• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaetechrysosporium terhadap Karkas Kelinci RexJantanLepasSapih.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Tepung Kulit Buah Markisa (Passiflora edulis var.edulis) yang difermentasi dengan Phanerochaetechrysosporium terhadap Karkas Kelinci RexJantanLepasSapih."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Karasteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Kingdom

: Animalia, Filum : Chordata, Subfilum : Vertebrata, Kelas : Mamalia, Ordo :

Lagomorpha, Famili : Leporidae, Subfamili : Leporine, Genus : Lepus, Orictolagus,

Spesies : Lepus sp, Orictolagus sp (Susilorini, 2008).

Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat

mencerna serat kasar dengan baik. Menurut Tillman et al., (1991), kelinci mampu

mencerna serat kasar dari 10-12% dari berat kering pakan. Kemampuan kelinci

mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.

Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di

caecum (bagian pertama usus besar), yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh

kapasitas saluran pencernaannya (Sarwono, 2001).

Kelinci merupakan ternak yang cocok dipelihara di negara berkembang dan

mulai memanfaatkan kelinci sebagai sumber daging. Selain itu, kelinci juga memiliki

potensi: 1)ukuran tubuh yang kecil, sehingga tidak memerlukan banyak ruang, 2)

tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, 3) umur

dewasa yang singkat (4-5 bulan), 4) kemampuan berkembang biak yang tinggi, 5)

masa penggemukan yang singkat (kurang dari 2 bulan sejak sapih) (El-Raffa, 2004).

Kelinci memiliki tabiat menarik sekali dan juga sangat penting yaitu makan

tinjanya (proses ini disebut Coprophagy). Kelinci mengeluarkan 2 macam tinja. Pada

siang hari, butir tinja keras dan kering. Akan tetapi pada malam hari dan pagi hari,

tinja lembek dan berlendir. Komposisi kotoran lunak yang dikeluarkan sangat

berbeda dari kotoran keras. Kotoran lunak diselaputi mukosa, mengandung sedikit

(2)

17

bahan kering (31%) tetapi tinggi dalam protein (28,5%) kalau dibandingkan dengan

kotoran keras yang mengandung 53% bahan kering dan 9,2% protein. Kotoran lunak

juga mengandung banyak vitamin B (Smith dan Mangoewidjojo, 1988).

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar 20,8%

dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti sapi

memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22% seperti

yang tertera dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya

Jenis Ternak Protein (%) Lemak (%) Kadar Air (%) Kalori (%)

Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tinggi dibandingkan ternak

lain yaitu 29%.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Daging Beberapa Hewan Ternak

Jenis Ternak Bobot Induk Dewasa (Kg)

Konsumsi daging sangat ditentukan oleh kandungan nutrisinya. Saat ini

kalangan tertentu menghendaki daging dengan kandungan kolesterol rendah. Selera

konsumen sudah mengarah pada memilih daging yang kurang beresiko terhadap

(3)

18

dibandingkan daging ternak lain seperti sapi (50%) dan kambing (61%) (Masanto

dan Agus, 2010).

Kelinci Rex

Berdasarkan sejarahnya, kelinci Rex pertama kali dikembangkan di

Perancis. Pada tahun 1929, Amerika Serikat turut mengembangkan kelinci ini. Pada

awalnya, kelinci Rex dikembangkan sebagai kelinci hias. Namun, lama kelamaan

dimanfaatkan sebagai kelinci penghasil kulit bulu (fur). Kelinci Rex memiliki bulu

pendek yang halus dan tebal sehingga industri kulit Hongkong dan Kanada mulai

melirik potensi ini. Bentuk badan Rex bulat memanjang seperti kapsul, terlihat

gempal dan memiliki tulang yang kuat. Telinganya yang panjang memiliki ciri tegak

ke atas. Umumnya, bobot tubuh Rex dewasa berkisar antara 2,7-3,6 kg. Rex memiliki

warna dan corak yang beragam (Masanto dan Agus, 2010).

Gambar 1. Kelinci Rex

Sifat kuantitatif kelinci Rex sebagai berikut : umur dewasa kelamin 4-6

bulan, bobot badan dewasa kelamin 2,3-3,5 kg, litter size sapih hidup minimal 4

ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun (Sarwono, 2001).

Kelinci Rex juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini

mempunyai panjang tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi,

sehingga cocok pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal

(4)

19

Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik

(exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan

dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo, 1994).

Kebutuhan Ternak Kelinci

Untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kerja sistem tubuh kelinci, pakan

yang diberikan harus memiliki kandungan gizi yang baik dan seimbang. Hal tersebut

dapat dicapai salah satunya dengan cara pemberian pakan yang bervariasi. Pakan

yang diberikan untuk kelinci sedikitnya mengandung unsur gizi seperti protein,

karbohidrat, lemak, vitamin, serat kasar, kadar garam, mineral dan air. Pemberian air

yang cukup juga dapat membantu memperbaiki sistem metabolisme tubuh kelinci.

Karena itu sebaiknya pemberian air minum bagi kelinci jangan sampai telat atau

kehabisan (Masanto dan Agus, 2010).

Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang

seimbang diharapkan dapat memberikan produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan

hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein,

karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi,

1990).

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Kelinci

(5)

20

Di peternakan kelinci intensif, pakan hijauan diberikan berkisar 60-80%,

sisanya konsentrat. Ada juga yang memberikan 60% konsentrat kemudian sisanya

hijauan. Pemberian hijauan sekitar 650-750 gram hijauan/ekor/hari. Bila hijauan

dipakai, hendaknya hanya diberikan kepada anak-anak kelinci yang telah berumur >

3 bulan serta kelinci dewasa, pada tingkat 1,5% dari bobot badannya

(Sarwono, 2009).

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet

Peletmerupakan jenis pakan berbentuk padat yang terdiri atas campuran dari

berbagai jenis bahan pakan. Beberapa komponen penyusun pelet khusus kelinci ini

diantaranya ampas tahu, bekatul, jagung, biji-bijian atau kacang-kacangan dan pakan

hijauan. Karena kandungan gizinya yang cukup lengkap, peletdapat dimanfaatkan

untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci. Penggunaan pakan pelet juga lebih praktis

dan dapat membuat kandang tetap terjaga kebersihannya (Priyatna, 2011).

Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku yang

kemudian dipadatkan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan

derajat kekerasan yang berbeda. (Pond et al., 1995). McEllhiney (1994), menyatakan

bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik

yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan.

Kualitas pelet dapat diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness)

dan daya tahan pelet dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat

(6)

21 Fermentasi

Fermentasi merupakan aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun

anaerob yang mampu mengubah senyawa kompleks menjadi

senyawa-senyawa sederhana sehingga keberhasilan fermentasi tergantung pada aktivitas

mikroorganisme, sementara setiap mikroorganisme masing-masing memiliki syarat

hidup seperti pH tertentu, suhu tertentu dan sebagainya. Produk fermentasi selain

menghasilkan bio-massa dapat meningkatkan atau menurunkan komponen kimia

tertentu, tergantung kemampuan biokatalisnya (Rosningsih, 2000).

Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk

pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau

mineral bagi mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain-lain.

Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media padat atau semi

padat dan media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan menggunakan

media cair dalam bioeraktor atau fermentor (Adams and Moss, 1995).

Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu

terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa

menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang,

selain dihasilkan enzim juga dihasilkan ekstraseluler dan protein hasil metabolisme

kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Winarno, 1983).

Phanerochaete chrysosporium

Jamur P. chrysosporium Burdsall, termasuk dalam kelompok jamur pelapuk

putih dan merupakan jamur kelas Basidiomycetes yang juga menyerang holoselulosa,

namun pilihan utamanya adalah lignin. Klasifikasi jamur ini sebagai berikut, kelas

(7)

22

Certiciaceae, genus Phanerochaete dan spesies P. chrysosporium Burdsall

(Irawati, 2006).

Phanerochaete chrysosporium dapat mendegradasi lignin dan senyawa

turunanya secara efektif dengan cara menghasilkan enzim peroksidasi ekstraseluler

yang berupa Lignin Peroksidase (LiP) dan Mangan Peroksidase (MnP).

Phanerochaete chrysosporium adalah jamur pelapuk putih yang dikenal

kemampuannya mendegradasi lignin (Sembiring, 2006).

Laconi (1998), menyebutkan bahwa fermentasi kulit buah kakao dengan

Phanerochaete chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar

18,36%. Melihat kemampuan Phanerochaete chrysosporium dalam menghasilkan

enzim lignolitik dan selulotik, kapang ini mampu menurunkan kandungan lignin

dengan meningkatkan pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim lignolitik.

Kulit Buah Markisa

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman markisa

diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisi:

Spermatophyta (tumbuhan berbiji), Subdivisi: agiospermae (berbiji tertutup), Kelas:

Dicotyledonae (biji berkeping dua), Ordo: Passiflorae, Famili: Passiforaceae, Genus:

Passiflora, Spesies: Passifloraquadrangularis L., P. Edulis (Rukmana, 2003).

Markisa ungu juga disebut siuh atau “markisa asam”. Nama internasional

untuk markisa ungu adalah purple passion fruit. Markisa jenis ini banyak diusahakan

di Kabupaten Gowa (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Karo (Sumatera Utara). Jenis

Markisa ungu mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut: batang tanaman halus

terkulai, agak berkayu, berumur panjang dan bersifat merambat atau menjalar,

(8)

23

berwarna hijau sedangkan buah tua atau masak berwarna ungu gelap sampai cokelat

tua, kulit buah agak tipis, namun cukup kuat sehingga tahan terhadap kerusakan

selama pengangkutan, buah berbentuk bulat agak lonjong atau oval, berdiameter

antara 5,0 cm – 5,5 cm dan berasa asam dengan aroma wangi yang kuat sehingga

cocok dibuat sirup atau jus (Rukmana, 2003).

Gambar 2. Bagian-bagian di dalam Markisa

Dewasa ini pemanfaatan buah markisa masih terbatas pada daging buahnya.

Kalau biji masih dapat digunakan sebagai benih, maka kulit buah sama sekali belum

dimanfaatkan, bahkan membutuhkan biaya untuk penangananya. Dari buah markisa

sari buah sebanyak 40,69% berat buah selebihnya adalah kulit buah sebanyak

44,53% dan biji sebanyak 14,78% (Palupi dan Tungadi, 1988).

Kulit buah markisa ini mempunyai kandungan Protein kasar 7,32% yang

hampir sebanding dengan rumput lapangan sehingga cukup potensial untuk dijadikan

sebagai pakan ternak substitusi rumput lapangan sumber hijauan, namun terkendala

dengan adanya kandungan anti nutrisi tannin (1,85%) dan tingginya kandungan

lignin 31,79% (Astuti, 2008). Biji Markisa

(9)

24

Tabel 4. Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa tanpa dan fermentasiPhanerochaete chrysosporium selama 15 hari.

Kandungan Kimiawi Kulit Buah Markisa Kulit Buah Markisa Fermentasi

ME (Kkal/kg) 3575 3615

BK (%) 87,23 80,06

PK (%) 8,53 18,56

SK (%) 39,56 34,96

LK (%) 0,6 1,39

Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong (2015)

Tidak ada gangguan penggunaan kulit buah markisa terhadap nafsu makan

ternak menunjukkan bahwa bahan makanan ini cukup palatabel. Hal ini mungkin

disebabkan aroma kulit buah markisa disukai oleh ternak, sehingga pakan yang

diberikan dapat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sedangkan pakan yang mempunyai

palatabilitas rendah akan dikonsumsi hanya sebatas pemenuhan hidup pokok ternak

tersebut. Faktor penting berasal dari pakan yang mempengaruhi konsumsi adalah

aroma dari bahan pakan itu, ternak dapat saja menolak bahan pakan yang diberikan

tanpa merasakan terlebih dahulu, karena tidak menyukai aromanya (Preston dan

Leng, 1987).

Kandungan tannin yang terdapat pada kulit buah markisa diduga berperan

menurunkan retensi nitrogen, karena tannin dapat mengikat protein dan membentuk

senyawa tannin-protein yang tidak terdegradasi (Herrick, 1980).

Bobot Potong

Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum

dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka semakin

tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas

yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot

(10)

25

daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh (Muryanto dan

Prawirodigdo, 1993).

Ternak yang diberi pakan dengan kualitas yang baik akan menghasilkan

bobot badan yang tinggi, sehingga bobot potong yang diperoleh ikut tinggi. Bobot

potong yang tinggi akan mempengaruhi bobot karkas dan non karkas. Beberapa

faktor yang dapat mempengaruhi produksi karkas seekor ternak adalahbangsa, umur,

jenis kelamin, laju pertumbuhan, bobot potong dan nutrisi (Berg dan Butterfield,

1976).

Karkas dan Persentase Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang

kelincihasil pemotongan setelah dipisah dari kepala, kaki, kulit, darah

danpengeluaran isi rongga perut (Rahman, 2014).

Gambar 3. Bagian-bagian karkas kelinci

Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai dengan

porsinya masing-masing menjadi delapan potongan daging, yaitu : dua potong kaki

depan (dengan melepaskan pergelangan kaki dan pangkal paha depan pada skapula),

dua potong kaki belakang (dipotong pada sendi antara tulang lumbal terakhir dengan

tulang sakral pertama), dua potong bagian dada sampai leher (dipotong pada pangkal

(11)

26

terakhir), dan dua potong bagian pinggang (dipotong dari tulang rusuk terakhir

hingga pada potongan pangkal paha belakang) (Kartadisastra, 1997).

Faktor yang mempengaruhi berat karkas yaitu besar tubuh kelinci, jenis

kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan

ternak, perlakuan sebelum pemotongan (Kartadisastra, 1997).

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot hidup

yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya, karena

dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam yang

beratnya berbeda untuk masing-masing ternak. Berat persentase bobot karkas sangat

bergantung pada besar tubuh kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan

kualitas pakan, kesehatan ternak dan perlakuan sebelum dipotong. Persentase karkas

yang dihasilkan sangat tergantung pada besar tubuh kelinci dan sebagai patokan,

besar karkas kelinci yang baik seharusnya berkisar antara 40%-52% dari berat

potongnya. Selain itu persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis

kelamin (Soeparno, 1994).

Non Karkas

Non karkas merupakan hasil pemotongan ternak selain karkas dan lazim

disebut offal. Non karkas terdiri dari bagian yang layak (offal edible) dan tidak layak

dimakan (offal non edible). Hasil pemotongan ternak selain karkas adalah bagian non

karkas. Non Karkas terdiri dari bagian yang layak dimakan yaitu lidah, jantung, hati,

paru-paru, otak, kulit, ekor, saluran pencernaan, ginjal dan limpa, sedangkan tanduk,

kuku, darah, tulang atau kepala termasuk bagian yang tidak layak dimakan

(12)

27

Komponen sisa karkas terdiri dari organ internal dan organ eksternal. Organ

internal terdiri atas hati, jantung, paru-paru, sedangkan yang termasuk organ

eksternal adalah kepala, kulit dan kaki (Whytes dan Ramsay, 1979).

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non

karkas.Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan

bobotpotong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan

membandingkanbobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas

dilakukan untukmasing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam

kecuali ginjal, keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Purbowati et al.,

2005).

Persentase non karkas merupakan angka banding antara berat non karkas

(darah, kepala, keempat kaki, ekor,dan jeroan) dengan berat potong kelinci yang

bersangkutan kemudian dikalikan 100 persen. Persentase non karkas berbanding

terbalik dengan persentase karkas. Semakin tinggi persentase non karkas semakin

rendah persentase karkas (Soeparno, 1994).

Berat karkas juga dipengaruhi oleh umur ternak, jenis kelamin, kecepatan

pertumbuhan, metode pemotongan, lingkungan serta berat bagian tubuh/organ non

karkas. Ternak yang diberi pakan berenergi tinggi memberikan berat hati, ginjal,

kulit dan bulu yang lebih berat dibanding ternak yang diberi pakan berenergi rendah,

sedangkan kepala, kaki dan ekor ternak yang laju pertumbuhannya lambat

memberikan berat yang lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhannya yang cepat

(Murray dan Slezacek, 1978).

Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus

(13)

28

kaki tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama

(Soeparno, 1994).

Komponen sisa karkas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,

bangsa ternak adalah pengaruh bangsa yang berhubungan dengan perbedaan genetik

tiap bangsa dalam mencapai ukuran dewasa, tiap bangsa terdapat perbedaan

kecepatan pertumbuhan dari komponen tubuh. Akibat perbedaan tersebut akan

meningkatkan keragaman proporsi tubuh pada berat yang sama. Ransum atau pakan :

peningkatan kandungan konsentrat pada ransum akan menurunkan isi perut dan

meningkatkan persentasekarkas. Apabila pemberian serat kasar tinggi akan

meningkatkan isi perut dan menurunkan persentase karkas

Gambar

Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Gambar 1. Kelinci Rex
Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Gambar 2. Bagian-bagian di dalam Markisa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Upaya Bimbingan Yang Telah Dilakukan di Sekolah Terhadap Siswa Berprilaku Menyimpang

Tentukan pereaksi A, B, C, dan D yang dipergunakan pada kedua reaksi di bawah ini dalam bentuk rumus bangunnya.. Kemudian ditambahkan larutan perak nitrat berlebihan yang

 Sidewall neutron porosity log (SNP), yang mempunyai kondisi optimum pada formasi non shaly yang mengandung liquid dengan porositas kurang dari 30%.  Compensated neutron log

Berdasarkan landasan teori di atas, maka penelitian ini hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah ada perbedaan toleransi antar umat beragama antara warga yang beragama

Terdapat jenis abu limbah pertanian terbaik terhadap pertumbuhan dan

Dengan sistem tanggung renteng diharapkan dapat tercipta suasana kebersamaan kelompok dalam tanggung jawab secara kolektif, untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya

[r]

[r]