PENGARUH PENGALAMAN MENGAJAR,
IKLIM KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP
KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
DI SMK KRISTEN SALATIGA
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Zuhdan Kamal Abdillah NIM 7101411217
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada:
Hari : Kamis Tanggal : 9 Juli 2015
Mengetahui,
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 14 Agustus 2015
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Apabila dikemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, 10 Juli 2015
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Berusahalah, karena tuhan punya jawaban
atas apa yang kita perjuangkan.
(Zuhdan Kamal Abdillah)
PERSEMBAHAN:
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pengalaman
Mengajar, Iklim Kerja dan Kompensasi terhadap Kompetensi Profesional Guru di
SMK Kristen Salatiga” dalam rangka menyelesaikan studi Strata I untuk
mencapai gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, maka dalam
kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan
menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Wahyono, M.M. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan pelayanan dan kesempatan mengikuti program strata
satu di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Ade Rustiana, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ekonomi dan
sebagai Dosen Penguji 1 serta memberikan saran dan kritik demi perbaikan
skripsi ini.
4. Ismiyati, S.Pd., M.Pd. Dosen Pembimbing sekaligus Dosen Penguji 3 yang
5. Drs. Marimin, M.Pd.sebagai Dosen Penguji 2 yang telah memberikan saran
dan kritik demi perbaikan skripsi ini.
6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi yang telah memberikan dan mengajarkan
ilmu pengetahuan untuk bekal masa depan.
7. Eko Pambudyo, S.Pd. Kepala sekolah SMK Kristen Salatiga yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.
8. Guru-guru SMK Kristen Salatiga yang telah membantu dalam penelitian.
9. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa dan dukungan. Adik-adikku
Sarah, Hudi dan Naja sebagai motivasiku menyelesaikan program pendidikan
ini. Lita, rekan PAP 2011, fungsionaris BEM FE dan seluruh sahabat, sebagai
teman belajar dalam menempuh strata satu ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis pada khususnya dan bagi pembaca atau pihak-pihak yang berkepentingan
pada skripsi ini pada umumnya.
Semarang, 30 Agustus 2015
SARI
Abdillah, Zuhdan Kamal. 2015. “Pengaruh Pengalaman Mengajar, Iklim Kerja dan Kompensasi terhadap Kompetensi Profesional Guru di SMK Kristen Salatiga”. Skripsi. Jurusan Pendidikan Ekonomi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Ismiyati, S.Pd., M.Pd.
Kata Kunci : Pengalaman Mengajar, Iklim Kerja, Kompensasi, Kompetensi Professional Guru
Kompetensi professional guru berperan bagi berlangsungnya pembelajaran di kelas, guru diharuskan memiliki pengetahuan yang luas terhadap bidang studi yang akan diajarkan. Permasalahan dalam penelitian ini diketahui bahwa cukup rendahnya kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga seperti kurangnya penggunaan media dan proses penyampaian materi dirasa belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi terhadap kompetensi professional guru.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah guru di SMK Kristen Salatiga sebanyak 30 guru. Penelitian ini merupakan penelitian populasi, jadi semua populasi dijadikan sebagai responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif, uji asumsi klasik dan uji hipotesis dengan bantuan SPSS For Windows Release 17.
Uji keberartian persamaan regresi dilihat dari uji F hitung = 29,476 dengan signifikansi sebesar 0,00 < 0,05 sehingga diperoleh hasil analisis regresi linear berganda dengan persamaan Y = 17,773 + 0,677X1 + 0,393X2 + 0,454X3. Secara parsial (uji t) pengalaman mengajar (X1) diperoleh thitung = 2,740 dengan signifikansi 0,00 < 0,05, sehingga H2 diterima. Iklim Kerja diperoleh thitung = 2,354 dengan signifikansi 0,00 < 0,05, sehingga H3 diterima. Kompensasi diperoleh
thitung = 2,182 dengan signifikansi 0,00 < 0,05, sehingga H4 diterima. Secara
simultan (R2) pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi berpengaruh terhadap kompetensi profesional sebesar 23,5%.
ABSTRACT
Abdillah, Zuhdan Kamal. 2015. “The Influence of Teaching Experience, Work Climate and Compensation for Professional Competence of Teachers at Kristen Vocational High School of Salatiga”. Final Project. Department of Economic Education. Faculty of Economics. Semarang State University. Adviser Ismiyati, S.Pd., M.Pd.
Keywords : Teaching Experience, Work Climate, Compensation, Professional Competence of Teacher
Professional competence of teacher is contribute to ongoing learning in the classrom, teacher are required to have extensive knowledge of the subject areas to be taught. Problems in this research based that lack sufficient professional competence of teachers in Kristen Vocational Higs School of Salatiga such as low use of media and process of extending material deemed not optimal. This research aims to determinate is there any effect of teaching experience, work climate and compensation to the professional competence of teachers.
This research uses quantitive methods. The population in this research were teachers in Kristen Vocational High School of Salatiga as many as 30 teachers. This research a population research, so all the population used as responder. The technique of collecting data using questionnaire. Data were analyzed using descriptive analysis, a classic assumption test and hypothesis test using SPSS for windows release 17.
The significance of the test equation as calculated from the F test was 29, 476 with significance 0,00<0,05, while the results of multiple linear regression analysis with equation Y = 17,773 + 0,677X1 + 0,393X2 + 0,454X3 + e. Partially (t test) teaching experiences (X1) obtained tcount = 2,740 with a significance 0,00 < 0,05, so that H2 is accepted. Work climate obtained tcount = 2,354 with a significance 0,00 < 0,05, so H3 is received. Compensation obtained tcount = 2,182 with a significance 0,00 < 0,05, so H4 is accepted. Simultaneously (R2) teaching experience, work climate and compensation and influential on the professional competence of 23,5%.
DAFTAR ISI
2.1.2 Pengertian Kompetensi Profesional Guru ... 12
2.1.3 Profesionalisme Guru dalam Mengelola Materi Pembelajaran ... 13
2.1.4 Profesionalisme Guru dalam Mendayagunakan Sumber dan Media Pembelajaran ... 14
2.1.5 Profesionalisme Guru dalam Manajemen Kelas ... 16
2.1.6 Indikator Kompetensi Profesionalisme Guru ... 16
2.2 Pengalaman Mengajar……….. ... 18
2.2.1 Pengertian Pengalaman Mengajar ... 18
2.2.3 Indikator Pengalaman Mengajar ... 20
2.3 Iklim Kerja ... 22
2.3.1 Sekolah sebagai Organisasi di Bidang Pendidikan ... 22
2.3.2 Pengertian Iklim Kerja Sekolah ... 24
2.3.3 Fungsi Iklim Kerja Sekolah ... 25
2.3.4 Indikator Iklim Kerja Sekolah... 26
2.4 Kompensasi ... 26
2.4.1 Pengertian Kompensasi ... 26
2.4.2 Asas-Asas Kompensasi ... 28
2.4.3 Tujuan Sistem Kompensasi ... 29
2.4.4 Indikator Kompensasi ... 30
2.5 Penelitian yang Relevan ... 31
3.5 Uji Kualitas Angket Penelitian... 41
3.5.1 Uji Validitas ... 42
3.5.2 Uji Reliabilitas ... 45
3.6 Metode Analisis Data ... 46
3.6.1 Analisis Deskriptif ... 46
3.6.3 Uji Asumsi Klasik ... 48
3.6.2 Analisis Regresi Berganda ... 49
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1 Hasil Penelitian ... 52
4.1.1 Analisis Deskriptif ... 52
4.1.1.1 Analisis Deskriptif Pengalaman Mengajar ... 52
4.1.1.2 Analisis Deskriptif Iklim Kerja ... 54
4.1.1.3 Analisis Deskriptif Kompensasi ... 57
4.1.2 Uji Asumsi Klasik ... 60
4.1.2.1 Uji Normalitas ... 60
4.1.2.2 Uji Multikolinieritas ... 60
4.1.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 61
4.1.3 Analisis Regresi Berganda ... 62
4.1.4 Uji Hipotesis ... 64
4.1.4.1 Uji Simultan (Uji F) ... 64
4.1.4.2 Uji Parsial (Uji t) ... 65
4.1.4.3 Koefisien Determinasi Simultan (R2) ... 66
4.1.4.4 Koefisien Determinasi Parsial (r2) ... 67
4.2 Pembahasan ... 69
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1 Simpulan ... 75
5.2 Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA ... 77
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 3.1 Rencana Penilaian (scoring) Jawaban Responden ... 40
Tabel 3.2 Hasil Validitas Uji Instrumen ... 44
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 45
Tabel 3.4 Perhitungan pada Analisis Deskriptif ... 47
Tabel 4.1 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengalaman Mengajar ... 52
Tabel 4.2 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Pendidikan dan Pelatihan ... 53
Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Masa Kerja/Lama Mengajar ... 54
Tabel 4.4 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Iklim Kerja ... 55
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Ekologi ... 55
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Milieu ... 56
Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Sistem Sosial ... 56
Tabel 4.8 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Budaya ... 57
Tabel 4.9 Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Kompensasi ... 58
Tabel 4.10 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Kompensasi Langsung ... 58
Tabel 4.11 Distribusi Jawaban Responden pada Indikator Kompensasi Tidak Langsung ... 59
Tabel 4.13 Uji Multikolinieritas ... 61
Tabel 4.14 Uji Heteroskedastisitas ... 61
Tabel 4.15 Hasil Uji Analisis Regresi Linier Berganda ... 62
Tabel 4.16 Hasil Uji Coba Simultan (Uji F) variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y ... 64
Tabel 4.17 Hasil Uji Parsial (Uji t) Variabel X1, X2, dan X3 terhadap Y ... 65
Tabel 4.18 Hasil Uji Koefisien Determinasi Simultan (R2) ... 67
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Surat Izin Observasi ... 81
Lampiran 2 Observasi Awal ... 82
Lampiran 3 Surat Izin Uji Coba Instrumen Penelitian ... 85
Lampiran 4 Daftar Nama Responden Uji Coba Penelitian ... 86
Lampiran 5 Angket Uji Coba Penelitian dan Kisi-kisi Uji Coba Penelitian .. 87
Lampiran 6 Tabulasi Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 99
Lampiran 7 Hasil Uji Validitas ... 100
Lampiran 8 Reliabilitas Tiap Variabel ... 101
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian ... 104
Lampiran 10 Daftar Nama Responden Penelitian ... 105
Lampiran 11 Angket Penelitian dan Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 106
Lampiran 12 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 116
Lampiran 13 Analisis Deskriptif ... 117
Lampiran 14 Uji Asumsi Klasik ... 120
Lampiran 15 Analisis Regresi Berganda ... 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tuntutan zaman yang semakin meningkat pada era sekarang ini membuat
dunia kerja semakin membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten
dibidangnya masing-masing. Generasi muda dipersiapkan untuk masuk dalam
dunia kerja, karena kebutuhan dunia kerja itu akan terwujud manakala generasi
muda memiliki keterampilan. Pendidikan sebagai wadah generasi muda untuk
memperoleh ketrampilan. Tujuan pendidikan dapat tercapai, jika generasi muda
dipersiapkan melalui pendidikan formal, yaitu sekolah. Pendidikan yang diberikan
di sekolah nantinya akan menunjang generasi muda dalam memperoleh
ketrampilan serta kemampuan. Generasi muda perlu dipersiapkan dalam
pengetahuan dan juga ketrampilan praktik, karena itulah diadakan lembaga
pendidikan formal yang berbasis pada kejuruan, selain mempelajari materi siswa
juga akan diajarkan keterampilan yang harus dikuasai, pendidikan formal tersebut
yaitu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sekolah Menengah Kejuruan memiliki tugas untuk menciptakan lulusan
yang kompeten sehingga lulusan tersebut memenuhi persyaratan dunia kerja dan
dapat diterima di dunia kerja sesuai bidang masing-masing. Lulusan dari SMK
dipandang mampu dan siap untuk masuk dalam dunia kerja. Sekolah Menengah
Kejuruan nantinya akan menciptakan lulusan yang kompeten sesuai dengan
mengajar sebaik mungkin. Proses belajar yang baik dapat dilakukan oleh tenaga
pendidik yang baik pula, tenaga pendidik yang baik maksudnya yaitu seorang
guru sebagai pendidik harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas. Kompetensi yang dimiliki guru akan
menunjang proses belajar mengajar yang akan membawa siswa mencapai tujuan
dalam pembelajaran. Kemampuan tersebut tentu dibutuhkan oleh seorang guru
dalam memberikan pengajaran di kelas.
Sekolah sebagai tempat pendidikan yang di dalamnya terdapat interaksi
antara siswa, siswa dengan guru, guru dengan guru dan kepala sekolah dengan
seluruh warga sekolah dapat mencerminkan lingkungan kerja sekolah tersebut.
Apabila guru berada di lingkungan kerja yang bekerja keras, tentu guru juga akan
ikut bekerja keras karena menyesuaikan dengan lingkungannya, demikian
sebaliknya. Meskipun semua tetap berasal dari kepribadian guru sendiri tetapi
secara tidak langsung lingkungan juga mempengaruhi bagaimana guru
melaksanakan pembelajaran di dalam kelas. Berbicara mengenai kompetensi guru,
sudah menjadi rahasia umum apabila guru yang bekerja lebih lama memiliki
pengalaman yang lebih banyak. Guru yang sudah lama berada di lingkungan
sekolah dinilai lebih memiliki pengetahuan dalam belajar mengajar, lalu guru
yang masih pemula atau baru membutuhkan pengalaman yang dia dapatkan dari
proses belajar mengajar. Pekerjaan apapun tentu akan menghasilkan pendapatan
bagi orang yang melaksanakannya, sama halnya dengan pekerjaan sebagai tenaga
pendidik yang akan mendapatkan penghasilan setelah melakukan tugas belajar
memotivasi guru dalam melaksanakan tugasnya, terutama dalam pembelajaran di
kelas.
Kompetensi profesional yang dimiliki guru dinilai dapat menunjang
kegiatan belajar mengajar dalam kelas. Hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan oleh Uno (2008:70) bahwa “dalam kegiatan profesionalnya, guru
harus memiliki kemampuan untuk merencanakan program pembelajaran dan
kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran”. Pendapat ini diperkuat oleh
Mulyasa (2009b:141) yang menyatakan “guru yang memiliki kompetensi
profesional harus mampu memilah dan memilih serta mengelompokkan materi
pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik”. Berdasarkan kedua
pendapat tersebut terlihat bahwa seorang pendidik perlu memiliki kompetensi
profesional agar proses pembelajaran baik penyampaian materi maupun efektifitas
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang dibuat oleh guru.
Kemampuan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru salah satunya
dapat dilihat pada susunan bahan ajar, misalnya dengan membuat target
penyampaian materi. Hal itu sesuai yang diungkapkan oleh Uno (2008:45) yang
mengungkapkan bahwa “proses belajar dapat ditingkatkan apabila bahan ajar atau
tata cara yang akan dipelajarai tersusun dalam urutan yang bermakna, susunan dan
tatacara ini dapat membantu siswa dalam menggabungkan dan memadukan
pengetahuan atau proses secara pribadi”. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
ketika siswa memperoleh materi secara tersusun atau disajikan dalam beberapa
dapat terlibat secara langsung dalam pembelajaran, yang nantinya akan ada umpan
balik antara guru dengan siswa.
Guru melakukan pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa tentu
membutuhkan waktu, seperti apa yang telah diungkapkan oleh Szestay (2004) “as
a teacher educator, i also wanted to understand better how to help beginner
teachers makesplit second decisions about when to stop an activity, or how to
respond to disruptive behaviour, for example”. Pendapat itu berarti Szestay
sebagai seorang guru juga ingin memahami bagaimana membantu guru pemula
untuk membuat suatu keputusan dalam kelas dan juga tentang bagaimana
mengatur suatu kegiatan pembelajaran, atau bagaimana menanggapi perilaku yang
dianggap mengganggu. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Parker
(2006) yaitu “practice teacher being responsible for encouraging and assessing
learning”, yang berarti dalam praktik pembelajaran guru lebih bertanggung jawab
dalam mendorong dan menilai pembelajaran. Kedua pendapat tersebut tentu
diperoleh dari pengalaman mereka dalam menerapkan pengetahuan dan
ketrampilan di dalam kelas. Katy dalam Zsestay (2004) menyatakan bagaimana
pengalaman guru:
for beginner teachers like myself everything can trigger re-ectionin-action, because everything is new. For example, noticing the extent to which a student is being challenged or how students are responding is important. But it’s also important to develop a kind of routine, so that a lot of this noticing becomes automatic and the lesson can go on smoothly.
Guru pemula memiliki tantangan untuk mengondisikan siswa dan tanggapan
siswa menjadi hal yang penting. Berdasarkan ungkapan tersebut tentu bahwa
pengalaman baik yang didapatkan di sekolah maupun yang dia dapatkan sendiri,
hal ini tentu terkait dengan bagaimana guru tersebut beradaptasi dengan organisasi
sekolah yang bersangkutan agar nantinya dapat memiliki kompetensi yang
dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar. Pendapat yang hampir sama juga
diungkapkan oleh Saondi dan Suherman (2010:45) “untuk menjalin
interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan harmonis dan menciptakan kondisi yang
kondusif untuk bekerja diperlukan iklim kerja yang baik”. Pendapat ini diperkuat
oleh Librawati, dkk (2013) “dengan iklim kerja sekolah yang kondusif ini akan
mempengaruhi setiap warga sekolah terutama guru untuk lebih
mengaktualisasikan ide, kreativitas, inovasi, kerja sama, dan kompetisi yang sehat
dalam mengupayakan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah yang telah
ditetapkan”. Guru mendapatkan kompensasi atas pekerjaan yang telah dilakukan.
Kompensasi tersebut tentu akan mendorong semangat guru dalam melaksanakan
tugasnya sehingga mampu mengembangkan siswa dalam pembelajarannya,
pendapat tentang penghasilan di pekerjaan seseorang diperkuat oleh Hadi (2006)
yang menyatakan “karena adanya upah yang sesuai dengan pekerjaannya, maka
akan timbul semangat dan gairah kerja yang semakin baik”, upah yang sesuai
dipandang dapat memotivasi guru akan tetap profesional dalam menjalankan tugas
mengajar di sekolah.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan di SMK Kristen
Salatiga pada hari Jumat tanggal 16 Januari 2015 kepada Bu Yuheti dan Bu Maya,
beberapa guru di SMK Kristen masih menggunakan media seadanya dan ada pula
pembelajaran. Bu Yuheti menyatakan bahwa “tempat khusus praktek perkantoran
secara keseluruhan belum disediakan, guru agak kesulitan untuk praktik setiap
pelajaran produktif, namun guru tetap membuat mini kantor dalam kelas di akhir
semester”. Hal ini senada dengan Bu Maya yang menyatakan “setiap guru sudah
memaksimalkan penyampaian teori dalam kelas, begitupun untuk praktik
perkantoran sendiri dirasa sudah bagus namun kurang maksimal”. Ketika ditanya
mengenai bagaimana kompetensi profesional guru di sekolah, Bu Yuheti dan Bu
Maya menjawab “memang ada beberapa guru yang sudah maksimal, namun guru
lain tetap perlu lebih mengoptimalkam”. Hal ini berarti kompetensi profesional
sudah baik, namun ada yang belum maksimal. Hasil pengamatan proses
pembelajaran di kelas, seorang guru dalam menghadapi berbagai karakteristik
siswa di dalam kelas, dinilai sudah melakukan pemahaman tentang tingkah laku
siswa, guru perlu menekankan kepada karakteristik masing-masing siswa. Siswa
terlihat kurang bersemangat dalam pembelajaran ketika guru hanya menjelaskan
materi saja dengan kurang memaksimalkan penggunaan media pembelajaran.
Berdasarkan angket pendahuluan terkait kompetensi professional yang diberikan
kepada 10 responden, diketahui bahwa sebanyak 70% responden menyatakan
jarang menggunakan media pembelajaran saat mengajar, kemudian 50%
responden menyatakan setiap penyampaian materi seringkali menggunakan
metode ceramah saja karena dinilai cukup, selain itu sebanyak 70% responden
menyatakan bahwa dalam memberikan tugas jarang menggunakan berbagai
sumber. Pendidikan dan pelatihan juga dinilai cukup menunjang keprofesionalan,
mengikuti kegiatan diklat. Berdasarkan angket pendahuluan terkait kompetensi
professional guru diperoleh rata-rata skor sebesar 25,6 dan jika dipersentasekan
sebesar 64% dari skor total yang seharusnya.
Karakteristik dalam bekerja yang terdapat di sekolah diduga
mempengaruhi kompetensi guru khususnya kompetensi profesional guru,
misalnya guru yang selalu bertanya mengenai pergantian mata pelajaran dari
Kurikulum 2013 kembali ke KTSP secara tidak langsung seperti mengajak guru
yang ditanya untuk saling berdiskusi atau untuk sama-sama mencari hal yang
ditanyakan. SMK Kristen Salatiga terdiri dari beberapa guru dengan jenjang usia
yang berbeda-beda, guru dengan usia muda tentu saja juga masih baru dalam
mengajar sehingga pengalaman mengajar juga masih minim. Guru yang sudah
lama mengajar tentu sudah memiliki pengalaman mengajar yang memadai. Selain
itu, SMK Kristen Salatiga sebagai sekolah swasta yang mana gaji dikelola oleh
yayasan, tentu saja jumlah siswa yang bersekolah akan berpengaruh terhadap
kompensasi yang diterima oleh para guru di sekolah tersebut. Kompensasi yang
nantinya diterima guru tentu akan menambah motivasi guru dalam mengajar.
Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2010) yang menyatakan bahwa
“terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman mengajar dengan
kompetensi profesional pada guru PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar”.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Librawati, dkk (2013) yang menyatakan
bahwa “terdapat determinasi yang signifikan antara iklim kerja terhadap kinerja
terhadap kinerja guru di SMA Negeri 2 Argamakmur Bengkulu Utara”. Penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2012) yaitu “terdapat kontribusi pengalaman kerja
guru secara signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten
Badung”.
Proses pembelajaran dinilai memerlukan kompetensi profesional guru, jika
guru berkompeten secara profesional tentu akan meningkatkan proses
pembelajaran menjadi lebih baik. Pengalaman mengajar yang dimiliki oleh guru,
kondisi iklim kerja sekolah serta kompensasi yang diperoleh guru dalam bekerja
diduga memiliki pengaruh terhadap kompetensi profesional guru. Berdasarkan
permasalahan, teori dan penelitian terdahulu yang diuraikan diatas, peneliti
berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH
PENGALAMAN MENGAJAR, IKLIM KERJA DAN KOMPENSASI
TERHADAP KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DI SMK KRISTEN
SALATIGA”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
ditentukanlah rumusan masalah untuk penelitian ini. Rumusan masalah yang ingin
dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi
terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga ?
2. Adakah pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi guru SMK
3. Adakah pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
4. Adakah pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga ?
5. Bagaimana pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi di SMK
Kristen Salatiga ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan
kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di SMK Kristen
Salatiga.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi
profesional guru di SMK Kristen Salatiga.
3. Untuk mengetahui pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional
guru di SMK Kristen Salatiga.
4. Untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional
guru di SMK Kristen Salatiga.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengalaman mengajar, iklim kerja dan
kompensasi di SMK Kristen Salatiga.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai kompetensi profesional guru.
2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih
mengetahui kompetensi yang dibutuhkan guru dalam pembelajaran agar
lebih mendalami saat penyampaian materi.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapan dapat digunakan sebagai bahan
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kompetensi Profesional Guru
2.1.1 Standar Kompetensi Guru
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menjadi satu bagian penting
dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Proses dalam mewujudkan
sekolah yang mampu menjalankan tujuan pendidikan nasional itu dibutuhkan guru
yang berkompeten. Pengertian kompetensi sendiri telah dijelaskan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
dijelaskan bahwa “kompetensi adalah seperangkat pengetahuan keterampilan, dan
perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan”. Penjelasan tersebut menjelaskan bahwa
kompetensi guru sebagai kemampuan penting yang perlu dimiliki guru dalam
menjalankan tugasnya di sekolah. Pengertian ini senada dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Mulyasa (2009b:26) bahwa :
kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangn pribadi dan profesionalisme.
Kompetensi guru dapat menjadi gambaran umum tentang bagaimana guru
bertindak, Mulyasa (2009b:26) menyimpulkan bahwa “kompetensi mengacu pada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan;
untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas
pendidikan”. Berbagai penjelasan tentang kompetensi guru, dapat disimpulkan
bahwa guru diharapkan menjadi sosok profesional yang memiliki kemampuan,
kecakapan, dan ketrampilan. Kompetensi menjadi kemampuan yang harus
dimiliki oleh guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah,
baik di lingkungan sekolah maupun di kelas.
2.1.2 Pengertian Kompetensi Profesional Guru
Proses pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik manakala
terdapat seorang pemimpin yang mampu mewujudkan kelas yang efektif.
Pemimpin yang bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar tentu bukanlah seseorang yang tidak memiliki kemampuan.
Mewujudkan pembelajaran yang efektif; baik tersampainya materi, pengelolaan
kelas, bahan dan media pembelajaran itu diperlukan profesionalitas seorang guru
yang terwujud dalam kompetensi profesional. Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan pasal 28 ayat (3)
butir c mengemukakan bahwa “kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan”. Pengertian tersebut menggambarkan bagaimana
peran guru dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif, baik dari segi materi
yang diajarkan maupun kemampuan menjelaskan materinya. Berbagai macam
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah akan membawa siswa memiliki
(2008:69) menyatakan bahwa “kompetensi profesional artinya guru harus
memiliki pengetahuan yang luas dari subject matter (bidang studi) yang akan
diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoretis
mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar”. Beberapa pengertian
tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya seorang guru memiliki kompetensi
profesional yang nantinya akan diterapkan di kegiatan belajar mengajar.
Kompetensi profesional besar pengaruhnya terhadap kualitas dari guru itu
sendiri pada saat melakukan pembelajaran. Guru dituntut untuk mengembangkan
dirinya terhadap pengetahuan dan mendalami keahliannya agar dapat
mewujudkan kompetensi profesionalnya, karena guru tidak hanya bermodalkan
penguasaan materi saja tetapi harus pula memiliki kemampuan khusus pada saat
melakukan pembelajaran. Kompetensi profesional memang harus dimiliki guru
jika ingin mengembangkan peserta didiknya, apalagi jika mengajar di SMK yang
lulusan dari sekolah tersebut diharapkan perusahaan dan masyarakat sebagai
tenaga kerja yang kompeten di bidangnya. Tanggung jawab seorang guru terlihat
dari profesi yang diembannya, jiwa pendidik dalam diri guru perlu untuk
ditanamkan di diri guru yang diwujudkan dalam kompetensi profesional guru.
2.1.3 Profesionalisme Guru dalam Mengelola Materi Pembelajaran
Guru yang memiliki kompetensi profesional tentu perlu memahami
jenis-jenis materi pembelajaran, agar nantinya dalam memberikan pembelajaran dapat
tersampaikan materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa serta sesuai pula dengan
kemampuan peserta didik. Uno (2008:45) mengungkapkan bahwa “proses belajar
dalam urutan yang bermakna”. Guru harus melakukan pemahaman mengenai
materi pembelajaran agar dapat digunakan guru sebagai acuan dalam menjelaskan
materi.
Kurikulum dalam pendidikan menuntut guru untuk memiliki kemampuan
mengelola materi serta memberikan informasi yang tepat. Kemampuan mengolah
materi diperlukan agar materi yang diberikan sesuai kebutuhan siswa. Pendapat
Mulyasa (2009b:142) bahwa “dalam setiap pengembangan materi pembelajaran
seharusnya memperhatikan apakah materi yang akan diajarkan itu sesuai/cocok
dengan tujuan dan kompetensi yang akan dibentuk”. Pemenuhan kebutuhan siswa
itu perlu dilakukan oleh guru dan tentunya perlu memiliki kemampuan dalam
menyajikan informasi agar siswa dapat mengikuti rencana pembelajaran yang
diberikan guru. Hal ini senada dengan pendapat Uno (2008:23) yang menyatakan
bahwa “guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan tentang teori
belajar mengajar dari teori perkembangan hingga memungkinkan untuk
menciptakan situasi belajar yang baik”. Kemampuan pengelolaan materi yang
sudah dikuasai guru, tentu akan dapat menyesuaikan kemampuan siswa,
penyampaian yang mudah dan tepat itulah yang kemudian akan memudahkan
siswa dalam belajar dan memahami materi.
2.1.4 Profesionalisme Guru dalam Mendayagunakan Sumber dan Media
Pembelajaran
Pembelajaran disekolah tentu tidak hanya terpaku pada satu sumber saja,
informasi yang berkembang di masyarakat menuntut pengetahuan secara luas dan
tentu tidak hanya mengandalkan satu sumber saja, tetapi juga perlu membaca
beberapa sumber agar memiliki pengetahuan yang luas. Mulyasa (2009b:156)
menjelaskan bahwa “guru dituntut tidak hanya mendayagunakan sumber-sumber
pembelajaran yang ada di sekolah (apalagi hanya membaca buku ajar) tetapi
dituntut untuk mempelajari berbagai sumber, seperti majalah, surat kabar, dan
internet”. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa guru perlu memiliki beberapa
sumber agar dapat memberikan pemahaman kepada siswa terkait materi yang
diajarkan, contohnya seperti memberikan berita terbaru yang terjadi di Indonesia.
Selain itu, guru juga perlu menyampaikan materi dengan alat bantu atau media
pembelajaran. Teknologi yang berkembang tentu memudahkan bagi para guru
menerapkan media pembelajaran untuk kelancaran proses belajar mengajar. Uno
(2008:116) menjelaskan bahwa “kehadiran media tidak saja membantu pengajar
dalam menyampaikan materi ajarnya, tetapi memberikan nilai tambah pada
kegiatan pembelajaran”, berarti guru profesional mampu menerapkan media
sesuai dengan materi yang akan diberikan ke siswa, karena dapat menambah
motivasi dan juga menambah ketertarikan siswa dalam belajar. Secara lebih
khusus, guru yang memiliki kompetensi profesional dapat memanfaatkan
kegunaan media pembelajaran sesuai perkembangan teknologi, seperti yang
diungkapkan oleh Mulyasa (2009b:107) bahwa “penggunaan teknologi dalam
pendidikan dan pembelajaran (e-learning) dimaksudkan untuk memudahkan atau
mengefektifkan kegiatan pembelajarn”. Fungsi media dan sumber pembelajaram
dari beberapa pendapat tersebut menguatkan bahwa keduanya tidak dapat
materi perlu diterapkan suatu rangsangan dari guru berupa media yang digunakan,
agar siswa dapat lebih mudah memahami dan lebih nyaman dalam belajar.
2.1.5 Profesionalisme Guru dalam Manajemen Kelas
Guru atau tenaga pendidik dalam menjalankan tugas profesionalnya
mempunyai kewajiban untuk membuat kegiatan belajar mengajar menjadi efektif,
oleh karena itu perlu adanya kemampuan mengelola kelas. Pentingnya
kemampuan tersebut dikuatkan oleh Mulyasa (2009b:78) bahwa “guru merupakan
seorang manajer dalam pembelajaran, yang bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian perubahan atau perbaikan program
pembelajaran”. Melakukan pengelolaan kelas tentu perlu meningkatkan iklim
belajar siswa agar terjadi pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan.
Keterlibatan siswa tentu membantu guru dalam menciptakan iklim kelas yang
kondusif agar pembelajaran dapat berjalan, kemampuan melakukan manajemen
kelas inilah yang diharapkan ada pada diri guru.
2.1.6 Indikator Kompetensi Profesional Guru
Tanggung jawab dan profesi guru sebagai pemimpin di kelas tentu
menyelaraskan bahwa kompetensi profesional memiliki ruang lingkup, secara
umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi
profesional guru sebagai berikut Mulyasa (2009b:135):
1. Mengerti dan dapat menerapkanlandasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peeserta didik;
3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya;
5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan;
6. Mampu mengorganisasi dan melaksanakan program pembelajaran; 7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
Berdasarkan ruang lingkup kompetensi profesional tersebut akan
ditentukan indikator apa saja yang digunakan dalam menilai kompetensi
profesional guru.
Indikator kompetensi profesional guru dijelaskan lebih rinci oleh Mulyasa
(2009b:136) yang meliputi :
1. Memahami Standar Nasional Pendidikan.
2. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. 3. Menguasai materi standar.
4. Mengelola program pembelajaran. 5. Mengelola kelas.
6. Menggunakan media dan sumber pembelajaran. 7. Menguasai landasan-landasan kependidikan.
8. Memahami dan melaksanakan pengembangan peserta didik. 9. Memahami dan menyelenggarakan administrasi sekolah. 10.Memahami penelitian dalam pembelajaran.
11.Menampilkan keteladanan dan kepemimpinan dalam pembelajaran. 12.Mengembangkan teori dan konsep dasar kependidikan.
13.Memahami dan melaksanakan konsep pembelajaran individual.
Indikator kompetensi profesional guru sekolah berbasis kejuruan
dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik, menjelaskan Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru yang meliputi:
1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keillmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.
3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.
Berdasarkan beberapa indikator yang dikemukakan oleh ahli dan tertuang
dalam undang-undang, setelah disesuaikan dengan melihat kondisi lapangan,
maka disusun indikator kompetensi profesional guru yang akan digunakan sebagai
berikut:
1. Menguasai dan mengelola materi pelajaran.
2. Mendayagunakan sumber dan media pembelajaran.
3. Melakukan manajemen pengelolaan kelas secara efektif.
4. Mengembangkan teori, konsep dan landasan kependidikan.
5. Menguasai dan memahami administrasi sekolah.
2.2 Pengalaman Mengajar
2.2.1 Pengertian Pengalaman Mengajar
Seorang guru tentu tidak hanya dilihat dari kemampuan dan prestasi saja,
namun juga pengalaman kerja atau pengalaman mengajar yang dia peroleh dalam
membentuk kematangan dan kemantapan perilaku guru tersebut.Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pengalaman artinya yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung, dan sebagainya), dan mengajar artinya memberi pelajaran.
Pengalaman mengajar berarti proses pemberian pelajaran yang telah guru alami
dari awal menjadi seorang tenaga pendidik.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut, maka salah satu pengertian
pengalaman mengajar adalah masa kerja seorang tenaga pendidik dalam
melakukan pemberian pelajaran kepada siswa. Semakin lama pengalaman
seseorang guru, maka dipandang memiliki kematanganpribadi dalam menjalankan
tugas-tugas yang dipercaya kepadanya, sehingga kemungkinan untuk berhasil
dalam menjalankan tugas akan lebih besar. Hal ini seperti yang dikatakan oleh
Mulyasa (2009b:28) bahwa “dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, guru dapat
diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan
pengetauan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan
itu”. Setiap guru tentu memiliki pengalaman yang berbeda-beda, semakin lama
guru berada di dunia pendidikan akan makin besar pula pengalaman yang guru
miliki. Saondi dan Suherman (2010:111) menjelaskan bahwa “tanpa kesanggupan
untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak akan mengalami
proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaannya”. Pendapat tersebut berarti
profesionalisme guru dari pengalamannya selama mengajar akan berkembang jika
guru memiliki kesanggupan mengambil pelajaran dari setiap pembelajaran yang
guru lakukan.
2.2.2 Fungsi dan Tujuan Pengalaman Mengajar
Pengalaman dalam semua kegiatan sangat diperlukan, karena experience
is the best teacher, yang artinya pengalaman merupakan guru yang terbaik. Guru
sebagai pelaksana proses belajar mengajar tentu pernah mengalami suatu masalah
dalam mengajar. Selama mengajar tentu guru akan menemukan hal-hal baru, jika
memberi pelajaran yang berarti bagi guru itu sendiri. Pendapat oleh Saondi dan
Suherman (2010:111) yang menyatakan “profesionalisme memerlukan
kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman
dan kebiasaan”. Pengalaman yang diperoleh guru sangat beragam, masalah
-masalah yang dihadapi guru sebagai pendidik tentu akan mendorong guru mencari
jalan keluar untuk menyelesaikannya, dari pengalaman guru menghadapi masalah
tersebut akan meningkatkan profesionalisme guru. Guru diharapkan terus
mengembangkan pengalaman mengajar, hal ini diimbangi dengan manajemen
sumber daya manusia di sekolah yang juga perlu memperhatikan pengalaman
yang guru miliki. Wukir (2013:31) menjelaskan bahwa “seleksi, penempatan dan
pelatihan staff harus diprioritaskan untuk memastikan tercapainya kinerja yang
maksimum dari pegawai”. Maksudnya adalah jika sekolah menginginkan guru
yang kompeten dibidangnya, tentu pengalaman guru perlu untuk ditingkatkan,
upaya sekolah untuk meningkatkan pengalaman guru dengan memperhatikan
manajemen sumber daya manusia. Pengalaman yang dimiliki guru juga nantinya
akan membantu bagi guru lain, terutama guru pemula yang perlu bimbingan dari
guru senior di sekolah.
2.2.3 Indikator Pengalaman Mengajar
Pengalaman kerja guru atau pengalaman mengajar menjadi sebuah
pemahaman dari guru terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga
hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik mengenai pengetahuan serta
ketrampilan pada diri guru. Apabila dalam mengajarguru menemukan hal-hal
mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya.
Pengalaman mengajar memiliki dua indikator, pendidikan dan pelatihan serta
masa kerja/lama mengajar.
a. Pendidikan dan pelatihan
Seseorang akan memiliki kemampuan yang baik bila dia terus dididik dan
dilatih, sama halnya dengan guru. Guru yang telah memiliki pendidikan yang
matang dan pelatihan lapangan, tentu memiliki kematangan dalam mengajar.
Pendapat tentang pengalaman mengajar dikemukakan oleh Wukir (2013:90) yang
menjelaskan “pengalaman merupakan pelatihan dan pengembangan yang
diperoleh dari pekerjaan sebelumnya yang diperlukan sebagai kualifikasi di posisi
tersebut”. Pendapat tersebut senada dengan penjelasan pendidikan dan pelatihan
guru menurut Muslich (2007:13) yaitu “pengalaman dalam mengikuti kegiatan
pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan dan/ atau peningkatan
kompetensi dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik, baik pada tingkat
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional maupun internasional”. Pendapat
pertama menjelaskan bahwa seorang guru yang berpengalaman tentu telah
mendapat pelatihan dan pengembangan yang guru dapatkan dari pengalaman
mengajarnya dari awal. Lalu pendapat kedua menjelaskan pengalaman dan
pendidikan yang diperoleh seorang guru akan menggambarkan bagaimana guru
tersebut berkompeten dibidangnya. Kedua pendapat tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin banyak guru mendapatkan pendidikan dan pelatihan
keguruan, maka semakin matang pula guru tersebut dalam menjalankan tugas
b. Masa kerja/lama mengajar
Pengalaman mengajar guru juga termasuk dalam syarat sertifikasi guru,
guru dalam mencapai kualifikasi keprofesionalan tercantum dalam pasal 2,
Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru dalam
Jabatan, yakni:
Penilaian portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:kualifikasi akademik;pendidikan dan pelatihan; pengalaman mengajar; perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;penilaian dari atasan dan pengawas;prestasi akademik;karya pengembangan profesi;keikutsertaan dalam forum ilmiah;pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; danpenghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penjelasan lebih rinci dari komponen 3 (pengalaman mengajar) dalam
permendiknas oleh Muslich (2007:44) yang menyatakan bahwa “komponen 3 ini
berkaitan dengan masa kerja guru, yaitu masa ketika guru melakukan tugas
profesionalnya”. Maksudnya adalah pengalaman mengajar guru dapat dilihat dari
berapa lama guru tersebut mengajar, masa kerja/lama mengajar guru tersebut
ditunjukkan melalui waktu yang diberikan guru untuk menyampaikan materi ke
peserta didik.
2.3 Iklim Kerja
2.3.1 Sekolah sebagai Organisasi di Bidang Pendidikan
Sekolah menjadi tempat bekerja para guru, mereka berkumpul dalam satu
organisasi dan memiliki tujuan yang sama dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, karena memiliki tujuan yang sama maka sekolah dapat dikatakan sebagai
suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau lebih yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan tertentu”. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa
sekolah menjadi organisasi yang bergerak dibidang pendidikan, sebagai sebuah
organisasi tentu terjadi saling interaksi antar anggota di sekolah tersebut, interaksi
yang terjadi di sekolah akan membuat iklim kerja yang baik dan efektif. Para guru
berperan penting dalam kebermanfaatan organisasi sekolah, diharapkan para guru
akan profesional dalam menciptakan suasana kerja yang baik.
Secara umum manfaat yang diberikan oleh organisasi di bidang
pendidikan antara lain (Wukir, 2013:10) :
1. Menjaga level inovasi dan tetap kompetitif.
2. Menjadi lebih baik untuk menghadapi tekanan individu.
3. Mempunyai pengetahuan untuk menghubungkan sumber daya dengan kebutuhan pelanggan secara lebih baik.
4. Memperbaiki kualitas output pada semua level
5. Memperbaiki image perusahaan dengan lebih berorientasi kepada manusia.
6. Meningkatkan kecepatan perubahan dalam organisasi.
Sekolah menjadi sebuah organisasi di bidang pendidikan, tentu perlu
adanya kondisi yang baik agar dapat mendukung untuk tercapainya tujuan
tersebut. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2009a:76) yang
menyatakan bahwa “lingkungan yang kondusif merupakan tulang punggung dan
faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar,
sebaliknya lingkungan yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan
dan rasa bosan”. Pendapat tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya
lingkungan yang kondusif. Guru perlu memiliki iklim kerja yang baik, jika para
guru memiliki hubungan yang baik dalam bersosialisasi dan bekerja, tentu dapat
2.3.2 Pengertian Iklim Kerja Sekolah
Sekolah sebagai tempat berkumpulnya guru, murid dan karyawan sekolah,
muncul berbagai macam karakteristik manusia yang ada di dalamnya, mereka
saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, tak terkecuali para guru
yang bekerja di sekolah tersebut. Para guru juga saling melakukan interaksi
kepada sesama guru dalam bekerja.
Saondi dan Suherman (2010:45) menjelaskan bahwa iklim kerja adalah hubungan timbal balik antara faktor-faktor pribadi, sosial dan budaya yang memengaruhi setiap individu dan kelompok dalam lingkungan sekkolah yang tercermin dari suasana hubungan kerja sama yang kondusif antara kepala sekolah dengan guru, antara guru dengan guru lain, antara guru dengan pegawai sekolah dan keseluruhan komponen itu harus menciptakan hubungan dengan peserta didik sehingga tujuan pendidikan dan pengajaran tercapai.
Jadi dari pengetian tersebut, iklim kerja adalah hubungan timbal balik dari setiap
individu yang mempengaruhi suasana hubungan kerja dari setiap warga sekolah
tersebut.
Pentingnya iklim kerja sekolah dijelaskan oleh Mulyasa (2009a:86)
bahwa “kemandirian guru dan kepala sekolah yang akan bermuara pada
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan perlu ditunjang oleh iklim sekolah
(school climate)”. Pendapat ini diperkuat oleh Saondi dan Suherman (2010:47) bahwa “terbentuknya iklim yang kondusif pada tempat kerja dapat menjadi faktor
penunjang bagi peningkatan kinerja sebab kenyamanan dalam bekerja membuat
guru berpikir dengan tenang dan terkonsentrasi hanya pada tugas yang sedang
dilaksanakan”. Kedua pengertian tersebut menjelaskan bagaimana pentingnya
iklim kerja bagi pekerjaan sebagai seorang tenaga pendidik, jika rekan-rekan guru
didukung oleh kenyamanan lingkungan, maka akan menimbulkan dampak positif
bagi sekolah.
2.3.3 Fungsi Iklim Kerja Sekolah
Suasana kerja di organisasi sekolah diharapkan akan membawa suasana
kerja yang baik bagi para guru. Mulyasa (2009a:235) menjelaskan bahwa
“hubungan interpersonal sesama guru di sekolah dapat mempengaruhi kualitas
kinerja guru, karena motivasi kerja dapat terbentuk dari interaksi dengan
lingkungan sosial disekitarnya, disamping hasil perubahan yang bersifat fisik,
seperti suasana kerja, dan kondisi fisik gedung sekolah”. Pendapat tersebut
menggambarkan bagaimana pentingnya iklim yang baik diantara para guru,
kinerja guru dapat meningkat jika para guru memiliki semangat dan motivasi
bekerja. Semangat kerja dalam mengajar akan timbul jika para guru memiliki
motivasi kerja. Contohnya, dalam menghadapi karakteristik murid yang
bermacam-macam, beberapa guru mengajak untuk mengikuti pelatihan dan terus
berdiskusi dengan kepala sekolah agar mendapatkan masukan yang efektif dalam
mengatur berbagai macam karakteristik siswa. Iklim kerja guru yang baik dan
harmonis dijelaskan kembali oleh Saondi dan Suherman (2010:34) yang
menyatakan bahwa “kinerja guru akan meningkat seiring adanya kondisi
hubungan dan komunikasi yang sehat diantara komponen sekolah sebab dengan
pola hubungan dan komunikasi yang lancar dan baik mendorong pribadi
seseorang untuk melakukan tugas dengan baik”, maksudnya adalah jika para guru
memiliki hubungan yang baik dalam bekerja, tentu profesionalisme guru dapat
dihadapi dalam pembelajaran. Saondi dan Suherman (2010:45) menyatakan
bahwa “untuk menjamin interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan harmonis
dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja, diperlukan iklim kerja
yang baik”. Guru bukanlah manusia yang mampu mengatasi segala permasalahan
pendidikan seorang diri, namun jika permasalahan tersebut dikonsultasikan
dengan guru lain maka dapat membantu mengatasi berbagai permasalahan.
Suasana kerja para guru di sekolah diharapkan tetap dalam kondisi yang baik agar
dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran yang optimal.
2.3.4 Indikator Iklim Kerja Sekolah
Iklim kerja tentu mendukung perasaan senang guru dalam menjalankan
profesi kependidikannya, indikator pengukuran iklim kerja sekolah dijelaskan
oleh Owens dalam Saondi dan Suherman (2010:46) bahwa faktor-faktor penentu
iklim organisasi sekolah adalah :
1. Ekologi, yaitu lingkungan fisik seperti gedung, bangku, kursi, alat elektronik, dll.
2. Milieu, yaitu hubungan sosial.
3. Sistem sosial, yakni ketatausahaan, pengorganisasian, pengambilan keputusan dan pola komunikasi.
4. Budaya, yakni nilai-nilai kepercayaan, norma, dan cara berfikir orang-orang dalam organisasi.
2.4 Kompensasi
2.4.1 Pengertian Kompensasi
Pekerjaan apapun yang dilakukan seseorang tentu akan menghasilkan
pendapatan untuk kebutuhan hidup, begitupun dengan pekerjaan sebagai seorang
pendidik. Pekerjaan sebagai tenaga pendidik tentu perlu mendapat balas jasa agar
jasa atau kompensasi ini juga dapat memenuhi kebutuhan hidup guru dan
keluarganya. Hasibuan (2010:118) menjelaskan bahwa “kompensasi adalah semua
pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang
diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan”,
berdasarkan pendapat ini jika dilihat dari pekerjaan seorang guru tentu dapat
diketahui bahwa kompensasi diberikan kepada guru atas jasa yang diberikan
dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai seorang pendidik. Kompensasi yang
diberikan diharapkan nantinya menjadi semangat bagi guru. Notoatmodjo
(2003:153) mengatakan bahwa “apabila kompensasi diberikan secara tepat dan
benar para karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Pendapat tersebut menjelaskan bagaimana
pentingnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan, dalam hal ini
tenaga pendidik atau guru. Kompensasi yang telah diberikan sekolah tentu
diharapkan dapat meningkatkan kerja guru baik dalam proses belajar mengajar
maupun dalam profesi keguruan. Selain itu, kompensasi juga diduga sebagai salah
satu faktor yang mempengaruhi kompetensi profesional guru dalam mengajar.
Wukir (2013:20) menjelaskan bahwa “meningkatnya produktivitas bisa dicapai
sebagai hasil dari semangat yang tinggi, yang dipengaruhi oleh jumlah pekerja
dan perhatian yang diberikan pada pekerja”. Maksud dari perhatian yang
diberikan tentu terkait dengan kompensasi. Hal ini senada dengan pendapat
Notoatmodjo (2003:154) yang menjelaskan bahwa “kerena program-program
kompensasi adalah merupakan pencerminan supaya organisasi itu untuk
organisasi sekolah tentu dapat disimpulkan bahwa tujuan sekolah memberikan
kompensasi kepada guru juga dipandang sebagai salah satu cara dalam menjaga
agar guru lebih produktif dan tetap konsisten dalam menjalankan profesi
keguruannya, kompensasi penting bagi organisasi sekolah dalam mempertahankan
para guru tetap produktif.
2.4.2 Asas-asas Kompensasi
Pemberian kompensasi kepada guru tentu perlu memiliki prinsip agar
pemberiannya tepat dan dapat sesuai rencana sekolah. Asas-asas tersebut
dijelaskan oleh Hasibuan (2010:122) sebagai berikut:
1. Asas adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerja, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi.
2. Asas layak dan wajar
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhan pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.
Guru mendapatkan kompensasi bukan tanpa perhitungan, berdasarkan asas-asas
tersebut dapat diketahui bahwa bukan berarti setiap guru mendapatkan
kompensasi yang sama besarnya, adil yang dimaksud adalah setiap guru
mendapatkan kompensasi yang sesuai dilihat berdasarkan jam mengajar, jabatan
atau keikutsertaan menjadi pendamping ekstrakulikuler dan lain sebagainya. Pihak
sekolah tentu memantau dan menyesuaikan kompensasi yang akan diberikan
kepada guru, tujuannya agar guru yang qualified dapat terus mengembangkan
kemampuannya, dan bagi guru yang kurang dapat meningkatkan kemampuannya
2.4.3 Tujuan Sistem Kompensasi
Kompensasi diberikan kepada guru agar guru semangat dalam bekerja,
dalam pemberian kompensasi tentu perlu adanya perencanaan yang baik pula.
Wukir (2013:85) menjelaskan bahwa sistem kompensasi yang baik akan memberikan kepuasan pada karyawan dan memungkinkan perusahaan memperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan kayawan. Bagi organisasi, kompensasi juga memiliki arti pentind karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya.
Sekolah sebagai suatu organisasi yang memiliki tenaga kependidikan tentu perlu
mengatur dan mengelola kompensasi yang diberikan kepada para guru. Tujuan
dengan diadakannya kompensasi dijelaskan oleh Notoatmodjo (2003:154)
menjadi 6 tujuan, antara lain:
a. Menghargai prestasi kerja b. Menjamin keadilan
c. Mempertahankan karyawan
d. Memperoleh karyawan yang bermutu e. Pengendalian biaya
f. Memenuhi peraturan-peraturan
Tujuan-tujuan yang telah disebutkan diatas dapat dijelaskan kembali bahwa
kompensasi mempunyai tujuan yang baik bagi organisasi sekolah. Kompensasi
menghargai prestasi kerja bagi guru yang berkompeten, menjamin keadilan bagi
guru yang konsisten terhadap keprofesionalannya, mempertahankan guru yang
kompeten untuk tetap bekerja di sekolah tersebut, memperoleh calon guru yang
profesional karena melihat guru di sekolah tersebut berkompeten, mengendalikan
biaya yang dikeluarkan sekolah untuk menmberikan gaji kepada para guru, dan
2.4.4 Indikator Kompensasi
Kompensasi yang diberikan oleh sekolah kepada guru dapat dilihat dari
kinerja dan performa guru tersebut. Hasibuan (2010:118) membagi kompensasi
menjadi dua bentuk, yaitu : Kompensasi berbentuk uang, artiya kompensasi
dibayar dengan sejenis uang kartal kepada karyawan bersangkutan. Kompensasi
berbentuk barang, artinya kompensasi dibayar dengan barang. Misalnya
kompensasi dibayar 10% dari produksi yang dihasilkan.
Kompensasi dibedakan menjadi dua yaitu: kompensasi langsung (direct
compensation) berupa gaji, upah dan upah insentif; kompensasi tidak langsung
(indirect compensation atau employee welfare atau kesejahteraan karyawan),
dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Gaji adalah balas jasa yang dibayarkan secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. Maksudnya, gaji akan tetap dibayarkan walaupun pekerja tersebut tidak masuk kerja.
2. Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang disepakati membayarnya.
3. Upah insentif adalah tambahan balas jasa yang diberikan kepada karyawan tertentu yang prestasinya di atas prestasi standar. Upah insentif ini merupakan alat yang dipergunakan pendukupng prinsip adil dalam pemberian kompensasi.
4. Benefit atau service adalah kompensasi tambahan (finansial atau nonfinansial) yang akan diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti tunjangan hari raya, uang pensiun, pakaian dinas, kafetaria, mushala, olahraga, dan darmawisata.
(Hasibuan, 2010:118)
Kompensasi langsung merupakan bayaran yang diperoleh seseorang dalam bentuk
gaji pokok, insentif, bonus, uang transport, uang lembur. Kompensasi tidak
langsung merupakan semua imbalan yang tidak termasuk dalam kompensasi
pemberian fasilitas dan berbagai tunjangan tidak langsung lainnya (Wukir,
2013:87).
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005
pasal 15 ayat (1), mengemukakan bahwa penghasilan yang menjadi hak guru
antara lain :
1. Gaji pokok adalah satuan penghasilan yang ditetapkan berdasarkan pangkat, golongan dan masa kerja.
2. Tunjangan yang melekat pada gaji adalah tambahan penghasilan sebagai komponen kesejahteraan yang ditentukan berdasarkan tanggungan keluarga.
3. Tunjangan khusus adalah tunjangan yang diberikan kepada guru sebagai kompensasi atas kesulitan hidup yang dihadapi dalam melaksanakan tugas di daerah khusus.
4. Maslahat tambahan adalah tambahan kesejahteraan yang diperoleh dalam bentuk asuransi, pelayanan kesehatan, atau bentuk kesejahteraan lain.
Kompensasi yang diterima guru sebagai tenaga pendidik sangat bervariasi, bukan
hanya dari gaji saja. Berdasarkan indikator-indikator yang telah dijelaskan oleh
beberapa ahli dan undang-undang, maka dengan melihat kondisi di lapangan,
indikator yang digunakan untuk mengukur kompensasi sebagai berikut:
1. Kompensasi langsung, yaitu gaji dan upah insentif.
2. Kompensasi tidak langsung, yaitu benefit/service.
2.5 Penelitian yang Relevan
1. Hana Yuliyani (2010) menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengalaman mengajar dengan kompetensi profesional pada guru
PKn di SMP Negeri Kabupaten Karanganyar dengan rx1y0,3132 > rtabel0,279 pada
2. Nurul Astuti Yensi. B (2010) menunjukkan hasil bahwa secara simultan
terdapatpengaruh yang signifikan kompensasi danmotivasi terhadap kinerja guru
di SMANegeri 2 Argamakmur BengkuluUtara (R2 = 45%).
3. Suryani (2012) menunjukkan hasil bahwa terdapat kontribusi iklim kerja
sekolah secara signifikan terhadap kinerja guru pada SMA Negeri di Kabupaten
Badung, dengan kontribusi sebesar 47,9% dan sumbangan efektif sebesar 19,1%.
2.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir adalah merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting (Sekaran dalam Sugiyono, 2013:91). Kerangka berfikir
menjadi alur fikir yang digunakan dalam penelitian ini, menjelaskan permasalahan
tentang kompetensi profesional guru. Pengalaman mengajar, iklim kerja dan
kompensasi juga dijelaskan kembali dalam kerangka berfikir ini. Pengalaman
mengajar merupakan masa kerja atau lama mengajar yang dilakukan guru dalam
menjalankan profesinya. Iklim kerja merupakan suasana kerja sebuah organisasi
berdasarkan hubungan timbal balik yang terjadi. Kompensasi merupakan hasil
yang didapat dari karyawan atau guru dalam pekerjaannya. Berdasarkan hasil
penelitian oleh peneliti sebelumnya dan telah dibahas di latar belakang, terlihat
bahwa pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi akan menunjang kinerja
guru. Indikator kinerja guru sendiri terdapat empat indikator yaitu kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi
profesional. Salah satu dari indikator kinerja guru tersebut diambil untuk dijadikan
penelitian sebelumnya yaitu peneliti lebih memfokuskan pada kompetensi
profesional yang ada pada guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Kompetensi
profesional guru penting untuk dimiliki guru dalam mengembangkan peserta
didiknya, oleh karena itu dipilih beberapa variabel yang diduga mempengaruhi
kompetensi profesional, kemudian ingin dilihat seberapa besar pengaruhnya
terhadap kompetensi profesional guru. Variabel bebas berupa pengalaman
mengajar, iklim kerja dan kompensasi yang akan diteliti seberapa besar
pengaruhnya secara parsial terhadap variabel terikat, yaitu kompetensi profesional
guru di SMK Kristen Salatiga. Selain itu dalam penelitian ini juga melihat
bagaimana pengaruhnya variabel independen berupa pengalaman mengajar, iklim
kerja dan kompensasi secara simultan terhadap variabel dependennya yaitu
kompetensi profesional guru di SMK Kristen Salatiga.
Penentuan indikator diambil dari kesimpulan beberapa sumber. Hal ini
bertujuan agar menyesuaikan dengan kondisi lapangan. Sumber yang menjadi
acuan dalam menentukan indikator pengalaman mengajar disimpulkan dari
Muslich (2007) dan Permendiknas No. 18 Tahun 2007. Sumber yang menjadi
acuan dalam menentukan indikator iklim kerja disimpulkan dari Saondi dan
Suherman (2010). Sumber yang menjadi acuan dalam menentukan indikator
kompensasi diambil dari Hasibuan (2010), Wukir (2013) dan UU No. 14 Tahun
2006. Sumber yang menjadi acuan dalam menentukan indikator kompetensi
profesional guru disimpulkan dari Mulyasa (2009) dan Permendiknas No.16
Berdasarkan uraian tersebut, kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut :
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan didalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2013:96). Berdasarkan landasan teori dan
kerangka berfikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1: Ada pengaruh pengalaman mengajar, iklim kerja dan kompensasi terhadap
H2 : Ada pengaruh pengalaman mengajar terhadap kompetensi profesional guru di
SMK Kristen Salatiga.
H3 : Ada pengaruh iklim kerja terhadap kompetensi profesional guru di SMK
Kristen Salatiga.
H4 : Ada pengaruh kompensasi terhadap kompetensi profesional guru di SMK