BAB V
PERLINDUNGAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN
5.1 Petunjuk Umum
Menjaga dan melestarikan lingkungan adalah sudah menjadi tugas dan tanggung jawab bersama manusia sebagai makhluk yang berperan paling besar dalam lingkungan, namun perlu dibarengi dengan sikap pengendalian, pengawasan, pemulihan dan pengembangan. Kegiatan tersebut adalah bagian dari upaya bagaiimana kita mengelola lingkungan yang dilakukan secara bertahap, terpadu dan konsisten. Tindakan dalam melakukaan perencanaan (planning), agar tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan apa yang diinginkan. Perlindungan sosial dan lingkungan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bebas dari pencemaran air limbah permukiman. Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipial wastewater) yang terdiri dari atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.
Aspek sosial budaya ini dapat meliputi desain, pola, dan struktur, serta bahan material yang digunakan.
Dalam bidang Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaaatn ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Visi penataan bangunan dan lingkungan adalah terwujudnya bangunan gedung dan lingkungan yang layak huni dan berjati diri, sedangkan misinya adalah: (1) Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, layak huni, berjati diri, serasi dan selaras, dan (2) Memberdayakan masyarakat agar mandiri dalam penataan lingkungan yang produktif dan berkelanjutan.
Sub Bidang Persampahan pada Bidang Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan untuk mencapai masyarakat hidup sehat dan sejahtera dalam lingkungan yang bersih dari sampah. Tatanan program yang digunakan adalah sama dengan tatanan program pada Renstra Dep. PU (2004-2009), Renstra SKPD, dan RPJMD. Pemograman harus mengacu pada kebijakan dan strategi yang dituangkan dalam Renstra di pusat maupun daerah dan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas pengembangan daerah.
Sasaran program dan kegiatan pengelolaan persampahan mengacu pada RPJMN 2004-2009 yaitu :
1) Meningkatkan jumlah sampah terangkut;
2) Meningkatkan kinerja pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berwawasan lingkungan pada semua kota metropolitan, kota besar dan sedang
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP), upaya pencapaian sasaran RPJMN 2004-2009, dapat dilakukan meliputi:
1. Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya.
2. Peningkatan peran aktif masyarakat dan usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan. 3. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan.
pencemaran lingkungan akibat kurang kesadaran masyarakat akan lingkungan. Tujuan dari penyusunan rencana pembangunan sub bidang drainase adalah untuk memberikan suatu manual yang dapat memberikan arahan khususnya bagi Dinas PU & Kimpraswil Kabupaten/Kota, dan bagi pihak lain yang berkepentingan dalam pengelolaan/ penataan system drainase. Sehingga pada akhirnya dapat diwujudkan suatu sistem drainase yang terintegrasi dan dengan kualitas pelayanan yang memadai.
Acuan yang dipakai adalah Kepmen PU No. 239/KPTS/1987 tentang fungsi utama saluran drainase sebagai drainase wilayah dan sebagai pengendalian banjir. Sistem drainase tidak dapat berdiri sendiri dan selalu berhubungan dengan sektor infrastruktur lainnya seperti pengembangan daerah, air limbah, perumahan, tata bangunan serta di wilayah perkotaan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perencanaan sistem drainase harus mendukung skenario pengembangan dan pembangunan wilayah, serta terpadu rencana pengembangan prasarana lainnya. 2. Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan pengembangan
infrastruktur air limbah, karena faktanya menunjukkan bahwa saluran air limbah kebanyakan masih bercampur dengan sistem pembuangan air hujan.
3. Perencanaan sistem drainase harus dikoordinasikan dengan rencana pengembangan perumahan, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan sistem jaringan dan kapasitas prasarana.
4. Perencanaan drainase yang menjadi satu kesatuan dengan jaringan jalan harus disinkronkan dengan sistem jaringan drainase yang sudah direncanakan oleh istitusi atau lembaga pengelola jaringan drainase.
Secara pasti dapat dikatakan bahwa penyelesaian masalah drainase (banjir) di suatu kawasan selain memfokuskan pada penyelesaian masalah kawan internal, juga tidak terlepas dari penyelesaian masalah kawasan eksternal, terutama menyangkut aspek-aspek yang terkait secara langsung dengan permasalahan drainase di Kawasan studi.
Air merupakan sumber daya alam yang memegang peranan penting di dalam kehidupan umat manusia (makhluk hidup dimuka bumi). Sebagian besar air dimanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti pertanian, peternakan, perikanan, industri, pariwisata dan sebagainya. Fungsi-fungsi strategis tersebut telah menempatkan air sebagai sarana yang vital dalam kehidupan manusia. Namun demikian, kondisi saat ini menunjukkan bahwa kualitas air di alam sudah jauh menurun. Air sudah tercemar sedemikian oleh berbagai macam kontamin seperti logam berat, garam, pestisida, herbisida, bakteri, virus, dan bahan-bahan beracun. Sumber airpun sudah banyak yang rusak sehingga jumlah cadangan air yang layakpun semakin berkurang. Salah satu kontaminan yang banyak dijumpai adalah tingginya kadar besi di dalam air baku.
Kebijakan sub bidang penataan bangunan gedung dan lingkunan adalah mewujudkan pembangunan prasarana sarana dan prasarana berkualitas. Kebijakan terkait PBL adalah Meningkatkan penataan kawasan konsisten sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten. Bangunan-bangunan di wilayah Kabupaten Malinau secara umum saat ini diarahkan kepada penataan sesuai dengan fungsi kawasan yang telah direncanakan yaitu perdagangan dan jasa, pemukiman, perkantoran dan pendidikan.
5.1.1 Prinsip Dasar Safeguard
Prinsi-prinsip dasar perlindungan adalah sebagai berikut ini:
1. Semua pihak terkait RPIJM wajib memahami, menyepakati dan melaksanakan dengan baik dan konsisten kerangka perlindungan lingkungan dan sosial.
2. Perkuatan kapasitas lembaga pelaksana diperlukan agar pelaksanaan kerangka perlindungan dapat dilakukan secara lebih efektif.
3. Kerangka perlindungan harus dirancang sesederhana mungkin, mudah dimengerti, jelas kaitannnya dengan tahap-tahap investasi, dan dapat dijalankan sesuai prinsip dalam kerangka proyek.
4. Prinsip utama perlindungan adalah untuk menjamin program investasi infrastruktur tidak mengakibatkan dampak negatif yang serius. Bila terjadi dampak negatif maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaanm persiapan maupun tahapan pelaksanaannya.
secara potensial dipengaruhi dampak lingkungan atau (PAP-Potentially Affected People) warga terasing dan rentan (IVP-Isolated and Vlnerable People) atau warga yang terkena dampak pemindahan (DP-Displaced People), secara memadai.
6. Untuk memastikan bahwa perlindungan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
7. Setiap keputusan, laporan dan draft perencanaan final yang berkaitan dengan kerangka perlindungan harus dikonsultasikan dan didiseminasikan secara luas terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak, harus mendapatkan kesempatan untuk ikut mengambil keputusan dan menyampaikan aspirasi dan/atau keberatannya atas rencana investasi yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif tau tidak diinginkan bagi mereka.
5.1.2 Lingkup Kerangka Safeguard
Sesuai dengan karakteristik kegiatan yang didanai dalam rencana program investasi infrastruktur, kerangka perlindungan RPIJM infrastruktur bidang PU / Cipta Karya terdiri dari dua komponen yakni:
1. Safeguard Lingkungan
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan yang tidak diinginkan, promosi manfaat lingkungan, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau PAP (Potentially Affected People).
Tabel 5.1
Kategori Subproyek menurut Dampak Lingkungan
Kategori Dampak Persyaratan
Pemerintah
A
Sub Proyek Yang dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan
ANDAL dan
RKL/RPL *)
B
ub Proyek dengan ukuran dan volume kecil,
mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan
UKL/UPL
C
Sub Proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air
Tidak diperlukan
Catatan :
ANDAL Analisis Dampak Lingkungan
RPL Rencana Pemantauan Lingkungan
UKL Upaya Pengelolaan Lingkungan
UPL Upaya Pemantauan Lingkungan
Lihat Lampiran 1 bagian III : SK Menteri Lingkungan
Hidup No. 17/2001; SK Menteri PU No.
17/KPTS/M/2003; UU No. 23/1997, Pasal 15(1) dan PP No. 27/1999 Pasal 5(1)
2. Safeguard Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali
Kerangka ini dimaksudkan untuk membantu peserta Kabupaten/Kota untuk dapat melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko sosial yang tidak diinginkan, promosi manfaat sosial, dan pelaksanaan keterbukaan serta konsultasi publik dengan warga yang terkena dampak atau DP.
Tabel 5.2
Kategori Subproyek Menurut Dampak Kegiatan Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali
Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah
A
Sub Proyek yang tidak melibatkan kegiatan pembebasan tanah
1 Sub Proyek seluruhnya menempati tanah Negara Surat Pernyaraan dari
Pemrakarsa Kegiatan
2 Sub Proyek Seluruhnya atau sebagian menempati tanah
yang telah dihibahkan secara sukarela
Laporan Yang disusun oleh Pemrakarsa Kegiatan
B
Pembebasan Tanah secara sukarela : Surat Persetujuan yang
disepakati dan dihibahkan < Rp 1 juta.
C
Pembebasan tanah berdampak pada < 200 orang atau 40 KK atau < 10% dari aset produktif atau melibatkan pemindahan warga sementara selama masa konstruksi
RTPTPK Sederhana
D Pembebasan Tanah berdampak pada > 200 orang atau
memindahkan warga > 100 orang
RTPTPK Menyeluruh
5.1.3 Pembiayaan
Pembiayaan rencana perlindungan sosial dan lingkungan dapat dilaksanakan melalui APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten. ( Lihat kembali Buku Panduan 7 RPIJM Safeguard Lingkungan dan Sosial)
5.2 Komponen Perlindungan
5.2.1 Komponen Perlindungan Sosial
Komponen perlindungan sosial dalam hal ini terkait pengadaan tanah dan permukiman kembali. Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau sedikitnya memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
1. Transparan: Sub proyek dan kegiatan yang terkait harus diinformasikan secara transparan kepada pihak-pihak yang akan terkena dampak. Informasi harus mencakup, antara lain, daftar warga dan aset (tanah, bangunan, tanaman, dan lainnya) yang akan terkena dampak.
2. Partisipatif: Warga yang berpotendi terkena dampak/dipindahkan (DP) harus terlibat dalam seluruh perencanaan proyek, seperti: penentuan batas lokasi proyek jumlah dan bentuk kompensasi/ganti tugi, serta lokasi tempat permukiman kembali.
antara mereka sendiri dan menyetujui syarat-syarat dan jumlah ganti rugi dan /atau permukiman kembali.
5.2.2 Komponen Perlindungan Lingkungan
Seluruh program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini. 1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi
dampak sub-proyek, dirumuskan dalam bentuk:
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
c. Standar Operasi Baku (SOP)
d. Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.
2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek.
3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapidengan AMDAL.
4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi,. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan:
f. Perusakan kekuayaan budaya. g. Penebangan kayu.
5.3 Metoda Pendugaan Dampak
5.3.1 Metoda Pendugaan Dampak Sosial
Prosedur dan tata kerja penilaian oleh Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau adalah sebagai berikut:
Tahap pertama (pengajuan KA AMDAL)
1. Pemrakarsa kegiatan/ usaha mengajukan KA. AMDAL kepada komisi penilai AMDAL daeah Kabupaten Malinau sebanyak 25 eksemplar dokumen yang diserahkan melalui Skretariat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau.
2. Skretariat memberikan tanda terima dokumen KA. ANDAL yang diketahui oleh Skretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau.
3. Skreatriat memeriksa kelengkapan dan syarat dokumen KA. AMDAL yang diajukan tersebut, apabila sudah lengkap persyaratannya maka akan diajukan untuk persiapan rapat Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau, yang selanjutnya hasil masukan dari Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau tersebut diajukan pada sidang Komisi AMDAL Daerah Kabupaten Malinau.
Persyaratan KA. ANDAL tersebut meliputi :
Sistematika dokumen harus sesuai dengan pedoman ketentuan yang berlaku Tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan baik dari penulisan maupun bahan penunjang lainnya;
a. Dokumen yang disampaikan sudah ditanda tangani dan di cap oleh penanggungjawab kegiatan;
b. Dokumen ijin/ rekomendasi bahwa lokasi kegiatan tidak menjadi sengketa atau disengketakan, baik dikeluarkan oleh Bupati dan atau instansi/ badan yang berwenang;
c. Metodologi penelitian harus lengkap dan jelas termasuk jadwal yang diajukan telah selesai (tidak kedaluarsa)
e. Tim penyusun dokumen/ konsultan diketahui oleh seseorang yang telah memiliki sertifikat AMDAL B dan pengalaman lebih dari 5 tahun dibidangnya dengan disertai kelengkapan biodata yang harus dilampirkan
f. Persyaratan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Apabila tidak memenuhi persyaratan dan kelengkapan sebagaimana terdapat dalam ketentuan diatas, maka Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau berhak menolak dan mengembalikan kepada pemrakarsa kegiatan untuk diperbiki kembali, sehingga memenuhi persyaratan dan kelengkapan sesuai yang ditetapkan.
Proses penilaian KA. ANDAL dilakukan selambat-lambatnya 75 hari terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen KA. ANDAL Tahap kedua (Pengujian andal, RKL dan RPL);
1. Pemrakarsa kegiatan mengajukan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau sebanyak 25 eksemplar yang diserahkan melalui Sekretariat Kimisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau.
2. Sekretariat memberikan tanda terima dokumen KA. ANDAL yang diketahui oleh Sekretaris Komisi Penilai ANDAL Daerah Kabupaten Malinau;
3. Sekretariat memeriksa kelengkapan dan syarat dokumen KA. ANDAL yang diajukan tersebut, apabila sudah lengkap persyaratnnya maka akan diajukan untuk persiapan rapat Tim Teknis Komisi Penilai ANDAL Daerah Kabupaten Malinau, yang selanjutnya hasil masukan dari Tim Teknis Komis Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau tersebut diajukan pada sidang Komisi AMDAL Daerah Kabupaten Malinau.
Persyaratan KA. ANDAL tersebut meliputi :
a. Sistematika Dokumen harus sesuai dengan pedoman ketentuan yang berlaku; b. Tidak menyimpang dari ketentuan yang ditetapkan baik dari penulisan
maupun bahan penunjang lainnya;
d. Dokumen ijin/ rekomendasi bahwa lokasi kegiatan tidak menjadi sengketa atau disengketakan, baik dikeluarkan oleh Bupati dan atau instansi/ badan yang berwenang;
e. Metodologi penelitian harus lengkap dan jelas termasuk jadwal yang diajukan telah selesai (tidak kedaluarsa);
f. Data mengenai deskripsi kegiatan harus lengkap, akurat, terbaru dengan disertai gambar yang dapat menjelaskan dari setiap tahapan kegiatan mulai pra tahap pra konstruksi, tahap konstruksi/operasi dan pasca operasi;
g. Sumber material yang digunakan harus jelas dan menjelaskan asal meterial tersebut, pengangkutan yang digunakan, jumlahnya, jalan/ rute yang digunakan sebagainya;
h. Desain teknis yang akan dibangun harus digambarkan secara lengkap dan jelas;
i. Jenis bahan yang digunakan, metode kegiatan secara teknis dan dikerjakan sendiri atau dikontrakkan;
j. Bahan material yang dipergunakan tergolong dalam B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) perlu dikemukakan dan dirinci kebutuhannya;
k. Jumlah tenaga lokal dan tenaga asing yang digunakan dalam kegiatan;
l. Tim penyusun dokumen/ konsultan diketahui oleh seseorang yang telah memiliki sertifikat AMDAL B dan pengalaman lebih dari 5 tahun dibidangnya dengan disertai kelengkapan biodata yang harus dilampirkan;
m. Persyaratan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Proses penilaian KA. ANDAL dilakukan selambat-lambatnya 75 hari terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen KA. ANDAL.
Tahap Ketiga (Proses Penilaian Presentasi);
1. Apabila proses tahap I dan II telah dipenuhi, Sekretariat Komisi Penilain AMDAL Daerah Kabupaten Malinau membuat undangan dan jadwal kegiatan rapat Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
2. Pada tahap awal pembahasan dilakukan oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
3. Rapat awal oleh Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dipimpin oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dan/atau sekurang-kurangnya Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau yang juga dihadiri pemrakarsa dan konsultan.
4. Apabila kegiatan tersebut layak dan telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan, maka penilaian lebih lanjut dapat diteruskan ke dalam rapat Pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
5. Hasil penilaian Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau merupakan acuan bagi perbaikan tahap awal yang disusun dalam bentuk berita acara atau hasil penilaian yang di tanda tangani oleh Koordinator Tim Teknis Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dengan diketahui oleh Ketua dan Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
6. Rapat Pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dipimpin oleh Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dan/atau sekurang-kurangnya Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau yang juga dihadiri Instansi terkait, pemrakarsa dan konsultan, wakil masyarakat yang terkena dampak, ahli/ pakar lingkungan dan anggota tidak tetap lainnya;
8. Dalam melaksanakan rapat pleno Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau pimpinan/ penanggung jawab, pemrakarsa kegiatan wajib hadir dan / atau wakil yang dikuasakan dengan penunjukan surat kuasa;
9. Semua anggota penyusun / konsultan AMDAL wajib hadir dalam rapat pleno dan tidak diwakilkan.
Tahap Keempat (Proses Penilaian Oleh Komisi Penilai Amdal Daerah Kabupaten Malinau);
1. Pengajuan KA.ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL oleh pemrakarsa kegiatan kepada Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
2. Sekretariat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau akan memberikan tanda terima dokumen KA.ANDAL, ANDAL, RKL dan RPL yang diketahui oleh Sekretaris Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
3. Kelengkapan syarat dan bukti penerimaan ditidaklanjuti dengan membuat undangan rapat komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau sekaligus jadwal dan mengirimkan undangan beserta dokumen yang akan dinilai. Undangan diberikan meliputi seluruh anggota Komisi Penilai terkena dampak, ahli/ pakar lingkungan dan anggota tidak tetap;
4. Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dalam rapat wajib memperhatikan aspirasi dan pendapat semua anggota tanpa terkecuali aspirasi wakil masyarakat yang terkena dampak;
5. Dalam melaksanakan rapat pleno Komisi Penila AMDAL Daerah Kabupaten Malinau pimpinan/penanggung jawab pemrakarsa kegiatan wajib hadir dan/atau wakil dikuasakan dengan menunjukkan surat kuasa;
7. Dalam kesimpulan rapat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau apabila tiga perempat dari anggota Komisi Peniali AMDAL Daerah Kabupaten Malinau menyetujui dan sebagian tidak menyetujui maka dilakukan rapat tertutup dan apabila ternya kelayakan kegiatan tersebut lebih besar dari kerugian yang ditimbulkan dan/atau penolakan tidak prinsip dan tidak dikelola/dapat dikelola dengan teknologi, Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau dapat mengambil keputusan untuk memberikan rekomendasi ;
8. Persetujuan Dokumen KA. ANDAL dilakukan dengan Surat Kesepakatan dengan ditandatangani Ketua Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau;
9. Persetujuan Dokumen ANDAL, RKL DAN RPL berbentuk Surat Kelayakan akan tetap dilakukan oleh WaliKabupaten Malinau;
10. Dan apabila ternyata dokumen tersebut perlu perbaikan dari pendapat Komisi Penilai AMDAL Daerah Kabupaten Malinau selanjutnya telah ditanggapi/diperbaiki dengan baik, maka dapatdikeluarkan Surat Kelayakan.
Metoda pendugaan perlindungan sosial atau pembebasan tanah dan permukiman kembali dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku antara lain sesuai dengan Keputusan Presiden No 55/1993 tentang Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Bagi Kepentingan Umum.
Prosedur pelaksanaan perlindungan pembebasan tanah dan permukiman kembali terdiri dari beberapa kegiatan utama yang meliputi: penyiapan awal dari usulan kegiatan untuk melihat apakah kegiatan yang bersangkutan memerlukan pembebasan tanah atau kegiatan permukiman kembali atau tidak; pengklasifikasian/kategorisasi dampak pembebasan tanah dan permukiman kembali dari sub proyek yang diusulkan sesuai tabel 5.1; perumusan surat pernyataan bersama (jika melibatkan hibah sebidang tanah secara sukarela) atau perumusan Rencana Tindak Pembebasan Tanah dan Permukiman Kembali (RTPTPK) sederhana atau menyeluruh sesuai kebutuhan didukung SK Bupati.
5.3.2 Metoda Pendugaan Dampak Lingkungan
perlindungan,evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang diusulkan (lihat tabel 5.2), perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.
Pendugaan dampak lingkungan juga mengacu pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/M/2003 tentang : Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah Yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 5.3 sebagai berikut :
Tabel 5.3
No Jenis Usaha/ Kegiatan
(Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus
1 Normaliasi Sungai a. Kota Besar/Metropolitas
(panjang atau luas)
b. Kota Sedang (panjang sungai)
3 Km s/d < 10 Km c. Perdesaaan (panjang
sungai)
5 Km s/d < 15 Km
d. Sodetan Semua Besaran
2 Persampahan
a. Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan sistem fisik, kimia dan sosial ekonomi budaya, c. Pembangunan Transfer
Station (kapasitas operasional)
<1000 ton/ hari d. Pembangunan incenarator Semua ukuran e. Bangunan Komposting dan
Daur Ulang (kapasitas sampah baku)
>4 ton/ hari > 500 M2 3 Pembangunan Perumahan dan
Permukiman Perubahan bentang
alam, eksploitasi dan
4 Peremajaan Perumahan dan Permukiman a. Kota Metropolitan dan
Besar >= 1Ha
b. Kota Sedang >= 2 Ha
c. Revitalisasi kawasan (memfungsikan kembali kawasan)
>= 1 Ha
5 Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah
6 Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah
Kota Besar/ Metropolitan (luas/
mempengaruhi lingkungan 7 Drainase Permukiman Kota
a. Pembangunan saluran di Kota Besar dan
Metropolitan Perubahan bentang
alam dan bentuk di bagian hilir saluran *) pembangunan drainase skunder dan tertier di kota sedang kemungkinan melewati permukiman padat - Drainase Utama
(panjang) < 5 Km
- Drainase Skunder dan
Tertier (panjang) 1 Km – 5 Km b. Pembangunan Saluran di
Kota Sedang - Drainase Utama
(panjang) < 10 Km
- Drainase Skunder dan
Tertier (panjang) 2 – 10 Km* c. Pembangunan Saluran di
Kota Kecil (panjang) < 5 Km 8 Pembangunan Bangunan
Gedung, meliputi apartemen/ perkantran dan rumah sakit kelas A, B, dan C (air bersih, air limbah, jalan akses, drainase,
9 Air Bersih Perkotaan
Penerapan (khususnya di P. Jawa dan pulaupulau kecil) *) sepanjang belum diatur oleh instansi yang berwenang
a. Pembangunan Jaringan Distribusi (luas layanan)
100 Ha s/d < 500 Ha b. Pembangunan Jaringan
Pipa Transmisi
2 Km s/d <10 Km c. Pengambilan Air Baku dan
Sungai, Danau dan Sumber Air Lainnya (debit)
50 l/dt < 250 l/d*
d. Pembangunan Instalasi Pengelohan Air Lengkap (debit)
< 50 l/d
e. Pengmbilan Air Tanah < 5 l/d dan < 50 10 Pembangunan Kawasan
Permukiman Untuk (lahan, sumber daya air, pertanian, kehutanan, perkebunan, dll), perubahan koefisien run
Sumber : Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/M/2003 tentang : Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah Yang Wajib Dilengkapi Dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Beberapa kegiatan pada bidang Pekerjaan Umum untuk mempertimbangkan skal/besaran menggunakan ketentuan berdasarkan jumlah populasi, yaitu :
- Kota Metropolitas : > 1.000.000 jiwa
- Besar : 500.000 – 1.000.000 jiwa - Kota Sedang : 200.000 – 500.000 jiwa - Kota Kecil : 20.000 – 200.000 jiwa
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang terkait dengan Bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya adalah sebagai berikut:
Tabel 5.4
UKL dan UPL Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.17/KPTS/M/2003
No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah
1 Normalisasi Sungai (termasuk
sodetan) dan pembuatan kanal banjir
- Terjadi timbunan tanah
galian kana kiri sungai yang menimbulkan dampak lingkungan, dampak sosial, dan gangguan
- Mobilisasi alat besar dapat
menimbulkan gangguan dampak
a. Kota besar/ metropolitas
- Panjang >= 5 km
- Volume pengerukan >= 500.000 m3
b. Kota sedang >= 10 km
- Panjang >= 500.000 m3
- Volume pengerukan
c. Perdesaaan
- Panjang >= 15 km
- Volume pengerukan >= 500.000 m3
2 Persampahan a. Dampak potensial adalah
pencemaran gas/udara, resiko kesehatan masyarakat dan pencemaran dari leachate
b. Dampak potensial berupa pencemaran dari leachate, a. Pembangunan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill
(luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton)
b. TPA di daerah pasang surut , (luas land fill < 5 Ha dan
off , perubahan KDB, KLB.
Catatan
No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah
kapasitas < 5000 ton) udara, bau, vektor, penyakit
dan gangguan kesehatan c. Dampak potensial berupa
pencemaran dari leachate, udara, gas beracun, bau, vektor, penyakit dan gangguan kesehatan d. Dampak potensial berupa fly
ash dan bottom ash, pencemaran udara, emisi biogas, limbah, cooling water, bau dan gangguan kesehatan
e. Dampak potensial berupa pencemaran dari bau, dan gangguan kesehatan c. Pembangunan Transfer Station
(kapasitas operasional)
<1000 ton/ hari
d. Pembangunan intalasi
pengolahan sampah terpadu kapasitas
>= 500 ton/ hari
e. Pembangunan incenarator >= 500 ton/ hari
f. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku)
>= 100 ton/ hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api
>= 500 ton/ hari
3 Pembangunan perumahan/
permukiman
Besaran untuk masing-masing tipologi kota diperhitungkan berdasarkan :
- Tingkat pembebasan lahan
- Daya dukung lahan; seperti
daya dukung tanah,
kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar
- Tingkat kebutuhan air
sehari-hari
- Limbah yang dihasilkan
sebagai akibat hasil kegiatan perumahan dan permukiman
- Efek pembangunan terhadap
lingkungan sekitar (mobilisasi
4 Air limbah domestik
a. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk fasilitas penunjangnya
Luas >= 2 ha
Kapasitas 11 m3 / hari
- Setara dengan layanan untuk
100.000 orang
- Dampak potensial berupa
bau, gangguan kesehatan, lumpur sisa yang tidak diolah dengan baik dan gangguan visual
b. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya
Luas >= 3 ha
Kapasitas 2.4 ton/ hari
- Setara dengan layanan untuk
100.000 orang
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah
Luas >= 500 ha
Kapasitas 16.000 m3 / hari
- Setara dengan layanan untuk
100.000 orang
- Setara dengan 20.000 unit
- Dampak potensial berupa
gangguan lalulintas,
kerusakan prasarana umum, ketidaksesuaian atau nilai kompensasi
5 Pembangunan saluran drainase
(primer dan/atau skunder) di permukiman
- Berpotensi menimbulkan
gangguan lalulintas,
kerusakan prasarana umum, pencemaran di daerah hilir, perubahan tata air disekitar jaringan, bertambahnya aliran puncak dan perubahan perilaku masyarakat disekitar jaringan
- Pembangunan jaringan
a. Kota besar/ metropolitas >= 5 km
No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran Alasan Ilmiah
skunder di kota sedang yang melewati permukiman padat
6 Jaringan air bersih di kota besar/
metropolitas
Berpotensi menimbulkan dampak hidrologi dan persoalan keterbatasan air a. Pembangunan jaringan
distribusi
>= 500 ha
b. Pembangunan jaringan transmisi
>= 10 km
7 Pengambilan air dari danau,
sungai, mata air permukaan atau sumber air permukaan lainnya
>= 250 l/d - setara kebutuhan air bersih
200.000 orang
- setara kebutuhan kota sedang
8 Pembangunan pusat perkantoran,
pendidikan, olahraga, - Pembebasan lahan - Daya dukung lahan
- Tingkat kebutuhan air sehari-hari - Limbah yang dihasilkan
- Efek pembangunan terhadap lingkungan sekitar (getaran, kebisingan, polusi udara dan lain-lain)
- Konflik sosial akibat pembebasan lahan (umumnya berlokasi dekat pusat kota yang memiliki kepadatan tinggi) - Struktur bangunan bertingkat
tinggi dan bassement menyebabkan masalah dewatering dan gangguan tiang-tiang pancang terhadap akuifer sumber air sekitar - Bangkitan pergerakan dan
kebutuhan permukiman dari tenaga kerja yang besar - Bangkitan pergerakan dan
kebutuhan perkir pengunjung - Produksi sampah
9 Pembangunan kawasan
permukiman untuk pemindahan penduduk/ transmigasi
Luas lahan >= 2000 ha Berpotensi menimbulkan dampak
yang disebabkan oleh : - Pembebasan lahan - Tingkat kebutuhan air
- Daya dukung lahan; seperti daya dukung tanah, kapasitas resapan air tanah, tingkat kepadatan bangunan per hektar, dan lain-lain
Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
1. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)
Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) adalah pengelolaan rencana kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, mulai dari tahap kegiatan pra kontruksi, konstruksi hingga pasca konstruksi, sehingga dampak negatifya dapat diminimalkan dan dampak positifnya dapat dikembangkan semaksimal mungkin.
a. Tahap Pra Konstruksi
Pada tahap pra konstruksi, dampak yang menonjol adalah aspek sosial ekonomi dan budaya (keresahan masyarakat). Usaha penanganan atau pengelolaannya adalah dengan melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat, melalui pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun non formal.
b. Tahap Konstruksi
- Dampak yang paling menonjol pada tahap ini adalah kegiatan penggalian saluran utamanya saluran yang seiring dengan jalan raya. Pelaksanaan kegiatan penggalian dan tanah hasil galian dapat mengganggu pengguna jalan. Upaya penanganan atau pengelolaan yang dilakukan adalah mengatur hasil galian sebaik mungkin dan sekaligus membuang ketempat akhir tujuan.
- Guna menangani dampak terhadap komponen lingkungan prasarana jalan umum, yaitu kemacetan lalulintas dan kerusakan jalan, sebaiknya pengankutan meterial ke lokasi proyek dilakukan pada waktu lalulintas tidak ramai dan selain itu kerusakan jalan dapat diatasi dengan mengurangi beban muatan pada setiap kendaraan pengangkut dan pembuang meterial.
- Dampak terhadap komponen ekonomi, sebagian besar adalah merupakan dampak positif, karena terbukanya kesempatan kerja dan peluang usaha.
- Dampak terhadap interaksi sosial adalah dapat bersifat positif dan negatif. Dengan penyuluhan dan pemberian nasehat lewat tokoh masyarakat baik formal maupun non formal pengaruhnya dapat lebih bersifat positif. Dengan adanya interaksi sosial ini tentu akan menjadi asimilasi dimana faktor-faktor positif dapat lebih diutamakan.
pekerja. Untuk menangani dampak ini sebaiknya dilakukan control kesehatan secara berkala.
c. Tahap Pasca Konstruksi
Tahap pasca konstruksi sangat penting adan harus memiliki rencana pengelolaan yang baik untuk menjamin kelangsungan proyek agar dapat bermanfaat sesuai dengan rencana yang diharapkan. Pengelolaan yang sangat penting adalah pemeliharaan saluran drainase, sehingga aliran air selalu lancar. Pengelolaan yang dianjurkan adalah meliputi :
- Mencegah pembuangan sampah ke saluran.
- Melakukan pembersihan/pengerukan pada saluran dan sekaligus memperlancar pengaliran.
- Memperbaiki dinding-dinding saluran bila terjadi keruskan.
2. Upaya Pemantauan Lingkungan
Upaya pemantauan lingkungan (UPL) adalah pemantauan rencana kegiatan yang mungkin menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, mulai dari tahap kegiatan pra konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi, untuk memberikan umpan balik kepada upaya pengelolaan lingkungan (UKL).
a. Tahap Pra Konstruksi - Jenis Dampak
Pada tahap pra konstruksi, dampak yang menonjol adalah aspek sosial ekonomi dan budaya (keresahan masyarakat).
- Sumber Dampak
Keresahan masyarakat kemungkinan terjadi/muncul dikarenakan pengembangan penampang saluran drainase.
- Indikator Dampak
Adanya keresahan masyarakat ini ditunjukkan oleh timbulnya desas-desus di masyarakat sehingga memicu munculnya persepsi negatif tentang proyek.
Pemantauan lingkungan dilakukan dengan cara wawancara dengan masyarakat yang terkena dampak proyek dan menampung usulan mereka.
- Lokasi, Waktu dan Pemantauan Lingkungan
Lokasi pemantauan adalah penduduk di sekitar proyek. Pemantauan lingkungan dilakukan pada saat survey dan pengukuran dilakukan.
- Pelaksana
Pelaksana dalam pemantauan keresahan masyarakat adalah pihak pemrakarsa yang dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malinau, yang dapat dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dan Pemerintah Kabupaten Malinau.
b. Tahap Konstruksi - Jenis Dampak
Pada tahap pra konstruksi, dampak yang menonjol adalah aspek sosial ekonomi dan budaya (kecamburuan sosial).
- Sumber Dampak
Pemakaian tenaga kerja dari luar daerah yang sebenarnya kapasitasnya dapat dipenuhi oleh tenaga setempat
- Indikator Dampak
Kecemburuan sosial yang menimbulkan perasaan dengki di kalangan masyarakat, keluhan dan keinginan masyarakat sehubungan dengan penggunaan tenaga kerja.
- Teknologi
Pemantauan keluhan dan keinginan masyarakat dapat dilakukan dengan survey terbatas dengan mewawancarai masyarakat di daerah proyek terutama yang berdekatan dengan tapak proyek.
Lokasi pemantauan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan, waktunya setelah proses perekrutan tenaga kerja dengan frekwensi satu bulan sekali setelah kegiatan tersebut dilaksanakan.
- Pelaksana
Pelaksana dalam pemantauan keresahan masyarakat adalah pihak pemrakarsa yang dalam hal ini adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Malinau, yang dapat dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dan Pemerintah Kabupaten Malinau.
c. Tahap Pasca Konstruksi
Secara umum dampak penting yang timbul pada tahap pasca konstruksi dari proyek ini adalah dampak positif secara akumulatif yaitu pemantauan genangan air, kondisi fisik saluran dna pendangkalan akibat sidimentasi.
B. Pelaksanaan UKL dan UPL Pengembangan Sub Bidang Persampahan Kabupaten Malinau
Komponen kegiatan yang ditelaah mencakup kegiatan Prakonstruksi (persiapan), Konstruksi dan Pasca Konstruksi (operasional).
1. Tahap Prakonstruksi
Kegiatan tahap prakonstruksi merupakan tahap persiapan pembangunan TPA Kabupaten Malinau. Kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini meliputi: a. Pelaksanaan studi kelayakan secara teknis, ekonomis maupun lingkungan
serta penyusunan program dan Outline, Site Plan dan Detailed Engineering Design bangunan TPA.
b. Pembebasan Lahan. c. Mobilisasi peralatan. d. Rekruitmen tenaga kerja.
e. Pembersihan lahan dan pembangunan sarana penunjang (antara lain jalan masuk, tempat parkir, kantor, gudang, dan lain-lain).
2. Tahap Konstruksi
a. Mobilisasi tenaga kerja
pembangunan. Sedangkan untuk tenaga kerja yang memerlukan keahlian khusus akan didatangkan dari luar Kabupaten Malinau apabila tenaga dimaksud sudah tidak ada di Kabupaten Malinau.
b. Pematangan lahan dan pengadaan alat berat
Kegiatan ini dilakukan pada areal pembangunan TPA khususnya areal yang akan dijadikan jalan, lokasi parkir, halaman dan pekarangan, serta untuk bangunan TPA. Pada pekerjaan ini akan digunakan beberapa peralatan berat antara lain excavator, backhoe, dan dump truck.
c. Pembangunan Fisik TPA
Pembangunan TPA diantaranya meliputi : Pematangan Lahan
Bangunan Penunjang Pagar Keliling
IPAL
3. Tahap Pasca Konstruksi / Operasional
a. Rekrutiment tenaga kerja/karyawan TPA b. Pengoperasian IPAL
C. Komponen Lingkungan Yang Ditelaah.
Dalam studi ini ada 3 komponen lingkungan pokok yang akan ditelaah, yaitu komponen fisik kimia, biologi dan sosekbud. Aspek lingkungan yang diteliti dan dikaji terutama mencakup informasi dan data lingkungan yang relevan dengan upaya melakukan identifikasi prakiraan dan evaluasi dampak penting.
1. Komponen Fisik Kimia :
a. Iklim Mikro, kualitas udara dan kebisingan. b. Kualitas air, ketersediaan air, limbah cair. 2. Komponen Biologi
a. Jenis flora (darat dan air) yang langka dan dilindungi. b. Jenis fauna (darat dan air) yang langka dan dilindungi. 3. Komponen Lingkungan Sosial
b. Pendidikan dan peranannya. c. Lapangan kerja.
d. Kesehatan Masyarakat
e. Sikap dan persepsi masyarakat.
D. Aspek Lingkungan Yang Terkena Dampak .
1. Aspek Fisik Kimia yang dimungkinkan terkena dampak antara lain : a. Iklim Mikro.
b. Udara.
Udara pada lokasi pembangunan dimungkin terkena dampak pencemaran asap kendaraan berupa CO, CO2 dan NO2 hal ini juga ditambah debu dari
kendaraan yang beroperasi. c. Kebisingan.
Kebisingan dilokasi pembangunan bersumber dari pengoperasian kendaraan dan alat-alat berat.
2. Aspek Kimia
Aspek kimia meliputi kualitas udara, kualitas air dan kualitas tanah hal ini disebabkan timbulnya limbah baik berupa gas, partikel, cair yang banyak dihasilkan oleh proyek tersebut terutama setelah tahap kontruksi maupun tahap operasi yang berpontensi membawa dampak penting.
3. Aspek Biologi a. Flora.
Dampak terhadap tumbuh-tumbuhan yang hidup didaerah/lokasi proyek juga akan terkena dampak atas dibangunnya proyek tersebut.
b. Fauna.
Potensi dampak juga diperkirakan akan terjadi pada biota fauna yang selama ini dapat hidup dilokasi proyek.
4. Aspek Sosekbud.
Dampak yang timbul dari pembangunan TPA Sampah Kota juga akan mengarah pada masyarakat, terbukanya kesempatan kerja merupakan dampak positif yang ditimbulkannya. Sementara itu dampak negatifnya juga akan timbul berupa timbulnya kecemburuan sosial dan kesehatan masyarakat. Untuk mengelola Aspek Sosekbud perlu adanya suatu konsep agar fungsi lingkungan hidup tidak rusak
Batas wilayah studi ditentukan berdasarkan atas batas daerah kegiatan, batas administratif dan batas sosial, batas ekologis serta dengan memperhatikan batas teknis.
b. Batas ekologis
Ditentukan berdasarkan pada luas daerah yang terkena dampak penting akibat kegiatan proyek tersebut karena dipengaruhi oleh dinamika sistem alam. Oleh karena itu batas ekologis ditetapkan sesuai dengan ketergantungan dan faktor-faktor lingkungan oleh proses alami dengan penyebaran dampak kegiatan tersebut baik pada ekosistem daratan, ekosistem perairan, serta habitat hutan sebagai satu kesatuan ekosistem dalam hal ini batas ekologis pembangunan TPA Klapis di Kecamatan Malinau Utara
Arah angin diwilayah pembangunan sebagai batas ekologis, yaitu arah angin dominan terjadi didaerah pembangunan berupa arah Timur Laut terjadi pada bulan Desember sampai dengan April dan arah Barat Daya terjadi pada bulan Juni sampai dengan Oktober.
c. Batas Sosial
Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial kelompok masyarakat yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat pembangunan TPA.
d. Batas Administratif
Batas administrasi yang dimaksud adalah batas wilayah menurut kegiatan administrasi dan pemerintan yang ditentukan berdasarkan satuan pemerintahan desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten dan propinsi di wilayah kegiatan proyek tersebut yang berkaitan dengan batas proyek, batas ekologis dan batas sosial. Areal kegiatan pembangunan TPA Kabupaten Malinau di Klapis yang melayani wilayah Kecamatan Malinau Kota dan sekitarnya.
e. Batas Teknis
pengambilan contoh yang bergantung antara lain pada keadaan medan, cuaca, komunikasi, transportasi, keterbatasan dana, waktu dan metoda penelitian yang dapat diterapkan.
Untuk memprakirakan atau memprediksi dampak penting dari kegiatan pembangunan TPA terhadap lingkungan akan ditempuh cara sebagai berikut :
1. Memprakirakan kondisi lingkungan pada waktu t ”tanpa proyek” (kondisi rona lingkungan hidup awal), yaitu Qtp.
2. Memprakirakan kondisi lingkungan pada waktu t ”dengan proyek” (kondisi tahap Pra konstruksi pembangunan TPA), yaitu Qdp.
3. Memprakirakan kondisi lingkungan pada waktu t ”setelah selesai proyek” (kondisi pada tahap pasca pembangunan atau operasional TPA) yaitu Qsp.
Maka dampak yang akan diprakirakan pada tahap pembangunan TPA adalah Qdp
– Qtp (Otto Sumarwoto, 1997), sedangkan dampak yang akan diprakirakan
setelah selesainya pembangunan TPA adalah Qdp– Qtp + Qpp
Dalam mengkaji komponen lingkungan dan paramater lingkungan apakah terkena dampak penting atau tidak penting, dipergunakan dua macam pertimbangan, yaitu besarnya dan pentingya dampak.
Besarnya dampak diukur dari prakiraan perubahan kualitas lingkungan yang akan terjadi. Prakiraan terhadap perubahan kualitas akan dilakukan dengan metode formal dan metode informal
1. Metoda Formal.
Metode ini dipergunakan untuk memprakirakan dampak dari paramater-parameter yang sifatnya dapat diukur atau diestimasi dengan menggunakan model matematika atau statistika. Contoh dari parameter ini adalah pertumbuhan penduduk, erosi, kerapatan vegetasi dan lain sebagainya.
2. Metode Informal.
Dampak kegiatan terhadap kualitas lingkungan dikatagorikan “besar” bila perubahan lingkungan yang timbul tersebut mencapai nilai lebih atau sama dengan 41 % dari kondisi semula.
Prakiraan dampak penting perubahan kualitas lingkungan mengacu pada kriteria penilaian pentingnya dampak berdasarkan keputusan Kepala BAPEDAL No. Kep. 056/1994 dan juga memperhatikan faktor-faktor seperti :
1. Penyimpangan dengan baku mutu. 2. Penyimpangan terhadap kondisi normal. 3. Dampak lanjutan yang bersifat nyata.
Dampak-dampak penting yang diprakirakan akan timbul dievaluasi masing-masing keterkaitannya secara utuh (holistik) dengan mempertimbangkan sifat-sifat dari setiap dampak penting tersebut, seperti sebab akibat, sinergis dan antagonis, lamanya dampak berlangsung dan intensitasnya. Hasil analisis dan evaluasi tadi akan dituangkan pada Matriks Evaluasi Dampak Penting agar mudah pengkategorian dan membacanya.
Dari hasil evaluasi keterkaitan antara dampak penting tadi akan dapat diperoleh beberapa isu pokok dari dampak penting yang harus mendapat prioritas dalam pengelolaannya. Namun dampak penting lainnya yang tidak merupakan isu pokok tetap harus dikelola untuk mengurangi dampak negatif dan menambah dampak positif dari kegiatan penambangan batubara ini.
Model matriks evaluasi dampak penting tersebut di atas akan menampung beberapa pertimbangan untuk pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Memuat informasi rona lingkungan hidup awal. 2. Memuat informasi ciri dan dampak.
3. Sumber dampak penting yang perlu ditangani. 4. Dampak penting lingkungan yang perlu ditangani.
Dasar penilaian pentingnya dampak didasarkan pada pendekatan 7 kriteria dampak penting sesuai dengan Keputusan Kepala BAPEDAL No. 56 Tahun 1994, yaitu : 1. Jumlah manusia yang terkena dampak yang diukur dan dibandingkan dengan
2. Luas wilayah sebaran dampak yang diukur dan dibandingkan dengan luasnya batas proyek, batas kegiatan dan batas regional.
3. Lamanya dampak berlangsung yang diukur dan dibandingkan dengan lamanya waktu prakonstruksi, konstruksi dan operasi.
4. Intensitas dampak yang diukur terhadap daya toleransi dari lingkungan yang terkena dampak, persyaratan baku mutu atau besar / kecilnya pengaruh terhadap populasi.
5. Banyaknya komponen lingkungan lain yang terkena dampak, selain komponen lingkungan yang terkena dampak langsung.
6. Sifat kumulatif dampak, yang menunjukkan cepat/lambat pengaruh dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan.
7. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak yang diukur dengan tingkat kemudahan pengendalian atau pemulihan atas dampak yang timbul.
Atas dasar kriteria tersebut, nilai penting dampak di kategorikan yaitu penting (P) dan tidak penting (TP). Pembobotan nilai penting didasarkan pada penilaian yang teliti, yang mana dalam prosesnya akan selalu mengacu pada 7 kriteria tersebut.
Berdasarkan pada prakiraan dampak dan evaluasi, penanganan dampak-dampak penting yang mungkin timbul akibat kegiatan pembangunan TPA dilakukan berdasarkan dengan rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan.
Selanjutnya kajian mengenai sumber dampak penting dan dampak penting lingkungan tersebut akan dipergunakan untuk menyusun arahan rencana pengelolaan lingkungan.
5.4. Pemilihan Alternatif
Pemilihan alternatif metode pendugaan dampak untuk investasi di bidangkeciptakaryaan di Kabupaten Malinau disesuaikan dengan kebutuhan program/kegiatan ,dengan memperhatikan kegiatan – kegiatan yang wajib didukung dengan dokumen AMDAL atau hanya sebatas dokumen UKL-UPL
“ Sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan
5.5. Rencana Pengelolaan Safeguard Sosial dan Lingkungan
5.5.1. Sistem Pengelolaan
Safeguard lingkungan sangat dibutuhkan pada semua kegiatan investasi bidang keciptakaryaan,hal ini menjaga lingkungan yang terkena dampak pembangunan tetap terjaga dan setiap kegiatan tetap memperhatikan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Semua kegiatan investasi yang diperkirakan menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup memerlukan kajian lingkungan berupa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sedangkan kegiatan yang tidak diwajibkan AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia tetap menyusun kajian lingkungan. Kajian lingkungan ini berupa Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sebagai upaya dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
5.5.2. Pelaksanaan Pengelolaan
Pemilik kegiatan/ pemrakarsa yang akan melaksanakn pembangunan yang diperkirakan memberi dampak terhadap lingkungan harus memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku.
Studi AMDAL wajib dilaksanakan dan didiskusikan sebelum suatu proyek/kegiatan dilakukan/didirikan atau dibangun. Hasil studi AMDAL menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian izin usaha atau kegiatan oleh Walikota/Bupati atau Gubernur atau Menteri. Apabila rencana kegiatan mendapat izin dan melanjutkan pelaksanaan kegiatan, pemrakarsa diwajibkan melakukan hal-hal yang telah tertera dalam : Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan ( RKL ) untuk mengurangi atau mengendalikan dampak, dan Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) untuk memantau dampak yang terjadi.
5.4.3. Pembiayaan Pengelolaan
kabar,majalah , papan pengumuman di lokasi rencana proyek,atau di kantor pemerintah seyempat dan penyampaian pengumuman ini ada batas waktunya.
5.6. Safeguard Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali
Pengadaan tanah dan permukiman kembali biasanya terjadi jika kegiatan investasi berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih satu tahun.
Prinsip utama dalam pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan atau sedikitnya memperbaiki pendapatan dan standart kehidupan masyarakat yang terkena dampak akibat pengadaan tanah.
Pengadaan tanah dan permukiman kembali atau land acquaisition and resettlement untuk kegiatan RPIJM Bidang Cipta Karya di Kabupaten Malinau mengacu pada prinsip – prinsip sebagai berikut :
1. Transparan
Kegiatan investasi di bidang Keciptakaryaan diinformasikan secara transparan kepada semua pihak yang terkena dampak
2. Partisipasif
Masyarakat yang berpotensi terkena dampak / dipindahkan ( DP ) harus terlibat dalam seluruh tahapan perencanaan kegiatan
3. Adil
Pengadaan tanah tidak boleh memperburuk kondisi kehidupan DP dan masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan ganti rugi yang memadai sesuai kesepakatan. Warga
yang tarkena dampak harus sepakat atas ganti rugi yang ditetapkan atau jika memungkinkan secara sukarela menghibahkan sebagian tanahnya untuk kegiatan.