• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL SKRIPSI : MAKNA TINGKEPAN DALAM TRADISI JAWA PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DI DUSUN KRAJANSARI DESA KEBUMEN KEC. BANYUBIRU KAB. SEMARANG TAHUN 2017 - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JUDUL SKRIPSI : MAKNA TINGKEPAN DALAM TRADISI JAWA PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DI DUSUN KRAJANSARI DESA KEBUMEN KEC. BANYUBIRU KAB. SEMARANG TAHUN 2017 - Test Repository"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

MAKNA TINGKEPAN DALAM TRADISI JAWA

PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM DI DUSUN

KRAJANSARI DESA KEBUMEN KEC. BANYUBIRU KAB.

SEMARANG

TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Novie Wahyu Arumsari

NIM. 111-14-059

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

ِنَلَقْلاِب َنَّلَع يِذَّلا.مَزْكلأا َكُّبَرَو ْأَزْقا.ٍقَلَع ْنِه َناَسْنلإا َقَلَخ.قَلَخ يِذَّلا َكِّبَر ِنْساِب ْأَزْقا

ىَغْطَيَل َناَسْنلإا َّنِإ لاَك.ْنَلْعَي ْنَل اَه َناَسْنلإا َنَّلَع

(7)

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayah bunda kutercinta, Bejo Riswanto dan Nur Khayati yang selalu dengan sabar mencurahkan kasih sayang, dukungan dan do‟a yang tak pernah putus untuk penulis.

2. Kakakku Puji Ariyanto dan adikku tersayang Laila Rahma Nurul Asyifa yang selalu memberi dukungan sehingga terselesainya skripsi ini dengan lancer.

3. Bapak Drs. Juz'an, M.Hum selaku pembimbing penulis yang tidak henti-hentinya membimbing dan meluangkan waktunya

4. Pak Eko Haryanto, S.Pd.I. terima kasih atas kritik dan masukkanya dalam penulisan skripsi ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan penutup para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa kegelapan menujumasa yang sangat terang benderang dengan syariatnya yang lurus.

Skripsi yang berjudul “Makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan Islam di Dusun Krajansari Desa Kebumen Kec. Banyubiru, Kab. SemarangTahun 2017” ini, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) padaInstitut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Salatiga.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr.H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)

(9)

4. Bapak Drs. Juz'an, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.

6. Ayah dan Ibuku tercinta Bejo Riswanto dan Nur Khayati yang selalu dengan sabar mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk penulis.

7. Sahabat-sahabatku PAI angkatan 2014 yang telah menemani hari-hari saat kuliah di IAINSalatiga.

Semoga segala amal yang telah diperbuatakan menjadi amal saleh, yang akan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak dikemudian hari. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.yarabbal „alamin

Salatiga, 2 April 2018

(10)

ABSTRAK

Arumsari, Novie Wahyu. 2018. Makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan Islam di Dusun Krajansari Desa Kebumen Kec. Banyubiru, Kab. Semarang Tahun 2017. Skripsi, Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Juz‟an, M.Hum.

Kata Kunci : Tingkepan, Perspektif Pendidikan Islam

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk ritual tingkepan yang ada di masyarakat Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang dan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual tingkepan di masyarakat Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang.

Penelitian ini adalah merupakan penelitian lapangan. Dan menggunakan pendekatan kualitatif. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, penelitian yang menjelaskan realitas yang ada di lapangan kemudian menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat.

Hasil penelitian tentang Makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan Islam di Dusun Krajansari Desa Kebumen Kec. Banyubiru, Kab. Semarang Tahun 2017 tersebut diantaranya adalah Ritual tingkepan yang ada di Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang. 1). Siraman. Dimaksudkan untuk membersihkan serta menyucikan calon ibu dan bayi yang sedang dikandung, lahir maupun batin. Siraman dilakukan di tempat yang disiapkan secara khusus dan didekor indah. 2). Brojolan. Menggunakan sepasang kelapa gading yang ditato gambar Kamajaya dan Dewi Ratih. 3). Pemakaian busana. Calon ibu dibimbing keruangan lain untuk dikenai busana kain batik atau jarit. Sebelum matahari terbenam, Seluruh rangkaian upacara ini sudah selesai.

Nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual tingkepan di masyarakat Dusun Krajansari adalah 1). I’tiqadiyyah. Manusia diajarkan untuk selalu memohon perlindungan pada Allah agar diberikan keselamatan untuk anak yang masih ada dalam kandungan. Hal ini adalah perwujudan dari keimanan kepada Allah SWT.

2). Khuluqiyyah. Manusia selalu di ingatkan agar tidak seombong, hal ini terbukti

(11)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah ... B. Rumusan Masalah ... C. Tujuan Penelitian ... D. Kegunaan Penelitian ... E. Penegasan Istilah ... F. Metode Penelitian ... G. Sistematika Penulisan Skripsi ... BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Islam ... 1. Pengertian Pendidikan Islam ... 2. Tujuan Pendidikan Islam ... 3. Konsep Pendidikan Prenatal dalam Islam ... 4. Metode Pendidikan Islam ... 5. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam ... 6. Bentuk-Bentuk Pendidikan Islam ... 7. Nilai-Nilai Agama Islam ...

(12)

B. Korelasi Budaya Jawa dan Agama Islam ... 1. Pengertian Budaya ………... 2. Masyarakat Jawa ... 3. Konsep Mitoni dalam Tradisi Jawa ………...…....….. 4. Proses Akulturasi Budaya Jawa dan Islam ...…. 5. Interelasi Nilai Budaya Jawa dan Islam dalam aspek

kepercayaan dan ritual ... C. Tradisi Tingkeban dalam Masyarakat Jawa …...….……... BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar belakang

Setiap bangsa dan suku bangsa tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada (Bustanudin, 2002:15). Kebudayaan juga merupakan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia secara keseluruhan yang terdiri dari unsur-unsur berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan akan melahirkan sebuah tradisi sehingga akan memunculkan fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan naluri manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu mereka.

(14)

masyarakat, dan mengubah tradisi adalah sesuatu yang sangat sulit. Maka suatu langkah bijak ketika tradisi dan budaya tidak diposisikan berhadapan dengan ajaran, tetapi justru tadisi dan budaya sebagai pintu masuk ajaran Islam, misalnya tradisi Tingkepan yang dilaksanakan oleh sebagian umat Islam di Jawa.

Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Allâh, sebagai satu amanah yang harus dijalankan dengan baik. Kehadiran anak bagi orang tua, terlebih anak pertama mampu membawa dan menambah keharmonisan hubungan

dalam keluarga. Ada harapan besar dari setiap hal yang dilakukan oleh orang tua

demi menyambut kelahiran buah hatinya, orang tua seringkali melakukan berbagai upaya agar anak yang dilahirkan nantinya memperoleh kemudahan mulai dari proses kehamilan sampai kelahiran dan kehadiran anak yang masih dalam kandungan sudah seharusnya menjadi perhatian khusus bagi calon orang tua, khususnya ibu. Dari segi kesehatan, calon ibu senantiasa dengan sabar memeriksakan kandungannya ke dokter secara periodik agar kesehatan bayinya terjaga. Secara psikis, emosional dan watak seorang ibu pun dapat ditularkan melalui perilaku seorang ibu selama mengandung dan mengasuh. Apa yang ibu dengarkan atau bacakan kepada bayi dalam kandungan, akan didengar pula oleh

(15)

bimbingan dari kedua orang tuanya. Dengan demikian pendidikan anak dalam kandungan harus diperhatikan oleh kedua orang tua terutama ibu yang sedang mengandungnya, sebab pendidikan dalam kandungan merupakan awal mula berperannya pendidikan, sebagai peletak fondasi terhadap pendidikan selanjutnya. Oleh sebab itu Islam sangat memperhatikan pendidikan anak sedini mungkin bahkan sejak dalam kandungan. Tradisi Tingkepan yang dilakukan oleh sebagian golongan umat Islam di Jawa, merupakan salah satu upaya mendidik anak didalam kandungan ketika usia kandungan mencapai tujuh bulan (Mansur, 2004:11).

Seiring perkembangan zaman menuju pada era dimana masyarakat mulai berfikir seara logis dan ilmiah serta meninggalkan hal – hal yang bersifat mistisme, tradisi pun mulai mengalami perubahan bahkan terkadang dilupakan. Hal ini dikarenakan tradisi Jawa yang notabene memiliki aturan – aturan yang detail dan penuh ritual membuat masyarakat modern yang terkenal dengan masyarakat logis dan senang dengan hal – hal yang praktis mulai meninggalkan beberapa aturan dalam sebuah tradisi atau bahkan tidak memperhatikan tradis dalam segi kehidupan mereka.

(16)

itu budaya ke Barat –baratan lebih dominan menjadi “tradisi” baru dikalangan masyarakat dari pada tradisi yang diturunkan dari para leluhur terdahulu.

Nilai-nilai yang terkandung dalam upacara adat Tingkepan salah satunya adalah rasa bersyukur kepada Allah SWT. Atas nikmat dan rizkinya akan datangnya calon bayi dalam kandungan ibu yang merupakan anugerah kepada manusia. Selain itu rasa kekeluargaan semakin kental antar anggota keluarga yang lain, dimana dengan adanya acara ini semua anggota keluarga dan masyarakat sekitar dapat berkumpul dan saling berbagi.

Secara struktural tradisi Tingkepan mengandung nilai-nilai moral, etika, dan religius. Tradisi Tingkepan merupakan upacara peringatan tujuh bulan yang dilaksanakan untuk memperingati umur kehamilan pada bulan ketujuh yang didalamnya mengandung nilai-nilai religius baik dari perilaku peristiwa proses upacaranya. Secara prinsip, tradisi Tingkepan tidak terlepas dari nilai-nilai religius pada setiap urutan acaranya, khususnya nilai-nilai ajaran Jawa tidak bisa dipisahkan dari ajaran budi pekerti yang terdapat pada ajaran Islam.

Nilai-nilai ajaran Islam yang universal pada dasarnya terdapat relevansi dengan nilai-nilai yang terdapat pada tradisi Tingkepan, misalnya dalam tradisi Tingkepan yang sarat akan nilai-nilai budi pekerti ini pada intinya sama dengan istilah akhlakul karimah (sikap dan perbuatan terpuji). Seiring dengan perkembangan zaman yang serba modern dan instan, tradisi Tingkepan

(17)

tradisi. Hal ini menyebabkan ikut hilangnya beberapa makna simbol dan nilai-nilai religius dalam upacara Tingkepan secara perlahan dan sangat disayangkan jika generasi mendatang melestarikan sebuah budaya tanpa mengetahui makna simbol yang terkandung dalam budaya itu.

Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan mengenai makna simbol yang terdapat pada upacara Tingkepan sedikit banyak berkurang dan bahkan banyak

yang masyarakat menjalankan tradisi Tingkepan akan tetapi tidak mengetahui makna yang tersirat dibalik simbol-simbol dalam tradisi Tingkepan. Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan, Dusun Krajansari Desa Kebumen Kec. Banyubiru, Kab. Semarang merupakan daerah yang masih menjalankan tradisi Tingkepan.

Dalam pelaksanaannya disertai dengan kenduri sebagai syukuran. Adapun ubarampe yang perlu dipersiapkan, yaitu: tumpeng, keleman (ubi-ubian), rujakan dan dawet ayu, kecambah kacang ijo dan ketan procot. Semua

ubarampe yang harus dipersiapkan memiliki maksud tertentu yang pada

intinya mendoakan agar calon bayi dan ibunya selamat.

(18)

Tingkepan atau mendoakan calon bayi yang berumur 7 bulan dan ibu yang mengandungnya.

Pelaksanaan tradisi Tingkepan terkadang mendatangkan seorang pemateri yang kemudian menerangkan tata cara Tingkepan secara Islami yang pada intinya bahwa antara tradisi Jawa dan Islam itu saling melengkapi, hanya saja tradisi-tradisi yang lebih mengarah kepada syirik ditinggalkan dan tradisi tradisi yang lebih bersifat positif perlu diperbaiki dengan meninggalkan sifat yang menuju kesyirikan diubah menjadi sifat yang religius dan membawa keberkahan. Dan untuk seorang ibu yang sedang mengandung sebaiknya diperbanyak membaca al-Qur‟an dan bershalawat agar calon bayi mendapatkan syafa‟at dari Allah SWT. dan secara tidak langsung calon bayi mendapatkan

pendidikan dimana apapun yang dilakukan oleh ibunya, lingkungan yang terjadi dan perasaan ibunya dapat mempengaruhi perkembangan otak bayi dan direkam dalam memori.

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik ingin mengetahui lebih jauh apa yang melatar belakangi kebiasaan atau tradisi Tingkepan sehingga masih dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Krajansari, adapun peneliti mengambil judul:

“Makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan

(19)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka yang menjadi topik permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana ritual tingkepan yang ada di Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang?

2. Bagaimana nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual tingkepan di masyarakat Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang?

3. Apa makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan Islam di Dusun Krajansari Desa Kebumen Kec. Banyubiru, Kab. Semarang?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui bentuk ritual tingkepan yang ada di masyarakat Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang.

2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual tingkepan di masyarakat Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang.

(20)

D.Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian, diharapkan nantinya dapat berguna yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat berguna untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang terdapat di Indonesia.

2. Untuk masyarakat, sebagai sumbangan informasi bagi semua lapisan masyarkat agar tetap menjaga tradisi dan adat istiadat peninggalan orang-orang Jawa yang ada sampai saat ini.

3. Bagi IAIN Salatiga, untuk memperkaya perbendaharaan perpustakan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk mengembangkan wawasan dan bahan dokumentasi untuk penelitian lebih lanjut.

E.Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman, penulis akan mengartikan beberapa kata yaitu:

1. Makna

(21)

2. Tingkepan

Tingkepan adalah diselenggarakanya upacara slametan pada masa kehamilan seorang ibu hamil pada usia tujuh bulan (Geertz,1981:48). 3. Tradisi Jawa

Tradisi merupakan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama (Soekanto, 1987:13). Dalam Kamus Bahasa Indonesia tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat. Sedangkan kata Jawa adalah masyarakat atau orang-orang Jawa.

Jadi tradisi jawa merupakan kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat dan akan diwariskan secara turun-temurun yang dilakukan masyarakat atau orang-orang Jawa.

4. Pendidikan Islam

Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik kepada terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju kepribadian yang lebih baik, yang pada hakikatnya mengarah pada pembentukan manusia yang ideal (Nata, 2005:101). Manusia ideal adalah manusia yang sempurna akhlaqnya. Yang nampak dan sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu menyempurnakan akhlaq yang mulia.

(22)

adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah (Zuhairini,1983:98).

Jadi, dalam penelitian yang berjudul makna Tingkepan dalam Tradisi Jawa Perspektif Pendidikan Islam di Dusun Krajansari di fokuskan pada nilai-nilai Pendidikan yang Islami yang terkandung dalam ritual Tingkepan.

F.Metode Penelitian

Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip prinsip dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis, 2002:24). Ada beberapa komponen dalam metode penelitian ini: 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan penelitian lapangan. Dan menggunakan pendekatan kualitatif. Dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, penelitian yang menjelaskan realitas yang ada di lapangan kemudian menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan kata-kata atau kalimat.

(23)

menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat research

dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari sesuatu gejala tertentu. 2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti sangatlah penting sekali. Peneliti bertindak sebagai instrumen langsung sekaligus pengumpul data. Peneliti dalam penelitian ini bertindak secara langsung dan terlibat aktif di lapangan guna mendapatkan data yang riil dan akurat.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang Propinsi Jawa Tengah.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis dapat memperoleh informasi data dari beberapa literatur buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti lakukan secara langsung yang kemudian dianalisis.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode diantaranya:

a. Observasi

(24)

kejawen di Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang.

b. Wawancara atau interview

Yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Hal ini dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai pelaksanaan ritual Tingkepan, pendapat beberapa tokoh tentang Tingkepan dan Nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual tersebut kepada masyarakat di Dusun Krajansari Desa Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang.

c. Dokumen

Yaitu teknik dengan cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil/hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penyelidikan (Nawawi, 1990:133). Dokumen yang dikumpulkan oleh peneliti berupa kondisi Geografis, gambaran Demografis Desa Kebumen dan Data Monografi Kependudukan Dusun Krajansari.

6. Analisis Data

(25)

a. Menetapkan fokus penelitian

b. Penyusunan temuan-temuan sementara berdasarkan data yang telah terkumpul

c. Pembuatan rencana pengumpulan data berikutnya berdasarkan temuan-temuan pengumpulan data sebelumnya

d. Pengembangan pertanyaan-pertanyaan analitik dalam rangka pengumpulan data berikutnya

e. Penetapan sasaran-sasaran pengumpulan data berikutnya.

Setelah data terkumpul maka selanjutnya adalah tahap menganalisis data, sebagai tatap akhir suatu penelitian maka penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan cara data yang dikumpulkan berupa kata kata, gambar dan bukan angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Jadi, Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data serta menarik kesimpulan (Verifikasi)” (Milles, 2007:16-18).

7. Pengecekan Keabsahan Data

(26)

a. Perpanjangan keikutsertaan b. Ketekunan pengamatan c. Triangulasi

d. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi e. Analisis kasus negativ

f. Kecakupan referensional g. Pengecekan anggota h. Uraian rinci

i. Auditing

Penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moeloeng, 2004:330).

(27)

Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

yang dikatakan secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan masyarakat dari berbagai kelas.

(28)

8. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang digunakan oleh peneliti sebagai berikut:

a. Tahap pra lapangan

1) Mengajukan judul penelitian 2) Menyusun proposal penelitian

3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing b. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi:

1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian

2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian 3) Pencatatan data yang telah dikumpulkan

c. Tahap analisis data, meliputi kegiatan:

1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian 2) Pengecekan keabsahan data

d. Tahap penulisan laporan penelitian 1) Penulisan hasil penelitian

2) Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing 3) Perbaikan hasil konsultasi

(29)

G.Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini, penulis mengajukan pembahasan dari beberapa bab yang berisi tentang keterkaitan tentang studi kasus yang penulis teliti, penulis memberikan gambaran sebagai berikut:

Adapun pembahasan dalam skripsi ini: Pada BAB I berisi Pendahuluan, yang memuat: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah dan Metode Penelitian. Metode penelitian berisi: Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-tahap Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Pada BAB II berisi Kajian Pustaka, yang memuat: yang pertama adalah Pendidikan Islam, pendidikan Islam itu sendiri mencakup: Pengertian Pendidikan Islam, Batasan Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam, Unsur-unsur Pendidikan Islam, Bentuk-bentuk Pendidikan Islam dan Nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual Tingkepan. Yang kedua adalah Tingkepan, Tingkepan itu sendiri mencakup: Pengertian Tingkepan, Bentuk – bentuk tradisi Tingkepan dan Tujuan pelaksanaan Tingkepan.

(30)
(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari bahasa

Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbingan berkelanjutan. Secara

etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari

generasi ke generasi sepanjang eksistensi kehidupan manusia. Secara

teoritis, ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia pada

umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25 tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat diartikan bahwa sebelum menikah, ada kewajiban bagi siapa pun untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendidik anak keturunanya. Secara praktis, ada pendapat yang mengatakan bahwa bagi manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan bahkan sejak masih ada di dalam kandungan (Suhartono, 2008:77).

Pendidikan Islam terdapat proses transformasi unsur-unsur pokok peradaban muslim dari generasi ke generasi supaya identitas umat tetap terpelihara dan bisa berkembang secara sempurna.

Dijelaskan juga oleh Ahid (2010:19):

“Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,

(32)

mengontrol, mengatur dan merekayasa kehidupan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam”.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Islam adalah upaya untuk membuat sosok pribadi menjadi lebih baik, dalam arti kehidupannya menjadi lebih berkembang dan menjadi manusia yang manusiawi. Keberadaan pendidikan melekat erat di dalam diri manusia sepanjang zaman dan pendidikan merupakan proses perubahan menuju kedewasaan, pencerdasan dan pematangan diri.

2. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah dunia cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir. Dan kualitas dari tujuan itu adalah dinamis dan berkembang nilainya, lebih-lebih tujuan pendidikan yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai yang bersifat fundamental, seperti nilai-nilai sosial, nilai-nilai ilmiah, nilai-nilai moral dan nilai agama. Seperti yang dikatakan Majid (2007:47):

“Tujuan pendidikan islam adalah untuk membentuk pribadi

muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta”.

Dalam hubungan dengan tujuan pendidikan Islam ini, Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany membaginya menjadi tiga jenis tujuan yakni:

(33)

kekuatan iman yang sempurna dan takwallah sampai pada derajat Ma’rifatullah yang diberi gelar Khalifatullah fil ardi.

b. Tujuan umum pendidikan Islam adalah menghindarkan dari belenggu yang bisa menghambat pembentukan pribadi muslim dan berusaha membentuk pribadi muslim dan berusaha membentuk pribadi dengan mengembagkan berbagai fitrah yang dimiliki manusia sehingga mencapai kedewasaan dalam ukuran fikriyah, dzikriyah dan amaliyah.

c. Tujuaan khusus pendidikan Islam adalah penjabaran dari sebagian aspek-aspek pribadi khalifatullah yang hendak diusahakan melalui pemberian berbagai kegiatan tertentu dalam setiap pentahapan proses pendidikan (untuk mengembagkan aspek-aspek pribadi muslim) (Ahid, 2010:45-54).

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia muslim yang baik dan sempurna dari segi jasmaniah, aqliyah dan rohaniah.

Dengan adanya tujuan pendidikan islam seseorang harus mampu menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai ilmu pengetahuan secara mendalam dan luas dalam pribadi seseorang, sehingga akan terbentuk dalam dirinya sikap beriman dan bertakwa untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat. 3. Konsep Pendidikan Prenatal dalam Islam

(34)

memelihara diri dan keluarganya dari kesengsaraan, kehancuran, atau kebinasaan api neraka, baik didunia maupun di akhirat. Cara pemeliharaan itu adalah dengan mematuhi ajaran dan hukum-hukum Islam mengenai pergaulan muda-mudi, perkawinan, pergaulan suami-istri, pendidikan anak, pemilikan harta dan lain-lain yang berkaitan dengannya.

Keluarga merupakan pusat pendidikan pertama, tempat anak berinteraksi dan memperoleh kehidupan emosional, sehingga membuat keluarga mempunyai pengaruh yang dalam terhadap anak. Keluarga merupakan lingkungan alami yang memberi perlindungan dan keamanan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok anak. Keluarga juga merupakan lingkungan pendidikan yang urgen, tempat anak memulai hubungan dengan dunia sekitarnya serta membentuk pengalaman-pengalaman yang membantunya untuk berinteraksi dengan lingkungan fisik dan sosial (Aly, 2000:203).

Pada dasarnya ada dua tujuan pokok lembaga keluarga yang secara otomatis akan menciptakan pula kesehatan mental keluarga. Kedua tujuan pokok itu ialah:

a. Mendapatkan ketentraman hati, terhindar dari kegelisahan dan kebimbangan yang tidak berujung pangkal.

b. Melahirkan keturunan yang baik (saleh) (Surtiretna, 2002:5).

(35)

kemauan dan menimbulkan kehendak untuk memadu kasih sayang, mengundang cumbu-rayu yang akhirnya memadukan hati dan jiwa.

Mawaddah banyak yang membutuhkan segala yang serba duniawi seperti:

rumah, kendaraan dan jaminan masa depan. Melalui perkawinan,

mawaddah atau cinta ini akan berkembang menjadi rahmah, yaitu rasa

saling menyantuni antara suami-istri lantaran jalinan kasih sayang, bukan karena daya tarik fisik.

Tujuan perkawinan yang kedua ialah mendapatkan keturunan yang baik. Fungsi kedua ini merupakan akibat dari fungsi yang pertama, bertujuan untuk melestarikan spesies manusia melalui reproduksi hingga menghasilkan keturunan (Surtiretna, 2002:5-9).

Perkawinan itu diharapkan akan mampu melahirkan keluarga yang sakinah (tentram dan damai), untuk mewujudkan hal itu diperlukan kemampuan memfungsikan tujuh fungsi keluarga sebagai berikut:

a. Fungsi ekonomis: keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri, yang disitu anggota–anggota keluarganya mengkonsumsi barang-barang yang diproduksi.

b. Fungsi sosial: keluarga memberikan prestis dan status kepada anggota-anggotanya.

c. Fungsi edukatif: keluarga memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga remaja.

(36)

e. Fungsi religius: keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya.

f. Fungsi rekreatif: keluarga merupakan pusat rekreasi bagi anggota-anggotanya

g. Fungsi afektif: keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan (Surtiretna, 2002:14).

Islam adalah agama Allah, baik mengenai akidah maupun hukum, yang diwahyukan kepada Rasulullah Muhammad dan telah diwajibkan rasulullah ini untuk menyeru umat manusia kepada agamanya itu. Nabi Muhammad SAW telah menerima wahyu itu dan telah menyampaikannya kepada umatnya persis seperti wahyu yang diterimanya. Nabi Muhammad SAW melalui wahyu, telah memberi nama bagi agama yang dibawanya itu dengan dinnullah, dinnul Islam, yaitu agama Allah, atau agama Islam (Baihaqi A.K, 2001:12).

Islam memandang pendidikan sebagai proses yang terkait dengan upaya mempersiapkan manusia untuk mampu memikul taklif (tugas hidup) sebagai khalifah di muka bumi. Untuk maksud tersebut, manusia diciptakan dengan potensi berupa akal dan kemampuan belajar.

(37)

sepanjang sejarah umat Islam yang dilakukan ketika anak masih dalam kandungan. Terkait proses penciptaan manusia ketika masih dalam kandungan Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Mukminun ayat 14:

Artinya: Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.

Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik (QS.

Al-Mukminun:14).

Tujuan yang hendak dicapai dalam paedagogis Islami adalah mendapatkan keturunan yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, berilmu dan beramal saleh, berbudi luhur, berbakti kepada orang tua, memiliki ketrampilan, cakap memimpin, cakap mengolah isi bumi untuk kemakmuran hidup didunia dan mampu bertanggung jawab terhadap perjuangan pembangunan agama, bangsa, dan Negara (Baihaqi, 2001:27).

Tujuan tersebut tidak dapat dicapai kecuali melalui upaya pendidikan yang terencana, terpadu dan terarah sesuai dengan ajaran Islam tentang pendidikan. Untuk itu, setiap orang tua harus memulainya dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Persiapan

(38)

pendidikan secara langsung, yang dimulai saat bayi berada dalam kandungan sampai akhir hayat (Supriyono, 2001:45).

Persiapan mendidik juga berawal dari memilih istri yang taat mengamalkan agama dan memilih suami yang taat beragama (mengamalkan agama) dan akhlak yang baik, serta bukan termasuk saudara dekat.

Sebelum melakukan pernikahan seorang calon suami maupun istri harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang sudah diatur oleh agama dan adanya kematangan untuk berumah tangga. Kematangan untuk berumah tangga dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu kematangan jasmani dan rohani. Kematangan rohani ditentukan berdasarkan tingkat usia kronologis, minimal sudah akil-baligh. Sedangkan kematangan rohani ditentukan berdasarkan kesiapan mental untuk berumah tangga. Selain pemilihan jodoh, persiapan pendidikan janin, ditunjang pula oleh ajaran-ajaran lain yang terkait dengan pernikahan:

1) Pada waktu akad nikah

(39)

ketaqwaan, perbuatan baik, ampunan, serta kebahagiaan, tentang perjalanan nasab dan pemberian rizki dari Allah, dan tentunya tentang kebahagian suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

2) Pada saat berjima‟

Perkawinan atau pernikahan mempunyai lima faedah, Faedah-faedah pernikahan antara lain adalah untuk memperoleh keturunan, menyalurkan gejolak syahwat, menghibur hati dan melepas rindu, mengatur rumah tangga, dan melakukan mujahadah (melakukan tugas kewajiban sebagai suami atau istri dan perjuangan melawan nafsu) (Surtiretna, 2002:29).

Agama Islam tidak hanya membatasi materi petunjuk tentang moral perkawinan, tetapi juga menetapkan petunjuk tentang sopan santun melakukan hubungan kelamin dengan istri. Adapun sopan-santun sanggama sebagaimana petunjuk Rosullullah di antaranya; berwudhu, melakukan shalat sunnah dua raka‟at secara berjamaa‟ah,

mengajak berbicara dengan lemah-lembut dan bercengkrama, membangkitkan syahwat istri dengan cumbuan dan rayuan sebelum

melakukan hubungan seksual, membaca do‟a ketika suami-istri akan

(40)

3) Mengkonsumsi makanan halal dan baik

Diharapkan persiapan tubuh sebelum hamil kurang lebih tiga sampai enam bulan sebelum hamil, suami juga ikut bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang sehat, pemenuhan kebutuhan dan menjaga kesehatan. Pada seorang wanita yang sedang hamil, makanan yang dimakan sebagian diperuntukkan bagi pertumbuhan bakal anak yang dikandungnya, baik pertumbuhan fisik maupun pertumbuhan jiwanya.

b. Pelaksanaan Pendidikan

Pendidikan anak secara aktif, menurut ajaran paedagogi Islam, harus dimulai sejak masa diketahui bahwa anak tersebut sudah dalam kandungan istri (prenatal) dengan cara atau tehnik pendidikan yang Islami. Setelah diketahui bahwa istri sudah positif mengandung, pendidikan akan sudah dimulai secara aktif melalui ibunya (Baihaqi, 2001:22).

Calon Ibu, ketika mendidik bayi yang masih dalam kandungan peran kedua orangtua sangat penting sekali. Calon ayah dan ibu harus membasakan melakukan hal-hal sifatnya positif. Seperti mengaji Al-qur‟an, mengerjakan amalan sunnah rasul dan sholat malam. Dengan

(41)

mengundang para tetangga dalam slametan tingkepan. Hal ini berarti orangtua sudah berbagi kebahagian dan meminta do‟a restu para tamu.

4. Metode Pendidikan Islam

Pada dasarnya metode pandidikan Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode ini memungkinkan dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk dan konsep-konsep pembelajaran Islam. Selain itu, metode pendidikan islam akan mampu menempatkan manusia diatas luasnya permukaan bumi dan dalam masa yang tidak demikian kepada penghuni bumi lainnya. Metode yang dianggap penting dan paling menonjol adalah : a. Metode Diskusi

Metode diskusi yaitu suatu sistem pembelajaran yang dilakukan dengan cara berdiskusi. Dalam metode ini pertanyaan yang diajukan mengandung suatu masalah dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu jawaban saja. Jawaban yang terdiri dari berbagai kemungkinan, memerlukan pemikiran yang saling menunjang dari peserta diskusi, untuk sampai pada jawaban akhir yang disetujui sebagai jawaban yang paling benar atau terbaik (Ubhiyati, 1997:101).

b. Tanya jawab dan dialog

(42)

sudah diberi tugas, membaca materi pelajaran tertentu dari sebuah buku. Teknik ini akan membawa kepada penarikan deduksi. Dalam pendidikan, deduksi merupakan suatu metode pemikiran logis yang sangat bermanfaat. Formulasi dari suatu metode umum diluar fakta ternyata lebih berguna sebab peserta didik akan dapat membandingkan dan menyusun konsep-konsep (Nahlawi, 1995: 204).

c. Metode keteladanan

Metode ini, disebut juga metode meniru yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak didik. Dalam Al-qur‟an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk menciptakan akhlak al mahmudah kepada peserta didik (Mujib, 2008:167).

Nilai edukatif keteladanan daam dunia pendidikan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan danmembentuk moral spriritual dan sosial anak didik.

d. Metode Mau‟izhah

Metode ini disebut juga metode “nasehat” yakni suatu

(43)

motivasi. Metode Ibrah sangat efektif dalam pembentukan mana anak didik terhadap hakekat sesuatu,serta memotivasinya untuk bersikap luhur, berakhlak mulia dan membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam (Armai, 2002:41).

Metode nasehat hanya diberikan kepada mereka yang melanggar peraturan dalam arti ketika suatu kebenaran telah sampai kepadanya, mereka seolah-olah tidak mau tau kebenaran tersebut terlebih melaksanakannnya. Pernyataan ini menunjukkan adanya dasar psikologis yang kuat, karena orang pada umumnya kurang senang dinasehati, terlebih jika ditunjukkan kepada pribadi tertentu.

e. Metode Ibrah

Al-ibr berarti melampaui dari suatu keadaan yang lain,

sedangkan al- ubur khusus digunakan dalam arti menyebrangi air. Ketika menafsirkan surat Yusuf ayat 111 ia mengatakan bahwa I‟tibar dan ibrah

ialah yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan yang abstrak. Maksudnya adalah perenungan dan tafakur.

(44)

Tujuan pedagogis ibrah ialah mengantarkan pendengar kepada kepuasan berpikir akan salah satu perkara aqidah dalam mendidik perasaan ketuhanan seperti menanamkan, mengokohkan, dan menumbuhkan tauhid dan ketundukan kepada Allah swt. Penggunaan metode ibrah diantaranya adalah:

1) Pengambilan Ibrah dari Kisah

Setiap kisah dalam Al-Qur‟an mempunyai tujuan pendidikan tertentu. Pengambilan dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang berpikir dengan sadar, yang akal dan fitrahnya tidak terkalahkan oleh hawa nafsu. Orang ini bahkan dapat mengambil intisari dengan benar dari kisah itu.

Implikasi pendidikan ibrah ini ialah mananamkan akhlak Islamiyah dan perasaan ketuhanan kepada anak. Oleh karena itu, ibrah akan diraih oleh orang yang mempunyai akal sehat. Pendidik hendaklah menggugah anak agar mau merenung dan membiasakan berpikir sehat, seperti mengajukan pertanyaan dengan tujuan seperti di atas. Pertanyaan itu diharapkan dapat membimbing perasaan mereka dalam menghayati isi pesan yang tersirat dalam kisah tersebut, dan pertanyaan itu hendaklah bersifat formatif yaitu membandingkan sikap pelaku kisah dengan sikap mereka dalam kehidupan sehari-hari. 2) Pengambilan ibrah dari makhluk ciptaan Allah dan nikmatnya yang

(45)

Ibrah didasarkan atas pemikiran yang dalam dan pengamatan yang cermat, maka kita akan dapat menyingkap keajaiban yang diciptakan Allah dala segala nikmat yang dilimpahkan kepada hamba-Nya. Pada ayat di atas Allah menjelaskan kepada manusia bahwa susu yang putih bersih dari segala kotoran, padahal ia keluar dari perut yang juga mengandung kotoran dan darah. Ayat tersebut juga menerangkan bahwa buah korma dan anggur yang menyerap makanannya dari air dan tanah, dengan kekuasaan Allah buah itu memberikan kepada manusia minuman yang dapat memabukkan dan juga rizki yang baik.

(46)

5. Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam

a. Dimensi Manusia sebagai Subjek-Objek dalam Pendidikan Islam

Obyek studi ilmu pendidikan Islam dapat dibedakan menjadi dua hal yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material dalam ilmu pendidikan Islam adalah manusia dengan berbagai potensi yang dimiliki sebagai subyek-obyek didik. Subyek-obyek didik dalam pandangan Islam ialah manusia yang sudah memiliki potensi, dan oleh karena itu merupakan sasaran obyek untuk ditumbuh-kembagkan agar menjadi manusia yang sempurna sesuai dengan ajaran Islam. Sedangka obyek formal dalam ilmu pendidikan islam adalah upaya normatif untuk menumbuh-kembangkan potensi manusia dengan menjadikan Islam sebagai materi yang akan dididikkan melalui aktivitas pendidikan sehingga dapat mempengaruhi pola perkembagan dan perumbuhan manusia sebagai subyek-obyek didik.

b. Dimensi Pendidik dalam Perspektif Pendidikan Islam

(47)

mudarris, dan mu’addib. Pihak yang bertaggung jawab terhadap pendidikan peserta didik adalah keluarga, sekolah, masyarakat serta pemerintah.

c. Dimensi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam

Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subyek dan obyek yang aktif. Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang sedang mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk menumbuh-kembangkan potensinya, dalam literarur bahasa Arab, peserta didik sering ditemukan dengan nama mutarabby,

muta’alim, muta’addib, daaris, dan muriid.

Pada dasarnya peserta didik merupakan orang yang sedang menempuh pendidikan untuk mendapatkan bimbingan, layanan, pembinaan, dan pelatihan dari seorang pendidik melalui kegiatan pembelajaran sehingga memiliki ilmu, sikap, dan perilaku yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

d. Dimensi Tujuan dalam Pendidikan Islam

Tujuan secara etimologi mengandung arti arah, maksud, atau halauan. Secara terminologi tujuan berarti sesuatu yang diharapakan tercapai setelah sebuah usaha atau kegiatan selesai. Menurut Ibnu Taimiyah tujuan pendidikan Islam itu adalah :

(48)

menanamkan akhlak Islam, seperti berdikap benar dalam segala aspek kehidupan.

2) Mewujudka masyarakat Islam, yakni mampu mengatur hubungan sosial sejalan dengan sya‟riat Islam. dalam hal ini mampu

menciptakan kultur yang Islami karena ikatan akidah Islam.

3) Mendakwahkan ajaran Islam sebagai tatanan universal dalam pergaulan hidup di seluruh dunia.

e. Dimensi Materi dalam Pendidikan Islam

Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan Islam sebagai-mana yag diharapkan, maka tentu saja materi yang akan disajikan sebagai bahan kajian adalah materi-materi yang diambil dari sumber ajaran Islam. sumber materi ajaran islam adalah dari al-Qur‟an dan Hadis. Dari kedua sumber tersebut kemudian melahirkan materi akidah, ayari’at, dan

tarikh Islam (Yasin: 2008: 54-128).

6. Bentuk-bentuk Pendidikan Islam

(49)

a. Pendidikan formal

Lembaga pendidikan formal adalah sekolah merupakan lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang dari dan untuk masyarakat. (Arifin, 1993:50). Artinya sekolah sebagai pusat pendidikan formal merupakan perangkat masyarakat yang diserahi kewajiban memberi pendidikan, yang terikat pada tata aturan formal berprogram dan bertarget atau bersasaran yang jelas, serta memiliki struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau pengelolaan yang resmi.

Sebagai suatu sistem, sekolah merupakan lembaga yang utuh dan bulat sebagai kesatuan yang di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang saling berperan dan berkaitan. Sebagai wadah berlangsungnya pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat. Maka dengan pendidikan, merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohani ke arah kedewasaan.

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang sangat penting sesudah keluarga. Sekolah merupakan satu faktor yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak terutama kecerdasannya, sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola pikir anak. Di sekolah ia mendapat pendidikan yang intensif. Di sinilah potensi anak akan ditumbuh kembangkan.

(50)

tidak mampu atau tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pendidikan lingkungan keluarga. Hal tersebut menurut Arifin (1993:68) dikarenakan beberapa faktor antara lain:

1) Faktor keterbatasan pengetahuan orang tua, yaitu tidak setiap orang tua memiliki pengetahuan yang dibutuhkan oleh anak-anak.

2) Faktor kesempatan waktu yaitu dikarenakan kesibukan orang tua dengan tanggungjawabnya yang besar dan banyak. Mungkin kesempatan waktu tidak mengizinkan meskipun pengetahuan orang tua memadai.

3) Faktor perkembangan anak, yaitu sudah masanya anak-anak mendapatkan pendidikan dan pengajaran di sekolah, karena secara jasmanai emosi dan pikirannya sudah matang untuk menerima semua itu dan ada kesediaan melakukan tugas yang diberikan oleh orang lain (guru).

4) Faktor lingkungan, yaitu kemungkinan pengaruh abad modern dengan kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan dan kemajuan di banyak bidang.

b. Pendidikan Nonformal

(51)

Secara fungsional struktural, masyarakat ikut mempengaruhi terbentuknya sikap sosial para anggotanya, melalui berbagai pengalaman yang berulang kali. Mengingat pengalaman yang beraneka ragam, maka sikap sosial anggotanya beraneka ragam pula.

Pada hakikatnya pendidikan nonformal merupakan bentuk pendidikan yang ketiga yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi seseorang. Pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah adalah bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib dan berencana di luar kegiatan sekolah dan tidak terlalu mengikuti peraturan yang tetap dan ketat. Termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang diberikan kepada:

1) Anak-anak yang belum pernah sekolah

2) Anak-anak yang meninggalkan pendidikan SD/SLP dan tidak meneruskan sekolah lagi (di bawah umur 18 tahun)

3) Orang-orang dewasa (adult education)

4) Anak-anak di bawah umur 18 tahun yang memerlukan re-edukasi 5) Orang-orang dewasa yang memerlukan re-edukasi

6) Kepada masyarakat satu lingkungan budaya (community education).

(52)

dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

c. Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak lahir sampai mati di dalam keluarga, dalam pekerjaan atau pergaulan sehari-hari dan yang menjadi penanggung jawab penyelenggara pendidikan adalah orang tua (Arifin, 1993:98).

Tujuan dari pendidikan informal yaitu lebih menekankan pada pendidikan karakter berupa ahlak dan kepribadian. Karena pendidik dari lembaga informal adalah keluarga serta masyarakat sekitar sehingga dalam lembaga ini tidak adanya tujuan dan kurikulum yang terencana, terstruktur dan sistematis.

(53)

adalah ayah dan ibu dan anak sebagai terdidiknya, dan tidak mempunyai program yang resmi seperti yang dimiliki oleh badan pendidikan formal.

Tugas keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anak berikutnya, agar anak dapat berkembang secara baik. Anak yang karena satu dan lain hal tidak mendapatkan pendidikan dasar secara wajar, ia akan mengalami kesulitan dalam perkembangan berikutnya.

Lingkungan keluarga sering disebut lingkungan pertama dalam pendidikan. jika karena sesuatu hal anak terpaksa tidak tinggal di lingkungan keluarga yang hidup bahagia, anak tersebut masa depannya akan mengalami kesulitan-kesulitan, baik di sekolah, msyarakat ramai, dalam lingkungan jabatan, maupun kelas sebagai suami istri di dalam kehidupan keluarga.

Keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama sangat penting dalam membentuk pola kepribadian anak. Untuk itu pelakasanaan pendidikan informal dalam keluarga perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Kemampuan dasar yang dibawa anak sejak lahir 2) Hubungan kodrati orang tua dan anak yang sangat erat 3) Keadaan anak secara fisis maupun psichis

4) Ketidakberdayaan anak dan ketergantungan anak

(54)

6) Kemampuan dan kesempatan orang tua (Arifin, 1993:112).

Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga diarahkan kepada pembentukan pembiasaan anak dengan diberi contoh dalam cerminan hidup sehari-hari dari orang tua, bagaimana cara mengucap, bertindak tanduk, bergaul dan sebagainya.

Pendidikan informal juga dapat menghasilkan pengetahuan, nilai-nilai, adat, norma-norma, sikap, kebiasaan, dan keterampilan-keterampilan tertentu yang diwariskan masyarakat.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pendidikan informal itu penting. Karena bukan hanya disekolah saja kita dapat belajar, tetapi di lingkungan keluarga dan masyarakat juga kita dapat belajar dan dapat mengambil berbagai pelajaran yang berharga.

7. Nilai-Nilai Agama Islam

Secara etimologi, agama diambil dari istilah bahasa Sansekerta yang menunjuk kepada sistem kepercayaan dalam Hinduisme dan Buddisme di India. Agama terdiri dari kata “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang

berarti “kacau”. Agama, denga demikian , berarti aturan atau tatanan untuk

mencegah kekacauan dalam kehidupan manusia. Pengertian agama ditinjau dari terminologi menurut Harun Nasution, agama adalah ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul (Naim, 2014:3-4). Islam secara etimologis berasal dari tiga akar kata yaitu Salam

(55)

artinya berserah diri atau tunduk patuh. Pengertian lain Al-Islam memiliki beberapa arti diantaranya yaitu yang pertama, dari kata

Aslama-Yuslimu-Islaman, berarti memelihara dalam keadaan selamat, damai dan sejahtera.

Yang kedua, dari kata Salima-Yaslamu, berarti menyerah diri, taat, patuh dan tunduk. Berikut Firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 16:

Artinya: Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus (QS. Al-Maidah ayat 16).

Dari pengertian yang disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang gaib terhadap ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul. Sedangkan islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya kepada kehendak Allah itu melahirkan keselamatan, dan islam itu mengajarkan perdamaian bagi umatnya dan dengan kedamaian tersebut, islam akan menjadi petunjuk bagi manusia untuk memperoleh keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

(56)

menentukan kepentingan dari nilai itu. Menurut Ali (2007: 53) menyatakan bahwa nilai dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu:

a. Nilai dasar, yaitu merupakan hakekat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakekat kenyataan objektif segala sesuatu misalnya hakekat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.

b. Nilai instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau diarahkan. Misalnya nilai instrmental yang berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan merupakan suatu norma moral.

c. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabatan lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental.

Nilai juga sangat berperan dalam suatu budaya, misalnya budaya Jawa Islam. Nilai yang terdapat dalam budaya Jawa Islam itu “memberikan

arah pembentukan sistem budaya (gagasan atau konsep), sosial (pola tingkah laku), dan hasil kebudayaan fisik (artifacts) yang bercorak Jawa Islam” (Amin, 2002: 281).

Dalam tradisi Jawa Islam terdapat banyak nilai-nilai pendidikan Islam di dalamnya. Dalam Al Qur‟an memuat nilai normatif yang menjadi

(57)

a. I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir, yang bertujuan untuk menata kepercayaan individu.

b. Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, bertujuan untuk

membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji.

c. Amaliyyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari,

baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah maupun muamalah. Pendidikan ibadah memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan nazar yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah.

d. Muamalah, merupakan pendidikan yang memuat hubungan antara

manusia baik secara individu mapun kelompok. B.Korelasi Budaya Jawa dan Agama Islam

1. Pengertian Budaya

Menurut Rakhmat (2006:25), “Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis”. Jadi,

(58)

bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain.

2. Masyarakat Jawa

Secara umum, masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama. Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab dengan kata "syaraka". Syaraka, yang artinya ikut serta (berpartisipasi). Sedangkan dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut dengan "society" yang pengertiannya adalah interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan. Untuk mengamati lebih luas mengenai pengertian masyarakat, mari kita mengkaji beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto, masyarakat pada umumnya memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

a. Manusia yang hidup bersama; sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang

b. Bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru. Sebagai akibat dari hidup bersama, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.

c. Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan

d. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu sama lain (1987:119).

(59)

3. Konsep Mitoni Dalam Tradisi Jawa

Mitoni, atau dalam istilah lain Tingkepan merupakan tradisi lama

yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini telah berkembang sejak zaman dahulu, konon pada waktu Pemerintahan Prabu Jayabaya. Menurut cerita, ada seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang menikah dengan seorang punggawa Kerajaan Kediri bernama Sadiyo. Dari perkawinan itu lahir sembilan anak, sayangnya tidak ada seorang pun bertahan hidup. Namun demikian, hal itu tidak membuat Sadiyo dan Niken merasa putus asa, malahan mereka terus berusaha untuk mendapatkan keturunan. Akhirnya, mereka berdua pergi menghadap Raja Jayabaya untuk mengadukan nasibnya dan mohon petunjuk agar mereka dianugerahi anak lagi yang tidak mengalami nasib seperti anak-anaknya terdahulu (Iswah Adriana : Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman 19, no. 2 (2012): 243).

Selanjutnya, Jayabaya, raja yang arif dan bijaksana itu merasa terharu ketika mendengar pengaduan Niken Satingkeb dan suaminya. Dia memberi petunjuk kepada Setingkeb untuk menjalani tiga hal. Pertama, mandi setiap hari tumbak (Rabu). Kedua, mandi setiap hari budha (Sabtu). Dan ketiga mandi Suci, dilakukan pada pukul 17.00, dengan memanfaatkan air suci dan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (bathok) dan disertai do‟a atau mantera.

(60)

dan Dewi Sri atau Arjuna dan Sumbadra. Artinya, anak yang akan dilahirkan kelak diharapkan memiliki paras yang tampan atau cantik, setampan Arjuna bila bayi terlahir laki laki, dan secantik Subadra jika ia berjenis perempuan.

4. Proses Akulturasi Budaya Jawa dan Islam

Akulturasi menyangkut konsep mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu (Koentjaraningrat, 1990: 155).

Manusia tidak dapat dilepaskan dari budaya. Budaya adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang dimiliki bersama oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manusia tidak lahir dengan membawa budayanya, melainkan budaya tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Misalnya orang tua kepada anak, guru kepada murid, pemerintah kepada rakyat dan sebagainya. Dalam membahas budaya, tidak dapat melepaskan diri dari mayarakat, ras dan etnik.

Menurut Sarwono (2012:4-5):

“Masyarakat adalah sekelompok orang yang saling berbagi tempat

(61)

kesamaan dan perbedaan dalam konteks kebudayaan budaya. Biasanya suku bangsa dikaitkan dengan warisan budaya, pengalaman yang diwariskan secara turun temurun oleh orang-orang yang memiliki kesamaan leluhur, bahasa, tradisi, sering kali agama, dan wilayah geografis”.

Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Akulturasi juga bisa dipahami sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan satu kebudayaan dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga dapat diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan asli.

Dalam masyarakat Jawa, persinggungan antara agama pendatang dan tradisi pribumi mengalami akulturasi yang cukup banyak jumlahnya. Sebagian masyarakat bahkan masih menggunakan akulturasi budaya ini dalam kehidupannya. Meskipun telah terjadi budaya baru sebagai interaksi dengan perkembangan waktu yang melingkupinya. Banyak tradisi jawa yang merupakan akulturasi budaya antara agama Islam dan agama pribumi, baik Hindu-Budha maupun agama-kepercayaan asli masyarakat.

(62)

Islamisasi Kultur Jawa. Melalui pendekatan ini budaya jawa diupayakan agar tampak bercorak Islam, baik secara formal maupun substansial. Upaya ini ditandai dengan penggunaan istilah-istilah Islam, nama-nama Islam, pengambilan peran tokoh Islam pada berbagai cerita lama, sampai kepada penerapan hukum-hukum, norma-norma Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Pendekatan kedua yaitu Jawanisasi Islam yaitu upaya penginternalisasian nilai-nilai Islam melalui cara penyusupan ke dalam budaya Jawa. Melalui cara pertama, islamisasi dimulai dari aspek formal terlebih dahulu sehingga simbol-simbol keislaman nampak secara nyata dalam budaya Jawa (Amin, 2002: 119-121).

Tampaknya tradisi menyelaraskan antara Islam dan budaya Jawa ini telah bergabung sejak awal perkembangan Islam di Jawa. Dalam kehidupan keberagaman, kecenderungan untuk mengakomodasikan Islam dengan budaya Jawa setempat telah melahirkan kepercayaan-kepercayaan serta upacara-upacara ritual .

(63)

bencana. Dengan adanya kepercayaan yang terus berlangsung maka terbentuklah suatu kebudayaan serta mendorong munculnya hukum adat (Endaswara, 2005:84).

Dengan sentuhan Islam, tradisi ini kemudian dikemas sedemikan rupa, sehingga menghasilkan akulturasi budaya, dimana salah satu budaya tidak ada yang merasa ditinggalkan. Salah satu hasil akulturasi budaya ini yang masih sering kita jumpai di masyarakat adalah tradisi slametan.

Slametan saat ini tampak jelas ada percampuran antara tradisi Islam dengan

tradisi agama sebelumnya, katakanlah tradisi Hindu.

Tradisi mitoni (mituni, mitu, pitu) merupakan salah satu ritual

slamaten dalam siklus hidup manusia yang masih berlaku pada masyarakat

Jawa. Tradisi ini dilakukan pada saat usia kehamilan tujuh bulan. Secara umum, tradisi ini dimaksudkan untuk mendoakan sang ibu agar kelak saat persalinan diberi kelancaran dan kemudahan. Usia tujuh bulan dipilih karena pada usia tersebut, keadaan bayi sudah manggon (tetap), siap untuk keluar ke dunia.

5. Interelasi Nilai Budaya Jawa dan Islam dalam aspek kepercayaan dan ritual

(64)

Agama bagi manusia pada umumnya merupakan soal yang luhur dan sakral sehingga setiap orang ingin menyatakan dirinya sebagai manusia beragama. Agama di dalam memainkan perannya dalam masyarakat mempunyai dimensi-dimensi keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan dan konsekuensi-konsekuensi praktek keagamaan, mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agamanya. Terdiri dari dua kelas penting, yaitu ritual dan ketaatan. Dan biasanya sesuatu yang sakral, suci dan gaib itu dinamakan kepercayaan.

Sebelum Islam datang, masyarakat Jawa telah mempunyai kepercayaan yang bersumber pada ajaran Hindu yang ditandai dengan adanya para dewata, kitab-kitab suci, orang-orang suci, roh jahat, lingkaran penderitaan, hukum karma dan hidup bahagia abad. Disamping itu juga ada yang bersumber pada ajaran Budha yang ditandai dengan adanya percaya pada Tuhan (Sang Hyang Adi Budha), selain itu juga ada kepercayaan animisme dan dinamisme.

Menurut Amin (2002:123) :

“Setelah kedatangan Islam ke Jawa, terjadilah suatu interelasi Islam dengan Jawa yang salah satunya adalah interelasi antara kepercayaan dengan dan ritual Islam dengan nilai-nilai Jawa. Pada dasarnya interelasi ini ditempuh dengan jalan penyerapan secara berangsur-angsur, sebagaimana yang dilihat dan dilafalkan Islam berbahasa arab menjadi fenomena Jawa”.

(65)

zakat, puasa dan haji. Intisari shalat adalah doa sedangkan puasa adalah bentuk pengendalian nafsu dalam rangka penyucian rohani. Aspek doa dan puasa tampak mempunyai pengaruh yang sangat luas, mewarnai berbagai bentuk upacara tradisional Jawa.

Bagi orang jawa, hidup ini penuh dengan upacara, baik upacara-upacara yang berkaitan dengan lingkaran hidup manusia sejak dari keberadaannya dalam perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai saat kematiannya, atau juga upacara-upacara yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari dalam mencari nafkah maupun dalam pembagunan rumah. Upacara ini semula dilakukan dalam rangka untuk menangkal pengaruh buruk dari daya kekuatan gaib yang tidak dikehendaki manusia dan senantiasa hidup dalam keadaan selamat.

Dijelaskan juga oleh Amin (2002: 131):

“islam memberikan warna baru pada upacara-upacara Jawa itu

dengan sebutan kenduri atau slametan. Di dalam upacara slametan ini yang pokok adalah pembacaan doa (dongo) yang dipimpin oleh yang dipandang memiliki pengetahuan tentang Islam, apakah seorang modin, kaum, labe atau kiai. Selain itu, terdapat seperangkat makanan yang dihidangkan bagi para peserta selametan, serta makanan yang dibawa pulang ke rumah masing-masing peserta slametan yang disebut berkat. Makanan-makanan itu disediakan oleh penyelenggara upacara atau sering disebut dengan shahibul hajat. Dalam bentunya yang khas, makanan inti adalah nasi tumpeng, ingkung ayam, dan ditambahi ubarampe yang lain”.

(66)

Dalam tradisinya dibacakan nyanyian perjanjen sesungguhnya merupakan riwayat Nabi Muhammad yang bersumber dari kitab Barzanji.

Kaitannya dengan sistem nilai budaya adalah sejumlah pandangan mengenai soal-soal yang paling berharga dan bernilai dalam hidup. Sebagai inti dari suatu sistem kebudayaan, sistem nilai budaya menjiwai semua pedoman yang mengatur tingkah laku warga pendukung kebudayaan yang bersangkutan. Pedoman tingkah laku itu adalah adat istiadatnya, sistem normanya, aturan etikanya, aturan moralnya, aturan sopan santunnya, pandangan hidup, ideologi pribadi. Ditambahkan oleh Daeng (2008:46-47) :

“soal-soal yang paling tinggi nilainya dalam hidup manusia dan yang secara universal ada dalam tiap kebudayaan menyangkut sedikitnya lima hal, yaitu 1) soal makna hidup, 2) soal makna pekerjaan, karya, dan amal perbuatan manusia, 3) persepsi manusia mengenai waktu, 4) soal hubungan manusia dengan alam sekitarnya, 5) soal hubungan manusia dengan sesama manusia”.

Nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup warga sesuatu masyarakat, sebagai konsep sifatnya sangat umum, memiliki ruang lingkup yang sangat luas dan biasanya sulit diterapkan secara rasional dan nyata.

Pendidikan di dalam agama Islam menempati posisi yang sangat penting, pentingnya posisi pendidikan di dalam Islam dapat dilihat di dalam sumber utama Islam, yaitu al-Qur‟an dan Hadis.

C.Tradisi Tingkepan Dalam Masyarakat Jawa

1. Tradisi Tingkepan Sebagai Slametan Upacara Kandungan a. Deskripsi Slametan

Gambar

Tabel. 3.3. Data Penduduk Menurut Agama
Gambar 1 : Motif Jarik
Gambar 3 : Tumpeng
Gambar 4 : Rujak dan Bubur
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH TERPAAN IKLAN SADAR PAJAK DI TELEVISI TERHADAP AKTIVITAS MASYARAKAT MEMBAYAR PAJAK.. (Studi dilakukan pada Masyarakat Dusun Tulungrejo Desa Tulungrejo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di Desa Sambi Rejo Dusun V Kec.. Jenis penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bentuk-bentuk lingual dan menjelaskan nilai budaya yang terdapat dalam tradisi suroan adat Jawa di Dusun Namu Uncim B..

Untuk mengetahui konsep bentuk dari permukiman di dusun Mantran Wetan dapat dilihat dari fungsi atau aktivitas yang berkaitan dengan kebudayaan yaitu ritual komunal

Tujuan dari pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat Dusun Thekelan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang untuk mengolah produk

Pengaruh Pembinaan Keagamaan Islam Terhadap Pengamalan Ibadah Shalat (Studi Kasus Pada Anak-Anak Keluarga Petani Di Dusun Kerep Desa Jombor Kec. Kata kunci: Keagamaan

Tradisi Jawa akan selalu berhubungan dengan ritual. Namun ritual yang dilaksanakan secara Islami akan bermanfaat sebagai penyebaran Islam, dan dapat menanamkan nilai-nilai

Untuk mengetahui faktor yang mendukung orang tua dalam penanaman kedisiplinan salat pada anak di Dusun Baok, Desa Ujung-Ujung, Kecamatan Pabelan, Kabupaten