• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB SATU METODE PENELITIAN KUALITATIF PENDEKATAN INTERPRETATIF- KEPERILAKUAN A. Pengantar Studi inimenggunakan metode kualitatif yang memilikisifat se

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB SATU METODE PENELITIAN KUALITATIF PENDEKATAN INTERPRETATIF- KEPERILAKUAN A. Pengantar Studi inimenggunakan metode kualitatif yang memilikisifat se"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

BAB SATU

METODE PENELITIAN KUALITATIF

PENDEKATAN INTERPRETATIF-

KEPERILAKUAN

A.

Pengantar

Studi ini menggunakan metode kualitatif yang memiliki sifat selalu berubah-ubah sesuaidengan kondisi dan waktu untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk menemukan kebenaran ilmu pengetahuan harus menggunakan metode. Dan metode merupakan alat yang selalu berubah dari saat ke saat, sejauh metode tersebut dapat dipergunakan sebagai alat penelitian. Tentu salah satu di dalamnya menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan kemajuan dan perkembangan jaman, penelitian tidak dapat dikatakan hanya satu-satunya metode pendekatan yang paling benar.

Metode lain harus dipertimbangkan karena semua bergerak terus menuju ke disiplin ilmu masing-masing. Misalnya, “statistik hanyalah alat bantu dan tidak dapat menggantikan sama sekali fungsi dari aspek logika material dan perspektif keilmuan dari masing-masing disiplin” (Brennam dalamMusianto, 2002:123-136). Selain statistik, juga rumus, kamus ensiklopedia, materi perkuliahan, dan seterusnya tidak akan pernah tetap. Semua itu hanyalah methodos (bahasa Yunani: artinya jalan, cara, sarana, alat, dan seterusnya) yang setiap saat dapat diganti sesuai penggunaan yang lebih tepat demi memecahkan masalah dalam suatu objek yang diditeliti.

Perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai dampak besar bagi kehidupan manusia dan perkembangan masyarakat. Setiap kehidupan manusia, seperti: tempat tinggal, makanan, dan cara hidup manusia sudah dijamah oleh ilmuwan (Dimyati,1999:1). Meskipun demikian tidak berarti bahwa orang dengan mudah menyatakan apa itu ilmu pengetahuan. Dengan begitu banyaknya cabang ilmu pengetahuan yang

(7)

dipakai dalam kehidupan ini kaum terpelajarpun seringkali sukar memahami ilmu pengetahuan dengan berbagai macam jenisnya.

Kuntowijaya (2007), Driyarkara (2006), Foucault (2002), dan Gazalba (1973) menyatakan, pengetahuan yang dimiliki umat manusia ada 2 (dua) golongan. Pertama, berasal dari manusia sendiri. Kedua, berasal dari luar manusia. Golongan pertama adalah manusia yang berfilosofi materialisme yang hanya percaya pada hal-hal yang nyata saja. Sedangkan golongan kedua, selain mempercayaihal-halyang nyata, juga yang abstrak. Percaya adanya yang ada, berasal dari Pencipta manusia dan alam semesta. Sedangkan dari segi agama pengetahuan yang berasal dariluar manusia disebut Wahyu (Lihat dalamAl.Qur’an). Dengan demikian, pengetahuan manusia, Kuntowiaya (2007), Driyarkara (2006), dan Gazalba (1973) mengkategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu: (a) pengetahuan indera, (b) pengetahuan ilmu, dan (c) pengetahuan filsafat yang mengkajilebih dalamtentang ilmu pengetahuan. Istilah pengetahuan adalah apa yang dikenal atau hasil dari pekerjaan tahu. Hasil pekerjaan tahu berasal dari kenal sadar, insaf, dan pandai. Semua isi pikiran ialah pengetahuan. Oleh karena itu, Dimyati (1999:1- 3), Gie (1984:20-49) menyatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan memiliki metode pendekatan penelitian, teknik, teori, dan bahasa serta memiliki deskripsi sendiri-sendiri. Oleh karena itu, metode merupakan jalan untuk mengantarkan seseorang menuju tujuan yang akan dicapai.

B.

Metode Pendekatan

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa studi ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan interpretasi. Bungin (2007:147), Harun (2007:5) Moleong (2006:5), Strauss dan Corbin (2003:191), Muhadjir (2000:93), Bogdan dan Biklem (1990:35) menyatakan bahwa pendekatan tersebut lebih menekankan pada proses penyimpulan deskripsi dan induktif serta analisis terhadap dinamika adanya keterkaitan antar fenomena yang diamati dengan kehidupan sehari-hari. Dinamika dan fenomena dalam kehidupan sehari-hari merupakan hubungan interaksi dalam berbagai aktivitas antar individu yang satu dengan yang lain. Pendekatan tersebut dilakukan karena ada beberapa alasan yang disampaikan oleh para ahli, misalnya Bungin (2007:228- 229), Harun (2007:15-18), Mulyana (2007:4-9), Bogdan dan Biklen (1990:33-36) menyatakan, penelitian kualitatif memiliki cici-ciri sebagai

(8)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 3 berikut. Pertama, memiliki latar alamiah, karena sumber datanya langsung dari informan. Kedua, alat utama sebagai instrumen penelitian adalah manusia (peneliti sendiri) dengan melibatkan bantuan orang lain (informan). Ketiga, bersifat deskripsi, karena data yang diperoleh peneliti bersumber dari transkrip wawancara berupa kata-kata, catatan lapangan, foto, dokumen dan catatan resmi. Keempat, lebih mengutamakan proses ketimbang hasil atau produk semata. Kelima, bersifat induktif, karena peneliti tidak mencari data atau bukti-bukti untuk menguji dan menolak pertanyaan penelitian. Keenam, lebih menekankan makna dibalik fenomena. Ketujuh, menerapkan adanya batas fokus, karena fokus sebagai permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian. Kedelapan, peneliti merundingkan dengan informan kunci, serta dikonsultasikan dengan pembimbing (promotor). Hasil studi ini diperoleh dari pemahaman sikap dan perilaku aparatur yang bersumber dari Id, Ego dan Super-Ego.

Mulyana (2004:27-28) menyatakan bahwa manusia memiliki inisiatif untuk bertindak, dan merespon situasi berdasarkan hukum yang ada, tampak dan berlaku dalam dunia fisik. Realitas ditemukan dalam perilaku manusia yang nyata, dapat diamati secara cermat dan diramalkan. Proses saling menafsirkan makna atas sikap dan perilaku manusia, sengaja disisihkan dari pengamatan. Sehingga Waston dalam Mulyana (2004:28) menyatakan, untuk memperkuat pengamatan tersebut harus meminta para psikolog. Sikap dan perilaku tidak dapat diamati secara jelas karena bersifat abstrak, akan tetapi sikap dan perilaku hanya dapat diamati berdasarkan aktivitas yang dihasilkan.

C.

Pendekatan Fenomenologi

Fenomenologi lahir sebagai reaksi dari metodologi positivistik yang diperkenalkan Comte (dalamWaters, 1994:30). Pendekatan positivistik selalu mengandalkan fakta sosial yang bersifat objektif tampak mengemuka. Pendekatan positivistik tersebut selalu mengandalkan seperangkat statistik sebagai alat untuk mengolah data. Kemampuan daya serap positivistik sebatas fenomena yang tampak pada kulit luarnya saja. Sehingga haltersebut tidak mampu mengungkapkan dan memahami makna di balik fenomena. Seiring dengan perkembangan tersebut menimbulkan protes dari para peneliti ilmu sosial. Peneliti ilmu sosial tidak puas dengan cara kerja kelompok positivistik yang menamakan dirinya sebagaipeneliti kualitatif (Mantra, 2004:25). Berdasarkan paham

(9)

tersebut sehingga fenomenologi disebut sebagai paham fenomenologi (fenomena sama dengan yang tampak di depan mata). Terjadi pada masa lalu/forwelt, dunia sekitar/umwelt, dunia serta/mitwelt, dan masa depan/falgetwelt (Schutz dalamAudifax, 2008:206).

Fenomenologi dikemukakan penemunya, yaitu Husserl (hidup sekitar 1895-1938) secara inklusif menceritakan tentang pengalaman manusia secara umum memiliki kepedulian khusus, tentang pengalaman dapat dideskripsikan, dianalisis secara intuitif (Siregar, 2005:7). Dan fenomenologi berasal dari kata Yunani phaienin, suatu padanan dari bahasa Inggris phenomenon yang berarti memperlihatkan dengan bentuk pasifnya terlihat atau tampil dengan jelas. Berdasarkan pernyataan tersebut, Moleong (2006), Siregar (2005), Gada-mer (2004), Mantra (2004), Hardiman (2003), Muhadjir (2003), Nasution (2003), Salomon (2003), Strauss dan Corbin (2003), Patri-cia (2001), Salim (2001), Harlambos (2000), Arifin (1996), dan Suda (1989) menyatakan bahwa fenomenologi merupakan metode yang menginterpretasikan fenomena kegiatan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Berarti fenomena tersebut tidak tunggal melainkan cukup banyak fenomena atas kegiatan manusia.

Kegiatan manusia yang dimaksud dalam studi ini adalah sikap dan perilaku aparatur dalam kegiatan pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Dan aparatur yang dimaksud adalah aparatur badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD) dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi sesuai dengan tanggung jawab masing- masing. Sehingga kepala daerah memberikan kuasa kepada sekretaris daerah untuk membuat rencana kerja. Rencana kerja tersebut salah satunya adalah pembagian tugas dan fungsi di dalam kegiatan sehari- hari.

Mengacu pada fokus studi ini, yaitu bagaimana sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu peneliti perlu melakukan studi lapangan. Mengingat subjek penelitian ini adalah manusia, maka yang diteliti adalah interaksi manusia (aparatur) dalam aktivitas keseharian di instansi masing-masing. Kesadaran merupakan intensional terarah pada suatu aktivitas dan merupakan kesatuan dari hal-hal yang dilihat, diingat atau dipikirkan.

(10)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 5 Husserl dalam Siregar (2005:45), Husserl dalam Muhadjir (2000, 17), Basrowi dan Soenyono (2004:5) mengemukakan tentang kesadaran bukan segala-galanya, melainkan ada keterkaitan dengan lainnya terhadap tindakan yang paling utama. Kedua jenis kesadaran ini, Husserl tidak meragukan fenomenologi, karena setiap tindakan kesadaran terdapat dua kutub yang sering disebut dengan istilah no- etic dan noematic. Noetic merupakan kesadaran aktivitas yang dilakukan, sedangkan neometic merupakan intensional yang mengarah kepada sesuatu yang disadari. Husserl dalam Muhadjir (2000:18) mengemukakan jika fenomenologi dipakai sebagai metode maka harus ada pembentukan pendekatan holistik dan mendudukkan objek dalam konstruksi ganda, serta melihat objeknya dalam satu konteks yang natu- ral.

Harun (2007:27-29) mengemukakan beberapa alasan aksioma ontologi dalam penerapan fenomenologi. Pertama, adanya kenyataan ganda. Kedua, dapat mencari tahu. Ketiga, tujuan inkuiri mengembangkan pengetahuan idiografik dalam bentuk pertanyaan penelitian harus sesuai. Keempat, seluruh keadaan saling mempertajam secara simultan, sehingga tidak membedakan sebab dan akibat. Kelima, inkuiri terikat oleh pemaknaan nilai.

Sukoharsono (2006) menyarankan kepada penulis fenomenologi, jika fenomenologi dipakai sebagai metode, peneliti harus memahami perspektif secara solid. Informan dan partisipan harus memiliki pengalaman yang cukup. Oleh karena itu, peneliti menetapkan kepala bidang dan kepala sub bidang sebagai informan kunci. Pengalaman rata-rata informan kunci di bidangnya minimal 5 tahun ke atas. Laporan hasilpenelitianinidiperoleh dari pengalaman informan kunciberdasarkan fenomena yang tampak di lapangan. Atas pernyataan terse-but sehingga fenomenologi dapat dipakai sebagai metode dalam penelitian ini. Beberapa pernyataan tersebut, kira-nya cukup kuat untuk menerapkan fenomenologi sebagai metode yang dipakai dalam studi ini. Kemudian dilengkapi dengan penjernihan fenomena berikut.

1.Proses Kerja Fenomenologi

Weber memperkenalkan konsep pendekatan verstehen untuk memahami makna tindakan seseorang. Weber berasumsi bahwa seseorang yang tidak bertindak, berarti orang tersebut tidak melaksanakan aktivitas. Namun sebaliknya, seseorang menempatkan

(11)

diri dalam lingkungan berpikir dan perilaku adalah orang sedang beraktivitas/bekerja (Basrowi dan Soenyono, 2004:60). Konsep pendekatan tersebut menga-rah pada tindakan yang bermotifkan tujuan yang hendak dicapai atau in order to motive (Waters, 1994:34-35). Pemahaman makna atas tindakan tersebut, Schutz dalam Basrowi dan Soenyono (2004:60), membantah tindakan subjektif tidak munculbegitu saja, melainkan melalui suatu proses panjang melalui evaluasi dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misalnya sosial, ekonomi, budaya, norma etika agama atas dasar tingkat pemahaman seseorang. Basrowi dan Soenyono (2004:60) menyatakan dunia sosial yang merupakan aktivitas intersubjektif pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian fenomena yang ditampakkan individu merupakan refleksi dari pengalaman transendental dan pemahaman tentang makna (Collin,1997:110-114; Campbell, 1994: 234; Waters, 1994:32-33). Basrowi dan Soenyono (2004:61) fenomenologi mampu mengungkapkan objek yang meyakinkan, meskipun objek tersebut berupa objek kognitif, tindakan berupa kata-kata (wawancara), pengamatan intensif agar mampu menangkap subjek dunia sekitarnya. Oleh karena itu, fenomenologi berusaha untuk memahami pemahaman informan atas fenomena yang munculatas kesadaran. Dan fenomena dialami oleh informan dianggap sebagai realitas yang terjadi di dunia alam sekitar (Collin, 1997: 115). Selain itu Basrowi dan Soenyono (2004:61) menyatakanfenomenologiharus mampu membuka selubung praktik yang digunakan orang-orang dalammelakukan aktivitas sehari-hari. Sebagaimana dilakukan di badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD) di Kabupaten Butas.

2.Esensi Kesadaran Manusia

Heidegger menamai metodenya sebagai fenomenologi Hermeneutik, yaitu metode yang bisa dipakaiolehpeneliti kualitatifuntuk mengungkapkan makna tersembunyi(Basrowi dan Soenyono 2004:63). Campbell (1994:231-265) menyebutkan bahwa metode Husserl dimaksudkan untuk memeriksa dan menganalisis kehidupan batiniah individu, yakni pengalaman fenomena/penampakkan sebagai-mana terjadi berdasarkan “arus kesadaran”.

Husserl bertolak dari pengandaian bahwa pengalaman tidak hanya diberikan pada individu semata, melainkan bersifat intensional (Basrowi dan Soenyono, 2004: 63). Jadi semua kesadaran merupakan kesadaran

(12)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 7 akan objek, dan itu merupakan konstruksi dari individu yang mengarahkan perhatian pada kesadaran. Husserl menganjurkan untuk membebaskan diri dari prasangka-prasangka individu yang terkumpul pada dunia dan kemudian mereduksi pengalamanindividu sampaitembus pada unsur dasar pengalaman tersebut (Abdin, 2006:204).

Terdapat beberapa kata kunci yang merupakanamanah dariHusserl sebagai berikut; (a) fenomena merupakan realitas yang esensial dalam fenomena maupun nomena, (b) pengamatan merupakan aktivitas spiri- tual atau rohani, (c) fenonema memiliki substansi konkret yang menggambarkan struktur kenyataan sekaligus dapat dijangkau (Campbell,1994:232). Pemantauan atas struktur intensionalitas kesadaran dikelompokkan menjadi (a) objektifikasi, (b) identifikasi, (c) keterkaitan, dan (d) konstitusi (Husserl dalam Abidin, 2006:161- 162).

3.Proses Penjernihan Fenomena

Pemahaman Husserl dimulai dari ajakan untuk kembali kepada sumber atau kembali kepada realitas yang sesungguhnya (dalamBasrowi dan Soenyono, 2004: 68). Untuk itu, peneliti memerlukan langkah- langkah atas metode yang disebut dengan “reduksi”. Reduksi yang dilakukan peneliti adalah sebagai proses penundaan penyimpulan prasangka dari setiap realitas. Langkah-langkah yang ditempuh untuk melakukan reduksi adalah (a) reduksi fenomenologi, (b) reduksi eidetis dan (c) reduksi transendental (Abidin, 2006:159-160; dan Collin, 1997:111).

Reduksi Fenomenologi. Peneliti melakukan reduksi pada objek yang bertujuan untuk mengungkap esensi, eidos atau hakikat objek dan kemudian diteruskan dengan reduksi pada kesadaran subjek (Abidin, 2006:159). Kesadaran ini menjadi lapangan penghayatan (Erlebnis atau lived experience). Hal-hal yang perlu direduksi adalah segenap prasangka, misalnya berasal dari tradisi, kepercayaan. Seluruh prasangka tersebut harus disimpan dalam-dalam diluar ingatan. Reduksi Eidetis. Reduksi eidetis merupakan tahapan kedua dari penelitian fenomenologi. Reduksi tersebut bertujuan untuk memperoleh intisari dari hakikat yang telah ada. Untuk mencapai ini, peneliti harus menempuh langkah-langkah yang disarankan oleh Bertens dalam Basrowi dan Soenyono (2004:69) menyebutkan sebagai berikut. Pertama, peneliti harus mengabstraksikan atau menggambarkan secara

(13)

imajinatif, tentang perisitiwa sosial yang ada, misalnya proses penyusunan anggaran dalaminstitusi tertentu. Kedua, penelitimelakukan identifikasi terhadap data-data yang bersifat tetap atau data-data yang tidak menunjukan perubahan dalam berbagai waktu dan kondisi. Hal ini memudahkan peneliti melakukan interpretasi secara langsung dan membuat klasifikasiperolehan data lapangan. Dalamkegiatan ini peneliti melakukan pencatatan data dan mencari informasi lain dengan menggunakan field notes, hal ini dilakukan sesegera mungkin setelah melakukan wawancara (Basrowi dan Soenyono, 2004: 69).

Reduksi Trasendental. Reduksi ini berusaha untuk memilih hakikat yang masih bersifat empiris menjadi hakikat yang murni (Basrowi dan Soenyono, 2004: 69;Abidin, 2006: 160). Reduksi tersebut bertujuan untuk memperoleh subjek secara murni (Collin, 1997:111). Untuk mendapatkan kemurnian dan kejernihan data, peneliti melakukan klasifikasi data yang terkumpul. Proses klasifikasi menggunakan berbagai sumber data yang disebut dengan istilah triangulasi maupun investigaitriangulasi.

4.Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah:

Pertama, pendekatan sikap dan perilaku terhadap infoman kunci di lapangan berdasarkan fenomena yang menjadi fokus atau subjek yang akan diteliti (Arifin dan Mike, 1996:50). Kedua, peneliti meminta bantuan dan tanggapan serta pemahaman informan atas sikap dan perilaku aparatur atas pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah.

Sedangkan pemahaman informan atas perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan yang dilakukan aparatur dalam berbagai bentuk kegiatan tertentu. Ketiga, berdasarkan pemahaman tersebut penulis mendapatkan pemahaman baru tentang makna sikap dan perilaku aparatur atas pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Keempat, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerahAPBD dimulai dari: (a) kebijaksanaan umumanggaran (KUA) dan penyusunan plafon anggaran sementara (PPAS), (b) rencana kerja anggaran satuan kerja pemerintah daerah (RKASKPD), (c) rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (Raperda APBD), (d) pembahasan dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Setelah komponen-komponen tersebut selesai maka APBD

(14)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 9 dilaksanakan. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah berdasarkan pada aspek sikap dan perilaku aparatur atas pelaksanaan akuntansikeuangan pemerintah daerah. Kelima, deskripsi data hasil penelitian diinterpretasikan berdasarkan fenomena sikap dan perilaku aparatur di lapangan. Keenam, peneliti melakukanproses analisis dan diskusidengan informan kunci di lapangan untuk menemukan kesepahaman pandangan. Ketujuh, temuan baru atas sikap dan perilaku aparatur atas pelaksanaan tersebut dianalisis kembali dan melakukan justifikasi teori yang mapan, serta melakukan analisis berdasarkan teori Freud sebagai penguat temuan hasil penelitian. Kedelapan, berdasarkan temuan dan justifikasi dikembangkan melalui teori psikologi atas pengembangan teori Freud, tentang sikap dan perilaku dari Id, Ego, dan SuperEgo. Id, aspek ini merupakan aspek biologis dan merupakan sistem yang original dalam kepribadian, aspek tersebut merupakan pembentuk tumbuhnya kedua aspek lainnya. Id merupakan “resevoir” energi psikis yang menggerakkan ego dan superego. Ego, merupakan aspek sosiologi kepribadian sebagai wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita manusia yang berjalan sesuai kenyataan. Superego, merupakan sesuatu yang dilakukan selalu bedasakan norma-norma dan hati nurani, sehingga manusia melakukan aktivitas berpikir berdasarkan kata hati yang pal- ing dalam, namun terkadang manusia tidak menyadarinya (Suryabrata, 2008:124-125; Friedman dan Scutstack, 2008:76-77). Ternyata id, ego dan super ego belum cukup, harus ada kecerdasan lain dimiliki aparatur guna melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah di Kabupaten Butas.

D.

Pendekatan Grounded Theory

Secara historis grounded theory muncul sekitar 51 (lima puluh satu tahun) silamdari program penelitian yang dilakukan di rumah sakit (Glaser & Strauss, 1960). Sebagaimana disebutkan di atas bahwa studi ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan grounded theory. Bogdan dan Biklem (1990:35), Miller dan Marcel (1999:538- 551), Muhadjir (2000:93), Strauss dan Corbin (2003:191), Moleong (2006:5), Bungin (2007:147), dan Harun (2007:5) menyatakan bahwa pendekatan tersebut lebih menekankan pada proses penyimpulan deskripsi dan induktif serta analisis terhadap dinamika adanya keterkaitan antar fenomena yang diamati di lapangan.

(15)

Dipilih grounded theory sebagai metode dalam studi ini adalah menyesuai-kan dengan data-data yang dikumpulkan di lapangan. Data tersebut menghendaki agar metode yang paling sesuai dengan data tersebut adalah grounded theory. Karena dinamika dan fenomena dalam kehidupan di lapangan merupakan hubungan interaksi sosial dalam berbagai aktivitas antar individu yang satu dengan yang lainnya.

Pendekatan tersebut dianggap sesuai karena beberapa alasan. Alasan tersebut didasarkan pada pertimbangan yang disampaikan oleh para ahli, misalnya; Bogdan dan Biklen (1990:33-36), Bungin (2007:228-229), Harun (2007: 15-18), dan Mulyana (2004:4-9). Mereka menyatakan bahwa penelitian kualitatif memilikiciri-ciri sebagai berikut. Pertama, memiliki latar alamiah, karena sumber datanya langsung dari informan. Kedua, alat utama sebagaiinstrumen penelitian adalah manusia, yaitu peneliti dengan melibatkan bantuan orang lain (informan). Ketiga, bersifat deskripsi, karena data yang diperoleh peneliti bersumber dari transkrip wawancara berupa kata-kata, catatan lapangan, foto, dokumen dan catatan resmi. Keempat, lebih mengutamakan proses ketimbang hasil atau produk semata. Kelima, bersifat induktif, karena peneliti tidak mencari data atau bukti-bukti untuk menguji dan menolak pertanyaan penelitian. Keenam, lebih menekankan makna dibalik fenomena. Ketujuh, menerapkan adanya batas fokus, karena fokus adalah permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Kedelapan, peneliti merundingkan dengan informan kunci, serta mengkonsultasikan dengan pembimbing (promotor). Hasil studi ini diperoleh dari pemahaman sikap dan perilaku aparatur yang bersumber dari data empirik di lapangan.

Mulyana (2004:27-28) menyatakan bahwa manusia memiliki inisiatif untuk bertindak dan merespon situasi berdasarkan hukum yang ada, tampak, dan berlaku dalam dunia fisik. Realitas ditemukan dalam perilaku manusia yang nyata, dapat diamati secara cermat, dan diramalkan. Proses saling menafsirkan makna atas sikap dan perilaku manusia, sengaja disisihkan dari pengamatan. Sehingga Mulyana (2004:28) menyatakan, untuk memperkuat pengamatan tersebut harus meminta para psikolog. Psikolog menyatakan, sikap tidak dapat diamati secara jelas karena bersifat abstrak, akan tetapi sikap hanya dapat diamati berdasarkan aktivitas yang dihasilkan, dan aktivitas yang dihasilkan disebut perilaku. Tentu, aktivitas yang dihasilkan tersebut diperoleh secara induktif dilapangan (Grounded Theory).

(16)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 11 Metode tersebut menggunakansejumlah prosedur pendekatan yang sistematis, guna mengembangkan berbagai upaya dan menggali berbagai informasi dan bentuk yang sesuai dengan grounded theory. Hasil penelitian disusun secara induktif berdasarkan fenomena selama peneliti berada di lapangan.

Neumann (2003) dikutip oleh Efferin, et al., (2004) menyatakan bahwa penelitian eksplorasi (exploratory research) bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang suatu fenomena yang belum pernah diteliti sebelumnya. Selain itu, dapat dijelaskan penelitian eksplorasi bertujuan meningkatkan pemahaman peneliti tentang fenomena yang diketahui how nya, diketahui terjadinya, dan memiliki deskripsi yang detail. Penelitian jenis ini memungkinkan untuk ditelitilebih lanjut sampai mendapatkan penjelasan yang jelas tentang fokus penelitian ini, yaitu bagaimana sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah.

Strauss dan Corbin (2003:12) menyatakan bahwa temuan hasil penelitian grounded theory merupakan rumusan teori tentang realitas yang diteliti, bukan sederetan angka-angka atau sejumlah rerata yang tidak berkaitan. Grounded Theory tidak hanya menghasilkan konsep- konsep dan keterkaitan antar konsep, tetapi merupakan hasil dari penemuan sementara terhadap konsep-konsep yang diajukkan. Strauss dan Corbin (2003:12) kembali menyatakan bahwa bentuk-bentuk peningkatan kesejahteraan manusia sesuai dengan bidang yang diteliti akan ditemukan. Dengan demikian, peneliti yang bekerja dengan cara ini bisa berharap bahwa teori yang dia temukan akan berkaitan dengan teori lain dalambidang tertentu secara kumulatif. Implikasi teori tersebut akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Kegiatan manusia yang dimaksud dalam studi ini adalah sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Aparatur yang dimaksud adalah aparatur badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD) dan semua unit SKPD serta UPTD yang melaksanakan tugas dan fungsi organisasi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Sehingga, kepala daerah memberikan kuasa kepada sekretaris daerah untuk membuat rencana kerja. Rencana kerja tersebut salah satunya adalah pembagian tugas dan fungsi di dalam kegiatan sehari-hari.

(17)

Fokus studi iniadalah bagaimana sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu peneliti perlu melakukan studi lapangan. Mengingat subjek penelitian ini adalah manusia, maka yang diteliti adalah interaksi manusia (aparatur) dalam aktivitas keseharian di instansi masing-masing.

1.Proses Analisis Data

Studi ini menggunakan istilah analisis yang bertujuan untuk melakukan pengkajian dan analisis di masing-masing sub topik. Alasan, metode yang digunakan dalam studi ini adalah kualitatif dengan pendekatan grounded theory. Kerena itu, setiap data harus dianalisis guna memahami sikap dan perilaku aparatur pemerintah. Selain itu, analisis diartikan sebagai suatu penyelidikan dan pemeriksaan terhadap hubungan antar bagian yang memiliki keterkaitan sehingga dapat memberikan pemahaman secara keseluruhan dari berbagai topik.

Sementara Bungin (2007:126) menyatakan bahwa analisis data menentukan sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dianalisis. Pada tataran data penelitian tersebut, komponen data yang dianalisis adalah; individu atau aparatur pemerintah daerah, kelompok aparatur pemerintah daerah dan organisasi pemerintah daerah.

Milles dan Haberman (1994: 141157) menyatakan bahwa analisis data pendekatan grounded theory menggunakan kata-kata, bahasa, dan pemaknaan data empirik di lapangan. Proses analisis data menggunakan intuitif, yaitu proses analisis data berdasarkan kemampuan untuk memahami, mengetahui sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Proses analisis data dimulai dari berbagai sumber yang diperoleh di lapangan. Berbagai observasi atau pengamatan dikumpulkan dari catatan lapangan, catatan hasil wawancara, dan dokumentasi data, baik dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang bersumber dari pemerintah daerah. Dari hasil analisis tersebut dilakukan reduksi atau pengkajian mendalaman dengan cara yang berulang-ulang.

Sementara Strauss dan Corbin (1990), serta Rahim dan Rahman (2004) menyatakan bahwa pendekatan grounded theory mengenali 3 (tiga) model analisis yang dapat dipakai, yaitu: pertama, open coding merupakan analisis data dilakukan dengan cara identifikasi data melalui kategorisasi dan penamaan yang ditemukan dalamtranskrip wawancara

(18)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 13 dengan informan. Misalnya; sumber-sumber yang dijadikan rujukan dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Gagasan yang sama diberi label yang sama sehingga memiliki informasi dan pemahaman yang sama atas simbol tertentu. Kata-kata dan ungkapan yang digunakan oleh informan digunakan untuk menguraikan fenomena dinamakan kode terbuka.

Pengkodean dilakukan baris demi baris atau paragraf demi paragraf, wawancara dan catatan lapangan. Kode-kode tersebut didasarkan pada data langsung dari lapangan sehingga data-data tersebut mengungkapkan dirinya sendiri. Langkah ini menghindari masuknya gagasan-gagasan yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam analisis. Kode awal ini bisa bersifat sementara. Dan banyak ditemukan kode-kode yang sama dalam proses analisis data.

Pada tahap pertama ini tedapat banyak kode atau label. Namun, setelah dilakukan data koding, kemudian kode-kode dengan karakteristik yang sama dikumpulkan dalam kelompok yang sama. Hal ini bertujuan untuk memiliki seperangkat kategori. Meskipun kategori tersebut cenderung lebih abstrak dari kodekode awalnya yang menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari di lapangan. Itulah sebabnya kategori selalu didasarkan pada data. Dan tetap mengacu pada data untuk memastikan bahwa kategori tersebut telah ada pada masing-masing data yang telah terkumpul sebelumnya.

Kedua, axial coding merupakan perpaduan antara cara berpikir induktif dan deduktif dengan menghubungkan berbagai kategori yang sama atau mirip dalam bentuk susunan kode-kode yang sama. Data- data tersebut tentu data yang diperoleh dari open koding di atas. Hal inidilakukanuntuk menyortir ulang tema-tema umum. Tema-tema umum tersebut dikelompokkan kembali dalam kategori awal bentuk baru, hal ini dilakukan bertujuan untuk membangun kategori utama, kemudian diberi label yang telah ditemukan dan dituangkan dalam data serta dimunculakan dari berbagai tema yang ditemukan di dalam data.

Ketiga, selective coding merupakan proses memilahan kategorisasi akhir sebagai penghubung antara ketegorisatu dengan yang lainnya dan kategorikategori tersebut mempunyai fenomena yang sama. Dalam grounded theory kategori utama dapat menghubungkan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Hubungan tersebut bagaikan seutas benang, kategori tersebut memintal yang lain, memadukan dan

(19)

memberi sebuah alur. Sehingga jalinan semua kategori yang memperkuat di sekitar inti disebut sebagai selective coding.

Salim (2001: 32), dan Giddens (2003:334) menyatakan bahwa peneliti melaksanakan interpretasi tergantung daya kreatif dan tujuan akhir yang akan dicapai. Hasil akhir penulisan, peneliti menuangkan dalam laporan hasil penelitian. Hasil penelitian menyajikan tulisan yang sesuai dengan pendekatan yang dipilih. Peneliti dalam studi ini memilih pendekatan induktif (grounded theory) yang dianggap sesuai dengan tujuan penelitian, dan sifat data yang didapat di lapangan.

Pendekatan grounded theory interpretasi data merupakan salah satu analisis yang amat penting guna memberikan makna atas data yang telah dikelompokkan berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari bebagai sumber, seperti tulisan, ungkapan, tanda, dan simbol, serta nilai-nilaiyang disampaikan informan dapat analisis berdasarkan sikap dan perilaku aparatur dalam melakukan berbagai aktivitas.

Umumnya peneliti kualitatifmengutamakan analisis dan penjelasan dalam menyajikan temuan-temuannya (Strauss dan Corbin, 2003:9). Cukup banyak peneliti memiliki kemampuan yang baik dalam mendeskripsikan ungkapan-ungkapan informan yang bersumber dari lapangan dapat diinterpetasikan ke dalam bentuk narasi yang kaya akan makna dan meyakinkan pembaca.

Proses teorisasi data lapangan tidak mungkin dilakukan semua, karena itu perlunya kategoriasi, konsep, dan preposisi. Selain itu, juga dilakukan penyeleksian data secara selektif sehingga hanya memunculkan data-daya yang dikelompkkan berdasarkan kategorisasi yang ada (Strauss dan Corbin, 2003: 9). Kategorisasi data berdasarkan ungkapan-ungkapan, dan pernyataan-pernyataan yang telah disampaikan oleh informan kunci di lapangan. Cukup banyak data lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara, namun tidak semua data tersebut disampaikan. Oleh karena itu, dilakukan kategorisasi mulai tahap awal yang disebut dengan open coding, axial coding hingga tahap akhir disebut selective coding (Strauss dan Corbin, 2003:9).

Selain itu, kategorisasijuga diharapkan dapat memperdalam analisis. Dan setiap satu analisis dapat mewakili beberapa hasil temuan, sehingga manfaat lain dari kategorisasi tersebut adalah merampingkan beberapa

(20)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 15 temuan yang ada dengan tidak menghilangkan makna yang ada dalam sikap dan perilaku aparatur pemerintah daerah.

Verifikasi data merupakan proses interpretasi berdasarkan makna yang terkandung dalam berbagai data empirik di lapangan. Oleh karena itu, kategorisasi penting dilakukan. Strauss dan Corbin (2003) menyatakan semakin banyak dilakukan kategorisasi semakin baik, namun umumnya kategorisasi tersebut hanya dilakukan dalam tiga tahapan. Tahapan-tahapan tersebut telah disampaikan di atas. Selain tahapan tersebut, juga proses kategorisasi disampaikan secara berulang. Hal ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang benar dan utuh dari fenomena yang tampak dalam kehidupan sosial sehari-hari. Kemudaian Ibn Taimyah dalam Kamal (2006) menyatakan bahwa proses teorisasai dikembangkan dari 3 (tiga) elemen yang saling terkait: Ketiga elemen tersebut merupakan dasar dari gronded theory dan ketiganya merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu dengan yang lainnya, yaitu: pertama, konsep berasal dari kata latin concipere, yang arti-nya mencakup, mengandung, mengambil, menyedot, menangkap. Dari kata concipere tersebut sehingga muncul kata benda conceptus, yang berarti tangkapan. Jadi konsep tersebut diturunkan dari daya nalar si pembuat konsep memandang sesuatu berdasarkan objek tertentu. Kedua, kategorisasi merupakan tingkatan yang paling tinggi dan lebih abstrak dari sikap dan kategorisasi juga merupakan pengembangan teori, dimulai dari proses pengelompokkan konsep perbandingan yang berbeda atau sama. Perbedaan tersebut terletak pada domain sikap dan perilaku yang muncul karena stimulus yang diterima berbeda. Sedangkan persamaannya, jika memiliki stimulus dan respon yang sama terhadap daya nalar atas simbol yang diterima adalah sama. Ketiga, preposisi merupakan pernyataan yang menunjukkan adanya hubungan pembenaran dan penyangkalan atas stimulus dan respon dari simbol yang diterima.

Jadi konsep merupakan daya nalar yang diturunkan dari sipembuat konsep memandang sesuatu berdasarkan objeknya. Objek dapat diartikan bermacam-macam, interpetasi data yang telah dikumpulkan selama di lapangan. Bentuk-bentuk data lapangan, misalnya transkrip wawancara, tulisan, simbol simbol yang berhubungan dengan konsep sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah.

(21)

2.Perbandingan Teori dan Pengembangan Konsep

Grounded theory merupakan metode penelitian yang membangun teori secara induktif(Sparringa, 2007). Oleh karena itu, teori ini disusun berdasarkan klasifikasi (kategorisasi) data, tipikasi data yang berdasarkan interaksi dengan orang lain. Kategorisai tersebut harus dilakukan pengkajian secara mendalam berdasarkan kedalaman data, dan dikaji berdasarkan kekayaan data yang diperoleh secara sistematis yang menjadi paradoks. Setelah itu dicarikontrakdiksinya, dan temukan dilemanya, kemudian dilakukan analisis data berdasarkan fenomena lapangan.

Moleong (2006: 26-27) menyatakan bahwa sifat grounded theory adalah penelitimemasuki taraf verifikasi ikhtisar, cenderung berkembang secara perlahan-lahan, dan memasuki kategori inti yang menjadi pusat kajian yang akan diteliti. Berdasarkan masalah dan fokus serta tujuan penelitian maka peneliti menganggap bahwa metode yang sesuai dengan penelitian ini adalah pendekatan grounded theory tentunya berdasarkan fenomena dan datanya bersifat induktif di lapangan.

Strauss dan Corbin (1997:18) menyatakan bahwa jika data yang dikumpulkan itu menggambarkan kehidupan sehari-hari, berarti kantor, badan, dinas, kecamatan, maupun kelurahan sebetulnya merupakan sumber data yang dapat dipraktikan. Data tersebut kompleks sesuai konsep yang diharapkan sehingga teori yang ditemukan sebatas substantif saja yang harus diawasi dan diarahkan pada fenomena yang sesungguhnya terjadi.

Pendekatan grounded theory cukup banyak dan beragam hal-hal yang diperbandingkan. Namun pada dasarnya berada pada tataran data, yang memiliki relevansi dengan fenomena yang ditemukan dalam permasalahan pokok penelitian dan posisi dari setiap data dilihat dari aspek sikap dan perilaku aparatur dalam merespon stimulus yang diterima, baik itu dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.

Glaser dan Strauss (1999) menyatakan bahwa grounded theory mempunyai tujuan spesifik, yaitu menemukan teori berdasarkan data lapangan sesuai dengan realita yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Teori dasar tersebut meskipun jelas metodenya tetap berusahan untuk mengintegrasikan kekuatannya berdasarkan kedalaman data dan kekayaan data. Bagi peneliti yang menggunakan metode grounded theory berbeda dengan metode kualitatif lainnya, karena grounded

(22)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 17 theory semua data yang diambil dilakukan pengkodean dan analisis secara terus menerus.

Tahap akhir dari metode grounded theory adalah perbandingan antara konsep sikap aparatur yang dirumuskan dalam pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah. Pelaksanaan akuntansi keuangan perintah tersebut merupakan perilaku yang terjadi di badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD).

Soemantri (2003) menyatakan bahwa perbandingan sangat penting untuk dilakukan, mengingat teori yang dirumsukan memiliki keterkaitan dengan teori yang ada dalam literatur. Keberdaaan kedua konsep teori tersebut maka langkah selanjutnya melakukan perbandingan. Perbadingan tersebut dilakukan dengan kerangka kerja yang bertentangan dengan aspek sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Perbedaan tersebut didasarkan atas norma-norma yang dianut, misalnya norma hukum, norma etika, dan norma agama. Sedangkan kerangka kerja yang sejalan adalah membandingkan antara konsep sikap dan perilaku yang ada dalam teori sikap dan perilaku dengan teori sikap dan perilaku yang ditemukan di lapangan.

Perbandingkan tersebut bertujuan untuk menyempurnakan definisi kedua konsep dan memiliki kerangka kerja yang selaras, serta kerangka kerja yang bertentangan dengan norma hukum, etika dan norma agama yang dianut oleh masyarakat lokal tertentu.

Metode grounded theory yang pertama kali diperkenalkan oleh Glaser dan Strauss sebagai sebuah pendekatan yang berorientasi pada penemuan dan pengembangan teori. Grounded theory ini kemudian telah digunakan didalam beberapa disiplin ilmu sosial, termasuk dalam akuntansi keperilakuan, yang berpangkal dari spikologi. Metode ini dianggap menarik oleh para peneliti yang lebih suka untuk menceburkan diri ke dalam data sebelum melompat ke penyusunan teori. Dan yang lebih mendasar lagi adalah bahwa grounded theory sebagai sebuah bentuk penelitian kualitatif adalah pendekatan yang dirasa menarik oleh para peneliti yang ingin bekerja dengan menggunakan bahasa natural. Di sinilah pentingnya dilakukan perbandingan agar tampak perbedaan dan persamaan diantara konsep sikap dan perilaku individu dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah dengan konsep sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan

(23)

pemerintah daerah berdasarkan norma-norma tertentu yang dianut masyarakat lokal tertentu.

Koding dan kategori melibatkan perbandingkan yang konstan. Hal ini memungkinkan peneliti untuk memperjelas hubungan antar aspek yang berbeda dalam teori. Begitu selesai melakukan analisis hasil wawancara awal peneliti dapat mengembangkan konsep dan kode dan bila mulai melakukan perbandingan di antara konsep dan sub kategori. Kemudian dilakukan pengelompokkan data ke dalam kategori-kategori utama dan melabelinya. Pekerjaan tersebut berlangsung secara terus menerus sampai berakhirnya penelitian.

3.Tempat, Subjek, dan Informan

Tempat, subjek dan informan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan karena tempat merupakan lokasi aparatur pemerintah dalam melakukan aktivitas/kegiatan. Sedangkan aparatur pemerintah yang memilikikompetensi keterkaitan dengan data merupakan informan kunci dalam penelitian. Oleh karena itu, tempat, subjek, dan informan menjadi satu kesatuan yang utuh dalam pengumpulan data lapangan.

a.Tempat

Tempat merupakan lokasidilakukannya penelitian. Arifin dan Mike (1996: 60), serta Harun (2007: 52) menyatakan bahwa tempat/situs merupakan tempat atau lokasi dimana penelitian tersebut dilakukan. Sesuai pernyataan tersebut, maka situs penelitian ini dilakukan di Badan Pengelola Keuangan danAset Daerah (BPKAD) di Kabupaten Buton. Di lokasi itulah diungkapkan unsur-unsur yang dapat dipahami dalam sikap dan perilaku aparatur dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah.

Harun (2007: 51) menyatakan bahwa lingkup kegiatan penelitian mencakup ruang, aktor, dan aktivitas. Lingkup penelitian ini dilakukan di Badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD). Kegiatan peneliti mencermati aktor yang melakukan aktivitas antar individu di BPKAD.

Badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD) tersebut melayani 7 (tujuh) unit badan, 13 unit dinas, 11 unit kantor setingkat dinas, 21 kecamatan, 21 unit UPTD dinas pendidikan, 19 unit UPTD dinas kesehatan, 42 unit SMPN, dan 14 unit SMAN dan 2 unit SMKN.

(24)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 19 Semua dinas, badan, kantor, dan UPTD (SKPD) tersebut melakukan pengelolaan keuangan, baik penerimaan maupun pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan dimulai dari SKPD terkait melalui badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD). Semua dinas tersebut merupakan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Kabupaten Buton. Dinas-dinas tersebut merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan akuntansi keuangan daerah. Pelaksanaan akuntansi keuangan daerah harus melalui KUAdan PPAS, RKA-SKPD, Raperda APBD, Pembahasan dan penetapan APBD. Tahap kedua adalah pelaksanaan APBD dan terakhir adalah pertanggungjawaban APBD melalui laporan keuangan pemerintah daerah.

b.Subjek Penelitian

Mengacu pada pendapat Parker (2008:7), subjek penelitian dalam penelitian ini adalah aparatur pemerintah yang melaksanakan aktivitas/ kegiatan. Kegiatan aparatur didasarkan pada PP Bupati Buton No.7/ 2007, dan PP Bupati Buton No.1/2004 tentang organisasi dan tata kerja pemerintah daerah. Tata kerja tersebut menetapkan badan pengelola keuangan dan aset daerah sebagai pusat pengelolaan keuangan secara umum.

Tujuan utama yang ingin dicapaidalampenelitianini adalah menggali sikap dan perilaku aparatur pemerintah dalam melaksanakan akuntansi keuangan pemerintah daerah. Pelaksanaan akuntansi keuangan daerah di Kabupaten Buton diawali dari: Pertama, perencaan keuangan daerah, yang teridi atas: (a) KUA dan PPAS, (b) RKA-SKPD, (c) Raperda APBD, (d) Pembahasan dan penetapan APBD. Kedua, pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah, yang terdiri atas (a) Pelaksanaan APBD, (b) Mekanisme pelaksanaanAPBD. Ketiga, pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah melalui laporan keungan pemerintah daerah. Laporan keuangan tersebut dipertanggungjawabkan pemerintah daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

c.Informan

Soenarto (1993) mengemukakan alasan utama pemilihan informan kunci berkaitan dengan keandalan data. Karena itu, peneliti bisa melakukan pendekatan secara individu yang terkait dengan bidang

(25)

akuntansi keuangan pemerintah daerah. Bidang-bidang yang melaksanakan akuntansi keuangan daerah adalah cukup banyak, di antaranya kepala bidang masing-masing SKPD yang mempunyai relevansi, seperti bendahara penerima pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu.

E.

Alat Analisis

Untuk mencapai kepuasan batiniah bagi peneliti, maka teori yang digunakan sebagaialat analisis dalam studi iniadalah psikoanalisis. Selain psikoanalisis tersebut juga dibantu dengan teori lain yang mendukung. Teori tersebut bertujuan untuk mengamati pikiran manusia, perilaku manusia, dan emosional manusia. Pendek kata psikoanalisis mencakup ranah yang lebih luas. Setidaknya menurut teori psikoanalisis Freud dalam psikologi, dianggap memiliki dua tingkatan isi, yaitu isi manifes (manifest content) dan isi laten (latent content), Freud (dalam Fried- man dan Schutack, 2008:75). Isi menifes (manifest content) merupakan cakupan apa yang individu ingat dan pikirkan secara sadar. Sedangkan isi laten manifes (latent manifets) adalah makna yang tersembunyi di balik fenomena.

Aliran psikoanalisis Freud merujuk pada suatu jenis perlakuan dimana orang-orang yang dianalisis mengungkapkan pemikiran secara verbal, termasuk asosiasi bebas, khayalan, menjadi sumber bagi penganalisis. Studi ini menguraikan psikoanalisis Freud yang membagi kepribadian manusia dalam 3 (tiga) kategori, yaitu (a) Id, (b) ego, dan (c) supre ego kemudian diinterpretasikannya untuk menghasilkan pemahaman yang saling terkait.

Pertama, id merupakan sumber energi psikis ada dalam diri manusia untuk melakukan berbagai kegiatan, karena dipengaruhi oleh unsur kejiwaan (Santoso, 2010: 43; Suryabrata, 2008: 125; Gerungan, 2004: 17; dan Koswara, 1991: 41). Semenrata, Freud dalam Santoso (2010:231), Freud dalam Sobur (2009: 113), Yusuf dan Nurihsan (2008: 50-51), Freud dalam Suryabrata (2008:125-131), Freud dalam Friedman dan Schutack (2008: 121) Freud dalam Ma’rat dan Kartono (2006: 65), dan Freud dalam Koswara (1991:46) menyatakan bahwa id merupakan sumber: hasrta, gairah, kemauan, keinginan, motivasi, dan dorongan sehingga manusia dapat melakukan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Id tersebut bekerja didasakan atas dorongan biologi untuk memenuhi manusia dalam

(26)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 21 kehidupan sehari hari (Santoso, 2010:43; Suryabrata, 2008:125; dan Ma’rat dan Kartono, 2006: 65).

Kedua, ego merupakan aspek kepribadian manusia yang bersifat dinamis, timbulkarena faktor organisme yang behubungan dengan dunia kenyataan atau realitas yang sesungguhnya terjadi. Ungkapan senada, juga dikemukakan Freud dalam Yusuf dan Nurihsan (2008:69), dan Gerungan (2004:37) menyatakan bahwa ego dapat dipresepsikan sebagai suatu kegiatan mengingat dan berpikir serta bertindak sesuai kenyataan/realitas yang ada. Sementara, Freud dalamSuryabrata (2008: 127), Freud dalam Friedman dan Schutack (2008: 112), Freud dalam Gerungan (2004: 37), Freud dalam Walgito (2004), dan Freud dalam Koswara (1991: 41) menyatakan bahwa ego merupakan tindakan yang dilakukan manusia baik secara sadar maupun tak sadar. Tindakan- tindakan tersebut sering terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Ketiga, super ego merupakan kepribadian manusia yang menempatkan diri dalam kegiatan sehari-hari dilakukan dengan baik. Hal ini banyak diungkapkan oleh Freud dan dikutip penulis berkut; Santoso (2010:44), Boeree (2008:93), Suryabrata (2008:127), Fried- man dan Schutack (2008:77), dan Koswara (1991:42) menyatakan bahwa super ego merupakan titik sentral untuk memperhatikan hal-hal yang tidak melanggar hukum, norma-norma, moral dan etika yang baik. Karena super ego merupakan titik sentral perhatian manusia untuk melakukan hal-hal yang baik, maka super ego menutut manusia sebelum melakukan kegiatan harus diidentifikasi sehingga tidak melanggar norma- norma, hukum, etika dan moral yang baik (Yusuf dan Nurihsan, 2008:51). Oleh karena itu, Freud menekankan dan dikutip oleh penulis yang lain, misalnya; Suryabrata (2008: 128), serta Ma”rat dan Kartono (2008: 65) menyatakan bahwa super ego, juga menginginkan jika terjadi pelanggaran atas norma-norma, kukum, etika dan moral hendaknya dilakukan sutau sanksi atau hukuman sesuai dengan pelanggaran yang dilkukana oleh manusia tersebut. Ternyata dengan memiliki id, ego, dan super ego melaikan ditambah dengan kecerdasan yang dimiliki manusia (Zoar dan Marshall, 2006:111-115).

1.Instrumen Penelitian

Harun (2007), Abidin (2006) dan Soekanto (2005), Mantra (2004), Muhadjir (2000), Nasution (1996) menyatakan instrumen utama dalampenelitian kualitatifadalah penelitisendirisebagai pemersatu

(27)

kesadaran, ide, pikiran, dan mengikatnya dalam satu kesatuan yang harmonis. Instrumen penelitian yang dipakai dalampenelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai kunci keberhasilan penelitian yang diinginkan. Kemudian dapat dilengkapi dengan instrumen lain, misalnya (1) buku catatan lapangan, (2) kamera, (3) handycam, dan instrumen lain yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam perolehan data di lapangan (Bogdan, 1990:93-94). Jadi peneliti sendiri sebagai kata kunci keberhasilan penelitian yang dilakukan. Sikap dan perilaku sebagai subjek dalam peneliti ini ada beberapa sikap dan perilaku sebagai penunjang keberhasilan aktivitas, yaitu: niat yang baik atas pelaksanaan pekerjaan, yakin dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab atas semua pelaksanaan pekerjaan tertentu serta sabar dalam menghadapicobaan, yang didorong dengan semangat dan jiwa besar, sehingga dapat menuntaskan aktivitas/ kegiatan berbagai objek tertentu.

Niat. Taylor (2008: 117-118), dan Al-Asyqar (2007: 57) menyatakan landasan niat berasal dari iman dan keimanan bagi aparatur pemerintah daerah bermula dari ketaatan, karena hatiselalu taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bangkit mengingat Tuhan dari tempat menetapnya iman. Jadi kesuksesan pekerjaan aparatur sangat bergantung pada niatnya.

Keyakinan. Al-Alwani (2005: 67) menyatakan keyakinan tertentu merupakan kekayaan terbesar dan kemuliaan teragung, dan tidak dapat meremehkan konsekuensi psikologi dari keyakinan. Al-Alwani (2005: 65) mencontohkan pada pekerjaan yang sementara dilakoni seseorang, yakin selesai danmemperoleh hasilmaksimal sesuaiharapan. Jika peneliti mengaitkan penelitiannya dengan salah satu kepercyaan tertentu maka itu harus diletakkan pada garis terdepan untuk membentuk profesi tertentu berdasarkan dimensi waktu dan ruang. Hegel dalam (Solomon, 2003:392) menjelaskan isi buku Hegel yang berjudul The Phenom- enology of Spirit, menyatakan bahwa kebenaran tidak mengacu pada fakta semata, melainkan mencakup segalanya, yaitu filosofis yang beraneka ragam tentang hakikat pengetahuan, terutama yang berasal dari agama, etika, seni, dan sejarah. Dari pernyataan tersebut, berarti paling tidak terdapat beberapa ungkapan yang tepat dan jelas dalam melakukan pekerjaan, seperti makan, minum, menyembelih hewan, dan sebagainya, hendaknya selalu menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa.

(28)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 23 Kejujuran. Jeddawi, 2008: 32), Tasmara (2006: 84,94-95) menyampaikan kejujuran dan kedisiplinan melakukan pekerjaan merupakan sebuah sikap positif, memilikinilai-nilaiyang tinggi, walaupun itu dalam tataran konsep abstrak tidak berwujud. Sikap jujur bukan substansi yang dapat dilukiskan wujudnya, namun setiap orang menghargai kejujuran. Selain itu, unsur tanggung jawab masuk dalam ranah sikap aparatur terhadap pekerjaan tertentu. Hal yang sama disampaikan Tasmara (2006) bahwa honest bergandengan dengan ketulusan dan kesucian hati (holiness) sebab kejujuran merupakan nyala api suci yang tumbuh dari dalam hati nurani sehingga tidak tercemar oleh noda kebatilan yang merusak seluruhstruktur bangunan kepribadian manusia secara total.

Triyuwono (2006: 69-70) membagi kejujuran dalam lima pendekatan. Pertama, kejujuran yang melekat pada diri aparatur. Kedua, kemampuan aparatur melihat status ekonomi masyarakat. Ketiga, sensitivitas yang melekat pada diri aparatur dalam membentuk kerja sama. Keempat, karakteristik dalam komunikasi antar dinas terkait. Kelima, kemampuan menyebarluaskan informasi ekonomi yang pada intinya penegakan nilai-nilai etika dan moralitas yang tinggi bagi aparatur pemerintah daerah. Informasi semacam ini dapat membentuk nilai-nilai kepribadian yang tinggi, secara psikologis informasi ini membawa kesan menguat bagi pribadi aparatur pemerintah daerah di Kabupaten Butas. Kondisi ini menekankan para aparatur pemerintah daerah untuk selalu menegakkan kejujuran pada semua aspek, terutama berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab, baik individu maupun kelompok aparatur pemungut pajak dan retribusi daerah.

Kata kunci yang utama dalam penelitian baik kuantitatif maupun kualitataifadalah kejujuran yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan yang berbeda-beda. Pertama, benar dalam berkata merupakan sumber dari segala sumber kebaikan dan kemaslahatan. Kedua, lurus dalam perkataan adalah menerangkan segala sesuatu peristiwa dan kejadian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bahkan, Soekanto (2005) menyatakan bahwa kejujuran merupakan suatu konsep yang abstrak yang tidak dapat diukur luasnya, tidak mempunyaiwarna, rasa, berat, materi wujud dan susunan, namun semua orang menghargai dan ingin memakainya. Sementara Boeree (2008: 208), Abdullah (2005: 228-229) menyatakan kejujuran dalam diri dapat

(29)

mengantarkan seseorang dalam kecerdasan yang luar biasa, dan kejujuran merupakan permulaan orang yang bisa berlaku benar.

Kedisiplinan. Tasmara (2006), dan Giddens (2003) melihat kedisiplinan merupakan kebiasaanyang dapat menciptakan ruang-ruang yang kompleks, sekaligus bersifat arsitektur fungsional dan hierarkis, serta berulang secara terus-menerus. Ruang-ruang inilah yang dapat memberikan posisi tetap dan mengkomunikasikan sirkulasi terjadinya pergeseran-pergeseran waktu tertentu untuk diisyaratkan bagi individu agar tetap pandai-pandai mengatur sirkulasi ini dalam berbagai konteks dan waktu. Kondisi ini menunjukkan bahwa aparatur yang mendesain semua sirkulasi pergeseran waktu tetap berpulang kepada aparatur tersebut dalam memanaj waktu yang ada.

Sikap disiplin harus menjadi bagian dari strategi perumusan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang akan dicapai. Pelaksanaan adalah mata rantai yang tersambung antara rencana, keinginan, dan implementasi. Ketika pendisiplinan kerja diterapkan dapat memiliki nilai positif bagi semua komponen penilaian suatu kegiatan. Kedisiplinan dalam semua aspek kehidupan akan menjadi keberhasilan dalam mencapai segala cita-cita manusia. Ketika seseorang berbicara tentang manajemen waktu, maka waktu yang dimaksud adalah waktu pribadi, memanfaatkan semua waktu senggang agar tidak terbuang dengan sia-sia. Betapa pentingnya pendisiplinan diri dalam semua pekerjaan, karena ada prinsip yang menyatakan bahwa pekerjaan hari ini harus dikerjakan hari ini, mengingat pekerjaan besok kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Hasan (2008: 218) berpendapat waktu merupakan sesuatu yang diajarkan dalam kehidupan manusia. Umat manusia diajarkan untuk selalu menghargaiwaktu, dan bahkan Tuhan telah berpesan melaluiAl-Qur’an, bersumpah dengan menggunakan kata “demi waktu”. Waktu yang telah hilang, tidak akan pernah kembali. Penyesalan akan bermanfaat, jika semua kekeliruan di masa lalu hendaknya disadari untuk membuka lembaran baru, dengan insaf, dan tidak akan menyia-menyiakan waktu lowong di masa yang akan datang.

Tanggungjawab. Azwar (2009: 15), Pidarta (2004: 239), Walgito (2004), Soetjipto dan Kosasi (1999: 54) menyatakan bahwa tanggung jawab merupakan sikap terpuji atas kepercayaan yang diemban. Aparatur yang bisa dipercaya adalah aparatur yang memiliki sikap konsiten dan bertanggungjawabuntuk melaksanakan pekerjaan tertentu. Artinya pekerjaan yang dilakukan oleh aparatur tersebut merupakan

(30)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 25 panggilan jiwa yang berawal dari respon. Selanjutnya respon dapat membentuk sikap dan perilaku aparatur yang berbeda-beda. Manusia sebagai aparatur yang amanah apabila memenuhi berbagai hal yang melekat pada diri manusia itu sendiri, misalnya memiliki (1) etika dan moral yang baik, (2) pendidikan, (3) pengetahuan, (4) pengalaman, dan (5) keterampilan. Aparatur seperti disebutkan di atas memiliki nilai yang paling berharga terutama bagi aparatur di bidang akuntansi keuangan pemerintah daerah.

Kesabaran. Soekanto dan Hasyim (2005) menyatakan sabar dan syukur merupakan sikap mental yang amat tinggi nilainya dalam mengayuh kehidupan orang beriman. Kesabaran merupakan sesuatu yang susah diterima, tanpa adanya keimanan terpatri dalam hati seseorang. Kesabaran dapat menimbulkan bermacam-macam cobaan yang datang dari Tuhan dan inilah perlunya kesabaran tertanam dalam hati kita yang paling dalam.

Al-Maftuh (2003) menyatakan, kedudukan sabar dariiman seperti kedudukan kepala dengan tubuh. Barangsiapa tidak mempunyai sikap sabar, pada hakikatnya ia tidak mempunyai iman, semacam orang yang mempunyai kepala tetapi tidak mempunyai tubuh. Sabar merupakan mekanisme internal yang memiliki hasil dalam bentuk perwujudan perilaku tertentu. Perwujudan sabar berbeda-beda sesuai dengan lingkungan kesabaran tersebut (Al-Ghazali dalam Hasan, 2008:455).

Jiwa. Walgito (2004) menyatakan, jiwa merupakan kekuatan yang menjadi penggerak utama dalam kehidupan manusia. Terbukti bahwa di dalam perkataan “jiwa” itu terkandung beberapa sifat dari kebatinan manusia. Dilain pihak Walgito (2004) juga menyatakan, “jiwa” itu sama dengan “roh” dapat juga diartikan memilikisemangat atau jiwa perasaan, misalnya berjwa lemah atau berjiwa besar.

Sementara Plato dalam Gerungan (2004:5) berpendapat jiwa manusia dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu jiwa rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah tidak pernah mati, dan berasal dari dunia abadi, sedangkan jiwa badaniah mengalami keguguran secara bersama-sama dengan raga manusia. Jiwa rohaniah berpangkal pada rasio dan logika manusia, dan juga merupakan jiwa yang paling tinggi dan tidak pernah mati (Gerunan, 2004:5). Menurut Gerungan jiwa badaniah dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu bagian jiwa yang disebut kemauan dan tunduk pada rasio semata, sedangkan nafsu

(31)

perasaan merupakan jiwa badaniah yang melawan rasio kecerdasan manusia. Dari pernyataan tersebut, berarti jiwa manusia memiliki tiga kemampuan jiwa, dan bercokol di dalam raga manusia yang memiliki tempat masing-masing, yaitu kecerdasan tempatnya dikepala, kemauan tempatnya di dada, dan nafsuh perasaan tempatnya di perut. Dari tiga kemampun tersebut Plato menyatakan dalam Gerungan (2004:5-6) bahwa kemampuan tersebut melahirkan kebijaksanaan sebagai berikut. Pertama, kebijaksanaan atas kecerdasan adalah budi. Kedua, kebijaksanaan atas kemauan adalah keberanian. Ketiga, kebijaksanaan atas nafsu perasaan adalah kesederhanaan.

2.Pemberian Simbol

Suriasumantri (2003) menyatakan, kategorisasi simbol-simbol persentase dan angka-angka yang dikemukakan tersebut tidak atau belum memiliki arti apa-apa, jika kita tidak memberikan arti tentang simbol persentase dan angka-angka tersebut. Suryabrata (2008), Zohar dan Marshall (2006), Nasution (2003) menyatakan, simbol positif (+) menunjukkan adanya motivasi yang ada dalamdiri manusia. Sedangkan simbolnegatif(-) menunjukkan tidak adanya motivasidalamdirimanusia, dan simbol samadengan (=) menunjukkan adanya sikap bagi orang yang biasa-biasa saja. Penggunaan simbol yang digunakan dalam studi ini misalnya, pertama, simbol angka-angka, seperti: 1,2,3, 3, 4, dan seterusnya. Angka tersebut diterjemahkan dalam indikator penilaian keberhasilan mahasiswa setelah menumpuh ujian. Kedua, simbol huruf, seperti: D, C, B, B + dan A huruf tersebut juga diterjemahkan dalam indikator keberhasilan/prestasi mahasiswa setelah menempuh ujian di kelas. Ketiga, simbol 60-70 = C simbol tersebut dikategorikan keberhasilan mahasiswa cukup memuaskan, simbol 71-83= B+ simbol tersebut diterjemahkan keberhasilan mahasiswa sangat memuaskan/ baik, dan simbol 84-100=A simbol ini dikatakan sangat berhasil memeroleh sebutan dengan pujian/-sangat baik {(dalam Pedoman Pendidikan UB (2006), Polinema (2007), Polnes (2007) dan UM (2007)}. Keempat, simbol %= {(persentase sama dengan), %+ (persentase tamba atau persentase positif), % (persentase kurang atau persentase negatif), (Suryabrata,2008, Zohar dan Marshall,2006, Nasution, 2003). Kelima, simbol 55% ke bawah dikatakan kurang berhasil/tidak berhasil (gagal), simbol 55% s.d 69 % disebut sedang atau cukup berhasil, simbol, 70% s.d. 84 % disebut baik atau berhasil,

(32)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 27 simbol 85% s.d 100% disebut sangat baik atau sangat berhasil kriteria tersebut di atas merupakan sistem penilaian (AKIP-BPKP,2000). Keenam, simbol 20% diinterpretasikan nilai sangat lembah, simbol 40% dikatakan nilai lemah, simbol 60% adalah nilai cukup, simbol 70% dikatakan nilai baik, sedangkan simbol 80% dikatakan nilai kuat, dan simbol 100% nilai sangat kuat (Riduwan,2003:22). Dari beberapa indikator penilaian tersebut dapat disinonimkan dengan beberapa hal yang ingin diukur, misalnya kekuatan dukungan PAD terhadap penerimaan daerah. Ketujuh, simbol kepala manusia mempunyai junjungan dan mulut terbuka ke bawah seperti gambar di samping simbol tersebut menunjukkan manusia yang memiliki sifat optimis dan simbol kepala manusia mempunyai junjungan serta mulut terbuka ke atas seperti gambar di samping simbol tersebut menunjukkan sifat manusia yang pesimis/malas (Sobus, 2009: 117, dan Bastian, 2006: 33).

Sementara Fay (2005) menganjurkan kepada pemresepsi hendaknya lebih memperhatikan pada konteks masing-masing yang ada dalam simbol tersebut, baik simbol positif (+), simbol sama dengan (=), dan simbol negatif (-). Penempatan simbol-simbol tersebut disesuaikan dengan konteks yang disimbolkan

F.

Teknik Pengumpulan Data

Bungin (2007: 134-142), Harun (2007: 62-71), Moleong (2006: 157), Mulyana (2004: 180-181) menyatakan, data penelitian ini diperoleh dari interpretasi fenomena. Peneliti dapat mencermati melalui pengamatan, penelaahan berbagai fenomena yang dapat diamati, misalnya: (1) dari hasil observasi, (2) wawancara mendalam dengan berbagai narasumber di lapangan, dan (3) dokumentasi, dokumen resmi seperti laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah, neraca daerah, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dari dokumen tersebut dianalisis berdasarkan konteks masing-masing bahasan.

Mantra (2004: 28-29), Strauss dan Corbin (2003: 120-121), Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (2000:44) menjelaskan teknik pengumpulan data pada penelitian tersebut adalah menggunakan: observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi.

(33)

1.Menggunakan Observasi

Harun (2007), Kerlinger (2006), Moleong (2004), Lincoln dan Guba dalam Sonhadji (1996) menyatakan pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini sebaiknya menggunakan observasi. Penelitiberusaha membangun persepsi berdasarkan hasil observasi yang diamati di lapangan. Pengumpulan data mengharuskan peneliti membenamkan dari dalamrealita sehari-hari untuk memahami fenomena yang dihadapi di lapangan. Observasi pasif dilakukan pada tahapan pendahuluan atau awal dimana peneliti masih melakukan penjajakan maupun pengenalan, baik instansi secara umum maupun aparatur (Kerlinger, 2006). Berdasarkan hasil observasi tersebut diperoleh berbagai informasi, terutama informasi akuntansi keuangan pemerintah daerah. Atas dasar pernyataan tersebut maka lahirlah informasi yang lebih dalam diperoleh peneliti. Kemudian peneliti melakukan observasi. (1) Peneliti merekam observasi atas sikap dan perilaku aparatur diamati dalam ruangan, kemudian dikembangkan melaluipencatatan sebanyak mungkin aspek- aspek yang terjadi dalam ruangan tersebut. (2) Peneliti melakukan observasi/pengamatan untuk mengetahui status sosial aparatur pemerintah khususnya aparatur BPKAD yang menangani akuntansi keuangan pemerintah daerah. (3) Peneliti melakukan observasi dan evaluasi atas aktivitas Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) secara timbal balik (Bungin, 2007: 62-71).

2.Menggunakan Wawancara

Parker (2008:142-143), Harun (2007:69), Bungin (2007: 134- 138), Moleong (2006:186), Mulyana (2004: 180), dan Moleong (2004: 135-146) menyatakan, pengumpulan data melalui wawancara tidak lain adalah sebuah proses interview, dengan berbagai cara yang ditempuh peneliti, paling tidak minimal dilakukan dalam tiga tahapan. (1) Penelitimelakukan pengumpulan data awalmelalui pengamatan dan mewawancarai beberapa orang aparatur pemerintah daerah. (2) Peneliti melakukan wawancara secara mendalam dengan informan kunci yang dianggap mampu, karena di samping memilikipengetahuan yang cukup mengenai penyelenggaraan akuntansikeuangan pemerintah daerah, juga memiliki pengalaman yang cukup atas pengelolaan akuntansi keuangan pemerintah daerah.

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis mendalam serta pengumpulkan berbagaiteks yang memiliki relevansidengan objek yang

(34)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 29 diteliti. Peneliti juga melakukan pendalaman atas sikap dan perilaku aparatur sebagai pengelola akuntansi keuangan pemerintah daerah. Sikap dan perilaku tersebut sangat berbeda-beda, tergantung dari paradigma yang melingkupinya.

Wawancara menurut Badan Penelitian Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI (2000) mengemukakan hal-hal mendasar harus dipahami interviewer, yaitu unsur-unsur dalam proses tanya jawab hingga memperoleh data dan keterangan yang memadai.

3.Menggunakan Dokumen

Bungin (2007:142), Harun (2007:71), Badan Penelitian dan Pengembangan Otonomi Daerah (2000:178), Bogdan dan Biklen (1990) menyatakan, dokumen merupakan catatan atas peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah berlalu. Dokumen memiliki banyak ragam, ada yang berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan seperti laporan keuangan pemerintah daerah, laporan realisasi anggaran, neraca daerah, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Sedangkan dokumen berbentuk gambar, seperti foto, gambar, sketsa, dan lain-lain. Data dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi, dan wawancara. Hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai teknik observasi, wawancara, dan dokumen dapat dilakukan triangulasi lebih kredibel dan dapat dipercaya jika didukung berbagai data penunjang lain yang lengkap.

4.Menggunakan Triangulasi

Sugiyono (2007), Soenarto (1993) menyatakan triangulasi bertujuan untuk mencocokan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Singkatnya triangulasibertujuanuntuk menguji kebenaran bebagai data yang diperoleh dari obeservasi, wawancara, dan dokumen. Dan triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang bersifat gabungan.

Sebagai contoh, peneliti melakukan wawancara data dengan aparatur (SPKD) yang membidangi akuntansi keuangan pemerintah daerah pada tingkat BPKAD berkaitan dengan pelaksanaan akuntansi keuangan pemerintah daerah, baik pelaksanaan penerapan sistem baru dari single entry ke double entry. Petunjuk pengelolaan keuangan bagi aparatur (SKPD) terkait dengan pengelolaan akuntansi keuangan

(35)

pemerintah daerah. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara dengan SKPD pada dinas pendapatan daerah bidang penagihan pajak daerah. Wawancara selanjutnya dilakukan dengan SKPD pada dinas pendidikan nasional. Jika ketiga sumber informasi tersebut menemukan jawaban yang sama berarti informasi tersebut dapat digunakan (Yin, 1996:103- 116).

F. Proses Analisis Data

Studi ini menggunakan istilah analisis, yang bertujuan untuk melakukan pengkajian masing-masing sub topik, dengan alasan metode pendekatan digunakandalamstudiiniadalahkualitatifinterpretatif. Selain itu, analisis diartikan sebagai suatu penyelidikan dan pemeriksaan terhadap hubungan antar bagian yang memiliki keterkaitan sehingga dapat memberikan pemahaman secara keseluruhan dari berbagai topik bahasan (lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2006).

Sementara Bungin (2007:126) menyatakan analisis data menentukan sesuatu yang berkaitan dengan apa atau siapa yang ditelaah. Pada tataran data penelitian tersebut, komponen data yang dianalisis adalah; individu atau aparatur pemerintah daerah, kelompok aparatur pemerintah daerah dan organisai pemerintah daerah.

Analisis data melalui akal, yaitu proses analisis data menggunakan daya pikir untuk memahami dan menyelesaikan dengan baik. Proses analisis data menggunakan intuitif, merupakan proses analisis data menggunakan daya atau kemampuan untuk memahami, mengetahui sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari melalui bisikan hati (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989:325-337). Proses analisis data dimulai dari berbagai sumber yang diperoleh di lapangan. Berbagai observasi atau pengamatan yang telah dikumpulkan daricatatan lapangan, catatan hasil wawancara, dan dokumentasi data, baik dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang bersumber dari pemerintah daerah. Dari hasil analisis tersebut perlu dilakukan reduksi atau pengkajian mendalam dengan cara berulang-ulang. Langkah berikutnya, dilakukan melalui proses pemilahan atau kategorisasi berdasarkan jenis, kelompok masing-masing kajian, dan selanjutnya dilakukan penafsiran sehingga dapat membentuk persepsi yang ditemukan berdasarkan data lapangan dengan bantuan informan kunci.

Peneliti melakukan berbagai proses analisis data dengan tahapan- tahapan sebagai berikut. (1) Transkripsi atau pengetikan. Pada tahap

(36)

METODE PENELITIAN KUALITATIF I 31 ini, data mentah hasil pengamatan dan wawancara, catatan, camera, handycam, diketik dijadikan teks secara terpadu lebih dahulu menurut bahasa informan secara natural. Peneliti melakukan hal tersebut agar data mudah dibaca, sekaligus melakukan editing awal, sampai pada proses analisis sesuai data yang diperlukan dalam studi ini. (2) Identifikasi dan koding. Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi data dan diberi kode/identitas untuk data yang sama. Peneliti melakukan itu untuk memudahkan pengelompokan data yang telah diidentifikasi. (3) Pengelompokkan.

Pada tahap ini, peneliti mengelompokkan data berdasarkan kode yang telah diberikan oleh masing-masing kelompok. (4) Pengurutan. Pada tahap ini, peneliti mengelompokkan data sesuai urutan. Peneliti menyusun pola analisis yang dihubung-hubungkan antara satu dengan yang lain saling berkaitan. (5) Interpretasi dan pengkajian. Pada tahap ini, peneliti melakukan interpretasi untuk menggali makna di balik fenomena yang terkandung di dalamnya. Selanjutnya, peneliti menarik suatu kesimpulan secara empiris berdasarkan fenomena yang ada di lapangan. (6) Sintesis, tahap ini peneliti melakukan pembahasan berdasarkan kajian empiris yang didukung teori yang kuat dari hasil penelitian sebelumnya. (7) Eidetis matriks, tahap ini merupakan tahapan akir kajian masing-masing sub topik, bertujuan untuk merangkum temuan hasil penelitian pada bab tersebut berdasarkan fenomena yang sesungguhnya terjadi dilapangan.

Giddens (2003:334), Salim (2001:32) menyatakan peneliti dalam melaksanakan interpretasitergantung daya kreatif dan tujuan akhir yang akan dicapai. Hasil akhir penulisan, peneliti menuangkan dalam laporan hasil penelitian. Kemudian hasil penelitian menyajikan tulisan yang sesuai dengan pendekatan yang dipilih. Peneliti dalam studi ini memilih pendekatan fenomenologi interpretatif.

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Analisis Data Model Alir  Sumber: Miles dan Huberman  (1992:18)
Gambar 2.2 Langkah-Langkah Analisis Data Lintas Situs
Gambar  5.2  Komponen  Analisis  Data  Model  Alir  Sumber:  (Miles  dan  Huberman,1992:18)
Gambar 5.3 Skema Tahap-tahap Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memahami makna dari fenomena yang terjadi secara alamiah yang berkaitan dengan kajian di atas, maka peneliti berperan sebagai key instrumen, yang harus

Teknik triangulasi yang dipakai peneliti untuk menguji keabsahan data dengan memanfaatkan peneliti dengan sumber data baik data primer melalui orang-orang kunci yang

Adapun tipe hasil kontruksi atau ethic penjelasan mengenai kategori yang diberikan oleh pihak observer luar dalam upaya memberikan analisis terhadap penampilan

Interview tak terpimpin adalah interview yang tidak ada kesengajaan pada pihak interview untuk mengarahkan Tanya jawab pokok- pokok persoalan yang menjadi titik fokus

Sumber data primer akan diperoleh langsung melalui pengamatan langsung kerumah narasumber dan data utama yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas pokok-pokok

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali atau memperoleh data tentang potensi desa yang sudah dan potensial dikembangkan sebagai produk agrowisata, faktor

Karakteristik penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Biklen (1982: 27-30), adalah (a) natural setting (latar alamiah) sebagai sumber data langsung, (b) peneliti sebagai

Untuk memahami makna dari fenomena yang terjadi secara alamiah yang berkaitan dengan kajian di atas, maka peneliti berperan sebagai key instrumen, yang harus