SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
RISMA DEWI 10540 8819 13
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKUL TAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : RISMA DEWI
NIM : 10540 8819 13
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Judul Skripsi :Pengaruh Penggunaan Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) terhadap Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial pada Murid Kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya ajukan di depan tim penguji adalah hasil karya saya sendiri dan bukan hasil karya ciptaan orang lain atau dibuatkan oleh siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat dan saya bersedia menerima sanksi apabila pernyataan ini tidak benar.
Makassar, 02 Juli 2017 Yang membuat pernyataan
Risma Dewi
v
SURAT PERJANJIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : RISMA DEWI
NIM : 10540 8819 13
Jurusan : Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Dengan ini menyatakan perjanjian sebagai berikut:
1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini, saya akan menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun).
2. Dalam menyusun skripsi, saya akan selalu melakukan konsultasi dengan pembimbing yang telah ditetapkan oleh fakultas.
3. Saya tidak akan melakukan penjiplakan (plagiat) dalam menyusun skripsi.
4. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3, saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Demikin perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran.
Makassar, 02 Juli 2017 Yang membuat Perjanjian
Risma Dewi
vi
Kekurangan bukanlah batasan untuk melakukan yang terbaik.
Kekurangan adalah anugerah yang diberikan Allah SWT agar kita mengupayakannya menjadi kelebihan.
Kupersembahkan karya ini buat:
Kedua orang tuaku, saudaraku, dan sahabatku, atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung penulis
mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
Semoga Allah SWT Senantiasa Memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
vii
Centre Pattallassang Kabupaten Takalar. Skripsi. jurusan pendidikan guru sekolah dasar,Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas muhammadiyah Makassar.
Dibimbing oleh pembimbing ke I H. Nurdin dan Pembimbing ke II Hj. Maryati Z.
Penelitian ini adalah penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian eksperimen dengan penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar. Subjek penelitian ini adalah murid kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar yang berjumlah 123 orang yang terdiri dari 64 laki-laki 59 perempuan pada semester ganjil pada tahun pelajaran 2016-2017. Selama empat kali pertemuan. Pengambilan data h a s i l belajar murid dilakukan pada setiap proses pembelajaran berlangsung dan tes hasil belajar murid telah dilakukan.
Dari hasil pengelolahan data di atas, diperoleh nilai di kelas kontrol dengan mengguanakan model konvensonal adalah nilai rata-rata 80,71 sedangkan nilai yang diperoleh kelas ekperimen yang mengguanakan model pembelajaran peta konsep adalah nilai rata-rata 90,36. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran peta konsep lebih berpengaruh tingkat ketuntasan belajar siswa dibanding menggunakan model pembelajaran konvesional.
Katakunci: Strategi Peta Konsep, Hasil Belajar.
viii
Puji syukur kepada Allah yang maha Pengasih lagi maha pemura yang telah melimpahkan rahmat-Nya dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial siswa kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar” walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan akademik untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Segala usaha dan upaya telah dilakukan oleh penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Namun, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Tidak seorangpun yang hidup didunia ini yang memiliki kesempurnaan, karena kesempurnaan hanya milik yang maha pencipta dan maha sempurna Tuhan semesta alam. Untuk itu kritikan dansaran yang sifatnya membangun dari semua pihak insya Allah penulis terima dengan senang hati.
ix
pengorbanan dan penuh kasih sayang dalam mendukung dan memberi semangat kepada penulis, semoga Allah swt berkenan memberikan ampunan dan belaskasih-Nya,serta tetap sehat walafiat dalam limpahan rahmat dan hidayah- Nya.
Pada kesempatan ini penulisan juga mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada Dr. H. A. Rahman Rahim, SE., MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar. Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Sulfasyah, S. Pd., M.A., Ph.D., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Drs. H. Nurdin, M.Pd. dan Dra. Hj. Maryati Z, M.Si. masing- masing pembimbing I dan II yang telah rela meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan dalam memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Sahabat-sahabatku yaitu: Nurwahidah, Mudrika, Lilis Lestari, Nur Eva Fadliah, Sartika Mulia, Fira Yuniar, Rati Purnamasari SR, Andini Permatasari dan teman-teman kelas K 2013 serta yang lainnya, khususnya angkatan S1 PGSD Reguler 2013 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
x
bermanfaat dan merupakan sumbangan ide pemikiran dalam bidang pendidikan dan pengajaran, insya Allah, Amin.
Makassar, 02 Juli 2017 Peneliti,
Risma Dewi
xi
HALAMAN JUDUL --- i
LEMBAR PENGESAHAN--- ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING--- iii
SURAT PERNYATAAN --- iv
SURAT PERJANJIAN--- v
MOTO DAN PERSEMBAHAN--- vi
ABSTRAK --- vii
KATA PENGANTAR --- viii
DAFTAR ISI --- xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang--- 1
B. Rumusan Masalah --- 5
C. Tujuan Penelitian --- 5
D. Manfaat Penelitian --- 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka --- 7
1. Hasil Penelitian yang Relevan --- 7
2. Konsep yang akan Diajarkan pada Pembelajara Konsep IPS --- 8
3. Strategi Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping)--- 10
4. Manfaat Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping) --- 12
5. Pembuatan Peta Konsep (Concept Mapping)--- 14
xii
9. Hakikat Belajar --- 21
10. Hakekat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar --- 24
B. Kerangka Pikir --- 26
C. Hipotesis --- 28
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian --- 30
B. Desain Penelitian --- 30
C. Populasi dan Sampel --- 31
D. Definisi Oprasional--- 32
E. Variabel --- 33
F. Instrumen Penelitian --- 34
G. Teknik Pengumpulan Data --- 34
H. Teknik Analisis Data--- 34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian --- 37
B. Pembahasan Hasil Penelitian --- 44
C. Verfikasi Hipotesa--- 47
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan--- 48
B. Saran --- 48
xiii
xiv
Tabel 2.1 Pemberian skor terhadap peta konsep --- 21
Tabel 3.1 Desain Penelitian --- 30
Tabel 3.2 Keadaan Populasi --- 31
Tabel 3.3 Keadaan Sampel --- 32
Tabel 4.1 Hasil Observasi KegiatanMurid pada Kelas Kontrol--- 38
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Aktivitas Belajar Selama Penelitian Berlangsung pada Kelas Eksperimen --- 38
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Dengan Kelas Eksperimen --- 39
Tabel 4.4 Distribusi Nilai Statistik Hasil Belajar IPS Kelas Kontrol--- 40
Tabel 4.5 Distribusi Nilai Statistik Hasil Belajar IPS Kelas Eksperimen--- 40
Tabel 4.6 Distribusi dan Frekuensi Kategori Hasil Belajar Postes Kelas Kontrol --- 41
Tabel 4.7 Distribusi dan Frekuensi Kategori Hasil Belajar Postes Kelas Eksperimen --- 41
Tabel 4.8 Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar --- 42
Tabel 4.9 Hasil Belajar Kelas Kontrol --- 43
Tabel 4.10 Hasil Belajar Kelas Eksperimen--- 43
xv
Grafik 4.1 Perbandingan Hasil Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Dengan Eksperimen 40
Grafik 4.2 Perbandingan Hasil Analisis Statistik --- 41 Grafik 4.3 Perbandingan Kategori Hasil Belajar Kelas Kontrol Dengan
Kelas Eksperimen --- 42 Grafik 4.5 Perbandingan Hasil Ketuntasan Belajar IPS --- 42 Gambar 4.1 Analisis Koefisien --- 44
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM. Oleh karena itu, banyak perhatian khusus diarahkan kepada perkembangan dan kemajuan pendidikan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan mengelola komponen- komponen pendidikan dengan baik.
Ada tiga komponen penentu dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya: komponen pertama adalah input yang terdiri dari murid, guru sebagai pendidik; komponen kedua adalah proses yang dipengaruhi oleh lingkungan dan instrumen pengajaran; komponen ketiga hasil yaitu dampak dari interaksi antara pendidik dengan murid dan didukung oleh proses.
Ketiga komponen tersebut antara yang satu dengan lainnya saling bergantung dan memengaruhi dalam mencapai tujuan pendidikan. Nasution (2001) mengatakan bahwa kualitas pendidikan banyak bergantung pada kualitas guru dalam membimbing proses belajar mengajar. Oleh karena itu, guru merupakan salah satu aspek yang sangat menentukan dalam mengajar, sehingga guru harus menguasai strategi mengajarnya. Guru sebagai komponen penting dalam transformasi pendidikan mempersiapkan bahan pelajaran kemudian melaksanakan dan mengembangkannya.
1
Tugas tersebut dimulai dari merumuskan tujuan, mengembangkan dan memilih materi, menemukan strategi pembelajaran, mempersiapkan media, dan evaluasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa salah satu keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari keterampilan guru dalam memilih strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas sering dijumpai masalah, antara lain cara mengajar guru yang menganggap murid hanya sebuah benda yang hanya dapat menerima pelajaran dari gurunya saja. Selain sangat banyaknya bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh murid, guru juga kurang terbiasa menggunakan model pembelajaran yang inovatif.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang sangat penting untuk diajarkan di sekolah dasar. Oleh karna itu, seharusnya seorang guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada murid untuk berperan aktif dalam pembelajaran agar mereka dapat mengetahui, mengenai konsep-konsep Ilmu pengetahuan sosial melalui fakta-fakta yang mereka temukan sendiri. Namun pada kenyataanya guru kurang dapat memanfaatkan suasana ini, guru cenderung mendominasi kegiatan pembelajaran dengan metode ceramah yang monoton, guru selalu menggunakan metode ceramah karena pengetahuannya kurang, tidak terlalu serius dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Akibatnya murid menjadi bosan dan hasil belajarnyapun rendah.
Seorang guru merupakan aktor utama yang menentukan keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran guru harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada murid untuk membangun sendiri pengetahuannya.
Data awal hasil diskusi peneliti dengan guru IPS di SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar diperoleh hasil adalah sebagai berikut:
1. Murid cukup sulit memahami materi IPS karena banyak dari konsep yang bersifat abstrak.
2. Murid cenderung hanya menghafal tanpa memahami materi IPS itu sendiri.
3. Murid tidak dapat menghubungkan antara konsep satu ke konsep lain dalam satu materi IPS
4. Interaksi di dalam kelas hanya terjadi antara guru dan murid saja sedangkan interaksi antara murid jarang terjadi, baik dalam diskusi maupun diskusi kelompok.
Berdasarkan fakta di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran IPS banyak dilakukan dengan memberi materi IPS tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri murid. Dengan kata lain murid belajar menghafal konsep bukan menguasai konsep sehingga murid tidak dapat memahami keterkaitan antara konsep yang dipelajarinya dan pembelajaran fisikapun menjadi kurang bermakna dengan tidak terbentuk kontruksi konsep IPS yang benar. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar (1988) bahwa salah satu keluhan dalam dunia pendidikan adalah murid hanya menghafal tanpa memahami benar isi pelajaran. Salah satu cara yang dapat mendorong murid untuk belajar secara bermakna adalah melalui peta konsep.
Peta konsep adalah suatu strategi yang dapat membantu para murid melihat dan memahami keterkaitan antar konsep yang telah dikuasainya. Strategi peta konsep sangat efektif untuk membantu murid belajar bermakna, yaitu memahami hubungan logika antara konsep yang satu dengan konsep yang lain.
Peta konsep yang baik adalah yang dibuat sendiri oleh murid.
Peta konsep bersifat fleksibel, artinya dapat sederhana dan dapat pula kompleks, dapat linier atau bercabang dan dapat pula hierarkis. Pembelajaran dengan membuat peta konsep dapat meningkatkan pemahaman suatu konsep dengan baik, karena siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan guru berperan aktif sebagai fasilitator atau moderator.
Strategi peta konsep dalam pembelajaran IPS sangat membantu murid dalam proses belajarnya. Pemahaman murid jadi memadai dalam menentukan hubungan antara keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lain. Struktur kognitif murid dibangun secara hieararkis dengan konsep-konsep dari yang bersifat umum ke khusus. Namun strategi peta konsep akan lebih bermakna jika murid menyadari adanya kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan. Dengan menggunakan peta konsep murid diharapkan dapat mengungkapkan seluruh pengetahuannya mengenai konsep IPS, Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) Terhadap Hasil Belajar Murid”. Penelitian ini ingin mencari jawaban tentang pengaruh pembelajaran dengan menggunakan strategi peta konsep terhadap hasil belajar IPS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Adakah pengaruh penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar IPS pada murid kelas V SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar IPS pada murid kelas V SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai bahan referensi dalam upaya mengembangkan penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar IPS pada murid kelas V SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar.
b. Sebagai bahan untuk memperluas pengetahuan peneliti dalam mempersiapkan diri sebagai calon tenaga pendidik yang profesional.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi murid, penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk meningkatkan hasil belajar IPS dan dapat mengurangi kebosanan selama pembelajaran berlangsung.
b. Bagi guru mata pelajaran IPS, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan dalam menyajikan materi pelajaran IPS agar mudah diserap dan dimengerti oleh murid yang memiliki kemampuan dan minat yang berbeda satu dengan lainnya.
c. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran yang akan menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata setelah menyelesaikan studi.
d. Bagi peneliti lain, sebagai bahan studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan strategi peta konsep (concept mapping).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Hasil Penelitian yang Relevan
a. St. Fatimah (2012) dalam penelitiannya “Peningkatan Hasil Menulis Karangan pada Murid Kelas IV melalui Model Concept Mapping SD Inpres Padongko Kabupaten Barru”. Menunjukkan bahwa aktivitas belajar murid diperoleh nilai rerata 79,6 % kemudian meningkat menjadi 84,84 %. Demikian juga pada hasil belajar murid kelas IV diperoleh nilai rerata 72,15 kategori baik (B) dengan ketuntasan secara klasikal 70% meningkat menjadi 80,6 kategori sangat baik (A) dengan ketuntasan secara klasikal 90%.
b. Yusniar (2014) dalam penelitiannya “Penerapan Strategi Belajar Peta Konsep (Concept Mapping) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Murid Kelas IV SDN NO.53 Sauleya Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”. Menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar murid setelah penerapan strategi belajar Peta Konsep (Concept Mapping) pada murid kelas V SDN NO.53 Sauleya Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar, hal ini dibuktikan dari nilai rata-rata yang diperoleh yaitu 60,34 meningkat menjadi 74,82.
c. Dewi Aksari Anwar (2014) dalam penelitiannya “Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Concept Mapping pada murid Kelas V SD Inpres Katangka I Kecamatan
7
Somba Opu Kabupaten Gowa”. Menunjukkan bahwa aktivitas belajar murid dapat meningkat dari rata-rata hasil belajar murid yaitu 63,1 berada pada kategori rendah jika dilihat dari presentase kelulusannya hanya 6 orang atau 25% dari jumlah murid secra keseluruhan, kemudian rata-ratanya meningkat menjadi 73,3 berada pada kategori tinggi jika dilihat dari presentase kelulusannya yaitu 21 orang atau 87,5% dari 24 murid dan telah mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan yaitu 65 sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Concept Mapping sangat baik diterapkan dalam proses pembelajaran.
2. Konsep yang akan diajarkan pada Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Banyak cara yang dapat dilakukan guru dalam menggunakan peta konsep dalam pembelajaran konsep IPS.
a. Sebelum pembelajaran
Peta konsep dapat digunakan suatu unit pelajaran dimulai.
1) Dibuat oleh guru sendiri.
Peta konsep yang dibuat oleh guru tersebut berfungsi sebagai gambaran awal pada peserta didik mengenai materi yang akan diajarkan. Dengan adanya contoh awal tersebut, peserta didik akan memiliki gambaran penugasan dan dapat mengetahui bahwa materi yang akan diberikan saling berkaitan dari topik yang satu dengan topik yang lainnya. Di sini guru dapat mengarahkan peserta didik ke arah materi yang akan diajarkan.
2) Memberi penugasan murid menyusun peta konsep.
Peta konsep yang disusun oleh peserta didik berfungsi untuk mengetahui “tempat awal konseptual”, dengan kata lain guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki peserta didik ketika pelajaran akan dimulai. Dengan melihat hasil peta konsep yang telah dibuat peserta didik tersebut, guru dapat memperkirakan sejauh mana konsep atau materi yang telah diketahui murid mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan. Dengan kata lain hasil peta konsep sebagai acuan atau titik tolak pengembangan selanjutnya.
b. Selama Proses Pembelajaran
Selama proses pembelajaran berlangsung peta konsep diperoleh dari : 1) Peta konsep yang dibuat guru
Peta konsep tersebut digunakan sebagai media pembelajaran untuk peserta didik. Sehingga peserta didik dapat memahami materi yang diajarkan.
2) Peta konsep yang dibuat siswa
Peta konsep ini berfungsi untuk mengetahui pemahaman peserta didik selama proses pelajaran berlangsung. Murid diberi kesempatan untuk memperbaiki peta konsep yang belum lengkap atau belum menghadirkan konsep tertentu. Satu sama lain akan saling tukar pikiran dan membandingkan sehingga tercipta peta konsep yang lebih baik.
c. Setelah pembelajaran
Peta konsep yang dipergunakan pada akhir pelajaran dibuat oleh peserta didik dan berfungsi sebagai alat evaluasi atau penilaian.
Keuntungan menggunakan peta konsep bagi peserta didik yaitu akan membantu peserta didik mempelajari konsep-konsep serta mengaitkan
pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari, sehingga terjadi proses belajar bermakna. Peserta didik dapat mengembangkan kreativitas dan memperoleh pemahaman yang utuh tentang materi. Selain itu peserta didik dapat berdiskusi dan membandingkan peta konsep antar teman.
Keuntungan penggunaan peta konsep bagi guru yaitu dapat mengungkapkan struktur kognitif peserta didik dan sebagai pijakan bagi pengembangan materi pembelajaran selanjutnya. Peta konsep juga dapat berfungsi sebagai alat evaluasi sehingga dapat dikatakan sebagai alat yang efektif untuk menunjukkan konsep peserta didik yang salah.
3. Strategi Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping)
Masalah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipecahkan, sehingga murid dalam proses pemecahan masalah tentu memerlukan suatu strategi yang tepat. Best (dalam Magno, 2011) menyatakan strategi merupakan sebuah metode yang memungkinkan penyediaan beberapa solusi dari suatu masalah dan memberikan beberapa informasi. Lebih lanjut, Wulandari (2011) menyatakan strategi merupakan pola-pola umum kegiatan guru dan siswa dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapat tujuan yang telah digariskan.
Kurniawati, 2010:28 mengatakan bahwa :
“Strategi pembelajaran concept mapping merupakan strategi pembelajaran yang dapat menguatkan siswa untuk menghadapi persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis, yaitu:
memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali, sehingga persoalan yang dihadapi dapat diatasi”.
Kesuma et al (dalam Slamet, 2010) menyatakan bahwa banyak murid mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya namun pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Belajar menghafal menciptakan ketidakmampuan untuk mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan baru murid (Karakuyu, 2010). Murid harus memiliki dasar yang cukup dan berpikir kritis tentang hubungan antara konsep yang berbeda. Belajar bermakna terjadi apabila informasi baru dikaitkan dengan konsep-konsep relevan yang ada pada struktur kognitif murid (Dahar, 1989).
Pengetahuan baru dikaitkan dengan konsep-konsep relevan yang telah ada di dalam struktur kognitif anak agar terjadi pembelajaran bermakna.
Stoica et al (2011) menyatakan faktor tunggal yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang pelajar sudah tahu. Peta konsep merupakan kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan dengan hubungan tertentu antara pasangan konsep diidentifikasi pada link yang menghubungkan mereka (Awofala, 2011). Peta konsep merupakan suatu media grafis dua dimensi yang berfungsi mengorganisasikan dan merepresentasikan suatu pengetahuan, biasanya berupa beberapa gambar kotak atau lingkaran berisikan tulisan terkait mengenai konsep yang dipelajari (Slamet, 2010). Peta konsep adalah gabungan beberapa konsep yang menghubungkan pengetahuan individu dengan topik pembelajaran. Peta konsep dihasilkan dengan mengidentifikasi konsep-konsep yang relevan. Strategi metakognitif seperti peta konsep memungkinkan murid untuk belajar aktif (Passmore et al, 2011).
Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Suatu peta konsep dalam bentuknya yang paling sederhana, hanya terdiri atas dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu proporsi. Peta konsep adalah teknik yang digunakan untuk mewakili hubungan antara konsep-konsep dalam grafik dua dimensi (Awofala, 2011). Karakuyu (2010) menyatakan peta konsep dapat dijadikan sebagai alat bantu yang sangat berguna untuk meningkatkan kebermaknaan belajar dan meningkatkan pemahaman siswa khususnya dalam pelajaran fisika dan sains. Peta konsep merupakan suatu strategi belajar mengajar yang mampu menjembatani antara bagaimana seseorang mempelajari sebuah pengetahuan dan bagaimana orang belajar secara rasional (Karakuyu, 2010).
4. Manfaat Pembelajaran Peta Konsep (Concept Mapping)
Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep mempunyai banyak manfaat. Ausubel menyatakan dengan jaringan konsep yang digambarkan dalam peta konsep, belajar menjadi bermakna karena pengetahuan atau informasi baru dengan pengetahuan terstruktur yang telah dimiliki siswa tersambung sehingga menjadi lebih mudah terserap murid (Wahidi, 2010).
Adapun manfaat pembelajaran dengan menggunakan peta konsep yang dinyatakan (Novak & Gowin, 1985).
a. Bagi Guru
1) Pemetaan konsep merupakan cara terbaik menghadirkan materi pelajaran, hal ini disebabkan peta konsep adalah alat belajar yang tidak menimbulkan efek verbal bagi murid dengan mudah melihat, membaca, dan mengerti makna yang diberikan.
2) Pemetaan konsep menolong guru memilih aturan pengajaran berdasarkan kerangka kerja yang hierarki, hal ini mengingat banyak materi pelajaran yang disajikan dalam urutan yang acak.
3) Membantu guru meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengajarannya.
b. Bagi Murid
1) Pemetaan konsep merupakan cara belajar yang mengembangkan proses belajar bermakna, yang akan meningkatkan pemahaman murid dan daya ingatnya.
2) Meningkatkan keaktifan dan kreativitas berfikir siswa, hal ini menimbulkan sikap kemandirian belajar yang lebih pada murid.
3) Mengembangkan struktur kognitif yang terintegrasi dengan baik yang akan memudahkan dalam belajar.
4) Membantu murid melihat makna materi pelajaran secara lebih komprehensif dalam setiap komponen-komponen konsep dan mengenali hubungan.
Dahar (1989) mengungkapkan tujuan penting penggunaan peta konsep yaitu sebagai berikut :
“Tujuan penting penggunaan peta konsep dalam menunjang berlangsungnya proses belajar bermakna yaitu: (1) menyelidiki apa yang telah diketahui oleh siswa; (2) mempelajari cara belajar siswa;
(3) mengungkapkan miskonsepsi yang muncul pada siswa; dan (4) sebagai alat evaluasi. Selain itu, peta konsep bermanfaat untuk memperoleh skema kognitif dan menargetkan pemahaman konsep yang mendalam”.
5. Pembuatan Peta Konsep (Concept Mapping)
Dahar (1989) mengungkapkan bahwa peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Langkah-langkah berikut ini dapat diikuti oleh murid untuk menciptakan suatu peta konsep.
a. Mengidentifikasi ide pokok yang melingkupi sejumlah konsep.
b. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang ide utama.
c. Menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta tersebut.
d. Mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan langkah-langkah menyusun peta konsep sebagai berikut.
a. Memilih suatu bahan bacaan
b. Menentukan konsep-konsep yang relevan
c. Mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif
d. Menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep yang paling inklusif diletakkan di bagian atas atau di pusat bagan tersebut.
6. Kelebihan dan Kelemahan Peta Konsep (Concept Mapping) a. Kelebihan Model Pembelajaran Peta Konsep
Adapun kelebihan model pembelajaran Concept Mapping yaitu kemampuan berpikir dengan menggunakan dua belahan otak sekaligus akan sangat membantu murid dalam mempelajari sesuatu hal/materi dengan waktu
yang lebih singkat dan daya ingat yang lebih lama. Dan dapat membantu murid dalam meningkatkan kemampuan belajar dengan menggunakan fikirannya dengan lebih efektif. Dengan penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi murid untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi baru.
b. Kelemahan Model Pembelajaran Peta Konsep
Di samping memiliki kelebihan, model pembelajaran Concept Mapping juga mempunyai kelemahan. Kelemahan peta konsep tersebut adalah sebagai berikut :
1) Bila seseorang terlalu banyak menggunakan kata kunci, gambar, kode yang hanya dimengerti oleh si pembuat, maka orang lain akan kesulitan untuk memahaminya.
2) Kelemahan karena kurang fokus pada satu masalah
3) Memerlukan 2-3 kali penggambaran ulang agar peta konsep bisa terlihat lebih rapi.
7. Kegunaan Peta Konsep (Concept Mapping)
Dalam pendidikan, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan, antara lain:
a. Menyelidiki apa yang telah diketahui murid
Dalam mencapai proses belajar bermakna membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pihak murid untuk menghubungkan pengetahuan baru dengan konsep-konsep relevan yang telah mereka miliki. Untuk memperlancar proses ini, baik guru maupun siswa perlu mengetahui tempat awal konseptual.
Guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa waktu pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para siswa diharapkan dapat menunjukan dimana mereka berada, atau konsep-konsep apa yang telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu. Dengan menggunakan peta konsep guru dapat melaksanakan apa yang telah dikemukakan diatas, dan dengan demikian para siswa diharapkan akan mengalami belajar bermakna.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru untuk maksud ini ialah dengan memilih satu konsep utama (key concept) dari pokok bahasan baru yang akan dibahas. Para siswa diminta untuk menyusun peta konsep yang memperlihatkan semua konsep yang dapat mereka kaitkan pada konsep utama itu, serta memperlihatkan pula hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang mereka gambar itu. Dengan melihat hasil peta konsep yang telah disusun para siswa itu, guru dapat mengetahui sampai berapa jauh pengetahuan para siswa mengenai pokok bahasan yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik tolak pengembangan selanjutnya.
Pendekatan lain yang dapat digunakan guru ialah memilih beberapa konsep penting dari pokok bahasan yang akan diajarkan. Para murid kemudian disuruh menyusun peta konsep dengan menghubungkan konsep-konsep itu. Lalu para murid diminta untuk menambahkan konsep-konsep dan mengaitkan konsep- konsep itu hingga membentuk proposisi yang bermakna. Dari peta-peta konsep yang dihasilkan oleh para murid, guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang pokok bahasan yang akan diajarkan.
b. Mempelajari cara belajar
Bila seorang murid dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk menyusun peta konsep dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada puncak peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif, demikian seterusnya. Lalu ia mencari kata atau kata-kata penghubung untuk mengaitkan konsep-konsep itu menjadi proposisi-proposisi yang bermakna. Lebih dari itu ia akan berusaha mengingat konsep-konsep lain dari pelajaran yang lampau, atau menerapkan konsep-konsep yang sedang dihadapinya ke dalam kehidupan sehari-hari. Dengan cara demikian ia telah berusaha benar untuk memahami isi pelajaran itu. Belajar bermakna telah berlangsung pada siswa itu.
Perlu disadari bahwa belajar bermakna baru terjadi bila pembuatan peta konsep itu bukan untuk memenuhi keinginan guru, jadi seakan-akan mau menyenangkan guru, melainkan harus timbul dari keinginan murid untuk mau memahami isi pelajaran bagi dirinya sendiri. murid benar-benar harus mempunyai kesiapan dan minat untuk belajar bermakna, seperti dikatakan oleh Ausubel. Sikap ini harus dimiliki para murid agar belajar bermakna dapat terjadi. Jadi, peta konsep berfungsi untuk menolong siswa mempelajari cara belajar.
Peta konsep itu mengungkapkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang dimiliki seseorang, maka guru dan murid, demikian pula murid dan murid dapat mengadakan diskusi untuk saling mengemukakan mengapa suatu hubungan
proposional itu baik atau sahih. Dengan cara ini dapat diketahui kekurangan- kekurangan dalam mengaitkan konsep-konsep, dan guru dapat menyarankan agar siswa bersangkutan lebih baik belajar.
c. Mengungkapkan konsepsi salah
Selain kegunaan-kegunaan yang telah disebutkan di atas, peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi salah (misconception) yang terjadi pada siswa. Konsepsi salah biasanya timbul karena terdapat kaitan antara konsep- konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah. Konsepsi salah yang biasa dijumpai pada siswa ialah bahwa mereka melihat kenampakan alam alami yaitu kenampakan alam yang terbentuk dengan sendirinya, misalnya gunung, pegunungan, danau, pantai, sungai, dan perkebunan.
Setelah mereka menyadari bahwa kenampakan alam itu dibedakan menjadi dua yaitu kenampakan alam alami dan kenampakan alam buatan.
Kenampakan alam alami yaitu kenampakan alam yang terbentuk dengan sendirinya, misalnya gunung, pegunungan, danau, pantai, dan sungai. Sedangkan kenampakan alam buatan yaitu kenampakan alam yang sengaja dibentuk oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya perkebunan, kawasan industri, dan bendungan. Disinilah siswa mengetahui bahwa perkebunan itu termasuk kedalam kenampakan alam buatan bukan kenampakan alam alami.
d. Alat Evaluasi
Penerapan peta konsep dalam pendidikan salah satunya adalah sebagai alat evaluasi. Selama ini alat-alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa
terutama berbentuk tes objektif atau tes essai. Walaupun cara evaluasi ini akan terus memegang peranan dalam dunia pendidikan.
Menurut Dahar, peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan atas tiga prinsip dalam teori kognitif Ausubel, yaitu :
1) Struktur kognitif diatur secara hierarkis dengan konsep-konsep dan proposisi- proposisi yang lebih inklusif, lebih umum superordinat terhadap konsep- konsep dan proposisi-proposisi yang kurang inklusif dan lebih khusus.
2) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi progresif.
Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan proses yang kontinyu, dimana konsep-konsep baru memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan proporsional. Jadi konsep- konsep tidak pernah tuntas dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi dan dibuat lebih inklusif.
3) Prinsip penyesuaian integratif menyatakan bahwa belajar bermakna akan meningkat apabila siswa menyadari akan perlunya kaitan-kaitan baru antara segmen-segmen konsep atau proposisi. Dalam peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan kaitan-kaitan silang antara segmen-segmen konsep. Karena peta konsep bertujuan untuk memperjelas pemahaman suatu bacaan, sehingga dapat dipakai sebagai alat evaluasi dengan cara meminta siswa untuk membaca peta konsep dan menjelaskan hubungan antara konsep satu dengan konsep yang lain dalam satu peta konsep.
8. Cara Menyusun dan Menilai Peta Konsep yang dibuat Murid
Menyusun peta konsep tidaklah sulit. Guru dan murid dapat belajar menyusunnya dalam waktu yang relatif singkat. Menurut Arnaudin, et.al (1984) dalam Rusmansyah, lama waktu 3 x 20 menit diselingi dengan pekerjaan rumah sudah cukup bagi murid untuk bisa membuat peta konsep.
Beberapa langkah yang harus diikuti untuk membuat peta konsep dengan benar adalah sebagai berikut:
a. Memilih dan menentukan suatu bahan bacaan. Bahan bacaan dapat dipilih dari buku bacaan, seperti buku catatan dan LKS.
b. Menentukan konsep-konsep yang relevan. Mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling umum ke yang paling khusus atau contoh-contoh.
c. Menyusun/menuliskan konsep-konsep itu di atas kertas. Memetakan konsep- konsep itu berdasarkan kriteria antara lain: konsep yang paling umum di puncak, konsep-konsep yang berada pada tingkatan abstraksi yang sama diletakkan sejajar satu sama lain, konsep yang lebih khusus diletakkan di bawah konsep yang lebih umum.
d. Menghubungkan konsep-konsep dengan kata penghubung tertentu untuk membentuk proposisi atau garis penghubung.
e. Jika peta sudah selesai, perhatikan kembali letak konsep-konsepnya dan perbaiki atau susun kembali agar menjadi lebih baik dan berarti.
Memberi skor peta konsep secara sederhana dan ideal, pertama adalah konstruksi/susunan konsep yang dibuat murid pada saat dievaluasi. Secara
sederhana pemberian skor terhadap peta konsep yang dibuat oleh murid dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Pemberian skor terhadap peta konsep
Menyatakan Skor
Hubungan 11
Hirarki 3
Cabang 7
Dari umum ke khusus 3
Hubungan silang 2
Skor Total 26
Sumber: Arnaudin, et.al (1984)
9. Hakikat belajar a. Pengertian belajar
Pada esensinya, belajar dilakukan oleh semua makhluk hidup. Untuk manusia, belajar adalah proses untuk mencapai berbagai kemampuan, ketrampilan serta sikap. Mulai dari bayi hingga remaja, seseorang akan terus belajar. Ketika dewasa, diharapkan individu akan mahir dengan tugas-tugas kerja tertentu serta ketrampilan fungsional yang lain.
Hakekat belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan secara sadar dan terus menerus melalui bermacam-macam aktivitas dan pengalaman guna memperoleh pengetahuan baru sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku
yang lebih baik. Perubahan tersebut bisa ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan dalam hal pemahaman, pengetahuan, perubahan sikap, tingkah laku dan daya penerimaan.
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk mendapatkan suatu perubahan yang baru sebagai akibat pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Hubungan belajar dengan perubahan tingkah laku terhadap suatu situasi tertentu yang berulang-ulang dalam suatu situasi. Dari pengertian tersebut maka dapat diartikan bahwa hakekat belajar adalah perubahan dan meningkatnya kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang yang terjadi akibat melakukan interaksi terus menerus.
Ngalim Purwanto (1992) mengemukakan bahwa belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagi hasil dari suatu latihan atau pengalaman.
Whiterington, 1952 : 139 menyatakan bahwa :
“Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan keterampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap”.
Surya, 1997 : 139 juga menyatakan bahwa :
“Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman (Gage & Berliner, 2011 : 139).
Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Belajar dengan mencoba coba adalah jenis belajar yang didapatkan dengan mencoba-coba. Belajar dengan cara ini biasanya terjadi karena belum ada teori yang mendahului apa yang akan dipelajari. Belajar pada fakta dan pengetahuan yang biasanya dipelajari dengan cara hafalan. Contoh dari jenis belajar informasi adalah belajar kata, definisi, istilah, persamaan, peraturan dan lain sebagainya.
b. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar murid. Hasil belajar siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan dari sisi murid, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).
Menurut Sudjana (2010: 22), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Selanjutnya Warsito (dalam Depdiknas, 2006: 125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan belajar ditandai
dengan adanya perubahan perilaku ke arah positif yang relatif permanen pada diri orang yang belajar. Sehubungan dengan pendapat itu, maka Wahidmurni, dkk.
(2010: 18) menjelaskan bahwa sesorang dapat dikatakan telah berhasil dalam belajar jika ia mampu menunjukkan adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan- perubahan tersebut di antaranya dari segi kemampuan berpikirnya, keterampilannya, atau sikapnya terhadap suatu objek.
Jika dikaji lebih mendalam, maka hasil belajar dapat tertuang dalam taksonomi Bloom, yakni dikelompokkan dalam tiga ranah (domain) yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sehubungan dengan itu, Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22) mengembangkan kemampuan hasil belajar menjadi lima macam antara lain: (1) hasil belajar intelektual merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingsikolastik; (2) strategi kognitif yaitu mengatur cara belajar dan berfikir seseorang dalam arti seluas-luasnya termaksuk kemampuan memecahkan masalah; (3) sikap dan nilai, berhubungan dengan arah intensitas emosional dimiliki seseorang sebagaimana disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku terhadap orang dan kejadian; (4) informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta; dan (5) keterampilan motorik yaitu kecakapan yang berfungsi untuk lingkungan hidup serta memprestasikan konsep dan lambang.
10. Hakekat Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pembelajaran diartikan sebagai suatu kegiatan yang mengkondisikan seseorang belajar. Dengan demikian pembelajaran lebih menfokuskan diri agar murid dapat belajar secara optimal melalui berbagai kegiatan eduktif yang
dilakukan guru. Pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas.Perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan bersama. Secara rinci unsur-unsur yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran anatra lain: guru, peserta didik, tenaga kependidikan lainnya seperti petugas laboratorium, perpustakaan.
b. Material lebih merupakan bahwa yang secara langsung membantu proses pembelajaran seperti: buku, alat peraga, media pembelajaran, dan sebagainya.
c. Fasilitas dan perlengkapan adalah segala hal yang dikategorikan sarana yang menunjang langsung proses pendidikan seperti ruang kelas, perpustakaan, fasilitas laboratorium dan sebagainya.
Istilah ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang resmi mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1975 adalah istilah Indonesia unuk pengertian sosial studies yang dipelajari Ilmu pengetahuan sosial berkenaan dengan gejala dan masalah kehidupan masyarakat bukan dari teori keilmuan melainkan pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan.
Pada dasarnya memberikan batasan dalam Ilmu Pengetahuan Sosial adalah merupakan suatu pendekatan interdisipliner (interdisciliner Appoach) dari pelajaran ilmu-ilmu sosial. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang-cabang ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, psikologi sosial, sejarah, geografi bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan hasil kombinasi atau hasil pendifusian atau perpaduan dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
Secara gradual, dibawah ini akan diungkapkan beberapa tema Ilmu Pengetahuan Sosial SD yang perlu mendapat perhatian kita bersama antara lain:
a. Ilmu Pengetahuan Sosial SD sebagai nilai, yakni: mendidikkan nilai-nilai yang baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat;
memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki murid; nilai-nilia inti/utama seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos, kerja, dan martabat manusia (The dignity of man and work) sebagai upaya membangun kelas yang demogratis.
b. Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai pendidikan multicultural, yakni mendidik murid bahwa perbedaan itu wajar; menghormati perbedaan, etnik, budaya, agama yang menjadikan kekayaan budaya bangsa; persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas
c. Ilmu Pengetahuan Sosial SD sebagai pendidikan global, yakni: mendidik murid akan kebinekaan bangsa, budaya dan peradaban di dunia;
mengurangi kemiskinan, kebodohan.
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini berasal dari rendahnya hasil belajar IPS pada murid di kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar. Dengan kata lain pembelajaran melalui strategi peta konsep diduga akan mempengaruhi hasil belajar murid. Dalam proses belajar mengajar konsep IPS,
murid cukup sulit memahami konsep-konsep IPS karena banyak dari konsep yang bersifat abstrak, murid cenderung hanya menghafal tanpa memahami konsep IPS itu sendiri, murid tidak dapat menghubungkan antara satu konsep satu ke konsep lain dalam satu materi kenampakan alam alami dan buatan, interaksi di dalam kelas hanya terjadi antara guru dan murid saja sedangkan interaksi antara murid jarang terjadi, baik dalam diskusi maupun diskusi kelompok.
Konsep kenampakan alam alami dan buatan melalui peta konsep menekankan pada hubungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lain sehingga menjadi konsep-konsep yang tersusun. Membawa murid pada penguasaan belajar yang lebih sederhana. Ini berarti bahwa hasil belajar konsep IPS pada murid yang diajar menggunakan strategi peta konsep diduga akan lebih baik daripada yang tidak menggunakan peta konsep.
Pada desain penelitian terdapat dua kelas yaitu kelas V a diajarkan konsep kenampakan alam alami dan buatan dengan menerapkan strategi peta konsep sebanyak 1 (satu) kali pertemuan dan kelas V b diajarkan konsep kenampakan alam alami dan buatan dengan metode konvensional sebanyak 1 (satu) kali pertemuan. Dalam hasil belajar adalah merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran, karena penelitian eksperimen harus dilakukan analisis hasil belajar sehingga dari analisis itu, peneliti dapat membandingkan hasil belajar kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Komponen temuan adalah hasil gagasan baru atau cara baru, dari analisis hasil belajar perbandingan kelas eksperimen dengan kelas kontrol maka telah ditemukan bahwa pembelajaran konsep kenampakan alam alami dan buatan
Temuan
dengan menerapkan peta konsep sangat lebih baik daripada tidak menggunakan peta konsep. Oleh karena itu strategi peta konsep sangat baik digunakan dalam pembelajaran konsep kenampakan alam alami dan buatan.
Adapun gambaran kerangka pikir dapat dilihat pada gambar berikut ini:
`
Gambar 2.1 kerangka pikir
C. Hipotesis penelitian
Ada pengaruh peta konsep terhadap hasil belajar IPS pada murid kelas V SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar.
Hipotesis penelitinnya adalah :
H1: µ1= µ2 melawan H1= µ1> µ2
PBM
Konsep IPS
Strategi peta konsep
Kelas VA
Eksperimen
Kelas VB
Kontrol Hasil Belajar
Analisis
Rekomendasi
Metode Konvensional
Keterangan :
µ1 = Parameter hasil belajar murid pada kelas eksperimen µ2 = Parameter hasil belajar murid pada kelas kontrol
H0 = Tidak terdapat pengaruh penggunaan strategi peta konsep terhadap hasil belajar IPS
H1 = Terdapat pengaruh penggunaan strategi peta konsep terhadap hasil belajar konsep IPS.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian Eksperimen dengan penggunaan strategi peta konsep (concept mapping) terhadap hasil belajar IPS murid kelas V SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar.
B. Desain penelitian
Desain pretest-posttest control group design. Desain ini menggunakan pemilihan subjek secara acak dan melibatkan dua kelompok subjek (kelompok eksperimen dan kontrol) tanpa pretes.
Desainnya adalah:
Tabel 3.1 desain penelitian
Kelompok Perlakuan Postes
(R) Eksperimen
Diajarkan materi tentang kenampakan alam alami dan buatan di Indonesia dengan menggunakan strategi peta konsep sebanyak 1x pertemuan
O2
(R) Kontrol
Diajarkan materi tentang kenampakan alam alami dan buatan di Indonesia dengan
menggunakan metode
konvensional sebanyak 1x pertemuan
O2
30
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah sejumlah individu yang mempunyai sifat atau kepentingan yang sama ( Sutrisno Hadi 1983: 220 ). Populasi dalam penelitian ini seluruh kelas murid di SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar dengan jumlah 781 murid.
Tabel 3.2 Keadaan Populasi
No Kelas Jenis kelamin
Jumlah Perempuan Laki – Laki
1
I A 20 24
131
I B 20 23
I C 20 23
2
II A 19 23
123
II B 19 22
II C 18 23
3
III A 20 24
133
III B 20 24
III C 20 24
4
IV A 22 26
143
IV B 21 26
IV C 21 26
5
V A 23 19
125
V B 22 20
V C 19 20
6
VI A 20 24
126
VI B 20 24
VI C 20 24
TOTAL 353 428 781
Sumber data: KTU SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar
2. Sampel
Sampel adalah sejumlah penduduk yang kurang dari jumlah populasi (Sutrisno Hadi 1983 : 220 ). Dalam penelitian diperlukan adanya yang dinamakan sampel penelitian atau miniatur dari populasi yang dijadikan sebagai contoh.
Dalam menarik sampel dari populasi, supaya diperoleh sampel yang refresentatif, harus diupayakan agar setiap subjek dalam populasi memiliki peluang yang sama menjadi unsure sampel. Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling yaitu sampel yang dipilih dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti.
Tabel 3.3 Keadaan Sampel
No Objek
Kelompok Ekperimen
Kelompok Kontrol
Sampel
1 Kelas VA 42 - 42
2 Kelas VB - 42 42
TOTAL 84
Sumber data: KTU SDN No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar.
D. Defenisi operasional
Berdasarkan judul tersebut, maka Variabel bebasnya adalah pembelajaran strategi peta konsep. Sedangkan Variabel terikatnya adalah hasil belajar IPS murid.
E. Variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian satu penelitian. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Secara teoretis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai “variasi” antara satu orang dengan orang lain atau satu objek dengan objek yang lain. Dinamakan variabel karena ada variasinya.
Kidder menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat, atau nilai orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tetentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua variabel yaitu:
1. Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi variabel penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran strategi peta konsep yang diberi simbol (X).
2. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang menjadi akibat atau dalam suatu penelitian eksperimen disebut variabel respons. Yang menajadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPS siswa yang diberi simbol (Y).
F. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data penelitian digunakan instrumen penelitian.
Instrumen penelitian ini, yaitu alat yang digunakan dalam mengumpulkan data seperti lembar tes dan dokumentasi.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang diperlukan maka perlu adanya teknik pengumpulan data yang dapat digunakan secara tepat sesuai dengan masalah yang diselidiki dan tujuan penelitian, maka penulis menggunakan beberapa metode yang dapat mempermudah penelitian ini, antara lain:
1. Tes
Tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan yang dimiliki murid. Tes dilakukan pada awal dan akhir kegiatan penelitian untuk mengidentifikasi kelemahan siswa dalam pembelajaran konsep IPS siswa.
2. Dokumentasi
Dokumentasi berupa dokumen dan foto-foto selama kegiatan berlangsung. Dokumentasi tersebut terdiri dari foto kegiatan uji coba instrumen, pretest, posttest, dan selama proses pembelajaran berlangsung.
H. Teknik Analisis Data 1. Analisis deskriptif
Teknik analisis data deskriptif merupakan tekhnik analisis yang dipakai untuk menganalisis data nilai statistik, kategori nilai perbandingan tuntas dan tidak tuntas sesuai dengan standar ketuntasan minimal atau KKM yang telah
ditentukan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial adalah 65, oleh karena itu dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang sudah dikumpulkan seadanya tanpa ada maksud membuat generalisasi dari hasil penelitian. Yang termasuk dalam teknik analisis data statistik deskriptif diantaranya seperti penyajian data kedalam bentuk grafik, tabel, presentase, frekwensi, diagram, grafik, mean, modus dll. Itulah penjelasan mengenai teknik analisis data deskriptif.
2. Analisis Statistik inferensial
Statistik inferensial adalah teknik analisis data yang digunakan untuk menentukan sejauh mana kesamaan antara hasil yang diperoleh dari suatu sampel dengan hasil yang akan didapat pada populasi secara keseluruhan. Jadi statistik inferensial membantu peneliti untuk mencari tahu apakah hasil yang diperoleh dari suatu sampel dapat digeneralisasi pada populasi.
Teknik analisis data menggunakan rumus Uji-t adalah jenis pengujian statistika untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari nilai yang diperkirakan dengan nilai hasil perhitungan statistika. Uji t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat. Uji-t menilai apakah mean dan keragaman dari dua kelompok berbeda secara statistik satu sama lain.
Analisis ini digunakan apabila kita ingin membandingkan mean dan keragaman dari dua kelompok data, dan cocok sebagai analisis dua kelompok rancangan percobaan acak.
37 A. Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 Mei sampai 12 Juli 2017 di SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar pada murid kelas Va dan Vb yang berjumlah 84 murid. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data yang diperoleh nilai hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial konsep kenampakan alam.
Hasil penelitian yang telah diperoleh peneliti dideskripsikan secara rinci untuk masing-masing variabel. Pembahasan variabel dilakukan dengan menggunakan data kuantitatif, maksudnya adalah data yang diolah berbentuk angka atau skor yang kemudian ditafsirkan secara deskriptif.
Data variabel yang dideskripsikan dalam penelitian ini, yaitu (1) data variabel bebas (variabel X) yaitu penggunaan Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) (2) data variabel terikat (variabel Y) yaitu nilai hasil belajar mata
pelajaran IPS.
1. Aktivitas Hasil Belajar
Hasil observasi aktivitas murid pada kelas kontrol dicatat dalam lembar observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil observasi aktivitas murid pada kelas kontrol dinyatakan dalam tabel 4.1. Sedangkan hasil observasi aktivitas murid pada kelas eksperimen dinyatakan dalam table 4.2.
Tabel 4.1 Hasil Observasi Kegiatan Murid pada Kelas Kontrol No. Komponen yang diamati Frekuensi Persentase %
A. Kehadiran Siswa 39 93 %
B. Aktivitas Siswa
1. Menyimak penjelasan guru 35 83 %
2. Mengajukan pertanyaan 3 7 %
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru (memberi jawaban atas pertanyaan yang didapat)
10 29 %
4. Mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibagikan oleh guru
39 93 %
5. Meminta bimbingan guru (bila siswa tidak mengerti dalam menjawab LKS)
5 12 %
6. Menyimpulkan materi pembelajaran di depan teman- temannya dengan penuh percaya diri
2 5 %
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi dan Presentase Aktivitas Belajar Selama Penelitian Berlangsung pada Kelas Eksperimen
No. Komponen yang diamati Frekuensi Persentase %
A. Kehadiran Siswa 42 100 %
B. Aktivitas Siswa
1. Menyimak penjelasan guru 36 86 %
2. Mengajukan pertanyaan 10 24 %
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru (memberi jawaban atas pertanyaan yang didapat)
30 71 %
4. Mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibagikan oleh guru
42 100 %
5. Meminta bimbingan guru (bila siswa tidak mengerti dalam menjawab LKS)
15 36 %
6. Menyimpulkan materi pembelajaran di depan teman- temannya dengan penuh percaya diri
4 10 %
Dari hasil aktivitas siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen dapat dilihat pada tabel perbandingan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3 Perbandingan Aktivitas Siswa Kelas Kontrol Dengan Kelas Eksperimen
No. Komponen yang diamati Presentase kelas control %
Persentase kelas eksperimen %
A. Kehadiran Siswa 93 % 100 %
B. Aktivitas Siswa
1. Menyimak penjelasan guru 83 % 86 %
2. Mengajukan pertanyaan 7 % 24 %
3. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru (memberi jawaban atas pertanyaan yang didapat)
29 % 71 %
4. Mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dibagikan oleh guru
93 % 100 %
5. Meminta bimbingan guru (bila siswa tidak mengerti dalam menjawab LKS)
12 % 36 %
6. Menyimpulkan materi
pembelajaran di depan teman- temannya dengan penuh percaya diri
5 % 10 %
Grafik 4.1 Perbandingan hasil aktivitas siswa kelas kontrol dengan eksperimen
2. Hasil Belajar dengan Analisis Statistik a. Nilai Statististik Hasil Belajar
Tabel 4.4 Distribusi nilai statistik hasil belajar IPS kelas kontrol No Kategori nilai statistik Nilai Modus
1 Nilai tertinggi 100
2 Nilai terendah 50 80
3 Nilai rata-rata 80,71
4 Standar deviasi 10,215
Sumber data primer 2017 SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar Tabel 4.5 Distribusi nilai statistik hasil belajar IPS kelas eksperimen
No Kategori nilai statistik Nilai Modus
1 Nilai tertinggi 100
100
2 Nilai terendah 60
3 Nilai rata-rata 90,36
4 Standar deviasi 11,337
Sumber data primer 2017 SD Negeri No.1 Centre Pattallassang Kabupaten Takalar
29%
71%
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
kelas kontrol kelas ekperimen
kelas kontrol kelas eksperimen
Grafik 4.2 Perbandingan hasil analisis statistik
b. Kategori hasil belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen
Tabel 4.6 Distribusi dan frekuensi kategori hasil belajar postes kelas kontrol
Tabel 4.7 Distribusi dan frekuensi kategori hasil belajar postes kelas eksperimen
0 20 40 60 80 100
nilai tertinggi nilai terendah nilai rata-rata standar devisi 100
50
80.71
10.215 100
60
89.64
12.067
kelas kontrol kelas eksperimen
No Interval
nilai Kategori Frekuensi Persen
(%)
1 50-60 Sangat rendah 3 7%
2 61-70 Rendah 5 12%
3 71-80 Sedang 26 62%
4 81-90 Tinggi 2 5%
5 91-100 Sangat tinggi 6 14%
No Interval
nilai Kategori Frekuensi Persen
(%)
1 50-60 Sangat rendah 3 7%
2 61-70 Rendah 0 0%
3 71-80 Sedang 7 17%
4 81-90 Tinggi 11 26%
5 91-100 Sangat tinggi 21 50%
Grafik 4.3 Perbandingan kategori hasil belajar kelas kontrol dengan kelas eksperimen
c. Tingkat ketuntasan hasil belajar
Tabel 4.8 Tingkat Ketuntasan Hasil Belajar
No Kategori Ketuntasan Tuntas Tidak Tuntas
F % F %
1 Kelas kontrol 34 81 % 8 19%
2 Kelas eksperimen 39 93 % 3 7%
Grafik 4.4 Perbandingan hasil ketuntasan belajar IPS
0%
20%
40%
60%
80%
sangat
rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
7% 12%
62%
5% 14%
7% 0% 17% 26%
50%
kelas kontrol kelas eksperimen
0%
20%
40%
60%
80%
100%
kelas kontrol kelas eksperimen
81% 93%
19%
7%
tuntas tidak tuntas
3. Hasil Belajar dengan Analisis Statistik Inferensial Tabel 4.9 Hasil Belajar Kelas Kontrol
Kelas Kontrol N valid
Missing Mean Median Mode
Std. Deviation Minimum Maximum
42
42 80,71 80 80 10,215 50 100
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 22 pada data sebelum perlakuan kelas kontrol didapat jumlah sampel yang valid 42, skor rerata = 80,71, nilai tengah = 80, simpangan baku = 10,215, nilai minimum = 50 dan nilai maksimum = 100
Tabel 4.10 Hasil Belajar Kelas Eksperimen Kelas Eksperimen N valid
Missing Mean Median Mode
Std. Deviation Minimum Maximum
42
42 89,64 92.50 100 12,067 60 100
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 22 pada data sebelum perlakuan kelas eksperimen didapat jumlah sampel yang valid 42, skor rerata = 89,64 nilai tengah = 92,50, simpangan baku = 12,067, nilai minimum = 60 dan nilai maksimum = 100
4. Hasil analisis statistik inferensial
Coefficients
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 102.327 11.604 8.818 .000
hasilbelajarIPS_
eksperimen .241 .128 .285 1.879 .068
a. Dependent Variable: hasilbelajarIPS_kontrol
Gambar 4.1 Analisis Koefisien
Mencari nilai t hitung dengan menggunakan SPSS 22. Jika dilihat pada gambar diatas, nilai uji |t hitung|= 8,818. Untuk mengetahui apakah hipotesis yang digunakan dapat diterima atau ditolak, maka berikut ini akan dilakukan pengujian sebagai berikut :
df= N – 1
= 42 – 1
= 41
Dengan demikian tabel nilai t tabel dapat diketahui bahwa df = sebesar 41 pada taraf signifikan 5% = 2,020.
B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Aktivitas belajar
Dari hasil aktivitas siswa kelas kontrol dengan kelas eksperimen menunjukkan bahwa pada umumnya persentase murid yang aktif selama proses pembelajaran berlangsung berdasarkan aspek yang diamati telah mengalami peningkatan sebesar 71% jika dibandingkan dengan aktivitas murid kelas kontrol hanya 29%. Dapat disimpulkan bahwa hasil aktifitas siswa telah mengalami peningkatan dari 29% menjadi 71% karena telah dipengaruhi oleh penggunaan model pembelajaran dimana kelas kontrol menggunakan model konvensional sedangkan kelas eksperimen menggunakan Strategi Peta Konsep (Concept Mapping) sehingga lebih berpengaruh dibandingkan dengan model konvensional.
Hal ini diperkuat oleh seorang ahli yang bernama (Passmore et al, 2011).
Menyatakan bahwa Peta konsep adalah gabungan beberapa konsep yang menghubungkan pengetahuan individu dengan topik pembelajaran. Peta konsep dihasilkan dengan mengidentifikasi konsep-konsep yang relevan. Strategi metakognitif seperti peta konsep memungkinkan siswa untuk belajar lebih aktif.
2. Hasil belajar siswa
a. Perbandingan hasil statistik deskriftif 1) Perbandingan nilai statistik
Disimpulkan bahwa nilai statistik kelas eksperimen jauh lebih tinggi daripada kelas kontrol, Stoica et al (2011) menyatakan faktor tunggal yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang pelajar sudah tahu. Peta konsep merupakan kumpulan konsep-konsep yang saling berhubungan dengan