• Tidak ada hasil yang ditemukan

NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI RELIGIUS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI RELIGIUS)"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI RELIGIUS)

SKRIPSI

Oleh :

KURNIA PUTRI PERMATASARI

K1208029

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

NOVEL BUMI CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA DAN NILAI RELIGIUS)

Oleh:

KURNIA PUTRI PERMATASARI

K1208029

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan

Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(4)

commit to user

(5)

commit to user

(6)

commit to user

vi ABSTRAK

Kurnia Putri Permatasari. K1208029. NOVEL BUMI CINTA KARYA

HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY (Tinjauan Psikologi Sastra dan Nilai

Religius). Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2012.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan: (1) struktur yang membangun

novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, (2) aspek psikologi sastra

yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy, dan (3)

nilai religius yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El

Shirazy melalui pendekatan psikologi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra. Bentuk

penelitiannya adalah kualitatif deskriptif yaitu data yang dikumpulkan akan

berujud kata-kata dalam kalimat yang mempunyai arti lebih dari sekedar angka

atau jumlah yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan apa

yang menjadi masalah, menganalisisnya, dan menafsirkan data yang ada. Teknik

sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu

melakukan pengambilan data baik dengan wawancara. Sumber data yang

digunakan, yaitu: (1) dokumen; (2) informan. Teknik pengumpulan data yang

diterapkan, yaitu: (1) membaca novel berulang-ulang; (2) melakukan studi

pustaka; (3) mencatat kalimat yang dianggap penting; dan (4) wawancara dengan

orang yang ahli di bidangnya. Uji validitas yang dilakukan dengan cara

menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi merupakan pengecekan kebenaran

dengan cara memperoleh data tersebut dari pihak atau sumber berbeda, dalam

penelitian ini menggunakan triangulasi teori dan sumber. Teknik analisis data

yang digunakan adalah teknik analsis mengalir (flow model of analysis) yang

bergerak dalam tiga komponen reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan.

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut: (1)

(7)

commit to user

vii

cinta kepada Allah, amanat yaitu pembangun jiwa, tokoh dan penokohan

disampaikan meliputi tokoh utama, tambahan, antagonis dan protagonis, alur

campuran, sudut pandang orang ketiga, bahasa yang digunakan halus dan santun

dan latarnya meliputi latar tempat, waktu dan sosial. (2) aspek psikologi sastra

yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El Shirazy. (3)

nilai-nilai religius yang terkandung dalam novel Bumi Cinta karya Habiburrahman El

Shirazy, nilai yang tercurah hanya kepada Allah SWT.

(8)

commit to user

viii MOTTO

Bukan suka cita dan bukan pula duka cita yang menjadi tujuan hidup kita, tetapi berbuat dan berjuang agar kita setiap hari lebih maju daripada hari-hari

sebelumnya.” (Henry Wadsworth Longfellow)

(9)

commit to user

ix

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini sebagai wujud

syukur, cinta, bakti, dan terima kasihku

untuk:

1. Alm. Bapak (Sutarno) yang selalu

menjadi semangatku, motivasiku dan

mendukungku semasa hidup beliau.

2. Ibuku (Titik Sariningsih) dan Adikku

(Muh. Yanuar Bintang F.) yang telah

memotivasi dan memberikan dukungan

sepenuhnya untukku.

3. Edo Feri Prabangka, kekasihku yang

selalu memberikan kasih sayang,

dukungan dan semangat untukku.

4. Sahabat-sahabatku tersayang (Lolipop

Gank): Cicik, Ari, Ena, Armin, Dian,

Alvi, Ana, Antik, dan Evi yang telah

banyak memberi keceriaan dan

persahabatan yang indah padaku.

5. Seluruh keluarga besarku yang aku

sayangi.

6. Teman-teman Bastind angkatan 2008.

(10)

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas rahmat dan

hidayah–Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar

sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sebelas Maret .

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama

kepada.

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin untuk penyusunan skripsi ini;

2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

izin untuk penyusunan skripsi ini;

3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S, M. Hum., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi ini;

4. Drs. Purwadi dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd., selaku pembimbing skripsi

yang telah memberikan dukungan, pengarahan dan motivasi serta izin untuk

penyusunan skripsi ini;

5. Dr. Andayani, M. Pd., selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan

kasih sayang dan perhatiannya dan telah membimbing penulis dalam

menyelesaikan studi;

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

(11)

commit to user

(12)

commit to user

xii DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PENGAJUAN ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

1. Hakikat Novel ... 9

2. Hakikat Pendekatan Struktural ... 14

3. Hakikat Pendekatan Psikologi Sastra ... 28

4. Hakikat Nilai – Nilai Religius Novel ... 38

B. Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berpikir ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

(13)

commit to user

xiii

B. Bentuk dan Pendekatan Penelitian ... 45

C. Sumber Data ... 46

D. Teknik Sampling ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Validitas Data ... 47

G. Teknik Analisis Data ... 47

H. Prosedur Penelitian ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

1. Kedudukan Pengarang dan Sastra Indonesia ... 50

2. Karya yang Telah Dihasilkan Pengarang ... 51

B. Hasil Penelitian ... 54

1. Analisis Struktural Novel Bumi Cinta ... 54

2. Analisis Psikologi Sastra ... 121

3. Nilai Religius dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy ... 145

C. Pembahasan ... 153

1. Analisis Struktural Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy ... 153

2. Analisis Psikologi Sastra ... 156

3. Nilai Religius dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy ... 163

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 166

A. Simpulan ... 166

B. Implikasi ... 167

C. Saran ... 169

DAFTAR PUSTAKA

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

HALAMAN

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 44

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN

Lampiran 1 Sinopsis Novel Bumi Cinta ... 174

Lampiran 2 Riwayat Hidup Pengarang ... 178

Lampiran 3 Pedoman Pertanyaan Wawancara dengan Sastrawan ... 183

Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Sastrawan ... 184

Lampiran 5 Pedoman Pertanyaan Wawancara dengan Pembaca ... 188

Lampiran 6 Hasil Wawancara dengan Pembaca 1 ... 189

Lampiran 7 Hasil Wawancara dengan Pembaca 2 ... 192

Lampiran 8 Pedoman Pertanyaan Wawancara dengan Guru ... 194

Lampiran 9 Hasil Wawancara dengan Guru ... 195

Lampiran 10Pedoman Wawancara dengan Siswa ... 198

Lampiran 11Hasil Wawancara dengan Siswa ... 199

Lampiran 12Permohonan Izin Menyusun Skripsi ... 202

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya

adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

medianya. Sebagai seni kreatif yang berobjek manusia dan segala macam segi

kehidupan, maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaikan ide,

teori atau sistem berpikir manusia, melainkan sastra harus pula mampu menjadi

wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan dirasakan oleh sastrawan tentang

kehidupan manusia (Atar Semi, 1993: 8).

Pada perkembangan zaman sekarang ini, karya sastra menjadi salah satu

perbincangan yang tidak kalah untuk dibicarakan dan diulas lebih dalam. Karya

sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melengkapi kehidupan

manusia. Permasalahan itu dapat berupa permasalahan yang terjadi pada dirinya.

Karena itu, karya sastra memiliki dunia yang merupakan hasil dari pengamatan

sastrawan terhadap kehidupan yang diciptakan oleh sastrawan baik berupa novel,

puisi, maupun drama yang berguna untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan

oleh masyarakat.

Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap

dunia (realita sosial) yang dihadapinya. Sastra berisi pengalaman-pengalaman

subjektif penciptanya, pengalaman kelompok masyarakat (fakta sosial). Sastra

dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, sastra yang ditulis oleh pengarang

pada suatu kurun waktu tertentu, pada umumnya berkaitan langsung dengan

norma-norma dan adat-istiadat zaman itu. Sastra yang baik tidak hanya merekam

dan melukiskan kenyataan yang ada dalam masyarakat, tetapi merekam dan

melukiskan kenyataan secara keseluruhan. Aspek terpenting dalam kenyataan

(18)

commit to user

masalah kemajuan manusia. Oleh karena itu, pengarang yang melukiskan

kenyataan dalam keseluruhan tidak dapat mengabaikan begitu saja masalah

tersebut. Karya sastra pun dapat berfungsi sebagai media pemahaman budaya

suatu bangsa (Luxemburg dalam Sangidu, 2004: 41).

Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang

memiliki karakter sehingga karya sastra juga menggambarkan kejiwaan manusia,

walaupun pengarang hanya menampilkan tokoh itu secara fiksi (Teguh Wirwan,

2009: 2).

Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (dalam Teguh Wirwan, 2009: 2)

sebagai hasil imajinatif, karya sastra berfungsi sebagai hiburan yang

menyenangkan, dan berguna menambah pengalaman batin bagi pembacanya.

Membicarakan sastra yang bersifat imajinatif, berhadapan dengan tiga jenis genre

sastra, yaitu prosa, puisi, dan drama. Prosa dalam pengertian kesastraan juga

disebut fiksi, teks naratif, atau wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini

adalah cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal itu disebabkan karena fiksi

merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah.

Karya sastra pada umumnya adalah imajinatif, artinya metode yang

digunakan untuk menciptakannya dengan imajinasi (hasil fantasi) penciptanya.

Hal ini berarti bahwa karya sastra tidak diperoleh melalui penelitian, pengamatan,

atau pengalaman empirik, namun melalui pengalaman batin ketika seorang

pencipta memiliki suasana hati yang luar biasa (Herman J. Waluyo, 2008: 1).

Fungsi karya sastra sendiri menurut Horasius (dalam Herman J.

Waluyo, 2008: 1) adalah “dulce” dan “utile” atau menghibur dan memiliki

kemanfaatan bagi pembaca dan penikmatnya. Menghibur karena mementingkan

keindahan, sedangkan kemanfaatan karena karya sastra dicipta melalui renungan

yang sungguh-sungguh dari penciptaan sehingga pesan yang disampaikan berguna

untuk kebaikan manusia sebagai pembaca atau penikmat.

Karya sastra Indonesia adalah segenap cipta rasa yang ditulis dalam

bahasa Indonesia, disertai dengan adanya nafas dan ruh keindonesiaan, serta

mengandung aspirasi dan kultur Indonesia (Yant Mujiyanto dan Amir Fuady,

(19)

commit to user

Sebuah karya sastra yang dihasilkan oleh sastrawan tidak bisa lepas dari

hal-hal yang melingkupinya, yaitu masyarakat yang ada di sekitarnya. Manusia

adalah sumber inspirasi sastrawan yang tidak pernah kering. Berkaitan dengan

kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk

ber-Tuhan. Keterkaitan antara sastra dan kehidupan manusia yang demikian erat

memberi petunjuk bahwa karya sastra diciptakan untuk memberi sesuatu kepada

para pembaca (Indah Kusumaningtyas, 2002 : 1).

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, novel berasal dari imajinasi serta

kreativitas pengarang dalam merespon dan menanggapi persoalan-persoalan yang

ada di lingkungannya. Dalam novel, dapat dicermati berbagai hal yang

menyangkut hubungan manusia dengan alam semesta, dengan penciptanya, dan

antarmanusia. Sebagai sebuah alternatif, novel memberi ruang lapang pada

pengarang untuk membangun sebuah bangunan penceritaan yang menyeluruh,

sehingga misi pengarang dapat tersampaikan secara optimal.

Karya sastra yang dihasilkan sastrawan selalu menampilkan tokoh yang

memiliki karakter, sehingga karya sastra juga menggambarkan tentang kejiwaan

manusia, walaupun pengarang hanyalah menampilkan tokoh itu secara fiktif

(Karnia).

Hubungan antara sastra dengan psikologi adalah, di satu pihak karya sastra

dianggap sebagai hasil aktivitas dan ekspresi manusia. Di pihak lain, psikologi

sendiri dapat membantu pengarang dalam mengentalkan kepekaan dan memberi

kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum terjamah sebelumnya,

sehingga hasilnya merupakan kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik yang

dapat menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut (Wellek dan

Warren, 1989: 108).

Karya sastra bentuk fiksi seperti novel memiliki beragam cerita dan tujuan

pada ceritanya, dan yang menonjol pada suatu cerita di novel adalah nilai-nilai

yang terkadung di dalamnya, seperti nilai religius. Novel yang baik adalah novel

yang bisa membuat pembacanya ikut merasakan berada dalam cerita dan bisa larut

dalam kisah yang diceritakan. Salah satu novel yang memiliki nilai religius yang

(20)

commit to user

yang sama seperti dengan novel-novel karya Habiburrahman yang mengangkat

cerita dengan nilai religius yang tinggi dan mendalam.

Novel-novel karya Habiburrahman El Shirazy mempunyai beberapa sisi

kelebihan dari novel yang lainnya, yaitu merupakan novel remaja Islami. Novel

remaja Islami adalah novel yang segmen pembacanya remaja dan di dalamnya

terkandung nilai-nilai yang Islami. Nilai-nilai Islami merupakan nilai religius

yang memiliki unsur keagamaan. Nilai religius tersebut mengarah pada cara

pandang pembaca pada nilai yang tercermin lewat perilaku dan

penampilan-penampilan tokohnya, seperti cara bergaul, berpakaian, berpacaran, dan

sebagainya. Dalam hal ini tokoh yang diceritakan dalam karya sastra juga

dihadapkan pada konflik kehidupan, sehingga analisis dengan menggunakan

pendekatan psikologi dapat digunakan untuk membedah kejiwaan dalam suatu

karya sastra.

Cerita pada novel karya Habiburrahman ini banyak mengangkat kisah

percintaan islami dan kehidupan sehari-hari yang islami. Seperti dalam novel yang

berjudul “ Bumi Cinta”. Novel itu adalah novel karya Habiburrahman yang

berkisah mengenai kehidupan mahasiswa Indonesia yang mempertahankan

imannya sebagai pemuda muslim di tengah kehidupan Negara Rusia yang bebas.

Novel tersebut memiliki banyak kelebihan dalam ceritanya maupun dari segi

nilai-nilai religiusnya. Novel “Bumi Cinta” ini menyajikan bobot nilai yang tinggi

dan mengandung nilai religius pembangun jiwa. Oleh karena itu, peneliti ingin

meneliti mengenai nilai religius pada novel tersebut dan mengambil kelebihan

dari novel tersebut. Analisis pada nilai religius ini disajikan untuk mengetahui

unsur-unsur islami yang terkandung dalam novel tersebut.

Dalam kesempatan ini, penulis meneliti novel karya Habiburrahman El

Shirazy yaitu novel “Bumi Cinta”. Novel Bumi Cinta merupakan novel yang

menarik untuk diteliti karena merupakan novel psikologis dan religius yang penuh

lika-liku parjalanan hidup dan konflik batin tokoh-tokohnya. Di dalam novel

tersebut digambarkan secara jelas permasalahan yang menimbulkan konflik batin

para tokohnya. Dijelaskan pula keimanan (religius) para tokoh dalam menghadapi

(21)

commit to user

Pokok permasalahan yang dibangun dalam novel ini sarat dengan nilai

agama, khususnya agama Islam. Novel ini secara langsung tidak kehilangan

aktualitasnya dan sangat relevan dengan kondisi masyarakat yang semakin tidak

religius. Permasalahan yang diangkat dalam novel tersebut adalah peningkatan

nilai religius seseorang setelah ia memeluk suatu agama (dalam hal ini Islam)

dengan penuh keyakinan.

Novel Bumi Cinta menceritakan tentang lika-liku kehidupan seseorang

yang berada di sebuah negara yang syarat dengan kebebasan hidup, dan mengenai

pergolakan batin pada setiap tokoh yang digambarkan secara jelas dalam novel

ini.

Untuk mengetahui semua lebih lanjut tentang kejiwaan tokoh-tokohnya

serta nilai religius yang ditampilkan, penulis akan melakukan penelitian lebih

lanjut terhadap novel karya Habiburrahman El Shirazy dengan menggunakan

pendekatan psikologi sastra. Penulis menempatkan karya tersebut pada posisi

penting, karena religius yang ditampilkan mengingatkan kita agar senantiasa

menjadi manusia yang lebih religius, karena novel tersebut sarat dengan nilai-nilai

agama Islam yang bisa dijadikan teladan bagi kita yang beragama sama.

Pemilihan novel Bumi Cinta sebagai bahan kajian, dilatarbelakangi oleh

adanya keinginan untuk memahami nilai religius yang terkandung dalam novel

Bumi Cinta sebagai bagian masalah yang diangkat pengarang melalui karyanya.

Bumi Cinta adalah sebuah novel karya Habiburrahman El Shirazy yang

diterbitkan oleh Ihwah pada tahun 2010. Novel ini bercerita tentang kehidupan

seorang mahasiswa Indonesia yang tinggal di Moskwa, Rusia yang merupakan

Negara bebas yakni, kehidupan yang bebas seperti freesex dan sebagainya.

Novel Bumi Cinta memiliki banyak keunggulan antara lain, gaya bahasa

yang dibuat pengarang sangat mudah dipahami. Amanat yang disampaikan pun

mudah terserap, karena kecerdasan pengarang yang menuangkan karya dengan

membangun jiwa para pembaca agar memiliki bekal kunci kemenangan

orang-orang yang beriman, saat musuh besar, terutama musuh yang dapat

meluluhlantakkan keimanan orang-orang yang beriman. Hal ini semua pengarang

(22)

commit to user

dan pengetahuan mengenai kehidupan di Moskwa-Rusia, mulai dari

bahasa-bahasa Rusia, keindahan alam dan bangunan, kebiasaan perilaku sampai sedikit

informasi mengenai mafia di Rusia. Kelebihan novel ini terletak pada jalinan

cerita yang mampu memberikan inspirasi dan motivasi pada pembaca untuk selalu

berjuang menggapai cita-cita, meskipun dalam keadaan yang terbatas dan

sederhana (artikel Shelly).

Religius yang dimaksud adalah aspek yang ada di lubuk hati, riak getaran

nurani pribadi manusia. Dengan demikian, religius bersifat mengatasi, lebih

dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi.

Pendekatan psikologi sastra dipilih berdasarkan kesesuaian antara teknik

analisis dengan objek yang dianalisis. Psikologi sastra memberikan perhatian pada

masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang

terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek

utama psikologi sastra. Analisis struktural sastra disebut juga pendekatan objektif

dan menganalisis unsur intrinsiknya. Penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh

mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua

unsur pembentuknya.

Dalam novel Bumi Cinta diceritakan tokoh Ayyas yang mempunyai

keteguhan iman dan memiliki kemandirian yang besar sebagai seorang musafir

yang berada di kota Moskwa, Rusia. Negara Rusia merupakan Negara yang bebas

dalam kehidupannya dan di novel ini Ayyas seorang mahasiswa dari Indonesia

mempunyai kepribadian dan keimanan yang kuat.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini penulis mengambil judul

Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy (Tinjauan Psikologi

Sastra dan Nilai Religius).

B. Rumusan Masalah

Sesuai uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan

permasalahannya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah struktur yang membangun novel Bumi Cinta karya

(23)

commit to user

2. Bagaimanakah aspek psikologi sastra yang terdapat dalam novel Bumi Cinta

karya Habiburrahman El Shirazy?

3. Bagaimanakah nilai-nilai religius yang terkandung dalam novel Bumi Cinta

karya Habiburrahman El Shirazy ditinjau dengan tinjauan psikologi sastra?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang baik haruslah memiliki tujuan yang baik dan jelas serta

memiliki arah dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan struktur yang membangun novel Bumi Cinta karya

Habiburrahman El Shirazy.

2. Mendeskripsikan aspek psikologi sastra yang terdapat dalam novel Bumi

Cinta karya Habiburrahman El Shirazy.

3. Mendeskripsikan nilai-nilai religius yang terkandung dalam novel Bumi Cinta

karya Habiburrahman El Shirazy melalui pendekatan psikologi.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan

akademis maupun praktis. Adapun manfaat dapat dibagi menjadi dua, yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

a. Menambah khazanah penelitian sastra Indonesia, khususnya penelitian

novel islami sehingga bermanfaat bagi perkembangan karya sastra

Indonesia.

b. Menjadi titik tolak untuk memahami dan mendalami karya sastra pada

umumnya dan karya sastra novel-novel Karya Habiburrahman El Shirazy.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengarang, penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat

menciptakan karya sastra yang lebih baik lagi.

b. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah wawasan dan minat

(24)

commit to user

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi dan

referensi dalam melakukan penelitian-penelitian baru dan bermanfaat.

d. Bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia, penelitian ini dapat menjadi bahan

(25)

commit to user

9

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Novel

Dalam dunia sastra, istilah novel sudah tidak asing lagi. Novel merupakan

salah satu genre karya sastra yang berbentuk prosa. Henry Guntur Tarigan

menyebutkan bahwa kata “novel” berasal dari novellus yang berarti “baru”. Jadi,

sebenarnya memang novel adalah bentuk karya sastra fiksi yang paling baru.

Menurut Robert Lindell, karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di

Inggris dengan judul Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Henry Guntur Tarigan,

1993 : 164).

Burhan Nurgiyantoro (2005: 9) mengungkapkan bahwa sebutan novel

dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Itali, yaitu novella (yang dalam bahasa

Jerman disebut novelle). Secara harfiah, novella berarti sebuah barang baru yang

kecil. Lebih lanjut novel diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Dalam hal ini, yang dimaksud cerita pendek bukanlah cerita pendek yang selama

ini dikenal dalam dunia sastra Indonesia. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih

panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu

secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan

lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.

Selain itu, Burhan Nurgiyantoro (2005: 4) juga mengungkapkan bahwa

novel sabagai karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan

yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai unsur

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang,

dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja juga bersifat imajiner.

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa novel merupakan

sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita.

Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan

(26)

commit to user

Novel berisi pengalaman manusia yang ditulis melalui suatu rangkaian

peristiwa yang saling berhubungan satu sama lain dengan melibatkan sekelompok

atau sejumlah orang (tokoh, karakter) di dalam latar yang spesifik. Dalam konteks

itu, fiksi dapat diartikan sebagai cerita rekaan yang hanya berdasarkan atas rekaan

atau imajinasi.

Berkaitan dengan novel sebagai karya yang fiksional, Burhan

Nurgiyantoro (2005: 2) menyatakan bahwa novel bersinonim dengan fiksi

sehingga pengertian fiksi juga dapat digunakan untuk mendefinisikan istilah

novel. Fiksi merupakan suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat

rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada, dan tidak terjadi sungguh-sungguh

sehingga tidak perlu dicari kebenarannya dalam dunia nyata.

Virginia Wolf (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 164) menyatakan

bahwa sebuah roman atau novel ialah sebuah eksploitasi atau suatu kronik

penghidupan, merenungkan, dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu,

pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003: 694) dijelaskan

bahwa novel merupakan karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian

cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan

menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 9) novel merupakan karya fiksi yang

mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan

dengan halus.

Artikel Wikipedia Bahasa Indonesia menjabarkan pengertian novel oleh

para ahli. Rostamaji dan Agus Priantoro berpendapat bahwa novel adalah karya

sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik

yang kedua saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran

sebuah karya sastra. Menurut Jakob Sumardjo (dalam artikel Wikipedia) novel

adalah bentuk sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak

dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada

masyarakat.

(27)

commit to user

sebagai karangan prosa yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian

yang luar biasa dari kehidupan orang-orang.

Atar Semi (1993: 32) berpendapat bahwa ada yang membedakan antara

novel dan roman, yaitu novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada

suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas, sedangkan roman

dikatakan sebagai menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang

biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan

meninggal dunia. Dalam perkembangannya kemudian, novel dapat dikatakan

sama dengan roman. Dalam novel, penggambaran kehidupan para tokoh sering

diungkapkan secara mendalam, sehingga istilah novel tidak dapat dibedakan

dengan roman.

Selanjutnya dalam “The American College Dictionary” dapat kita jumpai keterangan, “novel adalah suatu cerita prosa fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang

respresentatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut” (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 164).

Dalam “The Advanced Learner’s Dictionary of Current English” dapat pula kita peroleh keterangan yang mengatakan, “novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif” (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 164).

Novel bersifat realistis. Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif

nonfiksi. Novel lebih mengacu pada realistas yang lebih tinggi dan psikologi yang

lebih mendalam dan novel lebih mencerminkan gambaran tokoh nyata, tokoh

yang berangkat dari realitas sosial (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 15).

Menurut H.B. Jassin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 16) novel

merupakan suatu cerita yang bermain dalam dunia manusia dan benda yang ada di

sekitar kita, tidak mendalam, lebih banyak melukiskan satu saat dari kehidupan

seseorang, dan lebih mengenai suatu episode.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1993: 165), jika ditinjau dari segi jumlah

(28)

commit to user

sampai tak terbatas. Novel yang paling pendek itu harus terdiri minimal 100

halaman dan rata-rata waktu yang dipergunakan untuk membaca novel minimal 2

jam.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 4) yang menyebutkan bahwa novel sebagai

karya fiksi menawarkan sebuah dunia. Dunia yang berisi model kehidupan yang

ideal. Dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti

peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang

kesemuanya saja bersifat imajinatif. Dalam novel karya fiksi dibangun oleh

beberapa unsur pembentuknya mulai dari penokohan, alur, tema, amanat, serta

bahasa. Jadi, dari segala unsur pembangun novel terjadi keterjalinan unsur

intrinsiknya.

Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

novel merupakan salah satu wujud cerita rekaan yang mengisahkan salah satu

bagian nyata dari kehidupan orang-orang dengan segala pergolakan jiwanya dan

melahirkan suatu konflik yang pada akhirnya dapat mengalihkan jalan kehidupan

mereka atau nasib hidup mereka. Novel sebagai karya fiksi dibangun melalui

unsur intrinsiknya seperti beberapa macam unsur antara lain penokohan, alur,

tema, amanat, serta bahasa. Dengan demikian hakikat novel adalah suatu cerita

yang menggambarkan pengalaman dan pemikiran manusia sebagai tanggapan dan

menyikapi kehidupan atau realitas yang melingkupi diri seorang pengarang yang

diuraikan bersama daya kreatif, imajinatif, dan interpretasi.

Fungsi Novel

Fungsi novel pada dasarnya yaitu untuk menghibur para pembaca. Novel

pada hakikatnya adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan

untuk memberikan hiburan kepada pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Rene

Wellek dan Austin Warren (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 3) membaca

sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh

kepuasan batin.

Sebagai sebuah hasil cipta, novel memiliki fungsi yang mendorong

(29)

commit to user

adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan

hiburan kepada pembaca.

Secara ringkas, Jakob Sumardjo dan Saini KM (dalam artikel Teguh

Wirwan) menguraikan fungsi novel yang sifatnya esensial. Fungsi tersebut di

antaranya adalah sebagai berikut.

a. Karya sastra (novel) dapat memberikan kepada kita penghayatan yang

mendalam terhadap apa yang kita ketahui. Pengetahuan yang kita peroleh

bersifat penalaran, tetapi pengetahuan itu menjadi hidup dalam sastra.

b. Membaca karya sastra (novel) dapat menolong pembacanya menjadi orang

yang berbudaya. Manusia berbudaya adalah manusia yang responsive

terhadap apa-apa yang luhur dalam hidup ini. Manusia demikian itu selalu

mencari nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan. Salah satu cara

memperoleh nilai-nilai itu adalah lewat pergaulan dengan karya-karya seni

termasuk karya sastra. Kebiasaan dan kecintaan untuk bergaul dengan

karya seni dan sastra bagi manusia berbudaya akan membentuk dirinya

menjadi manusia yang berpikir, berperasaan luhur dan mulia karena karya

tersebut memberikan pemikiran dan perasaan seperti itu.

c. Karya sastra (novel) adalah karya seni, indah, dan memenuhi kebutuhan

manusia terhadap naluri keindahannya. Kebutuhan terhadap keindahan

adalah kodrat manusia. Seni pada umumnya dan sastra pada khususnya

adalah karya kebudayaan yang diciptakan manusia dan diperlukan

manusia. Kebutuhan manusia yang bersifat jasmaniah dipenuhi oleh ilmu

pengetahuan, teknologi, dan ekonomi. Kebutuhan spiritualnya dipenuhi

oleh agama dan seni.

d. Karya sastra (novel) memberi kesadaran kepada pembacanya tentang

kebenaran-kebenaran hidup ini. Darinya kita dapat memperoleh

pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang manusia, dunia dan

kehidupan.

e. Karya sastra (novel) memberikan kegembiraan dan kepuasan batin.

(30)

commit to user

f. Karya sastra (novel) memiliki sifat-sifat abadi, karena memuat

kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada selama manusia ada.

Rene Wellek dan Austin Warren (1989: 300) berpendapat, karya sastra

(dalam hal ini novel), mempunyai fungsi dulce et utile, menyenangkan dan

berguna. Menyenangkan karena sastra yang berangkat dari imajinasi serta ide

kreatif pengarang dapat memberikan kekayaan batin dan pembersihan jiwa kepada

pembacanya. Sastra berbicara tentang kehidupan, sehingga dalam sastra terdapat

makna tertentu tentang kehidupan yang isinya perlu dicerna secara mendalam oleh

pembaca. Berguna karena sastra memberikan pengetahuan dan pengajaran tentang

kesusilaan sebagai pengisi waktu dan pengembang serta pemerkaya pandangan

hidup.

2. Hakikat Pendekatan Sruktural

Pendekatan yang bertolak dari dalam karya sastra itu disebut pendekatan

objektif. Analisis struktural adalah bagian yang terpenting dalam merebut makna

di dalam karya sastra itu sendiri. Karya sastra mempunyai sebuah sistem yang

terdiri atas unsur yang saling berhubungan. Untuk mengetahui kaitan antarunsur

dalam karya sastra itu sangat tepat jika penelaahan teks sastra diawali dengan

pendekatan struktural.

Karya sastra merupakan unsur yang sangat kompleks. Karena itu, untuk

memahami karya sastra diperlukan sebuah analisis sastra. Menganalisis sastra

adalah usaha menangkap makna dan memberi makna kepada teks karya sastra.

Analisis struktural merupakan langkah pertama sebelum menganalisis unsur-unsur

lain dalam sebuah karya sastra.

Pendekatan struktural merupakan pendekatan awal dalam penelitian sastra.

Dresden berpendapat bahwa setiap penelitian sastra, analisis struktural karya

sastra yang ingin diteliti dari segi mana pun juga merupakan tugas prioritas

pekerjaan pendahuluan, sebab sastra sebagai dunia dalam kata mempunyai

kebulatan intrinsik yang dapat digali dari karya itu sendiri (dalam A.A. Teeuw,

(31)

commit to user

Struktural berasal dari kata structural (bahasa Latin) yang berarti bentuk

atau bangunan. Strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur yang

membentuk karya sastra. Menurut Rachmat Djoko Pradopo (2002: 21) metode

struktural merupakan metode penelitian kritik objektif. Menurut Scholes (dalam

Rachmat Djoko Pradopo, dkk., 2001: 21) strukturalisme adalah suatu cara

mencari realitas dalam hal-hal (benda-benda) yang berjalinan antara sesamanya,

bukan dalam hal-hal yang bersifat individu.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 26) juga mengemukakan bahwa pengertian

struktur ada dua macam. Pengertian pertama adalah struktur karya sastra yang

diartika sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang

menjadi komponennya, yang secara bersama-sama membentuk kebulatan yang

indah. Pengertian kedua adalah struktur karya sastra mengarah pada pengertian

hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal balik, saling menentukan,

dan saling mempengaruhi yang secara bersama-sama membentuk satu kesatuan

utuh.

Sangidu (2004: 16) berpendapat bahwa sebuah struktur karya sastra harus

dilihat sebagai totalitas karena sebuah struktur terbentuk dari serangkaian

unsur-unsurnya. Unsur-unsur itu harus tunduk pada kaidah-kaidah yang mencirikan

sebagai suatu sistem. Langkah awal dalam sebuah penelitian karya sastra adalah

dengan menggunakan analisis struktural. Analisis struktural dapat dikatakan juga

sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian sastra. Menurut Burhan

Nurgiyantoro (2005: 37), analisis karya sastra dapat dilakukan dengan

mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur

intrinsik yang bersangkutan. Beberapa hal yang diidentifikasi dan dideskripsikan,

misalnya bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, tokoh dan penokohan, alur

(plot), latar (setting), sudut pandang, dan lain-lain. Setelah kegiatan identifkasi

dan deskripsi dilakukan kemudian dijelaskan bagaimana fungsi tiap-tiap unsur itu

dalam menunjang makna keseluruhan dan bagaimana hubungan antarunsur itu

secara bersama-sama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.

Robert Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 43) mengemukakan

(32)

commit to user

cerita, dan sarana cerita. Fakta cerita sebagai unsur karya sastra meliputi alur,

penokohan, dan latar. Sarana cerita (literary devices) meliputi sudut pandang dan

gaya. Masing-masing unsur tersebut senantiasa berkaitan satu dengan yang

lainnya dalam hubungan fungsional yang erat. Satu unsur tertentu, misalnya alur,

dapat dipastikan mempunyai fungsi terhadap tokoh, tema, latar, dan unsur-unsur

lain pembentuk karya sastra.

Telaah sastra merupakan tahap awal dalam penelitian karya sastra yang

harus dilakukan untuk mengetahui karya sastra itu berkualitas apa tidak, tetapi

untuk mengetahui hal tersebut tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja

melainkan harus dari semua elemen secara keseluruhan. Analisis struktural

merupakan salah satu cara untuk mengetahui kualitas sastra, dan merupakan

jembatan untuk menganalisis makna yang terkandung dalam karya sastra. Oleh

karena itu, peneliti hendaknya tidak terjebak dalam analisis struktural sebab

tujuan utama dalam penelitian adalah mengkaji makna yang terkandung dalam

sebuah karya sastra.

Teori strukturalisme adalah suatu pendekatan yang objeknya bukan

kumpulan unsur-unsur yang terpisah, melainkan keterkaitan unsur yang satu

dengan unsur yang lain. Analisis struktural terhadap sebuah karya sastra bertujuan

untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan

semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya

sastra yang besar-besarnya menghasilkan makna yang menyeluruh (Aminuddin,

1991: 180-181).

Pendekatan strukturalisme memandang karya sastra sebagai teks mandiri,

penelitian ini dilakukan secara objektif yaitu menekankan pada unsur-unsur karya

sastra. Strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan kesastraan

yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya sastra

yang bersangkutan. Menurut Zainuddin Fananie (2002: 112) pendekatan

struktural disebut juga sebagai pendekatan objektif yaitu pendekatan yang

mendasarkan pada suatu karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan yang dilihat

(33)

commit to user

Konvensi tersebut misalnya, aspek-aspek intrinsik sastra yang meliputi makna,

diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter dan sebagainya.

Strukturalisme sering digunakan oleh peneliti untuk menganalisis seluruh

karya sastra dimana kita harus memperhatikan unsur-unsur yang terkandung

dalam karya sastra tersebut. Struktur yang membangun sebuah karya sastra

sebagai unsur estetika dalam dunia karya sastra antara lain alur, penokohan, sudut

pandang, gaya bahasa, tema dan amanat.

Analisis struktural karya sastra, khususnya fiksi dilakukan dengan

mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan, misalnya bagaimana keadaan

peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang dan lain-lain.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 37) terdapat langkah-langkah dalam

menerapkan teori strukturalisme, yaitu.

a. Mengidentifikasi unsur-unsur yang membangun karya sastra secara lengkap

dan jelas, mana yang tema dan mana yang tokohnya.

b. Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, alur,

latar, dan penokohan dalam sebuah karya sastra.

c. Mendeskripsikan masing-masing unsur sehingga diketahui tema, alur, latar,

dari sebuah karya sastra.

d. Menghubungkan masing-masing unsur sehingga diperoleh kepaduan makna

secara menyeluruh dari sebuah karya sastra.

Tokoh menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 173) adalah pelaku, sekaligus

penderita kejadian dan penentu perkembangan cerita baik itu dalam cara berfikir,

bersikap, berperasaan, berperilaku, dan bertindak secara verbal maupun non

verbal. Alur menurut Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005 : 113), adalah

cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya

peristiwa yang lain.

Dalam hal ini, peneliti ingin meneliti mengenai unsur struktural yang

terkandung dalam novel Bumi Cinta. Unsur struktural dalam novel ini adalah

(34)

commit to user

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya

sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya

sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung

turut serta membangun cerita.

Unsur-unsur Intrinsik

1. Tema

Tema adalah hal pokok yang menjadi dasar sebuah cerita. Hal tersebut

menjadi dasar penulisan menuliskan cerita. Tema adalah sebuah ide cerita.

Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, melainkan mau

mengatakan sesuatu pada pembacanya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003: 1029) tema adalah

pokok pikiran atau dasar cerita yang dipercakapkan dan dipakai sebagai dasar

mengarang. Tema menurut Stanton dan Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro,

2005: 67) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema merupakan hal

penting dalam sebuah karya sastra karena melalui tema dapat dilihat ide, gagasan

yang disampaikan oleh pengarang.

Menurut Zainuddin Fananie (2002: 84), tema adalah ide, gagasan,

pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena

sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, tema yang diungkapkan dalam

karya sastra dapat sangat beragam. Tema dapat berupa persoalan moral, etika,

agama, social budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah

kehidupan. Tema dapat pula berupa pandangan pengarang, ide, atau keinginan

pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.

Menurut Fand Djibran (2008: 66) tema dan pesan adalah apa yang ingin

pengarang sampaikan kepada pembacanya. Tema ini dapat berupa pesan moral,

ajakan (persuasi), provokasi, atau lainnya. Tema dan pesan cerita adalah makna

terdalam dari cerita itu sendiri. Jadi tema dan pesan adalah hal terpenting yang

akan disampaikan oleh penulis.

Tema adalah gagasan pokok atau sentral dari cerita. Menurut Herman J.

(35)

commit to user

disampaikan pengarang atau sering disebut sebagai subject matter dari cerita

tersebut. tema merupakan makna yang diungkapkan oleh suatu cerita atau maksud

yang disampaikan dalam suatu cerita secara keseluruhan, bukan sebagai dari cerita

yang dapat dipisahkan. Ditambahkan Herman J. Waluyo (2002: 142) menyatakan

bahwa tema diambil dari khazanah kehidupan sehari-hari dengan maksud untuk

memberikan saksi sejarah atau mungkin sebagai reaksi terhadap praktik

kehidupan masyarakat yang tidak disetujui. Menurutnya tema adalah masalah

hakiki manusia, seperti cinta kasih, ketakutan, kebahagiaan, kesengsaraan,

keterbatasan dan sebagainya.

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 25) tema adalah sesuatu yang

menjadi dasar cerita. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman kehidupan.

Tema dapat berupa persoalan moral, etika, agama, budaya, teknologi, namun tema

dapat juga berupa pandangan ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati

persoalan yang muncul.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tema

adalah pokok pikiran penting yang digunakan sebagai dasar mengarang dalam

karya sastra karena melalui tema, pembaca dapat mengetahui idea tau gagasan

yang disampaikan oleh pengarang.

2. Penokohan

Penokohan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003: 1065)

adalah penciptaan citra tokoh dalam karya sastra.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 165) menjelaskan bahwa istilah tokoh

menunjuk pada orangnya atau disebut pelaku cerita, sedangkan watak,

perwatakan, dan karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang

ditafsirkan oleh pembaca dan lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh

dan tokoh tersebut melahirkan peristiwa dalam sebuah cerita fiksi. Tokoh cerita

menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 165) adalah orang-orang

yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh

(36)

commit to user

penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan

pengarang pada pembaca lewat sebuah karyanya tersebut.

Menurut Henry Guntur Tarigan (1993: 146) penokohan adalah proses

yang digunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya.

Tokoh fiksi harus dilihat sebagai yang berada pada suatu masa dan tempat tertentu

dan harus diberi motif-motif yang masuk akal untuk segala sesuatu yang

dilakukannya. Tugas pengarang ialah membuat tokoh itu sebaik mungkin, seperti

yang benar-benar ada di dalam penokohan. Berdasarkan uraian di atas, peneliti

dapat menyimpulkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran seseorang

yang digunakan pengarang untuk menyampaikan pesan, amanat kepada para

pembaca.

Atar Semi (1993: 47) mengatakan tokoh dalam cerita ada

bermacam-macam. Jika ditinjau dari keterlibatan dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi

dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral (tokoh utama) dan tokoh periferal

(tokoh tambahan). Jadi, tokoh sentral (utama) adalah tokoh yang mempunyai

porsi peran lebih banyak dibandingkan dengan tokoh tambahan.

Sesuai dengan pendapat Atar Semi, Sudjiman (dalam Herman J. Waluyo,

2002: 167) juga membagi tokoh berdasarkan fungsi dan berdasarkan pembangun

konflik cerita. Berdasarkan fungsi, tokoh dibedakan menjadi tokoh sentral dan

tokoh bawahan. Tokoh sentral juga disebut dengan tokoh utama. Sedangkan,

tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi

kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Berdasarkan

pembangun konflik cerita, terdapat tokoh protogonis dan tokoh antagonis. Tokoh

protogonis adalah tokoh yang baik dan terpuji oleh karena itu biasanya menarik

simpati pembaca. Sebaliknya tokoh antagonis adalah tokoh yang jahat atau tokoh

yang salah.

Selanjutnya untuk menguji bagaimana watak tokoh yang sesungguhnya

dalam karya sastra adalah dengan melihat bagaimana sikap tokoh sewaktu

berhadapan dengan konflik dan bagaimana cara penyelesaian

konflik-konflik tersebut. Perwatakan ini dapat dilihat dari aksi tokoh yang akan sedang

(37)

commit to user

menampilkan watak tokoh antara lain; lewat tingkah laku, analisis langsung oleh

pengarang tentang watak tokoh, dialog, reaksi tokoh-tokoh lain, lingkungan

sekitar tokoh dan pembawaan serta kebiasaan tokoh sehari-hari yang melingkupi

kehidupannya.

3. Bahasa

Bahasa merupakan sarana pengungkapan sastra. Untuk memperoleh

efektivitas pengungkapan, bahasa dalam sastra didayagunakan secermat mungkin

agar berbeda dengan bahasa nonsastra. Burhan Nurgiyantoro (2005: 273)

menyatakan bahwa pada umumnya bahasa yang ada dalam karya sastra berbeda

dengan bahasa nonsastra. Bahasa yang digunakan mengandung unsur emotif dan

bersifat konotatif, serta adanya juga gaya bahasa.

Bahasa yang digunakan dalam penulisan sastra dapat digunakan untuk

mengungkapkan segalanya dengan kata atau kalimat yang indah. Supomo (dalam

Herman J. Waluyo, 2002: 217) berpendapat adanya ragam bahasa sastra

ditimbulkan oleh suasana hati yang haru, terpesona, terenyuh, dan sebagainya.

Ragam sastra bertujuan untuk menimbulkan kesan yang sama kepada pembaca.

Jadi bahasa dapat mengungkapkan suasana hati seseorang.

Abdul Chaer (2009: 30) mendefinisikan bahasa sebagai satu system

lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota

masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.

Funsi-fungsi bahasa menurut Kinneavy (dalam Abdul Chaer, 2009: 33)

mengungkapkan bahwa bahasa memiliki lima fungsi dasar yaitu: (1) fungsi

ekspresi adalah pengungkapan bahasa melalui gerak-gerik, tingkah laku dan

mimik dimaksudkan agar bahasa tersebut tersampaikan kepada orang lain, (2)

fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada

orang lain, (3) fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan

suatu hal, perkara, dan keadaan, (4) fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa

yang bersifat memengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak

melakukan sesuatu secara baik-baik, (5) fungsi entertaimen adalah penggunaan

bahasa dengan maksud untuk menghibur, menyenangkan, atau memuaskan

(38)

commit to user

Sesuai beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa cara untuk

mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang tidak mengandung

unsur controversial yang ditimbulkan oleh suasana hati.

4. Latar atau Setting

Latar merupakan salah satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting.

Elemen tersebut akan menentukan situasi umum sebuah karya. Setting adalah soal

waktu tempat cerita.

Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 216) menyatakan latar atau

setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat,

hubungan waktu dan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan. Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Kenny

(dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 219) bahwa latar dalam karya sastra tidak

hanya mengacu pada lokasi tertentu atau segala sesuatu yang bersifat fisik

(physical setting), melainkan juga berupa tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan

nilai-nilai.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 235) menambahkan latar dalam novel

menyangkut keterangan mengenai social budaya, tempat dan waktu di mana

peristiwa itu terjadi. Unsur latar dibedakan menjadi tiga, yaitu tempat, waktu, dan

social. Latar tempat mengacu pada “lokasi” terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam novel. Latar waktu mengarah pada masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam novel, sedangkan latar sosial mencakup

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir

dan bersikap juga termasuk status social tokoh yang bersangkutan.

Latar berkaitan dengan waktu dan tempat penceritaan. Atar Semi (1993:

46) berpendapat bahwa latar atau setting merupakan lingkungan terjadinya

peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu dalam cerita. Artinya bahwa

latar meliputi tempat terjadinya peristiwa dan juga menunjuk pada waktunya. Jadi

latar meliputi unsur waktu, tempat dan lingkungan peristiwa terjadi.

W.H Hudson (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 198) menyatakan bahwa

(39)

commit to user kebiasaan dan pandangan hidup tokoh.

Setting adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat

berkaitan dengan dimensi fisiologi, sosiologi, dan psikologi. Setting juga dapat

dikaitkan dengan tempat dan waktu. Lebih lanjut dipaparkan bahwa setting

berkaitan dengan pengadegan, latar belakang, waktu cerita, dan waktu

penceritaan. Pengadegan artinya penyusunan adegan-adegan dalam cerita. Tidak

semua kejadian dalam kehidupan sang tokoh dilukiskan dalam adegan-adegan.

Adegan yang dipilih yang benar-benar mewakili cerita. Latar belakang

(background) dalam menampilkan setting dapat berupa latar belakang social,

budaya, psikis, dan fisik yang kira-kira dapat memperhidup cerita itu. Dengan

deskripsi dan narasi, latar belakang dapat muncul dan jika diperkaya dengan latar

belakang lain, cerita akan lebih hidup. Waktu cerita ialah lamanya waktu

penceritaan tokoh utama dari awal hingga akhir cerita, sedangkan waktu

penceritaan ialah waktu pembacaan, biasanya lamanya jam.

Latar adalah gambaran situasi mengenai peristiwa yang terjadi dalam

sebuah cerita. Suminto A. Sayuti (1997: 80) membagi latar dalam tiga kategori

yakni, latar tempat, waktu, dan social. Latar tempat merupakan hal yang berkaitan

dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan

latar social berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Latar memengaruhi

penokohan yang dapat membentuk suasana tokoh cerita. Jadi latar berpengaruh

dalam keseluruhan cerita.

Burhan Nurgiyantoro (2005: 227) berpendapat yang membedakan unsur

latar ke dalam tiga unsure pokok. Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok

tersebut sebagai berikut:

a. Latar tempat

Latar adalah tempat menunjukan pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang

digunakan yaitu nama tempat yang nyata misalnya saja nama kota, instansi atau

tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan

dengan sifat atau geografis tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.

b. Latar waktu

(40)

commit to user

yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan

waktu lebih pada keadaan hari misalnya saja pada pagi, siang, atau malam.

c. Latar sosial

Untuk latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat tertentu. Hal tersebut meliputi

masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara

berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual.

Herman J. Waluyo (2009: 35) menjelaskan mengenai fungsi setting adalah

untuk: (1) mempertegas watak pelaku; (2) memberikan tekanan pada tema cerita;

(3) memperjelas tema yang disampaikan; (4) metafora bagi situasi psikis pelaku;

(5) sebagai pemberi atmosfir (kesan); (6) memperkuat posisi plot.

Sesuai uraian di atas disimpulkan pengertian latar atau setting adalah

keseluruhan keterangan yang meliputi aspek tempat kejadian, waktu kejadian dan

juga social yang akan menentukan karakter dari masing-masing tokohnya.

5. Sudut Pandang (Point of View)

Point of view dinyatakan sebagai sudut pandang pengarang, yaitu teknik

yang digunakan oleh pengarang untuk berperan dalam cerita itu (Herman J.

Waluyo, 2009: 37).

Abrams (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248) menyatakan bahwa

sudut pandang atau point of view merujuk pada cara atau pandangan yang

digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada

pembaca.

Sudut pandang adalah bagian dari unsur intrinsik dalam karya sastra.

Berkenaan dengan sudut pandang ada yang mengartikan sudut pandang dari

pengarang dan ada juga yang mengartikan dari pencerita, bahkan ada pula yang

menyamakan antara keduanya. Pada dasarnya sudut pandang dalam karya sastra

fiksi adalah strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk

mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang merupakan masalah teknis

yang digunakan pengarang untuk menyampaikan makna, karya, artistiknya untuk

(41)

commit to user

Sudut pandang haruslah diperhitungkan kehadirannya dan bentuknya,

karena pemilihan sudut pandang atau point of view akan berpengaruh terhadap

penyajian cerita. Menurut Fand Djibran (2008: 60) sudut pandang atau point of

view dalam cerita terbagi menjadi tiga sudut pandang orang pertama, sudut

pandang orang kedua dan sudut pandang orang ketiga. Jadi sudut pandang dibagi

menjadi tiga kategori.

Sudut pandang juga berarti cara pengarang berperang dalam cerita, apakah

melibatkan diri langsung dalam cerita atau pengobservasian ataukah orang di luar

cerita. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2005: 256-271) membagi sudut pandang

cerita secara garis besar dapat dibedakan atas dua macam pesona, persona pertama “gaya” “aku” dan persona ketiga “gaya” “dia” atau kombinasi antara keduanya.

a. Sudut Pandang Persona Pertama “aku”

Penceritaan dengan menggunakan sudut pandang “aku”, berarti pengarang terlibat dalam cerita secara langsung. Sudut pandang orang pertama dibedakan dalam dua golongan. Berdasarkan peran dan kedudukan “aku” dalam cerita yaitu “aku” yang menduduki peran utama dan “aku” yang menduduki peran tambahan/ berlaku sabagai saksi.

b. Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia”

Penceritaan yang menggunakan sudut pandang persona ketiga yaitu “dia” Narator adalah sesorang di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita

dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka.

c. Sudut Pandang Campuran

Jika dalam suatu cerita digunakan model “aku” dan “dia”, maka dia menggunakan sudut pandang campuran. Hal tersebut bergantung pada kreativitas

pengarang bagaimana memanfaatkan berbagai teknik yang ada untuk mencapai

efektifitas yang ideal (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 266).

Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan, penentuan sudut pandang dalam

cerita sangat penting karena akan berpengaruh dalam cerita. Sudut pandang

difungsikan pengarang untuk sarana menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan

berbagai peristiwa dalam cerita.

(42)

commit to user

Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur. Dalam

pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering diartikan sebagai

keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam cerita. Staton (dalam Burhan

Nurgiyantoro, 2005: 113) berpendapar bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan

kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat,

peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

Menurut Boulton (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 145) menyatakan

bahwa alur merupakan seleksi peristiwa yang disusun dalam rangkaian waktu

yang menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan

mengetahui kejadian yang akan datang. Plot tidak sekadar menyangkut peristiwa,

namun juga cara pengarang mengerutkan peristiwa-peristiwa, motif, konsekuensi,

dan hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lainnya.

Lukman Ali (dalam Herman J. Waluyo, 2002:145) menyatakan bahwa plot

adalah sambung-sinambung peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat yang tidak

hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah mengapa

hal itu terjadi. Sedangkan Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Herman J.

Waluyo, 2002: 146) menyatakan plot adalah struktur penceritaan.

Wahyudi Siswanto (2008: 159) berpendapat bahwa alur adalah rangkaian

peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan

cerita melalui rumitan ke arah klimaks dan selesaian. Bagi sastrawan, plot

berfungsi sebagai suatu kerangka karangan yang dijadikan pedoman dalam

mengembangkan keseluruhan isi ceritanya, sedangkan bagi pembaca, pemahaman

plot berarti juga pemahaman terhadap keseluruhan isi cerita secara runtut dan

jelas.

Menurut Herman J. Waluyo (2008: 14) alur atau plot juga disebut

kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang

menunjukkan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar

pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang.

Menurut Atar Semi (1993: 43) alur merupakan struktur rangkaian kejadian

dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus

(43)

commit to user

Pada prinsipnya, ada tiga jenis alur, yaitu (1) alur garis lurus atau alur

progresif yaitu urutan peristiwa berturutan dari awal hingga akhir, (2) alur

flashback atau sorot balik yaitu urutan peristiwa yang dimulai dengan bagian

akhir dari cerita, (3) alur campuran yaitu pemakaian alur garis lurus dan flashback

sekaligus di dalam cerita fiksi.

Berdasarkan pengertian alur atau plot yang ada maka dapat disimpulkan

bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa

sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu

cerita. Alur dalam cerita juga mempengaruhi keseluruhan cerita. Rangkaian cerita

terbingkai indah, menjadikan cerita juga akan menarik.

7. Amanat

Amanat secara umum dapat dikatakan bentuk penyampaian pesan dalam

karya fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung. Cara

penyampaiannya, pengarang tidak melakukannya secara serta merta, melainkan

lewat siratan dan terserah pembaca dalam menafsirkannya. Pembaca dapat

merenungkan dan menghayatinya secara intensif.

Amanat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2003: 30) adalah

pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dan pendengar. Amanat

dipahami pengarang untuk menjawab problem social yang dihadapi pengarang

lewat karya sastra. Pesan yang akan disampaikan biar jelas tersurat ataupun samar.

Tidak jarang pengarang menyampaikan amanat dengan teknik lain yang sulit

diketahui oleh pembacanya.

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 28) amanat berhubungan dengan

makna (signifinance) dari karya sastra. Setiap penikmat karya sastra dapat berbeda

pendapat dalam menafsirkan makna karya itu bagi dirinya.

Dari uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa amanat dalam

karya sastra adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca melalui

karya sastra, di mana pembaca dapat berbeda-beda dalam menilai makna yang

Gambar

Tabel 1. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ................................................
Gambar 2. Skema Analisis Mengalir ..............................................................
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Tabel 1. Rincian Kegiatan, Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyata kan bahwa skripsi yang berjudul “ Pengembangan Keterampilan Komunikatif Antar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay

KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PT ASURANSI JASA INDONESIA dalam rangka memenuhi syarat untuk menyelesaikan program sarjana (S1) dan memerlukan

HALAMAN PERSEMBAHAN ... Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Batasan Masalah ... Sistematika Penulisan ... Manfaat Proyek Akhir... Pengertian Mesin Frais ... Bagian-Bagian

Objek penelitian adalah kadar bioetanol nira batang Sweet Sorghum. varietas

- Sifat pekerjaan apakah bersifot monoton atau tidak.. Tindakan pemimpin untuk dapat menghilangkan kekecewaan karyawan tersebut adalah dengan memperbaiki faktor – faktor

Gulma lunak yaitu jenis gulma yang tidak begitu berbahaya bagi tanaman yang dibudidayakan, namun dalam keadaan populasi tinggi harus. dikendalikan, contoh

sebelumnya bahwa pada susu bubuk cokelat, komposisi lemak yang terkandung. dalam bubuk cokelat adalah penyebab utama buruknya nilai

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN. SERANG-BANTEN