8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai bahan acuan mengenai variabel yang tekait yaitu pengaruh stres kerja terhadap Intention to leave yang dilakukan oleh Damar, dkk. (2017) stres kerja memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil analisis mempunyai makna bahwa semakin rendah tingkat stres kerja maka semakin rendah pula keinginan untuk pindah.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Ardana (2015) hasil analisis di ketahui bahwa variabel stres kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial dan simultan terhadap intention to quit. Implikasi dari penelitian yang di lakukan oleh Pratiwi dan Ardana berhubungan dengan perilaku intention to quit yang di pengaruhi faktor stres keja.
Penelitian yang dilakukan oleh Pemayun dan Wibawa (2017) menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif terhadap organization citizenship behavior. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tingginya stres kerja yang dirasakan oleh karyawan makan semakin rendah penerapan organization citizenship behavior yang dilakukan oleh karyawan.
Penelitian yang dilakukan oleh Shofiah, dkk. (2017) menunjukkan bahwa tingkat stres kerja pada driver PT Citra Perdana Kendedes Malang termasuk rendah. Stres kerja dan intention to leave berpengaruh positif dan signifikan. Artinya semakin tingkat stres kerja yang di alami oleh driver, maka keinginan untuk keluar atau kecendurungan intention to leave driver menjadi semakin tinggi.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Suhanto (2009) menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh lebih kuat dibandingkan iklim organisasi, untuk keterangan lebih jelasnya dapat dilihat di tabel 2.1.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Alat Analisis dan Variabel Hasil Penelitian 1. Damar dkk (2017) Alat Analisis : Struktural equare Variabel : Stres kerja, iklim
organisasi dan intention to leave
Stres kerja memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai.
2. Pratiwi dan Ardana (2015) Alat Analisis: Regresi Linier Berganda Variabel : Stres kerja, komitmen
organisasi dan intention to leave
Stres kerja secara persial
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to quit.
3. Irvianti dan Verina (2015)
Alat Analisis: Regresi linier sederhana dan regresi linier berganda
Variabel: Stres kerja, beban kerja, lingkungan kerja dan turn over
intention
Lingkungan kerja berpengaruh secara parsial terhadap intention to leave.
4. Purwati dan Maricy (2021)
Alat Analisis: regresi linier berganda
Variabel: Beban kerja, lingkungan kerja, job insecuriy dan turnover
intention
Lingkungan kerja secara persial berpengaruh negatif terhadap turnover intention.
10 5. Efentris dan Candra (2019) Alat Analisi: Analisi jalur Variabel: Lingkungan kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi dan turnover intention
Penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh positif terhadap turnover intention, yaitu variabel lingkungan kerja dan kepuasan kerja sedangkan variabel komitmen memiliki pengaruh negatif terhadap turnover intention. 6. Khotimah, dkk (2019) Alat Analisi: Regresi linier berganda Variabel: Kepuasan kerja, komitmen organisasi,
lingkungan kerja dan turnover intention
Kepuasan kerja, komitmen organisasi dan lingkungan kerja secara simultan atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap turnover intention.
7. Haholongan (2019)
Alat Analisis: regresi liner berganda
Variabel : Stres kerja, lingkungan kerja dan
turnover intention
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel stres kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention.
8. Nofiansyah (2019) Alat Analisi: Regresi linier berganda Variabel: Stres kerja, lingkungan kerja dan
turnover intention
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja lebih dominan
berpengaruh terhadap intention to leave.
11 B. Kajian Teori
1. Intention to leave
a) Definisi intention to leave
Dalam kamus Inggris-Indonesia intention to leave berarti keinginan untuk keluar. Menurut Tet dan Meyer (1993) dalam Rodly (2012) intention to leave yaitu keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi dengan kesadaraan dan hasrat disengaja oleh karyawan untuk meninggalkan organisasi. Harnoto (2002) mengungkapkan: turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari suatu perusahaan yang di sebabkan banyak faktor diantaranya karyawan berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
b) Indikator intention to leave
Menurut Harnoto (2002) menyatakan bahwa terdapat 5 (lima) indikator yang dapat mengukur intention to leave. Berikut ini adalah uraiannya:
1) Absensi yang meningkat.
Karyawan yang berkeinginan untuk keluar dari perusahaan, biasannya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat namun tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase tersebut sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2) Malas bekerja.
Karyawan yang berkeinginan untuk keluar dari perusahaan akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang mampu memenuhi semua keinginannya.
12
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan oleh karyawan yang akan melakukan turnover.
4) Penigkatan protes terhadap atasan.
Karyawan yang akan bekeinginan utnuk melakukan pindah kerja akan lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan
c) Faktor- faktor intention to leave
Menurut Aryansah (2013) terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab turnover intention. Berikut penjelasannya :
1) Stres kerja
Adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi dalam proses berpikirnya karyawan. Karyawan akan mengalami stres kerja yang akan mengakibatkan karyawan tersebut nervous dan karyawaqn tersebut akan marah marah tidak jelas.
2) Kepuasan Kerja
Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi yang sering diteliti. Aspek kepuasan yang berhubungan dengan individu yang berkeinginan untuk meinggalkan perusahaan meliputi kepuasan akan gaji, kepuasan dengan rekan kerja, kepuasan atas supervisor yang diterima dan kepuasan akan pekerjaan beserta isinya.
3) Komitmen Organisasi
Komitmen organisasional berbeda dengan kepuasan kerja. Apabila kepuasan mengarah pada respon emosional atau aspek khusus dari pekerjaan, komitmen organisasi mengacu pada tingkat dimana karyawan
13
mengkaitkan dirinya dengan organisasi tertentu dan sasarannya dan berharap mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
4) Lingkungan kerja
Sebuah keadaan, kondisi dan karakteristik pada lingkungan kerja yang menjadi ciri khas sebuah organisasi yang terbrntuk dari sikap, perilaku dan kepribadian seluruh anggota pada organisasi tersebut.
2. Stres kerja
a) Definisi stres kerja
Stres sering diartikan sebagai kelebihan tuntutan atas kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan. Masalah yang terdapat dalam lingkungan keluarga, kegiatan sosial, pekerjaan di kantor, kegiatan di waktu senggang, maupun yang ada hubungannya dengan orang lain, dapat menimbulkan beban yang berlebihan (Sedarmayanti 2011).
Menurut Rivai (2004) stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi dalam proses berpikir seorang karyawan. Orang yang mengalami stres kerja akan menjadi nervous dan merasakan kekuatiran yang berlebihan sehingga mereka sering marah-marah, agresif dan tidak dapat relaks atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif. Hasibuan (2012)
b) Indikator stres kerja
Pada stres tertentu stres diharapkan dapat memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya. Menurut Robbins (2007) menyatakan bahwa konsekuensi yang ditimbulkan oleh stres kerja yaitu sebagai berikut:
14 1. Fisiologis
Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati, terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress kerja cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh, menignkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, timbulnya sakit kepala, serta terjadinya serangan jantung.
2. Psikologis
Dari segi psikologis, stress kerja dapat menyebabkan ketidakpuasan. Hal tersebut merupakan efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja mencul keadaan psikologis lainnya, misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda pekerjaan. Terbukti jika seseorang diberikan sebuah pekrjaan dengan peran ganda atau berkonflik, ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemikul pekerjaan, maka stress dan ketidakpuasan akan menignkat.
3. Perilaku
Gejala stress yang berkaitan dengan perilaku mencakup dalam produktivitas, absensi dan tingkat keluarnya karyawan, perubahan dalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.
3. Lingkungan kerja
a) Definisi lingkungan kerja
Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang berada disekitar karyawan yang sangat berperan penting dan bisa mempengaruhi diri karyawan tersebut dalam menjalankan tugas yang
15
diberikan oleh perusahaan. Sedangkan, Merdiana (2005) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaan sehari-hari.
Sedangkan menurut Sedarmayanti (2017), definisi lingkungan kerja merupakan semua bahan dan alat perkakas yang ada di sekeliling tempat orang bekerja yang mampu mempengaruhi metode kerjanya dan peraturan kerja baik sebagai individu maupun kelompok. Kemudian Sedarmayanti (2017) membagi lingkungan kerja menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik merupakan seluruh kondisi berbentuk fisik yang berada disekitar tempat kerja yang mampu memberikan pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada karyawan.
2) Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik merupakan seluruh kondisi yang memiliki keterkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan rekan kerja, bawahan ataupun dengan atasan di dalam suatu organisasi.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah keadaan fisik maupun non fisik sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.
b) Indikator lingkungan kerja
Sedarmayanti (2017) menyebutkan indikator lingkungan kerja sebagai berikut:
16 1. Lingkungan kerja fisik
a. Penerangan/cahaya di tempat kerja
Penerangan menjadi faktor yang perlu diperhatikan karena jika ruang kerja kurang mendapat cahaya atau terlalu silau maka akan memberikan akibat pada kurang jelasnya penglihatan sehingga berpotensi mengganggu pekerjaan.
b. Sirkulasi Udara
Sirkulasi udara dipengaruhi oleh oksigen. Oksigen merupakan zat yang dibutuhkan untuk bernafas apabila ruangan tempat bekerja tidak memiliki sirkulasi udara yang bagus maka akan mempengaruhi kadar oksigen yang diterima di ruangan tersebut. Disamping itu, udara yang berada di tempat kerja juga harus bersih dan tidak banyak kotoran, apabila udara disekitar tempat kerja kotor, maka dapat menyebabkan gangguan keadaaan bagi karyawan seperti sesak napas.
c. Keamanan di Tempat Kerja
Faktor keamanan dalam tempat kerja perlu diperhatikan untuk tetap menjaga rasa tenang dan aman saat bekerja. Pemanfaatan SATPAM (Satuan Petugas Keamanan) dan konstruksi gedung yang layak untuk ditempati karyawan dapat meningkatkan rasa aman.
d. Temperatur/suhu udara di tempat kerja
Temperatur harus diperhatikan sedemikian mungkin untuk membuat suasana nyaman dari para karyawan. Suhu udara yang baik adalah suhu udara yang masih dapat diterima oleh kondisi tubuh. Tubuh mampu beradaptasi dengan temperatur luar apabila perubahan temperatur luar tubuh sebesar 20% dan sebesar 35% untuk kondisi dingin dan normal.
17 e. Kebisingan di tempat kerja
Kebisingan yaitu polusi udara yang tidak terasa nyaman pada telinga, dalam kurun waktu yang cukup lama kebisingan dapat merusak pendengaran, mengganggu ketenangan ketika bekerja, dan menimbulkan kesalahan komunikasi.
f. Getaran mekanis di tempat kerja
Getaran mekanis yang dimaksud yaitu getaran yang disebabkan oleh alat mekanis kemudian getaran tersebut akan dapat dirasakan oleh karyawan. Konsentrasi kerja, timbulnya kelelahan, gangguan pada syaraf mata peredaran darah dan lain-lain dapat terganggu akibat getaran mekanis ini. Getaran mekanis pada umumnya dapat mengganggu konsentrasi bekerja.
g. Bau-bauan di tempat kerja
Bau-bauan merupakan suatu pencemaran yang berpotensi mengganggu konsentrasi pegawai ketika bekerja. Untuk menghilangkan bau-bauan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti dengan menggunakan AC yang tepat serta menggunakan pengharum ruangan.
h. Tata warna di tempat kerja
Pemilihan warna yang tepat dalam tempat kerja dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya karena memiliki sifat dan pengaruh yang dapat mempengaruhi emosi dan perasaan seseorang. i. Dekorasi di tempat kerja
Dekorasi berhubungan erat dengan perlengkapan, warna, dan tata letak lainnya yang dapat digunakan untuk menunjang pekerjaan.
18 2. Lingkungan kerja non fisik
Menurut Sedarmayanti (2017), lingkungan kerja non fisik perusahaan dapat berupa:
a. Hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan
Terciptanya komunikasi yang baik, sikap menghormati dan patuh pada hubungan kerja antara pimpinan dan bawahan, maka tujuan perusahaan akan mudah tercapai.
b. Hubungan antara rekan kerja
Terciptanya hubungan antara rekan kerja yang baik, maka kerja sama dalam tim dapat berjalan dengan mudah.
C. Hubungan antar variabel
1. Hubungan stres kerja terhadap intention to leave
Stres kerja dapat diartikan sebagai suatu respon yang yang disebabkan oleh beberapa peristiwa eksternal dan dapat menjadikan sebagai pengalaman yang positif maupun negatif, didalam penelitian yang dilakukan oleh Shofiah, dkk (2017)
Dengan variabel stres kerja, kepuasan dan intention to leave dapat diketahui bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap intention to leave pada karyawan.
2. Hubungan lingkungan kerja terhadap intention to leave
Lingkungan kerja sangat penting bagi perushaan dimana kenyamanan atau ketidaknyamanan seorang karyawanterhadap suatu lingkungan kerja dapat menimbulkan rasa keinginan untuk mencari tempat kerja yang lain (intention to leave).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Haholongan (2018) menunjukkan bahwa variabel lingkungan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention.
19
3.
Hubungan stres kerja dan lingkungan kerja herhadap intention to leave.Stres kerja biasanya disebabkan oleh pemberian intrsuksi yang tidak jelas dan tidak adil dalam pembagian kinerja karyawan sehingga hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan intention to leave, sedangkan jika perusahan mempunyai lingkungan kerja nyaman dan kondusif akan membuat karyawan merasa senang bekerja di perusahaan. Hal tersebut dapat menurunkan keinginan karyawan dalam meninggalkan perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nofiansyah (2019) menunjukkan bahwa hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa stres kerja lebih dominan berpengaruh terhadap intention to leave
D. Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut
H1
H2
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual H3
Berdasarkan gambar di atas, Nofiansyah (2019) mengungkapkan bahwa stres kerja dan lingkungan kerja dapat mempengaruhi intention to leave pada karyawan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Damar, dkk (2017) mengungkapkan bahwa stres kerja
Stres kerja (X1) Lingkungan kerja (X2) Intention To Leave (Y)
20
memiliki dampak negatif dan signifikan sehingga karyawan berkeinginan keluar (intention to leave) dari perusahaan sangat tinggi. Sedangkan menurut Shofiah, dkk (2017) mengungkapkan bahwa stres kerja dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja sehingga berdapak pada keinginan keluar karyawan (intention to leave) pada perusahaan. Hal tersebut menjelaskan bahwa jika karyawan mengalami stres kerja akan berdampak tidak baik bagi perusahaan yang mengakibatkan intention to leave.
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan dan tuduhan sementara masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu benar) sehingga harus diuji secara empiris (Purwanto dan Sulistyastuti, 2007) . Hipotesis pada penelitianini sebagai berikut :
1) Stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap intention to leave
Penelitian yang dilakukan Shofiah, dkk (2017), dengan variabel stres kerja, kepuasan dan intention to leave dapat diketahui bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pambudi (2018) mengatakan bahwa stres kerja mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap intention to leave.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : H1: stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap intention to leave. 2) Lingkungan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to leave
Penelitian yang dilakukan Efentris dan Candra (2019) dengan variabel lingkungan kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan turnover intention. lingkungan kerja dan turnover intention dapat diketahui bahwa lingkungan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention.
Menurut haholongan lingkungan kerja berpengaruh negatif terhadap intention to leave dimana jika lingkungan kerja yang baik, bagus dan sehat maka akan
21
meningkatkan trunover intention. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: lingkungan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intention to leave.
3) Stres kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap intention to leave Penelitian yang dilakukan Haholongan (2018), hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel stres kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap turnover intention.
Menurut penelitian Rivai (2019) menyatakan bahwa sters kerja dan lingungan kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap trunover intention. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H3 : stres kerja dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap intention to leave.
4) Stres kerja paling berpengaruh dominan terhadap intention to leave
Penelitian yang dilakukan Nofiansyah (2019), dapat di ketahui bahwa stres kerja lebih dominan berpengaruh terhadap intention to leave.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh gunawan (2020) membuktikan bahwa stres kerja berpengaruh positif signifikan terhadap trunover intention, sedangkan lingkungan kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap trunoverintention. Dapat disimpulkan bahwasannya stres kerja lebih berpengaruh dominan terhadap trunover intention. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: