• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan pada dasarnya adalah perencanaan suatu kegiatan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan. Rancangan penelitian adalah usaha merencanakan dan menentukan segala kemungkinan dan perlengkapan yang diperlukan dalam suatu penelitian kualitatif (Moleong,1994:236). Ada beberapa unsur-unsur penelitian yang perlu dipersiapkan dan diputuskan sebagai persiapan untuk mengadakan penelitian kualitatif, yaitu: fokus penelitian, kesesuaian paradigma dengan teori substantif, subjek penelitian, tahap-tahap penelitian, teknik penelitian, pengumpulan data, analisis data, perlengkapan penelitian dan pemeriksaan keabsahan data.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa studi ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan interpretasi. Bungin (2007:147), Harun (2007:5) Moleong (2006:5), Strauss dan Corbin (2003:191), Muhadjir (2000:93), Bogdan dan Biklem (1990:35) menyatakan bahwa pendekatan tersebut lebih menekankan pada proses penyimpulan deskripsi dan induktif serta analisis terhadap dinamika adanya keterkaitan antar fenomena yang diamati dengan kehidupan sehari-hari. Dinamika dan fenomena dalam kehidupan sehari-hari merupakan hubungan interaksi dalam berbagai aktivitas antar individu yang satu dengan yang lain. Pendekatan tersebut dilakukan karena ada beberapa alasan yang disampaikan oleh para ahli, misalnya Bungin (2007:228- 229), Harun (2007:15-18), Mulyana (2004:4-9), Bogdan dan Biklen

STUDI MULTI SITUS PROGRAM STUDI A,B, DAN C I 107 (1990: 33-36) menyatakan, penelitian kualitatif memilikicici-ciri sebagai berikut. Pertama, memiliki latar alamiah, karena sumber datanya langsung dari informan. Kedua, alat utama sebagaiinstrumen penelitian adalah manusia (peneliti sendiri) dengan melibatkan bantuan orang lain (informan). Ketiga, bersifat deskriptif, karena data yang diperoleh peneliti bersumber dari transkrip wawancara berupa kata-kata, catatan lapangan, foto, dokumen dan catatan resmi. Keempat, lebih mengutamakan proses ketimbang hasil/ produk semata. Kelima, bersifat induktif, karena peneliti tidak mencari data atau bukti-bukti untuk menguji dan menolak pernyataan penelitian. Keenam, lebih menekankan makna dibalik fenomena. Ketujuh, menerapkan adanya batas fokus, karena fokus sebagai permasalahan yang dikaji dalam penelitian. Kedelapan, peneliti merundingkan dengan informan kunci, serta dikonsultasikan dengan pembimbing. Hasil studiini diperoleh dari pemahaman sikap dan perilaku pengelola pendidikan yang bersumber dari Id, Ego dan Super Ego. Mulyana (2004:27-28) menyatakan bahwa manusia memiliki inisiatif untuk bertindak, dan merespon situasi berdasarkan hukum yang ada, tampak dan berlaku dalam dunia fisik. Realitas ditemukan dalam perilaku manusia yang nyata, dapat diamati secara cermat dan diramalkan. Proses saling menafsirkan makna atas sikap dan perilaku manusia, sengaja disisihkan dari pengamatan. Sehingga Waston dalamMulyana (2004: 28) menyatakan, bahwa untuk memperkuat pengamatan tersebut harus meminta para psikolog. Sikap dan perilaku tidak dapat diamati secara jelas karena bersifat abstrak, akan tetapi sikap dan perilaku hanya dapat diamati berdasarkan aktivitas yang dihasilkan oleh masing-masing individu.

Aliran fenomenologilahir sebagaireaksi darimetodologipositivistik yang diperkenalkan Comte (dalam Waters, 1994:30). Pendekatan positivistik selalu mengandalkan fakta sosial yang bersifat objektif tampak mengemuka. Pendekatan positivistik tersebut selalu mengandalkan seperangkat statistik sebagai alat untuk mengolah data. Kemampuan daya serap positivistik sebatas fenomena yang tampak pada kulit luarnya saja. Sehingga hal tersebut tidak mampu mengungkapkan dan memahami makna dibalik fenomena. Seiring dengan perkembangan tersebut menimbulkan protes dari para peneliti ilmu sosial. Peneliti ilmu sosial tidak puas dengan cara kerja kelompok positivistik yang menamakan dirinya sebagai penelitikualitatif (Mantra, 2004:25). Berdasarkan paham tersebut sehingga fenomenologi disebut

sebagai paham fenomenologi (fenomena sama dengan yang tampak di depan mata). Terjadi pada masa lalu/forwelt, dunia sekitar/umwelt, dunia serta/ mitwelt, dan masa depan, Schutz (dalam Audifax, 2008:206).

Fenomenologi dikemukakan penemunya, yaitu Husserl (hidup sekitar 1895-1938) secara inklusif menceritakan tentang pengalaman manusia secara umum memiliki kepedulian khusus, tentang pengalaman dapat dideskripsikan, dianalisis secara intuitif (Siregar, 2005:7). Dan fenomenologi berasal dari kata Yunani phaienin, suatu padanan dari bahasa Inggris phenomenon yang berarti memperlihatkan dengan bentuk pasifnya terlihat atau tampil dengan jelas. Berdasarkan pernyataan tersebut, Moleong (2006), Siregar (2005), Gadamer (2004), Mantra (2004), Hardiman (2003), Muhadjir (2000), Nasution (2003), Salomon (2003), Strauss dan Corbin (2003), Patricia (2001), Salim (2001), Sanders (2001), Harlambos (2000), Arifin (1996), Suda (1989) menyatakan, fenomenologi merupakan metode yang menginterpretasikan fenomena kegiatan manusia dalam kehidupan seharihari. Berarti fenomena itu tidak tunggal melainkan cukup banyak fenomena atas kegiatan manusia.

Kegiatan manusia yang dimaksud dalam studi ini adalah sikap dan perilaku program studi dalam pelaksanaan kegiatan akreditasi. Akreditasi tersebut dilakukan di program studiA,B dan C. Dan dibantu oleh staf dan dosen program studi dalam melaksanakan tugas dan fungsi organisasi programstudi sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Sehingga ketua program studi dapat memberikan kuasa kepada sekretaris program studi untuk membuat rencana kerja. Rencana kerja tersebut salah satunya adalah pembagian tugas dan fungsi di dalam kegiatan pelaksanaan akreditasi tersebut.

Mengacu pada fokus studi ini, yaitu bagaimana sikap dan perilaku program studi dalam melaksanakan akreditasi program studi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu peneliti perlu melakukan studi lapangan. Mengingat subjek penelitian ini adalah manusia, maka yang diteliti adalah interaksi manusia dalam akreditasi program studi. Kesadaran merupakan intensional terarah pada suatu aktivitas dan merupakan kesatuan dari hal-hal yang dilihat, diingat atau dipikirkan. Namun Husserl dalam Siregar (2005: 45), Husserl dalam Muhadjir (2000, 17), Basrowi dan Soenyono (2004: 5) menyatakan tentang kesadaran bukan segala-galanya, melainkan ada keterkaitan dengan

STUDI MULTI SITUS PROGRAM STUDI A,B, DAN C I 109 lainnya terhadap tindakan yang paling utama. Kedua jenis kesadaran ini, Husserl tidak meragukan fenomenologi, karena setiap tindakan kesadaran terdapat dua kutub yang sering disebut dengan istilah no-

etic dan noematic. Noetic merupakan kesadaran aktivitas yang

dilakukan program studi dalam memperbaiki pencitraan program yang dipimpin, sedangkan neometic merupakan intensional yang mengarah kepada sesuatu yang disadari program tertentu dalam mengemban amanah untuk pencitraan lembaga, khususnya program studiA,B, dan C.

Husserl dalam Muhadjir (2000: 18) mengemukakan, jika fenomenologi dipakai sebagai metode maka harus ada pembentukan pendekatan holistik dan mendudukkan objek dalam konstruksi ganda, serta melihat objeknya dalam satu konteks yang natural.

Harun (2007:27-29) mengemukakan beberapa alasan aksioma ontologi dalam penerapan fenomenologi. Pertama, adanya kenyataan ganda. Kedua, dapat mencari tahu. Ketiga, tujuan inkuiri mengembangkan pengetahuan idiografik dalam bentuk pertanyaan penelitian harus sesuai. Keempat, seluruh keadaan saling mempertajam secara simultan, sehingga tidak membedakan sebab dan akibat.

Kelima, inkuiri terikat oleh pemaknaan nilai.

Sukoharsono (2006) menyarankan kepada peneliti fenomenologi, jika fenomenologi dipakai sebagai metode, peneliti harus memahami perspektif secara solid. Informan dan partisipan harus memiliki pengalaman yang cukup. Oleh karena itu, peneliti menetapkan kepala bidang dan kepala sub bidang sebagai informan kunci. Pengalaman rata-rata informan kunci di bidangnya minimal 5 tahun ke atas. Laporan hasilpenelitianinidiperoleh dari pengalaman informan kunciberdasarkan fenomena yang tampak di lapangan. Atas pernyataan tersebut sehingga fenomenologi dapat dipakai sebagai metode dalam penelitian ini. Beberapa pernyataan tersebut, kiranya cukup kuat untuk menerapkan fenomenologi sebagai metode yang dipakai dalam studi ini. Kemudian dilengkapi dengan penjernihan-penjernihan yang ada sebagai pelengkap.

C. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh pemahaman yang seragam, makna dan penafsiran atas fenomena murni dalam setting penelitian. Keterlibatan dan penghayatan secara langsung dan mendalam oleh peneliti terhadap

objek di lapangan maka peneliti sebagai instrumen sekaligus sebagai pengumpul data (Guba and Lincoln, 1985). Ada beberapa manfaat yang diperoleh bagipeneliti yang berperan serta sebagai instrumen utama dalam penelitian ini. Pertama, bersikap responsif dan dapat menyesuaikan diri didalam interaksi dengan objek yang terteliti. Kedua, menekankan pada deskripsi dan pemahaman yang utuh. Ketiga, melakukan perluasan atau pengembangan konseptual berdasarkan teori yang sesuai. Keempat, melakukan kesiapan atau kedalaman dalam memproses data. Kelima, memanfaatkan kesempatan untuk melakukan klasifikasi dan menyusun ringkasan data yang diperoleh. Keenam, melakukan eksplorasi untuk mengetahui berbagai respon yang unik dan khas, khususnya berkaitan dengan kelas yang diajar oleh dosen tertentu sebagai objek kajian dalam penelitian ini.

Kehadiran dan keterlibatan peneliti dalam setting penelitian ada lima posisi. Pertama, peneliti melakukan pengamatan nonpatisipatif. Dalam pengamatan nonpartisipatifpeneliti melakukan pencatatan awal di lapangan. Kedua, peneliti melakukan pengamatan partisipatif pasif dengan menampakkan kehadiran secara rutin untuk mengamati setting penelitian dalam bentuk ikut serta dalam kegiatan dan melakukan tukar pikiran dengan dosen yang masuk dalam objek yang akan diamati, ketua jurusan dan sekjur, staf, dan dosen-dosen lain. Ketiga, peneliti berpartisipasi dan melakukan kunjungan ke pelaksanaan pembelajaran di kelas. Keempat, peneliti berpartisipasi secara aktif dalam bentuk ikut serta dalam pertemuan, rapat di kajur, dan kegiatan selama pembelajaran berlangsung. Kelima, peneliti berpartisipasi tidak penuh, karena ada beberapa hal yang tidak masuk dalam setting penelitian ini.

D. Lokasi Penelitian

Moleong (2006) menyatakan bahwa cara terbaik yang perlu dilakukan dalampenentuan lokasi penelitian adalah pergi dan menjajaki lapangan. Halinibertujuan untuk melihat kenyataan yang ada dilapangan. Penjajakan lapangan perlu dilakukan, terutama pada informan kunci, khususnya keterkaitan dengan implementasi manajemen kompetensi pembelajaran dosen mencapai prestasi teladan Jurusan A,B dan C di PT “XYZ” Samarinda.

PT XYZ Samarinda, berada di kota Samarinda Kalimantan Timur, tepatnya terletak diJalan Dr. Ciptomangunkusumo Gunung Lipan Sungai Keledang Samarinda Seberang, Telepon: (0541) 260588, Faksimile:

STUDI MULTI SITUS PROGRAM STUDI A,B, DAN C I 111 (0541) 260553 Samarinda 75123. Homepage dan email: PT@samarinda wasantara.net.id.jaraknya kira-kira 10 km dari pusat kota Samarinda.