguatnya daya beli seiring pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan mendorong naiknya inflasi inti. Di sisi lain, inflasi VF diperkirakan sedikit menguat setelah koreksi yang dalam pada tahun 2017 diikuti dengan naiknya harga beberapa komoditas pangan global. Selain itu, terdapat risiko naiknya administered prices terkait kenaikan tarif listrik seiring tren meningkatnya harga batu bara. Meski demikian, dengan berbagai risiko diatas, inflasi pada 2018 diperkirakan masih akan berada dalam kisaran target 3,5%±1%.
Presiden RI dalam Rakornas Pengendalian Inflasi 2017 3 memberikan arahan terkait upaya menjaga inflasi tetap rendah dan stabil.
Terdapat enam arahan yaitu (1) memperkuat upaya pengendalian harga di daerah baik yang disebabkan oleh faktor sementara (siklikal) maupun struktural; (2) mengoptimalkan penggunaan APBD dalam mendorong pembangunan ekonomi dan pengendalian harga, melalui pengaturan waktu belanja dan peruntukannya; (3) mengamankan pasokan pangan, melalui kerjasama dengan Bulog dan/atau pemenuhan melalui impor, untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat; (4) meningkatkan kerjasama antar daerah untuk memastikan ketersediaan dan kelancaran distribusi pasokan pangan antar daerah; (5) mempercepat pembenahan tata niaga pangan serta pengawasannya, untuk menjaga ketersediaan pasokan pangan antar waktu dan tempat bagi masyarakat dengan harga yang wajar terjangkau;
(6) mencermati pergerakan harga dan segera merespon berbagai risiko yang dapat menimbulkan gejolak harga; (7) serta memperkuat sistem informasi pangan melalui pengembangan PIHPS, agar selain menghadirkan informasi harga pangan yang akurat dan mudah diakses, juga untuk mendukung koordinasi respon kebijakan yang cepat dan akurat.
3 Rakornas Pengendalian Inflasi 2017 diselenggarakan di Jakarta pada 27 Juli 2017
Untuk menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, telah dilaksanakan Rakorpusda TPID 4 yang menghasilkan beberapa kesepakatan penting.
Kesepakatan tersbeut diantaranya (1) memperkuat kelembagaan TPID mengacu pada Keputusan Presiden No. 23 tahun 2017 tanggal 8 Agustus 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional, (2) memperkuat peran TPID melalui dukungan pengalokasian APBD yang secara bertahap difokuskan pada belanja produktif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mendukung terciptanya stabilitas harga, (3) perlunya TPID dalam mendorong pengembangan pertanian modern guna meningkatkan kualitas manajemen usaha tani dan perbaikan pengolahan pasca panen, serta (4) memperkuat pengawasan distribusi bahan pangan dengan bersinergi bersama Tim Satgas pangan di daerah, dengan tetap menjaga iklim usaha yang kondusif.
Untuk mendukung perekonomian Indonesia yang lebih berimbang, selain berfokus pada sisi domestik, sisi eksternal juga perlu menjadi perhatian. Membaiknya kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengindikasikan ketahanan eksternal ekonomi Indonesia yang kuat, meski neraca transaksi berjalan masih defisit. Defisit transaksi berjalan Indonesia telah berlangsung selama 5 tahun terakhir, terutama pasca berakhirnya masa commodity boom. Defisit transaksi berjalan terutama bersumber dari defisit pada transaksi jasa dan pendapatan primer, selain defisit perdagangan minyak bumi.
Meski dalam tren yang membaik, namun defisit transaksi berjalan perlu diperbaiki agar struktur perekonomian Indonesia menjadi lebih kuat.
Upaya perbaikan defisit transaksi berjalan membutuhkan dukungan kebijakan struktural maupun sisi sektoral. Terdapat setidaknya lima aspek yang perlu dilakukan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan. Hal tersebut diantaranya (1) peningkatan sektor potensial dan industri strategis untuk meningkatkan ekspor dan
4 Rakorpusda diselenggarakan pada 4-6 Oktober 2017 di Jakarta
mendorong substitusi impor beberapa bahan baku utama, (2) implementasi target bauran energi nasional terutama untuk mengurangi ketergantungan pada energi fossil, (3) meningkatkan daya saing pelabuhan untuk memperkuat jasa transportasi laut sehingga mengurangi impor jasa, (4) memperbaiki infrastruktur, promosi, dan layanan pariwisata, serta (5) perbaikan pengelolaan TKI dalam kaitan potensi remitansi yang dapat dihasilkan. Berbagai upaya perbaikan defisit transaksi berjalan diulas secara mendalam dalam Isu Strategis di Bab 5.
Perekonomian Sumatera pada triwulan III 2017 tumbuh 4,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Sumatera ditopang oleh konsumsi pemerintah, ekspor dan investasi terkait dengan realisasi beberapa proyek infrastruktur strategis Pemerintah Pusat di kawasan Sumatera. Dari sisi lapangan usaha, perbaikan pertumbuhan ekonomi ditopang oleh membaiknya kinerja lapangan usaha industri pengolahan dan lapangan usaha konstruksi.
Penurunan tekanan inflasi masih berlanjut hingga akhir triwulan III 2017 yang tercatat 3,63% (yoy), atau masih dalam kisaran target inflasi nasional sebesar 4,0%+1,0%. Penurunan tekanan inflasi didorong oleh rendahnya inflasi volatile food seiring terjaganya pasokan pangan, serta masih terjaganya inflasi inti maupun inflasi administered price. Secara kumulatif, inflasi Sumatera hingga triwulan III 2017 relatif rendah sebesar 1,97% (ytd). Namun, terdapat risiko yang perlu diwaspadai antara lain terkait peningkatan permintaan domestik menjelang perayaan natal dan tahun baru yang diperkirakan dapat memengaruhi kenaikan tarif angkutan darat dan udara.
Penghimpunan DPK pada triwulan III 2017 menunjukkan peningkatan seiring dengan perilaku rumah tangga yang masih menahan konsumsinya. Masih tertahannya kinerja konsumsi rumah tangga juga berdampak pada perlambatan penyaluran kredit konsumsi. Kinerja korporasi tumbuh tertahan seiring berlanjutnya konsolidasi korporasi serta penurunan penjualan yang berdampak pada menurunnya profitabilitas. Kondisi ini menyebabkan perusahaan masih cenderung wait and see dalam berinvestasi serta membatasi peningkatan produksinya, sehingga turut berimbas pada rendahnya permintaan kredit korporasi.
Perekonomian Sumatera untuk keseluruhan tahun 2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2016. Dukungan belanja pemerintah serta kegiatan investasi yang berlangsung sepanjang tahun 2017 menjadi tumpuan bagi akselerasi perekonomian Sumatera. Selanjutnya, perekonomian Sumatera pada triwulan I 2018 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan IV 2017. Perlambatan tersebut terutama karena normalisasi konsumsi rumah tangga pasca tingginya permintaan domestik pada HBKN perayaan natal dan tahun baru. Secara keseluruhan tahun 2018, perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 seiring membaiknya kinerja konsumsi domestik karena pelaksanaan Pilkada serentak di beberapa wilayah di Sumatera, penyelenggaraan Asian Games 2018 di Sumatera Selatan, serta pembangunan proyek infrastruktur strategis yang masih akan berlangsung di sepanjang 2018.
Pertumbuhan Ekonomi
Perbaikan perekonomian Sumatera terus berlanjut dan terjadi cukup merata di hampir semua daerah pada triwulan III 2017. Ekonomi Sumatera tumbuh 4,43% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2017 yang tumbuh 4,11% (yoy). Secara spasial, 8 dari 10 provinsi tumbuh meningkat.
Perbaikan pertumbuhan terutama didorong oleh
pertumbuhan provinsi dengan pangsa ekonomi terbesar di Sumatera, diantaranya Sumatera Utara (5,21%), Sumatera Selatan (5,56%), dan Sumatera Barat (5,38%). Pertumbuhan ekonomi yang melambat dibanding triwulan lalu hanya terjadi di Bengkulu dan Kepulauan Bangka Belitung.
Tabel II.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah di Sumatera (% yoy)
Sumber: BPS
Kinerja Sisi Penggunaan
Dari sisi penggunaan, perbaikan kinerja konsumsi pemerintah, ekspor dan investasi menjadi penggerak utama perbaikan ekonomi di Sumatera, sementara konsumsi rumah tangga tumbuh melambat. Perbaikan konsumsi pemerintah didorong oleh realisasi belanja pemerintah yang meningkat memasuki awal semester II 2017. Perbaikan ekspor terutama terjadi untuk komoditas perkebunan dan pertambangan. Adapun akselerasi kinerja investasi ditopang oleh masih berlanjutnya beberapa proyek infrastruktur strategis di kawasan Sumatera.
Tabel II.2. Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Sisi Penggunaan (% yoy)
Sumber: BPS
Konsumsi rumah tangga, yang memiliki porsi terbesar dalam ekonomi Sumatera, tumbuh melambat. Pada triwulan III 2017, tertahannya pertumbuhan konsumsi rumah tangga disebabkan oleh kembali normalnya konsumsi rumah tangga pasca Idul Fitri di triwulan sebelumnya. Konsumsi rumah tangga pada triwulan III 2017 tumbuh sebesar 3,97% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 4,76% (yoy). Pelemahan ini dikonfirmasi oleh menurunnya pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (Grafik II.1). Secara spasial, perlambatan konsumsi rumah tangga juga terjadi di hampir seluruh wilayah Sumatera.
Grafik II.1. Indeks Penjualan Ritel
Perlambatan konsumsi rumah tangga terutama terjadi akibat adanya consumption smoothing.
Fenomena pengalihan tambahan pendapatan dari konsumsi ke tabungan tercermin konsumsi rumah tangga di Sumatera tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan DPK perorangan.
Beberapa indikator mengonfirmasi terjadinya perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut. Pelemahan konsumsi rumah tangga tercermin oleh hasil survei konsumen melalui indikator Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang menurun pada triwulan III-2017 (Grafik II.2.). Penggunaan kredit perbankan untuk pemenuhan konsumsi juga masih terbatas.
Penyaluran kredit konsumsi rumah tangga tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari sebesar 8,77% (yoy) menjadi 8,46% (yoy). Nilai Tukar Petani (NTP) Perkebunan Sumatera yang masih di bawah nilai rata-rata selama 5 tahun juga mengindikasikan belum kuatnya konsumsi rumah tangga di wilayah ini.
I II III IV Total I II II
Aceh -0.72 3.74 2.67 2.52 4.30 3.31 3.40 4.10 4.78 Sumut 5.08 4.66 5.49 5.28 5.25 5.18 4.50 5.11 5.21 Sumbar 5.52 5.58 5.85 4.81 4.86 5.26 4.99 5.33 5.38 Riau 0.22 2.74 2.75 1.26 2.22 2.23 2.83 2.41 2.85 Jambi 4.20 3.53 3.55 4.01 6.35 4.37 4.25 4.32 4.76 Kep. Riau 6.01 4.21 5.17 5.50 5.24 5.03 2.02 1.04 2.41 Sumsel 4.42 4.93 5.08 4.95 5.15 5.03 5.14 5.26 5.56 Bengkulu 5.13 5.02 5.43 5.18 5.56 5.30 5.23 5.13 4.83 Lampung 5.13 5.06 5.24 5.26 5.01 5.15 5.13 5.03 5.21 Kep. Babel 4.08 3.44 3.85 4.21 4.92 4.11 6.40 5.29 3.69 Sumatera 3.52 4.19 4.47 4.03 4.49 4.29 4.09 4.11 4.43
Provinsi 2015 2016 2017
I II III IV Total I II II
Konsumsi Rumah Tangga 5.23 5.44 4.90 4.69 5.06 4.71 4.76 3.97
Konsumsi LNPRT 6.59 5.02 4.48 3.89 4.95 6.66 6.04 4.03
Konsumsi Pemerintah 1.38 6.76 -5.60 -3.60 -0.81 2.71 -1.37 8.08 Pembentukan Modal Tetap Bruto 6.30 6.20 4.54 4.40 5.33 4.26 3.65 6.37 Ekspor Barang dan Jasa -1.47 -0.09 -0.15 0.96 0.44 7.90 6.28 11.38 Impor Barang dan Jasa -2.14 0.95 -1.55 -1.00 0.11 8.86 5.80 13.93
Net Ekspor 1.12 -4.37 5.32 15.83 1.94 4.30 8.35 2.07
PDRB % (yoy) 4.19 4.47 4.03 4.49 4.29 4.09 4.11 4.43
2016 2017
Provinsi
Grafik II.2. Survei Konsumen
Di tengah melambatnya konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah justru tumbuh meningkat dan menjadi pendorong ekonomi Sumatera. Peningkatan konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 sejalan dengan pola siklikal realisasi belanja APBD Pemerintah Daerah yang cenderung lebih tinggi pada triwulan III. Realisasi belanja konsumsi Pemerintah Daerah yang tinggi tidak terlepas dari pergeseran pencairan gaji ke- 13 Aparatur Negeri Sipil (ASN) di triwulan laporan yang sebelumnya direncanakan pada triwulan II.
Secara umum, realisasi APBD Sumatera pada triwulan III 2017 yang mencapai 51,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 48,5% (yoy).
Investasi juga menjadi pendorong membaiknya ekonomi Sumatera sejalan dengan realisasi beberapa proyek infrastruktur strategis pemerintah. Percepatan realisasi proyek infrastruktur yang lebih tinggi sejalan dengan diterbitkannya Perpres No. 3 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN). Pembangunan beberapa proyek di Sumatera yang terus berlanjut berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan investasi bangunan, antara lain (1) Pembangunan jalan Trans Sumatera di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, dan Riau; (2) Pembangunan LRT dan infrastruktur pendukung Asian Games 2018 di Sumatera Selatan; serta (3) Pembangunan proyek pembangkit listrik di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Grafik II.3. Perkembangan PMTB
Perbaikan kinerja investasi ditopang oleh meningkatnya investasi swasta, baik bangunan maupun nonbangunan. Beberapa pelaku usaha melakukan investasi, baik untuk ekspansi maupun penguatan kapasitas usaha existing.
Meningkatnya investasi bangunan swasta diantaranya terkait dengan pembangunan pabrik semen dan pembangunan fasilitas produksi eksplorasi migas di Aceh. Sementara peningkatan investasi nonbangunan swasta diantaranya perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin produksi industri di Lampung, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan. Perbaikan kinerja investasi pada periode laporan juga terkonfirmasi dari hasil liaison yang mengindikasikan peningkatan likert scale investasi dari beberapa perusahaan utama di wilayah Sumatera (Grafik II.4).
Perbaikan harga komoditas dan masih tingginya permintaan dari mitra dagang utama mendorong perbaikan kinerja ekspor di Sumatera. Ekspor barang dan jasa pada triwulan III 2017 tercatat tumbuh 11,38% (yoy), lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,28% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ekspor tersebut bersumber dari ekspor kelapa sawit, karet dan timah seiring membaiknya harga komoditas serta meningkatnya permintaan mitra dagang utama. Meningkatnya permintaan dipengaruhi tingginya kebutuhan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel seiring dengan trend penggunaan bauran energi di beberapa negara di dunia. Selain itu, peningkatan penjualan otomotif di Tiongkok, serta penurunan pasokan timah dari salah satu produsen timah
utama seperti Myanmar juga mempengaruhi peningkatan ekspor karet dan timah di Sumatera.
Grafik II.4. Likert Scale Investasi
Namun, pemberlakukan hambatan tarif oleh beberapa negara menahan ekspor Sumatera untuk tumbuh lebih tinggi. India mulai memberlakukan kenaikan bea masuk impor minyak kelapa sawit dari semula 7,5% menjadi 15%, mengikuti beberapa negara di Eropa yang sebelumnya telah melakukan hambatan tarif terhadap produk kelapa sawit. Hal ini tentunya juga mempengaruhi tertahannya ekspor CPO Sumatera.
Grafik II.5. Perkembangan Impor
Di sisi lain, peningkatan kapasitas produksi untuk mendorong kenaikan ekspor berdampak pada tingginya kebutuhan impor bahan baku dan barang modal. Impor barang dan jasa pada triwulan III 2017 tumbuh 13,93% (yoy), jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,80% (yoy). Peningkatan impor luar negeri non migas didorong oleh impor peralatan listrik, mesin khusus dan besi baja. Peningkatan kinerja ekspor juga memengaruhi permintaan
impor produk alat berat untuk peningkatan kapasitas produksi industri pengolahan. Impor antar daerah juga mengalami peningkatan.
Pembangunan infrastruktur di Sumatera berdampak pada meningkatnya kebutuhan semen yang sebagian besar berasal dari luar wilayah Sumatera.
Pada triwulan IV 2017, perbaikan ekonomi Sumatera diperkirakan masih akan terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV diperkirakan berada di kisaran 4,2%–
4,7% (yoy). Beberapa faktor utama yang memengaruhi perbaikan ekonomi Sumatera adalah masih berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah, baik yang lama maupun baru.
Konsumsi rumah tangga diprakirakan meningkat sesuai pola musimannya, serta adanya tambahan pendapatan seiring membaiknya lapangan usaha pertanian dan pertambangan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan membaik sejalan dengan penguatan permintaan di akhir tahun. Perayaan natal dan liburan akhir tahun di triwulan IV 2017 diperkirakan mendorong perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga.
Perbaikan nilai tukar petani seiring membaiknya kinerja LU pertanian, dan masih kuatnya kinerja ekspor pertambangan nonmigas juga juga turut mendorong penguatan konsumsi rumah tangga.
Indikasi membaiknya konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2017 didukung oleh optimisme konsumen yang masih positif, tercermin dari masih tingginya pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK).
Konsumsi pemerintah diperkirakan masih tumbuh meningkat sejalan dengan masih berlanjutnya proyek strategis nasional, meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya.
Beberapa proyek strategis nasional telah memasuki tahap penyelesaian dan sudah mulai beroperasi sehingga capaian realisasi belanja pemerintah di triwulan IV 2017 tidak setinggi triwulan sebelumnya. Selain itu, adanya potensi shortfall penerimaan pajak diperkirakan